Pengaruh Penerapan Basel dan Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Risiko pada Bank X
Leily Rosa (20143111015)
ABSTRACT In the era of globalization continues to growing and changing, that progress can be seen in the financial sector especially the banking industry. They always follow the progress, some case by renew the types of products and services, and provide the best service to the customers. Bank management must be balance between changing and growing of the company with the risks that would be rise. It is a challenge for banks to be able to apply good risk management. This study aimed to explor the variables are relevant, both of variables will be describe
the effect of
implementation of Basel and Good Corporate Governance (GCG) to risk management. Research was conducted on a private bank in Indonesia. The study population is a branch of business leaders and coordinators of branch operations in this bank. Samples consist of three areas on Bank X, technique of sampling using cluster sampling. Data collection method was using a questionnaire which distributed to 35 respondents. There are three hypotheses in this study, the research finding for first hypothesis is
a
significant influence between implementation of Basel toward risk management. The hypothesis describe a significant influence between implementation of good corporate governance to risk management, and the results of the third hypothesis showed a significant influence of implementation of Basel and GCG toward risk management.Therefore if implementation of Basel and GCG much better, will impact on risk management. Keywords: Basel, good corporate governance, and risk management I.
PENDAHULUAN Industri perbankan memegang peranan paling penting dalam perekonomian suatu negara,
tidak terkecuali di Indonesia. Perbankan sebagai salah satu motor penggerak ekonomi mempunyai beberapa peran antara lain: Menumbuhkan sektor usaha kerakyatan agar bisa berdaya saing, meningkatkan kemampuan ekonomi pengusaha, dan sebagai sumber pendanaan bagi masyarakat. Dalam hal ini, fungsi bank perlu dilaksanakan dengan baik. Saat ini keberadaan bisnis perbankan semakin competitive, dengan semakin meningkatnya bentuk produk dan jasa yang ditawarkan serta peningkatan jumlah kantor perbankan di kota
1
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
sampai dengan pedesaan. Berikut data pertumbuhan jumlah kantor bank selama 5 (lima) tahun terakhir pada tabel 1.2 . Tabel 1.2 Pertumbuhan Jumlah Kantor Jumlah Kantor 2011 2012 2013 2014 Bank Umum 14.797 16.625 18.558 19.947 BPR 4.172 4.425 4.678 4.895 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia- Vol.13 No.9 Agustus 2015.
2015 20.384 5.036
Di tengah persaingan bisnis perbankan yang terus meningkat, manajemen bank harus berupaya mencari keseimbangan yang tepat antara pertumbuhan bisnis dengan risiko yang mungkin akan dihadapi. Bedasarkan fungsi bank sebagai intermediasi, penting adanya permodalan yang kokoh bagi suatu bank dalam rangka menjaga kestabilan sistem keuangan. Maka ditetapkan peraturan mengenai permodalan mengacu kepada suatu standar internasional yang dikeluarkan oleh Basel Committe on Banking Supervision. Komite Basel untuk pertama kalinya mempublikasikan penetapkan metodologi yang dibakukan dalam penghitungan besaran “modal berdasarkan risiko” dari suatu bank. Seiring
dengan
berjalannya
waktu,
untuk
meningkatkan
kualitas
kerja
diadakan
pengembangan kesepakatan modal. Tujuan utamanya adalah mengarahkan semua risiko perbankan ke dalam suatu kerangka pemikiran kecukupan modal secara menyeluruh, kesepakatan ini dikenal dengan nama Basel II. Basel II memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko, serta meningkatkan kualitas penerapan manajemen risiko di bank. Industri perbankan rentan terhadap risiko yang akan muncul sewak- waktu, untuk melindungi kepentingan stakeholders, serta meningkatkan kinerja perusahaan dan kepatuhan terhadap perundang- undangan yang berlaku, maka diperlukan pelaksanaan GCG. Bank Indonesia sebagai regulator menetapkan PBI No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Selain itu, BI juga memberlakukan peraturan penerapan manajemen risiko perbankann untuk mengontrol operasional yang dihadapi perbankan melalui PBI Nomor 11/25/PBI/2009 tentang perubahan atas PBI Nomor 5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum. 2
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
Pernyataan diatas menunjukan penerapan Basel, GCG dan manajemen risiko sangat penting. Hal ini yang mendorong peneliti untuk mengetahui pengaruh penerapan Basel dan GCG terhadap manajemen risiko pada salah satu Bank X. Variabel yang digunakan merupakan pengembangan dari penelitian terdahulu, diantaranya adalah: Husaini et al (2013) mengidentifikasi penerapan corporate governance terhadap penerapan manajemen risiko pada 153 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010, menyatakan mekanisme corporate governance berpengaruh terhadap manajemen risiko. Hasil yang sama dengan penelitian Endrianto (2010) menjelaskan Basel dan GCG secara bersama- sama berpengaruh terhadap manajemen risiko. Pengukuran penerapan Basel dengan mengidentifikasi penerapan Basel II berdasarkan 3 pilar, pengukuran GCG dengan mengidentifikasi empat azas GCG yang meliputi transparansi, akuntabilitas, tanggungjawab, dan keadilan. Sedangkan identifikasi manajemen risiko fokus pada risiko operasional bank yang meliputi risiko proses internal, risiko Sumber Daya Manusia, risiko sistem, risiko ekternal dan risiko hukum. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan diatas akan menimbulkan benang merah dan akan menjawab pertanyaan berikut ini: a. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan Basel terhadap Manajemen Risiko pada Bank X b. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan GCG terhadap Manajemen Risiko pada Bank X c. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara Penerapan Basel dan GCG secara bersama- sama terhadap Manajemen Risiko pada Bank X.
II.
LANDASAN TEORI Basel Perkembangan dalam industri perbankan mengharuskan pengendalian dari Bank Sentral.
Pendekatan “pengawasan dengan prinsip kehati- hatian” dipertimbangkan dalam regulasi. Idroes dan Sugiarto (2006:25) menjelaskan, untuk menciptakan keseragaman regulasi secara Internasional yang dijadikan sebagai acuan bagi regulator pada masing- masing negara, pemikiran 3
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
tersebut menjadi dasar munculnya kesepakatan Basel. Komite Basel berfungsi sebagai pengawasan perbankan. Komite Basel untuk pertama kalinya menetapkan metodologi yang dibakukan dalam penghitungan besarnya “modal berdasarkan risiko” dari suatu bank yang perlu diperhitungkan. Kesepakatan Basel I mencakup risiko kredit (credit risk). Modal yang harus disediakan dikaitkan dengan risko kredit, modal yang dikaitkan dengan risiko kredit sesuai dengan perkembangan dan pertimbangan pemikiran pada kesepakatan pertama dibuat. Industri perbankan semakin berkembang dengan beragam produk dan pelayanannya, karena hal tersebut, dirasa perlu untuk mengevaluasi dan memperbaruhi peraturan permodalan. Komite basel kembali menyempurnakan kerangka permodalan yang ada sebelumnya, dengan mengeluarkan konsep permodalan baru yang dikenal dengan istilah Basel II. Basel II memiliki tujuan utama untuk meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, memfokuskan pada perhitungan permodalan berbasis risiko, supervisory review process, dan market discipline. Menurut Oktavia (2010:3) penerapan Basel II diharapkan sesuai dengan standar, pelaksanaan tersebut akan memberi manfaat pada perusahaan berupa penghematan modal dalam menutup risiko dan proses ekspansi bank secara global lebih mudah, terutama dalam operasional yang diterima oleh pasar internasional, karena standar Basel II diakui secara internasional. Idroes dan Sugiarto (2006:49) menyatakan kerangka baru Basel II dirancang mencangkup tiga konsep yang dikenal sebagai tiga pilar, ketiga pilar yang dimaksud adalah: 1. Pilar 1 – Kewajiban penyedian modal minimum (Minimum capital requirements) yang memperbaiki dan memperluas aturan standar yang telah dibuat pada kesepakatan tahun 1988. 2. Pilar 2 – Tujuan berdasarkan regulasi (regulatory review) dari kecukupan modal masing- masing bank dan proses penilaian internal, dan 3. Pilar 3 – Disiplin pasar yang efektif (Effective use of market discipline) untuk praktek bank yang lebih aman dan meningkatkan transparansi.
4
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
GCG Suatu lembaga keuangan atau bank tidak luput dari potensi kerugian, salah satu faktor diakibatkan oleh tidak efektifnya tata kelola untuk melindungi stakeholders. Terwujudnya tata kelola perusahaan merupakan faktor yang sangat penting dalam proses bisnis. Arafat dan Fajri (2009:5) menyatakan, istilah Corporate Governance diperkenalkan oleh Cadbury Commitee, Komite ini mendifinisikan Corporate Governance sebagai hal yang berkaitan dengan mempertahankan keseimbangan hubungan antara pemangku kepentingan dengan tanggung jawab. Tujuan dari corporate governance untuk menyesuaikan antara kepentingan individu, perusahaan, dan masyarakat. Menurut Zarkasyi (2008:7) GCG merupakan suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). Oleh karena itu, sangat logis bila diperlukan sebuah aturan dan ketentuan dalam rangka mendorong penerapan GCG pada perbankan. Zarkasyi (2008:39-41) menejelskan setiap industri perbankan harus memastikan penerapan asas GCG, asas tersebut diperlukan untuk mencapai kinerja yang baik dan berkesinambungan. Adapun lima asas GCG yang dibangun oleh OECD 2004 dan PBI No.8/4/2006 yaitu: 1. Transparansi (Transparancy) Transparansi menuntut perusahaan secara jujur dan relevan atas informasi yang disajikan. 2. Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas merujuk kepada pihak yang diberi amanah dalam mengendalikan perusahaan. 3. Responsibility (Responsibility) Dalam menjalankan tugas, partisipan harus mempertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan. 4. Independensi (Independency) Dalam konteks GCG independensi dimaksudkan membebaskan diri dari kepentingan pihak- pihak yang berpotensi memunculkan konflik kepentingan. 5. Kewajaran (Fairness) Perusahaan harus memperlakukan pihak- pihak lain secara adil sesuai dengan ketentuan.
5
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
Manajemen Risiko Manajemen risiko dalam industri perbankan merupakan serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Bank umum yang beroperasi di indonesia wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif sesuai dengan PBI No. 5/8/2003 tentang penerapan manajemen risiko pada bank umum. Rudjito (2004:19-21) menjelaskan penerapan manajemen risiko yang sitematis akan memberikan kegunaan pada perusahaan antara lain; penyempurnaan tata kelola bank; memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap area yang berisiko; menetapkan regulasi; pengembangan kompetensi SDM bank; menciptakan reputasi yang baik; mengembangkan early warning system; pengintegrasian pengelolaan risiko; memfasilitasi dalam proses pengambilan keputusan; perencanaan bisnis bank yang lebih baik; dan meningkatkan shareholder value.
Risiko Operasional Kesepakatan Basel II mendifinisikan risiko operasional sebagai ketidakcukupan dari proses internal, manusia, sistem dan termasuk juga peristiwa eksternal. Risiko operasional terkait dengan banyak permasalahan yang terjadi dari kegagalan proses dan prosedur. Idroes dan Sugiarto (2006:131) menyatakan risiko operasional merupakan risiko yang mempengaruhi semua bisnis karena risiko operasional tidak dapat dipisahkan dalam melakukan aktivitas atau proses bisnis. Risiko operasional terdiri dari beberapa jenis, salah satunya adalah penipuan dan kegagalan proses. Oleh sebab itu peristiwa risiko operasional yang dihadapi perbankan tidak lepas dari dua faktor penting yaitu frekuensi menyatakan seberapa sering peristiwa yang berisiko itu terjadi dan dampak yang menyatakan seberapa besar jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat peristiwa berisiko tersebut. Idroes dan Sugiarto (2006:135) menyatakan dalam kesepakatan Basel II mengkaji peristiwa risiko operasional, peristiwa tersebut dibagi menjadi lima kategori besar yaitu 1) Risiko proses internal (internal process risk) yang terkait dengan kegagalan dari suatu proses bank atau prosedur. 2) Risiko sumber daya manusia (people risk) yang berhubungan dengan karyawan dari suatu bank. 3) Risiko sistem (system risk) yang berhubungan dengan penggunaan sistem dan 6
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
teknologi. 4) Risiko ekternal (eksternal risk) yang berhubungan dengan peristiwa diluar kekuasaan langsung dari bank. 5) Risiko hukum (legal risk) bersal dari ketidak pastian hukum dalam menginterpretasikan atau mengaplikasikan kontrak, hukum dan peraturan.
Pengaruh Penerapan Basel terhadap Manajemen Risiko Basel merupakan ketentuan perbankan yang menciptakan suatu standar internasional yang dapat digunakan oleh regulator. Dalam penerapannya kita akan melihat pengaruh dari regulasi tersebut pada perbankan. Menurut Janakiraman (2008) kebijakan Basel II berpengaruh terhadap manajemen risiko operasional bank. Hasil yang sama dari penelitian Tamunan (2008) menyatakan pengelolaan risiko kredit dengan Basel II dapat memitigasi risiko. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan jika penerapan Basel dilaksankan dengan baik maka semakin baik penerapan manajemen risiko Bank X.
Pengaruh Penerapan GCG terhadap Manajemen Risiko GCG merupakan struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh pihak internal perusahaan maupun eksternal untuk memberikan nilai tambah secara berkesinambungan dengan memperhatikan kepentingan stkeholders. Penerapan GCG biasanya akan memberi pengaruh terhadap kondisi perusahaan, berdasarkan penelitian Husaini, et al (2013) menyatakan adanya pengaruh positif dari mekanisme corporate governance terhadap manajemen risiko. Hasil penelitian yang sama dilakukan oleh Joeswanto (2015) menyatakan mekanisme corporate governance berdasarkan jumlah dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap risiko kredit. Dari penelitian tersebut jika tata kelola perusahaan dilakukan secara baik dan benar akan berdampak baik terhadap manajemen risiko Bank X.
Pengaruh Penerapan Basel dan GCG secara bersama terhadap Manajemen Risiko Keterkaitan antara penerapan Basel dengan GCG secara bersama terhadap manajemen risiko dapat dilihat dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Endrianto (2010), dalam penelitiannya dinyatakan bahwa penerapan Basel dan GCG secara simultan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Manajemen Risiko. 7
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada salah satu bank swasta di Indonesia, Populasi penelitian ini adalah seluruh pimpinan bisnis dan koordinator operasioanl pada Bank X. Teknik sampling pada penelitian ini menggunakan cluster sampling. Bank X terdiri atas 42 area diseluruh Indonesia, peneliti menetapkan 3 area sebagai sampel yaitu, area Bekasi, area Jakarta, dan Depok. Dari 3 area tersebut memiliki 35 responden. Peneliti menetapkan 3 area tersebut karena memiliki wilayah yang luas dan dapat mewakili area lainnya. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner yang disebar kepada responden, secara langsung maupun menggunakan jaringan internet (email). Dengan teknik memberikan seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden, dengan jawaban bersifat tertutup. Responden menjawab pertanyaan berdasarkan skala likert dengan skor 1 sampai dengan 5. Berikut penggunaan skala likert pada kuesioner dalam tabel 3.1. Tabel 3.1 Skala Likert dalam Penelitian Pernyataan Variabel Basel, GCG dan Manajemen Risiko 1 Sangat Tidak Sesuai 2 Tidak Sesuai 3 Tidak Tahu 4 Sesuai 5 Sangat Sesuai Sumber: Sugiyono (2007) Skor
Penelitian ini menggunakan tiga variabel yang
terdiri dari variabel Basel, GCG dan
manajemen risiko. Berikut definisi dari masing- masing variabel: Tabel 3.2 Definisi Variabel Variabel
Definisi
Basel II
Basel II adalah sebuah pengembangan kesepakatan modal
Sumber: Basel Committee
yang baru, untuk mengarahkan risiko perbankan ke dalam suatu
Banking Supervision (2003)
kerangka pemikiran kecukupan modal secara menyeluruh.
dalam Endrianto (2010)
Idroes dan Sugiarto (2006:46)
8
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
GCG
GCG adalah suatu sistem, prose, dan seperangkat peraturan
Sumber: Organization for
yang
Economic Cooperation &
berkepentingan (stakeholders). Zarkasyi (2008:7)
mengatur
hubungan
antara
berbagai
pihak
yang
Development (2004) dan PBI No.8/4/2006 dalam Endrianto (2010) Manajemen Risiko
Risiko operasional adalah risiko yang mempengaruhi semua
Sumber: Risiko Operasional
bisnis kerena risiko operasional tidak dapat dipisahkan dalam
Bisnis Bank (1996) dalam
melakukan aktivitas atau proses bisnis. Idroes dan Sugiarto
Endrianto (2010)
(2006:131)
Uji Asumsi Klasik Menurut Sarjono H dan Julianita W (2013:53) uji asumsi klasik sangat diperlukan sebelum melakukan analisa regresi, uji asumsi klasik tersebut terdiri atas uji normalitas, uji heterokedasitas, uji multikorelasi, dan uji autokorelasi. Uji Normalitas Data yang diperoleh harus berdistribusi normal. Untuk menentukan normal atau tidaknya suatu data dengan cara menganalisis grafik dan uji statistik. Berikut asumsi untuk menginterpretasikan uji normalitas pada data statistik. Nilai signifikansi Shapiro-wilk > 0,05 menunjukan data berdistribusi normal. Nilai signifikansi Shapiro Wilk < 0,05 menujukan data tidak berdistribusi normal. Uji Heterokedasitas Untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedatisitas, yaitu dengan melihat scatterplot, dengan asumsi jika terjadi titik –titik penyebaran secara acak, dengan demikian disimpulkan tidak terjadi heterokedatisitas. Uji Multikorelasi Uji multikorelasi perlu dilakukan jika jumlah variabel independen lebih dari satu. Berikut asumsi untuk menentukan multikolinearitas dengan membandingkan nilai VIF (variance inflating factor). Nilai VIF < 10 maka tidak terjadi gejala multikolinearitas di antara variabel bebas. Nilai VIF > 10 maka terjadi gejala multikolinearitas di antara variabel bebas. 9
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson. Berikut cara menilai autokorelasi pada data: a. Menentukan nilai dL dan dU dengan tabel Durbin Watson, pada α = 5%, k = 2. b. Interpretasi hasil tersebut dengan ketentuan: Bila nilai DW berada diantara dU sampai dengan 4 – dU, koefisien korelasi sama dengan nol, artinya tidak terjadi autokorelasi. Bila nilai DW lebih kecil dari pada dL, koefisien korelasi lebih besar dari pada nol, artinya terjadi autokorelasi positif. Bila nilai DW lebih besar dari pada 4 – dL, koefisien korelasi lebih kecil dari pada nol, artinya terjadi autokorelasi negatif. Bila nilai DW terletak diantara 4 – dU dan 4 – dL, hasilnya tidak dapat disimpulkan. Analisi Regresi Analisis regresi yang digunakan yaitu analisis regresi linear berganda/ majemuk: motode ini digunakan untuk mengukur pengaruh yang melibatkan dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Pada penelitian ini terdapat persamaan regresi linear berganda yaitu: Pengaruh variabel BSL dan GCG secara bersama- sama terhadap MR. Berikut bentuk persamaan regresi berganda yang digunakan: MR = a + b1BSL + b2GCG Keterangan: MR
= Variabel Manajemen Risiko
BSL
= Variabel Basel
GCG
= Variabel GCG
Analisis Hipotesis Uji Signifikan Parsial (t-test) Berdasarkan Sugiyono (2007:208) dasar pengambilan keputusan terhadap uji parsial adalah: Jika t hitung lebih besar dari pada t tabel (th > tt), maka Ha diterima Jika t hitung lebih kecil dari pada t tabel (th < tt) atau, maka Ho diterima
10
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
Uji Signifikansi Simultan (F-test) Berdasarkan Sugiyono (2007:208) dasar pengambilan keputusan terhadap uji parsial adalah: Jika F hitung lebih besar dari pada F tabel (Fh > Ft), maka Ha diterima Jika F hitung lebih kecil dari pada F tabel (Fh < Ft), maka Ho diterima IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Uji Klasik Uji Normalitas Pada tabel 4.1 dijelaskan ringkasan hasil uji normalitas variabel BSL, GCG dan manajemen risiko. Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Variabel Basel, GCG dan manajemen risiko
Variabel BSL
Shapiro-Wilk Statistik df Sig. ,973 32 ,583
Hasil Pengujian Data terdistribusi normal
GCG
,950
32
,140
Data terdistribusi normal
MR
,965
32
,383
Data terdistribusi normal
Sumber: Output SPSS 11.5, diolah oleh penulis (2016) Dari hasil penelitian dapat kita lihat nilai Shapiro- Wilk lebih besar dari α = 0.05, maka dapat diartikan data berdistribusi normal. Untuk mendukung penilaian uji normalitas, dapat juga diinterpretasikan dengan grafik uji normalitas. Berikut grafik uji normalitas pada masing- masing variabel. Grafik 4.1 Uji Normalitas Variabel Normal Q-Q Plot of X1
Basel
2
1
Expected Normal
0
-1
-2 12
14
16
18
20
22
24
26
Observed Value
11
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
Grafik 4.2 Uji Normalitas Variabel Normal Q-Q Plot of X2
GCG
2
1
Expected Normal
0
-1
-2 18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
Observed Value
Grafik 4.3 Uji Normalitas Variabel Manajemen Normal Q-Q Plot of Y
Risiko
2
1
Expected Normal
0
-1
-2 16
18
20
22
24
26
28
30
32
Observed Value
Berdasarkan grafik uji normalitas pada masing- masing variabel, dapat diinterpretasikan bahwa masing- masing data bersifat normal, dimana penyebaran data merata dan mendekati garis lurus. Uji Heterokadatisitas Dalam penelitian ini, cara yang digunakan untuk mendeteksi heterokadatisitas dengan menganalisa hasil uji regresi dari scatterplot. Berikut ini gambar scatterplot dari variabel BSL, GCG, dan MR pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Uji Scatterplot
Sumber: Data diolah dengan SPSS 11,5 12
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
Berdasarkan uji scatterplot pada gambar 4.1, terlihat bahwa titik- titik menyebar secara acak, baik dibagian atas angka 0. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedatisitas model regresi ini. Uji Multikorelasi Pada tabel 4.2 dijelaskan ringkasan hasil uji multikolinearitas. Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinearitas Variabel VIF Hasil Pengujian BSL 1,469 Tidak terjadi gejala multikolinearitas GCG 1,469 Tidak terjadi gejala multikolinearitas Sumber: Output SPSS 11.5, diolah oleh penulis Berdasarkan uji multikolinearitas pada tabel 4.2, nilai VIF dari variabel BSL sejumlah 1.469, sama halnya dengan perolehan nilai VIF pada variabel GCG. Semua variabel independen memiliki nilai VIF lebih kecil dari 10, maka dapat diartikan tidak terjadi gejala multikolinearitas pada kedua variabel independen tersebut. Uji Autokorelasi Peneliti mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dengan melakukan pengujian Durbin Watson. Dasar ketentuan pengambilan keputusan pada uji Durbin Watson yaitu dengan melihat nilai Durbin Watson pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi Uji Nilai DW Hasil Pengujian Durbin-Watson 2,296 Tidak terjadi autokorelasi Sumber: Output SPSS 11.5, diolah oleh penulis Untuk menginterpretasikan nilai Durbin Watson dengan ketentuan sebagai berikut: Nilai DW = 2,296 Nilai dL
= 1,3093
Nilai dU
= 1,5736
4 – dU
= 4 - 1,5736 = 2,4264
4 –dL
= 4 - 1,3093 = 2,6907
13
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
Dengan demikian, nilai DW berada diantara dU dan 4 –dU, yaitu 1,5736 < 2,296 < 2,4264. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi. Analisis Persamaan Regresi Berdasarkan hasil uji regresi diperoleh nilai masing- masing variabel. Tabel 4.4 Hasil Regresi Linear Berganda Variabel Koefisien Std. Error Sig. Konstan 3,098 2,338 ,195 BSL ,674 ,118 ,000 GCG ,270 ,093 ,007 Sumber: Output SPSS 11.5, diolah oleh penulis Berikut persamaan regresi dari variabel BSL, GCG, dan MR MR = 3,098 + 0,674BSL + 0,270GCG Nilai konstanta sebesar 3.098 menyatakan jika ada kenaikan nilai dari variabel BSL dan GCG, nilai variabel MR sebesar 3.098. Koefisien regresi variabel BSL sebesar 0,674 menyatakan bahwa setiap penambahan satu nilai pada variabel BSL akan memberikan kenaikan skor sebesar 0,674. Koefisien variabel BSL mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel MR. Hal ini terlihat dari tingkat signifikansi terhadap variabel BSL sebesar 0,000 yang lebih kecil dari pada 0,05 atau 0,000 < 0,05. Koefisien regresi variabel GCG sebesar 0,270 menyatakan bahwa setiap penambahan satu nilai pada variabel BSL akan memberikan kenaikan skor sebesar 0,270. Koefisien variabel GCG mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel MR. Hal ini terlihat dari tingkat signifikansi variabel GCG sebesar 0,007 yang lebih kecil dari pada 0,05 atau 0,007 < 0,05. Analisis Uji t Hipotesis Pertama : Berdasarkan uji regresi, variabel BSL memiliki nilai t hitung sebesar 7,995, jika dibandingkan dengan t tabel sebesar 2,042. Jadi dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukan bahwa variabel BSL berpengaruh signifikan terhadap variabel MR.
14
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
Tabel 4.5 Hasil Uji Regresi Variabel t Signifikan Hasil Pengujian Konstan 3,232 ,003 BSL 7,995 ,000 Terdapat pengaruh Sumber: Output SPSS 11.5, diolah oleh penulis Hipotesis Kedua : Variabel GCG memiliki nilai t hitung lebih besar dari pada nilai t tabel, (5,179 < 2,042), artinya menolak Ho dan menerima Ha. Dengan demikian variabel GCG berpengaruh signifikan terhadap variabel MR. Tabel 4.6 Hasil Uji Regresi Variabel t Signifikan Hasil Pengujian Konstan 2,482 ,019 GCG 5,179 ,000 Terdapat pengaruh Sumber: Output SPSS 11.5, diolah oleh penulis Analis Uji F Uji F pada tabel 4.7, menunjukan nilai F hitung lebih besar dengan jumlah 44,043, dibandingkan dengan F tabel sebsar 3.32. Artinya, Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukan bahwa variabel BSL dan GCG berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap variabel MR. Tebel 4.7 Hasil Uji F F Signifikan Hasil Pengujian 44,043 ,000a Terdapat pengaruh Sumber: Output SPSS 11.5, diolah oleh penulis Analisis Hasil Penelitian Pengaruh Penerapan Basel terhadap Manajemen Risiko Basel II sebagai penyempurnaan dari Basel I yang ditetapkan oleh Komite Basel. Rekomendasi ini bertujuan untuk menciptakan suatu standar internasional yang dapat digunakan oleh regulator perbankan untuk membuat ketentuan sebagai perlindungan terhadap keuangan dan operasional yang mungkin dihadapi oleh bank. 15
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan Basel berpengaruh signifikan terhadap manajemen risiko, dengan nilai t hitung 7,995.
Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan
penelitian terdahulu, menurut Sari (2012) penerapan Basel II dilaksankan dengan baik pada Bank Tokyo Mitsubishi UFJ- Jakarta berpengaruh terhadap tingkat kesehatan bank, dengan mengintegrasikan risiko kredit dalam proses bisnis. Sama halnya dengan hasil penelitian Tamunan (2008) dengan adanya pengelolaan risiko kredit sesuai kerangka Basel II dapat memitigasi risiko. Semakin tinggi penerapan Basel, maka semakin baik penerapan manajemen risiko di Bank X. Penerapan Basel dapat melindungi sistem keuangan Bank X dari masalah yang mungkin timbul, dengan menyiapkan persyaratan manajemen risiko, permodalan yang ketat dan memiliki cadangan modal yang cukup. Penerapan Basel II dengan konsep tiga pilar akan memberikan insentif bagi peningkatan kualitas dalam praktek manajemen risiko di Bank X. Berdasarkan Pilar 1 yang mengharuskan pengukuran risiko ke dalam proses manajemen perbankan, akan memberi manfaat sebagai antisipasi kerugian karena risiko- risiko lainnya. Pendekatan pilar 2 berdasarkan pengawasan berdampak sebagai pengendali, dengan adanya peran aktif pengawas dan masyarakat dalam mengawasi bank. Penerapan pilar 3 menghasilkan industri perbankan dengan sistem keuangan yang sehat dan stabil berdasarkan transparansi. Pengaruh Penerapan GCG terhadap Manajemen Risiko Dengan adanya PBI No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG, maka perbankan diwajibkan membentuk dan melaksanakan tata kelola perusahaan berdasarkan empat asas, yaitu transparansi, akuntabilitas, tanggungjawab, dan kewajaran. Asas tersebut diberlakukan guna mencapai kinerja yang baik dan berkesinambungan. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan GCG berpengaruh signifikan terhadap manajemen risiko, dengan nilai t hitung sejumlah 5,179. Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Husaini, dkk (2013) menyatakan bahwa mekanisme corporate governance berpengaruh terhadap manajemen risiko. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian sebelumnya. Menurut Brogi (2010) adanya hubungan positif antara
16
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
corporate governance terhadap kinerja. Dapat disimpulkan semakin tinggi penerapan GCG, maka semakin baik penerapan manajemen risiko. Adanya pengaruh yang signifikan antara penerapan GCG dengan manajemen risiko dikarenakan oleh kesetaraan dan kewajaran para pemangku kepentingan dalam menjalankan kewajiban. Pengaruh Penerapan Basel dan GCG terhadap Manajemen Risiko Dari hasil penelitian, diperoleh nilai f hitung lebih besar dari nilai f tabel yaitu 44,043 > 3,32, hal tersebut menunjukan bahwa pengujian variabel independen (Basel dan GCG) secara simultan terhadap variabel dependen yaitu manajemen risiko memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Endrianto (2010) menjelaskan implementasi Basel dan GCG secara simultan berpengaruh signifikan terhadap manajemen risiko di perbankan. Semakin tinggi penerapan Basel dan GCG, maka semakin baik penerapan manajemen risiko di Bank X. Dengan diberlakukannya ketiga kebijakan tersebut Bank X dapat memperoleh manfaat. Sari lisa (2013) menyatakan manfaat dari penerapan manajemen risiko antara lain: menghindari kerugian dari berbagai risiko yang menimpa, sehingga memberi ketahanan aset yang lebih lama, bank mampu memonitor informasi sehingga mampu memprediksi berbagai kemungkinan kegagalan, dan yang terakhir bank mampu meningkatkan nilai pemegang saham. V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Penerapan variabel Basel berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen risiko yang dilakukan oleh Bank X. Hal ini menunjukan penerapan Basel telah dilakukan sesuai dengan ketentuan, dilaksanakan dengan baik, maka akan berpengaruh baik terhadap manajemen risiko Bank X 2. Penerapan variabel GCG berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen risiko yang dilakukan oleh Bank X, diketahui bahwa GCG menjadi dasar dalam tata kelola bank. Semakin tinggi penerapan GCG, maka semakin baik penerapan manajemen risiko. 17
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
3. Penerapan Basel dan GCG secara simultan berpengaruh signifikan terhadap manajemen risiko. Hal tersebut mengindikasikan apabila Basel dan GCG dilaksanakan sesuai ketentuan untuk mendukung proses operasional dan bisnis bank, maka berdampak baik terhadap penerapan manajemen risiko. Keterbatasan dan Saran Keterbatasan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian, antara lain: 1. Peneliti hanya menggunakan variabel Basel II dan GCG sebagai pengukur manajemen risiko. 2. Peneliti melakukan pengungkapan hasil penerapan Basel dan GCG dengan hasil skoring dari responden. 3. Pada penelitian ini peneli hanya menggunakan satu bank sebagai objek penelitian. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini terdapat saran untuk para peneliti di masa yang akan datang yaitu: 1. Diharapkan peneliti selanjutnya meneliti menggunakan selain dari variabel yang sudah diteliti, misalnya menggunakan variabel Basel III. 2. Peneliti selanjutnya disarankan melakukan penelitian untuk mengungkap masing-masing risiko secara lebih terperinci. 3. Peneliti selanjutnya disarankan menambahkan objek dan sampel penelitian, sehingga memperoleh suatu perbandingan dengan perusahaan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Arafat, Wilson. dan M., Fajri. 2009. Smart Strategy for 360 Degree GCG. Jakarta: Skyrocketing Publisher. Bank Indonesia. 2015. Statistik Perbankan Indonesia. Vol 13, No.9. Jakarta: Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan Indonesia.
18
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016
Brogi, Marina. 2010. “Regulation, Corporate Governance and Risk Management in Banks and Insurance Companies”. Department of Banking, Insurance and Capital Markets. Rome: La Sapienza University Endrianto, Wendy. 2010. “Analisa Pengaruh Penerapan Basel dan GCG pada PT. Banak Negara Indonesia”. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Husaini, et al., 2013. Model “Manajemen Risiko Perusahaan (Enterprise Risk Manajement) di Indonesia”, Penelitian Universitas Bengkulu. Idroes, Ferrry, N., Sugiarto. 2006. Manajemen Risiko Perbankan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Janakiraman, usha., 2008. “Operational Risk Management in Indian Banks in the context of Basel II: A Survey of the State of Preparedness and Challenges in the Developing the Framework”, Asia Pacific Journal of Finance and Banking Research. Vol.2 No. 2. Rudjito. 2004. “Kegunaan Penerapan Manajemen Risiko untuk Perbankan”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 3, No. 3. Sarjono, Haryadi., dan Winda J. 2013. SPSS vs LISREL: Sebuah Pengantar, Aplikasi untuk Riset, Jakarta: Salemba Empat. Sari, Kartika, M., 2012. “Penerapan Basel II pada Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ Jakarta”, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Depok. Sari, Kartika, L., 2013. “Penerapan Manajemen Risiko pada Perbankan di Indonesia”, Hasil Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Negri Surabaya. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Tamunan, 2008. “ Kajian Pengelolaan Risiko dan Regulatory Capital serta Analisis Kesenjangan PT. ABS Tbk. Berdasarkan Basel II”. Tesis Magister Manajemen Universitas Indonesia. Okatvia. 2010. Implementasi Basel II. www.bi.go.id. Zakarsyi, M., Wahyudin. 2008. Good Corporate Governance pada Badan Usaha Manufactur, Perbankan dan Jasa Keuangan lainnya. Bandung: Alfabeta.
19
Pengaruh Penerapan..., Leily Rosa, MM-IBS, 2016