PENGARUH SARI BIJI JENGKOL (ARCHIDENDRON PAUCIFLORUM) TERHADAP KADAR GSH SERUM TIKUS SPRAGUE DAWLEY YANG DIBERIKAN CCL4 Rizky Dwinovyatmojo1, Mohamad Sadikin2, Ani Retno Prijanti2 1 Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2 Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
ABSTRAK Banyak keadaan patologis pada tubuh yang dapat terjadi akibat radikal bebas baik yang bersifat endogen maupun eksogen. Pada keadaan stres oksidatif, antioksidan endogen biasanya tidak cukup untuk melindungi tubuh dari radikal bebas, sehingga diperlukan antioksidan eksogen yang dapat diperoleh terutama dari bahan makanan. Salah satu bahan makanan tersebut adalah Jengkol (Archidendron pauciflorum). Jengkol mengandung asam jengkolat yang mengandung dua molekul sistein yang dijembatani oleh metilen. Metabolisme asam jengkolat menghasilkan sistein dan metionin. Penelitian eksperimental ini dilakukan untuk menguji kemampuan jengkol sebagai antioksidan dengan mengukur kadar GSH serum. Penelitian ini dilakukan pada 32 tikus Sprague Dawley jantan berumur delapan minggu dengan memberikan ekstrak jengkol dan juga pemberian CCl4. Dibagi ke dalam empat kelompok perlakuan. Kelompok satu adalah kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan, kelompok kedua tikus yang diberi ekstrak jengkol peroral, kelompok ketiga tikus yang memperoleh CCl4 (0,55 mg/g BB dosis tunggal, dua hari sebelum pembedahan) peroral, dan kelompok keempat memperoleh ekstrak jengkol+CCl4. Efek antioksidan dilihat dari konsentrasi GSH dalam serum yang diukur secara spektrofotometer pada λ maks 412 nm. Hasil menunjukkan penurunan konsentrasi GSH pada kelompok CCl4 (p=0,022) dan pemberian ekstrak jengkol menyebabkan kenaikan kembali konsentrasi GSH walaupun tidak kembali seperti semula (p=0,000). Dapat dikatakan bahwa ekstrak jengkol dapat mengurangi penurunan konsentrasi kadar GSH serum dan memiliki kemampuan antioksidan. Kata Kunci: Antioksidan; Archidendron pauciflorum; CCl4; GSH serum ABSTRACT There are many pathological body conditions caused by free radical endogenic or exogenic. In Oxidative Stress condition, endogenic antioxidant substance is not enough to protect body from free radical, therefor we need exogenic anti-oxidant that can be obtained from food. One of the food is Jengkol (Archidendron pauciflorum). Jengkol contains jengkolic acid (C7H14N2O4S2) which has the similarity structure with cysteine as an antioxidant. The metabolism of jengkolic acid are cysteine and methionine. The aim of this experimental research was to prove that jengkol seed extract has an anti-oxidant effect measured in GSH serum. The research uses male rat (Spraguw Dawley) 8 weeks old given jengkol seed extract and CCl4. There are four treatment groups. Group 1 is a control group. Group 2 is a group which is given jengkol seed extract. Group 3 is a group which is given CCl4 (0,55 mg/g bodyweight single dose, two days before the surgery). Group 4 is a group which is given jengkol seed extract+CCl4. The anti-oxidant effect can be seen from the concentration of GSH in serum measured by spectrophotometer using Ellman technic (λ maks 412 nm). The result from statistic test shows the decrease of GSH serum concentration in group CCl4 (p=0.022) and by giving jengkol seed extract cause in increasing concentration of GSH serum eventough it’s not back like normal again (p=0,000). So, extract of jengkol seed can be used as an antioxidant. Keywords: Antiokxidants; Archidendron pauciflorum; CCl4; GSH Serum
1 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
1. Pendahuluan Manusia di era modern ini sangat terpapar oleh berbagai oksidan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Oksidan internal dihasilkan dari dalam tubuh manusia sedangkan oksidan eksternal berasal dari lingkungan di sekitar seperti asap kendaraan bermotor, asap pabrik, pada makanan berupa zat pengawet, sinar ultraviolet, dan lainnya.1 Radikal bebas atau zat oksidan merupakan molekul elektron yang tidak memiliki pasangan pada orbit terluar yang dapat mengambil molekul dari molekul-molekul lain sehingga memiliki dampak pengerusakan terhadap molekul lain tersebut.2 Radikal bebas yang tidak terkendali oleh tubuh dapat menyebabkan berbagai keadaan patologis pada tubuh seperti kanker, penyakit jantung, dan saraf. 2 Tubuh sendiri memiliki antioksidan endogen seperti GSH (Glutation) dan enzim (katalase, peroksidase) yang dapat menangkal radikal bebas melalui proses kimiawi. Namun tubuh memiliki batas jumlah antioksidan endogen dan bisa terjadi ketidakseimbangan jumlah zat oksidan yang masuk dengan zat antioksidan endogen, sehingga penting untuk mendapatkan zat antioksidan eksogen yang dapat didapatkan dari bahan-bahan makanan. Jengkol (Archidendron pauciflorum) merupakan buah tanaman tropis yang sudah menjadi bahan makanan di Indonesia.3 Jengkol memiliki kandungan zat berupa asam jengkolat (Djenkolic Acid) dengan rumus molekul C7H14N2O4S2 yang memiliki struktur yang hampir menyerupai asam amino sistin, dimana asam amino sistin terdiri atas dua molekul asam amino sistein yang memiliki ikatan sulfida antar kedua molekul asam amino sistein tersebut.4,5 Asam amino sistein merupakan molekul yang membentuk senyawa thiol yang memiliki gugus sulfidril (-SH) yang berfungsi sebagai antioksidan.6 Berbeda dengan asam amino sistin, struktur asam jengkolat berupa ikatan antara dua gugus sulfur pada sistein tersebut dipisahkan dengan gugus metilen (CH2).5 Pada tubuh, satu molekul asam jengkolat yang masuk akan diubah menjadi satu asam amino metionin dan satu asam amino sistein dengan bantuan enzim “C-S liase” yang ada pada tubuh manusia dapat menjadi antioksidan eksogen.7 Selain asam jengkolat, jengkol juga memiliki vitamin C yang juga dapat berfungsi sebagai antioksidan.3,8 Melihat potensi jengkol berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mengenai kemampuan ekstrak biji jengkol sebagai antioksidan yang dapat mencegah stres oksidatif akibat radikal bebas. Indikator dalam menilai keadaan stres oksidatif yaitu kadar Glutation (GSH) dalam serum. Pemberian karbon tetraklorida (CCl4) sebagai bahan yang membuat keadaan stres oksidatif pada sampel percobaan. Kadar GSH dalams serum akan berkurang akibat perannya dalam melawan stres oksidatif tersebut. Maka penelitian ini ingin mengetahui, apakah ekstrak biji jengkol berperan dalam menaikkan kadar 2 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
GSH dalam serum, dan dapat mempertahankan kadar GSH serum pada keadaan stres oksidatif. 2. Tinjauan Teoritis 2.1 Oksidan Dalam kepustakaan definisi dari oksidan dan radikal bebas sering disamakan karena memiliki sifat-sifat yang mirip. Namun berdasarkan sudut pandang kimia, keduanya harus dibedakan. Oksidan merupakan senyawa penerima elektron yaitu senyawa-senyawa yang dapat menarik elektron. Radikal bebas adalah atom atau molekul (kumpulan atom) yang memiliki elektron yang tak berpasangan.8 Oksidan dapat mengganggu integritas sel karena oksidan dapat bereaksi dengan beberapa komponen sel yang penting untuk mempertahankan kehidupan sel, baik komponen struktural maupun fungsional. Oksidan yang dapat merusak sel berasal dari berbagai sumber, yaitu : 8 • Berasal dari tubuh sendiri, yaitu senyawa-senyawa yang sebenarnya berasal dari prosesproses biologik normal (fisiologis), namun oleh suatu sebab terdapat dalam jumlah besar • Berasal dari proses-proses peradangan. • Berasal dari luar tubuh, seperti misalnya obat-obatan dan senyawa pencemar (polutant). • Berasal dari akibat radiasi sinar UV, sinar x-ray. Oksidan dapat merusak protein karena dapat mengadakan reaksi dengan asam- asam amino yang menyusun protein tersebut. Diantara asam-asam amino penyusun protein yang paling rawan adalah sistein. Sistein mengandung gugus sulfidril (SH) dan justru gugusan inilah yang paling peka terhadap serangan radikal bebas seperti radikal hidroksil : 9 RSH + ·OH à RS· + H2O RS· + RS· à R-S-S-R Pembentukan ikatan disulfida (-S-S-) menimbulkan ikatan intra atau antar molekul protein tersebut kehilangan fungsi biologisnya (misalnya enzim kehilangan aktivitasnya). Selain itu dampak negatif juga dapat menimpa membran sel, dan DNA. 2.2 Radikal Bebas Radikal bebas atau yang dikenal sebagai zat oksidan adalah molekul kimia yang tidak memiliki pasangan pada elektron di orbit terluarnya. Kondisi tersebut sangat tidak stabil dan
3 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
mudah bereaksi dengan zat kimia anorganik maupun organik di dalam tubuh yang akan menimbulkan kerusakan sel, jaringan, dan organ. Molekul asam nukleat dan berbagai molekul membran akan terdegradasi oleh radikal bebas ini. Di dalam sel, radikal bebas akan terbentuk melalui : 1 1. Reaksi redoks pada proses fisiologis normal 2. Penyerapan energi radian seperti sinar UV dan sinar-X 3. Metabolisme enzimatik zat kimia eksogen seperti karbon tetraklorida. 2.3 Peroksidasi Lipid Molekul yang bereaksi dengan radikal bebas, akan diubah menjadi radikal bebas yang baru, sehingga jumlah radikal bebas akan terus bertambah. Proses ini dinamakan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid adalah reaksi berantai yang menyebabkan radikal bebas secara berantai dan peroksidasi lebih lanjut. Peroksidasi lipid yang terjadi di membran sel dan LDL merupakan penyebab utama terjadinya cedera sel yang disebabkan ROS. Inisiator seperti radikal hidroksil akan memulai proses ini, dengan urutan reaksinya: inisiasi, propagasi, dan terminasi.2 Proses awal dimulai dengan mengambil atom hidrogen dari molekul lain, biasanya dari PUFA. Oksigen reaktif akan merusak ikatan ganda pada PUFA dan melemahkan ikatan antara atom C dan H sehingga memudahkan terjadinya disosiasi hidrogen. Atom karbon tersebut tidak memiliki pasangan sehingga dapat menjadi radikal bebas. Molekul tersebut distabilkan dengan pengaturan kembali membentuk diene terkonjugasi (CD). CD akan bereaksi dengan oksigen, lalu membentuk radikal peroksi. Hal ini kemudian mengambil elektron lipid lain dan terjadi reaksi berantai. Hasil akhir dari proses ini adalah malonildialdehid, etana dan pentana.2,11 2.4 Karbon Tetraklorida CCl4 merupakan bahan cair tidak berwarna yang bersifat toksik, berbau seperti eter atau klorofom. CCl4 dapat bercampur dengan aseton, etanol, minyak, dan karbon disulfide. Bahan ini banyak dipakai pada cairan pembersih, cairan pemadam api, industri pengolahan bahan karet dan kulit, dan peptisida. Efek hepatotoksik telah diketahui sejak tahun 1930, bahkan dalam dosis kecil dapat menyebabkan berbagai efek pada beberapa organ tubuh, dan dapat memberikan efek yang sama pada berbagai spesies yang berbeda, berat ringannya efek tergantung dari dosis yang diberikan. Penelitian yang dilakukan, mengenai efek CCl4 menyebabkan hati hewan menjadi nekrosis sentrolobular dan degenerasi lemak pada hati 4 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
dengan pemberian dosis tunggal.12,13 Gangguan pada fungsi dan struktur hati dapat dilihat secara kimiawi maupun histopatologi. Sebagai contoh penelitian CCl4 dengan dosis 100, 200, dan 400 ppm memperlihatkan bahwa angka kematian meningkat dengan kondisi sirosis hati dan berbagai kerusakan lainnya. Percobaan pada 15 tikus jantan dan betina dengan diberikan CCl4 50 ppm sebanyak 134 kali selama 187 hari, menunjukkan penurunan berat badan, peningkatan berat hati akibat degenerasi lemak yang mengarah pada kondisi sirosis hati. Percobaan pada dua kelompok perlakuan kelinci 2 jantan dan 2 betina, dengan diberikan CCl4 50 ppm sebanyak 155 kali dalam 216 hari, menunjukkan sedikit penurunan pertumbuhan dan meningkatnya berat ginjal, dan sirosis hati. Percobaan pemberian CCl4 pada marmot secara inhalasi juga mengakibatkan perlemakan hati. Maka dapat dikatakan efek hepatotoksik tidak tergantung pada cara pemberian, karena semua menunjukkan pengaruh CCl4 yang merusak hati.14 2.5 Glutation Glutation (GSH) merupakan tripeptida intraselular berbentuk Gamma-Levo-GlutamilL-Sisteinil-Glisina, umumnya berbentuk molekul reduksi tiol yang disebut GSH dan bentuk disulfide teroksidasi. GSH dengan konsentrasi tertinggi terdapat di dalam hati. GSH dikenal sebagai kofaktor antioksidan terhadap oksigen reaktif dan senyawa lipid hidroperoksida, dengan enzim glutation peroksidase dan golongan glutation s-transferase (GST). Sejumlah xenobiotik elektrofilik yang berpotensi toksik dikonjugasikan dengan GSH nukleofilik dalam reaksi sebagai berikut :17 R + GSHàR –S – G R merupakan xenobiotik elektrofilik. Pada reaksi ini terdapat peran enzim glutation stranferase yang bekerja sebagai katalisator yang terdapat dalam jumlah besar di sitosol hati dan terdapat juga dalam jaringan lain namun dalam jumlah yang lebih sedikit. Di jaringan manusia terdapat beragam glutation s-transferase yang memperlihatkan spesifitas substrat yang berbeda dan dapat dipisahkan dengan menggunakan teknik elektroforesis dan teknik lainnya. Xenobiotik akan berpotensi toksik jika tidak dikonjugasikan dengan GSH, dimana xenobiotik akan berikatan secara kovalen dengan DNA, RNA, atau protein sel sehingga dapat menyebabkakn kerusakan. Peran GSH adalah mempertahankan terhadap senyawa toksik seperti obat maupun zat karsinogen.17 Fungsi Glutation adalah sebagai berikut: 1. Ikut serta dalam dekomposisi hidrogen peroksida yang berpotensi toksik dalam reaksi yang dikatalis oleh glutation peroksidase.
5 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
2. Merupakan reduktan intrasel penting yang membantu mempertahankan gugus
-SH
esensial enzim dalam keadaan tereduksi. 3. Pada pengangkutan asam amino tertentu yang menembus membran di ginjal, diduga terdapat suatu siklus metabolik yang melibatkan GSH sebagai pembawa. Reaksi pertama dalam siklus tersebut diperlihatkan sebagai berikut: Asam amino + GSH àAsam amino γ - glutamil + sisteinilglisin 2.6 Antioksidan Antioksidan adalah suatu molekul yang bekerja dalam memhambat munculnya atau memperlambat reaksi oksidasi.18 Proses oksidasi adalah proses mentransfer elektron atau atom hidrogen ke oksidan, dimana antioksidan melepaskan intermediet radikal bebas dan memperlambat reaksi oksidasi. Antioksidan secara alami terdapat pada tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan, yang diproduksi dalam tubuh. Antioksidan endogen pada manusia seperti: Glutation (GSH), Enzim Katalase. Antioksidan eksogen berasal dari makanan.19 Antioksidan jika bereaksi dengan oksigen reaktif akan menjadi bentuk aktif dan memulai tahap inisiasi oksidasi, hal ini bertujuan untuk memecah rantai reaksi oksidatif dengan cara bereaksi dengan radikal peroksida, membentuk ikatan antioksidan-radikal yang stabil sehingga tidak terjadi reaksi selanjutnya atau bentuk nonradikal. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan membran sel yang memiliki kandungan lipid sehingga tidak terjadi peroksidasi lipid. Antioksidan dapat melakukan tiga hal dalam sistem eliminasi kerusakan yaitu dengan menghambat inisiasi dan propagasi serta perbaikan kembali. Level pertahanan antioksidan pada enzim yaitu lipolitik (fosfolipase), proteolitik (peptidase atau protease), dan enzim yang lain, antara lain DNA repair dan sejumlah transferase. Hambatan terhadap enzim ini tergantung pada reaktivitas senyawa fenol terhadap sisi rantai asam amino enzim. 18 2.7 Jengkol 2.7.1 Definisi Tanaman buah Jengkol, jaring, jaawi, dogfruit (dengan nama latin Archidendron pauciflorum) merupakan tanaman yang tumbuh hampir di sekitar asia tenggara termasuk hampir di seluruh Indonesia. Jengkol merupakan bahan makanan yang dikonsumsi di berbagai tempat seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Myanmar. Tanaman ini berupa pohon yang dapat mencapai tinggi sekitar 10-26 m. Tanaman jengkol banyak ditanam di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m dpl. Buah jengkol sendiri 6 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
berjenis dari polong-polongan (Fabaceae). Warna buahnya yakni lembayung tua, dimana ketika matang makan bentuk buahnya akan menjadi cembung dan di tempat yang mengandung biji akan membesar. Jengkol memiliki bau yang khas dimana tidak semua orang menyukai bau tersebut, bau tersebut diakibatkan oleh asam amino yang memiliki unsur sulfur. Setelah mengonsumsi jengkol badan akan mengeluarkan bau menyengat melalui keringat, urin, dan feses. Buah jengkol berbentuk gepeng berbelit membentuk spiral. Pada satu helai polong tersebut, terdapat 5-7 biji. Biji berkulit ari berwarna coklat mengilap. Biji dari buah inilah yang biasa menjadi bahan masakan. Selain itu jengkol dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan. Pengolahan biji jengkol dapat dengan cara direbus agar teksturnya menjadi lebih lembut dan empuk. Jika digoreng maka teksturnya akan berubah menjadi lebih liat. Perlu berhati-hati terhadap biji yang berwarna hitam mengilat akan meninggalkan noda pada pakaian akibat getah yang berwarna keunguan.3,8,27 2.7.2 Klasifikasi Berikut ini adalah klasifikasinya:3 • Kerajaan
: Plantae
• Filum
: Magnoliophyta
• Kelas
: Magnoliopsida
• Ordo
: Fabales
• Famili
: Fabacea
• Genus
: Archidendron
• Jenis
: Archidendron pauciflorum
2.7.3 Kandungan Gizi Jengkol Berikut ini akan dipaparkan mengenai kandungan gizi yang terdapat pada 100 gram biji jengkol:
7 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
Tabel 2.1. Komposisi zat per 100 gram biji jengkol29 Zat Gizi
Kadar
Energi (kkal)
133
Protein (9)
23,3
Karbohidrat (g)
20,7
Vitamin A (SI)
240
Vitamin B (mg)
0,7
Vitamin C (mg)
80
Fosfor (mg)
166,7
Kalsium (mg)
140
Besi (mg)
4,7
Air (g)
49,5
Pada kondisi tubuh yang normal, kebutuhan rata-rata orang dewasa untuk vitamin C sebesar 90 mg, sedangkan jika seseorang memakan 100 gram biji jengkol perhari maka sudah dapat mencukupi kebutuhan vitamin C perharinya. Namun Jengkol juga dapat menyebabkan masalah pada pembuangan urin yang sering disebut dengan “kejengkolan”, kondisi ini disebabkan oleh zat yang disebut dengan asam jengkolat. 5,29 2.8 Antioksidan Jengkol 2.8.1 Asam Jengkolat Asam Jengkolat (Djenkolic Acid) merupakan zat yang menimbulkan bau yang khas pada buah jengkol. Asam jengkolat merupakan asam amino yang mengandung atom sulfur dan memiliki struktur yang menyerupai asam amino sistin. Perbedaan asam jengkolat dan sistin adalah, satu gugus metilen (CH2) di antara gugus sulfurnya membentuk ikatan carbosulfur sedangkan pada sistin gugus sulfurnya langsung berikatan satu sama lain membentuk ikatan disulfida. Asam jengkolat memiliki rumus molekul C7H14N2O4S2, dengan nama IUPAC-nya adalah asam (2R)-2-amino-3-(2R)-2-amino-3- hidroksi-3-okso propel sulfanil metil sulfanil propanoat, bersifat tidak larut terhadap air dan juga asam.5
8 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
Gambar 2.1. Perbandingan struktur kimia antara asam jengkolat dengan sistin (kiri: sistin; kanan: asam jengkolat)30 Van Veen dan Hyman telah berhasil mengisolasi asam ini dengan mengambil urin penduduk yang mengalami keracunan jengkol. Dalam proses isolasi tersebut, mereka berhasil mengisolasi kristal asam dari biji jengkol menggunakan barium hidroksida (Ba(OH)2) pada temperatur 30°C. Mereka juga telah berhasil dalam menyintesis asam jengkolat dengan melakukan kondensasi antara metil klorida dengan 2 mol L-Sistein pada ammonia cair dan menghasilkan senyawa yang identik dengan asam jengkolat. Van Veen dan Hyman juga dapat memroduksi sendiri dengan kombinasi antara 1 mol formaldehid disertai 2 mol L-Sistein pada larutan asam kuat dan menghasilkan zat yang sama. Asam jengkolat tersusun dari dua asam amino sistein yang merupakan antioksidan.5 Berdasarkan laporan yang ada, bahwa dalam 1 kg biji jengkol segar terdapat 20 gram asam jengkolat. Biji legume juga diketahui mengandung senyawa asam yang sama namun dengan jumlah yang lebih sedikit adalah Leucaena esculenta (2.2 g/kg) dan Pithecolobium ondulatum (2.8 g/kg).5 Asam jengkolat ini juga dapat mengakibatkan keadaan yang disebut “kejengkolan”. Keadaan ini dapat disebabkan karena asam jengkolat akan mengendap dan membentuk kristal-kristal jarum halus apabila bertemu air seni yang asam. Kristal-kristal ini dapat merusak jaringan dinding ginjal dan saluran urin.4,5 Asam jengkolat memiliki kemiripan dengan sistin dimana keduanya memiliki 2 molekul sistein yag digabungkan dengan gugus metilen di antara gugus sulfat. Asam amino sistin dapat diubah menjadi dua molekul sistein melalui enzim hidrolase pada ikatan disulfida yang dibentuk, sedangkan pada asam jengkolat, ikatan antara dua molekul sistein dipisahkan dengan enzim “C-S lyase” atau karbon-sulfur liase. Enzim ini berfungsi untuk melepaskan ikatan antara karbon dengan sulfur. Hasil metabolisme tiap 1 mol asam jengkolat dihasilkan 1 mol sistein disertai 1 mol methionin.5 Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa asam jengkolat dapat menghasilkan sistein yang merupakan salah satu senyawa tiol yang berfungsi sebagai antioksidan dan juga karena memiliki gugus –SH seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.6,31 Enzim karbon sulfur liase diduga terdapat pada buah jengkol maupun pada tubuh manusia. Hal ini dapat dijelaskan karena bau yang terdapat pada buah jengkol merupakan bau khas senyawa thiol, sehingga asam jengkolat yang terdapat pada biji jengkol 9 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
sebetulnya sudah diubah menjadi sistein yang menimbulkan bau tersebut. Begitu juga bau pada keringat dan urin yang mengeluarkan bau yang sama, menandakan terdapat reaksi dengan enzim C-S lyase tubuh.19,30 3. Metode Penelitian Pada penelitian ini menggunakan studi pendahuluan (pre-eliminary study), dengan metode eksperimental secara invivo yang dilakukan pada 32 ekor tikus Sprague Dawley. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan jengkol dalam melindungi hati terhadap kerusakan akibat zat oksidan CCl4. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sejak 13 Januari 2013-28 Juni 2013. Sumber data merupakan sumber data primer berupa hasil yang didapatkan dari tikus putih galur jenis Sprague Dawley berkelamin jantan berumur sekitar 8 minggu, dengan berat antara 100-150 g dan terbebas dari penyakit. Semua tikus percobaan dipelihara di Animal House FKUI dengan kondisi pencahayaan (06.00-18.00) dan temperatur (22oC) serta mendapatkan minum dan makan ad libitum. Sebelum memulai perlakuan, hewan percobaan akan diberi waktu satu minggu untuk beradaptasi. Lalu perlakuan akan dilakukan selama delapan hari sesuai masing-masing kelompok. Pada hari ke-10 setelah 8 hari perlakuan, akan ditimbang, dilakukan euthanasia dengan menggunakan eter, dan dibedah. Bahan yang digunakan adalah jengkol (Archidendron paucivlorum), 32 ekor tikus Sprague Dawley, karbon tetraklorida (CCl4), heparin, perangkat Reagan GSH, minyak kelapa dan pelet. Alat yang digunakan adalah kandang kawat ukuran 40 x 25 cm, sonde lambung, semprit plastik, semprit kaca, blender, seperangkat alat operasi, vial, gelas ukur 500 ml, pengaduk, tabung sentrifugasi dan sentrifusi, Shimadzu (single beam), spektrofotometer, pipet ependorf, pipet Pasteur, tabung reaksi, kuvet, pipet ukur, penangas air, mikrotom, stop watch, dan pinset. 3.1 Cara Kerja 1) Alokasi Subjek Penelitian Sebelum penelitian dilakukan, dilakukan pencarian subjek penelitian, subjek penelitian merupakan populasi terjangkau yang harus memenuhi kriteria inklusi. Subjek penelitian berupa tikus putih dengan jenis kelamin jantan dari galur Sprague Dawley. Terdapat empat jenis kelompok/perlakuan, dimana tikus dikelompokkan secara acak berjumlah 8 tikus tiap kelompok perlakuan: 10 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
• Kelompok pk adalah kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. • Kelompok pj adalah kelompok yang diberikan sari jengkol. • Kelompok pc adalah kelompok yang diberikan CCl4 (0,55 mg/gBB dosis tunggal). • Kelompok pjcadalah kelompok yang diberikan sari biji jengkol dan CCl4 (0,55 mg/gBB dosis tunggal) (pemberian CCl4 sehari sebelum dilakukan prosedur pembedahan). Perlakuan akan diberlakukan selama beberapa hari hingga pembedahan. Pada hari kesepuluh semua tikus dari empat kelompok tersebut akan dibius dengan menggunakan eter dan akan dilakukan proses pembedahan. Pada proses pembedahan yang diambil berubah darah. Setelah mendapatkan darah maka akan dilakukan proses pengukuran GSH serum dari tiap-tiap kelompok. 2) Persiapan Tikus Percobaan Tikus putih Sprague Dawley berjumlah 32 ekor dikelompokkan secara acak dan dipelihara selama satu minggu di laboratorium Animal House Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal ini bertujuan untuk membuat tikus beradaptasi dengan lingkungan yang baru. 3) Persiapan Bahan Uji • Pembuatan sari/ekstrak Jengkol (Archidendron paucivlorum) dilakukan dengan cara mengupas kulit luarnya dengan menggunakan pisau, lalu diambil bijinya hingga mencapai 100 g. Kemudian biji yang telah dikupas, diiris kecil-kecil dan ditambahkan air 100 ml. Biji yang telah diiris kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender, lalu diamkan selama 1 jam, lalu peras, dan tampung sarinya. Masukkan ke dalam vial dengan ukuran 20 ml, simpan dalam lemari pendingin, hingga beku. • Pengenceran CCl4 dilakukan dengan melarutkan CCl4 sebanyak 1 ml dilarutkan dalam minyak kelapa hingga mencapai volume total 10 ml (pengenceran 10 kali). CCl4 sebanyak 2 ml dilarutkan dengan minyak kelapa hingga mencapai total volume 10 ml (pengenceran lima kali). Dosis CCl4 yang dipakai 0,55 mg/g BB. 4) Perlakuan Sari jengkol (bahan uji) diberikan secara oral (melalui mulut) dengan menggunakan alat sonde lambung. Dosis tiap tikus, diberikan sesuai dengan berat badan tikus.
11 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
5) Pengambilan Darah Pengambilan darah dan hati akan dilakukan pada proses pembedahan. Pertama-tama ambil tikus yang telah dibius dengan eter dan letakkan di atas papan bedah. Tancapkan jarum untuk memfiksasi pada keempat kaki yang telah direntangkan. Setelah terfiksasi dengan baik, oleskan bagian perut tikus dengan menggunakan kapas yang telah diberikan alkohol. Ambil gunting, potong secara vertikal bagian tengah dada, lalu tetesi dengan heparin sebanyak tiga tetes, lalu potong bagian aorta. Kemudian darah diambil dengan menggunakan pipet Pasteur. Pengambilan darah harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi hemolisis. Tempatkan darah yang telah diambil ke dalam bejana berisi es, kemudian disentrifugasi selama 10 menit. Lalu ambil bagian plasma dengan menggunakan pipet Pasteur, lalu masukkan ke dalam tabung baru yang bersih dan kering, kemudian simpan dengan suhu -200C. 6) Penentuan Kadar Glutathione (GSH) Serum Menggunakan Metode Ellman. Pada pengukuran kadar glutation darah, digunakan metode DTNB. Prinsip pengukuran ini melihat reaksi antara DTNB dengan GSH dimana akan menghasilkan senyawa dianion tionitro benzoat yang berwarna kuning. Reaksinya adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Prinsip Reaksi Pengukuran Kadar GSH - Penyiapan reagen a. DNTB: 39,6 mg DNTB dilarutkan dalam 10 mL dapar fosfat 0,1 M ph 7,0. b. TCA 5 %: Larutan standar TCA 25% diencerkan dengan air suling sampai didapat konsentrasi larutan TCA 5%. 12 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
- Pembuatan Kurva Kalibrasi GSH Standar larutan glutatuion 2 mg/ml dalam dapar fosfat 0,1 M pH 8,0. Dari larutan standar tersebut ambil 0,0 ul, 0,5 ul, 10,0 ul, 20,0 ul, 25m, dan 50,0 kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian larutan dapar fosfat 0,1 M pH 8,0 ditambahkan ke dalam masing-masing tabung tersebut, dan kocok sampai homogen. Dari masing-masing tabung diambil 4,0 mL dan ditambahkan 0,05 mL reagen DTNB. Sisa larutan dari masing-masing tabung tersebut digunakan sebagai blanko. Selanjutnya diukur absorban test dan absorban standar terhadap blanko dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 412 nm. Dari data pengukuran tersebut dibuat kurva kalibrasi dengan menghubungkan nilai serapan ordinat (y) dan konsentrasi larutan standar sebagai aksis (x). - Pengukuran Sampel Serum dan Supernatan Hati Ke dalam 0,250 ml plasma ditambahkan 8,90 ml dapat fosfat pH 8,0 dan 1,0 ml TCA 5%, kemudian dikocok hingga homogen, larutan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 5 menit. Dari larutan tersebut diambil 4,0 ml supernatan, tambahkan 0,05 ml DTNB, dan diamkan 1 jam. Sisa larutan supernatan digunakan sebagai blanko. Selanjutnya diukur absorban sampel dan terhadap blanko dengan spektofotometer pada panjang gelombang 412 nm. 4. Hasil dan Pembahasan Delapan tikus yang terdapat pada masing-masing perlakuan, akan diuji normalitasnya menggunakan uji Shapiro-Wilk. Pemilihan uji Shapiro-Wilk dikarenakan jumlah sampel yang digunakan tidak mencapai atau kurang dari 50. Kemudian dari uji tersebut telah didapatkan hasil data pk (kontrol) p=0,539, pj (kontrol positif) p=0,437, pc (kontrol negatif) p=0,492, pjc (gabungan jengkol dan CCl4) p=0,802; dikatakan bermakna jika p > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua data memiliki distribusi normal.
13 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
Gambar 4.1. Perbandingan nilai rata-rata kadar GSH serum pada λ=412 nm Berdasarkan data grafik di atas, rata-rata kadar GSH serum tertinggi didapatkan pada kelompok perlakuan pj (3,819 µg/ml), yang diberikan ekstrak biji jengkol selama delapan hari. Rata-rata kadar GSH serum terendah didapatkan pada kelompok pc (0,883 µg/ml), yang mendapat CCl4 dosis tunggal dua hari sebelum pembedahan. Pada kelompok pjc, kelompok yang diberikan ekstrak biji jengkol selama delapan hari dan diberikan CCl4 sebelum pembedahan menunjukkan kadar rata-rata GSH serum lebih tinggi dari kelompok CCl4 (1,8092 µg/ml). Setelah mendapatkan data absorban GSH serum, maka selanjutnya dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji One-Way Anova. Alasan menggunakan uji One-Way Anova karena variabel yang akan diuji bersifat numerik dan kategorik, tidak berpasangan, jumlah kelompok lebih dari dua, dan hipotesis menuju satu arah. Syarat lain untuk menggunakan uji ini adalah uji ini bersifat parametrik dimana skala pengukuran harus bersifat numerik dan distribusi data harus normal serta varians data untuk kelompok yang tidak berpasangan lebih dari dua harus sama. Uji One-Way Anova, didapatkan hasil bahwa, diantara kelompok perlakuan, paling tidak terdapat dua kelompok, yang memiliki perbedaan bermakna. Pada hasil uji One Way Anova didapatkan p=0.000. Karena hasil Anova bermakna maka dapat dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc untuk melihat perbedaan-perbedaan di antar kelompok tersebut.
14 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
Perbandingan antara kelompok perlakuan kontrol dengan kelompok yang diberikan ekstrak jengkol peroral selama 8 hari, menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,000). Dari data kadar konsentrasi GSH serum rata-rata antara kedua kelompok, kadar GSH serum pada kelompok pj menunjukkan hasil lebih dari dua kali lipat jumlah GSH serum pada kelompok kontrol. Hal ini menandakan bahwa ekstrak jengkol dapat menaikkan kadar GSH serum. Hal ini disebabkan bahwa asam jengkolat yang terdiri dari dua molekul sistein yang juga merupakan komponen GSH endogen, dapat menjadikan asam jengkolat menunjang kerja GSH dan menaikkan kadar GSH serum. Perbandingan antara kelompok kontrol dengan kelompok yang diberikan CCl4 menunjukkan bahwa kadar GSH serum lebih rendah secara statistik dengan hasil yang bermakna (p=0,025). Kadar pada GSH serum pada kelompok pc menunjukkan penurunan sekitar 30% dari kelompok kontrol. Hal Ini berarti CCl4 yang dalam metabolisme menghasilkan radikal CCl302, yang menyerap GSH endogen untuk mereduksi radikal tersebut. Perbandingan antara kelompok pj dengan pc menunjukkan hasil yang bermakna (p=0,000), hal ini menunjukkan bahwa pemberian CCl4 menimbulkan kerusakan dan mengurangi kadar GSH dalam serum. Sedangkan pada kelompok pjc, kelompok yang diberikan ekstrak jengkol+CCl4 menunjukkan kadar yang lebih rendah dari kelompok pj (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa GSH serum yang ada pada tubuh yang sudah ditambah ekstrak –SH dari jengkol berfungsi meredam Free radical yang ditimbulkan oleh CCl4. Perbandingan antara kelompok pjc dengan kelompok pc menunjukkan hasil yang bermakna (p=0,000). Data ini dapat memperlihatkan bahwa penurunan kadar GSH serum akibat pemberian CCl4 dapat dikurangi secara maksimum dengan pemberian ekstrak jengkol. Jengkol memiliki keunggulan dengan adanya gugus –SH yang terkandung dalam asam jengkolat yang dapat membantu kerja GSH dalam menanggulangi radikal bebas. 5. Kesimpulan Terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok tikus yang diintoksikasi dengan CCl4 dan tikus yang mendapat ekstrak biji jengkol+CCl4, hal ini memperlihatkan bahwa ekstrak biji jengkol dapat mengurangi penurunan kadar GSH dalam serum pada keadaan stress oksidatif. Maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak biji jengkol dapat berperan sebagai antioksidan.
15 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
6. Saran Perlu dilakukan standardisasi bahan uji jengkol yang diteliti, penggunaan dosis yang ekstrak jengkol yang valid, dan penelitian dengan menggunakan indikator lain seperti: SOD, SGOT, SGPT serum, katalase serum. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dosis optimal pemakaian pada manusia yang tidak menyebabkan efek samping kejengkolan. Daftar Pustaka 1.
Kumar V, Cotran RS., Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Edisi 7, vol 1. Jakarta : Penerbit ECG. 2004. Hlm. 10-11.
2.
Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Harper’s Illustrated Biochemistry, 27th Edition. Philadelphia: The McGraw – Hill Companies. 2006. hlm.135-169
3.
Anonymous. Jengkol, Archidendron pauciforum. Cited at June 2013. Available from: http://www.plantamor.com/index.php?plant=128.
4.
Oen LH. Peranan asam jengkol pada keracunan buah jengkol. Dalam : Simposium Nasional Masalah Penyakit Ginjal dan Saluran Kemih di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 1982; 28:59-60.
5.
Vigneaud VD, Patterson WL. The Synthesis of Djenkolic Acid. JBC. 1936. 17: 1533538.
6.
Gortner RA, Hoffman WF. L-Cystine. 1941 Coll. 1: 194.
7.
Stracht A. The C-s lyases of higher plants. Cited at June 2013. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1054397.
8.
Anonymous.
Archidendron
pauciflorum.
Available
from:
http://eol.org/pages/643675/overview. Cited on Juni 10 2013. 9.
Bast, A. et al (1991) : Oxidants and Anti-oksidants : State of Art Am.J.Med.,91 Suppl.3C, Paper 3C-2S.
10. Cadenas, E. : Biochemistry of Oxygen Toxicity. Ann.Rev.Bioch. : 58 ; 79-110. Ann.Rev.Inc. Palo Alto , USA 1989. 11. Sculacev
Z.
Anoxic
stress.
Cited
on
June
2013.
Available
from:
http://ethesis.helsinki.fi/julkaisut/mat/bioti/vk/blokhina/ch1.html. 12. Slater TF, Cheeseman KH, Ingold KU. Carbon tetrachlorida toxicity asa model for studying free-radical mediated liver. Phil Trans Soc Lond, 1985; 311: 633-45. 13. Kaldor G. Clinical enzymologi. Methods in Laboratory Medicine. 1983; 3: 75-78. 14. Rice AC, Roberts J, Plaa GL. The effects of carbon tetrachloride. administered in vivo on the haemodinamics of theisolated perfused rat liver. Tox and Appl Pharmac. 1967; 16 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
11:422-31. 15. Slater TF. Free-Radical mechanisms in tisuue injury. Biochem J. 1989; 222:1-15. 16. Judah JD. Biochemical disturbances in liver injury. Brithish Med Bulletin. 1999; 29:1491. 17. Shelly CL. Regulation of glutathione synthesis. Mol Aspect Med. 2010; 30(1): 86-98. 18. Passwater R. The antioxidants. Philadelphia: Mc-Graw Hill. 1998. p.12-8. 19. Soewoto H. Antioksidan endogen sebagai lini pertahanan kedua dalam menanggulangi peran radikal bebas. Dalam: Kursus Penyegar Radikal Bebas dan Antioksidan dalam Kesehatan: Dasar, Aplikasi dan Pemanfaatan Bahan Alam. Jakarta: Bagian Biokimia FKUI. 2001. 20. Percival M. Antioxidant. Nutrision Insight: Advanced Nutrition Publications, Inc. 1998; p. 1-4. 21. Wilson SR, Georgiadis GM. Mecaptans from Thioketals: Cyclododecyl Mercaptan. Synth. Coll. 1990; 7: 124. 22. Halliwell B. and Gutteridge J.M.C. Free radicals, ageing and disease. Oxford: Clarendon Press. 1989. p. 155-7. 23. Yim MB, Chae HZ, Rhee SG. On the protective mechanism of thiol –specific antioxidant enzyme against the oxidative damage of biomacromolecules. The Journal of Biological Chemistry. 1994; 269(3): 1621-6. 24. Wlodek L. Beneficial and harmful effects of Thiol. Pol J Pharmacol. 2002; 54: 215- 23. 25. Deneke SM. Thiol-based antioxidant. Curr Top in Cell Reg. 2000; 36: 151-7. 26. Anonymous. Cysteine. Cited on June 2013. Available from: Gortner RA, Hoffman WF. L-Cystine. 1941 Coll. 1:194. 27. Prosea. Archidendron pauciflorum. Diunduh pada bulan Juni 2013. Diakses dari: http://www.proseanet.org/prohati4/browser.php?docsid=240. Wefwef. 28. Aries Setiawan, Zahrul Darmawan (Depok). Harga jengkol di depok capai rp 70 ribu per kilogram.
Diakses
pada
Juni
2013.
Diunduh
dari
http://us.bisnis.news.viva.co.id/news/read/418499-harga-jengkol-di-depok-capai-rp70ribu-per-kilogram. 29. Anonymous. Kandungan gizi jengkol. Diunduh pada bulan Juni 2013 diakses dari: http://perlutahu.org/kandungan-gizi-jengkol. 30. Anonymous. GO:0016846 carbon-sulfur lyase activity. Cited on June 2013. Available from: http://www.ebi.ac.uk/QuickGO/GTerm?id=GO:0016846. 31. Levine MKR, Dhariwal RW, Welch Y, Wang and park JB. Determination of optimal 17 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013
vitamin c requirements in humans. Dalam: The WA MERICAN Journal of Clinical Nutrition. 1995; 62(Suppl): 1347S-1356S.
18 Pengaruh sari biji..., Rizky Dwinovyatmojo, FK UI, 2013