PENGARUH PENAMBAHAN NANOPARTIKEL ZnO DAN ETILEN GLIKOL PADA SIFAT FUNGSIONAL KEMASAN BIODEGRADABLE FOAM DARI TAPIOKA DAN AMPOK JAGUNG
RISMA RAHMATUNISA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Penambahan Nanopartikel ZnO dan Etilen Glikol pada Sifat Fungsional Kemasan Biodegradable Foam dari Tapioka dan Ampok Jagung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015
Risma Rahmatunisa NIM F251124131
RINGKASAN RISMA RAHMATUNISA. Pengaruh Penambahan Nanopartikel ZnO dan Etilen Glikol pada Sifat Fungsional Kemasan Biodegradable Foam dari Tapioka dan Ampok Jagung. Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF, NUGRAHA E. SUYATMA, dan EVI S. IRIANI. Kemasan plastik seperti syrofoam banyak digunakan untuk mengemas produk pangan. Styrofoam mampu mempertahankan makanan yang panas ataupun dingin, nyaman saat di pegang, mempertahankan keutuhan dan kesegaran pangan yang dikemas, dan inert terhadap keasaman pangan. Akan tetapi, monomer stiren dapat membahayakan manusia jika bermigrasi kedalam pangan. Selain itu, karena styrofoam terbuat dari polistirena yang sulit terurai, sampah styrofoam dapat menyebabkan masalah pada lingkungan. Biodegradable foam merupakan salah satu alternatif kemasan pengganti styrofoam karena selain aman terhadap kesehatan manusia juga ramah lingkungan. Bahan yang banyak digunakan pada pembuatan biodegradable foam adalah pati karena sifat biodegrabilitas yang tinggi, murah, densitas rendah, dan tidak toksik. Akan tetapi, biodegraadable foam yang terbentuk dari pati murni biasanya tidak memberikan sifat fisik dan sifat mekanik yang baik dan mudah larut air. Untuk meningkatkan sifat fungsional dari kemasan biodegradable foam berbasis pati dapat dilakukan dengan penambahan pemlastis, polimer, serat, dan tambahan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan biodegradable foam dari komposit tapioka, serat ampok jagung, polimer polivinil alkohol (PVA), nanopartikel seng oksida dan pemlastis etilen glikol (EG). Serat ampok jagung, PVA, nanopartikel seng oksida, dan pemlastis EG diharapkan dapat memperbaiki sifat fungsional seperti sifat fisik, mekanik, dan termal serta aktivitas antimikroba dari kemasaan biodegradable foam berbasis tapioka. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan nanopartikel seng oksida dan pemlastis EG terhadap sifat fisik, mekanik, dan termal, serta aktivitas antimikroba dari kemasan biodegradable foam yang dihasilkan. Penelitian telah dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dan dievaluasi dengan menggunakan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada α = 5%. Terdapat dua variabel yang digunakan yaitu konsentrasi penambahan nanopartikel seng oksida dan penambahan pemlastis EG. Konsentrasi nanopartikel seng oksida terdiri dari 3 taraf yaitu 0, 1, dan 2% dan penambahan pemlastis EG yang terdiri atas 2 taraf yaitu 0 dan 5%. Biodegradable foam tapioka dibuat dengan proses thermopressing. Efek dari nanopartikel seng oksida dan pemlastis EG terhadap sifat fungsional biodegradable foam diujikan pada struktur morfologi, kristalinitas, sifat termal, densitas, kadar air, daya serap air, parameter warna, sifat mekanik, dan aktivitas antimikroba. Hasil penelitian pada sifat yang diuji menunjukkan bahwa penambahan seng oksida dapat meningkatkan kuat tarik, densitas, kadar air, transisi gelas (Tg), transisi leleh (Tm), kristalinitas pada konsentrasi 2%, nilai °hue, dan daya serap air. Namun penambahan nanopartikel seng oksida juga dapat menurunkan ukuran pori sel, kuat tekan, nilai CIE L*, dan ΔE*, serta dapat menurunkan pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Penambahan pemlastis EG dapat meningkatkan ukuran pori sel, Tm, nilai
ΔE*, dan kadar air, akan tetapi pemlastis EG juga dapat menurunkan kuat tarik, kuat tekan, densitas, nilai °hue, Tg, dan daya serap air. Perlakuan terbaik dari semua foam yang diujikan adalah Z2P0 dengan nanopartikel seng oksida sebesar 2 % tanpa penambahan EG. Berdasarkan hasil pengujian tersebut biodegradable foam tapioka dengan pengisi nanopartikel seng oksida dan pemlastis EG ini hanya dapat diaplikasikan untuk mengemas pangan dengan kadar air rendah (kering) dan berpotensi sebagai kemasan antimikroba. Kata kunci : biodegradable foam, nanokomposit, tapioka, ampok jagung, nanopartikel ZnO, pemlatis etilen glikol.
SUMMARY RISMA RAHMATUNISA. Effects of ZnO Nanoparticles and Ethylene Glycol Incorporation on the Functional Packaging Properties of Biodegradable Foam Made from Tapiocca and Corn Hominy Fibers. Supervised by RIZAL SYARIEF, NUGRAHA E. SUYATMA, and EVI S. IRIANI. Styrofoam is a kind of plastic packaging, which is widely used for food container. Styrofoam is able to maintain hot or cold food products, comfortable to handle, able to maintain the freshness and the integrity of packaged food, and also resistance to acid food. However, styrene monomer may endanger human health when migrates into food. Moreover, because of styrofoam made from polystyrene so it is difficult to be decomposed and poses environmental problem. Biodegradable foam is a good alternative packaging to replace styrofoam because it is safe and can be degraded easily in the environment. Starch is chosen as the main material of biodegradable foam due to its high biodegrability, cheapness, and non toxicity. However, biodegradable foam which made from pure starch usually has bad physical and mechanical properties, and also water sensitivity. To improve the properties of starch-based biodegradable foam, it can be done with the addition of other polymers, fibers, and additives. This research aimed to developed biodegradable foam produced from tapiocca, corn hominy fibers, polymer polyvinyl alcohol (PVA), zinc oxide nanoparticles (ZnONP), and plasticizer ethylene glicol (EG). ZnO-NPs and plasticizer EG were expected to be able to improve functional packaging properties of biodegradable foam made from starch and corn hominy fibers such as physical, mechanical, and thermal properties, and provide antimicrobial activity of the obtained biodegradable foam. A completely randomized factorial design was used in this research and the data were analyzed by using ANOVA followed by Duncan test at α=5%. There were two factors studied, namely ZnONP concentration at the amount of 0, 1, and 2 % (w/w) and EG concentration at the level of 0 and 5% (w/w). Biodegadable foam was prepared by thermopressing process. The effects of ZnONP and plasticizer EG incorporation on the functional properties of the biodegradable foam were investigated in terms of their morphological structure, crystallinity, thermal properties, density, moisture content, water absorption, color parameters, mechanical properties, and antimicrobial properties. The results showed that the addition of ZnONP could increase tensile strength, density, moisture content, water absorption, glass transition (Tg), melting transition (Tm), crystallinity at the amount of 2% (w/w) but decreased cell pores size, compression strength, CIE L*, and ΔE* values. The use of ZnONPs provided antibacterial activity against Escherichia coli and Staphylococcus aureus. While the addition of plasticizer EG coud increase cell pores size , Tm, ΔE* values, and moisture content but decreased density, Tg, °Hue values, water absorption, tensile and compression strength. The best results was achieved by using 2% ZnONP without EG, i.e. Z2P0 sample. This research revealed that tapioca and corn hominy - based biodegradable foam containing ZnONP was potential as antimicrobial packaging mainly for dry food with low moisture content.
Keywords: biodegradable foam, nanocomposite, tapioca, corn hominy, zinc oxide nanoparticles, plasticizer ethylene glicol.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH PENAMBAHAN NANOPARTIKEL ZnO DAN ETILEN GLIKOL PADA SIFAT FUNGSIONAL KEMASAN BIODEGRADABLE FOAM DARI TAPIOKA DAN AMPOK JAGUNG
RISMA RAHMATUNISA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
: Dr.Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah kemasan biodegradable, dengan judul Pengaruh Penambahan Nanopartikel ZnO dan Etilen Glikol pada Sifat Fungsional Kemasan Biodegradable Foam dari Tapioka dan Ampok Jagung. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.Ir Rizal Syarief, DESS, Bapak Dr.Nugraha Edhi Suyatma, S.TP, DEA, dan Ibu Dr.Ir. Evi Savitri Iriani, M.Si selaku pembimbing dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen yang telah membiayai penelitian. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua staf Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, yang telah membantu selama penelitian. Terimakasih kepada semua rekan dan staf Ilmu Pangan atas saran dan bantuannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Mamah, Dede, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2015
Risma Rahmatunisa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Perumusan Masalah Hipotesis
vi vi vi 1 1 2 3 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Tapioka Ampok Jagung Nanopartikel Seng Oksida Antimikroba Nanokomposit Biodegradable Foam Biodegradable Foam Berbasis Tapioka
3 3 5 5 7 7 9 11
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Percobaan
12 12 12 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Karakteristik Biodegradable Foam Tapioka
20 20 22
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
40 40 41 41 47
RIWAYAT HIDUP
62
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Penelitian pembuatan biodegradable foam Formulasi bahan pembuatan biodegradable foam Hasil analisis proksimat ampok dan tapioka Hasil analisis aktivitas antimikroba Hasil analisis parameter warna biodegradable foam Hasil analisis kadar air biodegradable foam Hasil analisis densitas biodegradable foam Korelasi antara densitas dengan kuat tekan, kuat tarik, daya serap air, dan kadar air 9. Persentase kristalinitas dan amorf pada biodegradable foam 10. Korelasi antara kristalinitas dengan kuat tekan, kuat tarik, daya serap air, kadar air, dan Tm 11. Hasil analisis DSC biodegradable foam 12. Hasil analisis kuat tarik dan kuat tekan biodegradable foam 13. Hasil analisis antimikroba pada biodegradable foam
9 18 20 22 24 25 28 28 30 30 36 38 40
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Diagram alir proses penggilingan jagung Diagram alir tahapan penelitian biodegradable foam Diagram alir pembuatan biodegradable foam Distribusi diameter nanopartikel seng oksida Hasil SEM nanopartikel seng oksida Diagram chromacity biodegradable foam Penampakan visual biodegradable foam Hasil analisis daya serap air biodegradable foam setelah mencapai kesetimbangan 9. Pola XRD biodegradable foam 10. Hasil SEM biodegradable foam 11. Hasil SEM biodegradable foam secara melintang 12. Hasil SEM ZnONP dalam biodegradable foam 13. Hasil analisis DSC biodegradable foam
5 16 17 21 21 23 24 27 30 33 34 35 37
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Hasil analisa statistik warna °Hue foam dengan uji univariate Hasil analisa statistik ΔE * foam dengan uji univariate Hasil analisa statistik nilai x foam dengan uji univariate Hasil analisa statistik nilai y foam dengan uji univariate Hasil analisa statistik kadar air foam dengan uji univariate Hasil analisa statistik daya serap air foam dengan uji univariate Hasil analisa statistik densitas foam dengan uji univariate Hasil analisa statistik kuat tarik foam dengan uji univariate
47 49 50 51 52 53 54 56
9. Hasil analisa statistik kuat tekan foam dengan uji univariate 58 10. Hasil analisa statistik aktivitas antimikroba terhadap Escherichia coli pada foam dengan uji univariate 60 11. Hasil analisa statistik aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus pada foam dengan uji univariate 61
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemasan plastik banyak digunakan secara luas untuk mengemas, menyimpan, dan membungkus makanan dan minuman. Salah satu kemasan plastik yang banyak digunakan adalah styrofoam. Styrofoam banyak digunakan untuk mengemas produk makanan, baik makanan siap saji, segar, maupun siap olah. Styrofoam mampu mempertahankan makanan yang panas ataupun dingin, nyaman saat di pegang, mempertahankan keutuhan dan kesegaran pangan yang dikemas, dan inert terhadap keasaman pangan (Nurhajati dan Indrajati 2011). Styrofoam, terutama yang tidak terdaftar dan dilaminasi, mengandung resiko bahaya terhadap kesehatan manusia ketika disimpan atau dipanaskan karena dapat melepaskan karsinogen stiren pada makanan. Migrasi dari stiren pada pangan dapat menyebabkan gangguan sistem syaraf dan kanker. Selain itu styrofoam juga sulit untuk terurai karena tidak mudah membusuk dan tidak dapat menyerap air sehingga dapat menyebabkan masalah lingkungan (BPOM 2008, Khalid et al. 2012). Untuk mengurangi ketergantungan terhadap plastik yang berbahan dasar turunan minyak bumi, saat ini banyak dilakukan pengembangan produk bio-based dan teknologi inovatif lainnya. Produk bio-based merupakan produk turunan dari sumber yang dapat diperbaharui dan bersifat biodegrable (stabil, tapi dapat terdegradasi) sehingga tidak menimbulkan masalah pada lingkungan (Qiu et al. 2013). Salah satu produk bio-based yang dikembangkan adalah kemasan biodegrdable foam. Kemasan biodegradable foam merupakan kemasan alternatif pengganti styrofoam. Kemasan biodegradable harus dapat memenuhi standar uji dan regulasi pemerintah. Berdasarkan UU No 18 tahun 2008 mengenai pengelolaan sampah, pasal 14,15,16 tentang produsen kemasan harus menarik kembali kemasannya jika kemasan itu tak bisa diurai oleh alam (biodegradable) (Cornelia 2013). Bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan biodegradable foam adalah pati karena sifat biodegrabilitas yang tinggi, murah, densitas rendah, tidak toksik dan ketersediaannya berlimpah, akan tetapi biodegraadable foam yang terbentuk dari pati murni biasanya tidak memberikan sifat fisik dan sifat mekanik yang baik dan mudah larut air. Untuk memperbaiki sifat-sifat biodegraadable foam dari pati bisa dilakukan dengan memodifikasi pati, penambahan pemlastis, polimer, serat, dan beberapa bahan tambahan lainnya (Fang & Hanna 2001, Salgado et al. 2008, Kaisangsri et al. 2012). Ampok adalah salah satu produk samping industri penggilingan jagung yang terdiri dari pericarp, tipcap, lembaga dan sebagian endosperma (Iriani 2013). Ampok merupakan salah satu serat yang bisa dikompositkan dengan pati pada pembuatan biodegradable foam. Penambahan serat dapat menurunkan daya serap air dan kadar air, meningkatkan sifat mekanik, densitas rendah, menurunkan jumlah pori sel, dan meningkatkan kristalinitas (Salgado et al. 2008, Warsiki et al. 2012, Kaisangsri et al. 2014, Vercelheze et al. 2012, Boonchaisuriya & Chungsiriporn 2011).
2 Selain ampok, polivinil alkohol (PVA), nanopartikel seng oksida (ZnO) dan pemlastis etilen glikol (EG) dapat juga ditambahkan pada pembuatan biodegradable foam berbasis pati. Penambahan PVA dapat menurunkan daya serap air karena bersifat kristalin, kompatibel dengan pati, meningkatkan sifat mekanik dan barier (Boonchaisuriya & Chungsiriporn 2011, Iriani 2013, Kaisangsri et al. 2014, Rapa et al. 2014, Debiagi et al. 2011, Warsiki et al. 2012). Penambahan Nanopartikel seng oksida dapat meningkatkan sifat kemasan seperti kekuatan mekanik, sifat barier, dan stabilitas. Selain itu, meningkatkan aktivitas antimikroba pada kemasan sehingga berpotensi sebagai kemasan antimikroba (Espitia et al. 2012). Nanopartikel karena ukurannya lebih kecil dari partikel biasa, memiliki nilai rasio luas permukaan dan volume yang lebih besar sehingga secara kimia dapat mengubah sifat fisik, meningkatkan reaktivitas permukaan, sifat termal, mekanik, dan elektrik yang unik, stabil terhadap panas,. Nanopartikel seng oksida dapat ditambahkan pada beberapa polimer untuk memproduksi kemasan nanokomposit antimikroba (Kanmani & Rhim 2014, Wang et al. 2014). Penambahan dari EG memudahkan pencetakan, dan bersifat mudah menguap sehingga produk biodegradable foam yang dihasilkan kaku. Penggunaan pemlastis dapat menginduksi peningkatan mobilitas pada rantai pati dan elongasi, menurunkan kuat tarik, dan menurunkan transisi gelas (Tg) ( Tajan et al. 2008, Iriani et al. 2012). Nanopartikel seng oksida memiliki rasio luas permukaan dan volume yang besar, secara kimia dapat mengubah sifat fisik, meningkatkan reaktivitas permukaan, sifat termal, mekanik, dan elektrik yang unik, stabil terhadap panas, dan secara umum aman (GRAS) menurut FDA. Nanopartikel seng oksida dapat ditambahkan pada beberapa polimer untuk memproduksi kemasan nanokomposit antimikroba (Kanmani & Rhim 2014). Pada penelitian ini dikembangkan pembuatan biodegradable foam dari komposit tepung tapioka, ampok jagung, dan nanopartikel seng oksida. Penambahan serat ampok, nanopartikel seng oksida, polimer PVA, dan EG diharapkan dapat memperbaiki kelemahan dari biodegradable foam berbasis tapioka sehingga dihasilkan biodegradable foam yang memiliki sifat fungsional yang baik. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan proporsi komposit terbaik pada pembuatan biodegradable foam tapioka, ampok jagung, nanopartikel seng oksida, polimer polivinil alkohol dan pemlastis etilen glikol serta untuk memperbaiki sifat fungsional dari kemasan biodegradable foam berbasis tapioka dengan penambahan serat ampok, nanopartikel seng oksida, polimer polivinil alkohol dan pemlastis etilen glikol. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan nanopartikel seng oksida dan pemlastis etilen glikol terhadap sifat fungsional seperti sifat fisik, mekanik, dan termal, dan aktivitas antimikroba kemasan biodegradable foam yang dihasilkan.
3 Manfaat Penelitian Dapat diperoleh alternatif kemasan biodegradable foam berbasis tapioka dengan pengisi ampok jagung, polivinil alkohol, nanopartikel seng oksida, dan pemlastis etilen glikol yang aman bagi kesehatan manusia dan ramah lingkungan dengan sifat fisik, mekanik dan termal yang baik, serta memiliki aktivitas antimikroba antimikroba. Perumusan Masalah Styrofoam merupakan kemasan yang cukup banyak mencemari lingkungan karena tidak bisa terurai dalam tanah sehingga akan menumpuk dalam waktu yang lama. Selain itu styrofoam mengandung komponen stiren yang jika kontak dan bermigrasi dengan pangan akan menimbukan bahaya pada kesehatan manusia karena bersifat karsinogenik. tapioka merupakan salah satu polimer alami yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat biodegradable foam sebagai pengganti styrofoam yang aman dan ramah lingkungan. Akan tetapi biodegradable foam yang terbuat dari pati murni memiliki sifat fisik dan mekanik yang tidak baik serta larut air. Untuk memperbaiki agar foam tahan air dan memiliki sifat fisik, mekanik, dan termal yang baik, serta memiliki aktivitas antimikroba dapat dikompositkan dengan serat ampok, nanopatikel seng oksida, polimer PVA dan EG. Hipotesis 1. Penambahan nanopartikel seng oksida dapat meningkatkan sifat fisik, mekanik, dan termal, serta aktivitas antimikroba dari kemasan biodegradable foam yang dihasilkan. 2. Penambahan pemlastis etilen glikol dapat meningkatkan sifat fisik, mekanik, dan termal dari kemasan biodegradable foam yang dihasilkan.
2 TINJAUAN PUSTAKA Tapioka Tepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan dihaluskan. Tepung tapioka merupakan produk awetan singkong yang memiliki peluang pasar yang luas. Tepung tapioka yang dibuat dari singkong putih maupun kuning akan menghasilkan tepung yang berwarna putih lembut dan licin. Perbedaan kualitas antara keduanya disebabkan oleh proses pembuatannya (derajat keputihan, tingkat kehalusan, kadar air yang tersisa, dan kandungan benda asing) (Suprapti 2005). Tapioka adalah salah satu contoh hasil ekstraksi pati yang banyak digunakan secara komersial di industri pangan dan non-pangan. Pati merupakan cadangan karbohidrat yang banyak ditemukan di tanaman dan merupakan
4 komponen karbohidrat terbesar kedua setelah selulosa. Pati tersimpan di dalam organ tanaman dalam bentuk granula. Karena sifat fungsionalnya, pati banyak digunakan sebagai ingredien dalam proses pengolahan pangan untuk memberikan karakteristik produk pangan yang diinginkan. Pati dapat berperan sebagai pengental (thickening agent), penstabil (stabillizing agent), pembentuk gel (gelling agent), dan pembentuk film (film foaming). Pati juga dapat menjadi bahan baku dalam proses produksi glukosa, sirup glukosa atau maltodekstrin (Kusnandar 2010). Pati dihasilkan oleh tanaman dibagian plastida dan tersimpan di berbagai organ tanaman sebagai cadangan makanan, misalnya di batang, buah, akar, dan umbi. Kandungan pati tapioka mencapai 90% dan tertinggi diantara sumber pati lainnya. Pati terdapat di granula, granula pati berwarna putih, mengkilap, tidak berbau dan tidak berasa (Kusnandar 2010). Granula pati memiliki struktur kristalin yang terdiri atas unit kristal dan unit amorf. Daerah kristalin pada kebanyakan pati tersusun atas fraksi amilopektin, sedangkan fraksi amilosa banyak terdapat di daerah amorf. Amilosa adalah polimer linier dari α-D-glukosa atau α-D-glukopiranosa yang terhubung satu sama lain melalui ikatan glikosidik α(1-4). Amilopektin juga merupakan polimer α-Dglukosa yang memiliki percabangan, dimana terdapat 2 jenis ikatan glikosidik, yaitu ikatan glikosidik α(1-4) yang membentuk stuktur linier dan α(1-6) yang membentuk titik-titik percabangan (Kusnandar 2010). Dengan monomer penyusun yang lebih besar, amilopektin membentuk polimer yang lebih besar dibandingkan dengan amilosa. Rasio amilosa dan amilopekti berbeda-beda untuk setiap sumber pati, tetapi umumnya kandungan amilopektin lebih besar dibandingkan dengan amilosa. Rasio amilosa dan amilopektin akan berpengaruh pada kemampuan pasta pati dalam membentuk gel, mengentalkan, atau membentuk film. Ikatan hidrogen antarmolekul penyusun pati berperan dalam menentukan kekompakan gel atau film. Struktur amilosa yang linier menyebabkan untuk lebih mudah berikatan dengan sesama sendiri melalui ikatan hidrogen dibandingkan dengan amilopektin. Oleh karena itu kekuatan gel atau pati lebih banyak ditentukan oleh kandungan amilosanya. Semakin tinggi kandungan amilosanya maka kemampuan membentuk gel dan lapisan film akan semakin besar. Sebaliknya amilopektin dengan struktur yang sangat besar membentuk ikatan hidrogen yang relatif lemah. Pati dengan amilopektin yang tinggi cocok digunakan sebagai pengental (thickening agent) (Kusnandar 2010). Tapioka banyak digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan kemasan foam dan film. Chillo et al. (2008) dan Vásconez et al. (2009) melakukan penelitian pembuatan edible film yang berasal dari tapioka dan kitosan. Iriani (2013) membuat biodegradable foam tapioka dikompositkan dengan selulosa yang berasal dari ampok jagung. Penelitian pembuatan biodegradable foam lain yang dilakukan oleh Vercelheze et al. (2012) dengan mengkompositkan tapioka dengan serat ampas tebu dan montmorillonite.
5 Ampok Jagung Ampok jagung merupakan salah satu produk samping industri penggilingan jagung yang terdiri dari pericarp, tipcap, lembaga dan sebagian endosperm (Iriani 2013). Ampok memiliki kandungan pati sebesar 56,9%, serat 25,2%, protein 11,1%, dan lemak 5,3%. Diagram alir proses penggilingan jagung dapat dilihat pada Gambar 1 (Sharma et al. 2008). Ampok dapat digunakan sebagai pakan ternak karena kandungan gizinya yang tinggi dan harganya murah, sebagai cereal breakfast atau sumber dietary fiber karena kandungan seratnya yang tinggi (Iriani 2013). Selain itu, ampok karena mengandung kadar pati yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produksi etanol (Sharma et al. 2008). Kandungan serat yang ada pada ampok terutama berasal dari bagian pericarp dan tipcap. Ampok yang masih mengandung karbohidrat, protein berupa zein dan serat juga punya potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik dan biofoam pengganti plastik dan styrofoam yang bersumber dari minyak bumi (Iriani 2013). Proses penggilingan jagung dapat dilihat pada Gambar 1. Jagung pelunakan
Penghancuran germ
Pengeringan/ pendinginan
shifter
Serpihan grits
Aspirator Air panas/uap Pengeringan/ pendinginan
Roller mill
Grits (ukuran kecil)
shifter
Bubur jagung
Tepung jagung
Aspirator
Meja gravitasi
Ekstraksi minyak jagung
Minyak jagung
Hammer mill
Gambar 1 Diagram alir proses penggilingan jagung (Sharma et al. 2008) Nanopartikel Seng Oksida Nanopartikel merupakan partikel yang berukuran nano. Nanopartikel mendapat perhatian lebih karena sifat barunya yang berbeda dari material yang berukuran besar. Salah satu sifat barunya adalah adanya aktivitas antimikroba. Hasil penelitian menunjukkan adanya aktivitas antimikroba dari partikel anorganik metal oksida salah satunya adalah seng oksida. Agen antimikroba
ampok
6 organik lebih tidak stabil pada suhu dan tekanan tinggi dibandingkan dengan agen antimikroba anorganik (Narayanan et al. 2012). Nanopartikel seng oksida (ZnO) memiliki rasio luas permukaan dan volume yang besar, secara kimia dapat mengubah sifat fisik, meningkatkan reaktivitas permukaan, sifat termal, mekanik, dan elektrik yang unik, stabil terhadap panas, dan secara umum aman (GRAS) menurut FDA. Nanopartikel seng oksida dapat ditambahkan pada beberapa polimer untuk memproduksi kemasan nanokomposit antimikroba (Kanmani & Rhim 2014). Nanopartikel seng oksida dapat disintesis dengan berbagai cara seperti proses MCP (mechanochemichal processing), proses PVS (physical vapor synthesis), teknik kopresipitasi, dekomposisi microwave, proses hidrotermal, metode sol-gel, dan metode wet chemical (Espitia et al. 2012). Nanopartikel seng oksida dapat diaplikasikan pada berbagai bidang seperti industri karet, keramik, kemasan, pigmen dan coating, kosmetik, medikal, katalis, desulfurisasi, pupuk, makanan ternak, suplemen, dan sebagainya (Moezzi et al. 2012). Aplikasi utama nanopartikel seng oksida pada kemasan pangan adalah dapat meningkatkan aktivitas antimikroba, karena adanya nanopartikel seng oksida pada matriks polimer kemasan dapat berinteraksi dengan pangan dan memiliki peranan yang dinamis untuk pengawetan pangan. nanopartikel seng oksida mempunyai peranan penting untuk mereduksi resiko kontaminasi patogen dan meningkatkan umur simpan dari pangan. Penambahan nanopartikel seng oksida juga dapat meningkatkan sifat kemasan seperti kekuatan mekanik, sifat barier, dan stabilitas. Mekanisme aksi dari nanopartikel seng oksida masih belum diketahui secara pasti tetapi aktivitas antimikroba dari nanopartikel dihubungkan dengan beberapa mekanisme termasuk pelepasan ion antimikroba. Interaksi nanopartikel dengan mikroorganisme, kemudian merusak intregritas sel bakteri dan pembentukan ROS (reactive oxygen species) oleh efek cahaya radiasi (Espitia et al. 2012). Nanopartikel seng oksida secara umum dikategorikan sebagai material non toksik. Nanopartikel seng oksida tidak menyebabkan iritasi kulit dan mata dan tidak ada bukti karsinogenik, genotiksisitas, dan toksisitas reproduksi pada manusia, tetapi yang berbahaya jika dalam bentuk bubuk terhirup atau tertelan karena dapat menyebabkan kondisi yang disebut zinc fever atau zinc argue (Moezzi et al. 2012). Nanopartikel seng oksida banyak digunakan sebagai pengisi nano pada kemasan pangan. Pengisi nano mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sifat mekanik, termal, dan barrier, serta menunjukkan fungsi lain yang diinginkan dan dan aplikasi dalam kemasan pangan seperti agen antimikroba, biosensor, dan oxygen scavengers (Othman 2014). Pada penelitian pembuatan kemasan film yang berasal dari agar, karagenan, dan karboksimetil selulosa (CMC), penambahan nanopartikel seng oksida sebagai pengisi nano dapat meningkatkan warna, UV barrier, kadar air, hidrofobisitas, elongasi, dan stabilitas termal, serta dapat menurunkan permeabilitas uap air, kuat tarik, dan modulus elastis (Kanmani & Rhim 2014). Nafchi et al. (2013) melakukan penelitian pembuatan bionanokomposit yang berasal dari pati sagu dan gelatin bovin dengan nanorod seng oksida sebagai pengisi nano ditemukan penurunan permeabilitas oksigen dan peningkatan sifat mekanik. Peningkatan kandungan nanorod seng oksida berhubungan dengan penurunan kadar air, kapasitas daya serap air, dan
7 penghambatan absorpsi UV. Rathnayake et al. (2014) melakukan penelitian mengenai pembuatan foam yang berasal dari karet lateks alami dengan penambahan nanopartikel seng oksida. Hasilnya adalah penambahan nanopartikel seng oksida dapat meningkatkan kemampuan antibakteri yang sangat kuat. Antimikroba Antimikroba merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam suatu produk dengan tujuan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba baik untuk mencegah, menghambat ataupun menghentikan pertumbuhan mikroba. Antimikroba dapat dijumpai dalam bentuk alami ataupun sintetik. Antimikroba alami adalah komponen yang terbentuk secara alami terdapat pada suatu jenis bahan pangan, sedangkan antimikroba sintetik berupa bahan kimia hasil sintetis (Rahayu & Nurwitri 2012). Penambahan antimkroba banyak diaplikasikan pada berbagai jenis produk pangan dan pada kemasan pangan. Beberapa komponen kimia yang berfungsi sebagai antimikroba antara lain asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, sulfit, asam asetat, pHidroksibenzoat, asam laktat, monolaurin/gliserol monolaurat, asam sitrat, nitrat dan nitrit, H2O2, golongan epoksida, BHA (butylated hydroxyanisol), BHT (butylated hydroxytoluene), TBHQ (t-Butylhydroquinone), EDTA (ethylene diamine tetra acetic acid), khitosan, lisozim, antibiotik, rempah-rempah, dan ekstrak tanaman (Rahayu & Nurwitri 2012). Selain itu saat ini telah berkembang antimikroba yang berasal dari nanopartikel yang biasa diaplikasikan pada kemasan pangan. Beberapa nanopartikel yang banyak digunakan antara lain nanopartikel perak, nanoclay, nanopartikel metal oksida seperti nanopartikel seng oksida, titanium dioksida, dan magnesium oksida, nanopartikel khitosan (Azeredo 2012) Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan antimikrba diantaranya adalah sifat bahan yang akan diberi perlakuan dan jenis mikroba yang akan dihambat atau dimatikan dan kondisi lingkungan. Komponen kimia sebagai antimikroba yang diaplikasikan ke pangan harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya adalah aman dikonsumsi manusia, cukup efektif jika digunakan dalam konsentrasi rendah, tidak mempengaruhi mutu pangan, tidak berinteraksi dengan komponen pangan, relatif stabil selama penyimpanan, dan ekonomis (Rahayu & Nurwitri 2012). Mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroba oleh komponen antimikroba, diantaranya adalah merusak dinding sel dengan cara menghambat pembentukan dinding sel atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang telah terbentuk, mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan pertumbuhan sel terhambat dan bahkan mati, menyebabkan denaturasi protein, menghambat kerja enzim didlam sel dan mengganggu metabolisme sel (Iriani et al. 2013) Nanokomposit Nanokomposit adalah suatu bahan dimana pengisinya memiliki satu dimensi berukuran nanometer (nm) (Lee et al 2005). Nanokomposit merupakan alternatif baru pada teknologi konvensional untuk meningkatkan sifat dari polimer.
8 Nanokomposit banyak diapikasikan pada kemasan pangan seperti film, edible, dan foam. Polimer nanokomposit adalah campuran polimer dengan penambahan bahan organik atau anorganik yang memiliki geometri tertentu (serat, serpihan, bola, partikulat) (Sorrentino et al. 2007). Polimer alami biasa digunakan untuk menggantikan polimer yang berasal dari turunan minyak bumi. Polimer alami yang biasa digunakan pada pembuatan nanokomposit berasal dari turunan tanaman seperti pati, selulosa, polisakarida lain, dan protein, turunan hewani seperti polisakarida dan protein, produk mikroorganisme (polihidroksi butirat), serta polimer kimia yang disintesis dari monomer alami seperti polylactid acid (PLA) (Arora & Padua 2010). Bahan yang biasa digunakan sebagai pengisi, baik yang organik maupun anorganik, adalah clay (Montmorillonite, cloisite), selulosa, carbon nanotubes, nanokristal pati, nisin, kitin atau kitosan, dan nanopartikel berbasis metal (perak, emas, dan tembaga), serta nanopartikel berbasis metal oksida (ZnO, TiO2, MgO, Ag2O) (Azeredo 2009, Othman 2014). Pada skala nano, ukuran pengisi atau fase nano direduksi, akan menggiring peingkatan secara dramatis pada area permukaan pengisi. Hal ini diinginkan karena bio-nanokomposit pada luas area permukaan pengisi berukuran nano akan menghasilkan interfacial atau batas area yang besar antara matriks atau biopolimer dan pengisi nano (Othman 2014). Nanokomposit dengan menggunakan pengisi nano menunjukkan peningkatan sifat barrier, kekuatan mekanik, daya tahan panas, densitas rendah, dan transparansi dibandingkan dengan polimer dan komposit konvensional. Peningkatan ini bisa diperoleh dengan penambahan kadar pengisi yang rendah (umumnya kurang dari 5%). Ketika akan digunakan sebagai kemasan pangan, nanokomposit lebih baik dibanding kemasan pangan lainnya karena mampu menahan stress termal pada saat pengolahan, transportasi, dan penyimpanan serta memiliki peningkatan sifat mekanik. Penerapan nanokomposit tidak hanya ditunjukan dengan peningkatan sifat polimer tapi juga efesiensi biaya (Arora dan Padua 2010, Sorrentino et al. 2007). Clay sebagai pengisi nano pada film dan foam dapat meningkatkan modulus dan kuat tarik menurunkan permeabilitas gas, dan meningkatkan ketahanan panas. Nanokomposit film PLA dengan nanosilikat sebagai pengisi dapat meningkatkan sifat bahan seperti gas barrier, sifat mekanik dan termal (Sorrentino et al. 2007. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk pembuatan nanokomposit dengan pengisi clay diantaranya yaitu taktoid, interkalasi dan eksfoliasi. Metode taktoid dalam polimer ketika ruang interlayer clay tidak berkembang, biasanya karena rendahnya afinitas dengan polimer. Tidak ada nanokomposit yang benarbenar terbentuk dengan cara ini. Metode interkalasi (penyelingan) diperoleh pada ekspansi dari interlayer clay. Ruang interlayer akan sedikit memperluas rantai polimer. Hasil ini cukup baik karena adanya afinitas yang cukup antara polimer dan clay. Pada metode eksfoliasi, clay akan kehilangan lapisannya dan dipisahkan dengan baik menjadi satu lembar dalam fase kontinyu polimer karena tingginya afinitas antara polimerdan clay (Arora & Padua 2010) . Beberapa nanopartikel dapat memperikan sifat aktif untuk kemasan pangan seperti sifat antimikroba, imobilisasi enzim, atau sebagai indikasi beberapa faktor pemaparan. Nanokomposit tidak hanya bisa melindungi pangan dari faktor lingkungan tetapi juga menggabungkan sifat bahan kemasan sehingga bisa meningkatkan stabilitas pangan (Azeredo 2009).
9 Biodegradable Foam Biodegradable diartikan sebagai kemampuan komponen-komponen molekuler dari suatu material untuk diurai menjadi molekul yang lebih kecil oleh mikroorganisme hidup, sehingga zat karbon yang terkandung didalam material tersebut akhirnya dapat dikembalikan ke alam. Biodegradable foam merupakan kemasan yang ramah lingkungan (Gross & Karla 2002). Kemasan biodegradable harus dapat memenuhi standar uji dan regulasi pemerintah. Berdasarkan UU No 18 tahun 2008 mengenai pengelolaan sampah, pasal 14,15,16 tentang produsen kemasan harus menarik kembali kemasannya jika kemasan itu tak bisa diurai oleh alam (biodegradable) (Cornelia 2013). Produk biodegradable foam beragam bentuk dan kegunaannya. Ada yang berbentuk butiran, lembaran, maupun cetakan. Teknologi pembuatannya juga sangat beragam dengan teknologi yang sangat bervariasi yang dikembangkan untuk pembuatan biodegradable foam dengan bentuk dan fungsi tertentu (Iriani 2013). Bentuk cetakan biodegradable foam bermacam-macam seperti tray dan cup. Beberapa penelitian pembuatan biodegradable foam dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Penelitian pembuatan biodegradable foam Xu et al (2005)
Preechawong et al. (2005)
Pimpa et (2007)
Bahan Proses Pati asetat, Loose fill poly(tetramethyle ne adipate-coterephalate)/ EBC Tapioka, PLA, Baking
al. Pati sagu, PVA, Iradiasi PVP
Salgado et al. Pati singkong, Thermopressing (2008) Protein bunga matahari, serat selulosa
Lee
et
al. Tapioka, PLA
Ekstruksi
Hasil Foam yang dihasilkan memiliki sifat fungsional dan kompatibilitas yang baik tetapi penambahan EBC dapat menurunkan laju degradasi. Absorpsi uap air, dari komposit bahan dapat meningkat dengan peningkatan RH dan waktu kondisi penyimpanan, serta meningkatnya tensile strength dan elongasion of break. Foam yang dihasilkan dari campuran pati sagu dan PVP sangat rigid dan glossy sedangkan pati sagu dan PVA fleksibel dan glossy. Formulasi yang mengandung pati, 20% serat selulosa dan 10% isolat protein bunga matahari memberikan sifat terbaik, termasuk ketahanan maksimal dan penurunan penyerapan air serta lebih kompak dan homogen. WSI dan WAI dari foam
10 (2008) Zou et (2012)
al. Poliuretan, Liquefaction Heavy oil (polpar wood)
Kaisangsri al. (2012)
et Pati singkong, Baking serat alami, kitosan Iriani (2013) Tapioka, Ampok Thermopressing
Matsuda et al. (2013)
Pati singkong, Baking Nanoclay
Gu et al (2013)
Poliuretan Harwood pulp
Mitrus Moscicki (2014)
Free-rise pouring method
& Pati kentang, Ektruksi jagung, dan gandum
dipengaruhin oleh tipe organoclay yang digunakan. Penambahan heavy oil dapat mempertahankan sifat mekanik dan termal dari foam poliuretane. Sifat foam yang dihasilkan mirip dengan styrofoam. Permukaannya masih sensitif terhadap air sehingga perlu dilakukan penambahan bahan lain seperti pemlastis dan pati asetat untuk meningkatkan sifat mekanik biodegradable foam yang dihasilkan semua sampel menunjukkan kapasitas penyerapan yang tinggi (>45%) saat direndam dalam air selama 1 menit, memiliki porositas yang tinggi, dan kepadatan yang rendah. Penambahan hardwood pulp tidak mengubah daya tahan mekanik dari foam. sifat fisik loose-fill, seperti densitas, porositas, struktur sel, karakteristik penyerapan air, dan sifat mekanik sangat tergantung pada bahan baku dan aditif.
Komponen dan Teknik Produksi Biodegradable foam banyak dibuat dari polimer baik alami maupun sintetik seperti pati dari tapioka, sagu, jagung, dan kentang, minyak biji bijian seperti kacang kedelai, pati asetat, PLA, EBC, dan poliuretan. dan dengan bahan penguat (reinforce) seperti serat alami seperti selulosa, kitosan, ampas tebu, montmorillonite, bubur kayu, clay, silika, poly(tertramethylene adipate-coterephalate), nanopartikel dan protein dari bunga matahari. Proses pembuatan biodegradable foam dengan beberapa teknologi seperti loose fill foam atau peanut foam, ekstruksi, thermopressing, puffing, dan microwave assisted moulded (Iriani 2013). Selain itu ada teknologi lain yaitu dengan baking dan irradiasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Iriani (2013), Matsuda et al. (2013), Vercelheze et al. (2012), dan Salgado et al. (2008) dengan menggunakan proses thermopressing. Proses ini menggunakan prinsip pembuatan wafer dimana adonan dicetak pada suhu dan tekanan tertentu selama beberapa
11 waktu. Kondisi proses ini sangat mempengaruhi karakteristik biodegradable foam yang dihasilkan. Teknologi loose-fill menggunakan prinsip pembuatan produk ekstrudat seperti snack. Energi panas dan gaya geser akan dihasilkan dari proses ekstruksi sehingga pati akan mengalami gelatinisasi dan mencair. Saat melewati lubang kecil pada die, cairan pati itu akan mendapat tekanan besar sehingga uap air yang ada akan menghasilkan efek gelembung yang menyebabkan cairan pati mengembang. Kemudian saat kontak dengan udara cairan pati yang sudah mengembang akan mengeras dan diperoleh poduk yang lebih mengembang dari bahan bakunya (Iriani 2013). Foam yang dihasilkan dengan teknologi ini rigid dan dapat memberikan perlindungan pada produk yang dikemas dengan menyerap energi dari benturan ketika dikirim (Fang & Hanna 2001). Pada teknologi microwave assisted moulded, pelet hasil ekstruksi digunakan dan kemudian digelembungkan dengan menggunakan microwave assisted moulded (Warsiki et al. 2012). Pada proses baking, adonan bahan di panggang dalam bentuk tray menggunakan cetakan tray pada mesin pemanggang listrik atau dalam bentuk plate menggunakan panel mould pada mesin yang sama (Polat et al. 2013, Kaisangsri et al. 2012, dan Preechawong et al. 2005). Teknologi lain seperti puffing menggunakan pati dengan kelembaban rendah dengan prinsip seperti pembuatan popcorn. Teknologi ini dapat menghasilkan biodegradable foam berbasis pati dengan densitas yang rendah dalam beberapa detik saja, tapi teknologi ini kurang sesuai untuk membuat produk biodegradable foam dengan bentuk yang diinginkan (Iriani 2013). Biodegradable Foam Berbasis Tapioka Pembuatan biodegradable foam yang berbasiskan tapioka sudah banyak dilakukan. Tapioka adalah salah satu hasil ekstruksi pati yang memiliki kandungan pati tinggi dibandingkan dengan sumber pati lainnya.Tapioka banyak digunakan karena sifat biodegradabelnya yang tinggi, murah, densitas rendah, dan toksisitas rendah (Kaisangsri et al. 2012). Akan tetapi, biodegradable foam yang terbentuk dari pati murni biasanya tidak memberikan sifat fisik dan sifat mekanik yang baik dan mudah larut air. Untuk memperbaiki agar tahan air dan sifat fungsional biodegradable foam, polimer yang bersifat biodegradable dapat digabungkan dengan pati sehingga produk yang dihasilkan bersifat biodegradabel dan memiliki sifat fungsional yang lebih baik (Fang & Hanna 2001). Untuk memperbaiki sifat-sifat foam dari pati bisa dilakukan dengan memodifikasi pati, penambahan pemlastis, polimer, serat, dan beberapa bahan tambahan lainnya (Salgado et al. 2008). Pada penelitian yang dilakukan oleh Iriani (2013) pembuatan biodegradable foam tapioka dikompositkan dengan selulosa yang berasal dari ampok jagung. Biodegradable foam ini dapat digunakan untuk mengemas produk dengan kadar air rendah karena permukaannya masih sensitif terhadap air sehingga perlu dilakukan penambahan bahan lain seperti pemlastis dan pati asetat untuk meningkatkan sifat mekanik biodegradable foam yang dihasilkan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Vercelheze et al. (2012) dengan mengkompositkan tapioka
12 dengan serat ampas tebu dan montmorillonite, diperoleh foam yang dihasilkan sensitif terhadap kelembaban serta memiliki porositas dan densitas yang rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Salgado et al. (2008) menggunakan tapioka, serat selulosa dan protein bunga matahari. Hasil yang diperoleh adalah bahwa penambahan serat selulosa pada pati tapioka menyebabkan penurunan penyerapan air yang signifikan, tanpa mempengaruhi sifat lainnya. Formulasi dengan mengkompositkan pati, 20% serat selulosa, dan 10% isolat protein bunga matahari menunjukkan sifat terbaik, termasuk ketahanan yang maksimal dan pengurangan penyerapan air serta struktur mikro lebih kompak dan homogen. Kaisangsri et al. (2012) melakukan penelitian dengan menggunakan tapioka yang dicampur dengan serat alami dan kitosan. Biodegradable foam yang dihasilkan digunakan untuk mengemas buah potong segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa busa yang dihasilkan dari pati singkong, 30% kraft serat (b/b pati) dan 4% chitosan memiliki sifat yang mirip dengan styrofoam. Kuat tarik dan elongasi foam berbasis pati masing-masing adalah 944.40 kPa dan 2.43%, tetapi indeks penyerapan air (WAI) dan Indeks kelarutan air (WSI) lebih besar dari styrofoam. Selain itu Kaisangsri et al (2014) juga melakukan penelitian dengan mencampurkan pati singkong dengan protein kacang kedelai, serat kraft, dan minyak sawit. Penelitian dilakukan untuk meningkatkan sifat mekanik dan tahan air. Foam dari pati singkong panggang dicampur dengan polimer alami termasuk protein, serat, dan minyak kelapa sawit. Penambahan kraft, zein, dan gluten dapat meningkatkan kelenturan dan kuat tekan dari nampan foam pati singkong akan tetapi,indeks penyerapan air dan kelarutan air foam rendah. Penambahan minyak sawit dalam foam pati singkong dapat meningkatkan ketahanan air dan kelenturan, serta menurunkan kuat tekan. Temuan ini menunjukkan bahwa nampan foam pati singkong yang dicampur dengan kraft, gluten, dan zein dapat digunakan untuk mengemas makanan yang berminyak dan memiliki kelembaban rendah. Penelitian lain dilakukan oleh Matsuda et al. (2013) dengan menggunakan tapioka dan nanoclay yang dimodifikasi. Hasil yang diperoleh adalah semua sampel menunjukkan kapasitas penyerapan yang tinggi (>45%) saat direndam dalam air selama 1 menit, memiliki porositas yang tinggi, dan kepadatan yang rendah.
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – Desember 2014 di Laboratorium Nanoteknologi, Kimia, dan Mikrobiologi, serta bangsal pengananan Litbang Balai Besar Pascapanen dan Laboratorium Rekayasa Departemen ITP IPB. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan antara lain mixer, thermopressing, Scanning Electron Microscopy (SEM) Zeiss EVO M10 USA , Differential Scanning Calorimetry (DSC)-60 Shimadzu Jepang, X-ray Difraction (XRD) Bruker D8,
13 texture analyzer CT3 Brookfield, chromameter Minolta CR-300, particle size analyzer (PSA) Malvern Inggris, timbangan analitik Precisa XT220A, desikator Memmert, cawan porselin, oven Memmert, tanur listrik Lenton Furnaces Inggris, labu kjeldhal 100 ml, alat penyulingan, pemanas air, alat destilasi Shanghai YiFeng Trading Co.Ltd China, kertas saring, kapas bebas lemak, alat soxlet Shanghai Qianjian Instrument co.ltd China, labu lemak, pemanas listrik, erlenmeyer Pyrex 500 ml, autoklaf Hirayama Manufacturing Corp. Jepang, kertas saring whatman, pompa vakum, corong buchner, cawan petri, tabung reaksi Pyrex, inkubator Lab-Line L-C, gelas ukur Pyrex 50, 500, dan 1000 ml, labu erlenmeyer Pyrex 250 ml, mikropipet Appendorf® Research, vortex IKA MS 3 Basic, magnetic stirrer Fisher Scientific™, ultraturax IKA T-25 Digital, ultrasonikasi Qsonica, aluminium foil, sudip, panci, dan labu ukur Pyrex 100 ml. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tepung tapioka komersial, ampok jagung berukuran 100 mesh yang berasal dari PT. Unigrain Sidoarjo, magnesium stearat teknis, polivinil alkohol (PVA) Celvol TM Sekisui Chemical Co.ltd, nanopartikel seng oksida (ZnO) Xuancheng Jingrul New Material co.Ltd China yang berukuran 30-50 nm, pemlastis Etilen Glikol (EG) teknis PT.Brataco, air, tablet kjeltab, aquades, NaOH 30-33%, asam borat 3%, larutan indikator, HCl 0,02 N, pelarut heksan, H2SO4 0,325 N, etanol 96%, kultur bakteri Escherichia coli ATCC 25923 dan Staphylococcus aureus ATCC 25922, nutrient broth (NB) Oxoid CM0001, NaCl Merck, dan plate count agar (PCA) Oxoid CM0325. Prosedur Percobaan Secara umum diagram alir tahapan penelitian pembuatan biodegradable foam komposit tapioka dan nanopartikel seng oksida yang dilaksanakan dapat dilihat pada Gambar 2. Karakterisasi Bahan Baku Tahap awal penelitian ini meliputi karakterisasi bahan baku yang digunakan pada penelitian yaitu tepung tapioka, ampok jagung dan nanopartikel seng oksida nanopartikel seng oksida. Pada tepung tapioka dan ampok jagung karakterisasi yang dilakukan adalah analisis kadar air, protein, abu, lemak dan karbohidrat. Sedangkan pada nanopartikel seng oksida karakterisasi yang dilakukan meliputi uji ukuran, sifat antimikroba, dan struktur morfologi. Prosedur analisis pengujian karakterisasi tapioka sebagai berikut. a) kadar air (AOAC, 2012) Cawan yang akan digunakan terlebih dahulu dikonstankan dengan dengan memanaskannya di dalam oven 105 °C selama satu jam atau lebih, kemudian didinginkan di dalam desikator, lalu ditimbang. Perlakuan pemanasan cawan dilakukan hingga diperoleh berat yang konstan. Sampel sebanyak 1-2 gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah konstan kemudian dimasukkan ke dalam oven 105 °C selama tiga jam, kemudian didinginkan di dalam desikator. Perlakuan pemanasan sampel dilakukan hingga diperoleh berat yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus : (berat sampel awal - berat sampel akhir) x100% Kadar air (%) = berat sampel awal
14 b) Kadar abu (AOAC, 2012) Cawan porselen yang akan digunakan terlebih dahulu dikonstankan. Sampel sebanyak 2-3 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian diuapkan dengan penangas hingga tidak ada lagi asap yang terbentuk. Cawan beserta isi kemudian dimasukkan kedalam tanur lalu dilakukan pengabuan pada suhu 450 °C selama 1 jam. Setelah itu, suhu tersebut dinaikkan menjadi 550 °C. Pengabuan dilakukan hingga seluruh materi organik menjadi abu berwarna kelabu. Cawan didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang. Cawan dimasukkan kembali ke dalam tanur selama 30 menit, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Demikian seterusnya hingga diperoleh berat yang konstan. Kadar abu dihitung dengan rumus : berat abu x100% Kadar abu (%) = berat sampel c) Kadar protein (AOAC, 2012) Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Prosedur analisis kadar protein sebagai berikut: sampel ditimbang sebanyak 0,1-0,5 g, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, ditambahkan dengan 1/4 buah tablet kjeltab, kemudian didekstruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO2 hilang. Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera, dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan dengan 5-10 ml NaOH 30-33% dan dilakukan destilasi. Destilat ditampung dalam larutan 10 ml asam borat 3% dan beberapa tetes indikator (larutan bromcresol green 0,1% dan larutan metil merah 0,1% dalam alkohol 95% secara terpisah dan dicampurkan antara 10 ml bromcresol green dengan 2 ml metil merah) kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai larutan berubah warnanya menjadi merah muda. Kadar protein dihitung dengan rumus: Kadar protein (%)= x100% Keterangan: A = Volume HCL untuk titrasi blanko B = volume HCl untuk titasi sampel (ml) C = normalitas HCl yang digunakan (0,02374 N) D = bobot sampel (mg) FK = faktor konversi (6,25 ) d) Kadar Lemak (AOAC, 2012) Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode Sokhlet. Prosedur analisis kadar lemak sebagai berikut: labu lemak yang akan digunakan dioven selama 30 menit pada suhu 100-105ºC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g (B) lalu dibungkus dengan kertas saring, ditutup dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dioven dan diketahui bobotnya. Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan sampai sampel terendam dan dilakukan refluks atau ektraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai palarut lemak yang turun ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling dan ditampung setelah itu ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak dikeringkan
15 dalam oven bersuhu 100-105ºC selama 1 jam, lalu labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus: Kadar Lemak (%) = x 100% e) Kadar Serat Kasar (AOAC, 2012) Prosedur analisis kadar serat kasar: sampel ditimbang seberat 2-5 g (x) dan dimasukkan ke dalam erlenmayer 500 ml. Sampel ditambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N dan dihidrolisis dengan autoklaf bersuhu 105ºC selama 15 menit. Bahan didinginkan, selanjutnya ke dalam erlenmayer ditambahkan juga 50 ml NaOH 1.25 N. Selanjutnya dihidrolisis kembali dengan autoklaf bersuhu 105ºC selama 15 menit. Kemudian cairan yang dihasilkan disaring dengan menggunakan kertas saring yang sudah ditimbang sebelumnya dan dilakukan penyaringan dengan pompa vakum. Proses penyaringan berturut-turut dicuci dengan : 50 ml air panas; 25 ml H2SO4 0.325 N; 50 ml air panas ; 25 ml Aceton/alkohol. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105°, setelah kering didinginkan dalam desikator selama 1 jam dan timbang ( y ) gram. Kadar Serat Kasar = f) Kadar Karbohidrat (AOAC, 2012) Kadar karbohidrat secara (by difference) dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak + kadar serat kasar) Prosedur pengujian karakterisasi nanopartikel seng oksida dilakukan sebagai berikut. a) analisis struktur morfologi Sampel nanopartikel di uji struktur morfologi dengan menggunakan SEM dengan model Zeiss EVO MA10. Serbuk sampel di pasang pada penampang visualisasi perunggu dengan menggunakan double-side tape. Permukaan sampel di lapisi dengan lapisan emas tipis. Sampel dimasukkan kedalam alat SEM dan diamati permukaannya. b) analisis ukuran analisis ukuran nanopartikel seng oksida dilakukan dengan menggunakan PSA dan SEM. c) Analisis antimikroba Analisis antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumur (Narayanan et al. 2012). I ml kultur mikroba Escherichia coli dan S. Aureus (dengan konsentrasi 106 CFU/ml) di tuangkan ke dalam cawan dan ditambahkan media agar PCA sebanyak 10-15 ml. Setelah dingin, agar kemudian di lubangi dengan pelubang steril sebesar 6mm. Nanopartikel seng oksida disiapkan dengan menambah 20mg nanopartikel seng oksida kering dengan 100 ml air destilasi steril dalam beaker glass. Selanjutnya di aduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 1 jam. Setelah sampel terdispersi, beaker di tempatkan dalam ultrasonikasi selama 1 jam. Selanjutnya, lubang agar diisi dengan nanopartikel seng oksida dalam konsentrasi yang berbeda (20, 40, 60, 80, 100 µg) dan didiamkan selama 1
16 jam supaya nanopartikel seng oksida perfusi kedalam agar. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30°C. Setelah diinkubasi, zona penghambatan pada cawan diukur diameternya.
Karakterisasi bahan baku
Tapioka (analisis kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat)
Nanopartikel seng oksida (analisis struktur morfologi dengan SEM, ukuran dengan PSA dan SEM, analisis antimikroba)
Pengembangan produk biodegrdable foam
Penentuan kondisi proses
Penambahan EG
Penambahan nanopartikel seng oksida
Biodegradable Foam
Pengujian karakteristik biodegradable foam
Analisis sifat termal menggunakan DSC Analisis antimikroba
Analisis sifat mekanik menggunakan texture analyzer Analisis parameter warna
Analisis daya serap air
Analisis struktur morfologi dengan SEM
Analisis densitas dan kadar air
Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian biodegradable foa Pengembangan Produk Biodegradable Foam Proses pembuatan biodegradable foam diawali dengan pencarian formulasi yang tepat dengan mengembangkan formulasi dari Iriani (2013) dan penentuan kondisi proses thermopressing. Formulasi dari Iriani (2013) yaitu rasio tapioka:ampok (3:1), 5% magnesium stearat, PVA 30%, pemlastis gliserol dengan konsentrasi 0, 5, dan 10%, dan perbandingan padatan cairan (60:40). Formulasi tersebut dikembangkan pada penelitian ini. Dengan perbandingan padatan cairan 65:35 dan 60:40 serta konsentrasi PVA 10, 15, dan 30% (dengan cara dicairkan
17 dan tidak dicairkan). Sedangkan untuk pemlastis dibandingkan antara pemlastis gliserol dan etilen glikol (EG) dengan konsentrasi 5-20%. Selain itu ditambahkan pula nanopartikel seng oksida pada konsentrasi 0, 1, dan 2%. Diperoleh formulasi terbaik pembuatan biodegrdable foam tapioka yaitu rasio padatan:cairan (60:40), 10% PVA (dicairkan), nanopartikel seng oksida (0, 1, 2%), dan EG (0, 5%). Penentuan kondisi proses meliputi penentuan suhu proses dan lama waktu proses serta volume adonan yang digunakan pada pembuatan biodegradable foam. Adapun selang suhu yang diujikan pada tahapan ini adalah pada 100-180°C, sedangkan lama waktu proses diujikan 1-5 menit. Jumlah adonan yang dimasukkan ke dalam cetakan dilakukan dengan variasi 50-80 gram. Diperoleh kondisi proses terbaik yaitu pada suhu 120°C, selama 1-1,40 menit, dan dengan berat adonan 50-55 gram. Foam yang dihasilkan berbentuk tray dengan panjang 9,6 - 10 cm, lebar 2,6 – 3,3 cm, dan ketebalan 1,453-4,336 mm. Formulasi bahan pembuatan biodegradable foam dapat dilihat pada Tabel 2. Secara visual, foam yang dihasilkan berwarna kuning cerah sampai kuning kecoklatan, halus dan sedikit bepori sel. Diagram alir proses pembuatan biodegradable foam dapat dilihat pada Gambar 3. Tapioka: ampok jagung (3:1), Nanopartikel seng oksida (0,1,dan 2%)
EG 0, 5%
PVA dilelehkan pada suhu 121°C
Pencampuran bahan menggunakan mixer selama 5 menit Penambahan Mg stearat 5% Pencampuran bahan sampai bahan kalis
Penambahan air (20%)
Pencetakan menggunakan alat thermopressing Pendinginan selama 30 menit
Biodegradable foam
Gambar 3 Diagram alir pembuatan biodegradadble foam
18 Tabel 2 Formulasi bahan pembuatan biodegradable foam dalam 60 gram adonan Kode Z0P0 Z1P0 Z2P0 Z0P5 Z1P5 Z2P5
Tapioka (g)
Ampok (g)
PVA (g)
30,6 30,6 30,6 30,6 30,6 30,6
10,2 10,2 10,2 10,2 10,2 10,2
3,6 3,6 3,6 3,6 3,6 3,6
Mg stearat (g) 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8
Nanopartikel seng oksida (%) 0 1 2 0 1 2
Keterangan: Z : konsentrasi nanopartikel seng oksida (ZnO) , P : konsentrasi EG
EG (%)
Air (ml)
0 0 0 5 5 5
24 24 24 21 21 21
Pengujian Karakteristik Biodegradable Foam a) Analisis parameter warna Warna foam ditentukan dengan menggunakan chromameter Minolta CR-300. diukur pada permukaan foam berbasis tapioka dan menggunakan Hunter Lab [L= 0 (hitam) 100 (putih); a = -60 (Hijau) sampai +60 (merah); dan b= 60(Biru) untuk +60 (Kuning)]. Nilai-nilai yang dilaporkan adalah rata-rata dari lima pengukuran per sampel. b) Analisis kadar air Analisis kadar air dilakukan dengan mengikuti metode yang dilakukan oleh Polat et al. (2013). Sampel foam dipotong dengan ukuran 2,5x 5 cm dan ditimbang. Kemudian sampel foam dimasukkan ke dalam cawan petri dan dikeringkan pada oven dengan suhu 105°C sampai berat konstan. Persentase kadar air awal setiap sampel foam ditentukan sebaga persentase berat yang hilang setelah pengeringan. c) Analisis daya serap air Analisis daya serap air mengikuti metode yang dilakukan oleh Preechawong et al. (2005). Sampel foam (3 x 3 cm) di tempatkan pada desikator yang telah diisi garam K2SO4 dengan RH 97% pada suhu 25°C. Selama 7 hari sampel dalam desikator ditimbang dan persentase (%) berat foam ketika mencapai kesetimbangan adalah daya serap air pada foam. d) Analisis densitas foam Densitas foam dilakukan dengan mengikuti metode Polat et al. (2013). Densitas ditentukan dengan pengukuran berat dan volume dari foam dan dinyatakan dengan g/cm³. Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali untuk setiap perlakuan. e) Analisis sifat kristalinitas Kristalitas setiap sampel foam diuji dengan menggunakan XRD Bruker D8. Sampel dibuat serbuk (partikel < 0,149mm) dan dianalisis dengan menggunakan radiasi Kα Cu (λ = 1,54060) dibawah kondisi operasional pada 40 kV dan 30 mA.dengan kecepatan pemindaian 1°/min. f) Analisis struktur morfologi Analisis struktur morfologi dilakukan dengan menggunakan SEM Zeiss EVO MA10. Sampel foam dipotong menjadi potongan kecil (2mm x 2mm) dan di pasang pada penampang visualisasi perunggu dengan menggunakan double-
19 side tape. Permukaan sampel di lapisi dengan lapisan emas tipis. Sampel dimasukkan kedalam alat SEM dan diamati permukaannya dibawah kondisi EHT 20 kV dan WD 8-14 mm. g) Analisis sifat termal Analisis sifat termal dilakukan dengan menggunakan DSC-60 Shimadzu. Sampel ditempatkan pada DSC pan sebanyak 5-6 mg. Analisa dilakukan dengan pemanasan sampel pada suhu 0-200°C dengan kecepatan pemanasan 10°C/menit pada atmosfer nitrogen. Pan kosong digunakan sebagai referensi. h) Analisis sifat mekanik Analisis sifat mekanik dilakukan dengan menggunakan texture analyzer (TA). Sifat mekanik yang diukur adalah kuat tarik dan kuat tekan. Pengukuran kuat tarik dilakukan pada kecepatan 2mm/s dengan probe TA9. Pengukuran kuat tekan dilakukan pada kecepatan 1 mm/s dengan menggunakan probe TA18. Setiap sampel diuji sebanyak 6 kali dan hasil yang dilaporkan merupakan hasil rata-rata. i) Analisis antimikroba Analisis antimikroba yang dilakukan mengikuti metode jumlah sel (Chaurasia et al. 2010). Sebanyak 100 µl sampel kultur bakteri Escherichia coli ATCC 25923 dan Staphylococcus aureus ATCC 25922 dalam media nutrient broth (NB) dengan konsentrasi 105 CFU/ml disebar diatas medium plate count agar (PCA). Kemudian sampel foam (1cm x 1 cm) ditempatkan diatasnya dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Jumlah koloni yang dihasilkan dihitung setelah 24 jam inkubasi. Semua percobaan dilakukan dalam tiga rangkap dan data yang dihasilkan di rata-rata. Analisis Statistik Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dan dievaluasi dengan menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan pada α = 5%. Untuk pengujian dilakukan dengan bantuan program perhitungan IBM SPSS Statistics (Statistical Package for service solutions) versi 22.0. Terdapat dua variabel yang digunakan yaitu konsentrasi nanopartikel seng oksida (A) dan konsentrasi pemlastis EG (B). Konsentrasi nanopartikel seng oksida terdiri dari 3 taraf yaitu 0% sebagai kontrol, 1%, dan 2% serta penambahan pemlastis EG yang terdiri atas 2 taraf 0% (sebagai kontrol) dan 5%. Model matematika rancangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya,2013): Yijk = µ + Ai + Bj+(AB)ij+ɛ ijk Keterangan: i = 1,2,3 (taraf nanopartikel seng oksida) j = 1,2 (taraf penambahan pemlastis EG) k = 1,2,3 (ulangan) Yijk = Variabel respon/ hasil pengamatan pada perlakuan pengaruh taraf ke-i dari rasio penambahan nanopartikel seng oksida pada kelompok ke j dari taraf penambahan pemlastis Ai = pengaruh taraf penambahan nanopartikel seng oksida ke-i Bj = pengaruh penambahan pemlastis EG ke-j
20 (AB)ij = pengaruh interaksi antara faktor penambahan nanopartikel zinc taraf ke-i dan faktor penambahan pemlastis taraf ke-j ɛ ijk = galat percobaan pada ulangan ke-k
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Analisis Proksimat Tapioka dan Ampok Jagung Hasil analisis proksimat pada tapioka dan ampok jagung dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa ampok jagung memiliki kadar serat, karbohidrat, protein, dan lemak yang lebih tinggi daripada tapioka. Sedangkan tapioka memiliki kadar air, dan kadar abu yang lebih tinggi daripada ampok jagung. Perbedaan kondisi ini akan mempengaruhi sifat reologi dan sifat termal dari foam yang dihasilkan. Kemampuan ekspansi dari foam ditentukan oleh kondisi proses dan karakteristik bahan baku yang digunakan. Kadar air pada bahan baku dapat mempengaruhi kemampuan ekspansi yang dihasilkan karena air berfungsi sebagai blowing agent atau sebagai pemlastis pada biodegradable foam. Saat pencetakan, air pada bahan akan menjadi uap karena panas pada alat yang kemudian mendorong pati untuk mengembang dan menghasilkan struktur sel yang bepori, tetapi jika berlalu besar kadar airnya maka akan mengganggu proses ekspansi (Iriani 2013). Penambahan serat dapat meningkatkan fleksibilitas foam sampai 2%, lalu fleksibilitas menurun. Penambahan serat juga dapat meningkatkan sifat mekanik dan meningkatkan degradasi dari foam (Carr et al. 2006). Kadar protein dapat membantu memperkuat matriks foam yang dihasilkan. Namun jika kadar protein yang tinggi (>5%) dapat menyebabkan foam sulit dilepaskan dari cetakan karena protein akan tergelatinisasi pada suhu tinggi. Kadar lemak yang tinggi dapat memudahkan pelepasan foam dari cetakan, namun jika kadarnya terlalu tinggi foam akan tengik karena hidrolisis lemak (Iriani 2013). Tabel 3 Hasil analisis proksimat ampok jagung dan tapioka Analisis Kadar air Kadar abu Kadar serat kasar Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat
Ampok jagung (%) 6,61 ± 0,09 0,12 ± 0,06 11,12 ± 0,78 14,36 ± 6,67 11,08 ± 2,82 78,36 ± 6,80
Tapioka (%) 13,38 ± 0,01 4,87 ± 0,25 1,35 ± 0,29 0,23 ± 0,09 0,54 ± 0,13 70,44 ± 2,73
21 Analisis Ukuran Nanopartikel Seng Oksida Hasil dari pengujian ukuran dengan menggunakan PSA diperoleh hasil bahwa nanopartikel seng oksida memiliki ukuran 563, 6 – 893,1 nm. Hal ini berbeda jauh dengan klaim dari produsen yakni 30-50 nm. Hal ini bisa disebabkan karena serbuk nanopartikel seng oksida mengalami agregasi selama distribusi dan penyimpanan sebelum di analisis sehingga saat analisis dihasilkan ukuran nanopartikel seng oksida yang besar. Distribusi dari diamerer nanopartikel seng oksida dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Distribusi diameter nanopartikel seng oksida Analisis Struktur Morfologi Nanopartikel Seng Oksida Hasil SEM nanopartikel seng oksida dengan perbesaran 5000x dan 20.000x dapat dilihat pada Gambar 5. Bentuk dari nanopartikel seng oksida dapat dilihat pada Gambar 5a. Hasil SEM menggambarkan ukuran nanopartikel seng oksida tunggal berukuran kurang dari 100 nm (ditunjukan dengan tanda panah), sedangkan agregat dari nanopartikel seng oksida berukuran lebih besar dari 200 nm. Ukuran partikel tunggal dan agregat dari nanopartikel seng oksida dapat dilihat pada Gambar 5b.
Gambar 5
a b Hasil SEM nanopartikel seng oksida a) perbesaran 5000x ,b) perbesaran 20.000x
Analisis Aktivitas Antimikroba Aktivitas antimikroba dari nanopartikel seng oksida pada konsentrasi yang berbeda diukur secara kualitatif dengan menggunakan metode difusi sumur. Hasil
22 analisis dapat dilihat pada Tabel 4. Mikroba yang diujikan adalah bakteri gram negatif Escherichia coli dan bakteri gram positif Staphylococcus aureus. Berdasarkan Tabel 4 terlihat adanya zona bening pada cawan. Zona bening yang terukur berbeda-beda untuk setiap konsentrasi nanopartikel seng oksida yang ditambahkan. Zona hambat dengan diameter terkecil pada konsentrasi terendah yaitu 20 µg dan diameter terbesar pada konsentrasi tertinggi 100 µg. Namun pada konsentrasi 40, 60, dan 80 µg tidak ada tren pada diameter zona bening yang terbentuk. Hal ini bisa dikarenakan terlalu rapatnya sumur yang dibuat sehingga cairan nanopartikel seng oksida menyebar kesegala arah. Namun dengan adanya zona bening pada cawan menunjukkan bahwa nanopartikel seng oksida yang diujikan memiliki potensi untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Tabel 4 Hasil analisis aktivitas antimikroba Konsentrasi nanopartikel seng oksida (µg/ 100 ml) 20 40 60 80 100
E.coli (mm)
S.aureus (mm)
7,5 8,5 8 8 9,5
6,5 9,5 9 7,5 9,5
Karakteristik Biodegradable Foam Tapioka dan Ampok Jagung Analisis Parameter Warna Faktor warna pada kemasan sangat penting karena berhubungan dengan penampakan secara umum serta penerimaan dari konsumen (Srivansa et al. 2007). Secara visual biodegradable foam yang dihasilkan berwarna kuning cerah hingga kuning kecoklatan. Penampakan warna biodegradable foam dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil analisis parameter warna dari biodegradable foam dapat dilihat pada Tabel 5. Paramaeter yang diukur adalah nilai L, a, b. Dari nilai L, a, dan b dapat diperoleh nilai x, y, °Hue dan ΔE*. L (lightness) bila nilainya 0 berarti hitam dan 100 berarti putih. a (green-red), bila nilai a positif (+) merah, jika nilainya negatif (-) hijau, dan jika 0 netral. b (blue-yellow) jika positif nilainya warna kuning, jika negatif biru dan jika 0 netral. Nilai hue adalah bagaimana kita menilai objek, hasilnya adalah warna pelangi seperti merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Pengukuran nilai 0Hue diperoleh dari perhitungan nilai a dan b. Nilai x dan y digunakan untuk menentukan warna dengan menggunakan diagram chromacity. Diagram cromacity dari biodegradable foam dapat dilihat pada Gambar 6. ΔE* merupakan total perbedaan warna berdasarkan perbedaan warna pada nilai L*, a*, dan b* dibandingkan dengan standar warna putih. Nilai x, y, °hue, dan ΔE* foam dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai L berkisar antara 78,42 – 85,53. Nilai L menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi nanopartikel seng oksida yang ditambahkan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nafchi et al. (2012) dan Kanmani & Rhim (2014), nilai L akan menurun secara signifikan dengan adanya
23 kandungan nanopartikel seng oksida. Nilai x foam berkisar antara 0,36 – 0,37 dan nilai y antara 0,37-0,38. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa penambahan nanopartikel seng oksida dapat menurunkan nilai x dan y foam. Sedangkan penambahan EG tidak berpengaruh terhadap nilai x dan y foam. Semua foam memiliki warna putih berdasarkan nilai x dan y, serta mendekati putih berdasarkan nilai L. Warna putih ini bisa berasal dari warna tapioka sebagai bahan baku utama yang berwarna putih. Berdasarkan nilai a (-1,51 – 0,57), foam tanpa penambahan nanopartikel seng oksida memiliki nilai positif sehingga warnanya merah, sedangkan foam dengan penambahan nanopartikel seng oksida nilai a nya negatif sehingga berwarna hijau. Penambahan nanopartikel seng oksida dan EG cenderung dapat menurunkan nilai a. Berdasarkan warna b (21,13-25,91), semua foam berwarna kuning. Warna kuning ini bisa berasal dari ampok yang digunakan karena ampok memiliki pigmen beta karoten berwarna kuning (Iriani 2013). Penambahan nanopartikel seng oksida dan EG cenderung dapat menurunkan nilai b. Nilai °hue yang berkisar antara 88,79 – 93,69°. Penambahan nanopartikel seng oksida dapat meningkatkan nilai °hue. Sedangkan penambahan EG dapat menurunkan nilai °hue tanpa adanya penambahan nanopartikel seng oksida. Foam tanpa penambahan nanopartikel seng oksida berwarna kuning kemerahan, sedangkan foam dengan penambahan nanopartikel seng oksida berwarna kuning. Penambahan nanopartikel seng oksida dapat menurunkan nilai ΔE*, hal ini berarti perbedaan warna dengan warna standar putih semakin kecil. Hal ini dikarenakan penambahan nanopartikel seng oksida menyebabkan whitish coloration (Espitia et al. 2013). Sedangkan penambahan EG tanpa adanya nanopartikel seng oksida cenderung meningkatkan ΔE*. Hal ini berarti penambahan EG menyebabkan perbedaan warna foam dengan standar warna putih semakin besar. Secara statistik, penambahan nanopartikel seng oksida tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai y dan ΔE* (taraf signifikansi 5%). Namun terhadap nilai x, dan °hue, penambahan nanopartikel seng oksida berpengaruh secara nyata (taraf signifikansi 5%). Penambahan EG tidak berpengaruh nyata terhadap nilai x, y, °hue, dan ΔE* foam (taraf signifikansi 5%) (Lampiran 1,2,3, dan 4). Ada interaksi antara nanopartikel seng oksida dan EG yang berpengaruh terhadap nilai °Hue (taraf signifikansi 5%) (Lampiran 1). Tidak ada interaksi nanopartikel seng oksida dan EG yang berpengaruh terhadap nilai ΔE*, x, dan y (taraf signifikansi 5%) (Lampiran 2,3 dan 4).
Gambar 6. Diagram chromacity biodegradable foam
24 Tabel 5. Hasil analisis parameter warna biodegradable foam Sampel Nanopartikel EG seng oksida (%) (%) 0 0 5 1 0 5 2 0 5
x
y
°Hue
ΔE*
0.37±0,005bc 0.37 ±0,006bc 0.36 ±0,0003ac 0.36 ±0,001ac 0.36 ±0,008ac 0.36± 0,001ac
0.38± 0,003ac 0.38 ±0,004ac 0.37 ±0,0009ac 0.37 ±0,001ac 0.37 ±0,008ac 0.37 ±0,001ac
89,67±1,93ac 88,79±2,21ac 92,53±0,48bc 93,69±0,78bc 91,88±2,09bc 92,25±1,42bc
29,89±2,20ac 30,01±2,66ac 26,86±0,17ac 26,96±0,50ac 28,19±6,20ac 27,10±0,89ac
Keterangan: Angka-angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf berbeda (a-b) pada konsentrasi nanopartikel seng oksida yang berbeda, menunjukan ada perbedaan yang nyata (α 5%). Angka-angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf sama (c) pada konsentrasi EG yang berbeda, menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (α 5%).
Gambar 7 Penampakan visual biodegradable foam a) Z0P0 b) Z1P0 c) Z2P0 d) Z0P5 e) Z1P5 f) Z2P5 Analisis Kadar Air Kadar air merupakan salah satu sifat fisik yang penting pada biodegradable foam. Biodegradable foam memiliki kadar air sekitar 4,53-7,65 %. Kadar air foam dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai kadar air ini lebih rendah jika dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Salgado et al. (2008) 9,74-10,81 %, Kaisangsri et al. (2012) 8,9-10,20 %, dan Polat et al. (2013) 8,65-11,37 %, namun tetap lebih tinggi daripada kadar air polistiren foam (1,11%) (Kaisangsri et al. 2012). Hal ini disebabkan karena tapioka bersifat hidrofilik sehingga dapat menyerap banyak air
25 dan menyebabkan kadar air foam tinggi dibandingkan dengan kadar air polistiren foam. Berdasarkan hasil pengujian terlihat bahwa penambahan EG cenderung dapat meningkatkan kadar air dari foam yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan EG merupakan pemlastis yang hidrofilik karena mempunyai gugus hidroksil sehingga dapat menyerap air yang berada disekitarnya dan meningkatkan kadar air foam. Penambahan nanopartikel seng oksida cenderung dapat meningkatkan kadar air dari foam yang dihasilkan. Hasil ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Nafchi et al. (2012) dan Preechawong et al. (2004), bahwa meningkatnya jumlah nanopartikel seng oksida yang ditambahkan dapat menurunkan kadar air karena akan menghasilkan pembentukan ikatan hidrogen yang lebih banyak pada seng oksida dan komponen matriks sehingga molekul air tidak dapat berinteraksi kuat dengan nanokomposit film dibandingkan dengan komposit film sendiri. Kadar air dapat dijelaskan dengan struktur morfologi foam. Ukuran pori sel yang lebar struktur sel pada foam akan menghasilkan jumlah molekul air karena proses ekspansi dan dinding sel akan pecah Secara statistik, penambahan nanopartikel seng oksida berpengaruh secara nyata terhadap kadar air foam (taraf signifikansi 5%). Penambahan EG tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar air foam (taraf signifikansi 5%). Tidak terdapat interaksi antara nanopartikel seng oksida dan EG pada kadar air foam (Lampiran 5) (taraf signifikansi 5%). Tabel 6 Hasil analisis kadar air biodegradable foam Nanopartikel seng oksida (%) 0 1 2
Sampel EG (%) 0 5 0 5 0 5
Kadar air (%) 5,42±0,01ac 6,03±0,18ac 5,79±0,07abc 6,34±0,01abc 7,65±0,19bc 8,01±0,22bc
Keterangan: Angka-angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf berbeda (a-b) pada konsentrasi nanopartikel seng oksida yang berbeda, menunjukan ada perbedaan yang nyata (α 5%). Angka-angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf sama (c) pada konsentrasi EG yang berbeda, menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (α 5%).
Analisis Daya Serap Air Pengujian daya serap air merupakan parameter penting karena dapat meningkatkan aplikasi dari foam pati. Foam berbasis pati rentan terhadap kadar air. Molekul air akan menyerang ikatan hidrogen pati, melemahkan dan menurunkan sifat fungsional dari foam (Kaisangsri et al. 2014). Air sebenarnya berfungsi sebagai pemlastis alami pada foam berbasis pati karena dapat membantu menjadi keras dan kaku, ketika telah kering kemasan menjadi lebih fleksibel. Tetapi air yang terserap menjadi terlalu banyak sehingga perlu alternatif penambahan pemlastis kimia lain sebagai pemlastis pada foam pati (Preechawong et al. 2005).
26 Penambahan PVA dapat meningkatkan ketahanan air. Menurut Boonchaisuriya & Chungsiriporn (2011), PVA dapat menurunkan daya serap air pada foam karena bersifat kristalin. Penambahan serat ampok mampu meningkatkan kristalinitas dari foam yang dihasilkan karena memiki bagian kristalin yang lebih besar dibanding pati sehingga proses penyerapan air akan terhambat. Penambahan PVA sebesar 30% mampu menurunkan daya serap air foam hingga 25% namun penambahan PVA tidak akan berpengaruh pada foam dengan kadar serat yang tinggi karena sebagian air yang ditambahkan pada adonan tidak hanya terikat pada PVA tetapi juga pada serat (Iriani 2013). Menurut Kaisangsri et al. (2014), penambahan serat kraft dapat menurunkan daya serap air secara signifikan, hal ini dikarenakan bagian kristalin serat dapat meningkatkan bahan semi kristalin pati sehingga dapat menurunkan daya serap air. Pengujian daya serap air dilakukan selama 7 hari pada RH 97% dan suhu 25°C. Hasil analisis daya serap air dapat dilihat pada Gambar 8. Penyerapan air yang terukur setelah mencapai kesetimbangan berkisar antara 53,20-59,64%. Daya serap air setelah mencapai kesetimbangan dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan hasil pengujian, penambahan nanopartikel seng oksida dapat meningkatkan daya serap air. Hal ini dikarenakan seng dalam nanopartikel seng oksida akan mengikat air seperti garam sehingga air yang terserap lebih banyak. Efeknya seperti efek humektan sehingga air yang terikat meningkat dan air bebas menurun dan tidak dapat berinteraksi secara kuat pada nanokomposit foam. Karena lebih banyak air yang terikat dibandingkan dengan air bebas, maka mikroba yang tumbuh pada foam sedikit. Hasil ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Marvizadeh et al. (2014), penambahan nanopartikel seng oksida pada film pati tapioka/ gelatin bovin dapat menurunkan kapasitas daya serap air. Hal ini dikarenakan adanya interaksi antara nanopartikel seng oksida dan gelatin bovin atau pati tapioka dalam struktur film biopolimer. Penambahan EG dapat meningkatkan daya serap air foam karena EG merupakan pemlastis yang bersifat hidrofilik (mempunyai gugus hidroksil) sehingga dapat menyerap banyak air disekitarnya. Adanya gugus hidroksil pada EG mempengaruhi peningkatan kadar air dari komposit (Preechawong et al. 2005). Meningkatnya jumlah air yang terserap juga berhubungan dengan porositas dari foam EG dapat menyebabkan pori sel foam lebar maka kemampuan daya serap airnya juga akan meningkat. Akan tetapi meningkatnya jumlah air yang diserap seiring dengan meningkatnya waktu dipengaruhi oleh pati sendiri (Iriani 2013, Sjoqvist et al. 2010). Penambahan EG pada foam yang mengandung nanopartikel seng oksida cenderung dapat menurunkan daya serap air karena terjadinya ikatan hidrogen antara molekul pati dan pemlastis yang akan memerangkap evaporasi air dari matriks foam sehingga air akan sulit untuk terserap kedalam matriks komposit pati (Srithongkham et al. 2012). Secara statistik, penambahan nanopartikel seng oksida berpengaruh secara nyata terhadap daya serap air foam pada taraf signifikansi 5%. Penambahan EG tidak berpengaruh secara nyata terhadap daya serap air pada taraf signifikansi 5%. Tidak ada interaksi antara nanopartikel seng oksida dan EG pada daya serap air foam (taraf signifikansi 5%)(Lampiran 6).
27 70,00
Daya serap air (%)
60,00
55,19 ac
57,44 abc
55,78 bc
Z0P0
Z0P5
Z1P0
59,64 abc 53,20 ac
56,30 bc
50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
Z1P5 Sampel
Z2P0
Z2P5
Gambar 8 Hasil analisis daya serap air biodegradable foam setelah mencapai kesetimbangan
(angka-angka pada satu grafik yang diikuti oleh huruf yang berbeda (a-b) pada konsentrasi nanopartikel seng oksida yang berbeda, menunjukkan ada perbedaan nyata (α 5%). Angkaangka pada satu grafik yang diikuti oleh huruf yang sama (c) pada konsentrasi EG yang berbeda, menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (α 5%))
Analisis Densitas Densitas merupakan salah satu sifat fisik yang penting dari foam dan densitas yang rendah diinginkan karena dapat mengurangi biaya transport (lee et al 2008). Selain itu, foam dengan nilai densitas yang rendah ketika bertemu dengan sifat lainnya seperti kekerasan, kekuatan, rasio ekspansi, dan lainnya akan menjadikan foam yang ideal. Nilai densitas yang kecil menandakan foam memiliki berat yang kecil (Warsiki et al. 2012). Hasil pengujian densitas dapat dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 terlihat bahwa densitas foam sekitar 0,20 – 0,38 g/cm3. Nilai ini mirip dengan densitas foam dari tapioka, PVA, kitosan, dan serat batang tebu, yaitu 0,20-0,34 g/cm³ (Debiagi et al. 2011). Nilai ini dibawah nilai densitas foam yang terbuat dari tapioka, protein bunga matahari, dan serat selulosa, yaitu 0,456-0,587 g/cm3 (Salgado et al.2008) dan pati singkong, protein, serat kraft, dan minyak kelapa sawit, yaitu 0,22-0,71 g/cm3(Kaisangsri et al. 2014) akan tetapi, nilai ini densitas polistiren foam, yaitu 0,06 g/cm3 (Shey et al. 2006) dan densitas foam dari pati singkong, serat batang tebu, dan montmorillonite, yaitu 0,19410,2966 g/cm3 (Vercelheze et al. 2012). Ampok berperan sebagai serat pada foam. Menurut Vercelheze et al. (2012), bahwa secara umum penambahan serat dapat menurunkan densitas dari foam. Berbeda dengan yang dilaporkan oleh Kaisangsri et al. (2014), Debiagi et al. (2011), dan Kaisangsri et al. (2012), hasil yang dilaporkan, bahwa densitas foam akan meningkat seiring dengan meningkatnya kadar serat yang ditambahkan. Menurut Iriani (2013), penambahan ampok dan PVA dapat meningkatkan densitas karena ampok dan PVA akan menyerap sebagian besar air pada adonan sehingga menghambat kemampuan ekaspasi. Penambahan EG dapat menurunkan nilai densitas foam. Hal ini dikarenakan pemlastis dapat meningkatkan kemampuan ekspansi sehingga ukuran sel melebar
28 hal ini menyebabkan menurunnya ketebalan dinding sel foam sehingga densitas menurun. Selain itu, pemlastis dapat berinteraksi dengan rantai protein dan membentuk ikatan hidrogen yang dapat menurunkan densitas foam (Wittaya 2013, Gillgren et al. 2010). Penambahan nanopartikel seng oksida cenderung meningkatkan densitas dari foam. Hal ini berhubungan dengan porositas foam. Penambahan nanopartikel seng oksida dapat menurunkan ukuran pori sel pada foam sehingga dinding sel menjadi lebih tebal dan densitas meningkat. Menurut Iriani (2013), densitas berpengaruh pada parameter lain seperti daya serap air dan sifat mekanisnya. Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa densitas memiliki korelasi yang cukup liner dengan kuat tarik foam. Hasil ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Iriani (2013), peningkatan densitas foam liner dengan peningkatan peningkatan kuat tariknya. Pada Tabel 8 terlihat bahwa densitas memiliki korelasi yang tidak linier terhadap kuat tekan, daya serap air, dan kadar air foam. Secara statistik, penambahan nanopartikel seng oksida berpengaruh secara nyata terhadap densitas foam pada taraf signifikansi 5%. Penambahan EG tidak berpengaruh secara nyata terhadap densitas foam pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil statistik, ada interaksi antara nanopartikel seng oksida dan EG pada densitas foam (taraf signifikansi 5%) (Lampiran 7). Tabel 7 Hasil analisis densitas biodegradable foam Nanopartikel seng oksida (%) 0 1 2
Sampel EG (%)
Densitas (g/cm³) 0,24±0,01ac 0,21±0,01ac 0,22±0,02bc 0,38±0,08bc 0,38±0,05bc 0,20±0,01bc
0 5 0 5 0 5
Keterangan: Angka-angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf berbeda (a-b) pada konsentrasi nanopartikel seng oksida yang berbeda, menunjukan ada perbedaan yang nyata (α 5%). Angka-angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf sama (c) pada konsentrasi EG yang berbeda, menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (α 5%).
Tabel 8 Korelasi antara densitas dengan kuat tekan, kuat tarik, daya serap air, dan kadar air Kuat tekan Kuat tarik Daya serap air Kadar air
Nilai korelasi (R2) 0,1451 0,6242 0,0005 0,0654
29 Analisis Sifat Kristalinitas Sifat kristalinitas dari foam dapat ditentukan dengan menggunakan XRD. Dengan adanya pola XRD maka memungkinkan untuk mengetahui material tersebut kristalin atau amorf (El-kader et al. 2013). Selain itu juga untuk menentukan struktur kristal, parameter kristal, dan ukuran kristalitas (Rathnayake et al. 2014). Pada Gambar 9, pola ampok dengan peak pada 2Ɵ = 14,7°, 16,7° dan 19,3° dan tapioka pada 2Ɵ =11,3°,15°, 17,3°, 18,3°, 18,4°,18,5°, 19,3°, 19,5°, 20°, dan 23,5°. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Vercelheze et al. (2012),dan Matsuda et al. (2013) yaitu 2Ɵ = 15,3°, 17,3°, 18,3°, 22° dan 23,5°. Pola EG berada pada peak 2Ɵ = 12,5° - 64,8°. Sedangkan untuk nanopartikel seng oksida berada pada peak 2Ɵ = 12,5°, 13,5°, 16°, 17,5°, 21,8°, dan 22,8°, 31,8°, 34,5°, 36,3°, 47,7°, 56,8°, 63°, 66,5°, 68,3°, 69,3, dan 72,8°. Hasil ini mirip dengan yang dilaporkan oleh El-kader et al. (2013), dimana nanopartikel seng oksida memiliki pola pada 2Ɵ = 19°, 23°, 31,7°, 34,4°, dan 36,2°. Pola kristalinitas dari PVA tidak terlihat pada peak pada Gambar 9. Hal ini bisa dikarenakan polimer memiliki kristalitas yang rendah atau terlalu lambat untuk mengalami kristalisasi pada suhu ruang. (Willett & Shorgen 2002). Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa semua foam yang dihasilkan memiliki persentasi bagian amorf yang lebih tinggi daripada bagian kristalin. Penambahan 1% nanopartikel seng oksida dapat menurunkan persentase kristalin foam. Hal ini dikarenakan nanopartikel seng oksida tercampur dengan komposit sampel yang menekan rekristalisasi rantai polimer komposit dan menghambat pertumbuhan kristal (El-Kader et al. 2013). Menurut Rathnayake et al. (2014), nanopartikel seng oksida menyebabkan sulitnya menentukan pola peak dari material yang memiliki fase amorf lebih banyak daripada fase kristalin. Sedangkan penambahan 2% nanopartikel seng oksida mampu meningkatkan persentase kristalin dari foam meskipun kecil. Hasil ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Rathnayake et al. (2014), bahwa nanopartikel seng oksida pada foam dari karet latex alami dapat meningkatkan bagian kristalin. Penambahan EG dapat meningkatkan persentase kristalin foam tanpa penambahan dari nanopartikel seng oksida. Hal ini disebabkan oleh adanya fenomena antiplastisicizer karena adanya interaksi yang kuat antara polimer dan sejumlah kecil pemlastis yang menghasilkan efek “crosslinker” yang menurunkan volume bebas dan molalitas molekul polimer, meningkatkan reorganisasi material dan meningkatkan kristalinitasnya (Lourdin et al. 1997). Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Tajan et al. (2008), penambahan pemlastis tidak mempengaruhi nilai kristalinitas. Selama proses, granula pati tapioka mengalami kerusakan baik sebagian ataupun keseluruhan sehingga hasilnya meningkatkan proporsi amorf (Vercelheze et al. 2012). Menurut Iriani (2013), penambahan serat mampu meningkatkan kristalinitas foam karena selulosa sebagai kandungan utama serat memiliki daerah kristalin yang lebih besar dibandingkan dengan pati. Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa kristalinitas memiliki korelasi yang cukup linier dengan daya serap air. Hal ini karena adanya penambahan serat ampok dengan selulosa sebagai kandungan utama serat yang memiliki daerah kristalin yang besar sehingga struktur mikrofibrilnya lebih rapat dan penyerapan air akan terhambat (Iriani 2013). Sedangkan korelasi antara kristalinitas dan kadar air, kuat tekan, kuat tarik, dan Tm yang tidak linier.
30
Gambar 9. Pola XRD biodegradable foam Tabel 9 Persentase kristalinitas dan amorf pada biodegradable foam Sampel Z0P0 Z1P0 Z2P0 Z0P5 Z1P5 Z2P5
Kristalin (%) 37,7 33,7 38,3 38,5 32,5 36,6
Amorf (%) 62,3 66,3 61,7 61,5 67,5 63,4
Tabel 10 Korelasi antara kristalinitas dengan kuat tekan, kuat tarik, daya serap air, kadar air, dan Tm Kuat tekan Kuat tarik Daya serap air Kadar air Tm
Nilai korelasi (R2) 0,004 0,019 0,577 0,042 0,113
Analisis Struktur Morfologi Struktur morfologi foam merupakan parameter yang penting karena sebagian besar sifat foam, seperti sifat mekanik, tergantung pada struktur morfologinya (Xu & Hanna 2005). Morfologi dari foam dapat menjelaskan sifat lain pada foam seperti sifat mekanik, daya serap air, densitas, aktivitas
31 antimikroba, ukuran dan distribusi partikel. Analisis morfologi foam dilakukan pada permukaan dan potongan melintang dengan menggunakan SEM dan hasil analisis digunakan untuk mengkonfirmasi pengamatan visual dari foam. Hasil analisis SEM dengan perbesaran 20x pada permukaan foam dapat dilihat pada Gambar 10 dan secara melintang pada Gambar 11. Ukuran diameter sel akan mempengaruhi dimensi sel foam (Triwulandari et al. 2008). Pada saat proses pencetakan pati akan kontak dengan cetakan yang panas, akan dengan cepat membentuk gel, dan adonan akan mengering dan dapat mencegah ekspansi. Semakin luas ekspansi maka foam yang dihasilkan akan memiliki pori sel yang semakin besar. Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa foam memiliki pori-pori sel yang cukup besar pada permukaan sel dan pada bagian melintangnya dengan dinding sel yang tipis. Semua foam berbasis pati memiliki kandungan sel yang terbuka (open cells) tinggi. Ekspansi yang berasal dari pergerakan air selama pemanasan pada proses pencetakan, menghasilkan lebih dari 80% open cells. Panas pada saat pencetakan dapat dengan mudah merusak dinding sel pati yang memiliki kekuatan leleh lemah. Setelah terpapar oleh kelembaban dan suhu tinggi, sebagian besar foam menunjukkan peningkatan kandungan open cells yang sangat kecil. Konsentrasi air, suhu foaming, dan konsentrasi agen nukleasi adalah beberapa faktor yang mempengaruhi proses foaming, ukuran sel, dan distribusi sel foam (Mitrus & Moscicki 2014). Selain itu adanya serat pada foam menyebabkan foam sel berpori dan berdinding tipis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vercelheze et al. (2012) dan Polat et al. (2013), menurut Vercelheze et al. (2012), dengan adanya penambahan serat dan Na-MMT menyebabkan struktur foam memilki ukuran pori sel yang besar dan densitas yang lebih rendah dibandingkan dengan foam kontrol (tanpa penambahan serat dan Na-MMT), foam juga memiliki pori sel yang besar serta dinding sel yang tipis. Menurut Polat et al. (2013), penambahan serat kaolin dan beewax dapat meningkatkan ukuran dan jumlah dari pori sel foam berbasis pati. Hal ini dikarenakan aditif seperti serat, kaolin dan beeswax dapat mempengaruhi proses gelatinisasi pati dan pembentukan jaringan pada permukaan foam. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Shorgen et al. (2002) dan Kaisangsri et al. (2014). Menurut Shorgen et al. (2002), serat pada pati lebih baik dalam meningkatkan viskositas, adonan yang memiliki sifat ekspansi yang rendah, ukuran sel yang lebih kecil, dan dinding sel yang tipis. Menurut Kaisangsri et al. (2014) penambahan serat kraft dapat menurunkan ekspansi dari foam sehingga menurunkan jumlah pori sel pada sel foam. Meskipun diberi penambahan PVA namun karena konsentrasinya lebih rendah dibandingkan dengan serat maka tidak berpengaruh pada struktur morfologi dari foam yang dihasilkan. Hal ini berbeda dengan hasil yang dilaporkan oleh Willet & Shorgen (2002), bahwa penambahan polimer dapat mengurangi jumlah pori sel pada sel foam. Foam yang mendapat penambahan EG memiliki ukuran pori sel yang lebih lebar jika dibandingkan dengan foam yang tidak diberi EG. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Triwulandari et al. (2008), bahwa meningkatnya konsentrasi EG dapat menyebabkan meningkatnya diameter sel. EG akan lebih dahulu memperpanjang rantai linier dan akan melenturkan rantai molekul di daerah sambungan EG karena molekulnya pendek dan kaku sehingga akan memperbesar volume ruang antar rantai utama, meningkatkan suhu, dan menurunkan viskositas sehingga mempercepat penipisan gelembung sel foam dan
32 menurunkan energi aktivasi untuk berekspansi sehingga rasio volume ekspansi meningkat dan menyebabkan ukuran pori sel menjadi lebar. Bertambahnya konsentrasi nanopartikel seng oksida yang ditambahkan semakin kecil ukuran pori sel dari foam, semakin halus permukaannya dan semakin sedikit garis garis serat. Proses foaming terdiri dari dua tahap yaitu nukleasi gelembung dan pertumbuhan gelembung. Nukleasi adalah pembentukan gelembung gas pada matriks polimer. Pertumbuhan gelembung adalah proses dimana gelembung pada proses nukleasi tumbuh menjadi gelembung akhir. Adanya nanopartikel dapat mendorong akumulasi gas pada permukaan polimernanopartikel dan membentuk bagian nukleasi. nanopartikel dapat menurunkan ukuran pori sel karena gelembung awal lebih banyak bersamaan dengan nukleasi, dimana jumlah gas yang tersedia dalam jumlah kecil untuk pertumbuhan gelembung, yang menyebabkan ukuran pori sel tereduksi (Lee et al. 2005, Ibeh & Bubacz 2008). Pada perbesaran yang semakin besar, semakin terlihat bentuk pori sel dari foam. Untuk foam yang mengandung nanopartikel seng oksida, pada Gambar 12 dengan perbesaran 5000x terlihat ukuran agregat nanopartikel seng oksida dan distribusinya. Nanopartikel seng oksida juga mengalami aglomerasi sehingga distribusinya tidak merata serta ukurannya yang besar. Hal ini menunjukkan segregasi dari nanopartikel seng oksida pada sistem nanokomposit dan juga adanya adesi antara permukaan nanopartikel seng oksida dan matriks polimer (ElKader et al. 2013). Pada Gambar 12 terlihat ukuran agregat nanopartikel seng oksida lebih dari 300 nm. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil SEM pada ukuran agregat serbuk nanopartikel seng oksida. Hal ini menunjukkan bahwa nanopartikel seng oksida bersifat stabil pada proses pemanasan selama proses thermopressing. Menurut El-Kader et al. (2013), adanya kandungan nanopartikel seng oksida hingga 2,5% menyebabkan permukaan film menjadi lentur dan halus dengan beberapa partikel kecil yang mengalami agregasi.
33
Gambar 10 Hasil SEM biodegradable foam a) Z0P0 b) Z0P5 c) Z1P0 d) Z1P5 e) Z0P0 f) Z2P5
34
Gambar 11
Hasil SEM secara melintang pada biodegradable foam a) Z0P0 b) Z0P5 c) Z1P0 d) Z1P5 e) Z2P0 f) Z2P5
35
Gambar 12 Hasil SEM nanopartikel seng oksida dalam biodegradable foam a) Z1P0 b) Z1P5 c) Z2P0 d) Z2P5 Analisis Termal Pengukuran analisis termal dilakukan dengan menggunakan DSC untuk mengetahui perubahan fisik dan kimia seperti titik transisi gelas (Tg), titik leleh (Tm), dan entalpi transisi (ΔH) (El-kader et al. 2013). PVA dapat meningkatkan suhu titik leleh dari foam karena tingginya Tm dari PVA. Selain itu, PVA juga dapat meningkatkan kekerasan, menurunkan kerapuhan, dan berpengaruh langsung pada peningkatan Tg (Warsiki et al. 2012). Data transisi gelas itu penting karena adanya rentang waktu yang berguna untuk aplikasi dari foam, terutama paparan foam dari air panas atau dingin. penambahan PVA dapat meningkatkan suhu transisi gelas dari foam (Warsiki et al. 2012). Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa Tm dan Tg yang terukur lebih dari satu. Hal ini karena kompleksnya bahan yang digunakan pada pembuatan biodegradable foam. Pada hasil DSC tersebut dapat diketahui Tm dan Tg dari masing-masing bahan. Tm tapioka yang terukur adalah 91,02°C, 100,30°C, dan 100,46°C. Tg dari tapioka yang terukur adalah 61,8°C dan 64,55°C. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Iriani (2013), tapioka memiliki Tg 61,15°C dan Tm 102,95°C. Tm ampok 46,49°C dan Tg ampok 38,35°C, 33,47°C, dan 35,12°C. Hasil ini mirip dengan yang dilaporkan oleh Iriani (2013) ampok memiliki Tg 24,13 dan 54,46°C serta Tm 146,60°C. Tm dari nanopartikel seng oksida 119,07°C. Hasil ini mirip tidak jauh berbeda denganyang dilaporkan oleh Luna et al. (2014), Tm dari nanopartikel seng 116,0°C. Berdasarkan Tabel 11, foam yang diuji memiliki Tm antara 46,49-164,05°C. Penambahan nanopartikel seng oksida cenderung meningkatkan Tm dari foam. Hasil ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Chaurasia et al. (2010), bahwa
36 menurunnya Tm karena bergabungnya nanopartikel seng oksida dalam matriks film. Penambahan EG dapat meningkatkan Tm foam. Penambahan EG memungkinkan adanya interaksi antara nanopartikel seng oksida dan EG sehingga dapat meningkatkan titik leleh dari foam. Hasil ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Souza et al. (2012) bahwa penambahan pemlastis dapat menyebabkan matriks polimer menjadi kurang padat dan menurunkan mobilitas rantai polimer sehingga dapat menurunkan Tm (Souza et al. 2012). Tg foam yang terukur berkisar antara 33,47-125,79°C. Penambahan nanopartikel seng oksida dapat meningkatkan Tg dari foam. Hasil berbeda dilaporkan oleh El-Kader et al. (2013), meningkatnya kandungan nanopartikel seng oksida dapat menurunkan Tg foam karena menurunnya stabilitas termal dan melemahkan kekuatan ikatan dari matriks polimer. Penambahan EG cenderung dapat menurunkan Tg dari foam. Penambahan pemlastis dapat menurunkan Tg karena matriks polimer menjadi berkurang ketebalannya dan menurunnya mobilitas dari rantai polimer, serta meningkatkan volume bebas (Orliac et al. 2003, Mali et al. 2006). Hasil DSC untuk foam yang diujikan secara representatif dapat dilihat pada Gambar 13. . Tabel 11 Hasil analisis DSC biodegradable foam Sampel Z0P0 Z1P0 Z2P0 Z0P5 Z1P5 Z2P5
Tg (°C) 38,35 123,32 33,47 103,8 104,78 125,79 35,12 64,55 80,61 44,75 109,85 61,80 122,54
Tm (°C) 64,11 71,61 89,76 74,64 100,46 76,82 100,30 133,59 46,49 91,02
Δ H (J/g) -0,55 -0,03 -1,71 -4,66 -0,44 -2,11 -2,07 -0,76 -0,46 -1,20
70,15 122,26 126,84 77,50 119,07 164,05
-4,81 -0,01 -0,02 -1,74 -0,08 -0,08
37
Gambar 13 Hasil analisis DSC biodegradable foam Analisis Sifat Mekanis Sifat mekanik yang diamati pada penelitian ini adalah kuat tarik dan kuat tekan dari biodegradable foam yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan texture analyzer. Pengamatan terhadap daya tarik dan daya tekan ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan foam untuk melindungi produk yang dikemas. Diharapkan biodegradable foam memiliki elastisitas yang cukup baik sehingga kuat menahan benturan dari luar dan mampu mempertahankan bentuk selama digunakan sebagai pengemas (Iriani 2013). Hasil analisis daya tarik dan daya tekan dari biodegradable foam dapat dilihat pada Tabel 12. Kuat tarik dari foam meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi nanopartikel seng oksida tanpa ada penambahan dari EG. Penambahan pengisi nano dapat meningkatkan kuat tarik karena dapat mereduksi ekspansi dari foam (Lobos & Velankar 2014). Sedangkan dengan adanya penambahan EG, kuat tarik dari foam semakin menurun. Hal ini disebabkan karena penambahan pemlastis menyebabkan terjadinya fenomena antiplasticizer. Fenomena ini terjadi karena adanya interaksi yang kuat antara polimer dan pemlastis sejumlah kecil pemlastis akan memproduksi efek “cross-linker” yang dapat menurunkan volume bebas dan mobilitas molekul polimer sehingga menyebabkan menurunnya kuat tarik. Adanya gugus fungsional hidroksil (-OH) pada pemlastis kompatibel dengan polimer sehingga pemlastis dapat berinteraksi dengan polimer (Lourdin et al 1997, Bourtoom 2008, Munthoub & Rahman 2011). Selain itu, penambahan pemlastis EG dapat meningkatkan derajat polimerisasi yang akan menginduksi penurunan kuat tarik (Cao et al. 2009). Kuat tekan foam menurun seiring dengan penambahan nanopartikel seng oksida dan EG. Meningkatnya jumlah pemlastis yang ditambahkan dapat menurunkan sifat mekanik karena dapat meningkatkan persentase pemanjangan dan kerapuhan dari foam serta memberikan efek kaku pada foam (Boonchaisuriya & Chungsiriporn 2011, Wittaya 2013, Munthoub & Rahman 2011, Orliac et al. 2003). Penambahan pemlastis polialkohol seperti EG dapat menyebabkan foam menjadi rigid(kaku) karena mudah menguap dan bermigrasi. EG akan menurun secara drastis seiring dengan berjalannya waktu karena berhubungan dengan titik didih EG yang rendah (dibandingkan dengan gliserol dan TEG). Selain itu terjadi
38 penurunan kekuatan intermolekular antar rantai makromolekul karena interaksi pengikatan EG pada rantai makromolekul yang sangat lemah, meningkatkan volume bebas dan menyebabkan penurunan kekuatan mekanik. (Orliac et al. 2003, Bourtoom 2008). Penambahan serat dapat membantu meningkatkan sifat mekanik, untuk kekuatan dan kuat tekan yang lebih besar dari foam berbasis pati. Hal ini dikarenakan serat dan matriks saling melekat dengan baik, selain itu serat dan pati memiliki struktur kimia yang mirip sehingga keduanya dapat membentuk ikatan hidrogen (Warsiki et al. 2012). Penambahan PVA pada foam pati dapat menyebabkan pembentukan struktur yang lebih tahan pada tekanan karena dapat memecah ikatan hidrogen dari pati dan kandungan PVA pada foam (Debiagi et al. 2011). Perbedaan densitas dan struktur morfologi foam juga menyebabkan perbedaan sifat mekanik karena struktur mempengaruhi hasil kuat tarik dari material (Gillgren et al. 2010). Penurunan kuat tarik terjadi karena menurunnya densitas (Schmidt & Laurindo 2010). Adanya pori sel pada foam berpengaruh secara signifikan pada kuat tarik. Foam yang padat cenderung memiliki dinding sel yang tebal karena itu mampu menahan deformasi lebih baik dari pada foam dengan densitas rendah dengan dinding sel yang lebih tipis. Semakin banyak dan besar ukuran pori sel foam maka kekuatan foam untuk menerima tekanan akan menurun (Mitrus & Moscicki 2014, Iriani 2013). Kadar air juga memengaruhi sifat mekanik dari foam. Meningkatnya kadar air dapat menyebabkan menurunnya kekuatan mekanik dari foam (Preechawong et al. 2005). Secara statistik, penambahan nanopartikel seng oksida tidak berpengaruh secara nyata terhadap kuat tarik dan kuat tekan dari foam (taraf signifikansi 5%). Penambahan EG berpengaruh secara nyata pada kuat tarik dan kuat tekan dari foam (taraf signifikansi 5%). Berdasarkan hasil statistik, terdapat interaksi antara nanopartikel seng oksida dan EG pada kuat tarik dan kuat tekan foam (taraf signifikansi 5%) (Lampiran 8 dan 9). Tabel 12 Hasil analisis kuat tarik dan kuat tekan dari biodegradable foam Nanopartikel seng oksida (%) 0 1 2
Sampel EG (%) 0 5 0 5 0 5
Kuat tarik (N/mm²)
Kuat tekan (N/mm²)
28,03±6,12ab 24,59±6,49ac 30,67±7,31ab 30,79±4,15ac 37,84±5,11ab 20,37±4,21ac
28,21±3,01ab 12,69±1,70ac 23,19±10,08ab 12,35±0,97ac 15,33±1,69ab 15,34±6,14ac
Keterangan: Angka-angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf sama (a) pada konsentrasi nanopartikel seng oksida yang sama, menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (α 5%). angka-angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf berbeda (b-c) pada konsentrasi EG yang berbeda, menunjukan ada perbedaan nyata (α 5%).
39 Analisis Antimikroba Analisis antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode jumlah sel dengan mikroba yang diujikan adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Hasilnya dapat dlihat pada Tabel 13. Penambahan nanopartikel seng oksida pada konsentrasi 1% dapat menghambat pertumbuhan E.coli sebesar 0,17 Log CFU/ml (0% EG), dan 0,18 Log CFU/ml (5% EG). Sedangkan dalam menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus sebesar 0,21 log CFU/ml (0% EG) dan 0,30 log CFU/ml (5% EG). Penambahan nanopartikel seng oksida pada konsentrasi 2% dapat menghambat pertumbuhan E.coli sebesar 0,44 log CFU/ml (0% EG), dan 0,36 log CFU/ml (5% EG). Sedangkan dalam menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus sebesar 0,38 log CFU/ml (0% EG) dan 0,36 log CFU/ml (5% EG). Penghambatan pertumbuhan dengan adanya penambahan nanopartikel seng oksida lebih efektif pada koloni bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus daripada bakteri gram negatif seperti Escherichia coli.hal ini karena perbedaan struktur sel dari bakteri gram positif dan negatif. Bakteri gram positif tersusun dari dinding sel tebal multilayer peptidoglikan yang berongga sehingga nanopartikel seng oksida mudah masuk menembus sel dan menyebabkan kebocoran intraselular dan menyebabkan kematian sel secara perlahan. Bakteri gram negatif tersusun dari struktur dinding sel yang kompleks dengan lapisan peptidoglikan tipis yang mengelilingi membran luar sehingga akan menurunkan aksi dari nanopartikel seng oksida. Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa peningkatan konsentrasi nanopartikel seng oksida yang ditambahkan maka aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri yang diujikan pun semakin besar. Namun aktivitas penghambatannya terlalu kecil (dibawah 1 log CFU/ml) sehingga penambahan nanopartikel seng oksida pada kemasan biodegradable foam ini belum terlalu efektif. Hal ini bisa dikarenakan konsentrasi yang ditambahkan masih terlalu sedikit sehingga tidak terlalu efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri E.coli dan S. aureus. Selain itu, nanopartikel seng oksida pada biodegradable foam ini juga hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada bagian yang kontak langsung dengan kemasan. Hasil yang mirip dengan yang dilaporkan oleh Chaurasia et al. (2010), cawan dengan film selulosa asetat yang mengandung nanopartikel seng oksida memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan kontrol tanpa nanopartikel seng oksida. Begitupula dengan yang dilaporkan oleh Rathnayake et al. (2014), Nafchi et al. (2012), dan Rathnayake et al.2012), bahwa nanopartikel seng oksida mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Mekanisme aktivitas antimikroba dari nanopartikel seng oksida yaitu nanopartikel seng oksida akan masuk dalam struktur dinding sel bakteri gram positif dan negatif. Bakteri gram positif tersusun dari dinding sel tebal multilayer peptidoglikan. Adanya nanopartikel seng oksida akan secara langsung terikat dengan dinding sel luar bakteri gram positif yang banyak mengandung rongga sehingga memudahkan nanopartikel masuk menembus sel dan menyebabkan kebocoran kadar intraselular dan menyebabkan kematian sel secara perlahan. Bakteri gram negatif tersusun dari struktur dinding sel yang kompleks dengan lapisan peptidoglikan tipis yang mengelilingi membran luar. nanopartikel seng oksida mula –mula akan berikatan dengan membran sel luar bakteri yang
40 mengandung lipoprotein, lipopolisakarida, dan fosfolipid yang menurunkan aksi dari nanopartikel seng oksida. Aksi dari nanopartikel seng oksida berhubungan dengan ROS (reactive oxygen species) seperti hidrogen peroksida, ion peroksida, radikal hidroksil, dan superperoksida, serta singlet oxygen dari permukaan nanopartikel seng oksida. Perubahan negatif radikal superoksida dan hidroksil kan tetap terjadi pada dinding membran sel luar bakteri dan dapat merusak protein, lipid, dan DNA. Sementara hidrogen peroksida dapat menembus ke dalam dinding sel membran bakteri dan menyebabkan kematian sel bakteri (Nafchi et al. 2012). Secara statistik, penambahan nanopartikel seng oksida berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (taraf signifikansi 5%). Penambahan EG tidak berpengaruh secara nyata terhadap aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (taraf signifikansi 5%). Tidak ada interaksi antara nanopartikel seng oksida dan EG pada aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri Escherichia coli (Lampiran 10) dan Staphylococcus aureus (Lampiran 11) (taraf signifikansi 5%). Tabel 13 Hasil analisis antimikroba pada biodegradable foam Nanopartikel seng oksida (%) 0 1 2
Sampel EG (%) 0 5 0 5 0 5
E.coli (Log CFU/ml) 8,65±0,11cd 8,48±0,12cd 8,21±0,03bd 8,63±0,16bd 8,47±0,01ad 8,29±0,02ad
S.aureus (Log CFU/ml) 8,36±0,16bd 8,15±0,08bd 7,98±0,11ad 8,40±0,05ad 8,06±0,08ad 8,00±0,02ad
Keterangan: angka-angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf berbeda (a-c) pada konsentrasi nanopartikel seng oksida yang berbeda, menunjukan ada perbedaan yang nyata (α 5%). Angka-angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf sama (d) pada konsentrasi EG yang berbeda, menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (α 5%).
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Biodegradable foam tapioka dan ampok jagung dibuat dengan proses thermopressing dengan penambahan pengisi seperti PVA, nanopartikel seng oksida, dan EG. Hasil penelitian pada sifat yang diuji menunjukkan bahwa penambahan nanopartikel seng oksida dapat meningkatkan kuat tarik, densitas, kadar air, transisi gelas (Tg), transisi leleh (Tm), kristalinitas pada konsentrasi 2%, nilai °hue, dan daya serap air. Namun penambahan nanopartikel seng oksida juga dapat menurunkan ukuran pori sel, kuat tekan, nilai L, x, y dan ΔE*, serta dapat menurunkan pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Penambahan EG dapat meningkatkan ukuran pori sel, Tm, nilai ΔE*, dan
41 kadar air, akan tetapi EG juga dapat menurunkan kuat tarik, kuat tekan, densitas, nilai °hue, Tg, dan daya serap air. Perlakuan terbaik dari semua foam yang diujikan adalah Z2P0 dengan nanopartikel seng oksida sebesar 2 % tanpa penambahan EG. Secara statistik penambahan nanopartikel seng oksida berpengaruh secara nyata terhadap kadar air, daya serap air, densitas, dan nilai °hue, ΔE*, serta penghambatan pertumbuhan E.coli dan S.aureus pada taraf signifikansi 5%. Penambahan EG berpengaruh secara nyata terhadap kuat tarik dan kuat tekan foam pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil pengujian tersebut biodegradable foam tapioka dengan pengisi nanopartikel seng oksida dan EG ini hanya dapat diaplikasikan untuk mengemas pangan dengan kadar air rendah (kering) dan berpotensi sebagai kemasan antimikroba. Saran Perlu adanya penelitian lanjut pembuatan biodegradable foam berbasis tapioka dengan pengisi lain seperti polimer hidrofobik asam polilaktat (PLA) untuk meningkatkan ketahanan air dan kuat tekan, menurunkan densitas, Sehingga bisa diaplikasikan sebagai kemasan untuk berbagai pangan termasuk pangan dengan kadar air tinggi.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2012. Official Methods of Analysis 18th Edition. Gaitherburg, AOAC International. Arora A, Padua GW. 2010. Review:Nanocomposite in food packaging. J Food Sci.75:43-49. doi: 10.1111/j.1750-3841.2009.01456.x. Azeredo HMC. 2009. Nanocomposite for food packaging aplication. Food Res Inter. 42:1240-1253. doi:10.1016/j.foodres.2009.03.019. Azeredo HMC. 2012. Antimicrobial nanostructures in food packaging. Trends in Food Sci Tech. 1:1-14. http://dx.doi.org/10.1016/j.tifs.2012.11.006. Boonchaisuriya A, Chungsiriporn J. 2011. Biodegradable foams based on cassava starch by compression process. Didalam: Boonchaisuriya A, Chungsiriporn J, editor. Proccedings of International Conference on Engineering and Technology. 2011 may 2-3; Phuket, Thailand. Songkla (TH): J PSU-UNS. 71-74. Bourtoom T. 2008. Plasticizer effects on the properties of biodegradable blend film from rice starch-chitosan. Songklanakarin J Sci Technol. 30:149-165. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Kemasan polistirena foam (styrofoam) [internet]. [diunduh pada 2014 Maret 21]; InfoPom.9(5):1-3. Tersedia pada http://www.pdfio.com/k523237.html Cao N, Yang X, Fu Y. 2009. Effect of various plasticizer on mechanical and water vapor barrier properties of gelatin films. Food Hyd. 23: 729-735. doi:10.1016/j.foodhyd.2008.07.017.
42 Carr LG, Parra DF, Ponce P, Lugão AB, Buchler PM. 2006. Influence of fibers on the mechanical properties of cassava starch foams. J Polym Environ. 14:179-183.doi: 10.1007/s10924-006-0008-5. Chaurasia V, Navin C, SK Bajpai. 2010. Water absorption properties and antimicrobial action of zinc oxide nanoparticles-loaded cellulose acetat films. J Macro Sci, Part A: Pure and App Chem.47:309-317. doi:10.1080/10601320903539207. Chillo S, Flores S, Mastromatteo M, Conte A, Gerschenson L, Nobile MAD. 2008. Influence of glycerol and chitosan on tapioca starch-based edible film properties. J Food eng. 88:159-168. doi:10.1016/j.jfoodeng.2008.02.002. Cornelia M. 2013. Model kantong platik belanja ramah lingkungan di indonesia (studi kasus: kantong plastik biodegradable). [Disertasi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Debiagi F, Mali S, Grossmann MVE, Yamashita F. 2011. Biodegradable foams based on starch, polyvinyl alcohol, chitosan, and sugarcane fibers obtained by extrusion. Braz Arch Biol Technol. 54(5):1043-1052. El-Kader FHA, Hakeem NA, Elashmawi IS, Ismail AM. 2013. Structural, optical, and thermal characterization of ZnO nanoparticles doped in PEO/PVA blend films. Aust J Basic & Appl Sci. 7(10):608-619. Espitia PJP, Nilda FFS, Jane SRC, Nelio JA, Renato SC, Eber AAM. 2012. Zinc oxide nanoparticles:synthesis, antimicrobial activity and food packaging aplications. Food Bioprocess Thechnol.5:1147-1464. doi:10.1007s11947012-0797-6. Espitia PJP, Soares NFF, Teófilo RF, Coimbra JSR, Vitor DM, Batista RA, Ferreira SO, Andrade NJ, Medeiros EAA. 2013. Physical-mechanical and antimicrobial properties of nanocomposite films with pediocis and zno nanoparticles. J Carbo pol.94:199-208.doi:10.1016/j.carbopol.2013.01. 003. Fang Q, Hanna MA. 2001. Preparation and characterization of biodegradable copolyester-starch based foams. J Bioresource Tech. 78:115-122. Gillgren T, Alven T, Stading M. 2010. Impact of melt rheology on zein foam properties. J Material Sci. 45(21):1-9. doi:10.1007/s10853-010-4649-3. Gross RA. Karla B. 2002. Biodegradable polymers for environtment. J Sci. 297(5582):803-807. doi: 10.1126/science.297.5582.803. Gu R, Sain MM, Konar SK. 2013. A Feasibility Study of polyurethane composite foam with added hardwood pulp. Ind Crop.42:273-279. doi: 10.1016/j.indcrop.2012.06.006. Ibeh CC, Bubacz M. 2008. Current Trend in Nanocomposite foams. J cell Plas. 44:493-515. doi: 10.1177/0021955X08097707. Iriani ES, Sunarti TC, Richana N, Mangunwidjaja D, Hadiyoso A. 2012. Utilization of corn hominy as a new source material for thermoplastic starch production. J Procedia Chem. 4:245-253. doi:10.1016/j.proche.2012.06.034. Iriani ES. 2013. Pengembangan produk biodegradable foam berbahan baku campuran tapioka dan ampok [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
43 Iriani ES, Widayanti SM, Miskiyah, Juniawati. 2013. Kemasan aktif antimikroba untuk memperpanjang umur simpan produk daging. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 9:95-107. Kaisangsri N, Kerdchoechuen O, Laohakunjit N. 2012. Biodegradable foam tray from cassava starch blended with natural fiber and chitosan. J ind Crop. 37(2012): 542-546. doi:10.1016/j.indcrop.2011.07.034. Kaisangsri N, Kerdchoechuen O, Laohakunji N. 2014. Characterization of cassava starch based foam blended with plant, proteins, kraft fiber, and palm oil. J Carb Pol. 110:70-77. doi: 10.1016/j.carbpol.2014.03.067. Kanmani P, Rhim J. 2014. Properties and characterization of bionanocomposite films prepared with various biopolymers and zno nanoparticles. J Carbo pol. 106:190-199. doi: 10.1016/j.carbopol.2014.02.007. Khalid KAT, Moorthy R, Saad S. 2012. Environtmental ethnics in governing recycled material styrofoam for building human habitat. American J Enviromental Sci.8(6):591-596. doi: 10.3844/ajessp.2012.591.596. Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Lee LJ, Zeng C, Cao X, Han X, Shen J, Xu G. 2005. Review: Polymer nanocomposite foams. Comp Sci Tech. 65:2344-2363. doi:10.1016/j.compscitech.2003.06.016. Lee SY, Chen H, Hanna MA. 2008. Preparation and characterization of tapioca starch-poly(lactid acid)nanocomposite foams by melt intercalation based on clay type. Ind Crop.28:95-106. doi:10.1016/j.indcrop. 008.01.009. Lobos J, Velankar S. 2014. Review Article:How much do nanoparticle fillers improve the modulus young and strength of polymer foams?. J Cellular Plastics. 1-32. doi:10.1177/0021955X14546015. Lourdin D, Bizot H, Colonna P. 1997. “Antiplasticization” in starch-glycerols films?. J appl Polym. 63:1047-1053. Luna MS, Galizia M, Wojnariwicz J, Rosa R, Lojkowski W, Leonelli C, Acierno D, Fillipone G. 2014. Dispersing hydrophilic nanoparticles in hydrophobic polymers:HDPE/ZnO nanocomposites by a novel template-based approach. J eXPRESS Pol Letters. 8(5):362-372. Mali S, Grossmann MVE, García MA, Martino MN, Zaritsky NE. 2006. Effects of controlled storage on thermal, mechanical and barrier properties of plasticized films from different starch sources. J Food Eng. 75:453-460. Marvizadeh MM, Nafchi AM, Jokar M. 2014. Improve physicochemical properties of tapioca starch/ bovin gelatin biodegradable films with zinc oxide nanorod. J Chem Health Risk.4(4):25-3. Matsuda DKM, Vercelheze AES, Carvalho GM, Yamashita F, Mali S. 2013. Baked foams of cassava starch and organically modified nanoclays. Ind Crop. 44:705-711. doi: 10.1016/j.indcrop.2012.08.032. Mattjik AS, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB press. Mitrus M, Moscicki L. 2014. Extrusion-cooking of starch protective loose-fill foams. J Che RD. 92:778-783. doi: 10.1016/j.cherd.2013.10.027. Moezzi A, Andrew MM, Michael BC. 2012. Zinc oxide particle: synthesis, properties, and aplication. J CEJ.185:1-22. doi: 10.1016/J.cej.2012.01.076.
44 Munthoub DI, Rahman WAWA. 2011.Tensile and water absorption properties of biodegradable composites derived from cassava skin/polyvinil alcohol with glycerol as plasticizer. J Sains Malay. 47(7):713-718. Nafchi AM, Alias AK, Mahmud S, Robal M. 2012. Antimicrobial, rheological, and physicochemical properties of sago starch films filled with nanorodrich zinc oxide. J Food eng. 113:511-519. doi:10.1016/j.Jfoodeng.2012.07.017. Nafchi, AM., Nassiri R., Sheibani S., Ariffin F., Karim AA. 2013. Preparation and characterization of bionanocomposite films filled with nanorod-rich zinc oxide. Carbo Pol.96: 233-239. Narayanan PM, Wijo SW, Ashish TA, Murugan S.2012. Synthesis, characterization, and antimicrobial activity of zinc oxide nanoparticles against human pathogens. Bio Nano Sci. 2: 329-335. doi:10.1007/s12668012-0061-6. Nurhajati DW, Indrajati IN. 2011. Kulitas komposit serbut sabut kelapa dengan matrik sampah styrofoam pada berbagai jenis compatibilizer. J Ris Indst. 285(2):143-151. Orliac O, Rouilly A, Silvestre F, Rigal L.2003. Effect of various platicizers on the mechanical properties, water resistant, and aging of thermo-moulded films made from sunflower proteins. J Indcrop.18:91-100. doi: 10.1016/S09266690(03)00015-3. Othman SH. 2014. Bio-nanocomposite materials for food packaging applications: types of biopolymer and nano-sized filler.J AAS Pro. 2:296-303. doi: 10.1016/j.aaspro.2014.11.042. Pimpa B, Muhammad K, Ghazali Z, Hashim K, Hasan MA, Hashim DM. 2007. Optimization of conditions for production of sago starch-based foam. Carb Pol. 68:751-700. doi:10.1016/j.carbpol.2006.08.012 Polat S, Uslu MK, Aygun A, Certel M. 2013. The Effects of the addition of corn husk fiber, kaolin and beewax on cross-linked corn starch foam. J Food Eng. 116: 267-276. doi: 10.1016/j.jfoodeng.2012.12.017. Preechawong D, Peesan M, Suphapol P, Rujiravanit R. 2004. Characterization of starch/poly(ɛ -caprolactone) hybrid foam. J Poly Tes. 23:651657.doi:10.1016/j-polymertesting.2004.01.011. Preechawong D, Peesan M, Supaphil F, Rujiravanit R. 2005. Preparation and characterization of starch/poly(l-lactic acid)hybrid foam. Carb Pol. 59:329-337. doi:10.1016/j.carbpol.2004.10.003 Qiu JF, Zhang MQ, Rong MZ, Wu SP, Karger-Kocsis J. 2013. rigid bio-foam plastics with intrinsic flame retardancy derived from soybean oil+. J. Mater. Chem.A. 1:2533-2542. doi:10.1039/c2ta01404a. Rahayu WP, Nurwitri CC. 2012. Mikrobiologi Pangan. Bogor (ID): IPB Press. Rapa M, Grosu E, Stoica P, Andreica M, Hetvary M. 2014. Polyvinyl alcohol and starch blends: properties and biodegradation behavior. J Env Res Prot. 11:34-42. Rathnayake WGIU, Ismail H, Baharin A, Darsanasiri AGND, Rajapakse S. 2012. Synthesis and characterizatiion on nano silver based natural rubber latex foam for imparting antibacterial and anti-fungal properties. Poly Test. 31:586-592. doi:10.1016/j.polymertesting.2012.01.010.
45 Rathnayake WGIU, Ismail H, Baharin A, Bandara IMCCD, Rajapakse S. 2014. Enhancement of the antibacterial activity of natural rubber latex foam by the incorporation of zinc oxide nanoparticles. J Appl Polym Sci. 39601:18. doi:10.1002/APP.39601. Salgado PR, Schmidt VC, Ortiz SEM, Mauri AN, Laurindo JB. 2008. Biodegradable foams based on cassava starch, sunflower proteins and cellulose fiber obtained by a baking process. J Food Eng. 85:435-443. doi:10.1016/j.jfoodeng.2007.08.005. Schmidt VCR, Laurindo JB. 2010. Characterization of foams obtained from cassava starch, celullose fibers, and dolomitic limestone by a thermopressing process. Braz Arch Biol Technol. 53(1): 185-192. SharmaV, Moreau RA, Singh V. 2008.Increasing the value of hominy feed as a coproduct by fermentation. J Appl Biochem Biotechnol. 149:145-153.doi: 10.1007/s12010-007-8110-2. Shey J, Iman SH, Glenn GM, OrtsWJ. 2006. Properties of baked starch foam with natural rubber latex. J Indo Crop. 24: 34-40. doi:10.1016/j.indocrop.2005.12.001. Shorgen RL, Lawton JW, Tiefenbacher KF. 2002.Baked starch foams:starch modifications and additives improves process parameters, structure, and properties. J Indcrop.16:69-79. Sjoqvist M, Boldizar A, Rigdahl M. 2010. Processing and water absorption behaviour of foamed potato starch. J Cell Plast. 1-22. Sorrentino A, Gorrasi G, Vittoria V. 2007.Review: Potential perpectives of bionanocomposite for food packaging application. Trends of Sci Techo. 18:84-95. doi:10.1016/j.tifs.2006.09.004. Souza AC, Benze R, Ferrao ES, Ditchfield C, Coelho ACV, Tadini CC. 2012. Cassava starch biodegradable films: Influence of glycerol and clay nanoparticles content on tensile and barrier properties and glass transition temperature. J Lwt. 46:110-117. doi:10.1016/j.lwt.2011.10.018. Srithongkham S, Vivitchanont L, Krongtaew C. 2012. Starch/cellulose biocomposites prepared by high-shear homogenization/ compression molding. J Mat Sci Eng. 2(4): 213-222. Srivansa PC, Ramesh MN, Tharanathan RN. 2007. Effect of plasticizer and fatty acid on mechanical and permeability characteristic of chitosan films. Food Hydrocolloids. 21:1113-1122. Suprapti ML. 2005. Tepung Tapioka: Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta (ID): Kanisius. Tajan M, Chaiwutthinan P, Leejrkpai T. 2008. Thermal and Mechanical Properties of wood-plastics composites from iron wood flour and recycled polyurethane foam. J Metals, Material and Mineral. 18(2):53-56. Triwuladari E, Prihastuti H, Haryono A, Susilo E. 2008. Synthesis and structure properties of rigid polyurethane foam from palm oil based polyol. J Sains Mat Indo. Edisi khusus Desember 2008:31-36. Vásconez MB. Florees SK, Campos CA, Alvarado J, Gerschenson LN. 2009. Antimicrobial activity and physical properties of chitosan–tapioca starch based edible films and coatings. J Food res. 42:762-769. doi:10.1016/j.foodres.2009.02.026.
46 Vercelheze AES, Fakhouri FM, Dall’Antonia LH, Urbano A, Youssef EY, Yamashita F, Mali S. 2012. Properties of baked foams based on cassava starch, sugarcane bagasse fibers, and montmorillonite. Carb Pol. 84:13021310. doi:10.1016/j.carbpol.2011.09.016. Wang P, Zhao J, Xuan R, Wang Y, Zou C, Zhang Z, Wan Y, Xu Y. 2014. Flexible and monolithic zinc oxide bionanocomposite foams by a bacterial cellulose mediated approach for antibacterial applications. Dalton Trans.43:6762-6768. doi: 10.1039/c3dt52858h. Warsiki E, Iriani ES, Swandaru R, 2012. Physical characteristics of microwave assisted moulded foam cassava starch-corn hominy. J Tek ki Indo. 10(2):108-115. Willet JL, Shorgen RL. 2002. Processing and properties of exruded starch/ polymer foams. J Pol. 43:5935-5947. Wittaya T. 2013. Influence of type and concentration of plasticizer on the properties of edible film from mung bean proteins. J KMITL Sci Tech. 13(1): 51-58. Xu Y, Hanna MA. 2005. Preparation and properties of biodegradable foam from starch acetate and poly(tertramethylene adipate-co-terephthalate). Carb Pol. 59:521-529. doi:10.1016/j.carbpol.2004.11.007. Xu YX, Dzenis Y, Hanna MA. 2005. Water solubility, thermal characteristics, and biodegrability of extruded starch acetate foams. J Indcrop.21:361-368. doi: 10.1016/j.indcrop.2004.05.004. Zou X, Qin T, Wang Y, Huang L, Han Y, Li Y. 2012. Synthesis and properties of polyurethane foams prepared from heavy oil modified by polyols with 4.4’-methylene-diphenylene isocyanate (MDI). J Bior Tech. 114:654-657. doi: 10.1016/j.biortech.2012.03.030.
47
LAMPIRAN 1. Hasil analisis statistik warna °hue foam dengan uji univariate Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. 1,473 5 12 ,269 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Nanopartikel seng oksida + EG + Nanopartikel seng oksida * EG Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Source Squares df Mean Square a Corrected Model 51,893 5 10,379 Intercept 150588,891 1 150588,891 Nanopartikel seng 48,511 2 24,255 oksida EG ,207 1 ,207 Nanopartikel seng 3,176 2 1,588 oksida * EG Error 31,814 12 2,651 Total 150672,598 18 Corrected Total 83,708 17 R Squared = ,620 (Adjusted R Squared = ,462)
F 3,915 56800,395
Sig. ,025 ,000
9,149
,004
,078
,785
,599
,565
Duncana,b Nanopartikel seng oksida 0% ZnO 2.0% ZnO 1.0% ZnO Sig.
Subset N 6
1 89,225
2
6
92,062
6
93,112 1,000
,286
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,651. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. Alpha =0,05
48 interaksi
a,b
Duncan
Interaksi Z0P5 Z0P0 Z2P0 Z2P5 Z1P0 Z1P5 Sig.
N
3 3 3 3 3 3
1 88,783 89,667
,519
Subset 2 89,667 91,877 92,247 92,533 ,068
3 91,877 92,247 92,533 93,690 ,230
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,651. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b. Alpha = ,05.
49 2. Hasil analisis statistik warna ΔE* foam dengan uji univariate Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. 4,775 5 12 ,012 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Nanopartikel seng oksida + EG + Nanopartikel seng oksida * EG Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Corrected 32,077a 5 6,415 ,746 Model Intercept 14286,738 1 14286,738 1660,973 Nanopartikel 30,265 2 15,132 1,759 seng oksida EG ,388 1 ,388 ,045 Nanopartikel seng oksida * 1,424 2 ,712 ,083 EG Error 103,217 12 8,601 Total 14422,032 18 Corrected Total 135,294 17 a. R Squared = ,237 (Adjusted R Squared = -,081) Duncana,b Nanoparti Subset kel seng oksida N 1 1.0% ZnO 6 26,915 2.0% ZnO 6 27,646 0% ZnO 6 29,957 Sig. ,112 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 8,601. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. Alpha = 0,05.
Sig. ,604 ,000 ,214 ,835 ,921
50 3. Hasil analisis statistik warna x foam dengan uji univariate Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. 2,441 5 12 ,095 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Nanopartikel seng oksida + EG + Nanopartikel seng oksida * EG Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum Source of Squares df a Corrected Model ,000 5 Intercept 2,399 1 Nanopartikel seng oksida ,000 2 EG 6,722E-10 1 Nanopartikel seng oksida 7,750E-6 2 * EG Error ,000 12 Total 2,399 18 Corrected Total ,001 17 a. R Squared = ,463 (Adjusted R Squared = ,239) Duncana,b Nanopartikel seng oksida 1.0% ZnO 2.0% ZnO 0% ZnO Sig.
N
1 6 6 6
Subset
Mean Square 5,107E-5 2,399 ,000 6,722E-10
F 2,070 97215,449 5,017 ,000
Sig. ,140 ,000 ,026 ,996
3,875E-6
,157
,856
2,468E-5
2
,362 ,363 ,370 ,899
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,468E-5. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. Alpha = 0,05.
51 4. Hasil analisis statistik warna y foam dengan uji univariate Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. 3,950 5 12 ,024 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Nanopartikel seng oksida + EG + Nanopartikel seng oksida * EG Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Squares 8,809E-5a 2,515 7,565E-5 1,964E-7
Source df Corrected Model 5 Intercept 1 Nanopartikel seng oksida 2 EG 1 Nanopartikel seng oksida * 1,225E-5 2 EG Error ,000 12 Total 2,516 18 Corrected Total ,000 17 a. R Squared = ,292 (Adjusted R Squared = -,003)
Mean Square 1,762E-5 2,515 3,782E-5 1,964E-7
,989 141224,835 2,124 ,011
Sig. ,464 ,000 ,162 ,918
6,124E-6
,344
,716
1,781E-5
Duncana,b Nanopartikel seng oksida 2.0% ZnO 1.0% ZnO 0% ZnO
Subset 1
N 6
,372
6
,373
6
,377
Sig.
,092
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,781E-5. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. c. Alpha = 0,05.
F
52 5. Hasil analisis statistik kadar air foam dengan uji univariate Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. 5,566 5 12 ,007 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Nanopartikel seng oksida + EG + Nanopartikel seng oksida * EG Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Source Squares Corrected Model 16,439a Intercept 769,813 Nanopartikel seng oksida 15,236 EG 1,152 Nanopartikel seng oksida * ,052 EG Error 28,450 Total 814,702 Corrected Total 44,889 a. R Squared = ,366 (Adjusted R Squared = ,102)
df 5 1 2 1
Mean Square F Sig. 3,288 1,387 ,296 769,813 324,707 ,000 7,618 3,213 ,076 1,152 ,486 ,499
2
,026
12 18 17
2,371
,011
Duncana,b Nanopartikel seng oksida 0% ZnO 1.0% ZnO 2.0% ZnO
N
1
Subset
6
5,7273
6
6,0657
6
Sig.
,710 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,371. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. Alpha = 0,05.
2 6,0657 7,8260 ,071
,989
53 6. Hasil analisis statistik daya serap air foam dengan uji univariate Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. 6,190 5 12 ,005 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Nanopartikel seng oksida + EG + Nanopartikel seng oksida * EG Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum Source of Squares Corrected Model 70,644a Intercept 56971,468 Nanopartikel seng oksida 36,317 EG 6,719 Nanopartikel seng oksida * EG 27,608 Error 72,787 Total 57114,899 Corrected Total 143,431 a. R Squared = ,493 (Adjusted R Squared = ,281)
df
5 1 2 1 2 12 18 17
Mean Square F Sig. 14,129 2,329 ,107 56971,468 9392,562 ,000 18,159 2,994 ,088 6,719 1,108 ,313 13,804 2,276 ,145 6,066
Duncana,b Nanopartikel seng oksida 1.0% ZnO 0% ZnO 2.0% ZnO
Subset N
1
2
6
54,4921
6
56,3150
6
Sig.
,224 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 6,066. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. Alpha = 0,05.
56,3150 57,9701 ,267
54 7. Hasil analisis statistik densitas foam dengan uji univariate Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. 5,568 5 12 ,007 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Nanopartikel seng oksida + EG + Nanopartikel seng oksida * EG Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Mean Source Squares df Square F a Corrected Model ,110 5 ,022 14,507 Intercept 1,377 1 1,377 906,993 Nanopartikel seng oksida ,020 2 ,010 6,739 EG ,001 1 ,001 ,665 Nanopartikel seng oksida * EG ,089 2 ,044 29,196 Error ,018 12 ,002 Total 1,505 18 Corrected Total ,128 17 a. R Squared = ,858 (Adjusted R Squared = ,799) Duncana,b Nanoparti Subset kel seng oksida N 1 2 0% ZnO 6 ,2291 2.0% ZnO 6 ,2960 1.0% ZnO 6 ,3045 Sig. 1,000 ,712 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,002. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. Alpha = 0,05.
Sig. ,000 ,000 ,011 ,431 ,000
55
Duncana,b
Interaksi Subset
interaksi N 1 2 Z2P5 3 ,2060 Z0P5 3 ,2152 Z1P0 3 ,2230 Z0P0 3 ,2431 Z1P5 3 ,3860 Z2P0 3 ,3860 Sig. ,301 ,999 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,002. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b. Alpha = ,05.
56 8. Hasil analisis statistik kuat tarik foam dengan uji univariate Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. ,434 5 12 ,817 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Nanopartikel seng oksida + EG + Nanopartikel seng oksida * EG Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Source Squares Corrected Model 536,274a Intercept 14816,664 Nanopartikel seng oksida 62,116 EG 213,211 Nanopartikel seng oksida * EG 260,947 Error 390,543 Total 15743,481 Corrected Total 926,817 a. R Squared = ,579 (Adjusted R Squared = ,403)
df 5 1 2 1 2 12 18 17
Mean Square F Sig. 107,255 3,296 ,042 14816,664 455,263 ,000 31,058 ,954 ,412 213,211 6,551 ,025 130,473 4,009 ,046 32,545
Duncana,b Nanopartikel seng oksida 0% ZnO 2.0% ZnO 1.0% ZnO
Subset 1
N 6
26,237
6
29,105
6
30,730
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 32,545. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. Alpha = 0,05.
,218
57 a,b
Duncan
Interaksi Subset
interaksi N 1 2 Z2P5 3 20,370 Z0P5 3 24,587 Z0P0 3 27,887 27,887 Z1P0 3 30,670 30,670 Z1P5 3 30,790 30,790 Z2P0 3 37,840 Sig. ,063 ,070 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 32,545. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b. Alpha = ,05.
58 9. Hasil analisis statistik kuat tekan foam dengan uji univariate Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. 2,684 5 12 ,075 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Nanopartikel seng oksida + EG + Nanopartikel seng oksida * EG Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Mean Source Squares Df Square F a Corrected Model 616,074 5 123,215 4,762 Intercept 5735,205 1 5735,205 221,676 Nanopartikel seng oksida 78,603 2 39,302 1,519 EG 347,249 1 347,249 13,422 Nanopartikel seng oksida * EG 190,222 2 95,111 3,676 Error 310,464 12 25,872 Total 6661,743 18 Corrected Total 926,538 17 a. R Squared = ,665 (Adjusted R Squared = ,525) Duncana,b Nanopartikel seng oksida 2.0% ZnO 1.0% ZnO 0% ZnO Sig.
Subset 1
N 6
15,333
6
17,767
6
20,450 ,123
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 25,872. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. Alpha = 0,05.
Sig. ,013 ,000 ,258 ,003 ,057
59 a,b
Duncan
Interaksi Subset 2
interaksi N 1 3 Z1P5 3 12,343 Z0P5 3 12,693 Z2P0 3 15,330 15,330 Z2P5 3 15,337 15,337 Z1P0 3 23,190 23,190 Z0P0 3 28,207 Sig. ,516 ,096 ,250 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 25,872. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b. Alpha = ,05.
60 10. Hasil analisis statistik aktivitas antimikroba terhadap Escherichia coli pada foam dengan uji univariate Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. 4,259 5 12 ,018 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + ZnONP + EG + ZnONP * EG Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Mean Source Squares Df Square Corrected Model ,476a 5 ,095 Intercept 1288,120 1 1288,120 Nanopartikel seng oksida ,464 2 ,232 EG ,002 1 ,002 Nanopartikel seng oksida * ,010 2 ,005 EG Error ,113 12 ,009 Total 1288,709 18 Corrected Total ,589 17 a. R Squared = ,808 (Adjusted R Squared = ,728) Duncana,b Subset 2
ZnONP N 1 3 2.0% ZnO 6 8,253 1.0% ZnO 6 8,480 0% ZnO 6 8,645 Sig. 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,009. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. Alpha = ,05.
F Sig. 10,097 ,001 136630,247 ,000 24,609 ,000 ,170 ,687 ,549
,592
61 11. Hasil analisis statistik aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus foam dengan uji univariate Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. 2,858 5 12 ,063 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + ZnONP + EG + ZnONP * EG Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Mean Source Squares df Square F Sig. a Corrected Model ,487 5 ,097 10,450 ,000 Intercept 1198,916 1 1198,916 128678,195 ,000 Nanopartikel seng oksida ,471 2 ,236 25,278 ,000 EG ,001 1 ,001 ,082 ,780 Nanopartikel seng oksida * EG ,015 2 ,008 ,806 ,470 Error ,112 12 ,009 Total 1199,515 18 Corrected Total ,599 17 a. R Squared = ,813 (Adjusted R Squared = ,735) Duncana,b Subset ZnONP N 1 2 2.0% ZnO 6 7,994 1.0% ZnO 6 8,110 0% ZnO 6 8,380 Sig. ,059 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,009. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. Alpha = ,05.
62 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 10 April 1990 sebagai anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Edy Djunaedy dan Ibu Nani Sumarni. Penulis memulai pendidikan tingkat dasar di SDN Majalengka Wetan III lulus pada tahun 2002, kemudian melanjutkan ke jenjang tingkat menengah pertama di SMPN I Majalengka lulus pada tahun 2005. Jenjang pendidikan menengah atas lulus tahun 2008 di SMAN I Majalengka. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2013 semester genap, Penulis melanjutkan program magister di Program Studi Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sebuah artikel yang berjudul “Sifat Fisik dan Aktivitas Antimikroba Kemasan Biodegradable Foam Tapioka dan Ampok Jagung dengan Penambahan Nanopartikel Zinc Oxide dan Etilen Glikol” sedang menunggu penerbitan di Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. Artikel lain yang berjudul “The Effects of Zinc Oxide Nanoparticles Incorporation on Functional Properties of Tapioca-Based Biodegradable Foams” akan dimasukkan pada Jurnal Polymer and Environment.