PENGARUH Ph – URIN TERHADAP PEMBENTUKAN ENKRUSTASI PADA PEMAKAIAN KATETER URETRA MENETAP (INDWELLING URETHRAL CATHETER)
Peneliti ZEPRI SITORUS
DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..i DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..iii DAFTAR TABEL………………………………………………………………………...v DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………….vi DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………….vii ABSTRACT…………………………………………………………………………….viii ABSTRAK………………………………………………………………………………..ix BAB
I
PENDAHULUAN………………………………………………………1 1.1. Latar Belakang…………………………………………………….1 1.2. Perumusan Masalah……………………………………………….2
BAB
II
TUJUAN, HIPOTESA, DAN MANFAAT PENELITIAN....................3 2.1. Tujuan Penelitian..............................................................................3 2.2. Hipotesa............................................................................................3 2.3. Manfaat Penlitian..............................................................................3
BAB
III
TINJAUAN KEPUSTAKAAN..............................................................4
BAB
IV
METODE PENELITIAN.....................................................................11 4.1. Rancangan Penelitian.....................................................................11 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................11 4.3. Objek Penelitian.............................................................................11 4.3.1. Kriteria Inklusi.....................................................................11 4.3.2. Kriteria Ekslusi....................................................................11 4.4. Pelaksanaan Penelitian.................................................................12
iii
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
4.5. Variabel Yang Diteliti...................................................................13 4.6. Defenisi Operasional.....................................................................13 4.7. Analisa Data……………………………………………………..13 BAB
V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................14
BAB
VI
KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................20
iv
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1. Hubungan pH-Urin dengan Berat Enkrustasi…………………………17
vi
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pemakaian kateter uretra sangat diperlukan pada penderita dengan inkontinensia
urin atau retensi urin. Di SMF Bedah RSU Pusat H. Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan cukup banyak penderita retensi urin yang memerlukan kateter menetap sebagai tindakan sementara sebelum dilakukan tindakan definitive, terutama penderita “Benign Prostate Hyperplasia” (BPH) dengan retensi urin. Dalam mempersiapkan tindakan operasi definitive mereka menunggu cukup lama yaitu antara 2 sampai 4 minggu. Di samping itu banyak penderita – penderita dengan penyakit kronis atau debilitas yang memerlukan kateter uretral menetap yang menahun. Di sisi lain terdapat beberapa masalah yang berkaitan dengan pemakaian kateter uretra menetap (indwelling urethral catheter). Salah satunya adalah terbentuknya enkrustasi pada permukaan kateter yang dapat menyebabkan tersumbatnya kateter sehingga urine merembes diantara kateter dan mukosa uretra, terasa nyeri serta rasa tak nyaman bagi penderita (Hukins DWL, 2005; Stickler DJ, 2004; Weber R. 2004). Pemakaian kateter juga dapat menyebabkan infeksi saluran kemih (Weber R, 2004). Organisme penyebab bakteri aerob, seperti Proteus mirabilis dan Klebsiella pneumonae (Madigan E et al, 2003; Stickler DJ, 2004 ). Bakteri tersebut merupakan pemecah urea (urea splitter), sehingga dapat menyebabkan alkalinisasi urin. Akibat meningkatnya pH–urin tersebut terjadi supersaturasi dengan Ammonium Magnesium Fosfat (Struvite) dan Kalsium Fosfat (CaP) (Stickler DJ, 2004). Garam tersebut
1
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
cenderung mengendap pada kateter dan lumennya yang dapat menyebabkan iritasi dan kateter tersumbat. Sehubungan dengan permasalahan di atas peneliti ingin mengetahui sejauh mana pengaruh pH–urin terhadap pembentukan enkrustasi pada pemakaian kateter uretra menetap.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang ingin kami jawab melalui penelitian ini adalah : Apakah ada pengaruh pH–urin terhadap pembentukan enkrustasi pada kateter.
2
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
BAB II TUJUAN, HIPOTESA DAN MANFAAT PENELITIAN 2.1 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengkaji pembentukan enkrustasi yang terjadi pada pemakaian kateter uretra menetap. Tujuan Khusus a. Mengetahui keadaan pH–urin pada pemasangan kateter uretra menetap. b. Mengetahui banyaknya kejadian pembentukan enkrustasi pada pemakaian kateter uretra menetap. c. Mengetahui pengaruh pH–urin terhadap pembentukan enkrustasi pada kateter uretra menetap. 2.2.
Hipotesa Semakin tinggi pH-urin semakin mudah terjadi pembentukan enkrustasi pada kateter. 2.3
Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan akan diperoleh data tentang pengaruh perubahan
pH–urin terhadap pembentukan enkrustasi pada pemakaian kateter uretra menetap.
3
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
BAB III TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pemakaian kateter uretra menetap sering dilakukan dalam menangani tindakan sementara penderita retensi urin karena BPH. Enkrustasi merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada pemakaian kateter uretra menetap dan sistem drainase urin lainnya (Hukins DWL, 2005; Madigan E. et al, 2003; Stickler DJ, 2004; Weber R, 2004). Akibat
dari
enkrustasi
tersebut,
terjadi
penyumbatan
kateter
sehingga
menimbulkan rasa nyeri dan tidak nyaman karena retensi urin dan bocornya urin lewat sela kateter. Terdapat 4 faktor penyebab disfungsi kateter yaitu kateter, penderita, bakteriuria dan perawatan yang tidak baik. Permukaan kateter yang kasar karena pengendapan enkrustasi tersebut menimbulkan rasa nyeri dan trauma terhadap uretra pada saat kateter dilepas. Pemakaian kateter juga meningkatkan resiko infeksi dan timbulnya enkrustasi akan melindungi bakteri terhadap pemberian antibiotika sehingga terjadi infeksi yang persisten (Hukins DWL, 2005).
Sejarah Penemuan Enkrustasi pada Kateter Terbentuknya enkrustasi dan batu pada benda asing yang ditempatkan pada buli – buli diperkenalkan dan dibuktikan kebenarannya pada tahun 1790 oleh Austin. Hellstrom (1938) membuktikan perbedaan antara batu saluran kencing yang berbentuk karena metabolik steril dan batu yang terbentuk karena infeksi. Pada tahun 1950 Vermeulen dan kawan – kawan memperlihatkan bahwa komposisi enkrustasi pada berbagai macam benda asing dalam buli – buli adalah struvite. Pada abad ke 19, Ulex seorang ahli geologi dari Swedia menemukan mineral Mg NH4 PO4.6H2O pada kotoran kelelawar, kemudian
4
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
mineral tersebut diberi nama “Struvite” untuk memberi hadiah mentornya yang bernama Baron H.C.G. von Struve seorang diplomat dan naturalis Rusia (Hukins DWL, 2005). Hubungan antara batu struvite dan urin yang terinfeksi dengan bakteri pemecah urea dijelaskan oleh Griffith dkk pada tahun 1976. Hedelin dkk (1984) dan Griffith dkk (1988) mencoba melakukan pencegahan terbentuknya enkrustasi dengan cara menghilangkan atau mengeradikasi infeksi atau mengubah kompoisi mineral dalam urin atau pH–urin tetapi tidak berhasil.
Komposisi Enkrustasi Bahan enkrustasi diperiksa dengan X–ray difraksi dan dengan analisa kimia menunjukkan komponen terbanyak adalah Ammonium Magnesium Fosfat (Struvite) dan Kalsium Fosfat (CaP). Sebenarnya komposisi dari struvite adalah magnesium ammonium fosfat (Mg NH4 PO4.6H2O) dan carbonate apatit (Ca10(PO4)6.CO3), yang sering disebut dengan tripel fosfat. Kalsium Oksalat juga merupakan komponen penting yang ditemukan pada analisa enkrustasi tersebut. Komposisi ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan Hedelin dkk dan Cox dkk. Terdapat hubungan yang bermakna antara frekwensi sumbatnya kateter dengan kadar Kalsium Fosfat pada enkrustasi. Kalsium Fosfat berupa serbuk yang lebih mudah menyumbat lumen kateter daripada kristal yang lebih besar
Lokasi Enkrustasi Enkrustasi terbentuk di permukaan kateter dan balon yasng terlindung oleh urine dan tidak ditemukan pada permukaan yang berhubungan langsung dengan mukosa buli – buli atau uretra (Hukins DWL, 2005). Lapisan mucinous mukosa buli – buli mungkin
5
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
merupakan mekanisme pertahanan untuk mencegah melekatnya endapan (Kunin, 1987). Lapisan ini mencegah melekat dan invasinya bakteri ke dinding buli – buli.
Peranan Mikroorganisme Pemecah Urea Mikroorganisme Proteus, Klebsiella dan Pseudomonas menghasilkan urease yang memecah urea menjadi ammonia dan CO2. Kuman tersebut disebut pemecah urea (urea splitter). Infeksi dengan mikroorganisme pemecah urea mengakibatkan urin menjadi alkalis, sehingga merupakan kondisi yang ideal untuk pengendapan struvite. Proteus mirabilis dan Klebsiella pneumoniae yang seringkali sebagai penyebab terbentuknya batu dan tersumbatnya kateter karena enkrustasi. Pada percobaan in vitro (Cox dkk, 1989) dengan menggunakan urin artifisial yang ditambah urease, mula – mula terbentuk enkrustasi Kalsium Fosfat, kemudian diikuti struvite pada peningkatan pH–urin di atas 7,2 (Hukins DWL, 2005). Pemeriksaan enkrustasi kateter dengan “Scanning Electro Micrographs” menunjukkan adanya mikro organisme yang mendasari pengendapan mineral (Cox dkk, 1989). Norberg dkk (1980) berpendapat bahwa pH–urin dalam kateter yang tersumbat lebih tinggi daripada kateter yang baru dipasang. Hal inilah yang mendasari pendapat bahwa urease diproduksi oleh mikroorganisme di permukaan kateter. Organisme pemecah urea tidak selalu dapat dideteksi pada urin penderita dengan kateter yang tersumbat (Weber R, 2004).
Karakteristik Penderita Kunin dkk (1987) membagi penderita dalam kelompok berdasarkan kerentanan terbentuknya enkrustasi, yaitu kelompok “blockers” dan “non blockers”. Kelompok
6
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
“blockers” adalah kelompok yang mudah terjadi enkrustasi pada kateternya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Kelompok ini mengeluarkan urin yang lebih alkalis daripada kelompok “non blockers”. Variasi komposisi urin, seperti perbedahaan kadar Kalsium dan Magnesium juga dapat menjelaskan adanya perbedaan tersebut. Getliffe dkk (1991) melakukan penelitian pada 81 penderita dengan kateter uretra ternyata frekwensi sumbatnya kateter tidak ada hubungannya dengan usia, jenis kelamin, riwayat penyakit atau mobilitas penderita. Terdapat beberapa macam bahan yang dapat menghambat kristalisasi urin (pembentukan enkrustasi). Dibedakan dalam 2 kelompok yaitu pertama bahan dengan berat molekul rendah seperti pyrofosfat, sitrat, magnesium dan yang kedua kelompok makromolekul terdiri dari glikosaminoglikan, uromukoid, poliribonukleotida dan lain – lain. Kohri dkk (1989) berpendapat bahwa kedua kelompok tersebut berperanan dalam patogenesa terbentuknya batu Kalsium pada saluran kemih atas, tetapi keterlibatannya pada pembentukan enkrustasi kateter tidak diketahui dengan jelas. Bahan Kateter Kateter yang terbuat dari 100% silikon atau lateks yang dilapisi dengan silikon–elastomer sering digunakan pada pemakaian kateter jangka lama karena kurang menimbulkan inflamasi uretra daripada bahan yang lainnya (Hukins DWL, 2005). Lapisan ini membentuk jala elastik dengan berat molekul tinggi di permukaan yang mencegah toksisitas terhadap mukosa uretra dan buli – buli. Sekarang diperkenalkan kateter dengan “hydrogel” yaitu kateter lateks dilapisi polimer hidrofilik dengan mudah dapat menyerap cairan, kurang menyebabkan iritasi pada urotelium karena permukaannya lebih halus dibanding silikon. Permukaan kateter “hydrogel” lebih tahan terhadap kolonisasi bakteri.
7
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
Pada penelitian in vitro oleh Cox dkk (1988) menunjukkan bahwa kateter lateks berlapis “hydrogel”, ketahanan terhadap pembentukan enkrustasi sama baiknya dengan kateter silikon (Madigan E et al, 2003). Enkrustasi terjadi pada semua tipe kateter (Hukins DWL, 1983; Cox, 1988) dan masih diperdebatkan bahwa kerentanan terhadap enkrustasi lebih dipengaruhi oleh masing – masing individu daripada bahan kateter yang dipakai. Penggunaan kateter yang lebih mahal tidak jarang terjadi pemnyumbatan, oleh karena itu perlu pemilihan yang tepat untuk setiap individu. Sifat fisikokimia permukaan polimer merupakan faktor penting dalam menentukan ketahanan terhadap enkrustasi (Weber R, 2004). Liedberg (1990) dalam penelitiannya didapatkan bahwa kateter yang dilapisi perak dapat mencegah atau menurunkan insiden infeksi saluran kencing (Hukins DWL,2005; Madigan E et al, 2003; Tew L et al, 2005). Ukuran Kateter Kateter yang besar (>20F) sering menimbulkan kebocoran urin lewat sela kateter atau kateternya sumbat. Kateter dan balon yang besar akan meningkatkan iritabilitas buli – buli, sehingga menyebabkan spasme buli – buli dan urin merembes lewat sela – sela kateter, terjadi penyumbatan kelenjar uretra, selanjutnya terjadi akumulasi debris sehingga mudah terjadi infeksi. Pada pemakaian kateter uretra yang lama dianjurkan memakai ukuran yang lebih kecil dengan balon diisi 5 sampai 10 ml (Cravens D et al, 2004). Penggunaan Antibiotika dan Antiseptik Pemberian antibiotika tidak dapat mencegah terjadinya infeksi pada pemakaian kateter jangka lama (Kunin, 1987). Terapi antibiotika sistemik hanya efektif menghilangkan infeksi sesaat, selanjutnya akan timbul bakteriuria lagi yang resisten
8
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
terhadap antibiotika (Dudley et al, 1981). Demikian juga irigasi buli – buli dengan larutan antibiotika atau antiseptik akan muncul kuman yang resisten (Cravens D et al, 2004). Manfaat penggunaan klorheksidin pada irigasi buli – buli juga masih diperdebatkan. Penggantian kateter tidak dapat mengontrol masalah enkrustasi, juga masih tetap ditemukan bakteri pada buli – buli dan uretra (Madigan E et al, 2003). pH–Urin dan Osmolalitas Penderita dengan memakai kateter uretra dianjurkan untuk minum air yang banyak sehingga terjadi peningkatan produksi urin dan akan mencegah terjadinya pengendapan (Tew L et al, 2005). Sulit untuk mempertahankan diuresis yang tinggi dan osmolalitas urin yang rendah dalam waktu yang lama dengan peningkatan pemasukan cairan (minum air yang banyak). Lagipula konsentrasi larutan urin tidak berhubungan dengan derajat enkrustasi, walaupun diuresis membantu mengeluarkan mikroorganisme dalam buli – buli. pH–urin di samping tergantung pada kebiasaan makanan juga tergantung pada keseimbangan metabolik setiap individu, penyakit serta dapat dipengaruhi oleh obat – obatan. pH dari urin yang baru dikeluarkan dari buli – buli pada orang yang sehat berkisar antara 4,5 – 8 (biasanya antara 5 – 6). Pencegahan pengendapan struvite dengan mempertahankan pH–urin rendah adalah sulit, terutama dengan adanya produksi urease. pH–urin dipertahankan oleh infeksi mikroorganisme pemecah urea dan pengendapan Fosfat pada kateter juga tergantung pada pH–urin (Hukins DWL, 2005). Enkrustasi lebih banyak mengandung Kalsium Fosfat bila pH–urin lebih dari 6,8; sedangkan pH–urin lebih besar dari 7,0 lebih banyak mengandung Ammonium Magnesium Fosfat. Pembentukan enkrustasi mencapai maksimum pada pH–urin antara 7,5 – 8,0. Kemudian
9
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
turun lagi pada pH–urin lebih dari 8,0. Biasanya terjadinya enkrustasi rendah bila pH– urin di bawah 6,8 (Hukins DWL, 2005). Penatalaksanaan/Pengelolaan Kateter Tingkat pertama untuk mencegah enkrustasi kateter adalah mencegah terjadinya infeksi, tetapi dalam prakteknya tidak mungkin selama penderita masih memakai kateter. Penatalaksanaan enkrustasi bervariasi tetapi sebagian besar tergantung pada penggunaan larutan penghanyut dalam buli – buli. Irigasi kateter dengan menggunakan larutan asam seperti asam sitrat (suby G) dapat melarutkan enkrustasi cukup baik, dan sekarang digunakan secara luas (Madigan E et al, 2003; Mayes J et al, 2004; Promfred I et al, 2004). Asam asetohidroksamik yang diberikan per oral dapat menghambat tumbuhnya mikroorganisme “urea splitter” sehingga mencegah alkalinisasi urin (Hukins DWL, 2005). Tetapi larutan asam dapat menghilangkan lapisan mukus di permukaan buli – buli dan pengelupasan sel mukosa buli – buli meningkat, sehingga mudah terjadi infeksi berulang (Madigan E et al, 2003). Oleh karena itu indikasi dan metode irigasi buli – buli memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai keuntungan dan kerugiannya.
10
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1
Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat observasional longitudinal.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian RSUP Haji Adam Malik, RSU Dr Pirngadi Medan, dan rumah sakit jejaring FKUSU sejak Januari – Juni 2007. 4.3 Objek Penelitian Semua penderita retensi urin yang disebabkan oleh BPH atau Karsinoma Prostat yang datang ke Sub Bagian Urologi RSUP. H. Adam Malik,RSUD Dr. Pirngadi Medan, dan rumah sakit jejaring FK-USU lainnya dengan usia lebih dari 50 tahun. 4.3.1 Kriteria Inklusi Penderita laki-laki berusia lebih 50 tahun yang mengalami Retensi urin yang disebabkan oleh BPH atau Karsinoma Prostat. 4.3.2 Kriteria Ekslusi a. Penderita retensi urin karena bukan BPH atau Karsinoma Prostat. b. Penderita retensi urin karena BPH atau Karsinoma Prostat disertai batu pada saluran kemih. c. Penderita menolak ikut dalam penelitian.
11
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
4.4
Pelaksanaan Penelitian
Cara Pengambilan Data Pemasangan kateter dilakukan secara aseptik yaitu operator memakai sarung tangan steril. Daerah genitalia eksterna didesinfeksi dengan betadine, lapangan operasi dipersempit dengan kain steril. Selanjutnya kateter folley ukuran 16F dimasukkan melalui uretra dan balon diisi dengan air steril sebanyak 10 cc. Setelah kateter terpasang kemudian difiksasi ke arah samping atas dengan menggunakan plester agar tidak terjadi komplikasi oleh karena penekanan kateter pada uretra. Kateter yang telah dipakai penderita selama 2 minggu dilepas kemudian dikeringkan dalam suhu kamar. Setelah kering enkrustasi yang terdapat pada permukaan kateter dilepaskan dan ditimbang beratnya dalam milligram. Pemeriksaan pH–urin dilakukan dengan menggunakan alat pHep (pHmeter). Evaluasi pH–urin dilakukan setiap hari mulai penderita dipasang kateter sampai hari ke empat belas. Pemeriksaan pada hari pertama sampai hari ke empat belas dilakukan pada urin pagi hari (jam 8.00. Apabila selama evaluasi terjadi gangguan pada kateter seperti penyumbatan atau merembes lewat sela kateter maka kateter dapat diganti dan enkrustasi yang terjadi tetap dikumpulkan. Pengukuran berat enkrustasi dilakukan dengan menggunakan timbangan secara manual merek Christian Becker dalam satuan milligram.
12
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
Bahan dan Alat Bahan yang dipakai adalah kateter lateks berlapis silicon merek Norta dengan ukuran 16F. Alat yang dipakai untuk mengukur berat enkrustasi adalah timbangan secara manual merek Christian Becker dengan satuan milligram, sedangkan pH–urin diukur dengan alat pHep. 4.5
Varibel yang Diteliti
Varibel bebas adalah perubahan pH urin. Varibel tidak bebas adalah pembentukan enkrustasi. 4.6
Definisi Operasional
1. pH–urin adalah keadaan pH pada urin yang baru keluar dari buli – buli penderita, diperiksa setiap jam 08.00 pagi selama dua minggu. 2. Pembentukan enkrustasi adalah adanya krusta di permukaan kateter yang berhubungan langsung dengan urin dalam buli – buli. Banyaknya krusta pada permukaan kateter tersebut dievaluasi pada akhir minggu kedua dan ditimbang dalam satuan milligram. 4.7
Analisis Data Hasil data yang didapatkan kemudian ditabulasi dan diuji secara statistik dengan
menggunakan komputer.Untuk menentukan distribusi data diperlukan uji KolmogorovSimirnov dengan penentuan α < 0,01. Selanjutnya dianalisis dengan statistik parametrik seperti t-test independent.
13
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian Dari antara 46 subjek yang diteliti terdapat 37 orang yang dapat diobservasi sampai akhir penelitian dan memenuhi syarat penelitian, dengan demografi seperti yang ditunjukkan pada tabel 5.1.
5.1.1. Distribusi Subjek Menurut Umur Kisaran umur berada di antara
57 hingga 83 tahun. Dari 37 subjek
umur
didominasi oleh kelompok umur antara 61 hingga 70 tahun sebanyak 21 subjek (56,8%) dan terendah berada di antara kelompok umur antara 81 hingga 90 tahun sebanyak 1 subjek (2,7%). Sedangkan kelompok umur antara 51 hingga 60 tahun sebanyak 8 subjek (21,6%), antara 71 hingga 80 tahun sebanyak7 subjek (18,9%). Tabel 5.1. Distribusi Subjek Menurut Umur Umur (tahun)
Frekwensi
Persentase (%)
51 – 60
8
21,6
61 – 70
21
56,8
71 – 80
7
18,9
81 – 90
1
2,7
Jumlah
37
100
14
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
5.1.2. Keadaan pH-Urin pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap pH-urin harian yang diperoleh selalu meningkat setiap hari. Nilai ini dijumlahkan dan dicari pH-urin rata-rata. Data pH urin rata-rata pada pengamatan selama 2 minggu dapat dilihat pada tabel 5.2. Hanya 1 subjek (2.7%) yang mempunyai pH-urin rata-rata ≤6, 10 subjek (27%) mempunyai pH-urin rata-rata antara 6,1 – 6,7 dan sisanya 26 subjek ( 70,3%) dengan pH-urin ≥6,8, berkisar antara 6,8 – 8,17 (rata-rata 7,73).
Tabel 5.2. Keadaan pH- Urin pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap Rata-rata pH-urin
Frekwensi
Persentase (%)
≤6
1
2,7
6,1 – 6,7
10
27
≥6,8
26
70,3
Jumlah
37
100
.
5.1.3. Angka Kejadian Pembentukan Enkrustasi di Permukaan Kateter Tabel 5.3. menunjukkan hasil pengamatan tentang angka kejadian pembentukan enkrustasi pada pemakaian kateter uretra menetap. Terdapat 26 subjek (70,3%) ditemukan enkrustasi permukaan kateternya dengan berat bervariasi antara 11,5 – 343 mg (rata-rata berat enkrustrasi 116,65 mg), sedangkan sisanya 11 subjek (29,7%) tidak ditemukan enkrustasi pada permukaan kateternya.
15
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
Tabel 5.3. Angka Kejadian Pembentukan Enkrustasi di Permukaan Kateter Pembentukan Enkrustasi
Frekwensi
Persentase (%)
(-)
11
29,7
(+)
26
70,3
Jumlah
37
100
5.1.4. Pengaruh pH-Urin terhadap Pembentukan Enkrustasi Tabel 5.4. menunjukkan hasil pengamatan pengaruh pH-urin terhadap pembentukan enkrustasi. Subjek yang 1 orang dengan pH-urin rata-rata ≤6 pada permukaan kateternya tidak ditemukan enkrustasi. Dari 10 subjek dengan pH-urin rata-rata 6,1 - 6,7 dijumpai 9 subjek dengan enkrustasi tidak ada pada permukaan kateternya, sedangkan 1 subjek dijumpai enkrustasi. Dari 26 subjek dengan pH-urin rata-rata ≥6,8 dijumpai 1 subjek dengan enkrustasi tidak ada pada permukaan kateternya, sedangkan 25 subjek dijumpai. Tabel 5.4.
Pengaruh pH-Urin terhadap Pembentukan Enkrustasi
Rata-rata pH-Urin
Enkrustasi (-)
Enkrustasi (+)
Jumlah
≤6
1
0
1
6,1 – 6,7
9
1
10
≥6,8
1
25
26
Jumlah
11
26
37
Χ
6,44
7,20
SD
0,34
0,33
P = 0,0001
16
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata pH-urin pada subjek yang ditemukan enkrustasi pada permukaan kateternya adalah 7,20 (SD 0,33) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pH-urin pada subjek yang tidak ditemukan enkrustasi pada permukaan kateternya yaitu 6,44 (SD 0,34). Ada perbedaan bermakna antara pH-urin pada subjek dengan enkrustasi kateter dengan kateter yang tidak ada enkrustasinya p=0,0001. Ini mendukung hypotesa bahwa semakin tinggi pH-urin semakin mudah terjadi pembentukan enkrustasi pada kateter.
Gambar 5.1. Hubungan pH-Urin dengan Berat Enkrustasi
400 350 Enkrustasi (mg)
300 250 200 150 100 50 0 -505.5
6.5
7.5
8.5
pH-Urine
Dari gambar 5.1 terlihat bahwa pembentukan enkrustasi dimulai pada pH-urin 6,8 dan semakin meningkat seiring dengan peningkatan pH-urin.
17
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
Pada uji statistik regresi sederhana diperoleh hasil sebagai berikut : Berat Enkrustasi = 145,419 pH-urin – 933,221 Berat enkrustasi dipengaruhi 145,41 pH-urin. Jadi semakin tinggi pH-urin semakin banyak terbentuknya enkrustasi, penambahan pHurin sebesar 1 akan menambah berat enkrustasi sebesar 145,41 mg.
5.2. Pembahasan Dari hasil pengamatan pH-urin setelah pemakaian kateter uretra menetap sebagian besar menunjukkan peningkatan pH-urin. Pada penelitian invitro yang dilakukan oleh Hedelin dkk (1985) juga menunjukkan adanya peningkatan pH-urin dan mencapai pHurin tertinggi pada hari ke 10 pemakaian kateter uretra menetap. Terjadinya peningkatan pH-urin setiap hari pada pemakaian kateter uretra menetap adalah merupakan bukti adanya infeksi bakteri pemecah urea sesuai dengan yang disebutkan Hukins (2005). Hasibuan (2007) pada penelitiannya menemukan bahwa pada hari ke 4 pemakaian kateter uretra menetap dijumpainya bakteri pada kultur urin. Angka kejadian pembentukan enkrustasi pada permukaam kateter cukup tinggi (70,3%) walaupun berat enkrustasi yang terbentuk pada masing-masing kateter berbeda. Enkrustasi yang semakin banyak pada permukaan kateter pada peningkatan pH-urin adalah sesuai dengan teori yang disebutkan Stickler (2004) bahwa alkalinisasi urin akan memudahkan terjadinya pengendapan Amonium Fosfat dan Kalsium Fosfat dan garam ini cenderung mengendap pada kateter yang disebut enkrustasi.
18
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1. pH-urin akan meningkat pada sebagian besar penderita dengan pemakaian kateter uretra menetap dalam jangka lama. 2. Angka kejadian pembentukan enkrustasi pada pemakaian kateter uretra menetap mencapai 70,3%. 3. Semakin tinggi pH-urin semakin banyak terbentuk enkrustasi pada permukaan kateter.
6.2. Saran 1. Penderita dengan memakai kateter uretra menetap dianjurkan untuk mencegah diet makanan yang dapat menaikkan pH-urin, sehingga mencegah timbulnya enkrustasi. 2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang pemakaian obat-obatan seperti asam asetohidroksamik atau irigasi kateter dengan asam sitrat dengan tujuan mencegah alkalinisasi urin sehingga dapat menurunkan terjadinya enkrustasi pada permukaan kateter. 3. Perlu penelitian tentang berapa lama sebaiknya kateter uretra yang dipakai penderita harus diganti untuk menghindari komplikasi
19
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
DAFTAR PUSTAKA Cravens D. Zweig S, Indwelling Urinary Catheter Management, GP and Residental Age Care Kit, West Melbourne, 2004, 1 – 11. Gleeson MJ, Griffith DP, Infection Stones. In: Urolithiasis, A Medical and Surgical RefeCe, WB Saunders Co, Philadelphia, 1990, 8, 113 – 32. Hedelin H, Grenabo L, Petterson S, Urease-induced Crysttalization in Synthetic Urine, The Journal of Urology, 133, 1985, 529 – 32. Holmes SAV, Cheng C, Whitfield HN, The Development of Synthetic Polymers That Resist Encrustation on Exposure to Urine, Br. J. Urol., 69, 1992, 429-34. Hukins DWL, Preventing Encrustation in Indwelling Urethral Catheters, Medical Device Technologi, 1, 2005, 25 – 7. Jones G L, Muller CT, O’Reilly, Stickler DJ, Effect of Triclosan on the Developmental of Patogens on Urinary Catheters, Jour. Of Antimicrobial Chemotherapy, 57, 2006, 266 – 72. Madigan E, Neff DF, Care of Patient with Long-Term Indwelling Catheter, OJIN, 2003,1 – 9. Mayes J, Bliss J, Griffiths P, Preventing Blockage of Long-Term Indwelling Catheter in Addult: Are Citric Acid Solutions Effective?, Mini Review, Kelsingtone and Chelse Primary Care Trust, London, 2004, 1 – 4. Pomfret I, Tew L, Urinary Catheters and Assosiated UTI’s, JCN Online Jour, 18, 2004, 13 – 20. Ramakrishnan K, Mold JW, Urinary Catheters: A Review, The Internet Family Practice, 3, 2, 2005, 1 – 15. Stricler D, Simulate: Catheter Encrustation, Biomed Centre Bristol Urological Institute, Bristol, 2004, 1 – 2. Tenke P, KonvacsB, Jackel M, Nagy E, The Role of Biofilm Infection in Urology, World Journal of Urology, 24, 2006, 13 – 20. Tew L, Pomfret I, Infection Risks Assosiated with Urinary Catheters, NS, 20, 7, 2005, 55 – 61. Trilland H, Pariente JL, Rabie A, Grenier N, Detection of Encrusted Indwelling Urethral Stens Using a Twin- kling Artifact Revealedon Color Doppler Sonography, Case Report, AJR,176, 2001, 1446 – 48. Webber R, Advances in Urinary Catheter Technology, Coustomer Contact Centre, Hairmyres Hospital East Kilbride, 2004, 1 -2
20
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
LAMPIRAN 1 Lembar Pengumpulan Data (LPD) PENGARUH pH URIN TERHADAP PEMBENTUKAN ENKRUSTASI PADA PEMAKAIAN KATETER URETA MENETAP (INDWELLING URINARY CATHETER) Nama Penderita
:
Tangggal Pemeriksaan :
Umur/ Tgl Lahir
:
Nomor Med Record
:
Alamat (tulis lengkap)
:
Nomor Urut
:
Kota
:
Nomor Tel
:
ANAMNESA Tidak bias kencing sejak :
jam/hari sebelumnya
Kencing terakhir
jam sebelumnya
:
Apakah pernah kencing keluar batu?
Ya/ tidak Bila ya, kapan :
Apakah pernah operasi batu saluran kencing?
Ya/ tidak Bila ya, kapan :
Apakah pernah operasi prostate?
Ya/ tidak Bila ya, kapan :
Apakah pernah operasi karena striktur uretra?
Ya/ tidak Bila ya, kapan :
Apakah pernah infeksi sal kencing seblmnya?
Ya/ tidak
Bila ya, kapan?
Hari/minggu/bulan/tahun sebelumnya
Apakah diterapi?
Ya/ tidak
Jenis terapinya :…………………………………………………..
21
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
PEMERIKSAAN FISIK Tekanan darah:
Ginjal
mmHg
:
Nadi:
x/mnt Temperatur:
KIRI
Palpasi
ºC
KANAN
Teraba/Tidak teraba
Teraba/Tidak teraba
Nyeri/Tidak nyeri
Nyeri/Tidak nyeri
Buli
: kosong/penuh
Colok dubur
: BPH/Susp Karsinoma Prostat -
Grade : I/II/III
-
Nodule : + / - Lokasi : Kanan/ Kiri/ Diffuse
LABORATORIUM Sedimen urin : Eritrosit
:
plp
Lekosit
:
plp
Epitel
:
plp
Kristal
:
plp
Kuman/Bakteri : + / Lain-lain
:
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS : Foto polos perut :
Batu radio opaque + / Bila (+) setinggi vertebra :
22
kanan / kiri
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
HASIL PEMERIKSAAN Hari ke pH Urin
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Berat enkrustasi setelah 14 hari pemakaian kateter : …………… mg
KOMPLIKASI - Nyeri di penis/ buli
+ / - ; sejak kapan : …………………
- Urin lewat sela kateter
+ / - ; sejak kapan : …………………
- Kateter tersumbat
+ / - ; sejak kapan : …………………
- Lain-lain : …………………………………………. - Berapa kali kateter diganti selama dalam penelitian akibat komplikasi tersebut : ……
23
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
LAMPIRAN 2 DATA RESPONDEN No
NAMA
UMUR (THN)
MR
pH-URIN RATA-RATA
ENKRUSTASI (MG)
1.
M Syarif
63
32-22-87
7,0
89
2.
Abd Muid
60
32-21-53
6,8
0
3.
Sudanto
64
27-44-21
7,0
89
4.
Asmin Turnip
65
32-08-87
7,2
112
5,
Serasi
68
32-51-44
6,6
11,5
6.
Abd Halim
77
32-38-83
6,1
0
7.
Legimen
64
28-51-45
7,4
125
8.
Niti Wasito
83
22-30-30
6,9
60
9.
Supratman
71
32-50-80
6,7
0
10.
H Anas
62
05-91-47
8,1
343
11.
Ferdinan Siagian
61
32-16-18
5,7
0
12.
Darmaji
64
32-12-77
7,5
135
13.
Sudarmaji
60
32-44-23
6,7
0
14.
Asiaman
59
32-52-80
6,3
0
15.
Ahmad Ibrahim
75
32-55-33
7,6
140
16.
Ishak
63
32-61-14
6,2
0
17.
Sura Pinem
59
22-14-12
7,0
89
18.
Alamsyah
57
32-13-77
6,9
60
19.
Abd Halim
77
32-38-83
7,2
112
24
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
20.
Zainal Abidin
67
32-57-25
7,3
115
21.
Aripin Sibuea
73
32-17-18
7,8
270
22.
Rosi Karo-Karo
78
32-36-56
7,2
112
23.
Jon Linus Malau
62
32-38-25
7,1
108
24.
Wahiman
67
32-61-14
7,7
200
25.
Admadi
59
32-31-57
7,4
125
26.
B Sinuaya
57
05-91-44
6,9
60
27.
Asiman Sinaga
57
32-52-91
6,5
0
28
Patia Sibuea
73
32-85-07
6,7
0
29.
Lemari S
67
32-37-77
6,8
30
30.
Dahlan
62
32-62-14
6,6
0
31.
Mangaratua
65
32-32-30
7,1
108
32.
Suheri Endang
65
32-34-11
7,2
112
33.
Ramlan
63
32-50-14
7,2
112
34.
Sofyan Jekson
67
32=84-91
7,0
89
35.
Aman
61
32-61-17
7,1
108
36.
Jalo Siagian
67
32-35-10
7,0
89
37.
Supriono
63
11-52-44
6,6
0
25
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.
LAMPIRAN 3
SURAT KETERANGAN SUDAH DIPERIKSA KARYA TULIS TUGAS AKHIR JUDUL
: PENGARUH pH-URIN TERHADAP PEMBENTUKAN ENKRUSTASI PADA PEMAKAIAN KATETER URETRA MENETAP ( INDWELLING URETHRAL CATHETER)
PENELITI
: ZEPRI SITORUS
BAGIAN
: DEPARTEMEN ILMU BEDAH FK-USU
INSTITUSI : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN,
JUNI 2007
KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN USU MEDAN
( PROF DR dr AZNAN LELO, PhD, SpFK)
26
Zepri Sitorus: Pengaru pH-Urin Terhadap Pembentukan Enkrustasi pada Pemakaian Kateter Uretra Menetap (Endwelling Urethral Catheter) USU e-Repository © 2008.