PENGARUH PENGGUNAAN MULSA ORGANIK DARI KERTAS BEKAS TERHADAP SUHU DAN KADAR AIR TANAH
RIANANDA GIRI PRASETYA
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penggunaan Mulsa Organik dari Kertas Bekas terhadap Suhu dan Kadar Air Tanah adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Riananda Giri Prasetya NIM A14100047
RINGKASAN RIANANDA GIRI PRASETYA. Pengaruh Penggunaan Mulsa Organik dari Kertas Bekas terhadap Suhu dan Kadar Air Tanah. Dibimbing oleh BASUKI SUMAWINATA dan ISKANDAR. Reklamasi lahan bekas tambang merupakan suatu keharusan, namun demikian tingkat keberhasilannya masih tergolong sangat rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh rendahnya kualitas tanah pada lahan bekas tambang yaitu rendahnya unsur hara, bahan organik, dan ketersediaan air, serta tingginya bobot isi yang menyebabkan tanaman sulit tumbuh. Usaha-usaha untuk mengatasi masalah tersebut pada kenyataannya sulit dilakukan karena (1) penambahan bahan organik ke dalam tanah sesuai kebutuhan sulit terpenuhi akibat banyaknya jumlah bahan organik yang diperlukan, (2) penggunaan mulsa sisa tanaman untuk menjaga kestabilan kadar air terkendala oleh sumbernya yang jarang ditemukan, sementara itu (3) penggunaan mulsa plastik tidak selalu menguntungkan karena walaupun mulsa plastik dapat mengurangi penguapan tetapi tidak dapat meloloskankan air sehingga tidak efektif untuk tujuan meningkatkan ketersediaan air tanah dan juga tidak dapat terdekomposisi sehingga akan menimbulkan masalah baru. Oleh karena itu perlu dicari bahan mulsa yang mampu meloloskan air tetapi berfungsi seperti mulsa organik dan mudah dibuat dari bahan yang mudah didapat. Salah satu bahan yang memenuhi kriteria tersebut yaitu kertas bekas. Penelitian ini bertujuan untuk membuat mulsa dari kertas bekas dengan jenis perekat yang berbeda dan mengetahui ketahanannya terhadap air, serta untuk mengetahui pengaruh penggunaan mulsa yang dibuat terhadap suhu dan kadar air tanah. Pada penelitian ini dibuat 4 jenis mulsa yaitu mulsa dengan perekat organik, mulsa dengan perekat organik-sintetik, mulsa dengan perekat organik-sintetik ditambah serat sabut kelapa di bagian tengahnya, dan mulsa dengan perekat organik-sintetik ditambah lapisan potongan pelepah pisang kering di bagian bawah mulsa. Mulsa dari kertas bekas tersebut dibuat dengan cara mencampurkan kertas yang telah dihaluskan dengan perekat kemudian dicetak dan dikringkan, serta dilakukan pengujian lapang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Parameter yang diukur pada percobaan tersebut yaitu suhu tanah dengan menggunakan termometer alkohol, kadar air tanah dengan metode gravimetri, dan ketahanan mulsa terhadap air dengan melihat keutuhan bentuk mulsa setelah 30 hari pengamatan. Berdasarkan pengukuran suhu yang dilakukan pada pukul 09.00, 13.00, dan 16.00 selama 30 hari dapat disimpulkan bahwa penggunaan mulsa dari kertas bekas secara umum akan menurunkan dan menstabilkan suhu di permukaan tanah. Hasil pengukuran kadar air selama 30 hari menujukkan bahwa secara umum penggunaan mulsa dapat menjaga kadar air di permukaan tanah. Diantara keempat jenis mulsa yang dibuat, mulsa yang paling baik dalam menjaga kestabilan suhu dan kadar air tanah adalah mulsa dengan perekat organik-sintetik ditambah lapisan potongan pelepah pisang kering di bagian bawahnya. Hasil pengamatan keutuhan bentuk mulsa menunjukkan bahwa mulsa dengan perekat organik-sintetik lebih tahan terhadap air. Kata kunci : reklamasi, mulsa, bahan organik, suhu, kadar air.
SUMMARY RIANANDA GIRI PRASETYA. The Effect of Utilizing Organic Mulch from Waste Paper on Temperature and Soil Water Content. Supervised by BASUKI SUMAWINATA and ISKANDAR. Post mining reclamation is an obligation for any mining companies, however, it is rarely successful due to the poor quality of soil, such as low nutrient content, organic matter, and water availability, as well as high bulk density causing crops difficult to grow. The effort to overcome these problems, in fact, is difficult because (1) the addition of organic matter to the soil surface as needed is difficult to fulfill due to the large number of unmet needs of organic matter, (2) crop residue mulching to improve soil water availability is constrained by the source that is rarely available, while (3) plastic mulching is not always beneficial because even though the plastic mulch could reduce evaporation, it is impermeable and therefore ineffective for the purpose of increasing the availability of soil water and the plastic mulch cannot be decomposed so that it makes new problems. Therefore, it is necessary to find mulch materials which can pass water but serve as organic mulch and are easily made from readily available materials. One of the materials meet this criteria is waste paper. This study aims to create mulch from waste paper with different types of adhesives and determine its resistance to water, as well as to determine the effect of mulching on soil temperature and water content. In this study, there are four types of mulch that are made i.e. mulch with organic adhesive, mulch with organic-synthetic adhesives, variation of mulch with organic-synthetic adhesives with coco fiber in the middle, and mulch with organic-synthetic adhesives with layer of dried banana pieces in the bottom of the mulch. The mulch is made by mixing paper that has been smoothed with an adhesive and then printed and dried. Field testing conducted using completely randomized design. The parameters measured in these experiments are soil temperature using alcohol thermometer, soil water content by gravimetric methods, and mulch resistance to water by seeing the integrity of the form after 30 observation days. Based on temperature measurements at 09.00, 13.00, and 16.00 for 30 days, it can be concluded that mulch from waste paper will generally decrease and stabilize soil temperature. The results of measurements of water content for 30 days showed that the use of mulch can keep water content at the surface. Among of the four types of mulch, the most excellent mulch in maintaining the stability of soil temperature and water content is mulch with organic-synthetic adhesive with layer of dried banana pieces in the bottom of the mulch. The result of mulch form integrity observation indicates that mulch with organic-synthetic adhesives is more resistant to water. Key word : reclamation, mulch, organic matter, temperature, water content.
PENGARUH PENGGUNAAN MULSA ORGANIK DARI KERTAS BEKAS TERHADAP SUHU DAN KADAR AIR TANAH
RIANANDA GIRI PRASETYA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pengaruh Penggunaan Mulsa Organik dari Kertas Bekas terhadap Suhu dan Kadar Air Tanah Nama
: Riananda Giri Prasetya
NIM
: A14100047
Disetujui oleh
Dr Ir Basuki Sumawinata, MAgr
Dr Ir Iskandar
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen
Tanggal :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Mulsa Organik dari Kertas Bekas terhadap Suhu dan Kadar Air Tanah” ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Basuki Sumawinata, MAgr selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi selama penelitian sampai penulisan skripsi. Terima kasih kepada Dr Ir Iskandar selaku dosen pembimbing kedua atas bimbingan dan berbagai saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr Ir Darmawan, MSc selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan masukan dalam perbaikan skripsi ini. 2. Kedua orang tua dan keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungannya sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan S1 ini. 3. Sahabat tercinta Aliya Haryati atas segala bantuan dan kerjasamanya selama proses penelitian. Kak Sri Indahyani, Kak Putri Oktariani, Kak Hana Mukhlisatun Nisa, Zarina, Fortunila dan Fatimah atas bantuannya selama penelitian. 4. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor, Agustus 2014 Riananda Giri Prasetya
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ............................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ii PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 2 Hipotesis ........................................................................................................... 2 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 2 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................................. 2 Bahan dan alat ................................................................................................... 2 Metode .............................................................................................................. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 5 Fluktuasi Suhu Tanah ........................................................................................ 5 Kadar Air Tanah ................................................................................................ 8 Ketahanan Mulsa terhadap Air ......................................................................... 10 KESIMPULAN ................................................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 11 LAMPIRAN ...................................................................................................... 12 RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 17
DAFTAR TABEL 1 Kadar Air Latosol Dramaga pada Berbagai Nilai pF ....................................... 9 2 Hari dan Jumlah Penambahan Kadar Air......................................................... 9
DAFTAR GAMBAR 1 Alat dan bahan pembuatan mulsa .................................................................... 2 2 Proses pembuatan mulsa ................................................................................. 3 3 Blok percobaan penutupan permukaan tanah .................................................. 4 4 Percobaan lapang ............................................................................................ 4 5 Fluktuasi rata-rata suhu tanah harian berdasarkan waktu pengukuran .............. 5 6 Grafik perubahan suhu pukul 09.00 ................................................................ 6 7 Grafik perubahan suhu pukul 13.00 ................................................................ 7 8 Grafik perubahan suhu pukul 16.00 ................................................................ 7 9 Grafik Perubahan Kadar Air ........................................................................... 8 10 Kondisi Mulsa dari 2 Jenis Perekat yang Berbeda Setelah 30 Hari Percobaan Lapang ........................................................................................................... 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data suhu tanah pukul 09.00 ......................................................................... 12 2 Data suhu tanah pukul 13.00 ......................................................................... 12 3 Data suhu tanah pukul 16.00 ......................................................................... 13 4 Bobot Isi ....................................................................................................... 13 5 Data kadar air tanah ...................................................................................... 14 6 Ilustrasi foto-foto proses pembuatan mulsa .................................................... 14 7 Ilustrasi foto-foto percobaan lapang .............................................................. 16
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertambangan sejak lama telah mendapat banyak perhatian terutama dari kalangan pemerhati lingkungan karena sering dipandang sebagai perusak kelestarian alam. Hal ini disebabkan oleh penggunaan metode tambang terbuka (open pit mining) untuk memperoleh hasil tambang yang prosesnya dimulai dengan kegiatan pembukaan dan pengupasan lapisan tanah dan akhirnya menimbulkan dampak terhadap kualitas tanah setelah dilakukan pengembalian atau penimbunan tanah. Hasil penelitian Subardja (2009) menunjukkan bahwa lahan bekas penambangan rakyat sistem terbuka memiliki permukaan lahan tidak teratur, kesuburan tanah rendah, dan rawan erosi, sehingga daya dukung tanah untuk tanaman rendah. Menurut Dariah et al. (2010) hal ini disebabkan tidak terintegrasinya perencanaan penutupan tambang dengan operasi pertambangan sejak awal sampai penutupan, sehingga pasca penambangan timbul berbagai masalah. Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan bahwa perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) wajib melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang. Tujuannya yaitu agar lahan dapat berfungsi kembali secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Oleh karena itu sebagian besar perusahaan berusaha untuk mereklamasi lahan bekas aktivitas pertambangannya untuk mencapai tujuan tersebut, namun demikian tingkat keberhasilannya masih tergolong sangat rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh rendahnya kualitas tanah pada lahan bekas tambang yaitu rusaknya struktur tanah, rendahnya infiltrasi, rendahnya unsur hara, bahan organik, dan ketersediaan air, serta tingginya bobot isi yang menyebabkan tanaman sulit tumbuh. Berbagai macam usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah di lahan bekas aktivitas pertambangan secara teori memang mudah, namun pada kenyataannya sulit dilakukan karena (1) penambahan bahan organik ke dalam tanah sesuai kebutuhan sulit terpenuhi akibat banyaknya jumlah bahan organik yang diperlukan, (2) penggunaan mulsa sisa tanaman untuk menjaga kestabilan kadar air terkendala oleh sumbernya yang jarang ditemukan, sementara itu (3) penggunaan mulsa plastik tidak selalu menguntungkan karena walaupun mulsa plastik dapat mengurangi penguapan tetapi tidak dapat meloloskankan air sehingga tidak efektif untuk tujuan meningkatkan ketersediaan air tanah dan juga tidak dapat terdekomposisi sehingga akan menimbulkan masalah baru. Oleh karena itu perlu dicari bahan mulsa yang mampu meloloskan air tetapi berfungsi seperti mulsa organik dan mudah dibuat dari bahan yang mudah didapat. Salah satu bahan yang memenuhi kriteria tersebut yaitu kertas bekas. Hal ini sejalan dengan kebutuhan akan kertas di berbagai bidang yang tinggi, sehingga kertas bekas mudah untuk ditemukan dalam jumlah besar dan dengan harga yang murah.
2
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini antara lain: 1) Membuat mulsa organik dari kertas bekas dengan jenis perekat yang berbeda dan mengetahui ketahanannya terhadap air. 2) Mengetahui pengaruh penggunaan mulsa yang dibuat terhadap suhu dan kadar air tanah. Hipotesis Penggunaan mulsa organik berbahan kertas bekas dapat menjaga kestabilan suhu dan kadar air tanah.
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas bekas dan dua jenis perekat yaitu perekat organik dan organik-sintetik. Alat yang digunakan diantaranya cetakan dari kayu berukuran 40×60 cm, blender, dan alat-alat lainnya.
(a)
(b)
(c) Gambar 1. Alat dan bahan pembuatan mulsa : a) cetakan mulsa, b) perekat Organik, c) perekat organik-sintetik
3
Metode Pembuatan mulsa. Mulsa dibuat dengan cara menghancurkan kertas koran hingga halus (repulping) menggunakan blender. Air yang digunakan untuk menghaluskan 0,5 Kg kertas adalah sebanyak 6 Liter. Kertas yang telah halus (bubur kertas/pulp) kemudian dicampur dengan perekat organik atau dicampur dengan perekat berbahan organik-sintetik. Perbandingan perekat dengan pulp baik organik maupun organik-sintetik adalah 3:1 (v/v). Langkah selanjutnya yaitu menuangkan campuran pulp dan perekat ke dalam cetakan kayu berbentuk segi empat dengan saringan 2 mm di bagian bawahnya kemudian diratakan. Setelah itu, campuran tersebut dituangkan ke atas papan tempat menjemur kertas dengan membalikkan cetakan dan ditekan secara merata dengan menggunakan kayu untuk membuang air berlebih dan agar kertas yang dihasilkan lebih padat dan sama tebal sebelum cetakan dilepas. Setelah itu cetakan dilepas dan hasilnya dijemur di bawah sinar matahari langsung. Pulp yang diperlukan untuk membuat kertas berukuran 40 × 60 × 0.4 cm adalah 3 liter. Sedangkan 0.5 kg kertas bekas dengan perbandingan tersebut dapat menghasilkan sekitar 10 liter bubur kertas/pulp. Sebagai variasi tambahan, pulp dicampur dengan sabut kelapa dengan tujuan agar kertas yang dihasilkan lebih kuat dan tidak mudah sobek. Metode pembuatannya sama dengan yang disebutkan diatas, perbedaannya terdapat pada penambahan sabut kelapa. Penambahan sabut kelapa ini dilakukan sehingga membentuk lapisan dengan sabut dibagian tengahnya. Penambahan pelepah pisang kering di bagian bawah mulsa dengan perekat organik-sintetik dilakukan sebagai variasi mulsa ke-4. Tujuannya untuk mengetahui apakah pemberian pelepah pisang akan memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada perlakuan lain.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 2. Proses pembuatan mulsa : a) pencetakan pulp yang telah diberi perekat, b) penekanan untuk meratakan permukaan kertas dan membuang air berlebih, c) pemberian sabut kelapa, d) hasil yang siap dijemur
4
Percobaan lapang. Percobaan lapang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui pengaruh penggunaan masing-masing mulsa yang dibuat terhadap suhu dan kadar air tanah serta mengetahui ketahanan mulsa terhadap air. Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), 5 perlakuan masing-masing 3 ulangan.
Gambar 3 Blok percobaan penutupan permukaan tanah Keterangan: L0 : Tanah terbuka L1 : Kertas lem tapioka L2 : Kertas lem kayu L3 : Kertas lem kayu+sabut kelapa L4 : Kertas lem kayu dilapisi batang pisang
Gambar 4. Percobaan lapang
5
Pengukuran suhu tanah. Pengukuran suhu tanah dilakukan 3 kali sehari yaitu pada pukul 09.00, 13.00, dan 16.00 menggunakan termometer alkohol pada kedalaman 5 cm. Pengukuran kadar air tanah dilakukan 1 kali sehari pada pukul 16.00 jika tidak turun hujan. Jika hujan turun pada waktu tersebut maka pengukuran tidak dilakukan. Penyiraman tanah dan pengukuran tinggi hujan. Penyiraman dilakukan ketika tanah tanpa penutup telah terlihat kering agar mudah dalam membandingkan jumlah kehilangan air. Pengukuran tinggi hujan dilakukan untuk mengetahui jumlah air hujan yang turun sebagai tambahan jumlah air yang diterima perlakuan. Selain itu penyiraman jg bertujuan untuk melihat ketahanan kertas daur ulang terhadap air hujan. Hal ini dilakukan karena menurut Adisarwanto dan Wudianto (1999) fungsi mulsa yaitu berperan dalam mempertahankan permukaan tanah dari gangguan mekanik dari luar seperti hantaman air hujan, angin maupun aliran permukaan. Oleh karena itu, agar dapat berfungsi melindungi permukaan tanah maka mulsa harus tahan terhadap hantaman atau pukulan butir hujan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Fluktuasi Suhu Tanah Suhu tanah adalah salah satu faktor terpenting yang dapat mendukung aktivitas mikrobiologi dan proses penyerapan unsur hara oleh tanaman. Suhu tanah sangat bergantung pada besarnya radiasi surya yang diberikan oleh matahari.
Gambar 5. Fluktuasi rata-rata suhu tanah harian berdasarkan waktu pengukuran Gambar 5 menunjukkan rata-rata fluktuasi suhu tanah harian antar perlakuan selama 30 hari pengukuran berdasarkan waktu. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa perubahan suhu L0 lebih cepat dibandingkan L1, L2,
6
L3, dan L4. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan mulsa dapat menjaga kestabilan suhu tanah. Hasil pengukuran suhu tanah pada pukul 09.00 disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa suhu tanah berfluktuasi seiring dengan meningkatnya hari pengamatan. Fluktuasi suhu ini disebabkan oleh adanya dinamika cuaca setiap harinya.
Gambar 6. Grafik perubahan suhu pukul 09.00 L0 menunjukkan suhu lebih tinggi dibandingkan dengan L1, L2, L3, dan L4. Sedangkan perbedaan antara keempat perlakuan mulsa tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan oleh radiasi matahari pada pagi hari yang diterima perlakuan belum dapat memanaskan tanah di bawah mulsa akibat waktu pemanasan yang sebentar. Jika dilihat lebih teliti pada hari ke-8 dan hari ke-15, L4 sebenarnya menunjukkan suhu yang lebih rendah dibanding dengan perlakuan lain. Hal ini disebabkan air yang diserap oleh pelepah pisang dilepaskan kembali kemudian turun ke permukaan tanah dan membuat suhu tanah lebih rendah hingga 0,5 oC. Pengukuran suhu pada pukul 13.00 seperti disajikan pada Gambar 7 memperlihatkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan. Secara umum pada L0 suhu di permukaan tanahnya jauh lebih tinggi. Tingginya suhu permukaan tanah di L0 akan menyebabkan tanaman layu akibat air banyak terevaporasi. Berbeda dengan L0, suhu L1, L2, L3, dan L4 secara umum lebih rendah. Penurunan suhu tanah oleh mulsa disebabkan karena penggunaan mulsa dapat mengurangi radiasi yang diterima dan diserap oleh tanah, sehingga dapat menurunkan suhu tanah pada siang hari (Mahmood et al. 2002). Terdapat perbedaan diantara ketiga jenis mulsa yang diberikan dimana L4 merupakan mulsa yang secara umum membuat suhu permukaan tanah paling rendah. Hal ini disebabkan pada L4 pelepah pisang kering membuat mulsa menjadi lebih tebal sehingga radiasi matahari yang sampai di permukaan tanah
7
lebih sedikit, sedangkan L1 memiliki suhu tanah yang tidak jauh berbeda dibanding L2 dan L3.
Gambar 7. Grafik perubahan suhu pukul 13.00 Gambar 8 menunjukkan fluktuasi suhu permukaan tanah pada pukul 16.00. Fluktuasi suhu pada pukul 16.00 ini bergantung pada perubahan cuaca di sore hari.
Gambar 8. Grafik perubahan suhu pukul 16.00 Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa suhu permukaan tanah tertinggi pada L0. Perbedaan antar perlakuan tidak terlalu tinggi disebabkan panas yang
8
diserap L0 telah dilepaskan lebih cepat dibanding perlakuan lain dimana panas yang diserap lebih terjaga oleh mulsa di atas permukaan tanah. Kadar Air Tanah Hasil pengukuran kadar air tanah setiap hari selama pengamatan (Gambar 7) menunjukkan persentase KA L0 secara umum paling rendah dibandingkan perlakuan lain. Hal ini disebabkan L0 mengalami evaporasi jauh lebih tinggi dari L1, L2, L3, dan L4 karena bersuhu lebih tinggi.
Gambar 9. Grafik Perubahan Kadar Air Selain itu, pada Gambar 9 terllihat bahwa pemberian mulsa di atas permukaan tanah membuat kadar air tanah lebih stabil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yatno (1997) yang memperlihatkan bahwa pemberian mulsa dapat mempertahankan kadar air tanah. Menurut Millar and Turk (1956), hal ini disebabkan pemberian mulsa pada saat kering membantu dalam menahan laju evaporasi dan membatasi gerakan air kapiler sehingga kadar air dapat dipertahankan. Kadar air tanah dengan mulsa yang berbeda menunjukkan perbedaan yang bervariasi. Namun secara umum L1 dan L4 merupakan mulsa yang paling baik dalam menjaga kadar tanah dibanding dengan L2 dan L3. Hal ini disebabkan L1 lebih banyak menyerap air ketika disiram, sehingga air yang turun ke permukaan tanah lebih banyak dibanding yang lain. Sedangkan L4 menjaga kadar air tanah akibat pemberian pelepah pisang kering di antara mulsa dan permukaan tanah. Pelepah pisang kering ini berfungsi sebagai penerima air dari mulsa setelah terjadi hujan atau setelah dilakukan penyiraman, menyerap air yang menguap dari permukaan tanah, dan mengurangi penguapan air tanah melalui evaporasi dengan menurunkan suhu tanah. Mengetahui persentase air yang hilang tersebut sangat penting kaitannya dengan menentukan batas pada saat tanaman akan mengalami kekeringan dan menentukan kapan waktu penyiraman dilakukan dan berapa jumlahnya di lahan
9
bekas tambang. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan air di sekitar lahan bekas tambang yang tidak selalu tersedia sehingga perlu untuk dilakukan penghematan dengan menjaga air yang diberikan agar tidak terbuang sia-sia. Berdasarkan hasil yang disajikan pada Gambar 7, kemudian dilakukan perbandingan dengan hasil penelitian Susanti (2006) mengenai kadar air tanah latosol pada berbagai nilai pF yang disajikan pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa tanah tanpa mulsa jika tidak terjadi hujan atau tidak dilakukan penyiraman akan mengalami kekeringan hingga titik layu permanen. Pada titik ini (pF 4,2) tanaman tidak akan kembali segar walaupun dilakukan penyiraman. Tabel 1. Kadar Air Latosol Dramaga pada Berbagai Nilai pF (Susanti, 2006) pF 1 2 2,54 4,2
Kadar Air (%V) 55,77 51,46 49,79 33,69
Pola kehilangan air melalui proses evaporasi pada tanah tanpa mulsa dapat dilihat dengan membandingkan Tabel 2 yang menunjukkan hari dan jumlah air yang diterima tanah melalui hujan atau penyiraman dengan Gambar 9 yang menunjukkan perubahan persentase kadar air. Tabel 2. Hari dan Jumlah Penambahan Kadar Air Hari KeKeterangan 2 Penyiraman 20 mm 5
Penyiraman+hujan 27 mm
10
Hujan 18 mm
13
Hujan 20 mm
14
Hujan 2 mm
15
Hujan 6 mm
18
Hujan 4 mm
22
Penyiraman 20 mm
27
Hujan 18 mm
Berdasarkan gambar dan tabel tersebut dapat dilihat bahwa jika hujan turun 20 mm pada satu hari, titik layu permanen pada tanah tanpa mulsa dicapai pada hari ke-3 setelah hujan turun dan akan lebih cepat lagi dengan tinggi hujan lebih rendah. Hal ini dapat dilihat pada penyiraman hari pertama dan hujan pada hari ke-26 dimana kadar air tanah berada di atas titik layu permanen hanya bertahan selama 2 hari setelah kejadian hujan. Berbeda dengan tanah bermulsa yang tetap terjaga kadar airnya di atas titik layu permanen meskipun dengan persentase yang berbeda-beda.
10
Hal ini merupakan kunci penyelesaian masalah kurangnya air tersedia di lahan bekas tambang, yaitu tidak terjaganya air tanah dari evaporasi. Sehingga permasalahan ini dapat diatasi dengan pemberian mulsa terutama mulsa alternatif dari kertas bekas yang terbukti menjaga ketersediaan air tetap berada di atas titik layu permanen meskipun tidak dilakukan penyiraman setiap hari. Ketahanan Mulsa terhadap Air Pengujian ketahanan mulsa dilakukan bersamaan dengan waktu penyiraman dan hujan. Setelah dilakukan penyiraman dan turun hujan selama beberapa hari dengan tinggi air setara 155 mm seperti disajikan pada Tabel 2 di atas, terdapat perbedaan yang cukup signifikan diantara mulsa dengan bahan perekat yang berbeda.
(a)
(b)
Gambar 10. Kondisi Mulsa dari 2 Jenis Perekat yang Berbeda Setelah 30 Hari Percobaan Lapang. (a) mulsa dengan bahan perekat organik, (b) mulsa dengan bahan perekat organik-sintetik Berdasarkan Gambar 10 di atas, terlihat bahwa kedua jenis perekat yang digunakan menghasilkan ketahanan terhadap air yang berbeda. Meskipun belum hancur, namun mulsa dengan perekat organik terlihat lebih mudah rusak dibandingkan mulsa dengan perekat organik-sintetik. Hal ini terlihat dari permukaan mulsa dengan perekat organik yang telah berlubang setelah 30 hari berada di lapangan, sedangkan mulsa dengan perekat organik-sintetik permukaannya terlihat masih halus. Perbedaan kondisi tersebut menunjukkan bahwa mulsa dengan perekat organik-sintetik akan lebih tahan lama di lapangan.
KESIMPULAN (1) Penggunaan mulsa berbahan dasar kertas bekas dapat menurunkan suhu permukaan tanah. Perbedaan antara suhu tanah tanpa mulsa dengan tanah bermulsa tertinggi terjadi pada siang hari. (2) Penggunaan mulsa dapat menjaga kadar air dalam tanah. Mulsa yang paling baik dalam menjaga kadar air tanah yaitu mulsa dengan bahan perekat organik dan mulsa dengan bahan perekat organik-sintetik yang dilapisi dengan pelepah pisang kering di bagian bawah mulsa. (3) Mulsa dengan perekat organik-sintetik lebih tahan lama dibandingkan dengan mulsa dengan perekat organik sehingga lebih baik jika digunakan di lapang, terlebih jika ditambahkan pelepah pisang di bagian bawah mulsa.
11
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto. T. R. Wudianto. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah Kering-Pasang Surut. Dalam Nasution, O. B. 2000. Efek Residu Pemberian TerraCottem dan Bahan Organik pada Tahun Kelima serta Pemberian Mulsa terhadap Sifat Fisik Tanah, Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max. L. Merr) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dariah A, A. Abdurachman, dan D. Subardja. 2010. Reklamasi Lahan Bekas Penambangan untuk Perluasan Areal Pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan: 4(1)1-12. Darwo. 2003. Respon Pertumbuhan Khaya anthoteca Dx. dan Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex. Benth. Terhadap Pengunaan Endomikoriza, Pupuk Kompos dan Asam Humat pada Lahan Pasca penambangan Semen [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mahmood M, Farroq K, Hussain A, dan Sher R. 2002. Effect of mulching on growth and yield of potato crop. Asian J Plant Sci. 1(2):122-133. Millar, C. E., L. M. Turk. 1956. Fundamental of Soil Science. Second ed. Wiley and Sons, Inc. NewYork Subardja, D. 2009. Karakteristik dan Potensi Lahan Bekas Tambang Timah di Bangka Belitung untuk Pertanian. Buku I, Semilokanas Inovasi Sumberdaya Lahan, Hlm 189-197 Susanti, RS. 2006. Karakteristik Kelembaban Tiga Jenis Tanah (Grumosol Cihea, Latosol Darmaga, Regosol Laladon) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yatno, E. 1997. Efek Residu TerraCottem dan Bahan organik pada Tahun Ketiga serta Pemberian Mulsa terhadap Sifat Fisik Tanah, Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max. L. Merr) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
12
LAMPIRAN Lampiran 1 Data suhu tanah pukul 09.00 (oC)
Lampiran 2 Data suhu tanah pukul 13.00 (oC)
13
Lampiran 3 Data suhu tanah pukul 16.00 (oC)
Lampiran 4 Bobot Isi Kode
Bobot Isi (g/cm3)
L0
0,89
L1
0,96
L2
0,89
L3
0,96
L4
0,96
14
Lampiran 5 Data kadar air tanah (% v)
Lampiran 6 Ilustrasi foto-foto proses pembuatan mulsa
Repulping
15
Pembuatan lem dan pencampuran lem dengan pulp
Pengeringan hasil cetakan
16
Lampiran 7 Ilustrasi foto-foto percobaan lapang
Pengukuran suhu tanah
Kondisi mulsa setelah 30 hari percobaan
Kondisi pelepah pisang pada L4 setelah 30 hari percobaan
17
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Timika pada tanggal 6 April 1992, putra dari Bapak Djebeng Suradiono dan Ibu Rita Rusmawati. Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal di SD Inpres Timika III pada tahun 1998 hingga tahun 2002 kemudian melanjutkan di SDN Pesawahan I dan lulus pada tahun 2004. Setelah lulus SD, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri I Nusawungu mulai tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Selesai menjalani pendidikan menengah pertama, penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri I Kroya dan lulus pada tahun 2010. Lulus dari SMA penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi pengurus dan mengikuti kegiatan di organisasi-organisasi mahasiswa dan unit kegiatan mahasiswa (UKM). Pada tahun 2010, penulis aktif menjadi anggota Badan Kerohanian Islam Mahasiswa IPB (BKIM) dan aktif mengikuti kegiatan UKM Merpati Putih. Selain itu, penulis juga ikut mendirikan Organisasi Mahasiswa Daerah Cilacap yang diberi nama Ikatan Mahasiswa Cilacap (IMC) dan menjadi ketua sampai tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) IPB Divisi Badan Olah Raga dan Seni. Pada tahun 2013, penulis mendapatkan kesempatan untuk mewakili IPB mengikuti lomba cerdas cermat dan soil judging contest pada acara Pekan Ilmiah Mahasiswa Tanah Nasional yang dilaksanakan selama 6 hari di Universitas Sriwijaya dan berhasil memperoleh juara pertama di kedua cabang tersebut. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Morfologi dan Klasifikasi Tanah pada tahun 2013.