Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
PENGARUH PENAMBAHAN GEOTEKSTIL PADA UNIT SLOW SAND FILTER UNTUK MENGOLAH AIR SIAP MINUM Putu Rasindra Dini 1), Nurina Fitriani2), Wahyono Hadi3) 1) Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email:
[email protected] 2, 3) Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Pengolahan air minum yang masih menggunakan bahan kimia seperti koagulan (alum) dan desinfektan yang dapat membahayakan kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu adanya konsentrasi nitrogen dan fosfor yang cukup tinggi pada air baku yang menuntut proses pengolahan secara biologi. Kualitas air baku yang umumnya bersifat fluktuatif fungsi dari waktu, mengakibatkan lapisan schmutzdecke yang berfungsi untuk menguraikan pencemar-pencemar khususnya nitrogen dan fosfor dalam air baku tidak dapat tumbuh dengan optimal. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh adanya penambahan geotekstil terhadap kualitas air effluen unit Slow Sand Filter (SSF) terhadap parameter N total, P total, dan deterjen. Penelitian ini menggunakan flow rate 0,3 m3/m2/jam dan penambahan geotekstil. Persentase penyisihan unit SSF untuk parameter N total antara unit SSF dan unit SSF dengan penambahan geotekstil (SSFG) masing-masing sebesar 64,92% dan 70,85%. Parameter P total antara unit SSF dan unit SSF dengan penambahan geotekstil (SSFG) masing-masing sebesar 35,30% dan 35,64%. Parameter deterjen antara unit SSF dan unit SSF dengan penambahan geotekstil (SSFG) masing-masing sebesar 38,82% dan 60,74%. Penambahan media geotekstil tidak terlalu berpengaruh terhadap penyisihan N total, P total, dan deterjen. Kata kunci: Deterjen, Geotekstil, N total, P total, Slow Sand Filter.
PENDAHULUAN Air baku yang ada pada saat ini tidak memenuhi syarat sebagai air baku air minum karena umumnya mengandung limbah industri, rumah tangga, dan pertanian sehingga konsentrasi nitrogen, fosfat, kadar organik, detergen, termasuk pestisida cukup tinggi. Zat organik tidak dapat dipisahkan atau diolah hanya dengan penambahan koagulan seperti (Al2(SO4)3.14H2O) sehingga zat organik ini akan tetap ada di air hasil pengolahan. Pada saat air tersebut diklorinasi untuk mematikan bakteri, zat organik akan bersenyawa dengan klor membentuk senyawa THM’s (Tri Halo Methanes) yang bersifat karsinogenik yang membahayakan kesehatan. Selain itu untuk sisa koagulan (sisa alum) proses penjernihan akan selalu terbawa oleh air hasil pengolahan tanpa tersaring oleh filter. Pengurangan sisa alum dapat dilakukan dengan pengolahan lanjutan. Terlebih lagi saat musim hujan dengan kekeruhan air baku yang cukup tinggi, hal ini menyebabkan kebutuhan koagulan semakin banyak dan pengolahan air menjadi semakin mahal. Mengatasi permasalahan tersebut diperlukan pengolahan tanpa bahan kimia yaitu dengan saringan pasir lambat atau Slow Sand Filter (SSF). Pasir halus digunakan sebagai filter dengan filtration rate yang rendah untuk menurunkan kekeruhan dengan proses fisik atau biologi (Ainsworth, 1997). Unit ini merupakan rangkaian proses pengolahan yang efektif ISBN : 978-602-97491-7-5 D-9-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
untuk mengatasi permasalahan di atas. Hal ini dikarenakan mekanisme pengolahannya melalui lapisan schmutzdecke yang terdiri dari lumpur alluvial, limbah organik, bakteri, alga, dan senyawa-senyawa biologi aktif di permukaan media filter pasir lambat dan tidak menggunakan bahan kimia (Campos, 2002). Selain itu SSF juga memiliki prinsip pengolahan kombinasi antara fisik (penyaringan dan sedimentasi) dan biologi (Huisman, 1974) sehingga diharapkan dengan adanya kombinasi pengolahan ini maka SSF mampu menurunkan pencemar dalam air baku. Kualitas air baku yang umumnya bersifat fluktuatif mengakibatkan lapisan schmutzdecke yang berfungsi untuk menguraikan pencemar-pencemar dalam air baku tidak dapat tumbuh dengan optimal sehingga proses filtrasi tidak berjalan dengan maksimal. Oleh karena itu dibutuhkan suatu media yang dapat membantu kinerja SSF dalam mengolah air. Media tersebut adalah geotekstil. Geotekstil memiliki struktur permukaan yang hampir sama seperti struktur permukaan filter pasir demikian pula dengan pori-pori pada geotekstil sehingga dengan adanya kesamaan ini maka diharapkan bakteri bisa tumbuh menempel pada geotekstil tersebut. Schmutzdecke ini dapat menghilangkan bahan-bahan organik, mengubah senyawa-senyawa organik sintetik dan membasmi patogen, memproduksi mikrobiologi yang aman untuk air minum. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh adanya penambahan geotekstil terhadap kualitas air effluent unit Slow Sand Filter (SSF) terhadap parameter N total, P total, dan deterjen. METODE Unit SSF memiliki dimensi panjang dan lebar masing-masing 60 cm dan ketinggian 60 cm. Pasir yang digunakan sebagai media memiliki diameter 0,15-0,35 mm dan kecepatan pengaliran (flow rate) yang digunakan sebesar 0,3 m3/m2.jam. Ukuran media dan flow rate yang digunakan sesuai dengan kriteria desain yakni masing-masing sebesar 0,15-0,35 mm dan 0,1-0,4 m3/m2.jam (Huisman, 1974). Pada penelitian ini menggunakan penambahan media geotekstil yang berjenis non woven dan memiliki ketebalan 1 cm. Penggunaan geotekstil dengan jenis non woven cukup efektif untuk mengolah air limbah secara biologis, karena mikroorganisme dapat hidup dengan cara menempel pada lapisan tersebut (Yaman, 2003). Selain itu penggunaan geotekstil ini dapat membantu kinerja unit SSF dalam menurunkan kekeruhan. Air baku yang digunakan adalah outlet unit prasedimentasi IPAM PDAM Ngagel I. Analisis parameter pencemar dilakukan di laboratorium Teknik Lingkungan ITS. Pengambilan sampel dilakukan kontinyu pada pagi hari. Sampel yang digunakan adalah sampel air baku pada inlet SSF dan outlet SSF. Perlakuan terhadap variasi dilakukan dua kali operasi. Lama pengambilan sampel adalah 15 hari untuk masing-masing operasi. Penelitian dilaksanaan pada saat musim hujan sehingga air sungai memiliki kekeruhan yang cukup tinggi yakni mencapai 259 NTU. Karakteristik air baku yang memasuki unit SSF memiliki konsentrasi N total antara 0,11-0,80 mg/L, konsentrasi P total antara 0,67-1,58 mg/L, dan konsentrasi deterjen 0,37-1,32 mg/L. Adanya sumur pengumpul (intake) dan unit prasedimentasi tidak banyak menurunkan kekeruhan. Oleh karena itu perlu adanya penambahan pengolahan pendahuluan sebelum memasuki unit SSF, karena pada unit SSF akan berjalan optimal apabila kekeruhan air baku maksimal yaitu 50 NTU (Huisman, 1974). Pada penelitian ini dilakukan pengolahan pendahuluan yang digunakan adalah unit Roughing Filter (RF). Penggunaan RF menjadi pengolahan pendahuluan dengan kekeruhan tinggi sebelum masuk SSF (Jayalath dan Padmasari, 1996). Unit RF yang digunakan jenis Vertical Roughing Filter 4 seri dengan aliran downflow, memiliki dimensi panjang dan lebar masingISBN : 978-602-97491-7-5 D-9-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
masing sebesar 30 cm dan kedalaman media 50 cm. Ukuran media kerikil yang digunakan 1,5-2,5 cm. Parameter yang dianalisis adalah N total, P total, dan deterjen. Reaktor yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Media pasir kali diameter 0,15-0,3 cm 60 cm
100 cm
Freeboard
Media penyangga
10 cm
Outlet
60 cm
60
cm
Gambar 1 Reaktor Slow Sand Filter (SSF)
Gambar 2 Reaktor Slow Sand Filter dengan geotekstil (SSFG)
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian berlangsung selama 30 hari dimana didahului dengan proses aklimatisasi yang berlangsung selama 14 hari. Hasil analisis menunjukkan karakteristik air baku yang memasuki unit SSF memiliki konsentrasi N total antara 0,11-0,80 mg/L, konsentrasi P total antara 0,67-1,58 mg/L, dan konsentrasi deterjen 0,37-1,32 mg/L. Pada umumnya karakteristik air baku bersifat fluktuatif karena pada saat penelitian ini adalah musim penghujan.
ISBN : 978-602-97491-7-5 D-9-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Pengambilan sampel dan analisis N total, P total, dan deterjen dilakukan dari hari pertama unit SSF beroperasi hingga hari ke-15. Konsentrasi penyisihan N total, P total, dan deterjen serta persentase efisiensi penurunan dari unit SSF dengan geotekstil disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan Pencemar Pada Unit SSF dan SSF dengan Geotekstil
No. 1. 2. 3.
Konsentrasi (mg/L) SSF SSF+Geo 0,005-0,36 0,005-0,35 0,25-1,37 0,34-1,46 0,12-1,00 0,05-0,73
Parameter N total P total Deterjen
Efisiensi rata-rata (%) SSF SSF+Geo 64,92 70,85 35,30 35,64 38,82 60,74
Efisiensi penyisihan N total, P total, dan deterjen pada unit SSF dan SSF dengan geotekstil dapat dilihat masing-masing pada Gambar 1 sampai dengan Gambar 3
Efisiensi (%)
Efisiensi Penyisihan N Total 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
SSF SSF+Geo 0
5
10
15
Hari ke‐
Gambar 1 Efisiensi Penyisihan N Total
Efisiensi Penyisihan P Total Efisiensi (%)
100.00 80.00 60.00 40.00
SSF
20.00
SSF+Geo
0.00 0
5
10
15
Hari ke‐
Gambar 2 Efisiensi Penyisihan P Total
ISBN : 978-602-97491-7-5 D-9-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Efisiensi Penyisihan Deterjen Efisiensi (%)
100.00 80.00 60.00 40.00
SSF
20.00
SSF+Geo
0.00 0
5
10
15
Hari ke‐
Gambar 3 Efisiensi penyisihan deterjen
Penurunan konsentrasi N total, P total, dan deterjen pada unit SSF disebabkan adanya proses biologi dan kimia. Pada proses biologi unit ini memiliki lapisan schmutzdecke yang merupakan suatu lapisan yang terdiri dari lumpur alluvial, limbah organik, bakteri, alga, dan senyawa-senyawa biologi aktif yang tumbuh di permukaan media pasir (Campos, 2002). Lapisan ini memiliki peran yang cukup besar dalam menyisihkan pencemar karena adanya matriks yang terbentuk dari hasil ekskresi mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang pada media. Adanya mikroorganisme yang telah tumbuh pada butiran media ikut berperan dalam menurunkan beberapa pencemar dalam air meskipun lapisan schmutzdecke belum terbentuk (Hamdani,2005). Hal inilah yang menyebabkan dari awal operasi efisiensi penurunan pencemar pada Slow Sand Filter (SSF) sangat besar. Hal inilah yang menyebabkan dari awal operasi efisiensi penurunan pencemar pada Slow Sand Filter (SSF) sangat besar namun beberapa parameter pencemar seperti N total, P total, dan deterjen relatif kurang dari 50%. Selain proses biologi, pada unit ini juga berlangsung proses kimia yaitu proses adsorpsi. Proses adsorpsi merupakan suatu proses dimana terjadi pengurangan aprtikel yang lebih kecil dan partikel tersuspensi seperti partikel koloid dan partikel terlarut (Huisman, 1974). Penurunan konsentrasi N total, P total, dan deterjen pada SSF dengan geotekstil selain peran lapisan schmutzdecke juga peran penambahan geotekstil. Serat-serat pada geotekstil yang berupa polimer hidrofobik, yang menyebabkan mikroorganisme dapat melekat pada permukaan yang tidak terlalu rata. Oleh karena itu, terbentuk matrik yang berupa lendir mengisi ruang-ruang antar serat geotekstil. Suplai air yang kontinyu menyebabkan semakin tebalnya lapisan biofilm yang terbentuk sehingga menyebabkan pori-pori media tersumbat dan meningkatkan produk-produk dekomposisi. Selain itu, semakin tebalnya lapisan biofilm menyebabkan luas permukaan yang tersedia untuk transfer massa seperti substrat atau oksigen ke dalam biofilm semakin berkurang (Yaman, 2003). Biofilm terdiri dari mikroorganisme dan partikulat yang saling berkaitan dan membentuk matrik dari hasil ekstraseluler (Perry dan Stanley, 1997). Semakin meningkatnya biomassa maka semakin mengurangi area kontak air baku dan biofilm sehingga dapat mengurangi transfer massa dan efisiensi pengolahan. Hal ini salah satu penyebab terjadinya clogging. Geotekstil yang terbuat dari PET ataupun PP bersifat hidrofobik sehingga partikel tersuspensi yang terbawa pada air baku dapat menjebak mikroorganisme dimana matrik yang terbentuk antar serat-serat geotekstil dipengaruhi oleh variasi ukuran pori (Yaman, 2003). ISBN : 978-602-97491-7-5 D-9-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan unit SSF untuk mengolah air baku denga karakteristik konsentrasi N total antara 0,11-0,80 mg/L, konsentrasi P total antara 0,67-1,58 mg/L, dan konsentrasi deterjen 0,37-1,32 mg/L, menghasilkan Persentase penyisihan unit SSF untuk parameter N total antara unit SSF dan unit SSF dengan penambahan geotekstil (SSFG) masing-masing sebesar 64,92% dan 70,85%. Parameter P total antara unit SSF dan unit SSF dengan penambahan geotekstil (SSFG) masing-masing sebesar 35,30% dan 35,64%. Parameter deterjen antara unit SSF dan unit SSF dengan penambahan geotekstil (SSFG) masing-masing sebesar 38,82% dan 60,74%. Penambahan media geotekstil tidak terlalu berpengaruh terhadap penyisihan N total, P total, dan deterjen. Dari hasil penelitian yang dilakukan, saran yang penulis berikan yaitu penggunaan geotekstil dapat digunkan menjadi media yang optimal pada SSF. DAFTAR PUSTAKA Ainsworth. (1997). Water Treatment Processes and Practices. T Hall (Editor). Wiltshire: WRC Swinden. Campos, L. C. (2002). Thesis: Modelling and Simulation of the Biological and Physical Processes of Slow Sand Filter. University of London, London. Hamdani, R. M. (2005). Studi Penurunan Nilai Permanganat (PV), Kekeruhan dan Coliform terhadap Air PDAM dengan Menggunakan Reaktor Komunal Upflow Slow Sand Filter Media Tunggal. Undergraduate Final Project. Department of Environmental Engineering, ITS. Surabaya. Huisman, L. dan Wood, W. E. (1974). Slow sandfiltration. Geneva,WHO. Jayalath, J. M. J. C. dan Padmasiri, J. P. (1996). Gravity roughing filter for pre-treatment. Reaching the unreached: challenges for the 21st century. Perry J. J. and Staley J. T. (1997). Microbiology: Dynamic and Diversity. Yaman, C. (2003).Geotextile as Biofilm Filters in Wastewater Treatment. Thesis of Doctor of Philosophy. United State: Drexel University.
ISBN : 978-602-97491-7-5 D-9-6