i
PENGARUH PERDAGANGAN BEBAS ASEAN – CHINA (ACFTA) TERHADAP PEMASARAN MEBEL DI KOTA BOGOR
BAYU CAHYO NUGROHO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
PENGARUH PERDAGANGAN BEBAS ASEAN – CHINA (ACFTA) TERHADAP PEMASARAN MEBEL DI KOTA BOGOR
BAYU CAHYO NUGROHO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
iii
Bayu Cahyo Nugroho. Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor. Dibimbing oleh Dodik Ridho Nurrichmat.
RINGKASAN Dalam rangka mewujudkan “triple track strategy” (pro poor, pro job, dan pro investment) pengembangan industri kehutanan hendaknya diarahkan untuk mendorong tumbuhnya industri kecil dan kerajinan rakyat yang kompetitif. Globalisasi perdagangan dunia yang ditandai dengan era perdagangan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) tahun 2010 membawa dampak pada terciptanya suatu kondisi industri yang semakin luas dan kompetitif pada negara-negara yang tergabung dalam blok perdagangan tersebut. Kebijakan tersebut dapat berdampak pada persaingan yang semakin berat antara produk lokal dengan produk impor dari China. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh ACFTA terhadap pemasaran mebel lokal dan China. Dalam hal ini dilakukan analisis pemasaran mebel dengan mengambil kasus di Kota Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa toko penjual mebel di kawasan pusat perbelanjaan di kota Bogor pada bulan Oktober 2010. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah ditentukan secara acak (random sampling) dengan mengambil 40 responden yang merupakan konsumen/calon pembeli mebel. Analisis data dilakukan melalui analisis korelasi, analisis faktor dan analisis SWOT (Strength, Weakness. Opportunities, Threat). Variabel yang dianalisis korelasinya meliputi: hubungan antara pola pembelian berupa perilaku, motivasi, sikap dan preferensi dengan variabel karakteristik berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan. Posisi pasar berdasarkan matrik SWOT, bauran pemasaran mebel lokal berada pada Kuadran 1 yaitu posisi SO (StrengthOpportunities). Posisi ini berarti bahwa industri kecil mebel harus menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi SO yang dapat diciptakan untuk pemasaran mebel lokal diantaranya adalah meningkatkan kualitas produk, menggunakan bahan baku yang baik dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang berlimpah, menjaga kualitas rekam jejak (traceability) produk dan meningkatkan pelayanan kepada konsumen serta mengoptimalkan kebijakan pemerintah dengan menggalakkan kesadaran menggunakan produk dalam negeri. Kata kunci: ACFTA, mebel, strategi pemasaran, preferensi konsumen
iv
Bayu Cahyo Nugroho. Study of the ASEAN China Free Trade Area Against Marketing Furniture in Bogor City. Guided by Dodik Ridho Nurrichmat.
SUMMARY In order to create a "triple track strategy" (pro-poor, pro-job, and proinvestment), the development of forestry industry should be directed to encourage a growth of some competitive small and cottage industries. A world trade globalization was indicated by the existence of ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) in 2010. Until now it has brought some impacts on the appearance of an industry condition to be wider and more competitive for the countries which involved in it’s trade block. This policy could coerce a local industry of Indonesia to face a severe competition tightly. Therefore, it requires a study to determine the influence of ACFTA to local and China furniture marketing. In this case a market analysis of furniture in Bogor will be done. This research was conducted at several furniture stores in the shopping center area in Bogor and was held on October 2010. A sampling method used was simple random sampling by choosing fourty consumers / potential buyers as a respondents randomly. Then, a data were analyzed by using correlation analysis, factor analysis, and SWOT analysis (Strength, Weakness. Opportunities, Threat). For correlations analysis, some analyzed variables consisted of the relationship between variables of consumption pattern (such as behaviour, motivation, attitude, and preference) and variables of characteristics (such as age, gender, education, and income). The preferences of consumer when choosing furniture was based on the quality of products by considering the affordable price, the color of furniture, the raw materials, and the furniture use in the country. The SWOT’s matrix analysis had shown that a marketing mix of local furniture was located in Quadrant 1 or SO (Strength-Opportunities). This position shown a point that a small furniture industry ought to create a strategy which used a strengths to take some advantages of existing opportunity. SO strategy could be built for local furniture marketing was to improve the quality of products, the use of good raw materials by utilizing the potential of abundant natural resources; to keep the quality products; to improve a services to consumers; and to optimize the government policy by promoting the awareness of using domestic products.
Keywords: ACFTA, furniture, marketing strategy, consumer preferences
v
PERNYATAAN Dengan
ini
saya
menyatakan
bahwa
skripsi
berjudul
“Pengaruh
Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2011
Bayu Cahyo Nugroho
vi
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
: Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor
Nama
: Bayu Cahyo Nugroho
NIM
: E14062737
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc. F.Trop NIP. 19700329 199608 1 001
Diketahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal lulus :
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, petunjuk, dan karuniaNya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor” disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan penulis pada bulan Oktober 2010. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dorongan dan peran serta semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Kedua orang tua penulis Bapak Bambang Nugroho dan Ibu Eka Hujannia, serta Mas Dimas, Adik Iyo dan Rayhan yang senantiasa mendoakan dan memberikan dorongan kepada penulis.
2.
Bapak Dr. Ir. Dodik Nurrochmat, M.Sc. F.Trop selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, bimbingan dan pelajaran berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan baik.
3.
Para pengusaha mebel di Pertokoan Bogor Indah Plaza (Toserba Jogja) atas kerjasama dan bantuannya yang telah memberikan izin bagi penulis melakukan penelitian.
4.
Teman-teman Manajemen Hutan ’43 atas suka duka, kebersamaan, dan keceriaan yang terasa begitu indah.
5.
Teman-teman seorganisasi: BEM TPB’43, FMSC, DKM Ibadurrahman terima kasih atas dukungan, kerja sama dan pengorbanan yang luar biasa.
6.
Sahabat terbaik sepanjang masa, Daniel Furqon atas persahabatan tulus yang tercipta antar kita.
7.
Kepada Mbak Dwi Juli Styowati (MNH’41) atas sumbangsih berbagi pengalaman memberikan inspirasi bagi penulis untuk menuntaskan penelitian ini.
ii
8.
Sahabat seperjuangan maestro gatot untuk kebersamaan setiap pekan duduk melingkar bersama saling mengingatkan dalam naungan keimanan dan kesholehan.
9. Teman-teman seperjuangan Sonic IPB (Dhida Praja Sukmawan, Rido Monthazeri, Yudhi Romansyah, Kusuma Ratih, Belinda Bunga Nagara, dan Destya Kusuma Ariani) atas keceriaan, dukungan, dan doa yang diberikan. 10. Semua pihak yang telah membantu selama persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, April 2011
Penulis
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 24 Februari 1988 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Bambang Nugroho dan Ibu Eka Hujannia. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 2 Bekasi dan masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB) pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis telah mengikuti praktek lapang diantaranya Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Baturaden dan Cilacap, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Nityasa Idola Tbk, Kalimantan Barat. Selain itu penulis juga aktif di beberapa lembaga kemahasiswaan antara lain di BEM TPB IPB periode 2006-2007 sebagai Ketua Umum, himpunan profesi manajemen hutan FMSC (Forest Management Students Club) sebagai Wakil Ketua periode 2007-2008 dan Ketua Umum FMSC pada periode 20082009 serta penulis tercatat sebagai anggota DKM (Dewan Kerohanian Mahasiswa) Ibadurrahman Fakultas Kehutanan IPB periode 2006-2010. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian dan membuat karya ilmiah “Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN – China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor”.
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................i DAFTAR ISI .......................................................................................................iii DAFTAR TABEL ...............................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah...........................................................................3 1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................4 1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses terjadinya ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA) ........5 2.2 Mebel .................................................................................................7 2.3 Konsep Pemasaran ............................................................................7 2.4 Bauran Pemasaran .............................................................................8 2.5 Perilaku Konsumen ..........................................................................11 2.6 Lingkungan Industri .........................................................................12 2.7 Analisis Korelasi ..............................................................................16 2.8 Analisis SWOT ................................................................................17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................21 3.2 Kerangka Pemikiran .........................................................................21 3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan ..............................................23 3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................24 3.5 Analisis SWOT ................................................................................25 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Posisi Geografis ................................................................30 4.2 Topografi dan Jenis Tanah ................................................................30 4.3 Iklim ..................................................................................................30 4.4 Wilayah Admisnistrasi ......................................................................31 4.5 Demografi..........................................................................................32 4.6 “Outlets” Mebel di Yogya Departement Store ..................................32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ................................34 5.2 Karakteristik Responden Konsumen Kota Bogor .............................37 5.3 Preferensi Konsumen antara Mebel Lokal dengan China .................39 5.4 Motivasi Konsumen ..........................................................................40 5.5 Uji Korelasi .......................................................................................41 5.6 Analisis SWOT .................................................................................49 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan........................................................................................60 6.2 Saran ..................................................................................................60 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................62 LAMPIRAN ........................................................................................................64
iv
DAFTAR TABEL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Halaman IFAS ........................................................................................................ 27 EFAS ....................................................................................................... 28 Jumlah penduduk dan pendapatan perkapita Kota Bogor ....................... 32 Coding antara variabel karakteristik dengan pola pembelian ................. 36 Karakteristik responden .......................................................................... 37 Preferensi konsumen antara mebel lokal dengan China ......................... 39 Hasil uji korelasi kecenderungan ............................................................ 42 Faktor-faktor unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya ............................. 50 Faktor-faktor unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya........................... 52 Faktor-faktor unsur peluang dan nilai pengaruhnya ............................... 53 Faktor-faktor unsur ancaman dan nilai pengaruhnya .............................. 55
v
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Bagan bauran pemasaran (Marketing Mix) ............................................. Saluran pemasaran bagi industri ............................................................. Saluran pemasaran barang konsumsi ...................................................... Model perilaku konsumen....................................................................... Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri ................ Kerangka pemikiran ................................................................................ Tahapan analisis SWOT .......................................................................... Diagram matrik SWOT ........................................................................... Matriks SWOT ........................................................................................ Diagram batang preferensi konsumen..................................................... Diagram batang peringkat motivasi ........................................................ Scatter plot dari output SPSS kecenderungan umur dengan pola pembeliaan .............................................................................................. 13. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan jenis kelamin dengan pola pembeliaan ...................................................................................... 14. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan pendidikan dengan pola pembeliaan .............................................................................................. 15. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan pendapatan dengan pola pembeliaan .............................................................................................. 16. Scatter plot dari output SPSS kecenderungan jenis pekerjaan dengan pola pembeliaan ...................................................................................... 16. Hasil perhitungan data matrik SWOT ..................................................... 18. Strategi faktor internal dan eksternal ......................................................
9 10 11 12 13 22 25 26 29 40 41 43 44 45 47 48 56 59
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Matriks IFE preferensi konsumen mebel Kota Bogor ............................... 2. Matriks IFE preferensi konsumen mebel Kota Bogor ............................... 3. Foto dokumentasi penelitian ...................................................................... 4. Kuisioner penelitian ...................................................................................
65 66 67 68
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan “triple track strategy” (pro poor, pro job dan pro investment), pengembangan industri kehutanan sebaiknya diarahkan untuk mendorong tumbuhnya industri kecil dan kerajinan rakyat yang kompetitif. Sektor kehutanan diharapkan mampu menghasilkan bahan mentah bagi kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli dan dapat melanjutkan proses industrialisasi. Hal ini sejalan dengan tujuan pengembangan industri yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa, melalui peningkatan kemandirian pembangunan industri yang bersumber pada potensi objektif yang meliputi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Globalisasi perdagangan dunia yang ditandai dengan era perdagangan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) tahun 2010 membawa dampak pada terciptanya suatu kondisi industri yang semakin luas dan kompetitif pada negaranegara yang tergabung dalam blok perdagangan tersebut. Penghapusan berbagai hambatan perdagangan seperti tarif dan non-tarif, proteksi serta peraturanperaturan lain yang dinilai menghambat masuknya arus investasi asing merupakan ancaman besar bagi perusahaan industri dalam negeri, namun juga sebagai peluang besar perusahaan untuk memasuki pasar ekspor. ACFTA merupakan zona perdagangan bebas yang digagas oleh negara-negara di kawasan ASEAN dengan China melalui hubungan perdagangan ekspor dan impor. China merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, produk yang dihasilkan memiliki harga terjangkau sehingga dapat merambah hampir ke seluruh dunia. Berbagai kebijakan di China yang mendukung pengembangan industri dalam negeri menyebabkan produk China sangat kompetitif dan menguasai pasar dunia. Kemudahan dalam memberikan pinjaman bank dengan bunga yang rendah, dukungan infrastruktur serta kemudahan izin mendorong lahirnya produk-produk yang merambah negara-negara lain dengan harga relatif terjangkau. Kemudahankemudahan seperti di China hingga saat ini belum dapat ditemukan di Indonesia.
2
Hal ini yang memberikan kekhawatiran tersendiri atas dampak ACFTA di dalam negeri. Produk dalam negeri dinilai belum mampu bersaing dengan produk dari China karena biaya produksi di dalam negeri masih tinggi sehingga menyebabkan harga jual produk jauh di atas produk China. Penerapan ACFTA akan menyebabkan berubahnya peta perdagangan antara Indonesia, negara-negara ASEAN dan China. Dengan adanya kesepakatan ACFTA akan memberikan dampak positif dan negatif dengan implikasi yang cukup luas di bidang ekonomi, industri dan perdagangan. Di sisi konsumen kesepakatan ini memberikan angin segar karena membuat pasar dibanjiri oleh produk-produk dengan harga lebih murah dan banyak pilihan, yang akan berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat. Di sisi lain, kesepakatan tersebut akan menjadikan industri lokal terancam, karena industri lokal dinilai belum cukup siap menghadapi produk China dengan harga terjangkau. Produk dalam negeri masih memiliki biaya produksi yang cukup tinggi sehingga harga sulit ditekan. Keadaan ini dikhawatirkan akan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat ditutupnya perusahaan dalam negeri karena kalah bersaing. Masalah yang paling dikhawatirkan adalah pengaruh ACFTA terhadap keberlangsungan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang berkonsentrasi pada pasar dalam negeri. Di Indonesia, kayu merupakan salah satu bahan baku utama yang diolah oleh UKM menjadi produk turunan, terutama furniture. Permintaan kayu untuk industri furniture (mebel) hingga saat ini cukup tinggi dan menunjukkan kecenderungan permintaan yang terus meningkat. Penggunaan mebel untuk kehidupan sehari-hari oleh masyarakat diantaranya untuk perlengkapan rumah tangga yang sekarang ini semakin berkembang dalam jenis produk dan penggunaannya. Selain bentuk dan variasi mebel terus berkembang, juga terjadi reduksi penggunaan produk kayu seperti mebel karena substitusi oleh bahan pengganti kayu. Dalam hal ini, yang dimaksud barang substitusi yaitu barangbarang yang dapat menggantikan kayu dengan manfaat yang sama. Perabotan berbahan baku seperti plastik, rotan, bambu, kaca, serta logam merupakan barang substitusi perabot dari kayu.
3
Untuk mengetahui pengaruh ACFTA terhadap pemasaran mebel lokal dan China, maka perlu dilakukan analisis pemasaran mebel dengan mengambil kasus di Kota Bogor. 1.2 Perumusan Masalah Dalam era globalisasi saat ini, kegiatan perdagangan antar negara dan kerjasama ekonomi merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan diharapkan dapat memperluas kesempatan berusaha dan memperoleh aneka produk menjadi lebih mudah. Salah satu wujud kerjasama ekonomi regional adalah kesepakatan ACFTA yang telah mulai berlaku sejak 1 Januari 2010 dengan menggunakan prinsip perdagangan bebas. Perdagangan bebas didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan tarif yang diterapkan pemerintah dalam perdagangan antar individu maupun perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Bagi pendukung ACFTA, kesepakatan ini akan bermakna besar bagi kepentingan geostrategis dan ekonomi Indonesia dan Asia Tenggara secara keseluruhan. Namun bagi penentangnya, penerapan ACFTA dikhawatirkan dapat menghancurkan industri nasional karena tarif bea masuk barang-barang dari China ke ASEAN, khususnya Indonesia menjadi nol persen. Hal ini akan mengancam industri dalam negeri akibat melimpahnya produk China dengan harga murah di pasar domestik. Tanpa kebijakan yang sistematis dan terarah, kesepakatan ACFTA hanya akan menjadi bumerang bagi Indonesia. Dampak dari ACFTA ini diduga juga dirasakan oleh industri kerajinan mebel lokal yang mendadak mendapatkan saingan serbuan mebel yang berasal dari China. Seiring dengan diberlakukannya kebijakan ACFTA, maka keadaan dunia usaha semakin bersifat dinamis. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis mengenai pengaruh kebijakan ACFTA terhadap pemasaran produk mebel dan faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen dalam memilih produk mebel. Melihat pentingnya pengaruh ACFTA pada pemasaran mebel lokal, perlu adanya penelitian tentang analisis preferensi konsumen produk mebel. Hal ini diharapkan dapat memberikan solusi tentang strategi pemasaran yang efektif dan efisien. Produsen mebel lokal diharapkan dapat mempertahankan dan mengembangkan kualitas produk, sehingga produk mebel lokal bisa tetap bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat.
4
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1.
Menganalisis pengaruh mebel impor China terhadap pemasaran produk mebel lokal di Kota Bogor.
2.
Menganalisis faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen Kota Bogor dalam memilih produk mebel.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak yang berkepentingan dalam pengembangan produk dan pemasaran mebel lokal.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses terjadinya ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA) ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China (DKRDKPI 2010). Pada tahun 2001, dalam pertemuan antara China dengan ASEAN di Bandar Sri Begawan-Brunei Darussalam, China menawarkan sebuah proposal ASEANChina Free Trade Area untuk jangka waktu 10 tahun ke depan. Satu tahun berikutnya, pada tahun 2002, pemimpin ASEAN dan China menandatangani kerangka perjanjian Comprehensive Economic Cooperation (CEC), yang didalamnya terdapat pula diskusi mengenai Free Trade Area (FTA). Proposal yang ditawarkan oleh China dipandang menarik karena China dan ASEAN samasama melihat adanya kemungkinan pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan dengan perjanjian tersebut. Inisiatif untuk bekerjasama dalam pengembangan ekonomi datang dari China. ACFTA dirancang oleh para kepala pemerintahan ASEAN dan China pada pertemuan puncak ASEAN dan Republik Rakyat China 6 November 2001 lalu. Inisiatif tersebut selanjutnya dikukuhkan menjadi “Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Negara-negara Anggota ASEAN dan RRC” yang ditandatangani di Pnom Penh, Kamboja tanggal 4 November 2004. Kemudian pada tanggal 6 Oktober 2003 protokol perubahan persetujuan tersebut ditandatangani oleh Menteri-menteri Ekonomi ASEAN-RRC. (Dewitari et al 2009). Kerangka persetujuan CEC berisi tiga elemen, yaitu: liberalisasi, fasilitas dan kerjasama ekonomi. Elemen liberalisasi meliputi barang perdagangan, servis atau jasa dan investasi. Dalam liberalisasi, persetujuan juga menyediakan ketentuan untuk pemeliharaan dan fleksibilitas dalam Early Harvest Program
6
yang mencakup binatang yang masih hidup; daging; ikan; produk-produk binatang lainnya; pohon; sayuran dan buah-buahan. Produk-produk yang termasuk dalam program ini dibagi menjadi tiga kategori dan akan dikenakan pengurangan tarif serta penghapusan tarif. Tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun (Dewitari et al. 2009). Beberapa kalangan menerima pemberlakuan ACFTA sebagai kesempatan, tetapi di sisi lain ada juga yang menolaknya karena dipandang sebagai ancaman. Bagi kalangan pendukung, ACFTA dipandang positif karena bisa memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia. Pertama, walaupun tidak dapat mengelakkan pajak impor namun Indonesia berpotensi memperoleh pemasukan tambahan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPn) produk-produk impor yang diperdagangkan. Tambahan pemasukan itu seiring dengan makin banyaknya obyek pajak dalam bentuk jenis dan jumlah produk yang masuk ke Indonesia. Beragamnya produk China yang masuk ke Indonesia dinilai berpotensi besar mendatangkan pendapatan pajak bagi pemerintah. Kedua, persaingan usaha yang muncul akibat ACFTA diharapkan memicu persaingan harga yang kompetitif sehingga pada akhirnya akan menguntungkan konsumen (Jiwayana 2010). Bila kalangan pendukung memandang ACFTA sebagai kesempatan, kalangan yang menolak memandang ACFTA sebagai ancaman dengan berbagai alasan. ACFTA di antaranya, berpotensi membangkrutkan banyak perusahaan dalam negeri. Bangkrutnya perusahaan dalam negeri merupakan imbas dari membanjirnya produk China yang memiliki harga lebih murah. Secara perlahan ketika kelangsungan industri mengalami kebangkrutan maka pekerja lokal akan terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) (Purna 2010). Tekanan dari pengusaha industri agar pelaksanaan ACFTA ditunda menandakan besarnya pengaruh negatif terhadap industri di Indonesia. Sementara itu pemerintah tetap menjalankan kesepakatan dengan tetap mengkaji dan mengevaluasi berbagai hal agar dapat meningkatkan daya saing Indonesia, antara lain terkait dengan membangun dan memperbaiki sarana dan prasarana, menekan ekonomi biaya tinggi, termasuk biaya transportasi, dan sektor makro lainnya. Penting untuk digaris bawahi, sekalipun pemerintah menunda pelaksanaan ACFTA untuk waktu tertentu bagi produk-produk tertentu, pada akhirnya
7
perlindungan tersebut juga harus dihilangkan sesuai kesepakatan. Jika pemerintah melanggar kesepakatan dan terlalu melindungi industri dalam negeri, konsumen dirugikan karena harus membayar produk dengan harga lebih mahal, perekonomian dikhawatirkan menjadi tak berkembang karena industri dalam negeri tidak efisien dan pemerintah dibebani subsidi yang terlalu besar. Produk dalam negeri yang bersaing ketat di pasar adalah industri kerajinan seperti furnitur, industri hasil hutan yang selama ini menjadi unggulan Indonesia dalam pasar domestik maupun mancanegara serta sektor industri lainnya juga tak luput bersaing di era perdagangan bebas ini (Jiwayana 2010). 2.2 Mabel Kata mebel dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi furniture. Istilah “mebel” digunakan karena sifat bergeraknya atau mobilitasnya sebagai barang lepas di dalam interior arsitektural. Kata mebel berasal dari bahasa Perancis yaitu meubel, atau bahasa Jerman yaitu mobel. Pengertian mebel secara umum adalah benda pakai yang dapat dipindahkan, berguna bagi kegiatan hidup manusia, mulai dari duduk, tidur, bekerja, makan, bermain dan sebagainya, yang memberi kenyamanan dan keindahan bagi pemakainya (Marizar 2005). Mebel
juga
merupakan
salah
satu
produk
kayu
olahan
yang
pertumbuhannya amat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini adalah produk mebel. Berawal dari pekerjaan rumah tangga, produk mebel kini telah menjadi industri yang cukup besar dengan tingkat penyerapan tenaga kerja terdidik yang tidak sedikit. Produk jenis ini secara prinsip dibagi dalam dua kategori yaitu mebel untuk taman (garden) dan interior dalam rumah (Marizar 2005).
2.3 Konsep Pemasaran Pemasaran adalah proses sosial dimana manusia baik individu maupun kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan nilai dengan individu dan kelompok lainnya (Kotler dan Amstrong 1997). Dalam mencapai tujuannya, perusahaan merancang dan menerapkan strategi pemasaran bagi produknya. Pemasaran merupakan salah satu unsur penting diantara kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan dalam menentukan sukses suatu organisasi bisnis
8
demi kelangsungan hidup, berkembang dan memperoleh suatu keuntungan. Berkembangnya teknologi, kuatnya posisi tawar menawar (bargaining power) pelanggan dan banyaknya pesaing yang memasuki pasar, mengharuskan perusahaan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola bidang pemasaran dan penetapan keputusan strategi pemasaran yang tepat (Kotler dan Amstrong
1997). Manajemen pemasaran adalah proses
perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penentuan harga, promosi dan distribusi ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan tujuan-tujuan organisasi (Kotler dan Andreasen 1993). Tjiptono dan Anastasia (2000) mendefinisikan strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut. Strategi pemasaran adalah strategi yang disatukan luas, terintegrasi, dan komprehensif yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan dari pemasaran perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi. Strategi pemasaran terdiri dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi manajemen untuk mencapai tujuan bisnis dan permasalahannya dalam sebuah pasar sasaran, bauran pemasaran dan alokasi pemasaran (Kotler dan Amstrong 1997).
2.4 Bauran Pemasaran Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan-perusahaan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran (Kotler dan Amstrong
1997).
Keputusan-keputusan
dalam
bauran
pemasaran
dapat
dikelompokkan menjadi empat elemen yang merupakan bagian atau alat pemasaran. Keempat elemen tersebut harus dikombinasikan secara tepat agar dapat memuaskan kebutuhan pasar sasaran. Elemen bauran pemasaran tersebut terdiri dari perencanaan produk (product planning), penetapan harga (pricing), distribusi (placing) dan promosi (promotion), sehingga sering disebut dengan 4-P, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.
9
Product Keanekaragaman produk Kualitas Desain Bentuk Merek Kemasan Ukuran Pelayanan Jaminan Pengembalian
Bauran Pemasaran
Place Saluran Ruang lingkup Penyortiran Lokasi Persediaan Pengangkutan
Pasar Sasaran
Promotion Promosi penjualan Iklan Usaha penjualan Hubungan masyarakat Pemasaran langsung
Price Daftar harga Rabat Potongan Syarat kredit Jangka waktu Pembayaran
Sumber : Kotler dan Amstrong (1997)
Gambar 1 Bagan bauran pemasaran (Marketing mix).
2.4.1 Produk Produk adalah sesuatu yang ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, dan dikonsumsi sehingga memuaskan keinginan atau kebutuhan (Kotler dan Amstrong 1997). Selain itu, produk didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia secara individu maupun organisasi. Strategi produk didefinisikan sebagai suatu strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berhubungan erat dengan produk yang dipasarkan. Strategi ini mencakup konsep produk total yang meliputi barang, kemasan, merek, label, pelayanan dan jaminan. 2.4.2 Harga Harga adalah sejumlah nilai uang yang bersedia dibayarkan oleh konsumen untuk dapat mendapatkan suatu produk. Terdapat beberapa tujuan dalam strategi penetapan harga yaitu tujuan yang berorientasi laba, tujuan berorientasi volume (volume pricing object), tujuan berorientasi citra (image of value), dan mempertahankan loyalitas konsumen. Strategi harga meliputi strategi penetapan
10
harga, keseragaman harga, potongan harga, tingkat harga dan syarat-syarat pembayaran (Kotler dan Amstrong 1997). 2.4.3 Distribusi Saluran distribusi merupakan seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikan dari produsen ke konsumen. Dalam saluran distribusi terdapat beberapa perantara yang jumlahnya sangat bervariasi (Gambar 3 dan Gambar 4). Tingkatan-tingkatan dalam saluran distribusi berdasarkan jumlah perantaranya, terdiri dari saluran tingkat nol (zero level channel) yang menunjukkan tidak adanya perantara dalam pemasaran, saluran tingkat satu (one level channel) dimana perantara yang digunakan hanya satu, saluran tingkat dua (two level channel) yang menggunakan dua perantara, dan seterusnya (Kotler dan Amstrong 1997). P R O D U S E N
Distributor Perwakilan Produsen
Industri
KONSUMEN (INDUSTRI)
Cabang Penjualan produsen Sumber : Kotler dan Amstrong (1997)
Gambar 2 Saluran pemasaran bagi industri.
P
K
R
O Pengecer
O D U
N S
Pedagang Besar
Pengecer
U
S
M
E
E
N
Pedagang besar
Pemborong
Pengecer
Sumber : Kotler dan Amstrong (1997)
Gambar 3 Saluran pemasaran barang konsumsi.
N
11
2.4.4 Promosi Promosi pada hakekatnya adalah semua kegiatan yang dimaksudkan untuk menyampaikan dan mengkomunikasikan suatu produk kepada pasar sasaran untuk memberikan informasi tentang suatu keistimewaan kegunaan dan terutama tentang keberadaannya dengan tujuan untuk mengubah sikap ataupun mendorong orang dalam bertindak. Bauran promosi terdiri dari empat alat utama yaitu iklan, promosi penjualan, publisitas, dan penjualan pribadi atau wiraniaga (Kotler dan Amstrong 1997). 2.5 Perilaku Konsumen Menurut (Engel et al. 1995) perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlihat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini. Terdapat tiga peubah yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu: pengaruh lingkungan (budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi), pengaruh perbedaan individu (motivasi dan keterlibatan, sumber daya konsumen, pemahaman, sikap, kepribadian, nilai dan gaya hidup), proses psikologis (proses informasi, pembelajaran, perubahan, sikap dan prilaku). Hubungan ketiga faktor tersebut dengan proses keputusan konsumen dan implikasinya dalam strategi pemasaran dapat dijabarkan dalam Gambar 4. Pengaruh Lingkungan Keluarga, Kelas Sosial, Budaya, dan Situasi
Perbedaan Individu Sumeber Daya Konsumen, Motivasi dan Keterlibatan, Pengetahuan, Sikap, Kepribadiaan
Proses Psikologis Proses Keputusan Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif
Strategi Pemasaran Produk, Harga, Promosi, dan tempat Sumber: Engel et al (1995)
Gambar 4 Model perilaku konsumen.
Pengolahan Informasi, Pembelajaran, Perubahan Sikap dan Perilaku
12
2.6 Lingkungan Industri Menurut (Pearce dan Robinson 1997), lingkungan industri adalah tingkatan dari lingkungan organisasi yang menghasilkan komponen-komponen yang secara normal memiliki implikasi relatif lebih spesifik dan langsung terhadap operasional perusahaan. Suatu perusahaan dalam jangka panjang akan mampu bertahan jika berhasil mengembangkan strategi untuk menghadapi lima kekuatan yang membentuk suatu struktur persaingan dalam industri yang terdiri atas persaingan usaha sejenis dalam industri, ancaman pendatang baru, ancaman produk substitusi, kekuatan daya tawar pemasok, dan kekuatan daya tawar pembeli. Lima kekuatan bersaing dalam industri dapat dilihat pada Gambar 5. Pendatang baru “Kekuatan tawarmenawar pemasok”
Ancaman produk a Pemasok
“Ancaman masuknya pendatang baru” Persaingan di kalangan anggota industri Pembeli Persaingan di antara perusahaan yang ada
“Ancaman produk atau jasa pengganti”
“Kekuatan tawar menawar pembeli” Produk pengganti Sumber: Porter (1990)
Gambar 5 Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri. a.
Ancaman Masuknya Pendatang Baru Masuknya perusahaan pendatang baru akan berimplikasi terhadap
perusahaan yang sudah ada, seperti bertambahnya jumlah produk sejenis di pasar akan bertambah, terjadinya perebutan pangsa pasar dan perebutan sumberdaya produksi yang terbatas. Terdapat beberapa faktor penghambat pendatang baru untuk masuk ke dalam suatu industri yang sering disebut hambatan masuk, adalah sebagai berikut: (Pearce dan Robinson 1997)
13
1) Skala Ekonomis Skala ekonomis menggambarkan turunnya biaya satuan (unit cost) suatu produk apabila volume absolut per periode meningkat. Skala ekonomis ini dapat menghalangi masuknya pendatang baru dengan memaksa para pendatang baru tersebut untuk masuk pada skala besar dan menghadapi risiko adanya reaksi keras dari pesaing yang ada atau masuk dengan skala kecil dan beroperasi dengan biaya yang tidak menguntungkan. 2) Diferensiasi Produk Diferensiasi menciptakan hambatan masuk dengan memaksa pendatang baru mengeluarkan biaya yang besar untuk mengatasi kesetiaan pelanggan yang ada. Kondisi ini biasanya akan berdampak terhadap kerugian di saat awal dan seringkali bertahan untuk waktu yang cukup panjang. 3) Kebutuhan Modal Kebutuhan untuk menanamkan sumberdaya keuangan yang besar agar mampu bersaing dapat menciptakan hambatan masuk bagi pemain baru, terutama jika modal tersebut diperlukan untuk periklanan di saat awal yang tidak dapat kembali atau untuk kegiatan riset dan pengembangan yang penuh risiko. 4) Biaya Beralih Pemasok Biaya beralih pemasok adalah biaya satu kali yang harus dikeluarkan pembeli apabila berpindah dari produk pemasok tertentu ke produk pemasok lainnya. Jika biaya beralih ini tinggi, maka pendatang baru harus menawarkan penyempurnaan yang besar dalam hal biaya atau prestasi agar pembeli mau beralih dari pemasok lama. 5) Akses ke Saluran Distribusi Apabila saluran distribusi untuk produk tersebut telah dikuasai oleh perusahaan yang sudah mapan, perusahaan baru mungkin sulit memasuki saluran yang ada dan harus mengeluarkan biaya yang besar untuk membangun saluran sendiri. 6) Biaya Tidak Menguntungkan Terlepas dari Skala Perusahaan yang telah mapan mungkin mempunyai keunggulan biaya yang mungkin tidak dapat ditiru oleh pendatang baru yang akan masuk ke
14
dalam industri, seperti teknologi produk milik sendiri, penguasaan atas bahan baku, lokasi yang menguntungkan, subsidi pemerintah, dan kurva belajar atau pengalaman. b.
Daya Tawar Menawar Pemasok Kelompok pemasok yang terkuat menurut Pearce dan Robinson (1997),
yaitu jika didominasi oleh sedikit perusahaan dan lebih terkonsentrasi daripada industri di tempat mereka menjual produknya, produk pemasok bersifat unik atau jika terdapat biaya pengalihan, pemasok tidak bersaing dengan produk-produk lain dalam industri, pemasok memiliki kemampuan untuk melakukan intergasi maju ke industri pembelinya, serta industri bukan merupakan pelanggan penting bagi pemasok. Kekuatan tawar menawar pemasok dapat menaikkan harga atau menurunkan kualitas barang atau jasa yang dijualnya. c.
Daya Tawar Menawar Pembeli Pearce dan Robinson (1997) menyebutkan bahwa kriteria pembeli yang kuat
adalah jika pembeli terkonsentrasi atau membeli dalam jumlah yang banyak, produk yang terbeli tidak terdiferensiasi atau standar, produk yang dibeli dari industri merupakan komponen penting dari produk pembeli dan merupakan komponen biaya yang cukup besar, pembeli menerima laba rendah, produk industri tidak penting bagi kualitas produk atau jasa pembeli, produk industri tidak menghasilkan penghematan energi bagi pembeli, serta pembeli memiliki kemampuan untuk melakukan integrasi baik. d.
Ancaman Produk Substitusi Ancaman produk substitusi terjadi jika industri tidak mampu meningkatkan
kualitas produk dan mendiferensiasikannya. Produk pengganti yang harus diperhatikan adalah kualitasnya mampu menandingi kualitas produk industri dan dihasilkan oleh industri yang memiliki laba bersih tinggi. e.
Persaingan di Antara Industri Sejenis Persaingan di antara kalangan anggota industri terjadi karena perebutan
posisi dan dengan menggunakan berbagai taktik, seperti persaingan harga introduksi produk, dan perang iklan. Faktor yang menyebabkan persaingan antara anggota industri menurut Pearce dan Robinson (1997), yaitu:
15
1) Jumlah peserta persaingan banyak dan setara dalam hal kekuatan. 2) Pertumbuhan industri lambat mengakibatkan perebutan bagian pasar yang dilakukan perusahaan yang ingin melakukan ekspansi. 3) Produk atau jasa tidak terdiferensiasi atau tidak membutuhkan biaya pengalihan. 4) Biaya tetap tinggi atau produk mudah rusak menyebabkan keinginan untuk menurunkan harga. 5) Penambahan kapasitas harus dalam jumlah besar. 6) Hambatan keluar tinggi dan para anggota persaingan beragam dalam hal strategi.
2.7 Analisis Korelasi Korelasi merupakan istilah yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antar variabel. Analisis korelasi adalah alat untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antar variabel misalnya hubungan dua variabel. Apabila terdapat hubungan antar variabel maka perubahan-perubahan yang terjadi pada salah satu variabel akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada variabel lainnya. Korelasi yang terjadi antar dua variabel dapat berupa korelasi positif, korelasi negatif, tidak ada korelasi, ataupun korelasi sempurna (Hasan 2001). 2.7.1 Korelasi Positif Korelasi positif adalah korelasi dari dua variabel, yaitu apabila variabel yang satu (X) meningkat atau menurun maka variabel lainnya (Y) cenderung untuk meningkat atau menurun pula. 2.7.2 Korelasi Negatif Korelasi negatif adalah korelasi dari dua variabel, yaitu apabila variabel yang satu (X) meningkat atau menurun maka variabel lainnya (Y) cenderung untuk meningkat atau menurun.
2.7.3 Tidak ada Korelasi Tidak ada korelasi terjadi apabila kedua variabel (X dan Y) tidak menunjukkan adanya hubungan.
16
2.7.4 Korelasi Sempurna Korelasi sempurna adalah korelasi dari dua variabel, yaitu apabila kenaikan atau penurunan variabel yang satu (variabel X) berbanding dengan kenaikan atau penurunan variabel lainnya (variabel Y) (Hasan 2001).
2.8 Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi suatu sistem (perusahaan). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (Rangkuti 2000). Proses penggunaan analisis SWOT menghendaki nadanya suatu survey internal tentang strengths (kekuatan) dan weaknesses (kelemahan), serta survei eksternal atas opportunities (peluang/kesempatan) dan threats (ancaman) (Subroto 2003). Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya, konsep mengenai strategi terus berkembang (Rangkuti 2000). Menurut Nickols (2000), strategi dapat diartikan dalam beberapa hal seperti rencana, pola, posisi, serta pandangan. Sebagai rencana, strategi berhubungan dengan bagaimana memfokuskan perhatian dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai pola, strategi berarti suatu ketetapan yang berdasarkan alasan-alasan tertentu dalam menentukan keputusan akhir untuk memadukan kenyataan yang dihadapi dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai posisi, strategi berarti sikap yang diambil untuk mencapai tujuan, dan sebagai pandangan strategis berarti cara memandang bentuk dan acuan dalam mengambil keputusan atau tindakan. Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi suatu keputusan sehingga mampu mencapai tujuan obyektifnya (David 2002). Esensi strategi merupakan keterpaduan dinamis faktor eksternal dan faktor internal yang berisikan strategi itu sendiri. Strategi merupakan respon yang secara terus-menerus ataupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksernal serta kekuatan dan kelemahan internal (Rangkuti 2000). Teknik perumusan strategi yang dikembangkan oleh David (2002), dilakukan dengan tiga tahap pelaksanaan dan menggunakan matriks sebagai model analisisnya. Tiga tahapan kerangka kerja yang dimaksud adalah
17
tahap input (the input stage), tahap pencocokan (the matching stage) dan tahap keputusan (the decision stage). 2.8.1 Lingkungan Internal Analisis lingkungan internal perusahaan dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek produksi, aspek pemasaran, aspek keuangan dan aspek sumberdaya manusia (Kotler dan Amstrong 2007). 2.8.2 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal perusahaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lingkungan mikro dan faktor lingkungan makro. Lingkungan mikro menurut Kotler dan Amstrong (1997), meliputi: a. Pemasok, yaitu perusahaan bisnis dan individi-individu yang menyediakan sumberdaya yang diperlukan oleh perusahaan dan para pesaing untuk memproduksi barang dan jasa. b. Perantara,
yaitu
perusahaan
bisnis
yang
membantu
perusahaan
menemukan pelanggan atau mendekatkan penjualan kepada perusahaan. c. Pelanggan, yaitu suatu perusahaan mengaitkan dirinya dengan beberapa pemasok dan perantara sehingga dapat memasok secara efisien produkproduk dan jasanya kepada pasar sasaran. d. Pesaing, yaitu suatu perusahaan yang menjual sendiri ke suatu pasar pelanggan tertentu. e. Publik atau masyarakat, yaitu sekelompok orang mempunyai kepentingan aktual/potensial
atau
mempunyai
dampak
terhadap
kemampuan
perusahaan untuk mencapai tujuannya. Lingkungan makro menurut Kotler dan Amstrong (1997), memiliki enam kekuatan utama , yaitu: a. Lingkungan demografi, yaitu kondisi lingkungan yang pertama-tama mempunyai kepentingan terhadap pemasaran yaitu populasi karena manusia membentuk pasar. Pemasar sangat berkepentingan terhadap jumlah penduduk dunia. Kedua, distribusi yakni letak geografis dan kepadatannya, kecenderungan pergerakannya, distribusi umurnya, tingkat
18
kelahirannya, perkawinannya dan kematiannya, rasialnya, kesukuan dan struktur keagamaannya. b. Lingkungan ekonomi; lingkungan ekonomi terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli konsumen dan pola pengeluarannya. Pasar memerlukan daya beli selain jumlah orang. Daya beli total tergantung pada pendapatan sekarang, harga-harga, tabungan dan utang. Pemasar harus menyadari kecenderungan utama dalam pendapatan dan pola pengeluaran konsumen yang berubah-ubah. c. Lingkungan alam; kondisi lingkungan alam yang memburuk merupakan salah satu dari masalah utama yang dihadapi bisnis dan masyarakat di tahun 1990-an. Di banyak kota-kota dunia polusi udara dan air telah mencapai tingkat yang membahayakan. d. Lingkungan teknologi; kekuatan yang paling dramatis yang membentuk hidup manusia adalah teknologi. Setiap teknologi baru merupakan kekuatan untuk penghancuran yang praktis. Tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa penemuan teknologi baru yang besar. e. Lingkungan politik; keputusan pemasaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan dalam lingkungan politik. Lingkungan ini terdiri dari Undang-undang, lembaga pemerintah dan golongan yang mempengaruhi dan membatasi berbagai organisasi dan individu dalam masyarakat. f. Lingkungan kebudayaan; lingkungan sosial dimana orang tumbuh menjadi dewasa membentuk kepercayaan, nilai dan norma-norma pokok mereka. Secara tidak sadar menyerap suatu pandangan umum yang menentukan hubungan mereka dengan mereka sendiri, dengan orang lain, dengan alam dan dengan seluruh dunia.
19
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada outlets mebel di kawasan pusat perbelanjaan “Yogya Departement Store” di Jalan Baru, Bogor. Pemilihan lokasi telah ditentukan sebelumnya dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut merupakan lokasi yang memasarkan mebel kayu China dan lokal, serta mampu menyediakan data yang dibutuhkan pada penelitian ini. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2010.
3.2 Kerangka Pemikiran Masuknya produk-produk China dalam jumlah besar ke Indonesia yang merupakan dampak dari dilaksanakannya kebijakan ACFTA menjadi pesaing utama bagi produk lokal diberbagai jenis termasuk mebel. Produk asal China yang dikenal memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan produk lokal membuat konsumen dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan produk mebel China atau mebel lokal. Oleh karena itu perlu diketahui perilaku konsumen dengan analisis SWOT agar dapat memberikan gambaran yang jelas dan terarah tentang apa yang disarankan untuk dilakukan oleh produsen mebel lokal dalam menggunakan setiap kesempatan atau peluang berdasarkan perilaku konsumen. Maka dihasilkan rekomendasi strategi pemasaran terhadap peningkatan penjualan dan kualitas mebel lokal. Untuk itu perlu adanya penelitian mengenai pengaruh mebel impor China terhadap pemasaran produk mebel lokal di Kota Bogor yang diharapkan dapat memberikan solusi tentang strategi pemasaran yang efektif dan efisien sehingga produsen mebel lokal dapat mempertahankan dan mengembangkan produknya. Penjelasan kerangka pemikiran tersebut di atas disajikan pada Gambar 6.
20
ACFTA (ASEAN China Free Trade Area)
PERSAINGAN USAHA MEBEL
ASING (China)
LOKAL
Analisis bauran pemasaran 1. Produk 2. Harga 3. Distribusi 4. Promosi
Perilaku Konsumen Analisis SWOT
Rekomendasi Strategi Pemasaran Gambar 6 Kerangka pemikiran.
3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara terhadap 40 responden calon konsumen mebel di Yogya Department Store dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Diketahui rata-rata jumlah pengunjung dalam sehari mencapai 10-15 orang. Sehingga jika dirata-ratakan dalam sebulan jumlah konsumen yang datang sekitar 400 orang. Penentuan 40 responden ini berdasarkan penggunaan rumus Slovin dengan perhitungan sebagai berikut:
21
N
n=
1 + N e² Keterangan: n
= ukuran sampel
N
= ukuran populasi
E
= persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir. Dari jumlah populasi tersebut dengan tingkat kelonggaran ketidaktelitian
sebesar 15%, maka dengan menggunakan rumus di atas diperoleh sampel sebesar:
n=
400
= 40 orang
1 + 400 (0.15)² Pemilihan responden ditentukan secara acak (random sampling). Responden
yang dipilih adalah calon konsumen mebel dan pemilik atau penjaga outlets. Adapun kriteria outlets mebel yang dipilih sebagai responden yaitu telah menjalankan
usaha mebel selama minimal tiga tahun, responden mampu
berkomunikasi dengan baik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dan memiliki tempat untuk memasarkan produk mebel, sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dan dari literatur yang relevan. Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara : 1.
Teknik observasi, dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti.
2.
Teknik wawancara, dengan melakukan tanya jawab secara langsung terhadap responden. Wawancara dilakukan secara terstruktur yang dilakukan dengan membuat daftar pertanyaan atau kuisioner yang telah disiapkan untuk mengetahui karakteristik konsumen. Selain itu juga dilakukan pengamatan langsung di lapangan untuk memperoleh informasi tambahan yang mendukung.
3.
Pengumpulan data berupa informasi yang mendukung dari instansi-instansi terkait dan literatur yang relevan.
22
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data meliputi entry, editing, dan coding. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif dengan sistem komputerisasi menggunakan Microsoft Excel 2007. Hubungan antara variabel kategorik
dianalisis secara
statistik dengan menggunakan analisis korelasi grafik regresi linear. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS 16.0 for windows. Kuesioner preferensi konsumen mebel disusun dengan menggunakan pertanyaan tertutup yang berisi pernyataan untuk mengetahui tentang motivasi, preferensi, sikap konsumen, tanggung jawab dan kepercayaan konsumen, norma perilaku konsumen, serta perilaku konsumen. Data karakteristik sampel meliputi data jenis kelamin, usia, pendidikan, dan tingkat pendapatan. Jenis kelamin diklasifikasikan menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Usia diklasifikasikan menjadi lima, yaitu 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun, dan ≥ 55 tahun. Pengolahan data menggunakan program SPSS 16.0 for windows dan Microsoft Excel 2007. Variabel yang akan dianalisis meliputi: hubungan antara pola pembelian berupa perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi dengan variabel karakteristik berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan. 3.4.1 Analisis Korelasi Dalam studi ini korelasi antar variabel diduga dengan menggunakan analisis grafik regresi linear dengan menggunakan program SPSS 16.0 for windows. Berdasarkan grafik tersebut dapat diduga kecenderungan hubungan antara karakteristik responden dengan pola pembelian (perilaku, motiasi, sikap, dan preferensi) baik positif, negatif, atau netral.
3.5 Analisis SWOT Analisis SWOT studi perdagangan bebas ASEAN-China terhadap pemasaran mebel di Kota Bogor ini mengacu pada tahapan analisis SWOT menurut Rangkuti (2000). Analisis SWOT membandingkan antara faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan (Strength dan Weakness) dengan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman (Opportunity dan Threat). Adapun tahapan analisinya disajikan pada Gambar 7.
23
Tahap Pengumpulan data
Tahap pengidentifikasian faktor internal dan eksternal
Analisis faktor internal
Analisis faktor ekternal
Matriks IFAS
Matriks EFAS
Tahap pemaduan data
Matriks Grand Strategy
Tahap pengambilan keputusan (strategi usaha) Sumber: Rangkuti (2000)
Gambar 7 Tahapan analisis SWOT.
IFAS
STRENGTH (S)
WEAKNESSES (W)
Tentukan 5-10 faktorfaktor kekuatan internal
Tentukan 5-10 faktorfaktor kelemahan internal
STRATEGI SO
STRATEGI WO
EFAS OPPORTUNITIES (O)
Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang peluang eksternal menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang THREATS (T) STRATEGI ST
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WT
Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang ancaman eksternal menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber: Rangkuti (2000)
Gambar 8 Diagram Matrik SWOT.
24
3.5.1 Analisis IFE (Internal Factor Evaluation) Cara analisis faktor strategi internal (IFAS) adalah: 1.
Menyusun 5-10 faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 1.
2.
Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktorfaktor terhadap posisi strategi perusahaan (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00).
3.
Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor yang memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkan dengan rata-rata industri/dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya. Contohnya jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di bawah rata-rata industri, nilainya adalah 4.
4.
Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).
5.
Kolom 5 digunakan untuk memberikan komentar/catatan mengapa faktorfaktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.
6.
Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi internalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
25
Tabel 1 IFAS FAKTOR-FAKTOR
Bobot
Rating
STRATEGI INTERNAL
Bobot X
Komentar
Rating
Kekuatan
Kelemahan
Sumber : Rangkuti (2000)
3.5.2 Analisis EFE (Eksternal Factor Evaluation) Cara analisis faktor strategi eksternal (EFAS) adalah: 1.
Menyusun 5-10 faktor peluang dan ancaman pada kolom 1.
2.
Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis.
3.
Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor yang memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1, sebaliknya jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4.
4.
Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).
5.
Memberikan komentar/catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung pada kolom 5.
6.
Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan
26
perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama. Tabel 2 EFAS FAKTOR-FAKTOR
Bobot
Rating
Bobot X
STRATEGI EKSTERNAL
Komentar
Rating
Peluang
Ancaman
Sumber : Rangkuti (2000)
Berdasarkan hasil analisis menghasilkan matrik SWOT yang bisa digunakan untuk mempermudah dalam memberikan pemilihan alternatif strategi sesuai dengan posisi yang terletak pada kuadran seperti disajikan Gambar 8 di bawah ini.
Peluang (O)
Kuadran 3 (WO)
Kuadran 1 (SO)
Kelemahan (W)
Kekuatan (S)
Kuadran 4 (WT)
Kuadran 2 (ST)
Ancaman (T) Gambar 9 Matrik SWOT. Keterangan: SO = Strategi Strength-Opportunities WO = Strategi Weakness-Opportunities ST = Strategi Strength-Threat WT = Strategi Weakness-Threat
27
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Posisi Geografis Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS. Lokasi Kota Bogor sangat dekat dengan Ibukota Negara, merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata (Pemerintah Kota Bogor 2011).
4.2 Topografi dan Jenis Tanah Kota Bogor berada pada ketinggian antara 190-330 m dari permukaan laut. Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0–15% dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15–30%. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi (Pemerintah Kota Bogor 2011).
4.3 Iklim Suhu rata-rata di Kota Bogor 26° C dengan suhu terendah 21,8° C dan suhu tertinggi 30,4° C. Kelembaban udara 70 %, curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 – 4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Arah angin pada bulan Mei-Maret dipengaruhi oleh angin Muson Barat. Bogor terletak pada kaki Gunung Salak dan Gunung Gede sehingga sangat kaya akan hujan orografi. Angin laut dari Laut Jawa yang membawa banyak uap air masuk ke pedalaman dan naik secara mendadak di wilayah Bogor sehingga uap air langsung terkondensasi dan menjadi hujan. Hampir setiap hari turun hujan di kota ini dalam setahun (70%) sehingga dijuluki "Kota Hujan". Keunikan iklim lokal ini dimanfaatkan oleh para perencana kolonial Belanda dengan menjadikan Bogor sebagai pusat penelitian botani dan pertanian, yang diteruskan hingga sekarang (Pemerintah Kota Bogor 2011).
28
4.4 Wilayah Administrasi Luas Wilayah Kota bogor sebesar 11.850 Ha terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Secara Administratif kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa (lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu: Desa Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210 dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut: a.
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.
b.
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.
c.
Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.
d.
Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. (Pemerintah Kota Bogor 2011).
4.5 Demografi Keadaan penduduk Kota Bogor tersaji dalam Tabel 3, sebagai berikut : Tabel 3 Jumlah penduduk dan pendapatan perkapita penduduk Kota Bogor per kecamatan menurut jenis kelamin tahun 2006 Kecamatan
Laki-
Perempuan
Jumlah
Laki
Perkapita
Bogor Selatan
77.254
73.881
151.135
Bogor Timur
38.307
38.958
77.265
Bogor Utara
64.148
61.710
125.858
Bogor Barat
86.496
84.148
170.644
Bogor Tengah
46.235
46.620
92.855
Tanah Sareal
67.006
65.487
132.493
Kota Bogor
379.446
370.804
750.250
Sumber: Pemerintah Kota Bogor (2011)
Pendapatan
Rp 4.281.752,38
29
4.6 “Outlets” Mebel di Yogya Department Store Di “Yogya Department Store”, terdapat 12 outlets mebel. Produk yang dipasarkan bervariasi jenisnya, antara lain: kasur, kursi, sofa, rak buku, lemari, meja dan aksesoris pelengkap rumah tangga lainnya. Mayoritas mebel yang dipasarkan berasal dari produk lokal, namun menjelang awal tahun 2010 produk import khususnya yang berasal dari China mulai banyak memasuki pasar penjualan. Apabila ditinjau dari harga, maka produk yang dipasarkan pada masingmasing outlets berkisar antara Rp 350.000,00 hingga Rp 10.000.000,00 per unit tergantung model, merek dan bahan yang digunakan. Meja makan misalnya, dijual dengan harga Rp 1.500.000,00, tempat tidur dengan harga Rp 4.500.000,00. Untuk produk lain seperti meja belajar dijual dengan harga Rp 1.100.000,00 per unit dan lemari kaca dengan harga Rp 2.000.000,00. Menurut informasi dari beberapa pengusaha mebel, pada umumnya pemilihan produk berdasarkan model yang sedang trend atau populer di pasaran maupun selera konsumen. Dengan cara itu model-model yang dihasilkan tidak ketinggalan jaman dan terus mengikuti trend permintaan konsumen. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap penjaga outlets, diketahui bahwa rata-rata jumlah pengunjung dalam sehari mencapai 10-15 orang. Sehingga jika dirata-ratakan dalam sebulan jumlah konsumen yang datang sekitar 400 orang. Mayoritas calon konsumen yang datang berpenghasilan diatas UMR (Upah Minimum Regional) Kota Bogor sebesar Rp 971.200,00. Pemasaran produk mebel di outlets ”Yogya Department Store” dilakukan melalui pemesanan atau pembeli datang langsung ke lokasi untuk membeli sesuai selera dan permintaan. Produk yang dipesan digunakan langsung untuk keperluan pribadi oleh konsumen bukan untuk dijual atau dipasarkan kembali di tempat lain.
30
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Umur yaitu identitas usia konsumen yang dibagi ke dalam lima kelas umur, yaitu: usia 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun, usia diatas 55 tahun. 2. Jenis Kelamin yaitu identitas biologis konsumen yang terbagi atas dua kategori, yaitu laki-laki dan perempuan. 3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang terakhir ditempuh oleh konsumen yang dibedakan menjadi tiga kategori yaitu: pendidikan rendah (SD), pendidikan menengah (SMP dan SMA), dan pendidikan tinggi (Diploma, Sarjana, dan Pasca Sarjana). 4. Tingkat Pendapatan adalah jumlah uang dalam rupiah yang dihasilkan oleh konsumen dalam waktu sebulan yang dikategorikan sebagai berikut: penghasilan kurang dari Rp 500.000, penghasilan antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000, penghasilan antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000, penghasilan antara Rp 2.000.000 – Rp 3.000.000, penghasilan antara Rp 3.000.000 – Rp 5.000.000, dan penghasilan diatas Rp 5.000.000 5. Pekerjaan adalah mata pencarian yang dimiliki oleh konsumen. Dikategorikan sebagai berikut: a. Pekerja Negeri Sipil (PNS) b. Karyawan c. Wirausaha d. Mahasiswa e. Ibu rumah tangga f. Lain-lain Dari keenam jenis pekerjaan yang dicantumkan, dapat dikategorikan kedalam dua bagian, yaitu pekerjaan yang terikat dengan institusi tertentu (PNS, Karyawan) dan pekerjaan yang tidak terkait dengan institusi tertentu (Wirausaha, Mahasiswa, Ibu rumah tangga dan lain-lain).
31
6. Perilaku adalah tindakan langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul ketika memilih mebel yang akan dibeli. Nilai dari kode perilaku konsumen yang tinggi, menunjukkan konsumen memilih berdasarkan kualitas dari mebel tersebut. Sedangkan perilaku yang bernilai kode yang rendah, menunjukkan konsumen memilih mebel berdasarkan kebutuhan yang diperlukan. 7. Sikap adalah cara menempatkan, membawa diri atau cara merasakan, dan jalan pikiran konsumen dalam menyikapi penetapan kebijakan ACFTA di Indonesia. Semaikin tinggi nilai dari kode sikap yang ditunjukkan oleh konsumen, hal ini berarti konsumen semakin mendukung penerapan kebijakan ACFTA di Indonesia. Sedangkan semakin rendah nilai dari kode sikap menunjukkan konsumen menolak penerapan kebijakan ACFTA di Indonesia. 8. Motivasi adalah sesuatu yang menggerakan atau mengarahkan tujuan konsumen dalam tindakan-tindakannya dalam memilih mebel. Nilai dari kode motivasi konsumen yang tinggi, menunjukkan konsumen memilih berdasarkan tampilan produk mebel tersebut. Sedangkan motivasi yang bernilai kode rendah, menunjukkan konsumen memilih mebel berdasarkan daya beli konsumen. 9. Preferensi adalah suatu proses pilihan suka atau tidak suka oleh konsumen terhadap suatu produk dalam hal ini perbandingan antara mebel buatan lokal dan mebel buatan China. Nilai preferensi konsumen dengan kode yang tinggi, menunjukkan konsumen lebih menyukai produk mebel lokal dari pada China. Sedangkan preferensi yang bernilai kode rendah, menunjukkan konsumen lebih menyukai mebel China dari pada lokal. Untuk mempermudah mendeskripsikan hasil, pengujian ini dilakukan dengan coding dari setiap variabel karakteristik dan pola pembelian. Keterangan coding ditampilkan pada Tabel 4.
32
Tabel 4 Coding antara variabel karakteristik dengan pola pembelian Nilai Variabel 1
2
3
4
5
15-24 tahun
25-34 tahun
35-44 tahun
45-54 tahun
>= 55 tahun
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Pendapatan
< Rp 500.000
Rp 500.000Rp 1.000.000
Rp 1.00.000Rp 2.000.000
Rp 2.000.000Rp 3.000.000
Rp 3.000.000Rp 5.000.000
>Rp 5.000.000
PNS
Pekerja Swasta
Wirausaha
Mahasiswa /Pelajar
Ibu Rumah Tangga
Lain-lain
Sekali
Jarang
Sering
Selalu
Kurang Setuju
Raguragu Lebih Disukai
Setuju
Sangat Setuju
Umur Jenis Kelamin
Pekerjaan Perilaku Sikap Preferensi
Tidak Pernah Tidak Setuju Kurang Disukai
Sama
6
5.2 Karakteristik Responden Konsumen Mebel Kota Bogor Berdasarkan data yang berisikan karakteristik responden konsumen mebel kota Bogor dapat diketahui beberapa karakteristik, antara lain: jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan perbulan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Karakteristik responden No. 1. Jenis kelamin
2.
Usia
3.
Pendidikan
4.
Pekerjaan
Karakteristik Laki-laki Perempuan Total 15-24 tahun 25-34 tahun 35-44 tahun 45-54 tahun >=55 tahun Total SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total PNS Karyawan Wirausaha Mahasiswa
Jumlah 23 17 40 7 13 77 11 2 40 2 2 20 16 40 11 14 7 4
Persentase (%) 57,5 42,5 100,0 17,5 32,5 17,5 27,5 5,0 100,0 5,0 5,0 50,0 40,0 100,0 27,5 35,0 17,5 10,0
33
5.
Pendapatan
Ibu rumah tangga Lain-lain Total < Rp 500.000 Rp 500.000-Rp 1.000.000 Rp 1.000.000-Rp 2.000.000 Rp 2.000.000-Rp 3.000.000 Rp 3.000.000-Rp 5.000.000 >Rp 5.000.000 Total
2 2 40 1 8 12 7 8 4 40
5,0 5,0 100,0 2,5 20,0 30,0 17,5 20,0 10,0 100,0
Terlihat bahwa jenis kelamin responden didominasi oleh jenis kelamin lakilaki sebesar 57,5 persen dan wanita sebesar 42,5 persen. Usia responden menyebar ke dalam beberapa kelompok umur. Sebagian besar konsumen berusia 25-34 tahun dengan persentasi 32,5 persen selanjutnya 45-54 tahun dengan 27,5 persen. Untuk yang berusia 15-24 tahun dan 35-44 tahun memiliki persentase yang sama besar yakni 17,5 persen. Terakhir usia >= 55 tahun sebesar lima persen. Pendidikan adalah tingkatan atau jenjang tertinggi sekolah terakhir yang pernah ditempuh oleh para konsumen mebel. Tingkatan pendidikan konsumen mebel yang ditemui terbanyak adalah SMA sebesar 50 persen dari total responsen. Kemudian untuk tingkat pendidikan Perguruan Tinggi memiliki persentase yaitu sebesar 40 persen serta terakhir SD dan SMP sebesar lima persen. Berdasarkan hasil yang didapat, pekerjaan konsumen mayoritas adalah sebagai pegawai swasta sebesar 35 persen. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 27,5 persen, kemudian wirausaha sebesar 17,5 persen. Konsumen dari kalangan mahasiswa sebesar 10 persen dan yang terakhir ibu rumah tangga serta pekerjaan lainnya sebesar lima persen. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat pendapatan konsumen digolongkan menjadi enam bagian. Pertama konsumen yang berpenghasilan sebesar kurang dari Rp 500.000,00 dengan jumlah 2,5 persen, kedua konsumen berpenghasilan Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00 dengan jumlah 20 persen, ketiga konsumen berpenghasilan Rp 1.000.000,00 – Rp Rp 2.000.000,00 dengan jumlah 30 persen, keempat konsumen berpenghasilan Rp 2.000.000,00 – Rp Rp 3.000.000,00 sebesar 17,5 persen, kelima konsumen berpenghasilan Rp 3.000.000,00 – Rp Rp 5.000.000,00 dengan jumlah
20 persen, dan keenam konsumen yang
berpenghasilan lebih dari Rp 5.000.000,00 dengan jumlah sebesar 10 persen.
34
5.3 Preferensi Konsumen antara Mebel Lokal dengan China Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat diketahui preferensi konsumen mebel kota Bogor dalam memilih antara mebel lokal dengan mebel buatan China. Dari kelima jenis mebel yang ada, yaitu: meja, kursi/sofa, lemari, tempat tidur, dan rak buku diperoleh preferensi konsumen kota bogor yang lebih menyukai mebel buatan dalam negeri (lokal) dari pada mebel buatan China. Dari hasil yang didapat, disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Preferensi konsumen antara mebel lokal dengan China No.
Jenis mebel
1.
Meja
2.
Kursi/sofa
3.
Lemari
4.
Tempat tidur
5.
Rak buku
Preferensi Mebel lokal kurang disukai Sama Mebel lokal lebih disukai Total Mebel lokal kurang disukai Sama Mebel lokal lebih disukai Total Mebel lokal kurang disukai Sama Mebel lokal lebih disukai Total Mebel lokal kurang disukai Sama Mebel lokal lebih disukai Total Mebel lokal kurang disukai Sama Mebel lokal lebih disukai Total
Jumlah 2 5 33 40 3 8 29 40 4 7 29 40 3 6 31 40 7 6 27 40
Persentase (%) 5,0 12,5 82, 5 100,0 7,5 20,0 72,5 100,0 10,0 17,5 72,5 100,0 7,5 15,0 77,5 100,0 17,5 15,0 67, 5 100,0
Konsumen yang lebih menyukai mebel lokal sebesar 82, 5 persen (meja), 72,5 persen (kursi/sofa), 72,5 persen (lemari), 77,5 persen (tempat tidur), dan 67,5 persen (rak buku). Sedangkan untuk yang berpendapat kurang menyukai mebel lokal dari pada China sebesar lima persen (meja), 7,5 persen (kursi/sofa), 10 persen (lemari), 7,5 persen (tempat tidur), dan 17,5 persen (rak buku). Sisanya berpendapat sama saja antara mebel lokal dengan mebel yang berasal dari China. Adapun hasil perbandingan menunjukkan mayoritas responden memiliki preferensi lebih menyukai produk mebel dalam negeri dibandingkan dengan mebel yang berasal dari China. Preferensi konsumen mebel lokal dengan China dari kelima jenis mebel ditampilkan dalam Gambar 10.
35
Gambar 10 Diagram batang preferensi konsumen.
5.4 Motivasi Konsumen Motivasi dapat didefinisikan sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk memperoleh produk tersebut. Implikasinya dalam pemasaran adalah kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk atau merek yang ditawarkan. Berdasarkan hasil yang didapat, diketahui bahwa motivasi mulai dari yang tertinggi hingga yang paling rendah ketika konsumen memilih mebel yaitu: model, kualitas, bahan baku, harga, warna, ukuran, dan asal daerah atau negara pembuat. Kedelapan motivasi ini dapat dilihat dalam diagram batang yang disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Diagram batang peringkat motivasi.
36
5.5 Uji Korelasi Untuk mengukur kekuatan hubungan antar variabel yang saling terkait dan ada tidaknya hubungan antar variabel maka digunakanlah uji korelasi. Setelah dilakukan uji dari analisis korelasi, maka dapat diduga hubungan antar variabel tersebut. Pada penelitian ini dipergunakan uji korelasi grafik regresi linear untuk melihat kecenderungan hubungan antar variabel. Adapun variabel yang akan dianalisis meliputi: hubungan antara pola pembelian berupa perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi dengan variabel karakteristik berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan. Tujuan analisis ini adalah mengembangkan dan menguji apakah sebuah model sesuai dengan data yang dilengkapi juga dengan penjabaran deskriptif. Dari hasil analisis maka akan diperoleh nilai dari korelasi antar variable. Pada Tabel 7 dijelaskan uraian dari masing-masing korelasi tersebut: Tabel 7 Hasil uji korelasi kecenderungan Variabel Karakteristik Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pendapatan
Pekerjaan
Pola Pembelian Perilaku
Motivasi
Sikap
Preferensi
Tidak ada
Kecenderungan
Kecenderungan
Kecenderungan
kecenderungan
negatif lemah
negatif lemah
positif lemah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
kecenderungan
kecenderungan
kecenderungan
kecenderungan
Kecenderungan
Kecenderungan
Tidak ada
Kecenderungan
positif lemah
positif lemah
kecenderungan
positif
Kecenderungan
Tidak ada
Kecenderungan
Kecenderungan
positif lemah
kecenderungan
negatif lemah
positif lemah
Kecenderungan
Kecenderungan
Kecenderungan
Kecenderungan
negatif lemah
negatif lemah
positif lemah
negatif lemah
5.5.1 Korelasi Antara Umur dan Pola Pembelian Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan antara umur dengan pola pembelian (perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi) dengan coding, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1.
Umur tidak menunjukkan adanya kecenderungan kepada perilaku konsumen mebel.
37
2.
Umur menunjukkan adanya kecenderungan negatif yang lemah dengan motivasi. Semakin dewasa umur konsumen maka motivasi dalam memilih mebel menunjukkan kecenderungan berdasarkan daya beli konsumen.
3.
Umur menunjukkan adanya kecenderungan negatif yang lemah dengan sikap. Semakin dewasa umur seseorang maka sikap konsumen terhadap kebijakan ACFTA akan semakin tidak mendukung.
4.
Umur menunjukkan adanya kecenderungan positif yang lemah dengan preferensi. Semakin dewasa umur seseorang maka preferensi konsumen akan lebih menyukai mebel lokal dibandingkan dengan mebel impor China.
Keterangan:
(a)
(b)
(c)
(d)
a) Umur dan Perilaku b) Umur dan Motivasi Pembelian c) Umur dan Sikap d) Umur dan Preferensi
Gambar 12 Scatter plot output SPSS kecenderungan umur dengan pola pembelian. 5.5.2 Korelasi Antara Jenis Kelamin dan Pola Pembelian
38
Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan antara jenis kelamin dengan pola pembelian
(perilaku, motivasi, sikap, dan
preferensi) dengan coding, maka diperoleh hasil bahwa jenis kelamin tidak menunjukkan adanya kecenderungan kepada seluruh pola pembelian.
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 13 Scatter plot output SPSS kecenderungan jenis kelamin dengan pola pembelian. Keterangan: a) Jenis Kelamin dan Perilaku b) Jenis Kelamin dan Motivasi c) Jenis Kelamin dan Sikap d) Jenis Kelamin dan Preferensi
5.5.3 Korelasi Antara Pendidikan dan Pola Pembelian Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan antara pendidikan dengan pola pembelian
(perilaku, motivasi, sikap, dan
preferensi) dengan coding, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
39
1.
Pendidikan
menunjukkan adanya kecenderungan positif lemah dengan
perilaku konsumen mebel. Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen maka kecenderungan konsumen memiliki perilaku yang mengutamakan kualitas ketika memilih mebel. 2.
Pendidikan menunjukkan adanya kecenderungan positif lemah dengan motivasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen maka motivasi dalam memilih mebel menunjukkan kecenderungan berdasarkan tampilan produk.
3.
Pendidikan menunjukkan tidak adanya kecenderungan dengan sikap.
4.
Pendidikan menunjukkan adanya kecenderungan positif dengan preferensi. Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen maka preferensi konsumen akan lebih menyukai mebel lokal dibandingkan dengan mebel impor China.
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 14 Scatter plot output SPSS kecenderungan pendidikan dengan pola pembelian. Keterangan: a) Jenis Kelamin dan Perilaku b) Jenis Kelamin dan Motivasi c) Jenis Kelamin dan Sikap d) Jenis Kelamin dan Preferensi
40
5.5.4 Korelasi Antara Pendapatan dan Pola Pembelian
(a)
(b)
(c)
(d)
Keterangan: a) Jenis Kelamin dan Perilaku b) Jenis Kelamin dan Motivasi c) Jenis Kelamin dan Sikap d) Jenis Kelamin dan Preferensi Gambar 15 Scatter plot output SPSS kecenderungan pendapatan dengan pola pembelian. Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan antara pendapatan dengan pola pembelian
(perilaku, motivasi, sikap, dan
preferensi) dengan coding, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1.
Pendapatan menunjukkan adanya kecenderungan positif lemah dengan perilaku konsumen mebel. Semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen maka kecenderungan konsumen memiliki perilaku yang mengutamakan kualitas ketika memilih mebel.
2.
Pendapatan menunjukkan tidak adanya kecenderungan dengan motivasi.
41
3.
Pendapatan menunjukkan kecenderungan negatif lemah dengan sikap. Semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen maka menunjukkan sikap tidak mendukung kebijakan ACFTA.
4.
Pendapatan menunjukkan adanya kecenderungan positif lemah dengan preferensi. Semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen maka preferensi konsumen akan lebih menyukai mebel lokal dibandingkan dengan mebel impor China.
5.5.5 Korelasi Antara Jenis Pekerjaan dan Pola Pembelian Berdasarkan hasil uji korelasi untuk mengetahui hubungan kecenderungan antara jenis pekerjaan dengan pola pembelian (perilaku, motivasi, sikap, dan preferensi) dengan coding, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1.
Jenis pekerjaan menunjukkan kecenderungan negatif lemah dengan perilaku. Semakin tidak terikat jenis pekerjaan konsumen oleh institusi tertentu maka kecenderungan konsumen memiliki perilaku yang mengutamakan kebutuhan ketika memilih mebel.
2.
Jenis pekerjaan menunjukkan kecenderungan negatif lemah dengan motivasi. Semakin tidak terikat jenis pekerjaan konsumen oleh institusi tertentu maka menunjukkan motivasi memilih mebel karena daya beli konsumen.
3.
Jenis pekerjaan menunjukkan kecenderungan positif lemah dengan sikap. Semakin tidak terikat jenis pekerjaan konsumen oleh institusi tertentu maka menunjukkan sikap mendukung kebijakan ACFTA.
4.
Jenis pekerjaan menunjukkan adanya kecenderungan negatif lemah dengan preferensi. Semakin tidak terikat jenis pekerjaan konsumen oleh institusi tertentu maka preferensi konsumen akan kurang menyukai mebel lokal dibandingkan dengan mebel impor China.
42
(a)
(b)
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 16 Scatter plot output SPSS kecenderungan jenis pekerjaan dengan pola pembelian. Keterangan: a) Jenis Kelamin dan Perilaku b) Jenis Kelamin dan Motivasi c) Jenis Kelamin dan Sikap d) Jenis Kelamin dan Preferensi 5.6 Analisis SWOT Salah satu upaya untuk mempertahankan keberlangsungan suatu usaha diperlukan suatu evaluasi guna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari usaha tersebut dengan melakukan analisis SWOT. Dengan melakukan analisis SWOT dapat diketahui faktor eksternal yang berisi peluang dan ancaman dan faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang mempengaruhi usaha tersebut. Dari hasil analisis SWOT akan diperoleh nilai pengaruh dari peubah pada masing-masing faktor.
43
5.6.1 Kekuatan (Strength) Dalam menjalankan usahanya suatu perusahaan memerlukan kekuatan untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya. Ada beberapa faktor yang menjadi kekuatan bagi produk mebel lokal (buatan Indonesia) diantaranya adalah produk yang berkualitas, bahan baku yang bermutu baik, jumlah sumber daya alam sebagai bahan baku melimpah, memiliki cukup banyak merek mebel lokal yang sudah terkenal, track record kualitas produk yang baik, dan persepsi masyarakat yang positif terhadap mebel lokal. Dari hasil analisis diperoleh nilai pengaruh dan ranking dari masing-masing faktor. Berdasarkan ranking tersebut diketahui faktor yang menjadi kekuatan paling besar sampai dengan paling kecil yang bisa dijadikan pertimbangan bagi perusahaan untuk pengambilan keputusan dalam mengembangkan usahanya. Berdasarkan hasil analisis matrik IFE diketahui bahwa kekuatan terbesar pada produk mebel lokal adalah produk yang berkualitas (ranking 1), bahan baku yang bermutu baik (ranking 2), track record produk yang baik (ranking 3), persepsi masyarakat yang positif akan mebel lokal (ranking 4), jumlah sumber daya alam sebagai bahan baku melimpah (ranking 5) dan memiliki cukup banyak merek mebel lokal yang sudah terkenal (ranking 6). Faktor-faktor dan nilai pengaruhnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Faktor-faktor unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya No. 1 2 3 4 5 6
Faktor-faktor strategi internal Produk yang berkualitas Bahan baku yang bermutu baik Jumlah sumber daya alam sebagai bahan baku melimpah Memiliki cukup banyak merek mebel lokal yang sudah terkenal Track record kualitas yang produk baik Persepsi masyarakat yang positif terhadap mebel lokal
Nilai pengaruh 0,39 0,35 0,26
Ranking 1 2 5
0,19
6
0,30
3
0,27
4
Pada Tabel 8 berdasarkan hasil perhitungan matrik IFE terlihat bahwa kekuatan terbesar adalah produk yang berkualitas dengan jumlah skor 0,39. Faktor tersebut merupakan faktor penentu dalam kelangsungan hidup mebel lokal. Berdasarkan hasil wawancara kebanyakan dari responden mengatakan bahwa
44
pertimbangan utama dalam membeli suatu produk mebel adalah kualitas yang baik. Pertimbangan kualitas sangat diperhatikan ketika kegiatan pemasaran berlangsung.
Proses
pengecekan
kualitas
sering
dilakukan
dengan
membandingkan kualitas dari mebel lokal dengan mebel buatan luar negeri. Bahan baku yang bermutu baik adalah faktor kedua yang menentukan pemasaran mebel lokal dengan skor 0,35. Hal ini terkait dengan kualitas dan kekuatan produk yang dijual. Bahan baku berpengaruh cukup tinggi untuk menentukan ketahanan suatu mebel. Sehingga konsumen akan memilih produk mebel yang dapat bertahan lama dan tidak mudah rusak. Oleh karena itu mebelmebel lokal harus mempertahankan dan meningkatkan kekuatan dari produk mebel yang dijual. Track record kualitas produk yang baik adalah faktor ketiga yang menentukan kekuatan mebel lokal dengan jumlah skor 0,30 yang harus dipertahankan. Track record produk yang baik memberikan pertimbangan yang kuat kepada para calon pembeli mebel untuk tetap setia memilih dan menggunakan mebel lokal ketika suatu saat memutuskan untuk membeli mebel sedangkan untuk kekuatan yang paling kecil yaitu pada faktor memiliki cukup banyak merek mebel lokal yang sudah terkenal. Mulai tumbuhnya mebel yang bertaraf nasional ternyata belum terlalu besar mempengaruhi preferensi konsumen untuk membeli mebel berdasarkan merek-merek terkenal. Strategi yang harus dimanfaatkan oleh perusahaan adalah memanfaatkan kekuatan yang ada dengan menjual produk-produk yang terjangkau harganya akan tetapi masih tetap memperhatikan kualitas produk yang dihasilkan.
5.6.2 Kelemahan (Weakness) Kelemahan merupakan salah satu unsur yang dapat menghambat semua kegiatan dalam setiap usaha mulai dari kegiatan produksi sampai dengan kegiatan pemasaran produk. Faktor-faktor yang menjadi kelemahan pada mebel lokal diantaranya adalah skala produksi kecil, model produk kurang bervariasi, ketersediaan modal, harga jual masih tinggi, target pasar yang terbatas dan kurangnya promosi.
45
Dari hasil analisis diperoleh nilai pengaruh dan ranking yang mempunyai faktor kelemahan terbesar sampai dengan terkecil. Perusahaan dapat menghindari kelemahan yang ada dengan mencari strategi untuk meminimalkan kelemahan tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan matrik IFE, sentra penjualan di lokasi penelitian mebel lokal memiliki kelemahan utama pada skala produksi yang masih kecil, persediaan modal yang terbatas (ranking 2), harga jual masih relatif tinggi (ranking 3), target pasar masih terbatas (ranking 4), model produk kurang bervariatif (ranking 5), dan kurang gencarnya promosi yang dilakukan (ranking 6). Faktor-faktor dan nilai pengaruhnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Faktor-faktor unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Faktor-faktor strategi internal Skala produksi kecil Model produk kurang bervariasi Keterbatasan modal Harga jual masih relatif tinggi Target pasar yang terbatas Kurangnya promosi
Nilai pengaruh 0,096 0,108 0,099 0,100 0,104 0,113
Ranking 1 5 2 3 4 6
Dari Tabel 9 terlihat bahwa kelemahan utama dari mebel lokal adalah proses produksi kecil dengan jumlah skor 0,096. Pengusaha yang kebanyakan adalah pengrajin mebel industri kecil masih belum dapat memproduksi mebel dalam sekala besar. Hal ini menyebabkan masih sulitnya mebel lokal bersaing di kancah internasional dalam skala besar. Kelemahan utama ini diakibatkan keterbatasan modal terbatas pada skor 0,099. Faktor lain yang menjadi kelemahan adalah harga jual masih relatif tinggi (skor 0,100), target pasar yang terbatas (skor 0,104), model produk kurang bervariasi (skor 0,108), dan kurangnya promosi (skor 0,113). Dengan mengetahui kelemahan yang ada, diharapkan perusahaan menciptakan strategi-strategi yang dapat meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan kekuatan yang ada untuk mempertahankan kondisi supaya bisa menghadapi persaingan yang semakin kompetitif untuk merebut pangsa pasar baik nasional maupun internasional.
46
5.6.3 Peluang (Opportunities) Peluang merupakan salah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mengembangkan perusahaan guna memperluas pasar sasaran yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada guna mempertahankan kondisi perusahaan. Ada beberapa faktor yang menjadi peluang pada pemasaran mebel lokal. Diantaranya adalah meningkatnya produksi mebel dalam negeri, tumbuhnya semangat berkompetisi dan meningkatkan geliat perekonomian, muncul gerakan kampanye cinta produk dalam negeri, dukungan pemerintah dan perkembangan teknologi. Hasil analisis berdasarkan pendapat responden melalui kuisioner dan wawancara terhadap faktor strategis eksternal berupa peluang, menyatakan bahwa tumbuhnya semangat berkompetisi dan meningkatkan geliat perekonomian memberikan pengaruh yang paling besar terhadap kondisi pemasaran mebel lokal. Kemudian diikuti oleh gencarnya gerakan kampanye cinta produk dalam negeri pada peringkat kedua, dukungan kebijakan dari pemerintah di peringkat ketiga, sehingga terjadi peningkatan produksi mebel dalam negeri di peringkat keempat dan perkembangan teknologi memberikan pengaruh paling kecil terhadap kondisi pemasaran mebel lokal. Faktor-faktor dan nilai pengaruhnya disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Faktor-faktor unsur peluang dan nilai pengaruhnya No. 1. 2. 3. 4. 5.
Faktor-faktor strategi eksternal Peningkatan produksi mebel dalam negeri Semangat berkompetisi dan kondisi perekonomian yang membaik Munculnya gerakan kampanye cinta produk dalam negeri Dukungan kebijakan pemerintah Perkembangan teknologi
Nilai pengaruh
Ranking
0,18
4
0,43
1
0,31
2
0,19 0,06
3 5
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa produk mebel lokal memiliki potensi peluang paling besar pada faktor semakin tumbuhnya semangat berkompetisi industri mebel lokal dan kondisi perekonomian yang membaik untuk dapat bersaing dengan para produsen lain terutama persaingan dengan produk mebel dari luar negeri. Hal ini juga didukung oleh munculnya gerakan kampanye cinta produk dalam negeri (skor 0,31), munculnya dukungan pemerintah (skor 0,19),
47
meningkatan produksi mebel dalam negeri (skor 0,18), serta perkembangan teknologi (skor 0,06). Dalam rangka memperluas pangsa pasar, maka diharapkan para pengusaha mebel lokal dapat memanfaatkan peluang sebesar-besarnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup usaha dan tetap bertahan menghadapi gempuran mebel luar negeri yang sudah membanjiri pasar lokal.
5.6.4 Ancaman (Threats) Dalam menjalankan usaha, suatu produk tentu memiliki ancaman. Ancaman tersebut akan berakibat fatal terhadap kesuksesan usahanya jika tidak diatasi atau dihindari secara dini. Faktor-faktor yang menjadi ancaman pada pemasaran mebel lokal terhadap munculnya kebijakan perdagangan bebas ACFTA diantaranya adalah mengganggu stabilitas ekonomi nasional, mempengaruhi daya beli konsumen, kekuatan tawar menawar konsumen, persaingan antar industri sejenis dan brand image dari pesaing yang sangat kuat. Hasil analisis tentang faktor strategis eksternal berupa ancaman, menyatakan bahwa semakin kuatnya posisi tawar konsumen memberikan pengaruh yang paling besar terhadap kondisi pemasaran mebel lokal. Kemudian diikuti oleh mempengaruhi daya beli konsumen pada peringkat kedua. Brand image dari pesaing yang sangat kuat pada peringkat ketiga, mengganggu stabilitas ekonomi nasional pada peringkat keempat persaingan antar industri sejenis memberikan pengaruh paling kecil terhadap kondisi pemasaran mebel lokal. Faktor-faktor dan nilai pengaruhnya disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Faktor-faktor unsur ancaman dan nilai pengaruh bagi produsen mebel No. 1. 2. 3. 4. 5.
Faktor-faktor strategi eksternal Mengganggu stabilitas ekonomi nasional Mempengaruhi daya beli konsumen brand image dari pesaing yang sangat kuat Persaingan antar industri sejenis Semakin kuatnya posisi tawar konsumen
Nilai pengaruh 0,13 0,16 0,14 0,06 0,34
Ranking 4 2 3 5 1
Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa kekuatan tawar menawar konsumen merupakan ancaman yang paling besar dihadapi oleh industri mebel lokal. Dari penuturan salah satu responden bahwasannya sering ada konsumen yang tidak jadi membeli produk yang dijual karena ketidaksepakatan harga dalam proses tawar
48
menawar. Sehingga komponen lain mempengaruhi daya beli masyarakat pun menjadi ancaman. Selanjutnya yang mempengaruhi pada penjualan mebel adalah brand image dari pesaing yang sangat kuat. Selain itu dalam segala besar dapat menimbulkan gangguan stabilitas ekonomi nasional serta komponen lain yang menjadi ancaman adalah persaingan antar industri sejenis, hal ini disebabkan oleh banyaknya bermunculan perusahaan sejenis. Strategi yang harus diambil oleh para pengusaha mebel lokal adalah mempertahankan harga produk mebel ketika proses tawar menawar berlangsung antara penjual dengan pembeli.
5.6.5 Diagram Analisis SWOT Setelah mengetahui nilai pengaruh dari masing-masing faktor baik faktor internal maupun eksternal, dapat diketahui posisi produk. Posisi produk dapat diketahui berdasarkan selisih total nilai pengaruh pada unsur internal (kekuatan dan kelemahan) dan selisih total nilai pengaruh pada unsur eksternal (peluang dan ancaman). Analisis ini menghasilkan matrik SWOT yang bisa digunakan mempermudah dalam memberikan pemilihan alternatif strategi yang disajikan di bawah ini. Berdasarkan diagram SWOT, mebel lokal berada pada Kuadran 1 yaitu posisi SO (Strength-Opportunities). Posisi ini berarti bahwa mebel lokal harus menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi pada masing-masing sel ditampilkan pada diagram matrik SWOT berikut ini Peluang (O) Kuadran 1
Kuadran 3 (1,1;0,3) Kelemahan (W)
Kekuatan (S)
) -4
-2
2
4
Kuadran 2
Kuadran 4 Ancaman (T)
Gambar 17 Hasil perhitungan data matrik SWOT.
49
Strategi SO yang dapat diciptakan untuk pemasaran mebel lokal diantaranya adalah meningkatkan kualitas produk, menggunaan bahan baku yang baik dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang berlimpah, menjaga tract record kualitas produk yang baik senantiasa terjaga dan persepsi masyarakat tetap positif terhadap produk mebel lokal dengan meningkatkan pelayanan kepada konsumen serta mengoptimalkan kebijakan pemerintah dengan menggalakan kesadaran menggunakan produk dalam negeri. Produsen diharapkan menggunakan bahan finishing yang baik dan tepat untuk meningkatkan kualitas produk. Selain itu, mempekerjakan karyawan yang terampil dalam penanganan produksi dapat menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Pemberian perlakuan khusus pada produk dapat juga dijadikan salah satu cara yang dilakukan untuk memberikan kesan unik pada produk mebel yang biasanya disukai oleh beberapa konsumen. Selain itu, dalam rangka meningkatan kualitas produk dengan tidak mengeluarkan banyak biaya maka perlu ditingkatkan pengadaan alat-alat produksi yang lebih baik. Pelayanan terhadap konsumen dapat dilakukan dengan cara menerapkan lima dimensi berikut ini yaitu keandalan (reliability), responsif (responsiveness), keyakinan (assurance), berwujud (tangibles), dan empati (empathy). Keandalan merupakan kemampuan dari penyedia jasa untuk memberikan pelayanan yang telah dijanjikan secara akurat, dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Dengan kata lain, keandalan berarti sejauh mana mampu memberikan apa yang telah dijanjikannya kepada konsumen. Sedangkan responsif merupakan kesediaan penjual untuk membantu konsumen serta memberikan pelayanan yang tepat sesuai kebutuhan konsumen. Dimensi ini menekankan pada sikap dari penyedia jasa yang penuh perhatian, cepat, dan tepat dalam menghadapi permintaan, pertanyaan, keluhan, dan masalah konsumen. Keyakinan atau assurance merupakan dimensi yang menekankan kemampuan penjual untuk membangkitkan rasa percaya dan keyakinan diri konsumen bahwa mampu memenuhi kebutuhan konsumennya. Sedangkan dimensi berwujud atau tangible yaitu penampilan fisik penjual seperti gedung, tata letak peralatan, interior dan eksterior, serta penampilan fisik dari personel penjual. Dimensi terakhir empati (empathy) merupakan kemampuan
50
penyedia jasa dalam memperlakukan konsumen sebagai individu-individu yang spesial. Menggunakan bahan baku yang berkualitas baik untuk menarik pelanggan tentu merupakan strategi yang baik untuk senantiasa dijalankan. Didukung dengan berlimpahnya sumber daya alam yang dapat digunakan sebagai bahan baku tentu menjadi nilai tambah bagi mebel lokal yang memang sudah terkenal dengan kualitas bahan baku yang masih diatas rata-rata dari negara-negara produsen mebel lainnya. Sejalan dengan tujuan pengembangan industri yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa, maka pemerintah dalam rangka menghadapi globalisasi perdagangan dunia yang ditandai dengan era perdagangan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) mengeluarkan kebijakan “triple track strategy” (pro poor, pro job, dan pro investment) bagi pengembangan industri kehutanan yang diarahkan untuk mendorong tumbuhnya industri kecil dan kerajinan rakyat yang berorientasi global yang diharapkan mampu menghasilkan bahan mentah bagi kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli dan dapat melanjutkan proses industrialisasi. Disisi lain untuk mendorong kebijakan tersebut, pemerintah juga melakukan kampanye guna menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk bangga menggunakan produk buatan dalam negeri.
51 IFAS
EFAS
OPPRTUNITIES (O) Peningkatan produksi mebel dalam negeri. Semangat berkompetisi dan kondisi perekonomian yang baik. Munculnya gerakan kampanye cinta produk dalam negeri. Dukungan kebijakan pemerintah. Perkembangan teknologi. THREATS (T) Mengganggu stabilitas ekonomi nasional. Mempengaruhi daya beli konsumen. brand image dari pesaing yang sangat kuat. Persaingan antar industri sejenis. Kuatnya posisi tawar konsumen.
STRENGTH (S) Produk yang berkualitas. Bahan baku yang bermutu baik Sistem persediaan baik. Jumlah sumber daya alam sebagai bahan baku melimpah. Memiliki cukup banyak merek mebel lokal yang sudah terkenal. Track record produk baik. Persepsi masyarakat yang positif akan mebel lokal STRATEGI SO Meningkatkan kualitas produk, menggunaan bahan baku yang baik dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang berlimpah. Menjaga tract record produk yang baik dan persepsi masyarakat tetap positif terhadap produk mebel lokal dengan meningkatkan pelayanan kepada konsumen. Mengoptimalkan kebijakan pemerintah dengan menggalakan kesadaran menggunakan produk dalam negeri. STRATEGI ST Meningkatkan kualitas produk untuk mengatasi persaingan antar industri sejenis Meningkatkan pengendalian sistem quality control untuk mendapatkan produk berkualitas baik Menjaga pola pikir masyarakat tetap positif terhadap produk lokal untuk mengatasi brand image dari pesaing yang sangat kuat
WEAKNESSES(W) Skala produksi kecil. Model produk kurang bervariatif Persediaan modal. Persediaan modal belum kuat. Harga jual masih relative tinggi. Target pasar terbatas. Kurangnya promosi.
STRATEGI WO Menciptakan strategi untuk menjual produk dengan harga lebih murah. Memanfaatkan perkembangan teknologi untuk meningkatkan promosi. Memperluas target pasar dengan cara meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
STRATEGI WT Menjual produk dengan harga lebih murah untuk mengatasi kekuatan tawar menawar konsumen Meningkatkan promosi Memperluas target pasar Mencari tambahan modal Meningkatkan kualitas produk
Gambar 18 Strategi faktor internal dan eksternal.
52
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.I Kesimpulan 1. Kebijakan ACFTA (Asean China Free Trade Area) di sektor perdagangan dengan masuknya mebel impor dari China sampai dengan saat ini belum berpengaruh terhadap pemasaran mebel lokal di Kota Bogor. Konsumen menunjukkan fakta lebih memilih dan menyukai produk mebel lokal dibandingkan dengan mebel buatan China. 2. Faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen Kota Bogor dalam memilih produk mebel adalah pertimbangan kualitas produk, harga yang terjangkau, warna mebel, bahan baku mebel yang akan dibeli serta kecintaan terhadap penggunaan mebel dalam negeri. 3. Berdasarkan analisis SWOT posisi mebel lokal di outlets "Yogya Department Store” berada pada posisi SO (Strength Opportunities) artinya mebel lokal harus menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi SO yang dapat diciptakan adalah meningkatkan kualitas produk, menggunaan bahan baku yang baik dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang berlimpah, menjaga tract record kualitas produk yang baik dan menjaga persepsi masyarakat tetap positif terhadap produk mebel lokal dengan meningkatkan pelayanan kepada konsumen serta mengoptimalkan kebijakan pemerintah dengan menggalakkan kesadaran menggunakan produk dalam negeri.
6.2 Saran 1. Meningkatkan kualitas produk mebel lokal dengan cara penggunaan bahan finishing yang lebih baik dan tepat serta memperbaharui alat-alat produksi agar tetap dapat menjaga dan meningkatkan kualitas produk serta dapat menekan biaya produksi. 2. Meningkatkan pelayanan terhadap konsumen yang dapat dilakukan dengan cara menerapkan lima dimensi, yaitu: keandalan (reliability), responsif
53
(responsiveness), keyakinan (assurance), berwujud (tangibles), dan empati (empathy) sehingga menumbuhkan rasa cinta terhadap produk lokal. 3. Memilih menggunakan bahan baku yang baik dan senantiasa melakukan inovasi dengan melakukan pengembangan usaha baik berupa penetrasi pasar, pengembangan pasar, serta pengembangan produk agar menjaga kualitas (track record) produk lokal yang sudah dikenal sangat baik.
54
DAFTAR PUSTAKA David FR. 2002. Manajemen Strategi Konsep Edisi Ketujuh. Jakarta: PT. Prehillindo. Dewitari M, Erika RA, Andrianto T. 2009. ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) Agreement as an International Regime: The Impact Analysis on ASEAN. http://eprints.undip.ac.id/22703/1/SKRIPSI.pdf [12 Februari 2011] [DKRDKPI] Direktorat Kerjasama Regional Dirjen Perdagangan Internasional. 2010. ASEAN – China Free Trade Area. DKRDKPI. Jakarta. Engel JF, Blackwell RD, Miniard PW. 1995. Perilaku Konsumen Jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara. Hasan I. 2001. Pokok-Pokok Materi Statistika 1 (Statistika Deskriptif) Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara. Jiwayana. 2010. ACFTA, Kesempatan atau Ancaman, Kompas, 6 Februari 2010 Kotler P, Andreasen A. 1993. Strategi Untuk Organisasi Nirlaba. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Kotler P, Amstrong G. 1997. Manajemen Pemasaran Jilid 2. PT. Prenhalindo. Jakarta. Marizar ES. 2005. Designing Furniture. Media Pressindo : Yogyakarta. Nickols, F. 2000. Strategy is A Lot of Things. http://home.att.net/nickols/strategy_is.htm [27 Januari 2011]. Pearce JA, Robinson RB. 1997. Formulation, Implementation, and Control of Competitive Strategy. USA : Mcgraw-hill Professional. 127. [Pemerintah Kota Bogor]. 2011. Sekilas Bogor. http://kotabogor.go.id [12 Februari 2011]. Porter ME. 1990. Strategi Bersaing. Maulana A, penerjemah; Hutauruk G, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Competitive Strategy. Purna
I. 2010. ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif. Kompas, 18 Jan 2010.
Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Santoso S. 1999. Aplikasi Excell dalam Statistik Bisnis. Jakarta: Elex Media Komputindo. Subroto G. 2003. Analisis SWOT Tinjauan Awal Pendekatan Manajemen. http://www.depdiknas.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No.026/analisis_sw ot gatot.htm [27 Juli 2006]. Tjiptono F, Anastasia D. 2000. Prinsip dan Dinamika Pemasaran. Jogjakarta: J&J Learning.
55
LAMPIRAN
56
Lampiran 1 Matriks IFE preferensi konsumen mebel Kota Bogor
No.
Faktor Strategi Internal
Bobot
Rating
Skor Terbobot
(a)
(b)
(axb)
Peringkat
Kekuatan 1
Kualitas produk teruji baik
0,099811
3,925
0,391756629
1
2
Bahan baku yang baik
0,092898
3,825
0,355333807
2
3
Jumlah SDA sebagai bahan baku melimpah
0,073295
3,575
0,262031250
5
4
Memiliki cukup banyak produk bermerek terkenal
0,060417
3,225
0,194843750
6
5
Track record produk yang baik
0,079640
3,775
0,300641572
3
6
Persepsi masyarakat
0,076042
3,650
0,277552083
4
Kekurangan 1
Skala produksi kecil
0,098674
0,975
0,096207386
1
2
Model produk kurang bervariatif
0,088352
1,225
0,108231534
5
3
Keterbatasan modal
0,088542
1,125
0,099609375
2
4
Harga jual masih tergolong mahal
0,096117
1,050
0,100923295
3
5
Target pasar masih terbatas
0,080587
1,300
0,104763258
4
6
Kurang gencarnya promosi
0,065625
1,725
0,113203125
6
Total
1
2,405097064
Catatan: Bobot: Nilai yang diberikan kepada masing-masing faktor berdasarkan pengaruh faktor-faktor terhadap posisi strategis perusahaan. Rating: Nilai yang diberikan untuk masing-masing faktor dengan skala mulai dari 4 sampai 1 berdasarkan pengaruh faktor tersebut dengan kondisi perusahaan. Skor terbobot: Nilai yang diperoleh dari hasil kali antara bobot dan rating. Menunjukkan bagaimana perusahaan bereaksi terhadap faktor strategi internalnya.
57
Lampiran 2 Matriks EFE preferensi konsumen mebel Kota Bogor
No.
Faktor Strategi Internal
Bobot
Rating
Skor Terbobot
(a)
(b)
(axb)
Peringkat
Peluang 1
Peningkatan produksi mebel dalam negeri
0,104722
1,725
0,180645833
4
2
Semangat berkompetisi dan kondisi perekonomian yang membaik
0,131528
3,275
0,430753472
1
3
Munculnya gerakan masyarakat kampanye cinta produk dalam negeri
0,119306
2,625
0,313177083
2
4
Dukungan kebijakan pemerintah
0,105139
1,900
0,199763889
3
5
Perkembangan teknologi
0,060833
1,075
0,065395833
5
Ancaman 1
Mengganggu stabilitas ekonomi nasional
0,096111
1,450
0,139361111
4
2
Mempengaruhi daya beli konsumen
0,100278
1,625
0,162951389
2
3
Brand image dari pesaing yang sangat kuat
0,095278
1,500
0,142916667
3
4
Persaingan antar industri sejenis
0,062917
1,050
0,066062500
5
5
Kuatnya posisi tawar konsumen
0,123889
2,825
0,349986111
1
Catatan: Bobot: Nilai yang diberikan kepada masing-masing faktor berdasarkan pengaruh faktor-faktor terhadap posisi strategis perusahaan. Rating: Nilai yang diberikan untuk masing-masing faktor dengan skala mulai dari 4 sampai 1 berdasarkan pengaruh faktor tersebut dengan kondisi perusahaan. Skor terbobot: Nilai yang diperoleh dari hasil kali antara bobot dan rating. Menunjukkan bagaimana perusahaan bereaksi terhadap faktor strategi eksternalnya.
i
Lampiran 3 Foto Dokumentasi penelitian
Contoh produk mebel buatan China dan responden pemilik outlets mebel
Contoh produk mebel lokal berbahan baku dari China
Responden konsumen mebel outlets mebel di Yogya Department Store
ii
Kode:
KUESIONER PENELITIAN
PREFERENSI KONSUMEN MEBEL Terima kasih atas partisipasi Saudara/i untuk menjadi salah satu responden yang secara sukarela mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penulisan skripsi oleh Bayu Cahyo Nugroho, mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Insitut Pertanian Bogor. Informasi yang diberikan adalah sejujurnya sesuai dengan keyakinan Saudara/i. Semua data dan informasi yang diberikan akan dijaga kerahasiaannya. Atas kerjasama dan bantuannya, saya ucapkan terima kasih. IDENTITAS RESPONDEN 1.
Nama
2.
Jenis Kelamin
3.
Usia
[ ] Laki-laki [ ] Perempuan [ [ [ [ [
] 15-24 tahun ] 25-34 tahun ] 35-44 tahun ] 45-54 tahun ] ≥55 tahun
5.
Alamat
7.
Jumlah anggota keluarga
8.
Pekerjaan
[ ] SD
4.
Pendidika n terakhir
[ [ [ [ [
] SMP ] SMA ] Diploma ] Sarjana ] Pasca sarjana
10.
Pendapatan perbulan
[ [ [ [ [ [
] Pekerja Negeri Sipil ] Pekerja Swasta ] Wirausaha/Pengusaha ] Mahasiswa/Pelajar ] Ibu Rumah Tangga ] Lainnya………………
[ [ [ [ [ [
]
Rp.5.000.000
I. Motivasi Urutkan atribut dibawah ini yang memotivasi anda membeli mebel (mulailah dengan angka 1 untuk alasan yang paling dipentingkan, angka 2 untuk alasan berikutnya, dst.)
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Atribut Bahan Baku Model Warna Harga Merek Kualitas Ukuran Asal Daerah/Negara Pembuat
Nilai
iii
II. Preferensi Berilah tanda checklist (√) pada pilihan Anda beserta alasannya. Jika dibandingkan dengan mebel buatan lokal dibawah ini dengan mebel impor China maka manakah yang anda sukai?
No 1. 2. 3. 4. 5.
Mebel lokal
Lebih disukai
Dari pada Mebel Impor China Kurang Sama Alasan disukai
Meja Kursi/sofa Lemari Tempat tidur Rak Buku
III.SIKAP KONSUMEN Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang menurut anda paling sesuai! SS: Sangat Setuju; S: Setuju; R: Ragu-ragu; KS: Kurang Setuju; TS: Tidak Setuju No. 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8.
9.
Pertanyaan Penting untuk mencari tahu dari negara mana mebel itu berasal Terdapat perbedaan jenis mebel impor dengan mebel lokal dari segi kualitas mebel yang banyak beredar pasar di Indonesia adalah mebel impor Membeli mebel lokal adalah baik untuk membantu perekonomian para pengrajin kecil (produsen) mebel di Indonesia Merasa bersalah jika membeli mebel impor karena sebagai konsumen saya tidak ikut membantu mensejahterakan pengrajin mebel di Indonesia* Merasa bangga jika menggunakan mebel dari Indonesia Menggunakan mebel lokal daripada impor merupakan prioritas utama bagi saya dalam memilih mebel Sebagai warga negara Indonesia, merasa khawatir dengan banyaknya mebel impor yang banyak beredar di pasar saat ini Tidak tertarik/memilih untuk membeli mebel yang memiliki merek/nama dari suatu negara, seperti mebel Cina, dll.
SS
S
R
KS
TS
R
KS
TS
V. TANGGUNG JAWAB DAN KEPERCAYAAN KONSUMEN Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang menurut anda paling sesuai! SS: Sangat Setuju; S: Setuju; R: Ragu-ragu; KS: Kurang Setuju; TS: Tidak Setuju No
Pertanyaan
1.
Sebagai warga negara Indonesia, merasa bertanggung jawab untuk membeli mebel lokal daripada mebel impor Percaya bahwa dengan membeli mebel lokal akan membantu kesejahteraan pengrajin mebel di Indonesia Tidak percaya bahwa mebel impor yang beredar dipasaran memiliki kualitas lebih baik daripada mebel lokal Taraf hidup yang lebih baik tidak dipengaruhi oleh lebih banyaknya mebel impor yang dimiliki*
2. 3. 4.
SS
S
iv
No
Pertanyaan
5.
Jika membeli mebel impor status sosial meningkat* Harus berhati-hati terhadap mebel impor karena dapat mengganggu stabilitas perekonomian Indonesia. Percaya bahwa pembelian mebel lokal akan selalu menjadi pilihan yang terbaik Jika membeli mebel, berkeinganan berhenti membeli produk mebel impor dan beralih ke produk mebel buatan Indonesia Bukan hanya pemerintah tetapi kita sebagai konsumen juga ikut bertanggung jawab atas banyaknya permintaan mebel impor dan menurunnya penjualan mebel lokal
6. 7. 8.
9.
SS
S
R
KS
TS
VI. NORMA PERSONAL KONSUMEN Atribut yang penting diperhatikan dalam memilih mebel Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang menurut anda paling sesuai! SP: Sangat Penting; P: Penting; R: Ragu-ragu; TP: Tidak Penting; STP: Sangat Tidak Penting No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pernyataan Asal negara mebel yang dibeli Harga mebel yang terjangkau Memilih mebel yang bermerek terkenal. Kualitas mebel yang ingin dibeli Ukuran mebel yang besar Memilih warna mebel yang sesuai selera Bahan baku mebel yang akan dibeli Penggalakan kampanye cinta produk Indonesia guna mengajak masyarakat menggunakan produk dalam negeri.
SP
P
R
TP
STP
VII. PERILAKU KONSUMEN (Hal-hal yang Dilakukan Saat Membeli Mebel) Berilah tanda silang (x) pada bobot (angka) yang menurut anda paling sesuai! No Atribut Bobot penilaian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Menanyakan/mengetahui asal negara mebel yang akan dibeli Mempertimbangkan harga yang terjangkau Membeli mebel yang bermerek terkenal Mengetahui kualitas mebel yang ingin dibeli Memilih ukuran mebel yang besar saat membeli Memilih warna mebel yang sesuai selera Mempertimbangkan bahan baku mebel yang akan dibeli Membeli/menggunakan mebel dalam negeri
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu
Tidak pernah
1
2
3
4
5
Selalu