PENGARUH PROPOLIS Trigona spp ASAL PANDEGLANG TERHADAP BEBERAPA ISOLAT BAKTERI USUS SAPI DAN PENELUSURAN KOMPONEN AKTIFNYA
GERARDUS DIRI TUKAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Propolis Trigona spp Asal Pandeglang Terhadap Beberapa Isolat Bakteri Usus Sapi dan Penelusuran Komponen Aktifnya adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2008 Gerardus Diri Tukan NIM G851060041
ABSTRACT GERARDUS DIRI TUKAN. Effect of Trigona spp Propolis of Pandeglang on Some Cattle Intestine Bacterial Isolates and Analysis of its Active Components. Under Direction of I MADE ARTIKA, KUSWANDI and A. E. ZAINAL HASAN Propolis has been shown to have antimicrobial activity.This research dealts with analysis of effect of Trigona spp propolis on some bacterial isolated from cattle intestine and analysis of propolis active components. In the first step, propolis was extracted from bee hives by maceration technique using ethanol 70 percent. In the second step, propolis was subjected to antibacterial activity tests against pathogenic and nonpathogenic bacteria isolated from cattle intestine using agar diffusion method. The third step was phytochemycal analysis to test the presence of terpenoid, alkaloid, and flavonoid using Harborne method. The fourth step was analysis of active compounds of propolis through fractination using the Thin Layer Chromatography (TLC) and column chromatography methods. The fifth step, examination of antibacterial activity from factions to E. coli bacteria. And the last step was determination of active agents from the fraction of propolis which had higher antibacterial activity, by GC-MS technique. The results showed that yield of propolis was 17.23%. Antibacterial activity tests showed that propolis inhibited growth of pathogenic bacteria was 64.102 %, and non pathogen bacteria was 35.89%. The results of phytochemical analysis showed that propolis contained tanin, flavonoid and steroid. Determination of active agents showed the presence of eight fractions. Test on antibacterial activity of fractions to E. coli bacteria, showed that fraction C has the highest antibacterial activity. GC-MS analysis showed that fraction C contained 24 compounds. The biggest compound from fraction C was similar to 9,19-cyclolanost-24-en-3-ol, ( 3.beta). This compound had retention time of 40.25 minute and wide area of 49.91%. This compound can inhibit the growth of bacteria. Keyword : propolis, Trigona spp, cattle intestine bacteria, antibacterial agent, active compounds.
RINGKASAN GERARDUS DIRI TUKAN. Pengaruh Propolis Trigona spp Asal Pandeglang Terhadap Beberapa Isolat Bakteri Usus Sapi dan Penelusuran Komponen Aktifnya. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA, KUSWANDI dan A. E. ZAINAL HASAN Propolis merupakan resin yang dihasilkan oleh lebah madu, setelah lebah mengkonsumsi resin kuncup bunga dari flora-flora di sekitar lingkungan hidupnya. Propolis yang dihasilkan oleh lebah ini merupakan salah satu komponen pembangun struktur sarang lebah madu dan menjadi sistem pertahanan lebah dari serangan bakteri. Dewasa ini banyak penemuan yang mengungkapkan sifat propolis, yakni sebagai bahan antibakteri, antivirus, antifungi dan pengobatan untuk berbagai jenis penyakit yang lain. Berdasarkan sifatnya sebagai bahan antimikroba alamiah, maka propolis sarang lebah madu tidak hanya digunakan sebagai bahan baku obat-obatan, melainkan juga dapat digunakan sebagai bahan penyeimbang populasi mikroflora saluran pencernaan, yang dapat memacu pertumbuhan ternak. Studi terhadap propolis lebah madu telah berkembang ke pengungkapan fraksi-fraksi senyawa yang terkandung di dalam sampel propolis, dari berbagai daerah asal. Propolis di Iran diketahui mengandung pinokembrin, asam kafeat, kaemferol, phenethyl caffeate, chrysin, dan galangin. Total kandungan flavonoid adalah 7,3% dan fenolik 36% dan keduanya menghambat aktivitas mikroba secara kuat. Propolis merah asal Brazil mengandung fenol sederhana, triterpenoid, isoflavonoid, prenilated benzophenon dan naptoquinon epoksida Tiga di antara komponen itu diketahui menghambat aktivitas bakteri dan bersifat antijamur. Dua komponen yang lain mampu menarik radikal bebas dalam uji antioksidan DPPH. Propolis asal Kroasia mengandung asam kafeat, gulagin dan pinocembrin yang mampu menghambat radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhhydrazyl (DPPH) dan ABST. Berbagai studi yang telah dilakukan terhadap propolis, terungkap bahwa propolis sarang lebah madu sebagai bahan antimikroba dan jenis komponen senyawa aktif yang terkandung, berkaitan erat dengan lingkungan flora sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya antibakteri dan mengetahui Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) dari propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap beberapa isolat bakteri patogen dan nonpatogen usus sapi, serta penelusuran komponen-komponen aktifnya. Penelitian ini dilakukan melewati empat tahapan utama yaitu ekstraksi propolis dari sampel sarang lebah jenis Trigona spp asal Pandeglang yang dilakukan dengan metode Hasan (2006), uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar, analisa fitokimia dengan metode Harborn (1996), dan fraksinasi komponen aktifnya dilakukan dengan metode kromatografi kolom. Hasil ekstraksi terhadap 150 gr sampel sarang lebah madu Trigona spp, diperoleh rendemen sebesar 25,8417 gr (17,23%). Fisik rendemen berbentuk pasta yang lengket dan berwarna merah kecoklatan serta tidak larut dalam air, tetapi dapat larut dalam propilen glikol dan beberapa jenis pelarut organik yang lain. Dalam penelitian ini, ekstrak propolis dilarutkan di dalam pelarut propilen glikol dengan perbandingan 1 : 5 (b/b), kemudian diencerkan menjadi delapan
tingkat konsentrasi. Konsentrasi terendah adalah 0,26% dan tertinggi adalah 16,67%. Hasil uji aktivitas antibakteri dan penentuan KHTM terhadap beberapa jenis bakteri usus sapi, diperoleh data konsentrasi minimum dari propolis ini yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri untuk tia-tiap bakteri uji adalah sebagai berikut; E. coli 0,26%, Salmonella sp 0,52%, Klebsiella sp 8,33%, Campylobacter sp 1,04%, Bacteroides sp 2,08%, Lactoacillus casei 4,17% dan Bifidobacterium 8,33%. Konsentrasi propolis tertinggi (16,67%) merupakan konsentrasi berspektrum luas terhadap semua bakteri uji, dengan hambatan tertinggi terhadap bakteri Campylobacter sp. Untuk penyeimbangan populasi mikroflora usus sapi, maka konsentrasi optimum propolis yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 1,04%. Hasil analisis fitokimia terhadap ekstrak propolis Trigona spp asal Pandeglang menunjukan adanya kandungan tanin, flavonoid dan steroid. Kandungan senyawa-senyawa bioaktif ini membuktikan bahwa ekstrak propolis jenis tersebut memiliki aktivitas antibakteri. Hasil fraksinasi terhadap ekastrak propolis, diperoleh delapan kelompok fraksi berbentuk pasta yang lengket. Dua di antara kelompok fraksi itu berwarna kuning muda dan keruh, sedangkan kelompok fraksi lain berwarna putih keruh. Uji aktivitas antibakteri fraksi-fraksi terhadap pertumbuhan bakteri E. coli, menunjukan bahwa semua kelompok fraksi memiliki aktivitas antibakteri, dan kelompok fraksi C memiliki aktivitas antibakteri terbesar. Hasil penelusuran komponen-komponen aktif di dalam kelompok fraksi C melalui teknik GC-MS, diketahui mengandung 24 komponen senyawa yang memiliki kemiripan struktur dengan senyawa-senyawa pada bank data. Jenis senyawa lain yang memiliki kelimpahan tertinggi di dalam fraksi C propolis Trigona spp. adalah yang memiliki kemiripan dengan struktur senyawa 9,19cyclolanost-24-en-3-ol, (3.beta.)-(CAS), atau Cycloartenol. Komponen senyawa ini muncul melalui peak ke 20, dengan waktu retensi 40,25 menit, dan persen area sebesar 49,91%. Peluang kemiripan struktur senyawa ini dengan senyawa yang ada di dalam fraksi C propolis Trigona spp adalah sebesar 99%. Senyawa 9,19-cyclolanost-24-en-3-ol, (3.beta.)-(CAS), atau cycloartenol merupakan prekursor pembentukan steroid dalam jaringan tumbuhan, dan bersama lanosterol, terbentuk dari pengubahan asam asetat melalui asam mevalonat dan squalen (suatu terpenoid), dalam rangkaian biosintesis steroid. Strukturnya menyerupai triterpenoid lanosterol. Pada pemanfaatannya dalam kehidupan, sikloartenol merupakan salah satu komponen pembuatan K-liquid chlorophyll, yakni suatu sediaan minuman kesehatan, yang berkhasiat untuk membantu detoksifikasi dan mengurangi racun di dalam tubuh, menyeimbangkan sistem hormoral serta keseimbangan asam-basa di dalam tubuh, meningkatkan pemasukan nutrisi dalam darah untuk menaikkan oksigen dalam darah, membantu regenerasi sel darah merah, menghambat proses oksidasi, dan menstimulasi regenerasi sel, serta menjadi bahan penghambat pertumbuhan bakteri. Kandungan senyawa sikloartenol di dalam sampel propolis Trigona spp asal Pandeglang memiliki kesamaan dengan kandungan propolis merah asal Brazil, demikian pula kesamaan sifat aktivitas antibakterinya. Perlu penelitian lanjutan untuk uji secara in vivo terhadap tikus sebelum diberikan kepada hewan sapi, yang meliputi formulasi bentuk sediaan propolis
yang dapat mencapai usus hewan uji serta toksisitasnya. Untuk kepentingan pemurnian komponen senyawa maka perlu dilakukan fraksinasi yang lebih lebar. Demikian pula, perlu dilakukan identifikasi jenis tumbuhan di sekitar sumber perolehan propolis ini, yang berkaitan dengan jenis senyawa aktif serta sifat dan kemampuan antibakteri yang ditimbulkan. Kata kunci: Propolis, Trigona spp, senyawa antibakteri, isolat bakteri usus sapi, komponen aktif
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan, atau makalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGARUH PROPOLIS Trigona spp ASAL PANDEGLANG TERHADAP BEBERAPA ISOLAT BAKTERI USUS SAPI DAN PENELUSURAN KOMPONEN AKTIFNYA
GERARDUS DIRI TUKAN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Biokimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis Nama NIM
: Pengaruh Propolis Trigona spp Asal Pandeglang Terhadap Beberapa Isolat Bakteri Usus Sapi dan Penelusuran Komponen Aktifnya : Gerardus Diri Tukan : G851060041
Disetujui Komisi Pembimbing :
Dr. Ir. I Made Artika, M.AppSc Ketua
Dr. Ir. Kuswandi,M.Sc Anggota
Ir. H. A. E. Zainal Hasan,M.Si Anggota
Diketahui Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. drh. Maria Bintang,MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro.MS
Tanggal ujian : 29 Agustus 2008
Tanggal lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. drh. Maria Bintang,MS
PRAKATA Propolis sarang lebah merupakan salah satu bahan alam yang saat ini mendapat perhatian pemanfaatannya sebagai antibiotik dan pengawet alamiah. Penelitian ‘Pengaruh Propolis Trigona spp Asal Pandeglang Terhadap Beberapa Isolat Bakteri Usus Sapi dan Penelusuran Komponen Aktifnya’ yang dilakukan ini merupakan salah satu upaya ke arah itu, dan telah dilaksanakan selama kurang lebih 11 bulan (Agustus 2007 sampai Juni 2008). Hasil-hasil yang dicapai sesuai tujuan penelitian, tersaji di dalam bab IV dan disimpulkan di dalam bab V. Sambil mengangkat
Puji dan
syukur kepada Tuhan karena berkat dan
penyelenggaraanNya sehingga penelitian dan penulisan makalah hasil penelitian ini dapat terselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada: 1) Bapak Dr. Ir. I Made Artika,M.App.Sc selaku ketua komisi pembimbing, serta bapak Dr. Ir. Kuswandi M.Sc dan bapak Ir. H. A. E. Zainal Hasan,M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan masukan selama penyusunan makalah hasil penelitian ini. 2) Ibu Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS, selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Biokimia IPB yang telah memberi masukan untuk perbaikan makalah hasil penelitian ini. 3) keluarga dan orang tua serta kakak-kakak dan adik-adikku yang banyak memberi dukungan moril. 4) Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus (YAPENKAR) Kupang yang telah membiayai penulis mengikuti studi program magister di Departemen Biokimia Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, 5) FMIPA Universitas Katolik Widya Mandira Kupang yang telah mengajukan penulis untuk mengikuti pendidikan magister, 6) para staf PSB-IPB khususnya pada departemen Biokimia IPB yang telah banyak memberi semangat dan bantuan dalam studi dan penelitian ini, 5) Temanteman seangkatan (2006), teristimewa Dimas Andrianto dan Waras Nurcholis yang telah membantu penulis belajar dan memahami bidang ilmu Biokimia. Penulis menyadari bahwa makalah hasil penelitian ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang untuk perbaikkannya. Bogor, Agustus 2008 Gerardus Diri Tukan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Aliuroba Lembata Nusa Tenggara Timur pada tanggal 14 Desember 1970 dari ayah Petrus Pana Tukan dan ibu Perpetua Palang Lewuras. Penulis merupakan putra kelima dari sepuluh bersaudara. Tahun 1989 penulis mengikuti pendidikan diploma tiga Program Studi Pendidikan Kimia pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, lulus tahun 1994. Pada tahun yang sama, menjadi staf pengajar honorer bidang Kimia Dasar di Politeknik Negeri Dili Timor Timur (saat itu Timor Timur masih menjadi propinsi ke 27 dalam wilayah Republik Indonesia). Tahun 1995 melanjutkan pendidikan ke jenjang strata satu pada Program Studi Pendidikan Kimia pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa Cendana Kupang, lulus tahun 1998. Sambil mengikuti pendidikan strata satu, tahun 1997 mengajar mata pelajaran kimia di SMAK Giovanni Kupang hingga tahun 2003. Tahun 2004, penulis diterima sebagai salah satu staf pengajar pada jurusan Kimia FMIPA Unwira Kupang. Tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana
di Program Studi Biokimia pada Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI Halaman xv DAFTAR TABEL........................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii PENDAHULUAN ......................................................................................... Latar Belakang ……………………………………….......................... Perumusan Masalah ……………………………………….................. Tujuan Penelitian ………………………………………................….. Manfaat Hasil Penelitian ....................................................................... Ruang Lingkup Penelitan ...................................................................... Dugaan................................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ Propolis ................................................................................................. Komposisi Kimiawi Propolis ................................................................ Kegunaan Propolis Bagi manusia ......................................................... Kegunaan Propolis Dalam Dunia Peternakan ....................................... Propolis Trigona spp ............................................................................. Usus Sapi Sebagai Bagian Sistem Pencernaan Sapi ............................. Senyawa Antibakteri ............................................................................. Aktivitas Antibakteri ............................................................................ METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian .............................. ................................ Alat dan Bahan ...................................................................................... Metode Penelitian ................................................................................. Pengambilan Sampel ............................................................................. Ekstrasi Propolis Trigona spp................................................................ Uji Aktivitas Antibakteri dan Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) ................................................................. Uji KHTM Kertas cakram Untuk Bakteri Campylobacter ................... Analisis Fitokimia Propolis ................................................................... Penelusuran Senyawa Aktif di dalam Propolis ..................................... Analisis Data .........................................................................................
1 1 4 4 5 5 5 6 6 7 10 11 12 14 20 21 23 23 23 24 24 24 25 26 27 28 29
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. Hasil Ekstraksi Propolis ............................................. …..................… Hasil Uji Aktivitas Antibakteri dan KHTM ……………..............….... Hasil Analisa Fitokimia Ekstrak kasar propolis .................................... Hasil Analisis Komponen Aktif ............................................................ Komponen-komponen senyawa di dalam propolis........……………....
30 30 31 36 38 41
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... Kesimpulan ...........................................................................................
47 47
Saran ..................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN ..................................................................................................
48 49 54
DAFTAR TABEL Halaman 1 Komponen kimia propolis ...........................................................................
7
2 Aktivitas biologis komponen propolis .........................................................
8
3 Komponen propolis berdasarkan daerah asal ..............................................
10
4 Hasil uji aktivitas antibakteri dan penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) ekstrak propolis terhadap beberapa bakteri usus sapi................................................................................................................ 5 Rata-rata daya hambat tumbuh propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap beberapa bakteri patogen dan non patogen dari usus sapi ............ 6 Hasil analisis fitokimia ................................................................................
32 34 37
7 Persamaan dan perbedaan hasil analisis fitokimia propolis Trigona spp asal Pandeglang ............. .............................................................................
37
8 Hasil uji aktivitas antibakteri dari fraksi-fraksi propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap bakteri E. coli.............................................................
40
9 Ringkasan persen perkiraan persamaan struktur senyawa dari fraksi C ......
42
DAFTAR GAMBAR Halaman 9 1 Struktur kimia senyawa di dalam fraksi Propolis (pendekatan) ................. 2 Lebah Trigona spp dan sarang lebah Trigona spp ......................................
13
3 Anatomi sistem pencernaan sapi ...............................................................
15
4 Bakteri E.coli dan Salmonella sp ..............................................................
17
5 Bakteri Campyllobacter sp .........................................................................
18
6 Bakteri Klebsiella sp .................................................................................
18
7 Bakteri Bacteroides sp ...............................................................................
19
8 Bakteri Bifidobacterium adolescentis sp ...................................................
19
9 Satu seri uji KHTM bakteri .......................................................................
26
10 Grafik daya hambat pertumbuhan bakteri oleh propolis Trigona spp asal Pandeglang pada konsentrasi 16,67% ...................................................... 11 Grafik diameter zona hambat fraksi-fraksi propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap bakteri E.coli ........................................................ 12 Struktur beberapa senyawa referensi yang memiliki kemiripan struktur dengan beberapa senyawa di dalam fraksi C propolis Trigona spp asal Pandeglang ............................................................................................
33 40
45
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 54 1 Bagan alur penelitian ................................................................................. 2. Peta lokasi pengambilan sampel propolis .................................................
55
3 Hasil Ekstraksi propolis Trigona spp asal Pandeglang .......... ...................
56
4 Pembuatan larutan propolis dengan berbagai seri konsentrasi...................
57
5 Pembuatan larutan standar ampicilin..........................................................
58
6 Pembuatan media PYG untuk pembiakan bakteri......................................
59
7 Formulasi media untuk menumbuhkan bakteri Campylobacter ...............
60
8 Pembuatan larutan standar McFarland (Andrews, 2001)...........................
61
9 Data Luas zona bening uji aktivitas antibakteri Propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap beberapa isolat bakteri usus sapi ............................. 10 Hasil analisis zona hambat propolis Trigona spp asal Pandeglang menggunakan faktor tunggal dengan program SPSS............................... 11 Foto zona bening hasil hji aktivitas antibakteri propolis Trigona spp asal Pandeglang .......................................................................................
62 66 73
12 Foto hasil uji fitokimia .............................................................................
76
13 Foto hasil penentuan eluen menggunakan plat KLT ..............................
79
14 Foto pemisahan fraksi pada plat KLT preparatif......................................
80
15 Pengelompokan fraksi hasil kromatografi kolom ........ ...........................
81
16 Kadar fraksi hasil kromatografi kolom ....................................................
82
17 Foto uji antibakteri fraksi-fraksi terhadap bakteri E. coli ........................ 18 Analisis data zona hambat fraksi-fraksi propolis terhadap bakteri E. coli, menggunakan ANOVA faktor tunggal dengan bantuan program SPSS 15…...
86
19 Hasil analisa GC-MS terhadap kelompok fraksi C propolis Trigona spp asal Pandeglang ........................................................................................
87
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Propolis adalah suatu resin yang merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh lebah madu, dan merupakan salah satu komponen pembangun struktur sarang lebah madu. Propolis, yang merupakan resin pembangun struktur sarang lebah madu, diperoleh lebah dari resin kuncup bunga dari flora-flora di sekitar lingkungan hidupnya. Dalam struktur sarang lebah, komponen propolis berperan sebagai penambal bagian sarang yang retak, penutup celah sarang, pelindung telur dari ancaman serangan bakteri atau kebusukan, dan juga mensterilkan makanan (Sarwono, 2007) Propolis dewasa ini mendapat perhatian penggunaannya. Pemanfaatan propolis sarang lebah madu secara umum, adalah dikaitkan dengan aktivitas antibakteri. Banyak penemuan yang telah mengungkapkan sifat propolis, yakni sebagai bahan antibakteri, antivirus, dan antifungi dan pengobatan untuk berbagai jenis penyakit yang lain. Propolis dinyatakan memiliki sifat disinfektan (antibakteri) yang berperan membunuh semua kuman yang masuk ke sarang lebah, dan melindungi semua yang ada di dalam sarang tersebut, misalnya ratu lebah, telur, bayi lebah dan madu, dari serbuan kuman, virus, atau bakteri. Sifat desinfektan ini terbukti, ketika pada tahun 1963, ditemukan seekor tikus dalam sarang lebah dan dalam keadaan tidak membusuk, meskipun telah mati selama kurang lebih 5 tahun dan mummy lebah di dalam sarangnya selama ribuan tahun yang dan tidak membusuk atau hancur (Kariim, 2006).
Kemudian terungkap
pula bahwa di dalam sarang lebah terdapat komponen propolis yang memiliki sifat antimikroba. Dari berbagai penelitian dan studi lain yang dilakukan, sarang lebah madu dengan khasiat daya antimikroba alamiahnya, telah dimanfaatkan untuk berbagai pengobatan di zaman
dahulu,
seperti
di
Yunani,
Mesir
dan
Romawi.
Sejumlah ahli kesehatan lain menggunakan propolis untuk pengobatan terhadap sengatan dan semua jenis racun, mengurangi pembengkakan, dan menurunkan rasa sakit di otot.
Walaupun demikian, sejak perang dunia pertama penggunaan propolis sebagai bahan antimikroba alamiah mulai ditinggalkan dan diganti dengan bahan antibiotik sintetik, misalnya amoksilin dan ampisilin. Hal itu karena kondisi menuntut untuk disediakan bahan antimikroba dalam jumlah besar dan cepat, guna mengobati luka dan pencegahan infeksi terhadap luka para korban perang. Dan, setelah diketahui sifat resistensi bakteri terhadap antibiotik sintetik serta dampak negatif lainnya, maka propolis alamiah dari sarang lebah madu mulai kembali diminati. Berdasarkan sifatnya sebagai bahan antimikroba alamiah, maka propolis sarang lebah madu tidak hanya digunakan sebagai bahan obat-obatan, melainkan juga untuk menyeimbangkan populasi mikroflora saluran pencernaan, yang dapat memacu pertumbuhan ternak. Penelitian dan pengembangan ke arah itu, marak dilakukan di berbagai negara seperti di Brazil, Venezuela, Jepang dan lain-lain. Studi terhadap khasiat propolis dari berbagai jenis lebah madu sebagai bahan antimikroba pun telah dilakukan. Di antaranya; Boyanova et al. (2005) melakukan studi penggunaan ekstrak propolis lebah madu asal Bulgaria terhadap aktivitas bakteri 94 Helicobacter pylori dan ditemukan bahwa aktivitas bakteri ini dapat dihambat. Angraini (2006) menemukan bahwa propolis lebah madu Trigona spp efektif menghambat pertumbuhan 4 jenis bakteri uji, yakni Staphylococcus aureus, Baccillus subtilis, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Lasmayanti (2007) meneliti potensi antibakteri propolis lebah madu jenis Trigona spp terhadap aktivitas bakteri kariogenik (Streptococcus mutans), suatu bakteri penyebab karies gigi. Hasil penelitiannya dilaporkan bahwa ekstrak propolis Trigona spp dapat dijadikan zat antikaries alternatif dalam pasta gigi, oleh karena kemampuannya dalam menekan jumlah dan pertumbuhan koloni Mutans.
bakteri S.
Copi et al. (2007) melaporkan bahwa propolis merah Brazil mampu
menghambat aktivitas protozoa Leishamnia penyebab penyakit Leishamnia amazoneasis. Dalam dunia peternakan, propolis telah banyak dimanfaatkan sebagai pemacu pertumbuhan ternak. Propolis digunakan untuk menyembuhkan mastistis sapi, dan juga meningkatkan imunitas, aktivitas produksi antibodi dan fagositosis
sapi ketika ditambahkan bersama dengan tembaga dan kobal dalam ransum sapi (Fearnley, 2001). Studi terhadap propolis lebah madu pun telah berkembang ke pengungkapan fraksi-fraksi senyawa yang terkandung di dalam sampel propolis, dari berbagai daerah asal. Di antaranya; Yaghoubi et al. (2007) melaporkan bahwa propolis di Iran mengandung pinokembrin, asam kafeat, kaemferol, phenethyl caffeate, chrysin, dan galangin. Total kandungan flavonoid adalah 7,3% dan fenolik 36%, yang mana keduanya menghambat aktivitas mikroba secara kuat. Burdock, (1998) dalam Bakmaz, (2002) mengungkapkan bahwa raw propolis mengandung 50% resin (fraksi polifenolik), 30% lilin, 10% asam lemak esensial, 5% polen dan 5% senyawa organik dan mineral lainnya. Komposisi kimiawi propolis sangat kompleks, dan memiliki lebih dari 200 jenis senyawa. Trusheva et al. (2006) melakukan analisis komponen-komponen aktif di dalam propolis merah asal Brazil dengan menggunakan teknik kromatografi kolom silika gel dan spektrofotometri Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Dari studi itu ditemukan 14 jenis senyawa yang terkandung. Di antaranya adalah fenol sederhana, triterpenoid, isoflavonoid, prenilated benzophenon dan naptokuinon epoksida (merupakan suatu senyawa yang diisolasi dari sumber bahan alam). Dari komponen-komponen senyawa itu dilaporkan bahwa tiga komponen di antaranya berpengaruh kuat menghambat aktivitas bakteri dan bersifat antijamur, yang diamati melalui metode cawan-agar. Dan, dua komponen memiliki kemampuan menarik radikal bebas dalam uji antioksidan 1,1-diphenyl-2-picrylhhydrazyl (DPPH). Jasprica et al. (2007a) melakukan studi efek propolis asal Kroasia terhadap radikal bebas DPPH,
dan ditemukan
bahwa radikal bebas tersebut dapat
dihambat secara kuat. Analisa lanjutan terhadap komponen kimiawi yang terkandung dalam sampel propolis tersebut dengan menggunakan teknik kromatografi lapis tipis (KLT), diperoleh
bahwa propolis asal Kroasia
mengandung asam kafeat, gulagin dan pinokembrin. Kelompok peneliti yang sama juga telah melakukan investigasi flavonoid di dalam propolis asal Kroasia menggunakan teknik KLT silika gel 60 F254, dan berhasil memisahkan komponen aktif farmakologi yang berbeda.
Dari berbagai studi yang telah dilakukan, diketahui pula bahwa daya efektivitas kerja propolis sarang lebah madu sebagai bahan antimikroba dan jenis komponen senyawa aktif yang terkandung, berkaitan erat dengan daya dukung lingkungan flora sekitarnya yang menjadi sumber resin bagi lebah untuk membangun struktur sarangnya (Trusheva et al. 2006) Terkait dengan pemikiran ini maka dilakukan penelitian penelusuran komponen aktif propolis Trigona spp asal Pandeglang, dan pengaruhnya terhadap beberapa bakteri usus sapi. Hal ini berkaitan dengan jenis lebah Trigona spp yang merupakan suatu lebah penghasil propolis. Dan jenis lebah ini telah diternak secara intensif oleh masyarakat Pandeglang.
Perumusan Masalah Tiga masalaha pokok yang hendak dipelajari di dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah propolis Trigona spp asal Pandeglang dapat memberikan efek aktivitas antibakteri untuk beberapa jenis bakteri pada usus sapi? 2.
Berapa konsentrasi minimum propolis Trigona spp yang dapat memberikan efek aktivitas antibakteri untuk beberapa jenis bakteri usus sapi?
3. Komponen-komponen bioaktif apa saja yang terdapat di dalam propolis Trigona spp yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri usus sapi potong?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kemampuan aktivitas antibakteri dari propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap beberapa jenis bakteri pada usus sapi. 2. Untuk mengetahui
konsentrasi minimum propolis Trigona spp yang
dapat memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri pada usus sapi. 3. Untuk mengetahui komopnen-komponen bioaktif dari propolis Trigona spp asal Pandeglang yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli.
Manfaat Hasil Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini adalah menyediakan informasi tentang jenis senyawa aktif propolis Trigona spp yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sebagai bahan pemacu pertumbuhan sapi.
Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini, lingkup kajian adalah sebagai berikut : 1. Propolis Trigona spp yang digunakan adalah yang berasal dari sarang lebah Trigona spp asal Pandeglang. 2. Jenis isolat bakteri usus sapi yang digunakan di dalam uji ini adalah: (a) bakteri non patogen, yang terdiri dari : Bachteriodes, Lactobacillus casei, Bifidobacteria (b) bakteri patogen, yang terdiri dari : E. coli, Salmonella typhymurium, Campylobacter. 3. Penelitian ini dilakukan secara in vitro.
Dugaan Propolis dari lebah madu jenis Trigona spp asal Pandeglang, merupakan suatu bahan antibiotik alamiah yang mempunyai kemampuan aktivitas antibakteri serta mengandung komponen-komponen senyawa bioaktif yang berkhasiat antibakteri terhadap beberapa bakteri usus sapi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Propolis Propolis merupakan nama generik dari resin sarang lebah madu. Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu pro (sebelum atau pertahanan), dan polis (kota atau sarang lebah). Jadi, kata propolis dapat diterjemahkan sebagai sistem pertahanan pada sarang lebah. Pada struktur sarang
lebah, propolis merupakan resin berbentuk pasta yang lengket, sehingga disebut sebagai bee-glue (Melia Propolis, 2006). Di dalam proses pembuatan sarangnya, lebah mengumpulkan resin dari berbagai kuncup bunga tumbuhan, kemudian bercampur dengan saliva dan berbagai enzim dalam lebah, sehingga menghasilkan resin baru. Resin baru yang terbentuk di dalam sarang dan merupakan suatu komponen pembentuk sarang lebah ini,
berbeda dengan resin asalnya. Resin baru yang terbentuk (propolis)
berwarna kuning, coklat tua, merah atau bahkan transparan, yang dipengaruhi oleh kandungan flavonoidnya (Bankova et al. 2000). Di dalam struktur sarang lebah, propolis merupakan lapisan tipis pada dinding bagian dalam, atau lubang-lubang tempat tinggal lebah. Propolis juga dimanfaatkan untuk memperbaiki, membuat pertahanan sarang, atau untuk membalut predator yang terbunuh yang
tidak dapat dikeluarkan dari sarang
(Ghisalberti, 1978). Propolis sudah mulai diteliti dan dipelajari sejak tahun 1960-an. Hal ini berdasar pada sifat uniknya yakni dipergunakan sejak dahulu oleh bangsa Yunani dan Romawi sebagai bahan antimikroba. Propolis diketahui mempunyia khasiat aktivitas antibakteri, antifungi, antivirus dan anti aktivitas biologi lain seperti antiinflamasi, anestesi lokal, hepatoprotektif, antitumor, dan imunostimulasi. Selama 40 tahun terakhir, banyak diungkapkan tentang propolis yang meliputi komposisi kimia, aktivitas biologi, farmakologi dan terapi penggunaan propolis. Diketahui pula bahwa komposisi kimia propolis sarang lebah serta aktivitas biologisnya dapat berbeda antar daerah, tempat
propolis sarang lebah itu
diperoleh. Hal ini diduga sebagai adanya perbedaan jenis atau ekosistem tumbuhan (flora) sebagai sumber utama propolis (Bankova et al. 2000).
Komposisi Kimiawi Propolis Propolis mengandung bahan campuran kompleks malam, resin, balsam, minyak, dan sedikit polen. Juga mengandung zat aromatik, zat wangi dan berbagai mineral (Gojmerac, 1983, diacu dalam Angraini, 2006). Secara kimia, komponenkomponen kimiawi propolis sangat kompleks dan kaya akan senyawa terpena, asam benzoat, asam kafeat, asam sinamat, dan asam fenolat. Propolis juga
mengandung flavonoid yang sangat tinggi, sehingga banyak peneliti yang mensejajarkan propolis dengan flavonoid (Chinthapally 1993, diacu dalam Angraini, 2006). Khismatullina, 2005 (diacu dalam Anggraini, 2006) mengungkapkan bahwa propolis dengan sejumlah senyawanya menunjukkan bermacam-macam efek biologis dan aktivitas farmakologis. Telah diketahui lebih dari 200 senyawa yang terkandung di dalam propolis, dengan komponen kimianya seperti tertera dalam Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Komponen Kimia Propolis
Kelas senyawa Resin Lilin
Golongan senyawa Flavonoid, asam aromaik dan esternya. Asam lemak dan esternya
Jumlah 50% 30%
Minyak esensial Volatil 10% Polen Protein dan asam amino bebas 5% Senyawa organik dan Mineral, keton, lakton, quinon, steroid, 5% mineral vitamin dan gula Sumber : (Khismatullina 2005, dalam Angraini, 2006) Menurut Bankova et al. (2000), sifat fisik dan komposisi kimia propolis dan khasiat propolis sangat bergantung pada botani tempat lebah memperoleh resin, serta musim dan kondisi geografis daerah atau tempat dimana propolis ditemukan. Pada daerah yang beriklim sedang seperti Eropa, Asia dan Amerika Utara, propolis yang diperoleh dari daerah ini mempunyai komposisi kimia yang mirip dengan bahan utama fenolik : flavonoid aglikon, asam aromatik dan esternya. Propolis dari daerah tropis, khususnya Brazil, menunjukkan beberapa komponen kimia serta aktivitas biologisnya (Tabel 2). Tabel 2. Aktivitas Biologis Komponen Propolis Jenis senyawa Prenylated p-coumaric acids: 3,5-diprenyl-4-hydroxycinnamic acid, 3-prenyl-4-dihydrocinnamoy-loxycinnamic acid, dan 2,2dimethyl-6-carboxy-ethenyl-2H-1-benzopyran. Lignans : 3-acetoxymethyl-5-[(E)-2-formylethen-1-yl]-2-(4-
Jenis aktivitas
hydroxy-3-methoxyphenyl)-7-methoxy-2,3-dihydrobenzofuran, sesamin, achantin, dan sesartenin. Diterpenic acids : 15-oxo-3,13Z-kolavadiene-17-oic acid and its E-isomer, communic acid, imbricatoloic acid, dan isocupressic acid. Flavonoid : aromadendrine-4’methyl ether dan 3,5,7-trihydroxy6,4’-dimethoxyflavon. Prenylated p-coumaric acids: 3,5-diprenyl-4-hydroxynnamic acid dan 9-E-,2-dimethyl-6-carboxyethenyl-8- prenyl-2H1-benzopyran. Lignans : 1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-{4-[(E)-3-acetoxypropen-1-yl]-2-ethoxyphenoxy}propan-1,3-diol 3-acetate (erythro- and treo) dan Yangambin. Diterpenic acid : ent-17-hydroxy-3,13Z-clerodadien-15-oic acid Caffeoylquinic acids : 3-caffeoylquinic (chlorogenic) acid, 4caffeoylquinic acid, 5-caffeolyquinic acid, 3,5-dicaffeoylquinic acid dan 4,5-dicaffeoylquinic acid methyl ester. Caffeoylquinic acids : 4,5-dicaffeoylquinic acid dan 3,4dicaffeoylquinic acid
Antibakteri
Sitotoksik
Imunomodulasi
antihepatotoksik
Sumber : Bankova et al. (2000) Struktur kimia golongan senyawa dalam propolis yang mempunyai aktivitas biologi penting, tampak pada Gambar 1. Kandungan mineral propolis yang telah diteliti pada sampel propolis asal Macedonia, antara lain Ca, Mg, K, Na, Fe dan Zn. Sedangkan propolis asal Kuba mengandung Fe, Mn, Zn dan Cu.
Gambar 1, Struktur kimia senyawa di dalam fraksi propolis (Pendekatan). 1). 3,5-diprenyl-4hydroxy-cinnamic acid; 2). 2,2-dimethyl-6-carboxyethenyl-2H-1-benzopyran; 3). ent-17-hydroxy-3,13Z-clerodadien-15-oic acid; 3). 15-oxo-3, 13Z-kolava-diene17-oic acid; 4). imbricatoloic acid; 5). 8(17),13E-labdadien-15,19-dioic acid; 6). 3-acetoxymethyl-5-[(E)-2-formylethen-1-yl]-2-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-7methoxy-2,3-dihydrobenzofuran; 7). sesartenin; 8). 3,5-dicaffeoylquinic acid (Bankova et al. 2000)
Berdasarkan
tumbuhan asal resin pembentuknya serta pengetahuan
tentang senyawa aktif propolis, maka telah ditentukan komponen-komponen yang terkandung di dalam propolis lokal. Misalnya propolis asal Rusia, Brasilia dan Eropa. Komponen umum propolis yang berasal dari berbagai daerah tertera pada Tabel 3.
Propolis asal Brazil berwarna merah, mengandung 14 senyawa yang termasuk dalam golongan fenolik, triterpenoid, isoflavonoid, benzopenon terprenilasi dan naptokuinon epoksida. Tiga komponen utama tersebut mempunyai aktivitas antimikroba (Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Candida albicans) dan dua komponen utama mempunyai aktivitas antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas terhadap 1,1-diphenyl-2-picylhydrazyl (DPPH) (Trusheva et al. 2006)
Tabel 3 Komponen Propolis Berdasarkan Daerah Asal Daerah asal Tumbuhan sumber resin Eropa, Asia, Populus spp (poplar) Amerika Utara Rusia Utara Brazil Kepulauan Canary
Komponen utama Pinocembrin, pinobanksin, pinobanksin-3O-acetate, chrysin, galangin, caffeates (benzyl, phenylethyl, prenyl) Betula verrucosa (birch) Acacetin, apigenin, ermanin, rhamnocitrin, kaemferid, αacetoxybetulenol. Baccahris spp. Araucaria Prenylated p-coumaric acids, prenylated spp. acetophenones, diterpenic acids Furoruran lignans
Sumber : Bankova et al. (2000)
Kegunaan Propolis Bagi Manusia Kegunaan Propolis bagi manusia adalah, pertama, sebagai suplementasi. Propolis mengandung zat-zat yang dibutuhkan untuk membangun kekebalan tubuh dan mengaktifkan kelenjar thymus. Zat-zat tersebut adalah semua vitamin (kecuali vitamin K), semua mineral yang dibutuhkan tubuh kecuali sulfur, 16 rantai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk regenerasi sel, dan bioflavonoid. Para ahli menemukan bahwa kandungan bioflavonoid pada satu tetes propolis setara dengan bioflavonoid yang dihasilkan dari 500 buah jeruk (Anonim, 2006a) Kedua, propolis digunakan sebagai bahan pengobatan alami karena mengandung zat aktif yang berfungsi sebagai obat untuk berbagai macam penyakit. Fungsi pengobatan meliputi beberapa hal, yakni : sebagai antibiotik, antivirus dan sekaligus antifungi alami tanpa efek samping. Mengobati penyakit yang berhubungan dengan bakteri, misalnya : tifus, diare atau muntaber dan sebagainya. Dapat juga untuk membunuh bakteri atau jamur di lipatan ketiak, untuk menghilangkan bau ketiak. Mengobati penyakit yang berhubungan dengan virus, misalnya : demam berdarah, flu, TBC dan sebagainya. Mengobati penyakit yang berhubungan dengan jamur, misalnya : eksim, panu, keputihan, dan ketombe. Sebagai bahan anti peradangan (infeksi dan luka), misalnya maag, luka luar, radang tenggorokan, sakit gigi, radang ginjal, lebam, dan luka bakar . Sebagai bahan anti kanker dan mutagenesis sel, misalnya : kanker tumor, mium, dan kista. Berfungsi pula untuk membersihkan pembuluh darah dan detoksifikasi
atau pembuangan racun, misalnya : asam urat, kolesterol, trigliserin, darah tinggi, jantung, stroke, diabetes melitus dan sebagainya (Rohmin, 2006). Moriyasu et al. (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa ekstrak propolis dapat
menyebabkan aktivitas mikrofag, yang berhubungan dengan
fungsi kekebalan tubuh pada manusia.
Kegunaan Propolis dalam Dunia Peternakan Studi pemanfaatan propolis dalam dunia peternakan telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Kwon et al. (1999) (dalam Fearnley 2001) menunjukkan bahwa propolis berpotensi mengurangi diare pada anak sapi yang terinfeksi oleh bakteri E.coli. Dunyavin (1971, diacu dalam Fearnley 2001) menemukan bahwa propolis yang dipadukan dengan logam tembaga dan kobalt dalam pakan yang diberikan kepada ternak sapi berkhasiat meningkatkan kekebalan tubuh sapi, mengaktifkan produksi antibodi dan fagositosis yang disebabkan oleh antigen paratyphoid. Selain sebagai obat dalam mengurangi kejadian diare, propolis juga dapat dipakai sebagai pemacu pertumbuhan anak sapi dengan cepat (Budicza, 1987 dalam Fearnley 2001). Pemberian ekstrak propolis 20% sebanyak 2 – 5 ml setiap pagi dan siang bersamaan dengan pemberian susu pada anak sapi, dapat mengurangi kejadian diare, dan mempercepat pertumbuhan berat badan. Buhatel et al. 1998 (diacu dalam Fearnley 2001) menemukan bahwa pemberian sejumlah kecil propolis bersama pakan ternak babi dapat mengurangi kebutuhan pakan sebesar 29%, tetapi berat badan anak babi meningkat lebih cepat. Dari fenomena ini diyakini bahwa pemberian propolis dapat mengatasi gangguan pencernaan pada anak babi. Bonomi et al. 1976 (diacu dalam Fearnley 2001) juga menemukan efek propolis terhadap ternak ayam. Ditemukan bahwa pemberian propolis sebanyak 30 ppm dalam ransum ayam, dapat meningkatkan produksi telur sebesar 6,07%, berat telur meningkat menjadi 1,27%, dan pertambahan berat badan ayam betina meningkat 6,40%. Propolis juga berkemampuan merangsang respon imun pada tikus (Dantas et al. 2006).
Propolis Trigona spp Trigona spp merupakan jenis lebah yang tidak menyengat (stingless bee). Jenis lebah ini termasuk di dalam famili Apidae. Lebah Trigona spp ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, seperti Australia, Afrika, Asia Tenggara dan sebagian Meksiko dan Brazil. Lebah Trigona spp di daerah tropis selalu aktif sepanjang tahun, tetapi menjadi tidak aktif di musim dingin. Lebah Trigona spp merupakan salah satu serangga yang hidup berkelompok dan membentuk koloni. (Free, 1982). Trigona spp diklasifikasikan dalam divisi Animalia, filum Arthopoda, kelas Insecta, ordo Hymenoptera, famili Apidae, genus Trigona, dan species Trigona spp (Sihombing, 1997). Lebah Trigona spp biasanya bersarang di lubang pohon, ranting pohon atau celah batu karang. Kadang pula bersarang di lubang dinding rumah dan kayu lapuk. Mudah dipelihara dan jarang berpindah tempat. Lebah ini menyimpan polen tempat telur besar dari lilin lebah, yang biasanya dicampur dengan resin tumbuhan (propolis). Pot-pot ini disusun
mengelilingi pusat sarang sebagai
tempat larva. Lebah muda yang baru menetas, cenderung berada di dalam sarang, dan ketika cukup umur menjadi lebah pencari makan atau penjaga sarang. Larva lebah ini tidak diberi makan langsung
seperti lebah biasa. Hal mana berbeda dengan lebah biasa yang tergantung pada jenis makanannya (Hasan, 2006)
a
b Gambar 2 (a) Lebah Trigona spp. (b) Sarang lebah Trigona spp (Pyper, 2007)
Lebah Trigona spp membuat madu dengan mengumpulkan nektar, kemudian dimatangkan (dengan dehidrasi dan fermentasi) di mulut sampai membentuk madu. Sarang lebah madu biasa dapat menghasilkan 75 kg madu setiap tahun. Sedangkan sarang lebah Trigona spp menghasilkan kurang dari 1 kg setiap tahun. Madu lebah Trigona spp mempunyai aroma khas, campuran manis dan asam seperti aroma lemon. Aroma ini berasal dari resin kuncup tumbuhan yang dikonsumsinya. Menurut Singh (1962), lebah Trigona menghasilkan sedikit madu yang sulit diekstrak, namun propolis yang dihasilkannya lebih banyak dari jenis lebah lokal yang lain. Taksonomi lebah Trigona spp: Kigdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Order
: Hymenoptera
Suborder
: Apocrita
Superfamily
: Apiodae
Famili
: Apidae
Subfamily
: Apinae
Tribe
: Meliponini
Genus
: Trigona
Species
: T. carbonaria, T. hockingsii, T. iridipennis, T. spinipes
Usus Sapi Sebagai Bagian Sistem Pencernaan Sapi Sapi merupakan hewan ruminansia dan merupakan salah satu hewan pemakan tumbuhan (herbivora). Bahan makanan sapi adalah rumput dan tumbuhtumbuhan berserat selulosa yang tinggi. Mikroba-mikroba di dalam rumen berperan mengurai selulosa dan karbohidrat dari rumput yang dimakan oleh sapi, dan mengubahnya menjadi asam lemak volatil. Asam lemak volatil yang terbentuk berperan sebagai bahan bakar utama untuk metabolisme dalam tubuh sapi. Mikroba yang hidup di dalam rumen sapi juga dapat mensintesis asam-asam amino dari bahan nitrogen non protein, seperti urea dan amonia untuk kebutuhan pertumbuhan sapi (Tyler et al. 2006). Sapi mempunyai lambung, yang terdiri dari empat bagian yaitu: rumen (bagian paling besar, kapasitas 80%), retikulum (bagian paling kecil, kapasitas 5%), omasum (kapasitas 7 – 8%), dan abomasum (kapasitas 7 – 8%). Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali. Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan fermentasi (Sarwono B dan Hario, 2006)
Lambung Sapi m = ujung kerongkongan, v = rumen, n = retikulum (perut jala), b = omasum (perut daun), l = abomasum (lambung), t = usus halus
Gambar 3. Anatomi sistem pencernaan sapi (sumber : Wikipedia, 2006a) Usus halus merupakan tempat berlangsungnya proses pencernaan lebih lanjut. Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya dapat mencapai 40 meter, dengan lebar sekitar 5 cm. Usus halus terdiri atas tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Usus halus menerima sekresi dari pankreas dan gallbladder, yang membantu pencernaan. Proses pencernaan umumnya diselesaikan di sini, dan zat-zat gizi hasil pencernaan terakhir ini diserap melalui fili ke dalam darah dan sistem yang mengandung getah bening, untuk selanjutnya diedarkan ke seluruh bagian tubuh (Tyler et al. 2006). . Makanan yang masuk ke dalam usus halus bercampur dengan sekresi pankreas dan hati yang akan menaikkan pH dari 2,5 menjadi 7 atau 8. Nilai pH yang lebih tinggi (basa) dibutuhkan untuk mengaktifkan enzim di dalam usus halus. Enzim ini berperan mendegradasi sisa protein menjadi asam amino, pati menjadi gula, dan lemak kompleks menjadi asam lemak. Proses yang terjadi di dalam usus halus menggunakan enzim dan hormon dari pankreas, hati dan usus halus. Absorbsi nutrisi terjadi di separuh bagian akhir usus halus. Dinding usus halus terdiri dari sejumlah fili yang memperluas permukaan usus untuk proses absorbsi. Kontraksi otot usus halus menyebabkan pencampuran makanan dan
menggerakkan penyebarannya ke seluruh jaringan yang diperlukan (Tyler et al. 2006) Di dalam usus, makanan
adalah
mikroorganisme yang membantu proses pencernaan
Lactobacillus (Lactobacillus salivarius, Lactobacillus
plantarum, Lactobacillus casei, L. acidophilus, Lactobacillus rhamnosus , Lactobacillus bulgaricus , Lactobacillus sporogenous dan lain-lain. Jenis bakteri ini disebut sebagai mikroba positif atau probiotik, dan merupakan kelompok mikroba terbesar yang ada di dalam usus sapi. Kelompok bakteri Lactobasillus di dalam usus sapi ini dapat dihambat aktivitasnya bilamana makanan (rumput) yang ditelan sapi terlampau banyak mengandung pestisida, atau dihambat aktivitasnya oleh bakteri jenis patogen (Anonim, 2006b) Mekanisme kerja Lactobacillus dalam memperbaiki efisiensi pakan untuk meningkatkan produktivitas ternak terjadi melalui perannya memproduksi enzim amilase, baik enzim intraseluler maupun ekstraseluler, dan dapat berkoloni pada ephitel usus. Satu dari beberapa kemungkinan mekanisme dari setiap mikroba probiotik yaitu mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri
patogen,
seperti Salmonella dan Escherichia coli, serta menjamin keseimbangan populasi mikroba saluran
pencernaan induk semang. Lactobacilus juga dapat
memproduksi asam laktat dan hidrogen peroksida. Zat-zat yang dihasilkan ini mempunyai kemampuan untuk menghambat perkembangan populasi bakteri terutama Salmonella sp termasuk bakteri-bakteri yang
lain. Keberadaan
Lactobacillus acidophilus sebagai probiotik, mampu memperbaiki kinerja dan kecernaannya dalam usus halus sehingga absorbsi zat-zat makanan menjadi lebih banyak (Sellars, 1991, diacu dalam Haddadin, 2004). Jenis bakteri patogen yang hidup di usus sapi adalah E. coli, Salmonella dan Clostridium prefreinger. Bakteri-bakteri ini menghasilkan sejenis protein yang bersifat racun, yang dapat mengganggu dinding usus sapi. Jika protein bersifat racun itu diproduksi, maka sapi memberikan reaksi terhadap zat racun tersebut dengan jalan memompa air dalam jumlah banyak ke sistem usus, dengan tujuan untuk membilas atau memperkecil konsentrasi zat racun yang dihasilkan. Kondisi air yang banyak di dalam usus tersebut menyebabkan sapi mengalami diare. Diare yang terjadi biasanya berakibat kehilangan cairan atau dehidrasi.
Cairan tubuh yang keluar membawa serta garam-garam mineral atau elektrolit, yang berdampak pada berubahnya keseimbangan kimiawi tubuh. Pada akhirnya, akan menimbulkan stress dan depresi pada sapi, yang menyebabkan pertumbuhan sapi terganggu, kondisi fisiknya lemah, bahkan menyebabkan kematian. Secara umum, diare dibagi dalam dua kategori, yaitu diare yang disebabkan oleh ketidakseimbangan nutrisi (non-infeksius) dan diare yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (Manglayang, 2006)
bakteri Salmonella sp
bakteri E. coli
Gambar 4, Bakteri E. Coli dan Salmonella sp (Wikipedia, 2006b) Bakteri Campylobacter merupakan bakteri penyebab keracunan makanan, yang mudah tumbuh dimana-mana, termasuk di saluran usus manusia dan hewan. Bakteri ini menimbulkan penyakit dan gastroenteritis pada hewan atau manusia yang terinfeksi. Gejala yang ditimbulkan adalah diare, sakit perut (abdominal pain) dan demam, karena adanya infeksi sistem gastrointestinal. Campylobacter biasa ditemukan pada saluran usus manusia maupun pada hewan tanpa menimbulkan gejala sakit. Media penularannya dapat melalui daging unggas, daging sapi, telur dan susu sapi. Susu sapi terkontaminasi melalui kontak langsung dengan tinja sapi (Suwandi, 2006).
Gambar 5, Bakteri Campylobacter sp. (Sumber : Wikipedia 2008a) Bakteri Klebsiella merupakan suatu bakteri anaerob yang bersama bakteri patogen lain menyebabkan berbagai infeksi di dalam tubuh. Infeksi-infeksi yang disebabkan itu adalah infeksi saluran pernapasan bagian bawah, infeksi kulit dan jaringan kulit, infeksi saluran kemih, tulang dan sendi, serta infeksi intra abdominal, yakni peranannya mengkontaminasi rongga abdomen (Wikipedia, 2007)
Gambar 6, Bakteri Klebsiella sp (Sumber : Wikipedia, 2007) Bakteri Bakteroides merupakan salah satu bakteri probiotik pengguna polisakarida dalam proses fermentasi dan metabolisme polisakarida, di samping bakteri sakarolitik lainnya seperti Bifidobacterium, Ruminococcus, Eubacterium, Lactobacillus, dan Clostridium. Proses metabolisme karbohidrat di dalam kolon bergantung pada kerjasama berbagai enzim yang dihasilkan dari bermacammacam spesies bakteri, termasuk Bakteroides, yang saling bergantung satu sama lain dalam rantai proses fermentasi. Bacteroides adalah genus dari bakteri Gram negatif berbentuk tongkat. Spesies Bacteroides tidak membentuk endospora, anaerob, dan bergerak ataupun tidak dapat bergerak, tergantung spesiesnya (Wikipedia, 2008).
Gambar 7, Bakteri Bakteroides sp (Sumber : Wikipedia.2008b) Bakteri Bifidum merupakan salah satu anggota kelompok bakteri probiotik, seperti L. casei dan Bakteroides sp. Bakteri ini hidup di dalam usus dan berperan membantu memperlancar proses pencernaan dan mengatasi ancaman terjadinya kanker. Penyebab kanker dapat bermula dari pola makan yang salah yang mengakibatkan terhambatnya sistem pembuangan di dalam usus. Dengan demikian,
menimbulkan senyawa karsinogenik dalam tubuh yang berpotensi
mengakibatkan kanker. Dari beberapa riset ditemukan bahwa Bifidobacterium tidak hanya mengatasi gangguan pencernaan, akan tetapi dapat juga efektif menurunkan resiko munculnya kanker terutama pada wanita (Anonim, 2007)
Gambar 8, : Bifidobacterium adolescentis Gram.jpg (Sumber : Wikipedia, 2008c) Senyawa Antibakteri Dalam definisi yang luas, antibakteri adalah zat atau senyawa
yang
memiliki kemampuan mencegah terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah yang lebih umum dikenal adalah antibiotik. Meskipun antibiotik maupun antibakteri sama-sama menyerang bakteri, namun kedua istilah ini memiliki arti yang berbeda. Zat antibakteri merupakan suatu zat yang digunakan untuk menghilangkan bakteri yang berpotensi membahayakan. Zat antibakteri tidak digunakan sebagai obat baik untuk manusia maupun untuk hewan, namun dapat ditemukan dalam berbagai produk seperti sabun, deterjen,
produk-produk untuk kulit dan kesehatan serta pembersih peralatan rumah tangga. Sedangkan antibiotik adalah zat yang digunakan sebagai obat, baik pada manusia maupun pada hewan, dan
mempunyai kemampuan untuk menghambat
pertumbuhan maupun membunuh mikroorganisme. Zat ini diperoleh dari hasil metabolisme sekunder
mikroorganisme lain, dan juga dapat disintesis secara
kimia (Pelczar & Chan, 1988). Berdasarkan cara kerjanya, antibakteri dibedakan menjadi bakteriostatik dan bakterisida. Antibakteri bakteriostatik bekerja dengan perbanyakan
cara menghambat
populasi bakteri, namun tidak mematikan bakteri. Sedangkan
bakterisida membunuh bakteri. Bakteriostatik dapat bertindak sebagai bakterisida jika dalam konsentrasi yang tinggi. Kadar terendah suatu zat antibakteri yang dapat mampu membunuh bakteri disebut Kadar Bunuh Minimal (KBM), sendangkan kadar terendah yang
mampu menghambat pertumbuhan bakteri,
dikenal sebagai Kadar Hambat Tumbuh Minimal (KHTM) (Pelczar & Chan, 1988) Kemampuan antibakteri dari zat-zat dapat berbeda satu sama lain. Menurut Dwijoseputro (1990), antibakteri dibedakan berdasarkan keefektifan kerjanya. Antibakteri berspektrum luas, yakni antibakteri yang efektif menghambat pertumbuhan berbagai jenis bakteri. Sedangkan antibakteri berspektrum sempit, yakni zat antibakteri yang tertentu.
Kerja
hanya
antibakteri
efektif
membunuh
mikroorganisme
juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
konsentrasi zat antibakteri, jenis zat, species bakteri, jumlah bakteri dan pH lingkungan.
Aktivitas Antibakteri Menurut Jawetz, (1986), kerja aktivitas antibakteri oleh suatu zat terjadi melalui empat cara. Pertama, melalui hambatan sintesis dinding sel. Dengan tidak terbentuknya dinding sel bakteri, maka bakteri tidak dapat hidup. Kedua, melalui cara perubahan permeabilitas selaput sel atau hambatan pengangkutan aktif melalui selaput sel. Membran sitoplasma berperan mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan bagi sel. Membran berfungsi memelihara integritas
komponen-komponen seluler. Zat antibakteri akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada membran sel. Kerusakan-kerusakan pada membran ini mengakibatkan terganggunya pertumbuhan sel bahkan menyebabkan sel mati. Ketiga, melalui hambatan sintesis protein. Hidupnya suatu sel bergantung pula pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat alamiahnya. Suatu kondisi yang mengubah keadaan ini yakni terjadinya denaturasi protein dan asam-asam nukleat, (koagulasi dan atau timbulnya kondisi ireversible) maka sel pun mengalami kerusakan. Hal ini terjadi melalui kehadiran zat-zat kimia yang bersifat antibakteri atau kondisi suhu dan pH yang ekstrim. Keempat, hambatan sintesis asam nukleat. Proses kehidupan normal sel sangat ditentukan oleh DNA, RNA dan protein. Dengan demikian, jika terjadi gangguan terhadap sintesis komponen-komponen ini maka mengakibatkan kerusakan total sel. Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode difusi dan metode pengenceran. Metode difusi merupakan metode yang lebih umum digunakan (Pelczar et al. 1988). Metode difusi dapat dilakukan melalui tiga cara. Pertama, dengan cara silinder. Silinder steril dengan diameter 8 mm, ditetesi larutan uji (zat antibakteri), dan ditempatkan pada permukaan agar yang telah ditanami bakteri uji. Daerah hambat yang terbentuk, terlihat sebagai daerah bening di sekitar silinder. Kedua, cara perforasi. Pada cara ini, media agar yang telah ditanam jenis bakteri uji dibuat lubang atau sumur dengan diameter 5 sampai 6 mm. Ke dalam sumur dimasukkan larutan uji (zat antibakteri) sebanyak sekitar 10 μl, diinkubasi pada suhu syarat hidup bakteri uji. Daerah hambatan tumbuh bakteri yang terjadi terlihat sebagai daerah bening di sekeliling sumur. Ketiga, cara difusi cakram (Kirby-Bauer) merupakan cara yang paling banyak digunakan di antara kedua cara lain di atas. Sejumlah bakteri uji diinokulasi pada media agar, dan cakram yang mengandung larutan uji (larutan zat antibakteri) diletakkan pada permukaan media agar yang telah memadat. Setelah diinkubasi akan tampak daerah bening di sekeliling cakram, yang menandakan bahwa bakteri tidak dapat tumbuh (hidup) di sekitar daerah yang ditempati zat antibakteri.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 11 bulan, bulan Agustus 2007 sampai bulan Juni 2008. Tempat penelitian di Laboratorium Biokimia Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Pemeriksaan Doping dan Kesehatan Masyarakat Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; alat-alat gelas, petridish, pipet mikro, autoklaf (ISO LAB, Jerman), laminar
(ESCO, Singapura), inkubator (Memmert, Jerman), pemanas (gerhardt Jerman), neraca analitik (Ohaus
Ga200, Jerman), rotavapor, Multi shaker (EYELA,
Jepang), freeze-dryer, termometer, plat aluminium Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terdiri dari Merck silika gel 60 GF 254, KLT preparatif lempeng kaca silika
gel 60 GF 254, rangkaian kolom kromatografi, lampu UV λ254 nm,
Instrumen GC-MS Agilent Technologies 6890 Gas Chromatograph with Auto Sampler and 5973 Mass Selective Detector and Chemstation data system. Bahan-bahan yang digunakan adalah sarang lebah Trigona spp asal Pandeglang, isolat bakteri terdiri dari bakteri patogen yaitu E. coli, Salmonella sp, Klebsiella sp. dan
Campylobacter sp. bakteri-bakteri non patogen yaitu
Bachteriodes sp. Lactobacillus casei, Bifidobacteria bifidum yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Ilmu Pangan FATETA Institut Pertanian Bogor, media tumbuh bakteri yaitu : pepton, bakto agar, yeast ekstrak, glukosa, laktosa, Campylobacter Agar Base (DIFCO), dan suplemen Campylobacter. Pelarut berupa
etanol 70%, propilen glikol, n-heksan, kloroform, dan etanol 90%.
Pereaksi-pereaksi yakni Dragendrof, Lieberman, Burchard, Wagner, Mayer, daun pepaya, kuning telur, HCl, NH4OH, KMnO4, FeCl3, H2SO4 pekat, Silika gel G60 F254 (Merck) untuk KLT, dan silika gel G60 (0,063 – 0,200 mm) untuk KLT preparatif dan kromatografi kolom (70 – 230 mesh ASTM) (Merck).
Metode Penelitian Pengambilan Sampel Sarang lebah Trigona spp diambil di beberapa lokasi pembudidayaan di desa Cibaliung kabupaten Pandeglang provinsi Banten, pada bulan Juli tahun 2007 (Lampiran 2). Desa Cibaliung khususnya maupun Kabupaten Pandeglang umumnya terletak pada koordinat : 60 21' - 70 10' LS dan 1040 48'- 1060 11' BT. Topografi sebagian besar wilayah daerah ini berupa dataran rendah dan dataran bergelombang. Kawasan selatan terdapat rangkaian pegunungan. Wilayahnya juga mencakup Pulau Panaitan (di sebelah barat, dipisahkan dengan Selat Panaitan), serta sejumlah pulau-pulau kecil di Samudera Hindia, termasuk Pulau Deli dan Pulau Tinjil Semenanjung Ujung Kulon (Pemkab Pandeglang; 2004)
Ekstraksi Propolis Trigona spp Eskstraksi propolis dari sarang lebah Trigona spp ini dilakukan dengan metode Hasan (2006). Sebanyak 150 gr sarang lebah Trigona spp, dimaserasi dengan 650 ml etanol 70% (direndam sambil digojog dengan menggunakan shaker) selama 7 hari di dalam wadah erlenmeyer 1000 ml. Setelah 7 hari, filtrat didekantasi
kemudian residu dimaserasi lagi dengan 50 ml etanol 70% yang
baru. Proses ini dilakukan secara berulang setiap hari selama tujuh hari, hingga pelarut etanol pada residu tampak bening. Dengan demikian, total pelarut (etanol) yang digunakan adalah sebanyak 1000 ml, dan total waktu maserasi selama 14 hari. Filtrat yang diperoleh, disatukan di dalam wadah gelap, kemudian dikeringbekukan (freeze-dried) hingga membentuk ekstrak padat yang kemudian digunakan untuk pengujian selanjutnya.
Uji Aktivitas Antibakteri dan Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM). Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode perforasi atau difusi sumur (Andrews, 2001). Sampel untuk uji aktivitas antibakteri adalah larutan propolis yang dibuat sebanyak enam seri konsentrasi. Untuk kontrol positif digunakan larutan ampicilin 100 ppm, sedangkan kontrol negatif digunakan pelarut propilen glikol dan etanol 1%. Digunakan pula propolis x sebagai pembanding. Penyiapan larutan propolis. Ekstrak propolis hasil freeze-drying dilarutkan dengan propilen glikol dalam perbandingan 1 : 5 (b/b), sehingga diperoleh larutan
propolis dengan kadar 16,67%. Dari larutan dengan kadar
16,67% ini kemudian diencerkan dengan aquadest sehingga dihasilkan tujuh seri konsentrasi, yakni 16,67%, 8,33%, 4,17%, 2,08%, 1,04%, 0,52%, dan 0,26% (Lampiran 4) Penyiapan larutan Ampicilin. Dibuat larutan antibiotik standar dari ampicilin dengan kadar 100 ppm sebagai kontrol positif (Lampiran 5)
Preparasi inokulum. Isolat bakteri dibiakkan dalam media cair PYG (peptone + yeast ekstrak + glukosa ; Lampiran 6), dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Biakan segar diukur densitas optik (OD ; optical density)-nya. Jika OD > 0,5, untuk inokulasi diambil 50 μl. Jika OD > 0,5, maka diambil 100 μl. Larutan inokulum yang sama dengan standar McFarland (Lampiran 8), kerapatan bakterinya sekitar 10o cfu/ml. Uji KHTM (metode sumur difusi). Sebanyak
50 μl bakteri hasil
inokulasi pada media cair dimasukkan ke dalam cawan petri steril kemudian ditambahkan dengan 10 ml larutan media agar steril 50oC (yang belum memadat). Campuran di dalam cawan petri dihomogenkan dengan cara menggoyang cawan petri secara perlahan-lahan membentuk angka delapan pada permukaan meja laminar. Campuran didiamkan hingga memadat kemudian dibuat lubang (sumur) berdiameter kira-kira 5 mm dengan menggunakan pipet tetes. Ke dalam setiap sumur dimasukkan 50 μl larutan ekstrak propolis untuk tiap konsentrasi dan juga pembanding serta kontrol (positif maupun negatif) pada sumur-sumur yang lain. Dilakukan secara triplo (Gambar 7). Cawan ditutup rapat dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Setelah 24 jam inkubasi, diamati dan diukur daerah bening di sekitar sumur yang menunjukkan kemampuan penghambatan pertumbuhan bakteri (petunjuk aktivitas antibakteri). Pengukuran areal zona bening dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.
16,67% 8,33%
0,26% 4,17%
2,08% 1,04%
p.komersial
p.glikol
Ampicilin 0,52%
etanol 1%
Gambar 9. Satu seri uji KHTM bakteri Uji KHTM kertas cakram untuk bakteri Campylobacter. Bakteri Campylobacter mempunyai sifat sensitif terhadap oksigen dan hanya mampu
bertahan hidup selama 3 menit di dalam kondisi aerob. Uji KHTM terhadap bakteri ini memiliki dilakukan dengan menggunakan kertas cakram (Lampiran 7). Koloni Campylobacter diambil dengan jarum ose, dicampur dengan larutan fisiologis, dan diencerkan sampai kerapatan bakteri 106 cfu/ml (setara dengan standar McFarland 0,5, Lampiran 8). Inokulum bakteri uji disegarkan sehari sebelum pengujian. Media Campylobacter agar base steril sebelum memadat (55 o
C) dituang ke dalam cawan yang mengandung bakteri uji. Cawan digoyang agar
campuran homogen, dan dibiarkan memadat. Kertas cakram steril (diameter 6 mm) diletakkan di atas media padat, kemudian diberi 15 μl larutan uji. Cawan dimasukkan ke dalam anaerobic jar dengan penambahan CO2 10% dan nitrogen, dan diinkubasi pada suhu 42 oC selama 24 jam. Analisis Fitokimia Propolis (Metode Harborne, 1996). Analisis fitokimia propolis bertujuan untuk mengetahui secara kualitatif golongan senyawa-senyawa aktif di dalam ekstrak propolis. Identifikasi yang dilakukan meliputi uji terpenoid, uji alkaloid dan uji flavonoid. Uji terpenoid dan steroid. Sampel ekstrak propolis dilarutkan dalam etanol 70% dengan perbandingan 1 : 10 (b/b) dan dipanaskan pada penangas air. Filtrat diuapkan kemudian ditambahkan eter. Lapisan eter ditambah dengan pereaksi Lieberman Burchard (terbuat dari 3 tetes asam asetat anhidrat + 1 tetes asam sulfat pekat). Terbentuknya warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid, dan warna merah atau ungu menunjukkan adanya senyawa terpenoid. Sebagai pembanding digunakan kuning telur . Uji Alkaloid. Sampel ekstrak propolis dilarutkan dalam kloroform dengan perbandingan 1 : 2 (b/b) dan ditambah 5 tetes amonia. Fraksi kloroform diasamkan dengan asam sulfat. Bagian asamnya diambil dan ditambahkan masing-masing dengan pereaksi Dragendrof, Mayer, dan Wagner. Adanya alkaloid, ditandai sebagai berikut : dengan pereaksi Dragendrof terbentuk endapan merah. Dengan pereaksi Mayer terbentuk endapan putih. Dengan pereaksi Wagner terbentuk endapan coklat. Sebagai pembanding, digunakan air rebusan daun pepaya. Uji Flavonoid dan senyawa fenolik. Sampel ekstrak propolis dilarutkan dengan metanol dengan perbandingan 1 : 2 (b/b), lalu dipanaskan pada suhu 50oC.
Disiapkan dua filtrat, yang masing-masing ditambah dengan larutan NaOH dan H2SO4 pekat. Warna jingga yang terbentuk akibat penambahan NaOH, menunjukkan adanya senyawa fenol hidrokuinon, sedangkan warna merah akibat penambahan H2SO4 pekat menunjukkan adanya flavonoid. Pembanding yang digunakan adalah ekstrak buah pinang segar.
Penelusuran Senyawa Aktif di Dalam Propolis (Metode KLT). Identifikasi fraksi senyawa. Analisis fraksi senyawa di dalam sampel propolis Trigona spp dilakukan dengan Kromatografi lapis tipis (KLT) dan juga KLT preparatif. Plat KLT silika gel G60 F254 sebagai fase diam sedangkan fasa gerak adalah campuran pelarut
n-heksan : kloroform : etanol 90% dengan
perbandingan 2 :1 : 0,1 (v/v).
Jenis-jenis pelarut yang digunakan sebagai
campuran eluen, diidentifikasi terlebih dahulu melalui uji eluen tunggal. Hasil KLT diamati dengan lampu uv 254 nm (Lampiran 13 dan Lampiran 14). Fraksinasi. Pemisahan serta pemurnian tiap fraksi (fraksinasi) dilakukan dengan kromatografi kolom. Kolom kromatografi diisi dengan koloid silika gel GF254. Pelarut yang digunakan, baik untuk melarutkan ekstrak propolis sampel, pembuatan koloid silika gel G60 F254 untuk pengisian kolom, maupun sebagai eluen, adalah campuran pelarut
n-heksan : kloroform : etanol 90%, 2 :1 : 0,1
(v/v). Sebanyak 2 gram ekstrak propolis dilarutkan dengan 5 ml pelarut campuran (eluen), kemudian dimasukkan pada permukaan atas kolom. Secara perlahan, eluen
ditambahkan dari permukaan atas kolom, sementara fraksi-fraksi
ditampung setiap 5 ml pada ujung bawah kolom dengan laju alir 2 ml/menit. Larutan fraksi yang diperoleh, kemudian dianalisis dengan pelat KLT dan diamati dengan lampu uv 254 nm. Spot-spot yang sama, dikelompokkan untuk menghasilkan kelompok-kelompok fraksi. Uji aktivitas fraksi senyawa terhadap aktivitas bakteri. Masing-masing kelompok fraksi senyawa dari hasil fraksinasi
diuji aktivitas antibakterinya
terhadap bakteri E. col, dengan metode difusi sumur. Identifikasi Senyawa Fraksi Aktif. Kelompok fraksi yang memiliki aktivitas antibakteri terbesar diisolasi dan diidentifikasi jenisnya dengan metode
gas chromatography – mass spectrometry (GC-MS). Digunakan instrumen GCMS Agilen Technologies 6890 Gas Chromatograph dengan auto sample dan detektor selektif massa 5973 dan sistem data Chemstation. Kolom yang digunakan adalah kolom kapiler HP ultra 2, (17 m x 0,25 mm), dan diameter 0,25 μl. Sebanyak 5 μl sampel (fraksi C) diinjeksikan pada suhu 250 oC. Gas pembawa adalah helium, dengan sistem laju alir konstan, sebesar 0,9 μl/menit.
Analisis Data. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok dua faktor, yaitu taraf konsentrasi propolis dan jenis bakteri uji. Data hasil yang diolah adalah luas zona bening (mm) hasil uji KHTM, yang dianalisis dengan analisa varian (ANOVA) menggunakan bantuan program SPSS 15 dengan faktor pengaruh perbedaan jenis bakteri (patogen, nonpatogen) dan konsentrasi ekstrak propolis, terhadap pertumbuhan bakteri. Jika keragamannya nyata, maka digunakan uji BNJ (Beda Nyata Jujur / Tukey) untuk mengetahui
tingkat
perbedaan antar perlakuan. Untuk uji daya hambat fraksi-fraksi propolis terhadap aktifitas pertumbuhan bakteri E.coli, juga dianalisis varian (ANOVA) dengan bantuan program SPSS 15. Diagram alur penelitian pada Lampiran 1.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil ekstraksi propolis Hasil maserasi sarang lebah Trigona spp adalah filtrat berwarna merah tua (merah kecoklatan). Pada hari-hari pertama maserasi, etanol dari semula bening berubah menjadi merah tua. Intensitas warna larutan semakin menurun dengan semakin bertambahnya waktu maserasi dan penggantian etanol. Pada hari ketujuh, pelarut etanol yang ditambahkan untuk proses maserasi, tetap bening setelah 24 jam. Banyaknya rendemen ekstrak propolis yang diperoleh dari 150 gr sampel sarang lebah madu Trigona spp yang digunakan adalah 25,8417 gr (17,23%). Fisik rendemen berbentuk pasta yang lengket dan berwarna merah kecoklatan (Lampiran 3), serta tidak larut dalam air. Pasta rendemen hanya dapat larut dalam propilen glikol dan beberapa jenis pelarut organik yang lain. Kondisi fisik rendemen serta banyaknya rendemen yang diperoleh dalam penelitian ini relatif sama dengan yang telah diekstrak oleh Angraini (2006) dan Lasmayanti (2007), dari sarang lebah sejenis yang dikoleksi dari daerah yang sama. Keduanya memperoleh rendemen berwarna coklat tua. Banyaknya rendemen yang diperoleh, berkaitan erat dengan intensitas warna larutan ekstrak. Woo (2004) dalam Angraini 2006), mengemukakan bahwa larutan ekstrak propolis dengan warna yang lebih gelap, menandakan diperolehnya rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan warna yang lebih cerah. Gelapnya warna atau tingginya intensitas warna propolis dikarenakan oleh tingginya kandungan flavonoid. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Harborne (1996), bahwa semua senyawa fenol dalam bahan alam memiliki serapan kuat di daerah ultraviolet, karena memiliki struktur cincin aromatik. Ekstrak propolis hasil pengeringbekuan, dianalisis kandungan etanolnya dengan teknik kromatografi gas dan diketahui masih mengandung etanol sebesar
0,1%. Ini menunjukkan bahwa dalam pengeringbekuan larutan ekstrak propolis dalam etanol, tidak terjadi pembebasan etanol secara sempurna. Hal ini dapat terjadi karena propolis merupakan resin, yang dapat dengan kuat menyekap etanol. Analisis terhadap sisa kandungan etanol di dalam ekstrak propolis, menjadi penting, karena etanol bersifat antiseptik dan dapat mempengaruhi propolis uji untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Mekanisme kerja etanol sebagai bahan antimikroba, yaitu dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel bakteri (Pelczar et al. 1988)
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri dan KHTM Hasil uji aktivitas antibakteri dan penentuan KHTM dari ekstrak propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap beberapa jenis bakteri usus sapi tercantum dalam Tabel 4. Data uji KHTM setiap bakteri tercantum dalam Lampiran 9. Komponen bahan uji adalah larutan-larutan ekstrak propolis Trigona spp dengan berbagai tingkat konsentrasi, (0,26% sampai 16,67%), serta larutan kontrol dan pembanding. Larutan ekstrak propolis terbuat dari ekstrak propolis Trigona spp hasil freeze-dryng yang dilarutkan dalam propilen glikol. Propilen glikol merupakan salah satu pelarut yang biasa digunakan untuk melarutkan propolis di dalam dunia farmasi dan industri kosmetik (Tosi et al. 1996). Penggunaan pelarut glikol untuk melarutkan propolis, juga mempengaruhi kekuatan antimikroba propolis, terutama dalam menghambat pertumbuhan fungi (Castaldo et al. 2002). Uji aktivitas antibakteri dan uji Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) bakteri dengan menggunakan bahan alam propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap beberapa jenis bakteri telah dilakukan terdahulu oleh Angraini (2006) dan Lasmayanty (2007). Daya hambat pertumbuhan bakteri uji ditunjukkan dengan terbentuknya daerah bening (zona bening) di sekitar lubang penempatan zat uji. Besarnya daya hambat ekstrak propolis terhadap pertumbuhan bakteri ditentukan melalui pengukuran diameter zona bening (Lampiran 11) Pada penelitian ini hasil uji kemampuan aktivitas antibakteri dari variasi konsentrasi larutan propolis terhadap beberapa jenis bakteri usus sapi, dinyatakan
sebagai rata-rata diameter zona bening di sekitar sumur difusi, (Lampiran 9). Dari tiga kali perlakuan pengujian aktivitas antibakteri propolis Trigona spp, hasil ratarata diameter zona bening terangkum dalam dalam Tabel 4 . Tabel 4, Hasil Uji aktivitas antibakteri dan penentuan KHTM ekstrak propolis terhadap beberapa bakteri usus sapi. Bahan Uji
Jenis bakteri dan rata-rata luas zona bening (mm) Patogen non patogen E. coli Sal.sp Kleb.sp Camp.sp Bact.sp L.casei 4,45)f 4,983)d 3,583)ab 15)c 6,15)a 4,017)c 3,15)def 3,383)cd 2,983)ab 2,833)c 5,28)a 2,033)b cde bc a c 2,367) 2,65) 0,00) 2,833) 2,94)a 2,1)b 1,967)bcd 1,97)abc 0,00)a 1,33)ab 1,35)a 0,00)a abc abc a a a 0,95) 1,62) 0,00) 0,33) 0,00) 0,00)a a ab a a a 0,00) 0,85) 0,00) 0,00) 0,00) 0,00)a 0,516)ab 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a f d b b b 4,583) 4,933) 5,617) 2,83) 15,27) 6,05)d def e c d c 2,833) 31) 10,883) 18) 28,22) 37,15)e 3,75)ef 3,483)cd 3,283)ab 0,00)a 4,5)a 0,00)a a a a a a 0,00) 0,00) 0,00) 0,00) 0,00) 0,00)a
Ekstrak Propolis 16,67% Ekstrak Propolis 8,33% Ekstrak Propolis 4,17% Ekstrak Propolis 2,08% Ekstrak Propolis 1,04% Ekstrak Propolis 0,52% Ekstrak Propolis 0,26% Propolis x Lart ampicilin 100 ppm Propilen Glikol etanol 1%
Bifid. 6,75)b 1,73)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a 3,33)ab 27,07)c 0,00)a 0,00)a
Keterangan : Sal. sp = bakteri salmonella sp, Kleb.sp = bakteri klebsiella sp. Camp.sp = bakteri Campylobacter sp, Bact.sp = bakteri Bacteroides sp, L. casei = bakteri Lactobacillus casei, Bifid = bakteri Bifidum. Superskrip (a-f) yang berbeda pada kolom yang sama, menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) antar jenis sampel.
Dari data Tabel 4
tampak bahwa larutan ekstrak propolis
pada
konsentrasi tertinggi (16,67%) mampu memberikan hambatan pertumbuhan terhadap semua jenis bakteri uji. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya diameter zona bening yang terbentuk di sekitar sumur difusi untuk setiap jenis bakteri uji. Pada konsentrasi propolis yang tertinggi ini, daya hambat terbesar adalah terhadap bakteri Campylobacter sp (15 mm), dan terendah terhadap bakteri Klebsiella sp
16 14 12 10 8 6 4 2
p Ba cte ro ide ss p La cto as illu sc as ei Bi fid oa cte riu m sp
loa cte rs
p Ca mp y
Kl es iel la s
p on ell as
E. c
oli
0
Sa lm
diameter zona bening (mm)
(3,583 mm).
Gambar 10. Grafik daya hambat pertumbuhan bakteri oleh propolis Trigona
spp asal Pandeglang pada konsentrasi 16,67% Pada konsentrasi propolis 0,26% (konsentrasi terendah), daya hambat hanya dialami oleh bakteri E.coli. Pada konsentrasi propolis yang rendah ini, bakteri yang lain tidak mengalami hambatan pertumbuhan (ditunjukkan oleh zona bening 0,00 mm). Dari Tabel 4, terlihat pula bahwa pada konsentrasi propolis 0,26% mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi di atasnya (0,52%) tidak terjadi daya hambat (diameter zona bening 0,00 mm). Hal ini merupakan suatu penyimpangan dan galat pekerjaan, yang diduga disebabkan oleh tiga kemungkinan. Pertama, media agar cair yang ditambahkan ke dalam cawan petridish untuk dicampurkan dengan biakan bakteri, suhunya masih relatif tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya kematian pada bakteri uji. Kedua adalah media padat cair yang ditambahkan ke dalam cawan petridish untuk dicampurkan dengan biakan bakteri, suhunya dingin dan menyebabkan media memadat. Dengan demikian, pencampuran dengan biakan bakteri tidak merata, terutama pada daerah sekitar sumur difusi tempat penempatan larutan propolis berkadar 0,52%. Kemungkinan ketiga adalah kurangnya volume larutan propolis 0,52% yang dimasukkan ke dalam sumur difusi. Namun demikian, secara keseluruhan terlihat bahwa kecenderungan daya hambat pertumbuhan bakteri semakin besar dengan naiknya konsentrasi propolis. Hasil analisis statistik untuk data-data pada Tabel 4, menunjukkan bahwa diameter zona bening antar bakteri maupun antar konsentrasi ekstrak propolis Trigona spp asal Pandeglang, berbeda nyata (P<0,05; Lampiran 10) . Tabel 5 memperlihatkan bahwa Konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) dari ekstrak propolis Trigona spp asal Pandeglang adalah sebagai berikut; 0,26% terhadap bakteri E. coli; 0,52% terhadap bakteri Salmonella sp; 1,04% terhadap bakteri Campylobacter sp; 4,17% terhadap bakteri Bacteroides sp dan Lactobacillus casei; dan 8,33% terhadap bakteri Klebsiella sp.
Pada
konsentrasi ekstrak propolis 1,04%, mampu memberikan daya hambat terhadap bakteri E. coli, Salmonella sp dan Campylobacter sp, dengan daya hambat lebih kuat terhadap bakteri Salmonella sp. Ketiga bakteri ini merupakan bakteri Gram negatif
Tabel 5., Rata-rata daya hambat Tumbuh Propolis Trigona spp asal Pendeglang terhadap bakteri patogen dan non patogen usus sapi. Bahan Uji
Ekstrak Propolis 16,67% Ekstrak Propolis 8,33% Ekstrak Propolis 4,17% Ekstrak Propolis 2,08% Ekstrak Propolis 1,04% Ekstrak Propolis 0,52% Ekstrak Propolis 0,26% Rata-rata
Jenis bakteri dan rata-rata luas zona bening (mm) Patogen Non patogen E. coli Sal.sp kleb.sp Camp.sp Bact.sp L.casei 4,45 4,98 3,583 15 6,15 4,017 3,15 3,38 2,983 2,83 5,28 2,033 2,37 2,65 0,00 2,83 2,94 2,1 1,97 1,97 0,00 1,33 1,35 0,00 0,95 1,62 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,85 0,00 0,00 0,00 0,00 0,516 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,915 2,208 0,938 3,189 2,245 1,164
Bifid. 6,75 1,73 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,211
Keterangan : E. coli = bakteri E. coli., Sal sp = Bakteri salmonella sp., Kleb. Sp = Bakteri Klebsiella sp., Camp. Sp = bakteri Campylobacter sp., Bact. Sp = bakteri Bacteroides sp., L. casei = bakteri Lactobacilus casei., Bifid = bakteri Bifidum sp
Hambat tumbuh yang dialami
bakteri E. coli, Salmonella sp dan
Campylobakter pada konsentrasi ekstrak propolis yang rendah ini, diduga berkaitan erat dengan sifat khasiat propolis dan perbedaan komposisi struktur dinding sel bakteri. Ketiga jenis bakteri tersebut di atas tergolong bakteri Gram negatif, dan merupakan anggota dari bakteri patogen. Karena merupakan kelompok bakteri Gram negatif, maka struktur dinding sel ketiga bakteri tersebut lebih kompleks dengan beberapa lapisan, yakni peptidoglikan yang relatif tipis, yang dikelilingi oleh lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein. Lapisan-lapisan ini bersifat impermiable terhadap molekul-molekul kecil seperti nukleosida, oligosakarida dan asam amino (Timotius, 1982). Dengan teori ini,
maka seharusnya ketiga bakteri kelompok Gram negatif tersebut lebih
bertahan terhadap infiltrasi propolis yang menyebabkan lisis sel, jika dibandingkan dengan bakteri Gram positif. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu bahwa ketiga bakteri Gram negatif tersebut mengalami hambatan pertumbuhan oleh ekstrak propolis Trigona spp asal Pandeglang, meskipun pada konsentrasi yang rendah. Hal ini dapat terjadi, diduga karena propolis Trigona spp asal Pandeglang memiliki sifat seperti antibiotik polimiksin atau streptomiksin. Antibiotik polimiksin merupakan bahan antibiotik yang sensitif menghancurkan membran spesies bakteri Gram negatif
pada khususnya. Polimiksin berinteraksi kuat dengan fospholipid membran sel, mengakibatkan kehilangan kontrol osmotik, sehingga terjadi kebocoran ion K+ dan komponen vital bakteri lainnya. Penetrasinya ke dalam menjadi mudah dan merusak struktur membran sel. Kerja antibiotik jenis ini adalah merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel (Simanjuntak 2005). Propolis Trigona spp asal Pandeglang tampak lebih aktip dan sensitif terhadap beberapa bakteri Gram negatip dalam penelitian ini. Hal ini dapat terjadi karena adanya interaksi komponen-komponen senyawa aktif dalam propolis terhadap fosfat pada fosfolipid membran sel bakteri-bakteri tersebut. Sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh antibiotik jenis polimiksin atau streptomiksin, maka penetrasi komponen senyawa aktif dari propolis lebih cepat mencapai membran sel bakteri Gram negatif, sebab lapisan peptidoglikan penyusun dinding sel bakteri kelompok tersebut lebih tipis daripada yang dimiliki bakteri Gram positif. Dari Tabel 5 diperoleh informasi pula bahwa kemampuan hambat tumbuh minimum dari ekstrak propolis Trigona spp asal Pandeglang, lebih dominan terhadap kelompok bakteri patogen. Rata-rata besarnya daya hambat yang dialami oleh bakteri patogen dalam penelitian ini adalah sebesar 2,75 mm, sedangkan untuk bakteri non patogen adalah sebesar 1,54 mm. Dari segi konsentrasi minimum dosis propolis, kelompok bakteri patogen telah terlebih dahulu dihambat pertumbuhannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk menyeimbangkan populasi mikroflora usus sapi, maka dosis propolis Trigona spp asal Pandeglang yang dapat layak diberikan, adalah pada konsentrasi 0,52% sampai 1,04%, dengan konsentrasi optimum adalah 1,04%.
Keseimbangan
mikroflora di dalam usus sapi, tercapai bilamana populasi bakteri non patogen lebih dominan. Sebab, bakteri-bakteri ini berperan memproduksi enzim-enzim pencernaan, yang membantu proses pencernaan makanan (Lestradet, 1994). Propolis Trigona spp asal Pandeglang, dengan konsentrasi yang minimum namun telah mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen, dan dengan demikian memperbesar aktivitas bakteri non patogen untuk membantu proses pencernaan sapi, maka berpeluang sebagai bahan pemacu pertumbuhan (growth
promoters) hewan sapi. Penggunaan propolis
sebagai pemacu pertumbuhan
hewan, merupakan pilihan yang aman. Sebab propolis tidak bersifat toksik, namun sebaliknya memiliki daya antibakteri, antivirus dan antifungi yang efektif (Nuklin et al. 1979). Selain sebagai bahan antibakteri, propolis juga memiliki sifat dapat merangsang sistem imunitas secara alamiah. Hal ini merupakan suatu hal yang berbeda dari efek yang diberikan oleh obat-obatan sintetik.
Hasil analisis Fitokimia Ekstrak Kasar Propolis. Analisis fitokimia propolis bertujuan untuk mengetahui secara kualitatif golongan senyawa-senyawa aktif di dalam ekstrak kasar propolis sampel. Identifikasi yang dilakukan adalah uji tanin, uji terpenoid, uji alkaloid dan uji flavonoid (senyawa-senyawa aktif yang ada pada tumbuhan). Langkah ini dilakukan dengan dasar pemahaman bahwa propolis pada sarang lebah merupakan resin yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Hasil uji fitokimia sampel propolis dari sarang lebah madu Trigona spp asal Pandeglang dibandingkan dengan bahan lain adalah seperti pada Lampiran 12 .
Tabel 6. Hasil Analisis Fitokimia Senyawa Tanin Flavonoid steroid Alkaloid
Hasil Sampel propolis + + + -
Pembanding Air teh Buah pinang Kuning telur Daun papaya
+ + + +
Analisis fitokimia terhadap bahan propolis yang sama telah dilakukan pada penelitian terdahulu oleh Angraini (2006) dan Lasmayanty (2007). Adapun kesamaan dan perbedaan hasil uji, terangkum dalam Tabel 7. Tabel 7. Persamaan dan perbedaan hasil analisis fitokimia propolis Trigona spp asal Pandeglang. Peneliti (tahun) Angraini (2006) Koleksi propolis; Maret 2006 Lasmayanty (2007) Koleksi propolis : Pebruari 2007
Tanin Flavonoid
Steroid
Alkaloid
√
√
√
-
√
√
√
√
Penelitian sekarang Koleksi propolis; Juli 2007
√
√
√
-
Perbedaan kandungan senyawa alkaloid ini, dikarenakan oleh perbedaan waktu pengkoleksian sampel propolis. Bankova, (2000) mengemukakan bahwa komposisi zat aktif di dalam propolis berbeda-beda, tergantung dari tumbuhan asal resin, iklim, waktu pengkoleksian dan jenis lebah. Menurut Palezar dan Chan (1988), senyawa yang bersifat antimikroba antara lain adalah alkohol, senyawa-senyawa fenolik, klor, iodium dan etilen oksida. Yang termasuk senyawa-senyawa fenolik adalah flavonoid, senyawa fenol hidrokuinon, dan tanin. Bakmaz (2002) menemukan bahwa flavonoid merupakan senyawa antibakteri di dalam propolis, dan merupakan salah satu dari kelompok senyawa polifenolik, dengan jenis terbanyak adalah aglikon. Senyawa aglikon merupakan flavonoid dalam tumbuhan yang terikat pada gula sebagai glikosida, dan bersifat menghambat pertumbuhan bakteri secara kuat. Di alam, aglikon ditemukan pula di dalam buah jeruk. Kehadiran aglikon di dalam sarang lebah karena lebah mengoleksi resin propolis menggunakan enzim β-glukosidase dari kelenjar hypoharingeal. Aglikon dan podofillotoksin merupakan lignan paling aktip alami dan memiliki daya hambat pertumbuhan bakteri. Polifenolik juga diketahui merupakan fraksi terbesar
di dalam raw
propolis, dengan kelimpahan 50%. Dengan demikian, pada hasil uji fitokimia dan hasil uji KHTM, dapat dikatakan bahwa kemampuan aktivitas antibakteri oleh ekstrak propolis Trigona spp dari sarang lebah asal Pandeglang disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa fenolik (flavonoid dan tanin) yang terkandung.
Hasil Analisis Komponen Aktif. Hasil fraksinasi dengan plat KLT. Uji pemisahan fraksi dengan menggunakan kombinasi eluen n-heksan : kloroform : etanol (2 : 1 : 0,1) v/v, pada lapis tipis silika gel GF254, dan fraksinasi dengan media KLT preparatif, diperoleh
delapan spot fraksi senyawa (Lampiran 13 dan Lampiran 14).
Fraksi-fraksi
senyawa yang diperoleh, tidak dapat diamati langsung dengan mata telanjang, akan tetapi hanya dapat diamati dengan menggunakan cahaya UV pada λ254 nm. Sebab spot-spot senyawa memiliki sifat berpendar. Sifat ini menunjukkan bahwa fraksi-fraksi senyawa yang terkandung di dalam propolis Trigona spp asal Pandeglang mengandung senyawa-senyawa yang menyerap energi cahaya pada panjang gelombang 254 nm sehingga elektron-elektronnya tereksitasi ke tingkat energi orbital lebih tinggi. Ketika kembali ke tingkat energi orbital semula, elektron-elektron memancarkan kelebihan energi dalam bentuk cahaya. Dugaan yang lain, adalah bahwa senyawa-senyawa di dalam propolis Trigona spp asal Pandeglang, mengandung unsur-unsur yang bersifat dapat berpendar jika menyerap energi cahaya pada panjang gelombang 254 nm. Hal ini sangat berhubungan erat dengan kondisi vegetasi etnik di wilayah pengambilan sampel. Hasil kromatografi kolom. Kromatografi kolom dilakukan karena berdasarkan hasil fraksinasi menggunakan KLT preparatif, tampak noda fraksifraksi berimpitan. Secara perlahan, eluen
ditambahkan dari permukaan atas
kolom, sementara fraksi-fraksi ditampung setiap 5 ml pada ujung bawah kolom, dengan laju alir 0,85 ml/menit. Diperoleh 80 tabung larutan fraksi, yang kemudian diidentifikasi dengan menggunakan metode KLT. Hasil identifikasi dengan KLT, diperoleh tujuh kelompok fraksi (kelompok A sampai kelompok G), yang memiliki kemiripan kenampakkan noda (spot). Sedangkan fraksi H adalah bagian yang tidak larut dalam eluen, dan tidak disertakan di dalam kolom, (Lampiran 15). Perolehan jumlah fraksi melalui kromatografi kolom ini sama dengan yang dilakukan melalui KLT preparatif. Penggabungan masing-masing kelompok fraksi (A sampai G) dan penguapan pelarut (pada suhu kamar), menghasilkan fisik fraksi berbentuk pasta yang lengket. Fraksi C dan F berwarna kuning muda dan keruh, sedangkan kelompok fraksi lain berwarna putih keruh. Dari 2,5 gram ekstrak kasar propolis yang digunakan, diperoleh kadar kelompok-kelompok fraksi sebagai berikut : Fraksa A= 2,3%, fraksi B= 22,332%, fraksi C= 6,5560%, fraksi D= 8,708%, fraksi E= 3,4320%, fraksi F= 3,6400%, fraksi G= 1,2080% dan fraksi Tidak Larut (TL)= 51,8240% (Lampiran 16)
Hasil uji Aktivitas antibakteri dari fraksi-fraksi. Hasil uji Aktivitas antibakteri dari fraksi-fraksi dan kontrol, diperlihatkan dalam Tabel 8. Dari 6 kali perlakuan, tampak bahwa semua kelompok fraksi memberikan efek antibakteri, yakni menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, yang ditunjukkan oleh ukuran diameter zona bening yang terbentuk (Lampiran 17). Zona bening yang tertera pada Lampiran 17 tampak kurang jelas, hal ini disebabkan oleh faktor jumlah populasi bakteri uji yang rendah, sehingga menimbulkan zona bening yang tipis. Rendahnyan jumlah populasi bakteri uji yang dimasukkan ke dalam cawan petridis, dapat disebabkan oleh pemipetan yang tidak homogen terhadap bakteri hasil biakan pada media cair, serta biomassa bakteri hasil pembiakan pada media cair belum maksimum. Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri fraksi-fraksi terhadap bakteri E. coli, diketahui bahwa fraksi C memiliki aktivitas antibakteri terbesar (Gambar 5). Berdasarkan hasil uji antibakteri fraksi tersebut, maka fraksi C digunakan untuk uji lanjut penelusuran komponen aktif melalui teknik GC-MS. Meskipun fraksi C memiliki daya hambat yang lebih tinggi, namun antar fraksi tidak memberikan pengaruh penghambatan yang berbeda nyata (P>0,05; Lampiran 18 )
Tabel 8. Hasil uji Aktivitas antibakteri dari fraksi-fraksi propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap bakteri E. coli No
Fraksi senyawa dan control
Luas zona Bening (mm) / ulangan ke.... Rata-rata 1 2 3 4 5 6 (mm) 1 Fraksi A 3,00 4,79 3,00 5,95 3,55 4,65 4,156)ab 2 Fraksi B 3,15 3,35 5,25 4,00 4,35 5,25 3,792)ab 3 Fraksi C 2,65 4,85 6,00 5,95 4,55 2,65 4,442)ab 4 Fraksi D 4,25 4,00 5,15 4,00 3,85 2,55 3,967)ab 5 Fraksi E 3,95 3,25 4,25 4,15 2,85 3,35 3,633)ab 6 Fraksi F 2,30 2,25 3,15 5,25 2,25 3,75 3,158)a 7 Fraksi G 1,75 3,85 3,75 4,45 3,45 3,25 3,417)ab 8 Fraksi tak larut 2,75 4,35 3,75 3,55 3,25 3,75 3,567)ab 9 Propolis Ekstrak Kasar 3,45 3,65 5,65 4,25 4,35 3,75 4,184)ab 10 Pelarut PG + aquadest (1:2) 2,75 2,25 2,55 3,45 2,65 2,25 2,650)a 11 Larutan ampicilin 1000 ppm 3,25 5,85 5,25 6,00 5,35 5,25 5,158)b a-b Keterangan : Superskrip ( ) yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05) antar fraksi dan kontrol
Perbedaan aktivitas antibakteri antar fraksi dan kontrol, ditunjukkan dalam
6 5 4 3 2
PG Am p Ek c s tr ak
TL
G
F
E
D
C
B
1 0 A
z o n a h a m b a t (m m )
Gambar 11.
Sampel
Gambar 11. Grafik diameter zona hambat fraksi-fraksi propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap bakteri E.coli Komponen-komponen Senyawa di Dalam Propolis Hasil analisis GC-MS terhadap fraksi C (fraksi yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi),
diketahui
terdapat 24 peak dengan waktu retensi dan
persen area yang berbeda (Lampiran 19).
Sebanyak 10 peak di antaranya
memiliki persen area di bawah 1 %, yang menunjukkan rendahnya kelimpahan komponen-komponen senyawa tersebut di dalam sampel fraksai C. Sedangkan 14 peak lainnya memiliki persen area di atas 1%, yang menunjukkan kelimpahan yang relatif tinggi dalam sampel fraksi C. Tinjauan dan pembahasan lebih lanjut adalah terhadap ke-14 peak tersebut. Waktu retensi dari ke-14 peak tersebut berbeda dan memiliki kisaran dari 28,38 sampai 45,82 menit menunjukkan adanya perbedaan karakteristik senyawa. Hal itu terlihat dari tampilan grafik dari massa molekul fragmen setiap peak (Lampiran 19). Hasil analisis ini dapat mengungkapkan jenis-jenis senyawa yang terkandung di dalam fraksi C, walaupun masih
berupa pendekatan dengan
struktur pembanding dari bank data. Kesamaan struktur komponen senyawa dinyatakan oleh persen equilibrium, sedangkan kelimpahan komponen senyawa dinyatakan sebagai persen area. Ringkasan persen kesamaan struktur senyawa dari fraksi C dapat dilihat pada Tabel 8.
Dada Tabel 9, pada peak ke 2 dengan waktu retensi 30,33 menit (Lampiran 19), terdapat senyawa yang memiliki 89 persen kemiripan dengan etil linoleat atau asam linoleat, dengan kelimpahan sebesar 2,06%. Asam linoleat adalah sebuah asam omega 3, karena ikatan C = C pertama berawal pada atom karbon ke-tiga dari ujung CH3. Karena berhubungan dengan lemak dan minyak, maka asam linoleat disebut juga sebagai asam lemak. Asam linoleat, termasuk ester-ester yang terbentuk secara alami seperti lemak dan minyak hewani dan nabati. (Soetrisno et al. 2003). Asam linoleat dan asam linolenat merupakan dua jenis asam lemak esensial, yakni harus diberikan melalui makanan karena tidak dapat disintesa di dalam tubuh, sementara tubuh sangat membutuhkan. Dewasa ini asam linoleat diformulasikan dalam bentuk terkonjugasi (conjugated linoleic acid/CLA) karena potensinya dapat meningkatkan kesehatan individu yang mengkonsumsinya. Sediaannya adalah melalui susu, produk olahan susu seperti yoghurt dan keju, serta daging. Dalam berbagai riset,
baik pada hewan percobaan, kultur sel
maupun manusia, diketahui bahwa nutrien tersebut dapat mencegah penimbunan lemak, bersifat antioksidan, yang dapat melawan kerusakan akibat radikal bebas, menghambat pertumbuhan kanker, penyakit jantung, diabetes dan kegemukan, serta dapat menstimulasi fungsi imun dan faktor pertumbuhan (Hidayat, 2006) Tabel 9. Ringkasan persen perkiraan kesamaan struktur senyawa-senyawa dari fraksi C Peak
Luas Area (%)
Struktur Pembanding
1
Waktu Retensi (menit) 28,37
1,56
2
30,33
2,06
1-(2,6,6-trimetil-1-cyclohexen-1-yl)-3-methyl-2heptene Ethyl linoleate
5
36,32
1,05
13
37,61
15
Kesamaan (%) 38 89 72
1,17
2,4-di-t-butyl-1,5,6,7-tetraisopropil2,4-diaza-3-deorocloso-heptaborane Alpha-ethyl-ortho-metoxybenzil alkohol
38,81
5,80
Lanosta-8,24-dien-3-ol, (3.beta.)-(CAS)
95
16
39,04
1,31
17
39,30
1,77
Obtusifoliol Ergosta-8,24 (28)-dien-3-ol, dimethyl-, (3.beta.,4.alpha., 5.alpha.) -(CAS) Lanosta-8,24-dien-3-ol,(3.beta)-(CAS)
18
39,51
3,14
Lanosta-8,24-dien-3-ol,(3.beta)-(CAS)
4,14-
27 53 99 98
19
39,72
16,97
Viminalol Urs-12-en-3-ol, (3.beta.)-(CAS)
86
20
40,25
49,91
9,19-cyclolanost-24-en-3-ol, (3.beta.)-(CAS)
99
21
40,87
3,18
99
22
41,35
2,02
23
42,46
1,49
9,19-cyclolanostan-3-ol,24-methylene-, (3.beta.)(CAS) 12,13-Dimethoxytotara-8,11,13-triene phenanthrene, 1,2,3,4,4a,9,10a-octahydro-6,7-dimethoxy-1,1,4atrimethyl-8-(1-methylethyl) Dammara-20,24-dien-3-ol
24
45,82
2,57
Ethyl vallesiachotamate
46
58 70
Kandungan asam linoleat dalam propolis Trigona spp asal Pandeglang menimbulkan dugaan bahwa lebah Trigona spp yang memproduksi propolis ini mengkonsumsi resin dari tanaman kelapa yang ada di sekitarnya. Sebab tanaman kelapa merupakan tumbuhan penghasil asam lemak tak jenuh, dan mengandung asam linoleat dengan kelimpahan rata-rata. 2,70% (Litbang Deptan RI., 2005). Di alam, asam linoleat terdapat juga di dalam
dedak padi. Hal ini
menyebabkan dedak padi dikenal memiliki nilai gizi tinggi. Nilai gizi dedak padi ini terjadi karena kandungan asam linoleat, yang memiliki
sifat keaktifan
biologis, dan bersama komponen-komponen terkandung lain seperti oryzanol, tocopherol, tocotrienol, phytosterol, polyphenol dan squalene menimbulkan sifat antioksidan (Goffman et al. 2003 diacu dalam Mardiah, et al. 2006). Pada peak ke 15, 17 dan 18, fraksi C propolis Trigona spp berpeluang besar mengandung senyawa Lanosta-8,24-dien-3-ol, (3beta). Pada peak ke 15, waktu retensi sebesar 38,81 menit dan persen area 5,80. Peak ke 17 memiliki waktu retensi sebesar 39,30, dengan persen area 1,77. Sedangkan pada peak ke 18, memiliki waktu retensi 39,51 dengan persen area 3,14. Dari ketiga peak tersebut, masing-masing persen kemiripan struktur senyawa dengan senyawa yang terdapat di dalam fraksi C propolis Trigona spp, adalah 95%, 99% dan 98%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat komponen senyawa di dalam fraksi C propolis Trigona spp yang mempunyai peluang sangat besar memiliki struktur yang sama dengan
Lanosta-8,24-dien-3-ol, (3beta).
Senyawa
Lanosta-8,24-dien-3-ol,
(3beta)
yang equivalen dengan 4,4,14 alpha-trimethyl-5 alpha-cholesta-8,24-
dien-3 beta-ol; atau disebut juga cryptosterol CAS dari keluarga
lanosterol,
merupakan senyawa prekursor untuk metabolisme kolesterol dan cucurbitacins (Yoshida and Aoyama, 1991)
Pada peak ke 19, terdapat komponen senyawa di dalam fraksi C propolis Trigona spp yang memiliki peluang besar mengandung senyawa yang mirip dengan senyawa viminalol (a-amyrine; 12-Ursen-3-ol). Keberadaan senyawa ini di dalam fraksi C propolis Trigona spp, tampak dengan waktu retensi 39,72 menit, dengan persen area 16,97%. Peluang kemiripan komponen senyawa ini adalah sebesar 86 persen. Senyawa viminalol merupakan suatu senyawa yang memiliki aktivitas biologis, yakni sebagai senyawa antineoplastic, yakni antibiotik yang digunakan sebagai senyawa antikanker. Viminalol juga diketahui berkhasiat sebagai anti HIV (Otuki et al. 2004) Jenis senyawa lain yang memiliki kelimpahan tertinggi di dalam fraksi C propolis Trigona spp, adalah yang memiliki kemiripan dengan struktur senyawa 9,19-cyclolanost-24-en-3-ol, (3.beta.)-(CAS), atau Cycloartenol. Komponen senyawa ini muncul melalui peak ke 20, dengan waktu retensi 40,25 menit, dan persen area sebesar 49,91%. Peluang kemiripan struktur senyawa ini dengan senyawa yang ada di dalam fraksi C propolis Trigona spp adalah sebesar 99%. Berdasarkan data persen area tersebut, dapat dikatakan bahwa di dalam fraksi C propolis Trigona spp, didominasi oleh senyawa yang mirip 9,19-cyclolanost-24en-3-ol, (3.beta.)-(CAS), atau Cycloartenol. Senyawa 9,19-cyclolanost-24-en-3-ol, (3.beta.)-(CAS), atau Cycloartenol merupakan prekursor pembentukan steroid dalam jaringan tumbuhan. Senyawa ini, bersama lanosterol,
terbentuk dari
pengubahan asam asetat melalui asam mevalonat dan squalen (suatu terpenoid), dalam rangkaian biosintesis steroid. Strukturnya menyerupai triterpenoid lanosterol (Leny, 2006). Cycloartenol
merupakan salah satu komponen pembuatan K-liquid
chlorophyll, yakni suatu sediaan minuman kesehatan yang berkhasiat untuk membantu detoksifikasi dan mengurangi racun di dalam tubuh, menyeimbangkan sistem hormoral serta keseimbangan asam-basa di dalam tubuh. Minuman suplemen yang mengandung cycloartenol
ini juga berkhasiat meningkatkan
pemasukan nutrisi dalam darah untuk menaikkan oksigen dalam darah, membantu regenerasi sel darah merah, menghambat proses oksidasi, dan menstimulasi regenerasi sel, serta menjadi bahan penghambat pertumbuhan bakteri (Seiichi et al. 2004).
Selain mengandung cyclolanost, fraksi C propolis Trigona spp juga mengandung senyawa lain yang mirip dengan 9,19-cyclolanostan-3-ol,24methylene-3.beta.), yang mempunyai waktu retensi 40,87 menit, persen area 3,18%, dan peluang kesamaan struktur sebesar 99%. Senyawa 9,19cyclolanostan-3-ol,24-methylene-3.beta.), merupakan senyawa anti HIV yang digunakan untuk mencegah virus HIV (Verotta et al. 1998).
2
3
5
6
1
4
Gambar 12. Struktur beberapa senyawa referensi yang memiliki kemiripan struktur dengan beberapa senyawa di dalam fraksi C propolis Trigona sp asal Pandeglang; 1. Ethyl linoleat, 2. Lanosta-8,24-dien-3-ol., 3. 12-Ursen-3-beta-ol; viminalol; alphaamyrenol; alpha-amyrine., 4. 9-beta,19-cyclo-24-lanosten-3beta-ol atau (3beta)-9,19Cyclolanost-24-en-3-ol., 5. (3beta,9xi,10xi)-24-Methylene-9,19-cyclolanostan-3-ol., 6. Dammara-20,24-dien-3-ol
Terdapat pula senyawa dalam fraksi C propolis Trigona spp yang memiliki kemiripan dengan Dammaradienol atau Dammara-20,24-die (3S,8R,10R,14R)4,4,8,10,14-Pentamethyl-17-(5-methyl-1-methylene-hex-4-enyl)-hexadecahydrocyclopenta[a] phenanthren-3-ol,) yang memiliki waktu retensi 42,46 menit, luas area 1,49%, dan 70% peluang kesamaan dengan struktur senyawa yang ada di dalam fraksi C propolis Trigona spp. Dammara
merupakan suatu resin dari
tumbuhan, dan digunakan sebagai pernis pada kayu dan bahan pembuatan cat (Boon and Doelen, 1998).
Berdasarkan persen luas area (Tabel 8) yang mengungkapkan kelimpahan jenis senyawa yang terkandung di dalam fraksi C propolis Trigona spp asal Pandeglang, maka tampak bahwa senyawa 9,19-cyclolanost-24-en-3-ol, (3.beta.)(CAS) atau Cycloartenol, merupakan komponen dengan kelimpahan terbesar, dan dengan kemiripan sebesar 99 persen. Jenis
senyawa
Cycloartenol, serta
9,19-cyclolanost-24-en-3-ol,
(3.beta.)-(CAS)
atau
senyawa viminalol (a-amyrine; 12-Ursen-3-ol) yang
diperoleh sebagai dua dari komponen di dalam fraksi C propolis Trigona spp asal Pandeglang ini, memiliki kesamaan dengan hasil penelusuran oleh Trusheva et al. (2006), terhadap senyawa-senyawa aktif dalam propolis merah asal Brazil. Ditemukan bahwa senyawa-senyawa jenis ini melimpah di dalam propolis merah asal Brazil, dan merupakan tipe alkohol triterpenik. Senyawa-senyawa tersebut terbukti mempunyai aktivitas antibakteri, antimikotik dan anti radikal bebas. Uji aktivitas antibakteri yang dilakukan terhadap bakteri Stapylococus aureus, E. coli dan Candida albicans, diketahui bahwa senyawa-senyawa tersebut dengan konsentrasi 0,4 mg/0,1 ml etanol, menghambat secara kuat pertumbuhan ketiga jenis bakteri
tersebut.
Ditemukan pula bahwa warna merah serta khasiat
propolis Brazil ini serupa dengan warna merah propolis khas asal Kuba dan Venezuela. Dimana, sumber tumbuhan yang diidentifikasi di Kuba pada daerah sekitar sumbar propolis merah Kuba, adalah Clusia nemorosa (Clusiaceae). Sedangkan di Venesuela, lebah mengumpulkannya dari tumbuhan Clusia scrobiculafa. Banyaknya komponen senyawa yang muncul dari analisis GC-MS terhadap fraksi C propolis Trigona spp asal Pandeglang ini, menunjukkan bahwa di dalam sampel fraksi C propolis tersebut, masih terdapat banyak komponen senyawa yang terkandung. Hal ini menunjukkan bahwa dilakukan, memiliki tingkat kemurnian yang rendah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
proses fraksinasi yang
Kesimpulan Propolis Trigona spp asal Pandeglang, memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan beberapa jenis bakteri, terutama beberapa isolat bakteri patogen dalam
usus sapi. Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) terhadap
bakteri uji E. coli, Salmonella sp, Klebsiella sp, Campylobacter sp, Bacteroides sp, Lactoacillus casei dan Bifidobacterium berturut-turut adalah 0,26% 0,52%, 8,33%, 1,04%, 2,08%, 4,17%, dan 8,33%. Dosis optimum propolis Trigona spp asal Pandeglang yang diperoleh dalam uji ini adalah 1,04%. Hasil uji fitokimia, menunjukan bahwa propolis asal Pandeglang mengandung senyawa aktif tanin, flavonoid dan steroid. Fraksinasi propolis Trigona spp asal Pandeglang dengan teknik kromatografi kolom, menghasilkan 8 kelompok fraksi (kelompok fraksi A sampai H). Kelompok fraksi C memiliki aktivitas antibakteri paling besar terhadap bakteri E. coli. Berdasarkan waktu retensi, fraksi C mengandung 24 jenis senyawa. Dari analisis tersebut diketahui bahwa di dalam fraksi C terdapat senyawa yang memiliki kelimpahan tertinggi (49,91%), yang mirip dengan senyawa 9,19cyclolanost-24-en-3-ol, (3.beta.)-(CAS) atau Cycloartenol, dengan persen kemiripan sebesar 99%.
Saran Penelitian uji daya hambat propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap beberapa bakteri usus sapi potong yang dilakukan ini, merupakan uji in vitro. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk uji secara in vivo terhadap tikus sebelum diberikan kepada hewan sapi, yang meliputi formulasi bentuk sediaan propolis yang dapat mencapai usus hewan uji, serta toksisitasnya. Untuk kepentingan pemurnian komponen senyawa maka perlu dilakukan fraksinasi yang lebih lebar. Demikian pula, perlu dilakukan identifikasi jenis tumbuhan di sekitar sumber perolehan propolis ini, yang berkaitan dengan jenis senyawa aktif serta sifat dan kemampuan antibakteri yang ditimbulkan.
DAFTAR PUSTAKA Andrews JM. 2001. Determination of minimum inhibitory concentrations. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 2001. 48, suppl, S1, 5-16 Angraini AD. 2006. Potensi propolis lebah madu Trigona spp sebagai bahan anti bakteri., [skripsi]. Bogor. Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. [Anonim]. 2006a. Propolis gold minuman kesehatan dari http://cakraningrat8.com/propolis. [diakses 8 November 2007]
lebah.
[Anonim]. 11 Agustus 2006b. Growol. IPTEK dan Kesehatan. [diakses 14 Desember 2007]
[Anonim]. 2007. sahabat
Bifidobacterium
animalis,
Bakteri wanita.
http://www2.kompas.com/ver1/Kesehatan/0712/14/124327.htm. [diakses 27 Desember 2007] Bakmaz M, Kosalec I, Vladimir-Knezevic S, and Pepeljnjak S. 2002. Quantitative analysis of flavonoid in propolis samples from North Croatia. Faculty of Pharmacy and Biochemistry, University of Zagre, Croatia. Bankova VS, de Castro, SL & Marucci MC. 2000. Propolis : Recent advances in chemistry and plant origin. Apidologie 31, 3-15 Boon JJ and Van der Doelen GA. 1998. Advances in the current understanding of agen dammar and nastic varnishes on the moleculer level., In the posprint of Firnish, Material Aesthetik Geshichte, International Kolloquium, Braunschweig, 15-17 June 1998, in press Boyanova L et al. 2005. Activity of Bulgarian propolis against 94 Helicobacter pylori strains in vitro by agar-well diffusion, agar dilution and disc diffusion methods., Journal of Microbiology, 54, 481-483 Castaldo RA dan F Capasso, 2002. Propolis an old remedy used in modern medicine. Fitoterapia 73 (suppl.1):S1-S6 Copi D et al. 2007. Effects of Brazilian propolis on Leishmania amazonesis. Rio de Jeneiro, Vol 102 (2):215-220. Dantas AP, Olivieri EP, Gomes FHM, dan de Castro SL. 2006. Treatment of Trypanosoma cruzi-infected nice with propolis promotes changes in the immune response. Journal of Ethnopharmacology 103:187-193 Dwidjosaputro D. 1990. Dasar-dasar Mikrobiologi., Djambatan, Jakarta
Evans MC and Wegener HC. 2003. Antimicrobial growth promoters and Salmonella spp, Campylobacter spp in poultry and swine. Denmark, Emerging Infectious Diseases, Denmark 9:489-492 Fearnley J. 2001. Bee propolis natural healing from the hive. Souvenir Press Ltr., London. Free JB. 1982. Bees and mandkind. London. George Allen and Unwin Ghisalberti EL. Propolis a review. Bee Wld 60 (1978) 59-84 Gojmerac WL. 1983. Bee, Beekeeping, Honey and Pollination. Westport: Avi Harborne JB. 1996. Metode fitokimia penuntun cara moderen menganalisis tumbuhan., Edisi ke-2, cetakan ke-2, Terjemahan dari Phytochemical Methods. oleh Padmawinata K dan Soediro I. Bandung. Penerit ITB Haddadin. MSY. Awaisheh SS. and Robinson, RK. 2004. The production of yoghurt with probiotic bacteria isolated from infants in Jordan. Department of Nutrition and Food Technology, University of Jordan, Amman, Hashemite Kingdom of Jordan Hasan, AEZ. 2006. Potensi propolis lebah madu Trigona spp sebagai bahan antibakteri. Seminar Nasional HKI Bogor. Hidayat B. 2006. Penambahan DHA dan AA pada makanan bayi, peranan dan manfaatnya. http://www.pediatrik.com. [diakses 6 Mei 2008] Jasprica I. et al. 2007a. Evaluation of antioxidative activity of Croatian propolis samples using DPPH and ABTS stable free radical assays. Molecules Journal 2007., 12,1006-1021 Jasprica I. et al. 2007b. Investigation of the flavonoid in Croatian propolis by Thin Layer Chromathography. DOI; 10.1556/JPC.17.2004.2.3; Jawetz, E. 1986. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan jilid II. Terjemahan Bidang Litbang Kehutanan, Jakarta. Kariim RA. 2006. Propolis dan rahasia kebesaran Ilahi. Materi Seminar Temu Sehat, Sehat Alami Dengan Propolis dan Naturopati. 11 Maret 2006, Gedung Alumni IPB. Lasmayanti 2007. Potensi anti bakteri propolis lebah madu Trigona spp terhadap bakteri kariogenik (Streptococcus mutans). [skripsi]. Bogor. Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Lenny S. 2006. Senyawa terpenoida dan steroida, FMIPA USU Medan. Lestradet H. 1994. Probiotiques utilization chez panimal, Mes Chirur Dig, 23:421424 Litbang Deptan RI. 2005. Minyak kelapa murni: harapan nilai tambah yang menjanjikan. http://www.pustaka-deptan.go.id/ [diakses 6 Mei 2008] Mardiah, Widodo A, Trisningwati E, dan Purijatmiko A. 2006. Pengaruh asam lemak dan konsentrasi katalis asam terhadap kadar karakteristik dan konversi biodiesel pada transesterifikasi minyak mentah dedak padi,. Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya . Manglayang. 2006. Kenal, cegah dan tangkal . http://manglayang.blogsome.com Melia Propolis. 2006. Propolis pround members of Melia http://blog.superlean.com. [14 Mei 2006]
Nature Indonesia.
Moriyasu J, Arai S, Motoda R, dan Kurimoto M. 1994. In vitro activation of mouse macrophage y propolis extract powder. Biotherapy 8:364-365 Nuklin at al. 1979. Propolis in the Treatment of inflammatory diseases of the airways, Zh Ushn Nos Gorl Bolzen Nov-Lec:9-12 Otuki, MF et al. Antinociceptive properies of a mixture of α-amyrin and β-amyrin triterpenes: evidence fo participation of PKC and PKA pathways. J. Pharmacol. Exp. Ther. e-pub, (2004) Pelczar MJ, Reid RD & Chan ECS. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Terjemahan oleh Hadioetomo RS et al. Jakarta UI Press. Pustaka tani, 28 November 2006. Sarang Lebah Madu Mengandung Antibakteri PEMKAB Pandeglang. 2004. Banten Dalam Angka 2004/2005, Profil Daerah Kabupaten Pandeglang (Kabupaten Pandeglang-SIPID-Regional Investment Indonesia. http://www.regionalinvestment.com. [diakses 15 Januari 2008] Rohmin
AK. (2006). Propolis, penyembuh ajaib dari http://propolisdiamond.net. [diakses 12 Novemer 2007]
sarang
lebah.
Sarwono B. 2007. Lebah madu. Agro Media Pustaka. Jakarta Sarwono B. Hario BA. 2006. Penggemukan sapi potong secara cepat. PT Penebar Swadaya, Jakarta
Seiichi PT. Matsuda et al. 2004. Steric Bulk at Cycloartenol Synthase Position 481 Influences Cyclization and Deprotonation. Department of Chemistry and Department of Biochemistry and Cell Biology, Rice University, 6100 South Main Street, Houston, Texas 77005 Sihombing DTH. 1997. Ilmu ternak lebah madu., Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Singh S. 1962. Beekeeping in India. New Delhi. Indian Council of Agricultural Research Simanjuntak CH. 2005. Epidemiologi disentri. Pusat Penelitian Penyakit Menular, Rattan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan R.I. Jakarta. Soetrisno et al. 2003. Pengantar ester. http:// www.chem-is-try.org. [diakses 6 Mei 2008] Suwandi
U. 2006. Mekanisme kerja antibiotik Pusat Penelitian dan Pengembangan P.T. Kalbe Farma, Jakarta. http://www.kalbe.co.id/k erjaAntibiotik.html
Timotius KH. 1982. Mikrobiologi Dasar. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Trusheva B. Popova L. Bankova V. Simova S. Marcucci MC, Miorin PL, Pasin FR, dan Tsvetkova I. 2006. Bioactive constituents of Brazilian red propolis. eCAM 2006;3(2)249-254 Tosi B, Donini A, Romagnoli C, Bruni A. 1996. Antimicrobial activity of some comercial extract of propolis prepared with different solvents. Phytother Res 1014:335-346 Tyler HD, Ensminger ME. 2006. Dairy cattle science. fourth edition. Pearson Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jesery Columus,Ohio. Verotta L. Tato M. El Sebakhy NA. Taoima SM. 1998. Cycloartane triterpene glycosides from Astragalus sieberi., Phytochemistry-Oxford, Oxford, Elsevier Science Ltd, Aug, V.48(8) p. 1403-1409 Wikipedia. 2006a. Sistim pencernaan sapi, http://id.wikipedia.org/wiki [21 Okt, 2007] Wikipedia. 2006b. Bakteri E. Coli dan Salmonella sp. http://id.wikipedia.org/wiki [21 Okt, 2007] Wikipedia. 2007. Klebsiella. http://id.wikipedia.org/wiki/ [21 Okt, 2007]
Wikipedia. 2008a. Image Campylobacter. http://en.wikipedia.org/ [12 Pebruari 2008] Wikipedia. 2008b. Bakteroides. http://en.wikipedia.org/wiki/bakteroides [12 Pebruari 2008] Wikipedia. 2008c. Bifidobacterium. http://en.wikipedia.org/:Bifidobacterium [12 Pebruari 2008] Yaghoubi SMJ1), Gharbani GR1), Soleimanian Zad S2), Satari R2). 2006. Antimicrobial activity of Iranian propolis and its chemical composition. Departement of Animal Sciences1), Departement of Food Sciences and Technology2). College of Agriculture, Isfahan University of Technology, Isfahan, Iran., DARU vol. 15, No 1. 2007 Yoshida Y. and Aoyama Y. 1991. Cytochromes P-450 in the ergosterol biosynthesis. Taylor & Francis, London, PP-127-148
Lampira 1. Bagan Alur Penelitian. Sarang lebah Trigona spp Asal Pandeglang Maserasi dengan etanol 70% Freeze-dryer
Ekstrak Propolis (Metode Hasan, 2006)
Isolat bakteri usus sapi (patogen nonpatogen) Uji KHTM (Metode Difusi agar)
Fraksinasi (KLT, KLT preparatif dan kromatogfrafi kolom)
Uji aktivitas antibakteri fraksi-fraksi (metode difusi agar)
Identifikasi senyawa dari fraksi yang Aktivitas antibakteri terbesar (GC-MS)
dan
Lampiran 2., Peta Lokasi Pengambilan Sampel Propolis di Pandeglang
Lokasi pengambilan sampel
Lampiran 3. Hasil ekstraksi Propolis Trigona spp asal Pandeglang
A
B
C
Keterangan : Gambar A, B dan C adalah ekstrak propolis Trigona spp hasil pengeringbekuan dari 150 g sarang lebah Trigona spp asal Pandeglang, yang dibagi dalam tiga wadah. Gambar A dan C merupakan ekstrak propolis yang dimampatkan. Gambar B adalah ekstrak propolis yang diperluas permukaannya.
Lampiran 4., Pembuatan Larutan propolis dengan berbagai seri Konsentrasi.
Ekstrak propolis hasil freeze-dryng kemudian dilarutkan dalam propilen glikol dengan perbandingan 1 : 5 (b/b), sehingga diperoleh larutan propolis dengan kadar 16,67%, sebagai stock. Untuk pengenceran larutan stock menjadi konsentrasi yang lebih rendah (setengah dari konsentrasi sebelumnya, maka digunakan rumus pengenceran: %1 x V1 = %2 x V2 •
Untuk pengenceran menjadi 8,33% : 16,67 % x V1 = 8,33% x 5 ml V1 = 2,498 ml Jadi, dipipet 2,498 ml larutan stock, dan diencerkan dengan aquadest hingga volume 5 ml.
Demikian seterusnya sampai konsentrasi terrendah, 0,26%.
Lampiran 5. Pembuatan Larutan Standar Ampicilin. Rumus :
1000 xVxC=W
P Dimana ;
P = potensi pabrikan (µg / mg) V = Volume yang dibutuhkan (mL) C = Konsentrasi akhir larutan (mg /L) W = bobot antoibiotik (mg) untuk dilarutkan di dalam volume
(mL) Ampicilin yang digunakan merupakan ampicilin kaplet, dengan bobot tiap kaplet 700 mg, mengandung ampicilin 500 mg (potensi pabrikan = 714,29 µg/mg. Larutan 10 ml ampicilin 1000 ppm dibuat dengan cara : 1000 x 10 x 1 = 13,9999 mg 714,29 Serbuk ampicilin sebanyak 0,0139 gr, dilarutkan dengan aquadest sampai volume 10 ml. Untuk larutan ampicilin 100 ppm yang digunakan seagai kontrol positif dalam uji ini, diperoleh dengan mengencerkan 1 ml larutan stock ini menggunakan 9 ml aquadest, (dari rumus pengenceran : ppm1 x V1 = ppm2 x V2).
Lampiran 6. Pembuatan media PYG untuk pembiakan bakteri A. Media Cair. A.1. Media PYG untuk bakteri E. coli, Salmonella sp, Klebsiella sp, dan Bacteroides sp., Media terbuat dari campuran Pepton + Ekstrak yeast + Glukosa dengan formula standar: Peptone = 10 gram Yeast ekstrak = 10 gram
Glukosa = 20 gram Aquadest = sampai volume total 1000 ml. Maka untuk pembuatan 10 ml media dalam penelitian ini, ditimbang peptone dan yeast ekstrak masing-masing 0,1 gram, sedangkan glukosa 0,2 gram, dari perbandingan : Peptone : yeast ekstrak : glukosa : volume total 10 gr : 10 gr : 20 gr : 1000 ml = 0,1 gr : 0,1 gr : 0,2 gr : 10 ml A.2. Media PYG untuk bakteri L. Casei dan B. Bifidum : Setiap 1000 ml media mengandung : Peptone = 10 gr Ekstrak yeast = 10 gr Glukosa = 10 gr Laktosa = 5 gr Aquadest = sampai volume total 1000 ml Proses pembuatan dan total volume yang digunakan sama seperti pada A.1. B. Media Padat Untuk pembuatan media padat, bahan-bahan dan formula yang digunakan sama seperti pada pembuatan media cair (A), namun untuk media padat, ditambahkan 20 gram agar pada formula standar. Proses pembuatan dan total volume, disesuaikan dengan kebutuhan. Pada penelitian ini, total volume media padat yang dibuat adalah sebesar 500 ml. Dengan demikian, banyaknya bahan-bahan media yang digunakan adalah sebagai berikut : B.1. Untuk bakteri E. coli, Salmonella sp, Klebsiella sp, dan Bacteroides sp., Peptone = 5 gram Ekstrak yeast = 5 gram Glukosa = 10 gram Aquadest = ditambah sampai volume tepat 500 ml. B.2. Untuk bakteri L. Casei dan B. Bifidum Peptone = 5 gram Ekstrak yeast = 5 gram Glukosa = 10 gram Laktosa = 2,5 gr Aquadest = ditambah sampai volume tepat 500 Lampiran 7. Formulasi Media untuk menumbuhkan bakteri Campylobacter Formulasi media oleh Bolton dan Robertson (1982) adalah sebagai berikut : Komposisi tiap liter media (media racikan 325 gr / liter) : • Bacto protease pepton = 15 gr • Liver digest = 2,5 gr • Bacto yeast extract = 5 gr • Sodium chloride = 5 gr • Bacto agar = 12 gr Suplemen media : • Preston Campylobacter selective suplement (Oxid SR 117E)
• •
Darah kuda lysed Darah domba
= 5 – 7% = 10%
Lampiran 8., Pembuatan larutan standar McFarland (Andrews, 2001) Sebanyak 0,5 ml BaCl2 0,048M (1,17% b/v BaCl2.2H2O) ke dalam 99,5 ml H2SO4 0,18M (1% b/v), disertai pengadukan. Larutan standar dapat digunakan sampai 6 bulan sejak pembuatan, dengan penyimpanan tertutup rapat, dan terhindar dari cahaya, pada suhu kamar. Larutan harus dikocok sebelum digunakan.
Lampiran 9. Data Luas zona Bening uji aktivitas antibakteri Propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap beberapa isolat bakteri usus sapi
5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5
l
l 1%
li ko
e ta
no
i al pr o
pil e
ng
pm
e rs
0p P ro
po
li s
10 il i n
pi c
lautan uji
ko m
2%
4%
8%
7%
6% 0 ,2
0 ,5
1 ,0
2 ,0
4 ,1
% ,6 7
3%
0 8 ,3
d ia m e te r z o n a b e n in g (m m )
4,5
4.45 3.15 2.37 1.97 0.95 0 0,516 2.83 4.58 3.75 0
am
Diamet sumur = 5 mm
Grafik diameter zona bening daya hambat propolis terhadap akteri E. coli
Ratarata
16
1. Propolis Pandeglang vs E.Coli zona bening pada 24 Konsentrasi jam (mm) larutan uji 1 2 3 propolis 16,67 % 4,55 4,85 3,95 propolis 8,33% 2,45 3,65 3,35 propolis 4,17 % 2,35 3 1,75 propolis 2,08 % 2 1,45 1,5 propolis 1,04 % 1,5 0 1,35 propolis 0,52 % 0 0 0 propolis 0,26 % 0 0 1,55 Ampicilin 100 ppm 3,75 2,75 2 Propolis komersial 4,25 4,95 4,55 Propilen Glikol 4 4 3,25 etanol 1% 0 0 0
Ratarata 4.98 3.38 2,65 1,97 1,62 0,85 0,00 31 4.93 3.48 0
Grafik diameter zona hambat propolis terhadap bakteri Salmonella sp 35
D ia m e t e r z o n a b e n in g ( m m )
2. Propolis Pandeglang vs Salmonela zona bening pada 24 Konsentrasi jam (mm) larutan uji 1 2 3 propolis 16,67 % 5,35 5,45 4,15 propolis 8,33% 2,75 4,05 3,35 propolis 4,17 % 2,5 3,15 2,3 propolis 2,08 % 2,2 2,25 1,45 propolis 1,04 % 1,5 2 1,35 propolis 0,52 % 0,5 1,55 0 propolis 0,26 % 0 0 0 Ampicilin 100 ppm 30,45 32,65 29,9 Propolis komersial 6 4,3 4,5 Propilen Glikol 3,85 3,35 3,25 etanol 1% 0 0 0
30 25 20 15 10 5 0 16,67%
8,33%
4,17%
2,08%
1,04%
0,52%
0,26%
ampicilin Propolis propilen etanol 1% 100 ppm komersial
Larutan Uji
glikol
Diamet sumur = 5 mm
Lampiran 9………..
Diamet sumur = 5 mm
etanol 1%
p r o p ile n g lik o l
P r o p o lis k o m e r s ia l
Larutan Uji
a m p ic ilin
0,26%
0,52%
1,04%
2,08%
4,17%
12 10 8 6 4 2 0 8,33%
3.58 2.98 0 0 0 0 0 10.88 5.62 3.28 0
Grafik diameter zona hambat propolis terhadap aktv itas bakteri Klebsiella sp
16,67%
Ratarata
D ia m e t e r z o n a b e n in (m m )
3. Propolis Pandeglang vs Klebsiella sp zona bening pada 24 Konsentrasi jam (mm) larutan uji 1 2 3 propolis 16,67 % 3,45 3,55 3,75 propolis 8,33% 2,25 2,55 3,15 propolis 4,17 % 0 0 0 propolis 2,08 % 0 0 0 propolis 1,04 % 0 0 0 propolis 0,52 % 0 0 0 propolis 0,26 % 0 0 0 Ampicilin 100 ppm 12,95 5,55 14,05 Propolis komersial 5,85 5 6 Propilen Glikol 2,65 2,85 4,35 etanol 1% 0 0 0
Grafik diameter sona bening pengaruh propolis terhadap pertumuhan bakteri Bacteroides sp
Ratarata
30
6,15 5,28 2,94 1,35 0 0 0 28,22 15,27 4,5 0
25 d ia m e t e r z o n a b e n in g (m m )
20 15 10 5
e t an ol 1%
p ro pile n glik ol
pro po lis k o m e rs ial
p ro po lis 0 , 2 6%
am pic ilin 1 0 0 pp m
p ro po lis 0 , 5 2%
p ro po lis 1 , 0 4%
p ro po lis 2 , 0 8%
p ro po lis 4 , 1 7%
p ro po lis 8 , 3 3%
0 prop olis 1 6 , 6 7%
4. Propolis Pandeglang vs Bacteriodes zona bening pada 24 jam Konsentrasi (mm) larutan uji 1 2 3 propolis 16,67 % 6 5 7,45 propolis 8,33% 5,55 5 5,3 propolis 4,17 % 3,55 2,25 3,02 propolis 2,08 % 1,4 1,05 1,60 propolis 1,04 % 0 0 0 propolis 0,52 % 0 0 0 propolis 0,26 % 0 0 0 Ampicilin 100 ppm 34,25 32,95 17,45 Propolis komersial 15,7 15,75 14,35 Propilen Glikol 4,35 4 5,15 etanol 1% 0 0 0
Larutan uji
Diamet sumur = 5 mm
Lampiran 9………….
Diamet sumur = 5 mm
Grafik Diameter zona bening uji propolis terhadap aktivitas bakteri Campylobacter
Ratarata 15 2,83 2,83 1,33 0,33 0 0 2,83 18 0 0
20 18 d ia m e t e r z o n a b e n in g (m m )
5. Propolis Pandeglang vs Campylobacter zona bening pada 24 jam Konsentrasi (mm) larutan uji 1 2 3 propolis 16,67 % 16 15 14 propolis 8,33% 3,5 3 2 propolis 4,17 % 2 3 3,5 propolis 2,08 % 1,5 1,5 1 propolis 1,04 % 0,5 0 0,5 propolis 0,52 % 0 0 0 propolis 0,26 % 0 0 0 Propolis komersial 3 2,5 3 Ampicilin 100 ppm 18 19 17 Propilen Glikol 0 0 0 Etanol 1% 0 0 0
16 14 12 10 8 6 4 2 0 16.67%
8.33%
4.17%
2.08%
1.% 04
0,52%
0,26%
propolis
larutan
komersial ampicilin 100
larutan Uji
ppm
propilen glikol etanol 1%
6. Propolis Pandeglang vs Lactobacillus Casei
Grafik diameter zona bening daya hambat propolis terhadap pertumbuhan bakteri L. casei
Ratarata 4.017 2.032 2.1 0 0 0 0 37,15 6.05 0 0
40 35 30 25 20 15 10 5 0
d ia m e t e r z o n a h a m b a t ( m m )
Konsentrasi larutan uji propolis 16,67 % propolis 8,33% propolis 4,17 % propolis 2,08 % propolis 1,04 % propolis 0,52 % propolis 0,26 % Ampicilin 100 ppm Propolis komersial Propilen Glikol Etanol 1%
zona bening pada 24 jam (mm) 1 2 3 4,05 3,5 4,5 2,1 1,9 2,1 1,7 2,4 2,2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 36,9 38,55 36 6,25 6,2 5,75 0 0 0 0 0 0
16,67% 8,33% % 4,17%
2,08%
1,04%
0,52%
0,26%
ampicilin propolis propilen etanol 1%
larutan uji
100 ppm komersil
glikol
Diamet sumur = 5 mm
Lampiran 9…..
Diamet sumur = 5 mm
Grafik Diameter zona bening propolis terhadap aktivitas bakteri Bifidum
Ratarata diameter zona bening (mm)
25 20 15 10 5
%
ko l
l1 no
et a
ia l
g li
en
p il pro
pm
lis
ko
me rs
6%
0p 10 in
icil
p ro
mp na
ut a la r
larutan Uji
po
2% lis
p ro
po
lis po p ro
0, 2
0, 5
4%
8% p ro
po
lis
1, 0
2, 0 lis
po p ro
p ro
po
lis
4, 1
7%
3% 8, 3
lis po
p ro
l is
16
, 67
%
0
po
6,75 1,73 0 0 0 0 0 27,07 3,33 0 0
30
pro
7. Propolis Pandeglang vs Bifidum zona bening pada 24 Konsentrasi jam (mm) larutan uji 1 2 3 propolis 16,67 % 8,45 6,55 5,25 propolis 8,33% 1,45 1,20 2,55 propolis 4,17 % 0 0 0 propolis 2,08 % 0 0 0 propolis 1,04 % 0 0 0 propolis 0,52 % 0 0 0 propolis 0,26 % 0 0 0 Ampicilin 100 ppm 30,05 28,35 22,80 Propolis komersial 3,20 3,05 3,75 Propilen Glikol 0 0 0 Etanol 1% 0 0 0
Lampiran 10., Hasil Analisis Zona Hambat Propolis Trigona spp asal Pandeglang Menggunakan Faktor Tunggal dengan program SPSS 15. a.
Bakteri E. coli Descriptives
Zona Hambat (mm) N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound
Minm
Max
16,67%
3
4.4500
.45826
.26458
3.3116
5.5884
3.95
4.85
8,33%
3
3.1500
.62450
.36056
1.5987
4.7013
2.45
3.65
4,17%
3
2.3667
.62517
.36094
.8137
3.9197
1.75
3.00
2,08%
3
1.9667
.50083
.28916
.7225
3.2108
1.45
2.45
1,04%
3
.9500
.82614
.47697
-1.1022
3.0022
.00
1.50
0,52%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
0,26%
3
.5167
.89489
.51667
-1.7064
2.7397
.00
1.55
ampicilin 100 ppm
3
2.8333
.87797
.50690
.6523
5.0143
2.00
3.75
Propolis komersial
3
4.5833
.35119
.20276
3.7109
5.4557
4.25
4.95
propilen glikol
3
3.7500
.43301
.25000
2.6743
4.8257
3.25
4.00
etanol 1% Total
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
33
2.2333
1.70842
.29740
1.6276
2.8391
.00
4.95
ANOVA Zona Hambat (mm)
Sum of Squares Between Groups
Mean Square
F
10
8.579
7.613
22
.346
93.398
32
Within Groups Total
df
85.785
Sig.
24.789
.000
Zona Hambat (mm) Tukey HSD Konsentrasi Propolis (%)
N
Subset for alpha = .05 1
2
3
4
5
6
7
0,52%
3
.0000
etanol 1%
3
.0000
0,26%
3
.5167
.5167
1,04%
3
.9500
.9500
.9500
2,08%
3
1.9667
1.9667
1.9667
4,17%
3
2.3667
2.3667
2.3667
ampicilin 100 ppm
3
2.8333
2.8333
2.8333
8,33%
3
3.1500
3.1500
3.1500
3.1500
propilen glikol
3
3.7500
3.7500
3.7500
16,67%
3
4.4500
4.4500
Propolis komersial
3
Sig.
4.5833 .664
.150
.170
.374
.193
.077
.160
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 10 … b. Bakteri Salmonella sp Descriptives Zona Hambat (mm) N
Mean
Std. Deviatio n
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound
Min
Max
16,67%
3
4.9833
.72342
.41767
3.1863
6.7804
4.15
5.45
8,33%
3
3.3833
.65064
.37565
1.7671
4.9996
2.75
4.05
4,17%
3
2.6500
.44441
.25658
1.5460
3.7540
2.30
3.15
2,08%
3
1.9667
.44814
.25874
.8534
3.0799
1.45
2.25
1,04%
3
1.6167
.34034
.19650
.7712
2.4621
1.35
2.00
0,52%
3
.6833
.79110
.45674
-1.2819
2.6485
.00
1.55
0,26%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
ampicilin 100 ppm
3
31.0000
1.45516
.84014
27.3852
34.6148
29.90
32.65
Propolis komersial
3
4.9333
.92916
.53645
2.6252
7.2415
4.30
6.00
propilen glikol
3
3.4833
.32146
.18559
2.6848
4.2819
3.25
3.85
etanol 1% Total
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
33
4.9727
8.54672
1.48779
1.9422
8.0033
.00
32.65
ANOVA Zona Hambat (mm) Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups Within Groups Total
2327.144
10
232.714
10.342
22
.470
2337.485
32
495.057
.000
Zona Hambat (mm) Tukey HSD Subset for alpha = .05 Konsentrasi Propolis (%)
N
1
2
3
4
5
0,26%
3
.0000
etanol 1%
3
.0000
0,52%
3
.6833
.6833
1,04%
3
1.6167
1.6167
1.6167
2,08%
3
1.9667
1.9667
1.9667
4,17%
3
2.6500
2.6500
8,33%
3
3.3833
3.3833
propilen glikol
3
3.4833
3.4833
Propolis komersial
3
4.9333
16,67%
3
4.9833
ampicilin 100 ppm
3
31.0000
Sig.
.057
.057
.082
.200
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 10 ….. C. Klebsiella sp Descriptives Zona Hambat (mm) N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound
Minimu m
Maximum
Upper Bound
16,67%
3
3.5833
.15275
.08819
3.2039
3.9628
3.45
3.75
8,33%
3
2.9833
.37859
.21858
2.0429
3.9238
2.55
3.25
4,17%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
2,08%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
1,04%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
0,52%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
0,26%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
ampicilin
3
10.8833
4.65761
2.68907
-.6868
22.4535
5.55
14.15
Propolis komersial
3
5.6167
.53929
.31136
4.2770
6.9563
5.00
6.00
propilen glikol
3
3.2833
.92916
.53645
.9752
5.5915
2.65
4.35
etanol 1%
3 3 3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
2.3955
3.55410
.61869
1.1352
3.6557
.00
14.15
Total
ANOVA Zona Hambat (mm) Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
358.183
df 10
Mean Square 35.818
46.028
22
2.092
404.212
32
F 17.120
Sig. .000
Zona Hambat (mm) Tukey HSD Subset for alpha = .05 Konsentrasi Propolis (%) 4,17%
N 3
1 .0000
2
3
2,08%
3
.0000
1,04%
3
.0000
0,52%
3
.0000
0,26%
3
.0000
etanol 1%
3
.0000
8,33%
3
2.9833
2.9833
propilen glikol
3
3.2833
3.2833
16,67%
3
3.5833
3.5833
Propolis komersial
3
ampicilin
3
5.6167 10.8833
Sig.
.146 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
.509
1.000
Lampiran 10 … d. Campylobacter sp Descriptives zona bening (mm) N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound
Minimum
Maximum
16.67%
3
15.0000
1.00000
.57735
12.5159
17.4841
14.00
16.00
8.33%
3
2.8333
.76376
.44096
.9360
4.7306
2.00
3.50
4.17%
3
2.8333
.76376
.44096
.9360
4.7306
2.00
3.50
2.08%
3
1.3333
.28868
.16667
.6162
2.0504
1.00
1.50
1.%04
3
.3333
.28868
.16667
-.3838
1.0504
.00
.50
0,52%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
0,26%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
propolis komersial
3
2.8333
.28868
.16667
2.1162
3.5504
2.50
3.00
larutan ampicilin 100 ppm
3
18.0000
1.00000
.57735
15.5159
20.4841
17.00
19.00
propilen glikol
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
etanol 1%
3 3 3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
3.9242
6.18355
1.07642
1.7317
6.1168
.00
19.00
Total
ANOVA zona bening Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
1216.727
10
121.673
6.833
22
.311
1223.561
32
zona bening
F 391.727
Sig. .000
Tukey HSD Konsentrasi
N
Subset for alpha = .05 1
2
3
0,52%
3
.0000
0,26%
3
.0000
propilen glikol
3
.0000
etanol 1%
3
.0000
1.%04
3
.3333
2.08%
3
1.3333
8.33%
3
2.8333
4.17%
3
2.8333
propolis komersial
3
2.8333
16.67%
3
larutan ampicilin 100 ppm
3
4
1.3333
15.0000 18.0000
Sig.
.176
.088
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 10 ….. e. Bacteroides sp Descriptives diameter zona bening N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound
Minimum
Maximum
propolis 16,67%
3
6.1500
1.23187
.71122
3.0899
9.2101
5.00
7.45
propolis 8,33%
3
5.2833
.27538
.15899
4.5993
5.9674
5.00
5.55
propolis 4,17%
3
2.9400
.65368
.37740
1.3162
4.5638
2.25
3.55
propolis 2,08%
3
1.3500
.27839
.16073
.6584
2.0416
1.05
1.60
propolis 1,04%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
propolis 0,52%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
propolis 0,26%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.00
.00
3
28.2167
9.34684
5.39640
.0000 51.435 5 17.239 7 5.9644
17.45
34.25
14.35
15.75
4.00
5.15
ampicilin 100 ppm propolis komersial
4.9978
3
15.2667
.79425
.45856
propilen glikol
3
4.5000
.58949
.34034
13.293 6 3.0356
etanol 1%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
33
5.7915
8.75199
1.52353
2.6882
8.8948
.00
34.25
Total
ANOVA diameter zona bening
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 2270.236
df 10
Mean Square 227.024
180.880
22
8.222
2451.116
32
diameter zona bening Tukey HSD larutan uji
N
Subset for alpha = .05
F 27.612
Sig. .000
propolis 1,04%
3
1 .0000
propolis 0,52%
3
.0000
propolis 0,26%
3
.0000
etanol 1%
3
.0000
propolis 2,08%
3
1.3500
propolis 4,17%
3
2.9400
propilen glikol
3
4.5000
propolis 8,33%
3
5.2833
propolis 16,67%
3
6.1500
propolis komersial
3
ampicilin 100 ppm
3
2
3
15.2667 28.2167
Sig.
.293
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 10 …….
f. Lactobacillus casei Descriptives zona bening N
Mean
Std. Deviation
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound
Std. Error
Minimum
Maximum
16,67%
3
4.0167
.50083
.28916
2.7725
5.2608
3.50
4.50
8,33%%
3
2.0333
.11547
.06667
1.7465
2.3202
1.90
2.10
4,17%
3
2.1000
.36056
.20817
1.2043
2.9957
1.70
2.40
2,08%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
1,04%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
0,52%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
0,26%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
ampicilin 100 ppm
3
37.1500
1.29325
.74666
33.9374
40.3626
36.00
38.55
propolis komersil
3
6.0500
.30414
.17559
5.2945
6.8055
5.70
6.25
propilen glikol
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
etanol 1% Total
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
33
4.6682
10.62043
1.84878
.9023
8.4340
.00
38.55
ANOVA zona bening
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 3605.076
df 10
Mean Square 360.508
4.318
22
.196
3609.394
32
F 1836.627
Sig. .000
zona bening Tukey HSD Subset for alpha = .05 konsentrasi 2,08%
N 3
1 .0000
2
3
4
5
1,04%
3
.0000
0,52%
3
.0000
0,26%
3
.0000
propilen glikol
3
.0000
etanol 1%
3
.0000
8,33%%
3
2.0333
4,17%
3
2.1000
16,67%
3
propolis komersil
3
ampicilin 100 ppm
3
4.0167 6.0500 37.1500
Sig.
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 10 …..
g. Bifidobacterium sp Descriptives diameter zona bening N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Upper Lower Bound Bound
Minimum
Maximum
propolis 16,67%
3
6.7500
1.60935
.92916
2.7522
10.7478
5.25
8.45
propolis 8,33%
3
1.7333
.71822
.41466
-.0508
3.5175
1.20
2.55
propolis 4,17%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
propolis 2,08%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
propolis 1,04%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
propolis 0,52%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
propolis 0,26%
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
larutan ampicilin 100 ppm
3
27.0667
3.79155
2.18905
17.6479
36.4854
22.80
30.05
propolis komersial
3
3.3333
.36856
.21279
2.4178
4.2489
3.05
3.75
propilen glikol
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
etanol 1%
3 3 3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
3.5348
7.90519
1.37612
.7318
6.3379
.00
30.05
Total
ANOVA diameter zona bening
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1964.507
df 10
Mean Square 196.451
35.235
22
1.602
1999.742
32
F 122.660
diameter zona bening Tukey HSD larutan uji
N
Subset for alpha = .05
propolis 4,17%
3
1 .0000
propolis 2,08%
3
.0000
propolis 1,04%
3
.0000
2
3
Sig. .000
propolis 0,52%
3
.0000
propolis 0,26%
3
.0000
propilen glikol
3
.0000
etanol 1%
3
.0000
propolis 8,33%
3
1.7333
propolis komersial
3
3.3333
propolis 16,67%
3
larutan ampicilin 100 ppm
3
Sig.
3.3333 6.7500 27.0667
.101
.086
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 11, Foto zona bening Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Propolis Trigona spp Asal Pandeglang. Propolis Pandeglang dengan L.casei
_____________________________ Propolis Pandeglang dengan Bifidobacterium
_____________________________ Propolis Pandeglang dengan Salmonella sp.
Propolis Pandeglang dengan E. Coli
Propolis Pandeglang dengan Clebsella sp. Propolis Pandeglang dengan Bacteroides
_________________________________ _ Propolis Pandeglang dengan Campylobacter sp
Propolis 16,67%
propolis 8,33%
Propolis 4,17%
Propolis 1,04 %
propolis 2,08%
4,17% 2,08%
16,7%
1,04% Gold
8,3% Amp 100
kolektif
Lampiran 12, Foto Hasil Uji Fitokimia Uji Tanin
Uji Tanin
Ekstrak Propolis
Uji Alkaloid Pembanding (air daun papaya)
Lampiran 13. Foto Hasil Penentuan Eluen Menggunakan Plat KLT
Lampiran 14. Foto Pemisahan Fraksi pada Plat KLT Preparatif.
Lampiran 15. Pengelompokkan fraksi hasil kromatografi kolom. Kelompok
Nomor Fraksi
A B C D E F G
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12 11, 13, 14, 15, 16, 17, 19 18, 20, 21, 22, 23, 24 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 60 59, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80
Lampiran 16. Kadar Fraksi Hasil Kromatografi Kolom Berat gelas awal
Berat gelas akhir
Berat fraksi
% fraksi (dari 2,5 gr sampel)
A = 30,2961
30,3536
0,0575
23000 ppm = 2,3%
B = 30,8156
31,3739
0,5583
223320 ppm = 22,332%
C = 30,0708
30,2347
0,1639
65560 ppm = 6,5560%
D = 30,0745
30,2922
0,2177
87080 ppm = 8,7080%
E = 30,8460
30,9318
0,0858
34320 ppm = 3,4320%
F = 30,4190
30,51
0,091
36400 ppm = 3,6400%
G = 19,7891
19,8193
0,0302
12080 ppm = 1,2080%
H*) = 15,2573
16,5529
1,2956
518240 ppm = 51,8240%
Keterangan : *) : Bagian propolis yang tidak larut dalam eluen.
Lampiran 17., Foto Uji Antibakteri Fraksi-fraksi terhadap bakteri E.coli
Lampiran 18. Analisis data zona hambat fraksi-fraksi propolis terhadap bakteri E. coli, menggunakan ANOVA faktor tunggal dengan bantuan program SPSS 15 Descriptives
luas zona bening N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound
Min
Max
Fraksi A
6
4.1567
1.17510
.47973
2.9235
5.3899
3.00
5.95
Fraksi B
6
3.7917
.93724
.38263
2.8081
4.7752
2.65
5.25
Fraksi C
6
4.4417
1.50347
.61379
2.8639
6.0195
2.65
6.00
Fraksi D
6
3.9667
.83706
.34173
3.0882
4.8451
2.55
5.15
Fraksi E
6
3.6333
.56362
.23010
3.0419
4.2248
2.85
4.25
Fraksi F
6
3.1583
1.19265
.48690
1.9067
4.4099
2.25
5.25
Fraksi G
6
3.4167
.91360
.37298
2.4579
4.3754
1.75
4.45
Fraksi tak larut
6
3.5667
.53821
.21972
3.0019
4.1315
2.75
4.35
Propilen Glikol + aquadest ( 1 : 2 )
6
2.6500
.44272
.18074
2.1854
3.1146
2.25
3.45
Larutan ampicilin 100 ppm 11.00
6 6
5.1583 4.1833
.98814 .79917
.40341 .32626
4.1213 3.3447
6.1953 5.0220
3.25 3.45
6.00 5.65
66
3.8294
1.08525
.13359
3.5626
4.0962
1.75
6.00
Total
ANOVA luas zona bening Sum of Squares 27.076
Df 10
Mean Square 2.708
Within Groups
49.479
55
.900
Total
76.556
65
Between Groups
F 3.010
luas zona bening Tukey HSD Fraksi senyawa dan kontrol
Subset for alpha = .05
N
1 Propilen Glikol + aquadest ( 1 : 2 )
2
6
2.6500
Fraksi F
6
3.1583
Fraksi G
6
3.4167
3.4167
Fraksi tak larut
6
3.5667
3.5667
Fraksi E
6
3.6333
3.6333
Fraksi B
6
3.7917
3.7917
Fraksi D
6
3.9667
3.9667
Fraksi A
6
4.1567
4.1567
11.00
6
4.1833
4.1833
Fraksi C
6
4.4417
4.4417
Larutan ampicilin 100 ppm
6
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
5.1583 .062
.078
Sig. .004