PENGARUH PERILAKU BIROKRASI DALAM PROMOSI JABATAN STRUKTURAL PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAROS H. Aras Solong Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Islam Makassar Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh pelaku birokrasi terhadap Promosi Jabatan Struktural dan bentuk-bentuk pendekatan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan promosi jabatan dilingkungan pemerintah daerah. Penjelasan ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui faktor-faktor perilaku birokrasi yang mana lebih berpengaruh terhadap promosi jabatan struktural. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian evaluasi. Teknik pengumpulan data menggunakan analisis dokumen, wawancara dan observasi partisipatif. Data di analisis menggunakan teknik “explanation building” dan diintrepretasi menggunakan “verstehen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh perilaku birokrasi yang dominan dalam pelaksanaan promosi jabatan struktural adalah faktor-faktor personal keluarga dan kekerabatan disebabkan oleh intervensi politik dengan melihat faktor dukungan PNS pada calon pimpinan daerah yang terpilih pada pemilukada. Pengaruh ini dapat digambarkan dengan faktor kedekatan secara personal seorang PNS kepada calon pimpinan daerah yang terpilih dan berkuasa pada priode tertentu dan bukan semata-mata didasarkan pada pendekatan normatif dari dasar perumusan kebijakan. Kenyataan ini menjelaskan bahwa dalam pengangkatan seorang PNS dalam suatu jabatan struktural sangat dipengaruhi oleh perilaku birokrasi yang bersumber dari adanya faktor-faktor politik yang mengedapankan faktor kekerabatan dan keluarga yang berlaku pada Pemerintah Daerah Maros. Kata Kunci: Kepentingan Politik dan Perilaku Birokrasi. Latar belakang Seiring dengan tuntutan pelayanan publik yang harus semakin memuaskan, maka pemerintah juga dituntut untuk mendesain pelayanan publik yang dikelola secara demokratis. Pemerintah harus merobah orientasinya dari political authority menunju political commitment yang salah satunya adalah customer’s oriented atau customer perspective atau pelayanan yang berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan publik. Pelayanan publik tidak berada dalam ruang hampa dimana pemerintah satusatunya pemain utama. Pelayanan publik secara nyata berada ditengah-tengah kebutuhan dan kepentingan publik sehingga tak heran pelayanan publik pun dituntut harus disusun secara demokratis. Konsep citizen charter menjadi
mengemuka paska adanya tuntutan diberinya ruang yang lebih bagi publik untuk berpartisifasi dalam pelayanan publik. Publik didepan citizen charter dapat memberikan tuntutan yang rasional untuk memberikan kepuasan publik atas pelayanan yang diberikan pemerintah. Pemerintah pun diberikan kesempatan untuk memberikan informasi tentang mekanisme dan prosedur pelayanan secara jelas. Citizen charter membuka kesempatan lahirnya dialog antara pemerintah dan publik. Sehingga kedua belah pihak, mencari solusi dan memberikan yang terbaik guna perbaikan pelayanan (Indiahono, 2009).Pergeseran paradigm pelayanan publik bagi organisasi publik pun harus mulai diarahkan menuju kepuasan publik, sebagai publik. Sebab pada masa-masa
terdahulu dikenal paradigma pelayanan publikklasik, dan new public management yang sekarang sudah dirasa tidak relevan lagi (Denhard, 2003). Organisasi publik klasik menyelenggarakan pelayanan publiknya lewat mekanisme kontrol internal, sehingga menutup pintu adanya kritik dan oposisi terhadap pelayanan yang dilakukan. Paradigma ini membawa konsekuensi pelayanan publik berjalan pada level akuntabilitas yang rendah, sebab hanya mengakui evaluasi internal saja.Penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance), mengedepankan sinergitas antara semua unsur yang memegang peranan penting dalam organisasi seperti pegawai, struktur, pembagian kerja, spesialisasi, formulasi, peranan dan tanggungjawab sebagaimama konsep yang ditawarkan Max Weber dalam tatanan pelaksanaan birokrasi yang baik (Stepen, 1990). Dalam kondisi pelayanan yang sarat dengan nuansa kultur kekuasaan, publik menjadi pihak yang paling dirugikan. Kultur kekuasaan dalam birokrasi yang paling dominan membawa dampak diabaikannya fungsi dan kultur pelayanan birokrasi sebagai abdi masyarakat. Pada tataran tersebut sebenarnya berbagai peraktek penyelewengan yang dilakukan oleh birokrasi, seperti korupsi, kolusi, atau nepotisme, terjadi tanpa dapat dicegah secara efektif. Penyelewengan yang dilakukan oleh birokrasi terhadap masyarakat pengguna jasa menjadikan masyarakat hanya sebagai obyek pelayanan yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan pribadi pejabat ataupun aparat birokrasi. Inefesiensi kinerja birokrasi dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik masih tetap terjadi pada masa reformasi. Birokrasi sipil termasuk salah satu sumber terjadinya inefesiensi pemerintahan. Inefesiensi kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik terlihat dari masih seringnya terjadi kelambanan pelayanan dan kebocoran anggaran pemerintah. Jumlah aparat birokrasi sipil yang
terlampau besar merupakan salah satu faktor yang memberikan konstribusi terhadap inefesiensi pelayanan publik (Dwiyanto dkk, 2006).Promosi jabatan struktural merupakan bentuk perilaku birokrasi, salah satu kegiatan pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan motivasi kerja dan sekaligus mengembangkan orang-orang yang bekerja didalamnya. Reformasi yang berlangsung beberapa waktu yang lalu melahirkan dua peraturan perundangundangan yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 tahun 2004 dan diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 3 tahun 2005 dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan antara pusat dan daerah yang kemudian diganti dengan UU Nomor 33 tahun 2005 merupakan respon atas tuntutan kemandirian daerah dengan diberlakukannya di bidang pemerintahan atau lebih tepatnya diberlakukannya otonomi daerah. Dengan otonomi daerah, terjadi pergeseran dalam bidang kepegawaian yang selama ini sistem kepegawaian negeri sipil di Indonesia telah diatur melalui dua undang-undang tentang pokok-pokok kepegawaian yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokokpokok Kepegawaian. Akan tetapi melihat permasalahan yang ada dalam sistem kepegawaian negeri sipil di Indonesia, maka pemerintah menerbitkan lagi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara (ASN). Reformasi birokrasi merupakan penataan mendasar yang diharapkan dapat berdampak pada perubahan sistem dan struktur. Sistem adalah yang berkaitan hubungan antar unsur dan elemen yang saling mempengaruhi dan berkaitan dan membentuk suatu totalitas. Perubahan pada suatu elemen kiranya dapat mempengaruhi unsur lain dalam sistem itu
sendiri. Struktur berhubungan dengan tatanan yang tersusun secara teratur dan sistimatis. Sedangkan perubahan struktur mencakup mekanisme dan prosedur, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, organisasi dan lingkungannya dalam kerangka pencapaian tujuan efesiensi penyelenggaraan birokrasi pemerintahan. Perubahan tersebut meliputi keseluruhan aspek yang memungkinkan birokrasi memiliki kemampuan yang memadai dalam melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya. Rumusan Masalah :1) Bagaimanakah perilaku birokrasi dalam Promosi Jabatan Struktural pada Pemerintah Kabupaten Maros; 2) Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku birokrasi dalam Promosi Jabatan Struktural pada Pemerintah Kabupaten Maros. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban atau pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian (Bondan dan Taylor dalam Mulyana, 2001). Sedangkan menurut Muhadjir (2000) metodologi penelitian diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran. Kualitas kebenaran yang diperoleh dalam berilmu pengetahuan terkait langsung dengan kualitas prosedur kerja. Tehnik Analisa Data Analisis merupakan proses menyusunan data agar dapat ditafsirkan. Tafsiran (interpretasi) artinya memberikan makna analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep atau variabel. Analisis data dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif ini dilakukan secara terus menerus selama proses pengamatan dan penelitian. Data yang diperoleh selama penelitian di lapangan langsung dianalisis dan terus dicheck kebenarannya pada pihak-pihak lain (cross check). Sedangkan data yang diperoleh melalui kuesioner akan dibuatkan tabulasi data dan diberikan
interpretasi serta kesimpulan sementara apakah ada hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain.Tahaptahap yang dilakukan dalam analisa data meliputi: reduksi data, display data, dan verivikasi data. Reduksi data dilakukan dengan meringkas data kualitatif dengan berbagai bentuknya, seperti summary, selanjutnya dimasukkan ke dalam file-file atau map sendiri. Display data, data dipresentasikan dengan cara membuat ringkasan cerita atau wawancara, diagram, grafik dan matriks. Pada tahap verivikasi data, dilakukan penyimpulan, memberikan makna pada data yang dikumpulkan dengan tehnik-tehnik perbandingan. Tinjauan Pustaka Konsep Perilaku Pemahaman perilaku manusia dalam birokrasi telah menjadi semakin penting sebagai urusan pemimpin, seperti kinerja pegawai, pelayanan, ketegangan mental (stress) dan rintisan karier, diasumsikan bahwa pengaruh atas perilaku manusia berasal dari lingkungan, karenanya yang harus dijadikan fokus perhatian adalah situasi bukan perbedaan individu.Thoha (1991), menyatakan bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dan interaksi antara seorang individu dan lingkungannya, dimana perilaku seseorang itu tidak hanya ditentukan oleh dirinya sendiri, melainkan ditentukan seberapa jauh interaksi antara dirinya dengan lingkungan. Masing-masing individu disebabkan oleh situasi dan sikap yang kompleks, nilai-nilai dan variabel-variabel situasional yang rumit, seperti tekanan sosial, pilihan-pilihan perilaku aktual, peristiwa-peristiwa sosial, dan sikap-sikap yang saling bertentangan, seringkali menyebabkan orang bertindak dalam pelanggaran atas pilihan-pilihan sikapnya. Totalitas penyebab ini, dikemukakan merupakan suatu pridiksi yang menyebabkan individu-individu dalam birokrasi berperilaku. Perilaku adalah operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau satu kelompok dalam atau terhadap suatu (situasi dan kondisi)
lingkungan masyarakat, alam, tehnologi, dan organisasi. Sedangkan perilaku menurut para pakar psikologi adalah kegiatan organisasiyang dapat diamati oleh organisasilain atau berbagai instrumen penelitian. Yang termasuk dalam perilaku ialah laporan verbal mengenai pengalaman subyektif yang disadari.Bahwa perilaku manusia adalah segala kegiatan yang dilakukan manusia, baik yang secara langsung dapat diamati seperti berjalan, melompat, menulis, duduk, berbicara dan sebagainya, maupun yang tidak dapat diamati secara langsung seperti berpikir, perasaan, motivasi, dan sebagainya. Oleh karena itu, perilaku adalah ditentukan oleh suatu kombinasi dari dan dalam lingkungan.Ketika konsep perilaku digabungkan dengan pemimpin menjadilah “Perilaku pemimpin”.Akan tetapi ketika pemimpin berperilaku, maka maka dapat dikatakan perilaku kepemimpinan.Oleh karena perilaku kepemimpinan adalah merupakan hal yang multidimensional.Hal ini merupakan bilangan terbatas, dan berubah-ubah menurut kepribadian pimpinan, persyaratan tugas ditentukan olehnya beserta para pengikutnya, sifat-sifat, kepentingan, harapan-harapan pendukungnya,serta lingkungan organisasi dan fisik dalam mana beserta mereka melakukan operasi. Konsep Perilaku Birokrasi Perilaku birokrasi merupakan suatu fungsi dan interaksi antara seorang individu denganlingkungannya, dimana perilaku seseorang itu tidak hanya ditentukan oleh dirinya sendiri, melainkan ditentukan oleh seberapa jauh interaksi antara dirinya dengan lingkungan. Masing-masing individu disebabkan oleh situasi sikap yang kompleks, nilai-nilai dan variabelvariabel situasional yang rumit, seperti tekanan sosial, pilihan-pilihan perilaku aktual, peristiwa-peristiwa sosial, dan sikap-sikap yang saling bertentangan, seringkali menyebabkan orang untuk bertindak dalam pelanggaran, atas pilihanpilihan sikapnya. Totalitas penyebab ini,
dikemukakan merupakan suatu pridiksiyang menyebabkan individuindividu dalam birokrasi berperilaku (Thoha,1992). Perilaku berawal dari persepsi sosial dipengaruhi oleh faktor eksternal (situasional) dan faktor internal (personal). Faktor situasional yang mempengaruhi persepsi, antara lain adalah sistem politik, sistem sosial, dan sistem ekonomi, sedangkan faktor internal yang mempengaruhi persepsi adalah pengalaman, pengetahuan, motivasi, dan kepribadian (Darsono,2010). Perilaku pemimpin birokrasi harus profesional dalam memberikan pelayanan kepada publik. Karena pada saat ini perilaku pemimpin birokrasi yang paling di harapkan adalah perilaku yang professionaldalam memberikan pelayanan publik, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pengabdiannya pada masyarakat. Oleh karena itu ada empat kunci perilaku pemimpin birokrasi yang dapat dikembangkan menuju profesionalisme, yaitu : pertama, perilaku pemimpin birokrasi yang lebih dekat kepada masyarakat dengan sikap dasar untuk melayani bukan dilayani; kedua, perilaku pemimpin birokrasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang melalui program metode pengendalian mutu; ketiga, perilaku pemimpin birokrasi dalam mewujudkan mekanisme perencanaan, program anggaran dengan lebih banyak mendengar dan menyerap aspirasi masyarakat, baik selaku obyek maupun selaku subyek dalam pelaksanaan pembangunan;keempat perilaku pemimpin birokrasidalam mewujudkan perampingan dan penataan kembali agar lebih mampu dalam pelayanan publik (Thoha, 1996). Dalam hal yang lain perilaku kelompok dan pengaruh antar pribadi juga memberikan kekuatan atas kinerja organisasi. Kelompok terbentuk karena tindakan sengaja dan tidak sengaja oleh manajemen dan juga oleh individu. Kelompok pormal adalah kelompok yang
dibentuk secara oleh manjemen untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan tugas.Sementara itu kelompok informal adalah kelompok yang dibentuk secara tak disengaja oleh manajemen untuk mendukung tercapainya suatu tugas. Kelompok informal juga bisa dibentuk berdasarkan atas inisiatif individual karena kesamaan minat,hobi, dan berdasar persahabatan. Kedua jenis kelompok ini mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kinerja organisasi. Bahkan kelompok informal mempunyai pengaruh yang unit, tak terlihat tapi terasa.Dalam hubungan dengan berafiliasi sehingga keberadaan kelompok informal ini sangat diperlukan. Bahkan kalau perlu manjemen memberikan fasilitas untuk tumbuh dan berkembangnya kelompok informal ini, dan selanjutnya dapat diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi (Wahjono,2010). Pada birokrasi pemerintah, penghargaan kepada pegawai yangbekerja baik seperti bertindak efisien, kreatif, dan responsif masih sangat terbatas. Para pejabat birokrasi sering tidak mengenal konsep “pelanggang” karena pelanggang sering tidak memiliki kemampuan untuk memberikan anksi kepada para pejabat birokrasi. Pada saat yang sama nasib pejabat birokrasi oleh pelanggang atau pengguna barang dan jasa yang dihasilkan birokrasi melainkan oleh keputusan politik. Karena itu, para pejabat birokrasi sering merasa tidak berkepentingan untuk menjalin hubungan dengan warga pengguna. Semua itu menyebabkan etika pelayan menjadi sulit dikembangkan dalam birokrasi publik. Para aparat birokrasi merasa sulit melakukan, ketika diminta untuk menyapa kepada masyarakat pengguna, dengan salam dan menanyakan keperluannya dengan ramah. Ini terjadi karena sistem nilai yang dimiliki tidak pernah mengajarkan kepada mereka bahwa keberadaan mereka adalah sebagai abdi masyarakat yang harus melayani warga dengan baik dan sopan.Sebaiknya nilainilai yang ada di dalam birokrasi, bahkan
terkadang diluar birokrasi sekalipun, mengajarkan kepada mereka bahwa mereka adalah penguasa atau pejabat yang harus tampak beribawa dihadapan warga. Budaya birokrasi pemerintah selalu berorientasi pada kekuasaan.Kekuasaan menjadi nilai tarik yang penting bagi para anggota birokrasi.Ini dapat dimengerti karena banyak hal yang diinginkan oleh pejabat birokrasi selalu terkait dengan kekuasaan. Selama ini segala yang diinginkan para pejabat birokrasi seperti penghasilan,pengaruh, fasilitas, privileges, dan sebagainya selalu terkait dengan kekuasaan yang mereka miliki.Motivasi inipunmenyebabkan para pejabat birokrasi lebih berorientasi untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan daripada melayani warga (Dwiyanto, 2006). Konsep Perilaku Organisasi Perilaku dalam organisasi berasal dari dua sumber yaitu individu dan kelompok.Baik perilaku individual maupun kelompok menjadibahasan penting dalam organisasi, apalagi keduanya saling berinteraksi yang satu saat sudah tidak bisa dibedakan asal usul perilaku yang terdapat dalam suatu oirganisasi.Kinerja individual adalah dasar kinerja organisasi. Oleh karena itu pemahaman tentang perilaku individu masing-masinganggota organisasi menjadi titik senteral dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Semakin baik seseorang memahami perilaku unik dari anggota organisasinyasemakin besar kemungkinan orang itu memperoleh sukses dengan menggerakkan organisasi kearah pencapaian tujuan. Karena kinerja organisasi tergantung dari kinerja individu, selain itu para manejer harus mempunyai kinerja yang baik secara individual agar supaya mempengaruhi kinerja organisasi yang dipimpinnya menjadi efektif. Psikologi dan psikologi sosial memberikan kontribusi atas pengetahuan yang relevan mengenai hubungan antara sikap, persepsi, kepribadian, nilai-nilai dan kinerja individu baik sebagai bawahan maupun sebagai atasan (Wahjono, 2010).
Berdasarkan Robbins (1996) menyatakan bahwa:” behavior concerns it self with the actions people do that can be observed or measured” (perilaku berkenaan dengan tindakan-tindakan manusia yang dapat diamati atau diukur), dan “organization it a conciously coordinated social uni, composed of two or more people, that fungtions on a relatively continuus basisto achieve a common goal or set of goalts” (organisasi adalah satuan sosial yang terorganisasi secara sadar, terdiri dari dua atau lebih orang, yang berfungsi atas dasar yang relatif kontinyu untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan-tujuan bersama). Penggabungan istilah diatas menjadi perilaku organisasi (organization behavior) menhasilkan pengertian sedikit berbeda, walaupun ciriciri pokoknya tetap sama, seperti yang dapat dilihat dari rumusan Johns (1983) dalam Robbins (1994), dalam bukunya “Organization Behavior” mengatakan: “Oreganizational Behavior a rather general term that refers to the attitudes and behavior of individuals and group in organizations. The discipline or field organizational behavior involves the systematic study of these attitude and behavior. Thus, the field is concerned with both personal and interpersonal issues in an organization context” (Artinya kurang lebih, perilaku organisasi adalah suatu istilah yang agak umum yang menunjukkan kepada sikap dan perilaku individu dan kelompok dalam organisasi, yang berkenaan dengan studi sistimatis tentang sikap dan perilaku, baik yang menyangkut pribadi maupun antar pribadi dalam konteks organisasi)”. Senada dengan rumusan tersebut, Robbins (1996) dalam bukunya organizational behavior, menyatakan: “Organizational behavior is a field of study that investigates the impact ofindividuals, group, and structure have on behavior within organizations for the purpose of applying such knowledge toward improving an organizatin’s effectiveness”.(Artinya,perilaku organisasi adalahsuatu bidang studi yang menyelidiki
pengaruh yang ditimbulkan oleh individu, kelompok dan struktur terhadap perilaku (manusia) didalam organisasi dengan tujuan menerapkan pengetahuan yang didapat untuk meningkatkan efektivitas organisasi). Secara singkat, perilaku itu berkenaan dengan studi tentang apa yang dikerjakan oleh manusia dalam organisasi dan bagaimana perilaku itu mempengaruhi kinerja organisasi. Dalam kaitan ini maka bahan kajian dalam perilaku organisasi itu dapat meliputi sikap manusia terhadap pekerjaannya, rekan sejawat atau imbalan dan sebagainya, serta perilakunya seperti konplik, kerjasama, produktivitas, kemangkiran, motivasi dan lain- lain (Nimran, 2009). Konsep Perilaku Pelayanan Publik Menurut (Sulaiman Asang, 2012) dalam kajiannya bahwa budaya organisasi diartikan sebagai perilaku terinternalisasi mendalam yang dimilki oleh provider (pemberi pelayanan) maupun oleh penerima pelayanan. Budaya organisasi ini dikaji dalam tiga indikator sebagai berikut: 1) Kemampuan dalam Pelayanan Publik Untuk melihat wujud dari pelaksanaan budaya birokrasi antara lain dapat dilihat dari budaya organisasi itu dapat memberikan titik panduan kepada orang mengenai apa yang sebaiknya dilakukan, walaupun telah ada petunjuk secara global dari dua Puskesmas Kota Makassar. Dampak budaya birokrasi terhadap anggota/pegawai serta konsekwensi terhadap pengguna jasa bertujuan untuk meningkatkan kualitas / mutu pegawai(pengetahuan, keterampilan, dan keahliannya), dan masyarakat sebagai obyek dari organisasi pemerintahan dapat merasakan manfaat dari kegiatan budaya organisasi. Aturan kepangkatan menentukan wewenang, konpensasi, dan peluang karier. Aturan ini memisahkan antara kelompok orang yang member perintah dan kelompok orang yang menjalankan perintah, sehingga menimbulkan apa yang disebut dengan malas kerja. Apabila ingin mengambil suatu keputusan maka mereka terlebih
dahulu harus menyampaikan pada pimpinannya;2) Aspek Diskresi Pelayanan Publik adalah suatu bentuk perlakuan yang sering dipergunakan oleh para birokrat dalam menyelenggarakan pelayanan umum kesehatan di Puskesmas. Secara ideal, penyelenggaraan pelayanan didukung oleh aturan yang baik. Keberadaan suatu aturan yang telah dibuat dan disepakati oleh suatu organisasi tertentu sangatlah penting peranannya. Diskresi dapat memberikan kemudahan atau kelonggaran pada provider dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga para birokrat dapat mengambil keputusan sendiri. Ada beberapa kasus yang menyebabkan sehingga diskresi muncul dan dibutuhkan penerapannya oleh para birokrat, khususnya pegawai yang berada pada level middle dan lower, seperti seperti kel;engkapan dokumen yang dibawa pengguna jasa kurang lengkap, koordinasi dengan instansi lain, dan rendahnya tingkat pendidikan pengguna jasa; 3) Persamaan Perlakuan Pelayanan Publik diartikan sebagai kebiasaan sering berlangsung yang dialami oleh klien selama mendapatkan pelayanan di Puskesmas. Pada hasil studi ini menunjukkan bahwa persamaan perlakuan dalam penerimaan pelayanan klien berada dalam “kategori baik”.Dimana sekitar 80 persen yang telah menerima pelayanan yang bertaraf baik. Dikaitkan dengan pelayanan tersebut, masyarakat seringkali kecewa karena pelayanan yang diterima tidak dibarengi dengan perilaku atau sikap yang baik oleh petugas pemberi pelayanan.Hal ini mengindikasikan bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat, maka diperlukan intervensi kearah ini, seperti pelatihan tentang pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat. Hasil dan Pembahasan Pendekatan Normatif Dalam proses promosi jabatan terdapat mekanisme dan persyaratan yang telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan
di bidang kepegawaian. Peraturan tersebut adalah Undang-Undang No43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala BKN Nomor 46A Tahun 2003tentang PedomanPenyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural. Di dalam surat keputusan kepala BKN tersebut malah telah diuraikan standar kompetensi jabatan samengan beberapa peraturan ini seharusnya Pemda semakin mudah dalam melakukan promosi jabatan, karena semuanya telah diatur sampai dengan pedomannya, tinggal ditindaklanjuti dan dilaksanakan. Namun dengan berbagai kepentingan yang bersebrangan dalam birokrasi telah membuat implementasinya tidak semudah yang dibayangkan. Dari hasil observasi terhadap proses promosi jabatan diKabupaten Maros terlihat bahwa mekanisme yang ditempuh oleh BKD dalam pelaksanaan promosi jabatan telah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku yaitu PP No. 100 Tahun 2000 jo. PP No.13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural. Kemudian ditambah dengan Permendagri No. 5 Tahun 2005 tentang Pedoman Penilaian Calon Sekda Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Pejabat Struktural Eselon II dilingkungan jabatan Kabupaten/Kota. Mekanisme dimaksud adalah: 1) BKD membuat surat kepada masing-masing kepala SKPD untuk memasukkan usulan PNS yang akan dipromosikan dalam jabatan; 2) Setelah usulan dari tiap SKPD dimasukkan ke BKD, maka BKD melalui bidang mutasi melakukan verifikasi terhadap usulan pegawai yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat; 3) BKD membuat daftar nominative usulan pejabat yang akan dibahas dalan rapat Baperjakat; 4) Baperjakatmengadakan rapat pembahasan; 5) Baperjakat mengusulkan kepada Bupati nama-nama PNS yang memenuhi syarat
untuk dipromosikan dalam jabatan; 6) Bupati mengeluarkan surat keputusan tentang pengangkatan PNS dalam jabatan structural. Merkanisme ini berlaku untuk pejabat eselon III.a ke bawah. Lain halnya dengan promosi jabatan eselon II.b, di mana mekanisme yang harus dilalui adalah; 1) Bupati/Walikota mengusulkan 3 nama kepada Gubernur; 2) Gubernur melakukan penilaian administrative terhadap berkas masing-masing calon pejabat eselon II.b; 3) Gubernur mengeluarkan rekomendasi pejabat yang memenuhi syarat; 4) Atas dasar rekomendasi Gubernur, maka Bupati/ Walikota mengeluarkan surant keputusan pengangkatan pejabat struktural eselon II.b. Sedangkan untuk promosi pejabat eselon II.a (Sekda) di Kabupaten/Kota, maka mekanismenya adalah sebagai berikut: 1) Bupati/Walikota mengusulkan 3 (tiga) nama kepada Gubernur; 2) Gubernur melalui tim penguji dari provinsi melakukan fit and propertest terhadap ke tiga calon Sekda; 3) Gubernur mengusulkan nama calon pejabat Sekda yang memenuhi syarat kepada Mendagri; 4) Mendagri mengeluarkan surat persetujuan pengangkatan Sekda; 5) Atas dasar persetujuan Mendagri, maka Bupati /Walikota dapat melakukan pelantikan Sekda sebagai pejabat eselon II.a di lingkup kabupaten/kota.Dari mekanisme yang ada terlihat bahwa Pemda Maros telah mengikuti mekanisme yang telah ditetapkan. Akan tetapi di dalam pelaksanaannya banyak dipengaruhi oleh perilaku birokrasi akibat tekanan-tekanan politik. Serbagai contoh, untuk menindak lanjuti Keputusan Kepala BKN No.46A Tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural pada Pemerintah Daerah Maros. Peraturan Daerah disusun oleh Bagian Organisasi Sekretariat Daerah. Dalam Peraturan Bupati telah ditetapkan Standar Kompetensi dari tiap jabatan untuk dijadikan acuan dalam melakukan uji kompetensi bagi PNS yang akan dipromosikan dalam jabatan. Sayangnya
peraturan Bupati ini tidak digunakan secara utuh sebagai dasar dalam mempromosikan PNS dalam jabatan. Hal ini terlihat dalam beberapa kali rapat, anggota Baperjakat lebih banyak mengacu pada Standar Umum yang diatur oleh pemerintah pusat, seperti latar belakang pendidikan dan pengalaman PNS yang akan dipromosikan, dan malah yang lazim digunakan adalah pendekatan personal kekeluargaan atau hubungan dan kedekatan dengan pejabat yang berwewenang. Perumusan Kebijakan Perumusan kebijakan merupakan aktivitas yang terkait dengan fungsi legislative dan eksekutif. Secara umum fungsi legislasi dapat diartikan sebagai fungsi untuk membentuk peraturan daerah bersamasama dengan Kepala Daerah (Wasistiono, 2009:188). Lebih lanjut Wasistiono (2009:37) mengatakan bahwa penamaan fungsi “Legislasi” di daerah yang melekat pada DPRD lebih tepat diganti dengan fungsi pengaturan atau “regulasi”, karena fungsi legislasi adalah membuat undangundang yang dimiliki oleh DPR dan Pemerintah Pusat di tingkat nasional pada Negara unitaris, atau pada pemerintah federal dan Negara bagian pada Negara berbentuk federasi. Berdasarkan bunyi pasal 19 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004, di daerah tidak ada lagi lembaga legislative di daerah, karena DPRD dan Pemerintah Daerah berada dalam suatu kotak yaitu Penyelenggara Pemerintah Daerah. Akan tetapi untuk merubah penamaan fungsi legislasi menjadi fungsi regulasi sesuai kondisi riil di lapangan, memerlukan amandemen UUD 1945. Di dalam pasal 95 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD menyebutkan bahwa “DPRD memegang kekuasaan membentuk Peraturan Daerah”. Paradigma yang digunakan dalam pasal tersebut sejalan dengan paradigma dalam amandemen UUD 1945 pasal 20 ayat (1) yaitu memisahkan fungsi legialasi dan fungsi
eksekutif. Pada hal sebelum berlakunya Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah kedua fungsi itu berada di suatu tangan yaitu di tangan kepala daerah. Meskipun demikian di dalam pasal 140 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2004, kepala daerah diberi hak untuk mengajukan usulan pembuatan (rancangan) peraturan daerah. Selanjutnya dalam pasal 140 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa apabila terdapat materi rancangan peraturan daerah yang sama usulan DPRD dan usulan kepala daerah maka yang dibahas adalah rancangan DPRD, sedangkan rancangan kepala daerah digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. Kesimpulan : Berdasarkan pembahasan dalam hasil penelitian ini, maka yang dominan berlaku pada pemerintah daerah Kabupaten Maros dalm promosi jabatan struktural dimana terdapat intervensi/ pengaruh politik dalam proses promosi jabatan terutama pada pasca pemilukada. Setelah ditelusuri, ternyata pengaruh dalam promosi jabatan tidak hanya dilakukan oleh aktor politik, tetapi juga dilakukan oleh kelompok personal keluarga atau kekerabatan yang terhimpun dalam kelompok pendukung Bupati/Wakil Bupati terpilih. Pengaruh politik yang dilakukan oleh kelompok personal kekerabatan atau keluarga lebih dominan dibandingdengan aktor politik. Sedangkan yang dimaksud dengan personal keluarga atau kelompok kekerabatan adalah dengan istilah rekomendasi dari tim pemenangan calon pimpinan melalui pemilukada tersebut, hal seperti inilah mencerminkan perilaku birokrasi yang menyimpan (negatif). Pemanfaatan keahlian birokrasi dalam proses pelaksanaan promosi jabatan struktural dirasakan masih sangat kurang atau minim. Hal ini disebabkan karena faktor personal atau kekerabatan yang bersumber dari aktor politik yang dibangun dari perilaku pendukung calon Bupati/Wakil Bupati pasca pemilukada. Sedangkan disisi lain pengaruh politik juga yang yang ditunjukkan dari adanya
pengaruh nilai keterwakilan PNS pendukung suksesi pemimpin daerah yang sekian lama dipersiapkan oleh yang bersangkutan terhadap kedekatan personal terhadap calon Bupati/Wakil Bupatai terpilih.Dalam proses promosi jabatan struktural seharusnya ada perumusan kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah yang mendasari suatu promosi jabatan agar setiap PNS yang dipromosikan atau menduduki jabatan dapat melaksanakan tugas yang bertanggung jawab berdasarkan kompetensi yang dimiliki oleh pejabat tersebut. Pendekatan normatif yang dilakukan oleh Pemda sesungguhnya harus berdasarkan mekanisme yang diatur oleh UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk pemberdayaan PNS yang dipromosikan dalam suatu jabatan tertentu. Daftar Pustaka Denhardt, V. Janet and Denhardt, B. Robert, 2003, The New Public Service, by M. E. Sharpe, Inc. Printed In The United States of America Darsono, 2010, Budaya organisasi (Kajian Tentang Organisasi, Budaya, Ekonomi, Sosial dan Politik). Cetakan Pertama. Penerbit, Nusantara Consulting, Jakarta. Dwiyanto, Agus, 2009, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gajah Mada University Press,Yokyakarta. ---------------------, 2006, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Edisi Kedua, Gajah Mada University Press. Yokyakarta. Effendi, Taufiq, 2013, Reformasi Birokrasi Dan Iklim Investasi. Edisi Kesatu, Konstitusi Press. Jakarta. Griffin W. Ricky, 2010, Perilaku Organisasi (Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi), Jakarta.
Indiahono, Dwiyanto, 2009, Kebijakan Publik: Berbasis Dynamic Policy Analisys. Edisi Pertama. Penerbit Gaya Media, Yogyakarta. Mustafa, Delly, 2013, Birokrasi Pemerintahan. Edisi Kesatu, Alfabeta, Bandung. Manullang, 2001, Pelaksanaan Promosi PNS pada Jabatan Struktural Organisasi Pemerintah di Aceh. Diperoleh dari Website: www. kabisat-blogspot-com/2013/ pelaksanaan-promosi-pns-padajabatan-htm. Mulyana, Deddy, 2001, Metode Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin, Yogyakarta. Muhajir, Noeng, 2000, Metode Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Yogyakarta. Mangkunegara, Prabu, Anwar, 2008, Perilaku dan Budaya Organisasi. Cetakan Kedua. Penerbit PT.Rafika Aditama, Bandung. Moleong, Lexy J., 2001, Metode Penelitian Kualitatif. Diterbitkan oleh PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. P. Darsono, 2010, Budaya Organisasi: Kajian Tentang Organisasi, Budaya, Ekonomi, Sosial dan Politik. Cetakan Pertama. Penerbit Nusantara Consulting, Jakarta. Rakhmat, H., 2013, Dimensi Strategis Manajemen Pembangunan. Edisi Pertama. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. Riggs, Fred W., 1964, Administration In Developing Countries: The Theory Of Prismatic Sosiety. First Edition, HougtonMifflin Company, Boston. Robbins, Stephen P., 1996, Organizational Behavior: Concepts, Controversies, Applications. Seventin Edition. Prentice Hall Inc. Englewood Cliff. New Jessey. Hadyana Pujatmaka (Penterjemah). Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Edisi Pertama. Prenhallindo, Jakarta. -----------,1994, Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi, Organization Theory: Structure,
design, and Aplication. Alih bahasa, Yusuf Udaya, Jakarta.1990, Smith, B. C., 1992, Introduction: Deveplopment Administration in the Third World Decade, in B. C. Smith (ed), Progress in Development Administration. Selected papers from Public Administration and Development, John Willey & Sons Ltd. Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Cetakan ke empat, Alfabeta, Bandung. Suratman, 2012, Konflik dan Efektivitas Organisasi: Teori, Konsep, dan Aplikasi. Cetakan Pertama. Capiya Publishing, Surabaya. Siagian P. Sondang, 2011, Filsafat Administrasi. Cetakan Keenam. Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta. Surbakti, Ramlan, 1992, Memahami Ilmu Politik. Cetakan Pertama. Penerbit PT. Widiasarana Indonesia, Jakarta. Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian, 1995, Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta. Suratman, 2012, Konflik dan Efektivitas Organisasi Teori, Konsep dan Aplikasi. Cetakan Pertama. Penerbit Capiya Publishing, Yogyakarta. Thoha,1997, Praktek Birokrasi Publik Yang Menjadi Kendala Terwujudnya Good Governance, dalam Mifftah Thoha dan Agus Dharma (ed). Menyoal Birokrasi Publik. Edisi Pertama, Balai Pustaka, Jakarta. ----------,1992, Administrasi Kepegawaian Daerah. Penerbit Ghalia Indonesia, Yogyakarta. Wasistiono, Sadu, 2003, Kapita Selekta: Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah.Edisi,Ketiga. Fokus Media, Bandung. Wahyono, Imam, Sentot, 2010, Perilaku Organisasi, Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta.