PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PENEMPATAN APARATUR DALAM JABATAN STRUKTURAL DI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN POHUWATO
APPLY GOOD GOVERNANCE PRINCIPLES TO APPOINT EMPLOYEES OWNED LOCAL GOVERNMENT INTO STRUCTURAL POSITION AT SEKRETARIAT DAERAH, POHUWATO REGENCY
Gretty Syatriani Saleh1, Muh. Kausar Bailusy2, Thahir Haning³
Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar
Alamat Korespondensi Gretty Syatriani Saleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar, 90215 HP : 081356126985
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk (1) menjelaskan dan menganalisis penerapan prinsip-prinsip good governance pada penempatan aparatur dalam jabatan structural, dan (2) menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi (mendukung dan menghambat) penerapan prinsip-prinsip good governance pada penempatan aparatur dalam jabatan struktural di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato. Pendekatan dan desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara (in depth interview), dan dokumentasi. Teknik analisis data adalah kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip partisipasi (Participatory), aturan hukum (Rule of Law), transparansi (Transparancy), responsif (Responsive) berorientasi kesepakatan (Consensus orientation), kesetaraan (Equity), efektif dan efisien, akuntabilitas (Accountability) dan visi strategis (Strategic Vision) dalam kebijakan penempatan aparatur pada jabatan struktural di Kabupaten Pohuwato, adalah tidak optimal. Faktor-faktor pendukung internal adalah kebijakan internal Pemda, jumlah SDM aparatur, formasi jabatan, eksistensi BAPERJAKAT dan PPK, komitmen pimpinan daerah. Faktor-faktor pendukung eksternal : kebijakan peraturan perundang-undangan, eksistensi Inspektorat Provinsi, adanya tuntutan kualitas pelayanan publik. Faktor-faktor penghambat internal adalah perubahan kepemimpinan, belum adanya Lembaga Uji Kompetensi, Uji kompetensi belum dilaksanakan, keterbatasan SDM yang berkualitas, kompetensi SDM, motivasi, inkonsistensi, konflik kepentingan, iklim organisasi, dan kepemimpinan. Faktor-faktor penghambat eksternal adalah intervensi, kurangnya peran lembaga independen, sistem pendiklatan, kondisi sosial budaya masyarakat. Kata Kunci : Good Governance, penempatan, aparatur, jabatan struktural
ABSTRACT This research aimed to (1) clarifying and analyze good governance principles application to appoint employees owned local government into structural position at Sekretariat Daerah of Pohuwato Regency, and (2) clarifying and analyze its determinant of factors have been influent it. A qualitative descriptive used to analyzed any data. Observation, in depth interview, and documentation used to collecting data. The result of this research indicated that good governance principles include participatory, rule of law, transparancy,responsive, consensus orientation, equity, effective and efficiency, accountability, and strategic vision not be optimum apply yet to appoint employees owned local government into structural position at Sekretariat Daerah of Pohuwato Regency. Internal factor of support influent it are internal policy of Local Government, given avalaible of employees owned local government, position formation, BAPERJAKAT and PPK existent, commitment. Internal factor of trigger influent it are leader change, not yet competention test institution, not be given available employee have high quality and professionals, human resources competency, motivation, interest conflict, organization condition, and leadership. External factor of support influent it are rules and policy, region inspectorat, demand of public service. External factor of trigger influent it are intervention, less role play of independent institution, education and training system, socioculture. Keywords: Good governance, appointment, employees, structural position
PENDAHULUAN Salah satu persoalan mendasar yang masih dihadapi oleh berbagai organisasi pemerintahan di Indonesia adalah penerapan prinsip-prinsip good governance dalam kebijakan penempatan aparatur dalam jabatan, terutama di level jabatan struktural. (Tjokroaminoto,2000) mengemukakan bahwa, prinsip-prinsip good governance, adalah: partisipasi (Participatory), aturan hukum (Rule of Law), transparansi (Transparancy), responsif (Responsive), berorientasi kesepakatan (Consensus orientation), kesetaraan (Equity), efektif dan Efisien, akuntabilitas (Accountability), tenggang gugat, dan visi strategis (Strategic Vision. Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penempatan jabatan struktural semakin penting disinergikan dengan PP No.13 Tahun 2003 tentang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS), mengenai syarat umum pengangkatan PNS. Realitas yang berkembang bahwa, penempatan aparatur dalam jabatan masih banyak yang tidak berpedoman kepada atau mengabaikan beberapa ketentuan pada kebijakan yang berlaku, atau belum sepenuhnya berpedoman kepada prinsip-prinsip good governance, kurang menerapkan job description dan job specification yang dipersyaratkan. Pimpinan daerah atau oknum pengambil kebijakan seringkali sengaja memilih orangorang yang disukai atau memiliki hubungan kedekatan/ kekerabatan dengannya untuk diangkat atau ditunjuk menempati suatu jabatan struktural strategis dengan mengabaikan prinsip job description dan job specification analyses. Sikap keputusan tersebut seringkali hanya dimaksudkan untuk melancarkan praktek kolusi dan nepotisme, termasuk kemungkinan melancarkan konspirasi bagi-bagi proyek dan perilaku korup. Sikap keputusan yang demikian, tentunya sangat merugikan aparatur atau pejabat struktural lainnya, sebab hak-haknya untuk dipromosikan dan mengembangkan karier serta menduduki jabatan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, dengan mudah termentahkan oleh suatu keputusan yang bernuangsa politik transaksional dan selera - kepentingan pribadi oknum pengambil kebijakan atau keputusan. Implikasi luas pada pendistribusian SDM yang cenderung tidak didasarkan pada pendekatan profesionalisme, melainkan lebih dominan kepada pendapatan politik semata. Hal ini membawa kerugian yang sifatnya materi maupun immateri dalam organisasi birokrasi pemerintahan dan pribadi individu unsur-unsur SDM. Implikasi lainnya bahwa kinerja organisasi pemerintahan daerah semakin tidak efektif akibat inefisiensi atau salah kelola dalam penataan SDM aparatur pada formasi jabatan yang ada. Ketidakefektivan tersebut akan menimbulkan kesulitan bagi perwujudan visi dan misi organisasi pemerintahan daerah, sedangkan inefisiensi akan menimbulkan kerugian pada pembengkakan anggaran untuk membiayai SDM yang tidak profesional, kerugian uang
negara akibat ketidakcakapan aparatur mengelola keuangan daerah bahkan akan semakin berpotensi menimbulkan perilaku korup. Keseluruhan perilaku, sikap dan tindakan keputusan dalam penempatan aparatur dalam jabatan yang kurang atau tidak berpedoman kepada kebijakan UU No. 43 Tahun 1999, PP No.13 Tahun 2003 dan kebijakan lainnya serta prinsip job description dan job specification analyses yang demikian, tentunya sulit diharapkan akan terbangunnya birokrasi yang profesional. PP No.101 Tahun 2001 tentang Diklat PNS, menekankan bahwa, setiap aparatur yang hendak menempati suatu jabatan, maka harus mengikuti Diklat PIM IV, III, II, I dan ADUM terlebih dahulu. Kebijakan ini seringkali digunakan oleh pimpinan untuk mempersiapkan aparatur tertentu yang akan diangkat menduduki jabatan dalam unit kerja organisasinya. Keputusan-keputusan pengangkatan yang lebih mengedepankan faktor like and dislike, loyality and dis loyality dan lebih bernuansa kepentingan politik pribadi dan golongan, akan sulit mewujudkan right men in right place, right men in right time untuk tujuan pembangunan birokrasi yang professional. Tujuan penalitian ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis penerapan prinsipprinsip good governance pada penempatan aparatur dalam jabatan struktural di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato, dan untuk menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi (mendukung dan menghambat) penerapan prinsip-prinsip good governance pada penempatan aparatur dalam jabatan struktural di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dalam menganalisis temuan penelitian secara utuh dengan menggunakan dasar-dasar teori yang ada. Desain penelitian ini adalah eksploratif, untuk mengkaji permasalahan yakni penerapan prinsip-prinsip good governance pada penempatan aparatur dalam jabatan di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah BAPERJAKAT (Ketua : Sekretaris Daerah, BKD selaku anggota), Pejabat Struktural di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pohuwato. Sedangkan Unit analisis dalam penelitian ini adalah organisasi Sekretariat Daerah pada Pemerintah Kabupaten Pohuwato.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dilapangan melalui data primer dengan melakukan wawancara langsung dan mendalam dengan sejumlah informan/ narasumber, antara lain : pegawai/aparatur, pejabat. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada atau instansi terkait, dokumen, dan data lainnya yang relevan dengan kebutuhan data dalam penelitian ini. Analisis Data Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Data yang terkumpul, baik data kuantitatif dan kualitatif maupun data primer dan sekunder, diolah dan kemudian dianalisis berdasarkan pendekatan analisis kualitatif. Keseluruhan data yang diperoleh untuk keperluan analisis, pertama-tama dilakukan identifikasi menurut kelompok tujuan penelitian, untuk selanjutnya dianalisis berdasarkan teknik "analisis kualitatif”. Sekalipun dalam penelitian ini diperoleh data kuantitatif seperti angka-angka dan grafik, semata-mata dimaksudkan untuk mengukur kontinuitas masalah serta untuk mempermudah dan mempertajam analisis empiris yang lebih banyak bersifat kualitatif Moleong, 2001). Dalam penarikan kesimpulan, digunakan metode induktif, yakni menarik kesimpulan dari hal umum ke hal khusus.
HASIL Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Penempatan Aparatur Dalam Jabatan Struktural di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato Partisipasi Penempatan aparatur pada jabatan struktural di Kabupaten Pohuwato menganut prinsip partisipasi terbatas (limited participatory) sebab hanya kalangan elit birokrasi tertentu (atau top management) yang berhak dan mempunyai kewenangan untuk terlibat dalam mengajukan usulan, pendapat, saran dan pertimbangan serta pengambilan keputusan, sedangkan aparatur di jajaran lini tengah dan bawah tidak mempunyai hak dan kewenangan untuk terlibat atau dilibatkan berpartisipasi baik dalam mengajukan usulan, pendapat, saran dan pertimbangan maupun pengambilan keputusan. Model limited participatory dalam mekanisme penempatan aparatur dalam jabatan struktural yang sepenuhnua dibebankan kepada Baperjakat tersebut, dapat dianalisis manfaat (kelebihan) dan dampak (kelemahan)-nya.
Aturan hukum (Rule of Law) Kebijakan atau keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural di Kabupaten Pohuwato tetap mempertimbangkan prinsip aturan hukum (rule of law) yang berlaku seperti PP No.13 Tahun 2002 tentang perubahan atas PP No.100 Tahun 2000 tentang pengangkatan PNS dalam jabatan struktural, PP No.5 Tahun 2005 tentang Pedoman Penilaian Calon Sekda dan Pejabat Eselon II serta Peraturan Kepala BKN No.11 Tahun 2008 tentang Pedoman Penilaian Kompetensi PNS dalam Jabatan Struktural, namun prinsip aturan hukum yang berlaku bukanlah pedoman mutlak. Pemda Kabupaten Pohuwato khususnya Baperjakat, masih kesulitan menerapkan aturan hukum yang ada dalam penempatan aparatur pada jabatan struktural, karena beberapa alasan antara lain: lemahnya Aturan hukum dan penerapannya, keterbatasan SDM berkualitas dan professional, kurangnya political will, dominannya kepentingan politik, lemahnya sistem rekrutmen dan seleksi, rendahnya kesadaran hukum dan iklim organisasi. Transparansi Kebijakan atau keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural di lingkup Pemerintah Kabupaten Pohuwato belum menerapkan prinsip transparansi. Disisi lain, ada wacana yang berkembang bahwa, transparansi dapat diwujudkan jika uji kompetensi dilaksanakan sesuai arahan Peraturan Kepala BKN No.11 Tahun 2008 tentang Pedoman Penilaian Kompetensi PNS dalam Jabatan Struktural. Uji kompetensi dianggap sebagai mekanisme yang ideal untuk mewujudkan transparansi sebelum masuk ke Baperjakat. BKN dan Baperjakat perlu bekerjasama dengan perguruan tinggi atau lembaga yang berkompeten lainnya untuk formulasi standar atau desain mengenai batas-batas penerapan prinsip transparansi di organisasi publik. Responsif (Responsive) Prinsip responsive belum berlaku atau tidak diterapkan sebelum proses pertimbangan pengangkatan atau penempatan aparatur dalam jabatan struktural. Prinsip responsive berlaku atau diterapkan karena ada dua hal, yakni : adanya keputusan Baperjakat atau PPK dan adanya keluhan. Baperjakat dan PPK perlu lebih responsive terhadap keluhan aparatur baik sebelum maupun setelah proses keputusan pengangkatan dalam jabatan, agar kepercayaan aparatur dan publik atau stakeholder lebih meningkat, ketimpangan-ketimpangan dalam jabatan dapat diminimalisir, keadilan jabatan dapat lebih meningkat, motivasi – kinerja aparatur dan organisasi dapat lebih meningkat. PPK dengan hak prerogatifnya, dapat mengambil pilihan keputusan terhadap jabatan aparatur, apakah melakukan pencabutan ataukah hanya memberikan sanksi disiplin ataukah teguran.
Berorientasi kesepakatan (Consensus orientation) Penerapan prinsip berorientasi kesepakatan (consensus orientation) tercermin pada asumsi sikap penerimaan seluruh unsur dalam organisasi atas keputusan Baperjakat atau PPK dalam pengangkatan atau penempatan aparatur pada jabatan struktural. Adanya asumsi tersebut, menjadi simbol dari penerapan prinsip berorientasi kesepakatan (consensus orientation), namun hal itu pada dasarnya bersifat lemah sebab kecenderungan yang terjadi adalah consensus orientation yang semu. Artinya, sulit dipungkiri adanya polemik, kekecewaan atau ketidakpuasan, perlakuan tidak adil atau diskriminasi serta konflik kepentingan atas kebijakan atau keputusan pengangkatan atau penempatan aparatur pada jabatan struktural. Permasalahan yang terjadi bahwa, sikap penerimaan atas kebijakan atau keputusan BAPERJAKAT dan PPK dalam penempatan aparatur pada jabatan struktural tersebut, masih terkadang menimbulkan polemik dan konflik kepentingan serta ketidakadilan bagi aparatur tertentu yang dirugikan hak-hak dan kepentingan kariernya Kesetaraan (Equity) Penerapan prinsip kesetaraan (equity) dalam kebijakan atau keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural di lingkup Pemerintah Kabupaten Pohuwato belum optimal. Kesetaraan dalam hal akses antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh hakhaknya terutama dalam jabatan struktural masih cenderung dihambat oleh kebijakan terselubung. Penerapan prinsip kesetaraan (equity), cenderung terjadi fenomena yang disebut bottleneck pada level jabatan menengah dan tinggi bagi akses jabatan struktural di Kabupaten Pohuwato. Uraian tersebut menggambarkan bahwa, penerapan prinsip kesetaraan (equity) dalam kebijakan atau keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural di lingkup Pemerintah Kabupaten Pohuwato belum optimal. Kesetaraan dalam hal akses antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh hak-haknya terutama dalam jabatan struktural masih cenderung dihambat oleh kebijakan terselubung Efektif dan Efisien Penempatan aparatur dalam jabatan struktural perlu memenuhi persyaratan kompetensi jabatan yang diperlukan dan disesuaikan dengan keahlian – keterampilan – kemampuan kerja dengan jabatan yang diemban, serta memiliki integritas moral – jujur – bertanggung jawab – transparan, sehingga dengan demikian diharapkan dapat dicapai prinsip efektivitas dan efisiensi. Pelaksanaan uji kompetensi perlu dilakukan dengan mewajiban calon pemangku jabatan memaparkan visi dan misi, program dan kegiatan, target-target sasaran dan
pencapaian, target kinerja dan prestasi, model kepemimpinan yang akan diterapkan dalam unit kerja yang dipimpinnya, jumlah anggaran yang dibutuhkan dan target keuntungan – manfaat, serta menguji pemahaman dan komitmen tentang penerapan penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam seluruh pelaksanaan tugas dan fungsinya. Langkah selanjutnya adalah melakukan kontrol dan evaluasi terhadap kemampuan pemangku jabatan yang telah diangkat dalam arah menuju pencapaian visi dan misi, bentukbentuk inovasi yang dilakukan, kinerja dan prestasi yang ditampilkan, serta gaya kepemimpinan yang dipraktekkan di lingkungan unit kerja yang dipimpinnya. Langkah terakhir adalah menagih janji yang dikemukakan pada uji kompetensi, serta meminta pertanggungjawaban penggunaan anggaran, dan jika tidak mampu maka Baperjakat dapat mengusulkan kepada PPK untuk mempertimbangkan SK pengangkatan dalam jabatan struktural. Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi, BAPERJAKAT dan PPK perlu lebih mengedepankan penggunaan model kepemimpinan transformative serta harus memiliki political will yang baik dan tinggi untuk melakukan uji kompetensi dalam setiap penempatan aparatur dalam jabatan struktural di organisasi yang dipimpinnya. Akuntabilitas (Accountability) Penerapan prinsip akuntabilitas, perlu didukung peraturan perundang-undangan yang mengatur keterlibatan atau kehadiran Inspektorat Provinsi pada pelaksanaan uji kompetensi atau fit and proper test dalam seleksi jabatan. Inspektorat Provinsi melakukan kontrol dan evaluasi terhadap keberadaan (trackrecord) pejabat lama dan mempelajari calon pejabat baru, meninjau proses pertimbangan BAPERJAKAT dan proses keputusan PPK. Peraturan perundang-undangan juga perlu mengatur keterlibatan lembaga independen (seperti perwakilan dari perguruan tinggi, tokoh masyarakat, LSM, partai politik) untuk ikut melakukan kontrol dan evaluasi terhadap proses pertimbangan BAPERJAKAT dan proses keputusan PPK. Bilamana hasil kesimpulan Inspektorat dan Lembaga Independen menyatakan tidak ada persoalan dalam proses pertimbangan BAPERJAKAT dan proses keputusan PPK serta pejabat lama tidak dirugikan kariernya, maka pertanggungjawaban administrasi dan hukum dari Bupati dapat diterima. Sebaliknya, bilamana hasil kesimpulan Inspektorat dan Lembaga Independen menyatakan ada persoalan dalam proses pertimbangan BAPERJAKAT dan proses keputusan
PPK
serta
pejabat
lama
secara
nyata
dirugikan
kariernya,
maka
pertanggungjawaban administrasi dari Bupati dapat diproses secara administratif, dan jika
persoalannya adalah masalah hukum maka pertanggungjawaban hukum atas keputusan Bupati dapat diproses secara hukum di Lembaga Penegak Hukum. Penerapan prinsip akuntabilitas dalam kebijakan atau keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural perlu memenuhi AUPB tersebut, yaitu : asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas bertindak cermat, asas kesamaan asas motivasi, asas jangan mencampuradukkan wewenang, asas permainan yang layak, asas kepercayaan, asas keadilan (larangan melanggar willikeurt/ bertentangan dengan nalar yang sehat, dan asas kebijaksanaan. Visi Strategis (Strategic Vision) Penerapan prinsip visi strategis, perlu didukung landasan sosio – yuridis dan aplikasi manajemen sumber daya manusia (MSDM) serta pelaksanaan uji kompetensi dalam seleksi jabatan, yang perlu menjadi perhatian dalam proses pertimbangan BAPERJAKAT dan proses keputusan PPK dalam kebijakan penempatan aparatur pada jabatan struktural di Kabupaten Pohuwato. Penerapan prinsip partisipasi (Participatory), aturan hukum (Rule of Law), transparansi (Transparancy), responsif (Responsive) berorientasi kesepakatan (Consensus orientation), kesetaraan (Equity), efektif dan efisien, akuntabilitas (Accountability) dan visi strategis (Strategic Vision) dalam kebijakan penempatan aparatur pada jabatan struktural di Kabupaten Pohuwato, adalah tidak optimal. Tidak optimalnya penerapan prinsip Good Governance tersebut dalam kebijakan penempatan aparatur pada jabatan struktural di Kabupaten Pohuwato mengindikasikan belum maksimalnya perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan UUD RI 1945, yang berimplikasi pada belum optimalnya praktik kinerja governance yang berkualitas dan profesional dari aparat penyelenggara negara sebagai pelayan public, terutama dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari praktik KKN, transparansi, penegakan hukum, dan akuntabilitas publik, berimplikasi pada belum optimalnya, seperti dikemukakan oleh Dwiyanto (2005:18-19) yakni pemberian ruang kepada aktor lembaga non-pemerintah untuk berperan secara optimal dalam kegiatan pemerintahan yang memungkinkan adanya sinergi di antara aktor dan lembaga pemerintah dan non-pemerintah, serta aktualisasi nilai-nilai yang membuat pemerintah dapat lebih efektif bekerja untuk mewujudkan kesejahteraan bersama, serta berorientasi kepada kepentingan publik, berimplikasi pada belum optimalnya pelayanan publik yang diperankan institusi birokrasi, yang menjadi titik strategis untuk mewujudkan good governance.
PEMBAHASAN Perspektif Good Governance menjadi semakin penting ditempatkan dalam bagian integral kebijakan atau keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural terutama oleh BAPERJAKAT, sebab di dalamnya mengandung nilai dan akses bagi semua pihak. Faktorfaktor pendukung internal penerapan prinsip-prinsip good governance pada penempatan aparatur dalam jabatan struktural di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato adalah kebijakan internal Pemda, jumlah SDM aparatur, formasi jabatan, eksistensi BAPERJAKAT dan PPK, komitmen pimpinan daerah. Faktor-faktor pendukung eksternal : kebijakan peraturan perundang-undangan, eksistensi Inspektorat Provinsi, adanya tuntutan kualitas pelayanan publik. Faktor-faktor penghambat internal adalah perubahan kepemimpinan, belum adanya Lembaga Uji Kompetensi, Uji kompetensi belum dilaksanakan, keterbatasan SDM yang berkualitas, kompetensi SDM, motivasi, inkonsistensi, konflik kepentingan, iklim organisasi, dan kepemimpinan. Faktor-faktor penghambat eksternal adalah intervensi, kurangnya peran lembaga independen, sistem pendiklatan, kondisi sosial budaya masyarakat. Solusi yang diperlukan adalah : perlu ada kebijakan hukum atau aturan khusus yang mengatur penerapan prinsip-prinsip Good governance dalam penempatan aparatur dalam jabatan structural, perlu ada kebijakan hukum atau aturan mengenai pembentukan Lembaga Uji Kompetensi beserta kewenangan-kewenangannya, sistem pendidikan dan pelatihan bagi PNS perlu dievaluasi menyeluruh dan direformasi, karena pada kenyataannya kurang mampu mewujudkan SDM aparatur yang berkompetensi jabatan dan sekaligus memiliki kualitas dan profesionalisme, perlu ada kebijakan hukum atau aturan mengenai pelibatan Lembaga Independen dalam seluruh proses seleksi jabatan, control dan evaluasi keputusan BAPERJAKAT dan PPK, dan perlu ada kebijakan hukum atau aturan mengenai sanksi hukum atas penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan dalam proses seleksi jabatan dan penempatan aparatur daam jabatan struktural. Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa, proses pertimbangan dan keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural yang dilakukan oleh BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato masih cenderung kurang memperhatikan 13 asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), seperti dikemukakan oleh Crince le Roy (Koentjoro, 2004), yaitu: asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas kesamaan, asas bertindak cermat, asas motivasi, asas jangan mencampuradukkan wewenang (Detournement de Pourvoir), asas permainan yang layak (fair play), asas keadilan (larangan melanggar willikeurt/ bertentangan dengan nalar yang sehat, asas kepercayaan (menggapai pengharapan
yang wajar), asas meniadakan akibat keputusan yang batal, asas perlindungan atas pandangan hidup, asas kebijaksanaan, dan asas penyelenggaraan kepentingan umum. Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa, proses pertimbangan dan keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural yang dilakukan oleh BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato masih cenderung lebih dominan mengedepankan aspek kepentingan politik daripada keseimbangan antara pendekatan sosiologis, normatif dan nilai. BAPERJAKAT dalam keputusannya masih cenderung tunduk pada intervensi baik dari PPK maupun pihak lain yang tidak berkepentingan atau berwenang. Hal ini sejalan dengan pendapat Mc Kenzie (Drucker,1990) bahwa keputusan adalah pilihan nyata, karena pilihan diartikan sebagai pilihan tentang tujuan termasuk pilihan tentang cara untuk mencapai tujuan itu, apakah pada tingkat perorangan atau pada tingkat kolektif. BAPERJAKAT dan PPK dalam keputusannya sejalan dengan yang dikemukakan oleh (Gortner, et al:1987) bahwa, sungguhpun pengambilan keputusan itu sangat penting, juga merupakan kegiatan politik yang paling kompleks dalam suatu organisasi. Bukan hanya keputusan-keputusan mengenai kebijaksanaan pokok yang rumit, tetapi juga pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan program, penempatan, dan penganggaran, merupakan titik kritis terhadap mantapnya suatu kebijaksanaan. Permasalahannya bahwa, BAPERJAKAT dan PPK dalam keputusannya masih cenderung terpengaruh secara kuat pada situasi atau keadaan riil di sekitarnya, yakni kuatnya pengaruh tekanan politik, sehingga benar yang dikemukakan oleh (McGrew dan Wilson,1985) bahwa suatu keputusan ialah keadaan akhir dari suatu proses yang lebih dinamis, yang diberi label pengambilan keputusan. la dipandang sebagai proses karena terdiri atas satu seri a ktivitas yang berkaitan dan tidak hanya dianggap sebagai tindakan bijaksana. Pertimbangan-pertimbangan dan keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural yang dilakukan oleh BAPERJAKAT dan PPK masih cenderung diperhadapkan pada suatu kondisi yang menyebabkan dikesampingkannya aspek manajemen SDM, pendekatan sosiologis dan normatif terutama prinsip good governance. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh (Morgan dan Cerullo,1984) bahwa keputusan sebagai sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain dikesampingkan. Pendapat yang dikemukakan oleh (Parry dan Morris,1982) mengenai adanya pengaruh situasi politik yang mempengaruhi keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural adalah sejalan dengan ditemukan dari hasil penelitian, yakni BAPERJAKAT di
Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato cenderung membuka diri diintervensi oleh PPK dan pihak lain (elit politik di DPRD). Dikemukakan oleh (Bridges, et al,1971) bahwa, dibalik suatu keputusan, ada unsur prosedur yaitu, pertama-tama pembuat keputusan mengidentifikasi masalah, mengklarifikasi tujuan - tujuan khusus yang diiginkan, memeriksa berbagai kemungkinan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dan mengakhiri proses itu dengan menetapkan pilihan bertindak. Jadi, suatu keputusan sebenarnya didasarkan atas fakta dan nilai (facts and values). Keduanya sangat penting, tetapi tampaknya fakta lebih mendominasi nilai-nilai dalam menyehatkan keputusan suatu organisasi. Namun kenyataan dari hasil penelitian justeru prosedur penempatan aparatur dalam jabatan struktural masih cenderung hanya berrsifat formalitas belaka, sebab yang dominan adalah kepentingan politik. Adalah benar bahwa suatu keputusan mengandung pilihan-pilihan dan alternative seperti yang dikemukakan oleh (Bridges, et al,1971), namun keputusan BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato, keputusannya seringkali bukan pilihan dan alternatif untuk mewujudkan prinsip-prinsip good governance, melainkan pilihan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan golongan/ kroni. Keputusan BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato dalam penempatan aparatur dalam jabatan structural, seringkali bukan pilihan dan alternatif dari hasil pertimbangan konsekuensi-konsekuesi bagi organisasi dan upaya mewujudkan prinsip-prinsip good governance, melainkan konsekuensi jika tidak memenuhi kepentingan pribadi dan golongan/ kroni, sehingga benar yang dikemukakan oleh (Bridges, et al,1971) mengenai pertimbangan keputusan atas kerugian atau efek negatif yang timbul. Menyimak lebih jauh mengenai tingkat keputusan yang dikemukakan oleh (Brinckloe,1977), yaitu automatic decision, expected information decisions, factor weighting decisions, dan dual uncertainty decisions, maka kecenderungan keputusan BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato adalah keputusan berdasar ketidakpastian ganda (dual - uncertainty decisions), sebab tidak sedikit aparatur yang layak diangkat menduduki jabatan namun kariernya menemui ketidakpastian. Keputusan BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato dalam penempatan aparatur dalam jabatan struktural belum memenuhi tingkat keputusan Otomatis (automatic decisions), keputusan berdasar informasi yang diharapkan (Expected information decision) dan keputusan berdasar berbagi pertimbangan (Factor weighting decision). Hal ini juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Ketidakpastian itu merupakan satu karakteristik utama dari tough decision (Nutt,1989) bahwa, dalam situasi seperti itu
terdapat keragu-raguan dan kekurangantepatan membuat prediksi mengenai informasi yang kritis. Selain itu, pembuat keputusan kurang dapat memisahkan informasi – informasi itu ke dalam kategori yang relevan dan yang tidak relevan. Ketidakpastian itu merupakan satu karakteristik utama dari touch decision . Keputusan BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato dalam penempatan aparatur dalam jabatan struktural belum sepenuhnya mencerminkan pengambilan keputusan berlandaskan kepemimpinan dan prinsip-prinsip good governance. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan sebagai kunci kepemimpinan (Gore,1959), pengambilan keputusan sebagai inti kepemimpinan (Siagian,1988), pengambilan keputusan sebagai suatu karakteristik yang fundamental (Moore,1966), pengambilan keputusan sebagai sebagai jantung kegiatan administratif (Mitchell, 1978). BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato dalam keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural perlu memperhatikan yang dikemukakan oleh (Hoy dan Miskel,1978) bahwa, keputusan merupakan pertanggungjawaban utama dari semua administrator melalui suatu proses tempat keputusan-keputusan dibuat dan dilaksanakan. Demikian halnya yang dikemukakan oleh Robin Hughes (Audley, et al., 1967) bahwa karena pengambilan keputusan terjadi di semua bidang dan tingkat kegiatan serta pemikiran manusia, maka tidaklah mengherankan bila begitu banyak disiplin berusaha rnenganalisis dan membuat sistimatika dari seluruh proses keputusan. Teknik pengambilan keputusan yang diperankan oleh BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato dalam keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural, seperti dikemukakan oleh Mc Grew, masih cenderung berada pada ranah keputusan terprogram tradisional, yakni berdasarkan kebiasaan dan kepentingan politik, pekerjaan rutin dan monoton. Pengambilan keputusan yang diperankan oleh BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato dalam keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural, masih cenderung dicirikan oleh, seperti dikemukakan oleh (Kartini Kartono,2001), yakni Spoil system, nepotism system dan patronage system. Ciri Spoil system
dalam
pengambilan keputusan
yang diperankan oleh
BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato dalam keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural, terutama tercermin dari pertimbanganpertimbangan mengenai peran atau kontribusi pemangku jabatan dalam proses pemenangan
Bupati / PPK dalam Pemilikada, loyalitas pemangku jabatan dan faktor like serta faktor kepentingan kronisme. Ciri Nepotism system dalam pengambilan keputusan yang diperankan oleh BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato dalam keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural, terutama tercermin dari pertimbanganpertimbangan mengenai hubungan kekeluargaan atau kekerabatan atau sistem balas jasa, sanak famili, kawan maupun persamaan perjuangan politik sebagai pertimbangan utama menentukan pejabat. Ciri Patronage system dalam pengambilan keputusan yang diperankan oleh BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato dalam keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural, terutama tercermin dari pertimbanganpertimbangan mengenai adanya asumsi bahwa pemangku jabatan yang bersangkutan mampu melancarkan keinginan-keinginan dan kepentingan pribadi PPK, faktor kepentingan kroni dan keluarga serta kepentingan proyekisme. Pengambilan keputusan yang diperankan oleh BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato dalam keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural, masih cenderung mengabaikan pendekatan merit system seperti dikemukakan oleh Kartini Kartono (2001:210), yakni sebagai reaksi terhadap ketiga sistem tersebut diatas yaitu spoil sistem, nepotism sistem, dan patronage sistem. Oleh karena itu merit sistem menekankan penempatan seorang pejabat dengan memperhatikan aspek pendidikan dan latihan, masa kerja, pengalaman, keterampilan, dan etika yang merupakan hal yang dipersyaratakan sebagai suatu penilaian yang objektif didalam menentukan seseorang yang menempati suatu jabatan tertentu pada suatu organisasi pemerintahan dan atau posisi jabatan lainnya. Atas dasar itu, maka pengambilan keputusan yang diperankan oleh BAPERJAKAT dan PPK di Sekretariat Daerah Kabupaten Pohuwato dalam keputusan penempatan aparatur dalam jabatan struktural perlu diorientasikan kepada pendekatan penerapan Merit System melalui dukungan sejumlah pengetahuan dan keterampilan disamping pengalaman kerja dan masa kerja yang harus dimiliki seorang aparatur sesuai dengan tuntutan jabatan yang akan ditempatinya, oleh karena itu unsur lain yang juga menjadi tolak ukur dalam penempatan pejabat yakni pendidikan dan latihan serta etika birokrasi mempunyai peranan penting jugadidalam membekali pegawai dengan sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya.
KESIMPULAN DAN SARAN Penerapan prinsip partisipasi (Participatory), aturan hukum (Rule of Law), transparansi (Transparancy), responsif (Responsive) berorientasi kesepakatan (Consensus orientation), kesetaraan (Equity), efektif dan efisien, akuntabilitas (Accountability) dan visi strategis (Strategic Vision) dalam kebijakan penempatan aparatur pada jabatan struktural di Kabupaten Pohuwato, adalah tidak optimal. Pemerintah Daerah, khususnya BAPERJAKAT dan PPK konsisten melaksanakan prinsip partisipasi (Participatory), aturan hukum (Rule of Law), transparansi (Transparancy), responsif (Responsive) berorientasi kesepakatan (Consensus
orientation),
kesetaraan
(Equity),
efektif
dan
efisien,
akuntabilitas
(Accountability) dan visi strategis (Strategic Vision) dalam kebijakan penempatan aparatur pada jabatan structural, serta meminimalisir penggunaan pendekatan politik.
DAFTAR PUSTAKA Davis, K dan Newstrom, J.W.(1994). Human Behavior at Work: Organization Behavior, Penerbit Erlangga Jakarta. Ducker, Peter F. (1997). Managing in the Great Change (edisi terjemahan), Jakarta: Elex Media Komputindo Devid.H.Rosenbloom, Robert S.Kravchuck, (2005). Public Administration : Understanding Management, Politics, and Law in the Public Sectors. McGraw-Hill, New York. Djohermansyah, Djohan. (1997). Fenomena Pemerintahan, PT Yasrif Watampone Jakarta Dunn, William N. (1995). Analisa Kebijakan Publik, PT Hanindita Graha Widya Yogyakarta Gibson, L.James, dkk.(1993). Organisasi dan Manajemen, Perilaku Struktur dan Proses. Erlangga, Jakarta Hasibuan M.S.P. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Gunung Agung, Jakarta Handayaningrat ,S. (1989). Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional, CV Hajimasagung. Jakarta Handoyo, Toto. (1999) Sistem Politik dan Perkembangan Kehidupan Demokrasi. Liberty, Yogyakarta Kartono, Kartini, (2001). Sosiologi Politik , Graha Persada, Bandung Moekijat, (2002). Manajemen Kepegawaian. Alumni Bandung Robbins, Stephen P.(1994). Teori Organisasi (Struktur, Desain & Aplikasi), Terj. Jusuf Udaya, Lic.Ec, Arcan, Jakarta. Tjokroamidjojo, Bimantoro. (2001). Good Governance (Paradigma Baru Manajemen Pembangunan). Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta Wasistiono, Sadu. (2003). Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah . CV.Fokusmedia, Bandung Dokumen Peraturan Perundang-Undangan 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2007 tentang Perangkat Organisasi Daerah 4. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pegawai Negeri Sipil 5. PP No.13 Tahun 2003 tentang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.