Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565 Volume 13 Nomor 2 Desember 2010 (Volume 13, Number 2, December, 2010) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)
PENGARUH PERLAKUAN PANAS DAN KANDUNGAN LIMBAH TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR GELAS LIMBAH Aisyah, Herlan Martono Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Kawasan PUSPIPTEK, Serpong-Tangerang 15310 ABSTRAK PENGARUH PERLAKUAN PANAS DAN KANDUNGAN LIMBAH TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR GELAS LIMBAH. Solidifikasi limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) simulasi dari ekstraksi siklus I proses olah ulang dilakukan dengan gelas borosilikat. Komposisi limbah ditentukan dengan ORIGEN 2 berdasarkan atas PWR-UD 50 MWD, fraksi bakar 50.000 MWD/MTIHM, pengkayaan uranium 3 % dan pendinginan selama 4 tahun. Kandungan LCAT dalam gelas limbah 20 dan 30% berat. Pembentukan gelas limbah dilakukan pada suhu 1150 0C selama 2,5 jam, kemudian didinginkan sampai suhu kamar. Untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap perubahan struktur gelas limbah, 0 maka gelas limbah dipanaskan pada variasi suhu antara 750∼1000 C dengan waktu pemanasan 18 jam. Untuk mempelajari pengaruh waktu pemanasan terhadap perubahan struktur gelas limbah, maka gelas limbah dipanaskan dengan variasi waktu pemanasan antara 8 – 50 jam pada suhu 850 0C. Perubahan struktur gelas limbah ditandai dengan terbentuknya kristal dalam gelas limbah yang dapat diamati dengan mikroskop optik. Sedangkan analisis kristal secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan difraktometer sinar-X. Dari hasil percobaan diperoleh daerah kristalisasi dalam diagram TTT (Time-Temperature-Transformation) dari kristal Si yang terjadi. Untuk kandungan limbah 20 dan 30 % 0 berat, kristal yang terjadi sampai waktu pemanasan 50 jam pada suhu 850 C adalah 8,5 dan 9 % 0 berat, sedangkan kristal yang terjadi mencapai maksimum pada suhu 950 C pada waktu pemanasan selama 18 jam adalah 4 dan 5 % berat. Kata kunci: Gelas limbah, limbah aktivitas tinggi, vitrifikasi, devitrifikasi ABSTRACT THE EFFECT Of HEAT TREATMENT AND WASTE LOADING ON STRUCTURAL DEFORMATION OF WASTE GLASS. Solidification of simulated high level liquid waste (HLLW) from the first cycle of the reprocessing plant was represented by borosilicate glass. Waste composition was calculated by ORIGEN 2, with inputs: PWR-UD 50 MWD, burn up 50,000 MWD/MTIHM, uranium enriched 3 % and cooling for 4 years. The simulated waste composition in the waste glass are 20 and 30 weight %. Formation of waste glass was conducted by heating the waste glass at temperature of 0 1150 C for 2.5 hours followed by cooling to room temperature. The observation of the temperature effect on the deformation of waste glass structure was carried out by heating the waste glass at various 0 temperature between 750∼1000 C for heating time of 18 hours. The effect of heating time on the deformation of waste glass structure was observed by heating of waste glass at 850 0C in various heating time between 8 to 50 hours. The deformation waste glass structure is indicated by presence of crystal within the body of the waste glass that can obseved by optical microscope. While the Qualitative and quantitative analysis of crystal were conducted by X-ray diffractometer. The experiments showed that the crystallization area of Si crystal was observed at the TTT (Time-Temperature-Transformation) diagram. It was concluded from the experiment that waste loading of 20 and 30 weight %, the crystal 0 has taken place under heating time up to 50 hours at temperature 850 C was 8,5 and 9 weight % respectively. The highest crystal formation has taken place at temperature 950 0C under heating time 18 hours was 4 and 5 weight % respectively. Keywords: Waste glass, high level waste, vitrification, devitrification
PENDAHULUAN Solidifikasi limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) yang dilakukan dengan bahan gelas disebut dengan proses vitrifikasi. Gelas yang digunakan adalah gelas borosilikat yang lebih tahan korosi dan mengalami perubahan struktur dari amorf menjadi kristalin pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan gelas fosfat. Perubahan struktur amorf menjadi kristalin dikenal dengan devitrifikasi. Gelas 8
Aisyah, Herlan Martono : Pengaruh Perlakuan Panas dan Kandungan Limbah terhadap Perubahan Struktur Gelas Limbah
aluminosilikat sudah tidak dikembangkan lagi karena kandungan limbahnya rendah sekitar 10 % berat 0 dan suhu pembentukan yang tinggi sekitar 1350 C [1]. Pada pengolahan secara industri, suhu pembentukan yang tinggi mengakibatkan korosi melter lebih cepat, sehingga umur melter lebih pendek dan lebih banyak menghasilkan limbah radioaktif padat. Oleh karena itu dipilih gelas borosilikat yang suhu pembentukannya lebih rendah yaitu 1150 0C. Gelas merupakan bahan amorf yang dibentuk dari pendinginan lelehan yang berubah menjadi gelas setelah melewati suhu transisinya (Tg) [1,2,3]. Komposisi LCAT sebagian besar hasil belah dan sedikit aktinida. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada solidifikasi LCAT dengan bahan gelas adalah kandungan limbah (waste loading), ketahanan kimia, kestabilan terhadap radiasi dan kestabilan terhadap panas. Pada proses vitrifikasi 0 skala industri, LCAT dan bahan pembentuk gelas dilelehkan pada suhu sekitar 1150 C dalam melter. Setelah terbentuk lelehan gelas limbah, maka lelehan dimasukkan ke dalam canister (wadah dari baja tahan karat yang berbentuk silinder) dan selanjutnya disimpan di tempat penyimpanan sementara [4,5]. Sebagai contoh di JAEA (Japan Atomic Energy Agency) Jepang digunakan canister berdiameter luar 430 mm, tinggi 1040 mm dan tebal dinding 6 mm mempunyai volume 118 liter. Volume gelas limbah dalam canister 110 liter (93% volume canister) berisi 300 kg gelas limbah. Banyaknya limbah dalam 5 gelas limbah adalah 75 kg yang aktivitasnya sekitar 4x10 Ci dan melepaskan panas 1,4 kW/jam. Sampai pereode 30 – 50 tahun, radionuklida hasil belah memancarkan radiasi gamma yang 0 menimbulkan panas besar sehingga suhunya mencapai jauh di atas 500 C. Adanya panas yang diterima gelas limbah pada suhu tinggi dan dalam waktu yang lama akan terjadi perubahan struktur gelas limbah yaitu dari amorf menjadi kristalin yang disebut devitrifikasi. Dalam gelas-limbah devitrifikasi terjadi antara suhu 500 – 950 0C [6,7]. Demikian juga adanya perbedaan kandungan limbah dan komposisi gelas limbah yang sangat kompleks maka memungkinkan terjadinya devitrifikasi. Jadi radiasi gamma yang dipancarkan oleh radionuklida dalam gelas limbah tidak mengakibatkan reaksi inti yang menimbulkan perubahan komposisi, tetapi menimbulkan panas yang tinggi yang mengakibatkan perubahan struktur. Perubahan struktur mengakibatkan perubahan karakteristik gelas limbah seperti kenaikan laju pelindihan radionuklida. Laju pelindihan gelas limbah yang mengalami devitrifikasi bisa mencapai 10 kali lebih besar dari laju pelindihan gelas-limbah yang tidak mengalami devitrifikasi [8,9]. Laju pelindihan merupakan salah satu karakteristik gelas limbah yang penting karena tujuan pengelolaan limbah radioaktif adalah mengisolasi radionuklida dalam limbah sedemikian rupa agar tidak mudah terlindih ke lingkungan sehingga aman bagi manusia dan lingkungan. Oeh karena itu adanya panas yang diterima gelas limbah harus dihindari dengan jalan menggunakan sistem pendingin pada penyimpanan sementara. Adanya kegagalan dalam sistem pendingin akan menyebabkan kenaikan suhu gelas limbah dan dalam waktu tertentu akan menyebabkan terjadinya devitrifikasi. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari sejauh mana perubahan struktur yang terjadi pada gelas limbah akibat perbedaan kandungan limbah, besarnya suhu dan waktu pemanasan yang dialami oleh gelas limbah. Dalam penelitian, panas yang diterima oleh gelas limbah dilakukan secara simulasi dengan memberikan perlakuan panas pada gelas limbah yang telah dibuat. Perlakuan panas dilakukan dengan cara memanaskan gelas limbah pada suhu dan waktu yang bervariasi. Perubahan struktur yang terjadi ditandai dengan terbentuknya kristal pada gelas limbah yang diamati dengan mikroskop optik, sedangkan analisis kristal dalam gelas limbah dilakukan dengan difraktometer sinar-X (XRD). Jika teramati adanya kristal, maka mengindikasikan bahwa telah terjadi devitrifikasi yang mengakibatkan perubahan struktur pada dan gelas limbah. TATA KERJA Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bidang Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif Dekontaminasi dan Dekomisioning di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif , Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Kawasan Puspiptek Serpong pada Tahun 2008 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oksida –oksida SiO2, B2O3, Na2O, CaO,Al2O3, Fe2O3, NiO, Cr2O3, SrO, Cs2O, BaO, La2O3 dan CeO2 buatan Merck dengan kemurnian yang tinggi. Peralatan Dalam penelitian ini digunakan beberapa peralatan seperti timbangan analitis, tungku 0 pemanas (Muffle Furnace) merek Labtech dengan maksimum suhu 1300 C, cawan platina untuk pembuatan gelas limbah, cetakan karbon untuk annealing gelas limbah, pemanas bunsen, lempengan Pt dengan lebar 1,5 cm dan panjang 13,40 cm untuk memberi perlakuan panas pada gelas limbah, 9
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol.13 No.2 2010
ISSN 1410-9565
mikroskop optik untuk pengamatan struktur mikro gelas limbah, difratometer Sinar X (XRD) Xpert (Philips) untuk pengukuran pola difraksi sinar X dan software ORIGEN 2. Metode 1. Penentuan Komposisi Limbah Komposisi LCAT simulasi ditentukan dengan menggunakan software ORIGEN 2 berdasarkan atas sejarah elemen bahan bakarnya, yaitu jenis reaktor PWR-UD 50 MWD, fraksi bakar 50.000 MWD/MTIHM, pengkayaan uranium 3 % dan pendinginan selama 4 tahun. Dalam penentuan LCAT simulasi dan berdasarkan pertimbangan analisis kristal dengan difraktometer sinar-X, maka penggantian unsur-unsur dilaksanakan dengan unsur lain yang terdapat dalam 1 golongan pada tabel periodik unsur-unsur dan berdasarkan pengalaman dari negara-negara maju. Dalam hal ini, Tc diganti Mn dan aktinida (U, Np, Pu, Am, Cm) diganti Ce [10,11]. Komposisi LCAT yang digunakan dalam percobaan adalah Na2O: 24,87; Fe2O3 : 16,47; NiO: 3,47; Cr2O3: 7,90; SrO:1,13; Cs2O: 3,30; BaO: 1,83; La2O3: 2,20; dan CeO2: 38,83 % berat. 2. Penentuan Komposisi Gelas-Limbah Bahan pembentuk gelas ditentukan dengan komposisi : SiO2: 58 ; B2O3: 21,80; Na2O: 9,67; CaO 7,8; dan Al2O3: 2,7 % berat [5,7]. Ketahanan terhadap panas atau kestabilan fisik hasil vitrifikasi adalah sifat yang penting untuk disain kondisi penyimpanan, oleh karena itu kandungan limbah harus ditentukan. Dalam percobaan ini kandungan limbah ditentukan 20% dan 30% berat sehingga diperoleh komposisi gelas limbah seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi gelas limbah dengan kandungan limbah 20% dan 30% berat. Oksida SiO2 B2 O 3 Na2O CaO Al2O3 Fe2O3 NiO Cr2O3 SrO Cs2O BaO La2O3 CeO2
Kandungan Limbah (% berat) 20% 30% 46,40 40,60 17,44 15,26 10,00 10,00 8,96 9,69 2,18 1,91 3,28 0,69 1,59 0,23 0,65 0,37 0,44 7,77
4,94 1,04 2,37 0,34 0,99 0,55 0,66 11,65
3. Pembentukan Gelas Limbah Berat bahan gelas limbah yang komposisinya seperti pada Tabel 1, ditentukan dengan menimbang senyawa-senyawa tersebut. Campuran bahan-bahan tersebut digerus hingga homogen 0 dan dilebur pada suhu 1150 C selama 1 jam, kemudian dilakukan pengadukan setiap 15 menit sekali berturut-turut sampai 3 kali. Pemanasan dipertahankan lagi selama 1 jam . Lelehan gelas limbah dituang ke dalam cetakan karbon berdiameter 5 cm sampai suhu kamar (annealing) sehingga terbentuk gelas limbah [2,3]. 4. Pengamatan Kristal Dalam Gelas Limbah Dengan Mikroskop Optik Gelas limbah yang telah terbentuk diletakkan pada lubang yang berdiameter 0,3 cm dari lempeng Pt yang lebarnya 1,5 cm dan panjang 13,40 cm dan memiliki 25 lubang. Jarak antar lubang kearah panjang adalah 2 cm. Contoh gelas limbah kemudian dibakar dengan api bunsen pada suhu dan waktu tertentu (650 ∼ 1100 0C dan 1∼30 jam), selanjutnya dilakukan pengamatan struktur mikronya dengan mikroskop optik. Dalam pengamatan tersebut akan tampak apakah terbentuk kristal ataupun tidak.[ 12,13,14]
10
Aisyah, Herlan Martono : Pengaruh Perlakuan Panas dan Kandungan Limbah terhadap Perubahan Struktur Gelas Limbah
5. Pembuatan Diagram Time Temperature Transformation (TTT) Gelas limbah yang telah terbentuk, dipecah menjadi bagian-bagian kecil, kemudian digerus sampai menjadi serbuk dalam cawan porselin. Serbuk gelas limbah dianalisis menggunakan difraktometer sinar-X. Pola difraksi sinar-X amorf menunjukkan struktur gelas. Bagian-bagian kecil gelas limbah yang lain dipanaskan pada berbagai suhu dan waktu (650 ∼ 1100 0C dan 1∼30 jam), kemudian digerus sampai menjadi serbuk halus. Serbuk halus dianalisis menggunakan difraktometer sinar-X. Dari pola difraksi dapat dilihat terjadi kristal atau tidak. Dari hasil diatas dapat dibuat diagram TTT [13,15]. 6. Penentuan Prosen Berat Kristal Dalam Gelas Limbah Gelas yang telah dipanaskan pada berbagai suhu dan waktu digerus dalam cawan porselin sampai menjadi serbuk halus. Serbuk gelas dicampur dengan standar Si sehingga diperoleh campuran dengan fraksi berat Si 0,25; 0,50; dan 0,75. Contoh gelas limbah, standar Si dan campuran dengan fraksi berat Si 0,25; 0,50; dan 0,75 masing-masing ditentukan intensitas terkuatnya (untuk 2θ sekitar 28 0 C) dengan difraktometer sinar-X. Setelah masing-masing intensitas dihitung, maka dibuat grafik I/I standar (I/IST) versus fraksi berat Si, dan prosen berat kristal Si dalam gelas limbah dapat ditentukan [13,15]. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Kristal yang Terjadi pada Gelas Limbah Secara Mikroskopik Hasil pengamatan struktur mikro gelas limbah dengan mikroskop optik seperti ditunjukkan pada Gambar 1A dan B. Pada gambar tersebut tampak terbentuknya kristal pada gelas limbah, yang mengindikasikan bahwa terjadi perubahan stuktur pada gelas limbah dengan kandungan limbah 20 0 %berat yang mengalami pemanasan pada suhu 950 C selama 3 jam (Gambar 1A), sebaliknya pada Gambar 1B tidak tampak terbentunya kristal pada gelas limbah, yang mengindikasikan bahwa tidak terjadi perubahan struktur pada gelas limbah dengan kandungan limbah 30% yang mengalami 0 pemanasan pada suhu 650 C selama 4 jam. Pengamatan adanya kristal dengan mikroskop optik ini belum dapat mengidentifikasi jenis dan struktur kristal yang terjadi. Jenis dan struktur kristal dapat ditentukan dengan menggunakan difraktometer sinar X. Pada pengamatan dengan mikroskop ini yang 12 tampak adalah kumpulan kristal yang disebut grain (butir) yang masih terdiri dari 10 kristal elementer. Walaupun demikian metode ini dapat untuk menentukan daerah dimana terjadi perubahan struktur pada gelas limbah, sehingga terjadinya devitrifikasi dapat dihindarkan karena adanya devitrifikasi ini akan menaikkan laju pelindihan gelas limbah.
Gambar 1. Struktur mikro gelas limbah hasil pengamatan dengan mikroskop optik (perbesaran 260 kali) A. Terbentuk kristal pada gelas limbah dengan kandungan limbah 20 %berat yang mengalami pemanasan pada suhu 950 0C selama 3 jam B. Tidak terbentuk kristal pada gelas limbah dengan kandungan limbah 30 % yang mengalami pemanasan pada suhu 650 0C selama 4 jam B. Penentuan Amorf, Kristal dan Pembuatan Diagram TTT Hasil analisis dengan difraktometer sinar-X terhadap gelas limbah menunjukkan struktur bahan adalah amorf dengan pola difraksi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Pemanasan gelas limbah dengan variasi suhu dan waktu dapat mengakibatkan terbentuknya kristal ataupun tidak.
11
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol.13 No.2 2010
ISSN 1410-9565
Sebagai contoh struktur kristal yang terbentuk pada gelas limbah dengan kandungan limbah 30 %berat 0 yang mengalami pemanasan pada suhu 850 C selama 4 jam dengan pola difraksi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Dari pola difraksi tersebut dapat dilihat posisi 2θ dan d pada Tabel 2.
Gambar 2. Struktur gelas-limbah amorf
Gambar 3. Struktur kristal dalam gelas-limbah Tabel 2. Posisi 2θ dan d dalam pola difraksi kristal dalam gelas limbah dengan kandungan limbah 30 %berat pada pemanasan 850 0C selama 4 jam No. 1 2 3
2θ 28,40 47,30 55,20
θ 14,20 23,65 28,10
d = λ/2sinθ 3,14 1,92 1,64
d dari data 3,14 1,92 1,64
Dari data tersebut menunjukkan bahwa kristal yang terjadi adalah Si. Pada pemanasan contoh gelas limbah yang lain pada suhu dan waktu yang berbeda menunjukkan bahwa kristal yang terjadi adalah Si. Jadi tidak ada jenis kristal lain yang terjadi dalam gelas limbah. Dari data berbagai suhu dan waktu pemanasan serta pengujian dengan difraktometer sinar-X dapat dibuat diagram TTT yang ditunjukkan 0 pada pada Gambar 4A dan 4B. Dari Gambar 4A terlihat bahwa pada suhu 850 C dan waktu pemanasan selama 3 jam, kristalisasi gelas limbah dengan kandungan limbah 20% berat belum terjadi. Pada Gambar 4B tampak bahwa gelas limbah dengan kandungan limbah 30 % berat yang dipanaskan pada suhu 850 0C selama 1 jam sudah terjadi kristalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa gelas limbah dengan kandungan limbah 30 % berat lebih mudah terjadi kristalisasi daripada gelas limbah dengan kandungan limbah 20 % berat. Hal ini karena kandungan unsur-unsurnya lebih banyak, sehingga akan mendorong lebih mudah terjadinya kristal. Dapat diterangkan juga bahwa gelas limbah dengan kandungan limbah 30 % berat, kadar Si nya lebih rendah, sehingga titik lelehnya lebih rendah. Akibatnya gelas dengan kandungan limbah 30 % berat viskositasnya lebih rendah sehingga lebih mudah terjadi kristalisasi. Pada gelas limbah yang sesungguhnya (radioaktif) panas yang ditimbulkan
12
Aisyah, Herlan Martono : Pengaruh Perlakuan Panas dan Kandungan Limbah terhadap Perubahan Struktur Gelas Limbah
oleh radiasi gamma lebih besar untuk gelas dengan kandungan limbah 30 % berat, sehingga jika 0 ditinjau dari segi inipun terjadinya kristalisasi lebih mudah. Pada suhu di atas 1050 C baik untuk gelas limbah dengan kandungan limbah 20 dan 30 %, maka kristalisasi tidak terjadi. Hal ini disebabkan bahwa karena suhu tersebut telah mendekati titik lelehnya sehingga gerakan atom-atomnya terlalu cepat dan atom-atomnya tidak dapat mengatur diri untuk membentuk kristal.
Gambar 4A. Diagram TTT dari gelas limbah dengan kandungan limbah 20% berat ( ■ : terbentuk kristal; : tidak terbentuk kristal)
Gambar 4.B. Diagram TTT dari gelas limbah dengan kandungan limbah 30 %berat. ( ● : terbentuk kristal; O : tidak terbentuk krikstal) C. Pengaruh Waktu Pemanasan Terhadap Prosen Berat Kristal dalam Gelas Limbah Perhitungan berat kristal dalam gelas limbah dilakukan dengan metode garis tunggal [13,15]. Prosen berat kristal dalam gelas limbah sebagai fungsi kandungan limbah dan waktu pemanasan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.
13
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol.13 No.2 2010
ISSN 1410-9565
10 9
% Berat Kristal
8 7 6 5 4 3
WL 20%
2
WL 30%
1 0 0
10
20
30
40
50
60
Waktu (Jam)
Gambar 5. Pengaruh waktu pemanasan terhadap prosen berat kristal dalam gelas limbah dengan 0 kandungan limbah 20% dan 30% berat pada suhu 850 C . Pada gambar tersebut, dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan kristal dalam gelas limbah dengan kandungan limbah 30 % berat lebih besar dari pada laju pertumbuhan kristal gelas limbah dengan kandungan limbah 20 % berat. Pertumbuhan kristal dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemanasan. Dari Gambar 5 tersebut tampak bahwa laju pertumbuhan kristal semakin besar dengan lamanya waktu pemanasan baik untuk gelas limbah dengan kandungan limbah 20 dan 30 % berat. Transformasi fase terjadi karena proses nukleasi dan pertumbuhan kristal. Kinetika proses ini tergantung pada gaya dorong termodinamik, mobilitas atom dan heteroginitas dalam gelas-limbah. Kristalisasi melalui nukleasi dan pertumbuhan kristal ditunjukkan pada Gambar 6. Untuk proses nukleasi dan pertumbuhan kristal yang dilakukan pada suhu yang sama maka tampak bahwa perumbuhan kristal akan meningkat dengan semakin bertambahnya waktu pemanasan yaitu dengan bergeraknya atom-atom mengatur diri dan terus tumbuh menjadi kristal. Pertumbuhan kristal mencapai maksimum dalam waktu 50 jam, sehingga pada waktu pemanasan lebih dari 50 jam maka laju pertumbuhan kristal akan menurun. Pada gelas limbah dengan kandungan limbah 30 % berat dengan waktu pemanasan 5 jam sudah mulai terbentuk kristal dan untuk waktu pemanasan lebih lanjut maka jumlah kristal lebih besar dari gelas limbah dengan kandungan limbah 20 % berat. Hal ini karena kandungan unsur-unsur dalam gelas limbah dengan kandungan limbah 30 % berat lebih banyak, sehingga akan mendorong lebih mudah terjadinya kristal. Demikian juga bahwa dalam gelas limbah ini kandungan Si lebih rendah dari gelas dengan kandungan limbah 20 % berat, sehingga titik lelehnya menjadi lebih rendah. Gelas limbah dengan titik leleh yang lebih rendah memiliki viskositas yang lebih rendah sehingga lebih mudah terjadi devitrifikasi.
14
Aisyah, Herlan Martono : Pengaruh Perlakuan Panas dan Kandungan Limbah terhadap Perubahan Struktur Gelas Limbah
Gambar 6. Tahap Nukleasi dan Pertumbuhan Kristal [8,9] D. Pengaruh Suhu Pemanasan Terhadap Prosen Berat Kristal pada Gelas Limbah. Dari hasil percobaan dan perhitungan diperoleh prosen berat kristal dalam gelas limbah sebagai fungsi suhu, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Dari gambar tersebut tampak bahwa pada gelas limbah dengan kandungan limbah 20 dan 30 % berat memiliki pola yang mirip satu dengan yang lainnya yaitu semakin tinggi suhu pemanasan maka jumlah kristal yang terjadi akan semakin 0 meningkat sampai pada batas suhu pertumbuhan kristal maksimum yaitu suhu 950 C. Hal ini terjadi karena pada suhu dibawah laju pertumbuhan kristal maksimum, kristalisasi dipengaruhi oleh tenaga aktivasi difusi [9]. Pada suhu 750 0C yaitu suhu di bawah laju pertumbuhan kristal maksimum, baik untuk gelas limbah dengan kandungan limbah 20 dan 30 % berat, maka gelas limbah mempunyai viskositas yang sangat tinggi, sehingga pada suhu tersebut tenaga aktivasi difusi yang diperlukan sangat tinggi sehingga sulit terjadi kristalisasi dalam gelas limbah. Makin tinggi suhu, viskositas gelas limbah makin turun sehingga tenaga aktivasi difusi yang diperlukan makin rendah dan kristalisasi dalam gelas limbah makin mudah terjadi. Pada suhu tinggi, viskositas menurun sehingga gerakan atomatomnya makin cepat dan akibatnya atom-atom sukar untuk mengatur diri membentuk kristal [9]. Hal ini terjadi pada suhu diatas 950 0C untuk gelas limbah dengan kandungan limbah 20 dan 30 % berat dimana kristalisasi tidak terjadi, karena pada kondisi ini gerakan atom-atom sangat cepat sehingga tidak dapat mengatur diri membentuk kristal. 0 Dari Gambar 7 juga tampak bahwa pemanasan pada suhu 950 C dengan waktu pemanasan 18 jam untuk gelas limbah dengan kandungan limbah 20 % berat jumlah kristal yang terjadi adalah 4 %, sedangkan untuk kandungan limbah 30 % berat, jumlah kristal yang terjadi adalah 5 % berat. Hal ini karena kandungan unsur-unsur dalam gelas limbah dengan kandungan limbah 30 % berat lebih banyak, sehingga akan mendorong lebih mudah terjadinya kristal. Demikian juga bahwa dalam gelas limbah ini kandungan Si lebih rendah dari gelas limbah dengan kandungan limbah 20 % berat, sehingga titik lelehnya menjadi lebih rendah. Gelas limbah dengan titik leleh yang lebih rendah memiliki viskositas yang lebih rendah sehingga lebih mudah terjadi devitrifikasi.
15
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol.13 No.2 2010
ISSN 1410-9565
6
% Berat Kristal
5 4 3 2
WL 20 %
1
WL 30 %
0 750
850
950
1050
0
Suhu ( C) Gambar 7. Pengaruh suhu terhadap prosen berat kristal dalam gelas limbah dengan kandungan limbah 20% dan 30% berat yang dipanaskan selama 18 jam. KESIMPULAN Struktur gelas limbah adalah amorf, dapat terjadi perubahan struktur menjadi kristalin pada suhu dan waktu pemanasan tertentu. Kristal yang terjadi adalah Si, sedangkan unsur-unsur lain dalam gelas limbah tidak membentuk kristal. Diagram TTT untuk gelas limbah yang diperoleh dari percobaan dapat untuk menentukan daerah terjadinya perubahan struktur gelas limbah yaitu dengan indikasi terjadinya kristalisasi. Pada 0 suhu di atas 1050 C tidak terjadi perubahan struktur karena tidak terjadi kristalisasi pada gelas limbah. 0 Pada suhu 750 C sampai pemanasan 25 jam tidak terjadi perubahan struktur karena tidak terjadi kristalisasi pada gelas limbah. Kristalisasi mudah terjadi pada gelas limbah dengan kandungan limbah 30 % berat. Pemanasan sampai dengan 50 jam, prosen berat kristal yang terjadi pada gelas limbah 0 dengan kandungan limbah 20 dan 30 % berat yang dipanaskan pada suhu 850 C adalah 8,5 dan 9 % berat. 0 Kristal dalam gelas limbah yang terjadi maksimum pada suhu 950 C, adalah 4 % berat untuk gelas limbah dengan kandungan limbah 20 % berat dan 5.% berat untuk gelas limbah dengan kandungan limbah 30 % berat yang dipanaskan selama 18 jam. PUSTAKA [1] Kobelev, A.P.: Vitrification of a surrogate for high-level wastes from the Savannah River facility (USA) in a commercial cold-crucible facility, Journal Atomic Energy, 102: 369-374, (2006). [2] Sangeeta Deokattey, et.al.,: Borosilicate glass and synroc R&D for radioactive waste immobilization, Journal of the Minerals, Metals and Materials Society, 55: 48-51, (2003). [3] Roth, G., and Weisenburger, S.: Vitrification of high-level liquid waste: glass chemistry, process chemistry and process technology, Nuclear Engineering and Design, 202: 197-207, (2000). [4] IAEA: Spent Fuel and High Level Waste:Chemical Durability and Performance under Simulated Repository Conditions, TECDOC-1563, IAEA, Vienna (2006). [5] Yalmal, V.S., et.al.: Preparation and characterization of vitrified glass matrix for high level waste from MOX fuel processing, Journal of Non-Crystalline Solids, 353: 4647-4653, (2005). [6] Luo Shanggeng, Jiang Yaozhong and Liu Delu: Devitrification behaviour of GC-12/9B HLW-glass, Waste Management, 10: 23-27, (2000). [7] IAEA: Characterization of Radioactive Waste Form and Packages, Technical Report Series No. 383, IAEA,Vienna, (1997). [8] Spilman L.L, Hench and D.E. Clark: Devitrification and subsequent effects on the leach behavior of a simulated borosilicate nuclear waste glass, Nuclear and Chemical Waste Management 6: 107119, (1996).. [9] Alton, J., Plaisted, T. J. and Herma, P.: Kinetics of growth of spinel crystals in a borosilicate glass, J. Chemical engineering science, 57: 2503-2509, (2002). 16
Aisyah, Herlan Martono : Pengaruh Perlakuan Panas dan Kandungan Limbah terhadap Perubahan Struktur Gelas Limbah
[10] Oak Ridge National Laboratory, RSICC: Computer Code Collection Origen 2.1, ORNL, USA (1996). [11] Kanwar Raj and Kaushik, C.P.: Glass Matrices for Vitrification of Radioactive Waste: an Update on R & D Efforts, Materials Science and Engineering, 2: 1-6, (2006). [12] Crankovic , G.M.: Materials Characterization, ASM International, USA, (1986). [13] Czichos, Horst, et al.: Handbook of Materials Measurement Methods, Springer, Berlin (2006). [14] Yang Leng: Materials Characterization: Introduction to Microscopic and Spectroscopic Methods, John Wiley & Sons, New York (2006). [15] Cullity, B.D. Stock, S.R: Elements of X-Ray Diffraction 3rd ed., Prentice Hall, London (2001).
17