Pengaruh Riser terhadap Fatigue life Tali Tambat Studi Kasus : SPM FPSO Seagood 101 Giverson Dietrict, Murdjito, Wisnu Wardhana Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Abstrakβ Analisa kekuatan pada struktur yang secara dominan menerima beban siklis sangat diperlukan untuk memastikan integritas struktur dan untuk penilaian kemungkinan kerusakan akibat fatigue (kelelahan). Bagian dari sistem SPM yang rentan rusak akibat adanya beban siklis adalah tali tambat. Tali tambat mengalami kerusakan akibat adanya tarikan yang terjadi secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama. Tugas akhir ini membahas tentang pengaruh riser terhadap fatigue life tali tambat dengan studi kasus SPM FPSO Seagood 101. Diawali dengan pemodelan untuk memperoleh motion dari FPSO dalam kondisi free floating. Perhitungan tension, stress, damage, hingga memperoleh fatigue life tali tambat menggunakan pendekatan metode Rainflow Cycle. Hasil analisis umur kelelahan tali tambat
menunjukkan
bahwa
strukur
(mooring
line)
yang
menggunakan riser memiliki umur kelelahan yang lebih pendek daripada struktur (mooring line) yang tidak menggunakan riser. Umur kelelahan terkecil terjadi di daerah fairlead pada mooring line 1, yaitu 203.59 tahun pada kondisi struktur menggunakan riser dan 213.34 tahun pada kondisi struktur tanpa riser. Kata Kunci : FPSO, SPM, riser, mooring line, fatigue, rainflow, fairlead DAFTAR NOTASI
ππππ0 ππ0 πππ€π€ ππ Tmax TH w h V S T H C y D ni
amplitudo gerakan struktur (m) amplitudo gelombang (m) angka gelombang frekuensi gelombang (rad/sec) tegangan maksimum tali tambat (ton) horizontal pre-tension (ton) berat chain di air (ton/m) kedalaman laut (m) gaya vertikal pada poin (x,y) panjang mooring chain dari (0,c) ke poin (x,y) besar tension pada poin (x,y) gaya horizontal pada poin (x,y) panjang dari touch down poin ke titik y yang ditinjau (m) jarak titik yang ditinjau ke dasar laut (m) rasio kerusakan kumulatif jumlah cycle kolom interval rentangan tegangan i dari rentangan distrubusi tegangan jangka panjang
Ni
jumlah cycle untuk gagal pada perhitungan yang sama, didapatkan dari diagram S-N k total dari interval-interval rentangan tegangan Nc number of cycles aD Intersepsi sumbu log S stress range (Mpa) m kemiringan kurva S-N SCF strees concentration factor ππππππππππ tegangan hot spot stress ππππ tegangan nominal Οw massa jenis air total tranverse area(m2) AT total lateral area (m2) AL koefisien tahanan dalam arah longitudinal C1W koefisien tahanan dalam arah transversal C2W koefisien tahanan dalam arah yaw C6W kecepatan angin(m/s) VWR ΟWR sudut relatif angin kecepatan angin pada ketinggian 10 m (m/s) V10 y ketinggian dimana kecepatan angin dihitung (m) x faktor eksponen (β0,16) , (m) L panjang vessel T tinggi sarat vessel koefisien tahanan arah longitudinal C1C koefisien tahanan arah transversal C2C C6C koefisien tahanan arah yaw πΉπΉππππ (1) (π‘π‘) gaya gelombang first order tergantung waktu πΉπΉππππ (1) gaya exciting gelombang first order per unit amplitudo gelombang sudut fase komponen gelombang first order ππππ amplitudo komponen gelombang first order ππππ ππ(ππ) fungsi spektra gelombang drift force per unit amplitudo gelombang π·π·ππππ I. PENDAHULUAN
alam perancangan suatu struktur, baik itu didarat maupun lepas pantai, salah satu hal yang paling penting untuk dianalisa adalah fatigue (kelelahan struktur). Analisa tersebut meliputi kemampuan struktur untuk memenuhi tujuan desain yang sudah ditetapkan diawal.
D
Kerusakan pada bangunan laut mayoritas diakibatkan oleh fatigue (kelelahan) pada struktur, baik itu pada komponen struktur utama maupun struktur sekunder [1]. Untuk itu, dalam jurnal tugas akhir ini dilakukan analisa kelelahan yang terjadi 1
pada mooring line single point mooring FPSO Seagood 101 aklibat pengaruh adanya riser dan tanpa riser.
Draft in free floating
m
1,65
Installed Weight
ton
206
Tabel 3. Data Riser SPM-Imodco Conoco Philips Indonesia
Gambar diatas merupakan gambaran umum analisa dalm jurnal ini, dimana sebuah FPSO ditambat dengan menggunakan SPM dengan 6 mooring line.
Umbi
Power
pane
-lical
Cable
220.02
220.02
84
124
mm
152.4
152.4
-
-
KNm2
11.14
11.14
3
9.6
ton
167.9
167.9
5
27.8
ton
3.2
3.2
0.3
0.5
Unit
Butane
Pipe OD
mm
Pipe ID Bending Gambar 1. Single point mooring dan riser [2].
Pro-
Parameter
stiffness Max.tension Max. compression
II. METODE PENELITIAN Langkah awal untuk memulai analisa ini adalah dengan melakukan studi literatur dan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk analisa ini. Data yang digunakan dalam analisa ini adalah data FPSO βSeagood 101β, buoy, mooring line dan riser yang kemudian dioperasikan di Belanak. Berikut data-data yang digunakan: Tabel 1. Dimensi struktur FPSO βSeagood 101β
Description
Unit
Quantity
Length Overall
m
93.9
Breadth (moulded)
m
22
Gambar 2: Ilustrasi posisi mooring line dan riser
Depth (moulded)
m
6
Displacement
ton
8988.97
Ilustrasi diatas juga diambil berdasarkan Conoco Philips Indonesia, sehingga dalam analisa mengacu pada ilustrasi tersebut.
DeadWeight
ton
5214.41
Light ship weight
ton
3774.56
VCG
m
8.091
Parameter
Unit
Value
LCG
m
0.893
Number of lines
-
6
TCG
m
0.114
Spacing between bundles
deg
60
Diameter
mm
95
Unit Weight in air
kg/m
182.3
Unit Weight in water
kg/m
158.5
Breaking load βGrade R4
kN
9001
Chain length
m
700
Pretension
kN
375
Sedangkan data buoy, mooring dan riser yang digunakan adalah hasil produksi Conoco Philips Indonesia yang disajikan dalam tabel dibawah ini. Tabel 2. Buoy βSPM-Imodcoβ Conoco Philips Indonesia
2
Parameter
Unit
Value
Outer shell diameter
m
12,5
Height of the buoy
m
4,8
Tabel 4. Data Mooring SPM-Imodco Conoco Philips Indonesia
Data lingkungan yang digunakan adalah met-ocean Belanak seperti yang tersaji pada tabel di bawah ini:
Berdasarkan Gambar 3 didapat persamaan tension pada sitem SPM yang digunakan dalam analisis ini, yakni dengan mnggunakan persamaan:
Tabel 4. Data lingkungan met-ocean Belanak
V = wS = T sin (Ο΄) H = wc = T cos (Ο΄) T = wy
c=
π»π» π€π€
(4) (5) (6) (7)
Kemudian dilakukan analisa kelelahan struktur, dalam hal ini analisa dilakukan terhadap mooring line. Dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut: 1 Umur Kelelahan = (8) D (9) Hubungan antara Ni dan Si dapat diperoleh dari S-N Curve. Setelah semua data yang dibutuhkan diperoleh, dilanjutkan untuk pemodelan struktur, baik itu FPSO maupun SPM nya, baik itu pada saat ada riser dan tanpa riser. Untuk mengetahui karakteristik gerakan struktur di laut dalam dilakukan analisa RAO pada struktur tersebut, yakni dengan mempertimbangkan persamaan RAO berikut [3]: RAO gerakan translasional (surge, sway & heave) ππ (1) π
π
π
π
π
π
= ππ0 (ππβππ) ππ0
merupakan perbandingan langsung antara amplitudo gerakannya dibanding dengan amplitudo gelombang. RAO gerakan rotasional (roll, pitch & yaw) ππ ππ π
π
π
π
π
π
= ππ0 = (ππ 2 βππ0 )ππ (ππππππ βππππππ ) (2) ππ π€π€ ππ0
ππ 0
merupakan perbandingan antara amplitudo gerakan rotasi dengan kemiringan gelombang.
Setelah memperoleh RAO dari masing-masing struktur, baik itu pada saat terapung bebas maupun pada saat tertambat, maka dilakukan analisa tension dan fatigue life pada mooring line dari sistem tersebut. Analisa untuk tension tali tambat dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini [3]: ππππππππ = πππ»π» + π€π€β
(3)
Sementara persamaan yang digunakan untuk analisa tension pada catenary mooring adalah sebagai berikut:
-m
Nc (s) = aD S
(10)
ππ ππππππππ
(11)
ππππππ = ππ ππ Dalam analisa ini menggunakan SCF =1.
Analisa yang sudah dilakukan diatas, dipengaruhi oleh beban lingkungan, sehingga harus memperhitungkan gaya masingmasing beban yang akan mempengaruhi kestabilan struktur. Beban lingkungan yang mempengaruhi tersebut sebagai berikut: - Beban Angin Beban angin yang bekerja pada struktur adalah beban angin transversal, lateral dan momen yaw angin, dimana mempunyai persamaan masing-masing sebagai berikut: 2 πΉπΉ1π€π€ = 0,5 ππππ π΄π΄ ππ πΆπΆ1ππ (ππππππ )ππππππ
2 πΉπΉ2π€π€ = 0,5 ππππ π΄π΄πΏπΏ πΆπΆ2ππ (ππππππ )ππππππ
πΉπΉ6π€π€ = 0,5
2 ππππ π΄π΄πΏπΏ πΏπΏπΆπΆ6ππ (ππππππ )ππππππ
(12) (13) (14)
Yilmaz (1996), menyatakan bahwa beban angin memberikan dampak yang kecil terhadap gerakan buoy. Persamaan kecepatan angin yang digunaka dalam perhitungan beban angin sebagai berikut [4]:  y ο£Ά VWR = V10  ο£· ο£ 10 ο£Έ
x
(15)
- Beban Arus Gambar 3: cattenary definition sketch (Tsinker: 1986)
Sebagaimana beban angin, beban arus yang bekerja pada struktur adalah beban arus transversal, lateral dan arah yaw masing-masing sebagai berikut: 3
2 F1C β Stat = 0.5 Ο LTC1C (Ο CR )VCR
2 F2 C β Stat = 0.5 ΟLTC 2 C (Ο CR )VCR 2 F6 C β Stat = 0.5 ΟLTC6 C (Ο CR )VCR
(16) (17) (18)
dengan dan tanpa riser. Hasil analisa tersebut disajikan dalam kurva effective tension untuk setiap segment mooring line yang disajikan dalam gambar 5 berikut:
- Beban Gelombang Beban gelombang time series dapat dibangkitkan dari spektrum gelombang sebagai first order dan second order. Berikut adalah persamaan gaya gelombang first order: (1) πΉπΉππππ (1) (π‘π‘) = βππ ( ππππ ) cos[ππππ + ππππ ]ππππ ππ=1 πΉπΉππππ
(19)
Sedangkan gaya gelombang second order menggunakan persamaan sebagai berikut: ππ πΉπΉππππ (2) (π‘π‘) = βππ ππ=1 βππ =1 ππππ ππππ π·π·ππππ cosοΏ½(ππππ β ππππ )π‘π‘ + (ππππ β ππππ )οΏ½ (20)
Analisis pada penelitian ini mengacu pada rules API RP2SK 2005 dimana mempunyai kriteria safety factor tension yang terjadi pada mooring line kondisi ULS adalah 1,67. III. HASIL DAN DISKUSI Penelitian ini menunjukkan tension dan juga fatigue life yang terjadi pada mooring line sistem tambat SPM βImodcoβ FPSO βSeagood 101β yang ditinjau pada kondisi ULS untuk semua arah pembebanan yang ada pada data environmental. Ilustrasi posisi FPSO, mooring line dan juga riser dari analisa yang dilakukan ditunjukkan pada gambar 4 berikut: Gambar 5: Effective tension saat ada dan tanpa riser Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa tension maksimum terjadi pada chain 1, baik itu pada saat ada riser maupun pada saat tanpa riser. Tension maksimum terjadi pada segment 0 untuk semua chain, dimana segment 0 merupakan fairlaid pada SPM, yakni sebesar 670.63 kN. Setelah diketahui, bahwa kondisi paling ekstrim terjadi pada mooring line chain 1 yang mana memiliki tension paling maksimum dibanding mooring line yang lain, maka untuk analisa kelelahan dilakukan pada mooring line 1 dengan arah 0 pembebanan 0 . Sedangkan hasil analisa fatigue life disajikan dalam tabel berikut: Tabel 5: Fatigue life mooring line
Mooring line
Fatigue life Mooring line (Years) Menggunakan Riser
Tanpa Riser
Chain 1
203.59
213.34
Chain 2
245.58
263.74
Gambar 4: ilustrasi posisi FPSO, mooring line dan juga riser
Chain 3
212.58
232.94
Berdasarkan hasil analisa yang sudah dilakukan, yakni analisa untuk arah N, NE, E, SE, S, SW, W, NW ternyata tension maksimum terjadi pada saat arah pembebanan 00 baik kondisi
Chain 4
210.85
226.25
Chain 5
228.22
249.41
Chain 6
207.82
218.11
4
SARAN Umur Kelelahan Minimum Mooring Line
β’
umur kelelahan (tahun)
270 260
β’
250 240 230
Mooring line tanpa riser
220
Mooring line menggunakan riser
β’ β’
210 200 Chain 1
Chain 2
Chain 3
Chain 4
Chain 5
Chain 6
β’
Mooring line
UCAPAN TERIMA KASIH
Gambar 6: Umur kelelahan minimum mooring line dengan dan tanpa riser
Berdasarkan gambar 6 diatas, dapat dilihat bahwa umur kelelahan minimum terjadi pada chain 1, baik kondisi dengan riser maupun pada saat kondisi tanpa riser. Dengan umur kelelahan sebesar 203.59 tahun saat menggunakan riser dan 213.34 tahun pada saat tanpa riser. Sedangkan umur lelah maksimum terjadi pada mooring line chain 2, yakni sebesar 245.58 tahun pada saat menggunakan riser dan 263.74 tahun pada saat tanpa riser. Berdasarkan hasil analisa tersebut, maka umur kelelahan mooring line masih berada dalam kriteria aman untuk dioperasikan, baik dalam kondisi tanpa riser maupun kondosi dengan riser untuk semua arah pembebanan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada PT. Global Maritime dan juga IMODCO yang telah bersedia memberikan data yang dibutuhkan untuk pengerjaan jurnal ini. DAFTAR PUSTAKA [1]
API RP 2SK. 2005. Recommended Practice for Design and Analysis of Station Keeping Systems for Floating Structures. Washington, DC.
[2]
Djatmiko, E.B., 2003. Analisis Kelelahan Struktur Bangunan Laut. Kursus Singkat Offshore Design And Modelling, Surabaya.
[3]
Djatmiko, E.B. 2012. Perilaku dan Operabilitas Bangunan Laut di Atas Gelombang Acak, Jurusan Teknik Kelautan. ITS Surabaya. Indonesia.
[4]
Yilmaz, Oguz. 1996. Hydrodynamic Design of Moored Floating Platforms. University of Glasgow, Department of Naval Architecture and Ocean Engineering, Hydrodynamics Laboratory, Acre Road, Glasgow, UK.
KESIMPULAN Umur kelelahan tali tambat (mooring line) terkecil dari struktur SPM FPSO Seagood 101 dengan kondisi menggunakan riser dan kondisi tanpa riser masing-masing terletak pada segment 1 (fairlead). Hal ini berarti bahwa dari semua segment pada mooring, daerah tersebut merupakan penerima tegangan terbesar dari sistem Single Point Mooring sehingga umur kelelahan (fatigue life) lebih kecil.
Perlu dipertimbangkan juga apabila beban gelombang dan arus terjadi dari arah heading yang berbeda. Perlu dipertimbangkan Stress Concentration Factor (SCF) pada mooring yang digunakan Melakukan analisa kelelahan dengan variasi jumlah mooring line Diperlukan analisa lebih lanjut dengan variasi tipe mooring line Perlu dilakukan analisa kelelahan dengan pertimbangan variasi tipe riser
Kedalaman perairan memberi pengaruh terhadap umur kelelahan. Dalam tugas akhir ini, umur kelelahan akan meningkat bersamaan dengan bertambahnya kedalaman perairan . Umur kelelahan akan naik secara ekstrem sesaat setelah menyentuh seabed. Hal ini terjadi karena pada daerah seabed pengaruh beban lingkungan sangat kecil. Umur kelelahan minimum tali tambat (mooring line) dari struktur SPM FPSO Seagood 101 terjadi pada chain 1, yaitu 203.59 tahun saat menggunakan riser dan 213.34 tahun saat kondisi tanpa riser. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan struktur yang sama, mooring line dengan kondisi menggunakan riser memiliki umur kelelahan lebih pendek daripada mooring line tanpa riser, dengan selisih perbedaan sebesar 4.57%.
5