Pengaruh Pembinaan Kepala Sekolah……..(Ni Ketut Rohani)
PENGARUH PEMBINAAN KEPALA SEKOLAH DAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA GURU SLTP NEGERI DI KOTA SURABAYA Ni Ketut Rohani* Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembinaan kepala sekolah menurut persepsi guru dan kompensasi terhadap kinerja guru SLTPN di Kota Surabaya baik secara bersama-sama maupun secara parsial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut 175 guru yang menjadi sampel, pembinaan kepala sekolah menurut persepsi guru termasuk baik (rata-rata nilai 3.39 dari maksimal nilai 5), kompensasi termasuk baik (rata-rata nilai 3.41 dari maksimal nilai 5), kinerja guru termasuk baik (rata-rata nilai 3.39 dari maksimal nilai 5). Pembinaan kepala sekolah menurut persepsi guru dan kompensasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru (F =121.085; R = 0.585; df = 2.17; p < 0.05). Abstract: The aim of this research is to find out the influence of the headmaster’s guidance according to the teachers' perception, and the compensation received on the teacher’s performance of State Junior High Schools in Surabaya. The result indicates that according to 175 teachers regarded as the sample, the headmaster’s guidance according to teacher’s perception is good (mean 3.39 out of 5), the compensation is good (mean 3.41) and the teacher’s performance is good (mean 3.39). Furthermore, the guidance performed by the headmaster and the compensation significantly affect the teachers’ performance (F =121.085; R = 0.585; df = 2.17; p < 0.05). Kata Kunci: pembinaan kepala sekolah, kompensasi dan kinerja guru Dewasa ini mutu pendidikan belum bisa mencapai kualitas yang baik, bahkan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) A. Malik Fadjar mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia (Kompas, 5 September 2001). Sumber utama yang diduga menjadi penyebabnya adalah kurangnya kualitas guru dalam melaksanakan tugas (Raka Joni, 1991). Kualitas guru tercermin pada kinerja profesionalnya sebagai guru. Kinerja guru merupakan variabel yang fluktuatif, eksistensinya dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya pembinaan kepala sekolah (Zahera, 1998: 118), dan pemberian kompensasi (Handoko, 1998). Intensitas dan kualitas pembinaan kepala sekolah kepada guru bergantung pada kemampuan kepala sekolah dalam menjalankan fungsinya sebagai supervisor, selain sebagai administrator dan motivator (Dirjen Dikdasmen, 2000: 15) Secara kasuistis berdasarkan pengamatan, kinerja guru di beberapa SLTPN Kota Surabaya terlihat masih memprihatinkan. Pembinaan kepala sekolah kepada guru juga terlihat kurang maksimal, pemberian kompensasi kepada guru pun juga masih jauh dari harapan, baik kompensasi finansial maupun non finansial. Namun di beberapa sekolah lain, terutama yang tergolong SLTPN kelompok peraih Nilai Ebta Murni tinggi, kinerja guru-gurunya cukup menyakinkan *Kepala Sekolah SMPN 25 Surabaya 71
Pengaruh Pembinaan Kepala Sekolah……..(Ni Ketut Rohani) Upaya pembinaan kepala sekolahnya pun juga terlihat dilakukan secara maksimal, kompensasi guru juga cukup diperhatikan. Oleh karena itu muncul pemikiran bahwa pembinaan kepala sekolah, dan kompensasi berpengaruh terhadap kinerja guru. Atas dasar pemikiran itu, maka peneliti tertarik untuk menguji kerangka berpikir tersebut melalui pengujian hipotesis. Untuk itulah penelitian ini dilakukan. Upaya kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja guru tidak lepas dari fungsi dan peranan kepala sekolah sebagai: edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan sebagai motivator (EMASLIM). Pembinaan guru sering diistilahkan dengan supervisi. Menurut Sergiovanni (Bondi & Wiles, 1986: 9) memberikan batasan supervisi: “…is considered the province of those responsible for instructional improvement. While we hold this view, we add to this instructional emphasis responsibility for all school goals which are achieved through or dependent upon the human organization of the school”. Berdasarkan pendapat tersebut pencapaian tujuan sekolah bergantung pada pengorganisasian masyarakat sekolah. Salah satu bagian dari masyarakat sekolah adalah guru. Oleh karena itu supervisi menjadi salah satu kegiatan pimpinan organisasi sekolah (kepala sekolah) dalam meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembelajaran. Pengertian supervisi juga dikemukakan oleh Neagley (Pidarta, 1992: 2), yaitu setiap layanan kepada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan instruksional, belajar dan kurikulum dikatakan supervisi. Kurikulum 1994 memberikan batasan tentang supervisi adalah bantuan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang baik (Boediono, 1994 B: 3). Pidarta (1992: 4) mengemukakan bahwa pengertian supervisi meliputi tiga unsur, yaitu: a) unsur proses pengarahan, b) unsur bantuan atau pertolongan dari pihak atasan atau pihak yang lebih memahami, dan c) unsur guru-guru dan personalia sekolah lainnya yang berhubungan langsung dengan belajar para siswa sebagai pihak yang diberi pertolongan, unsur proses belajar mengajar sebagai obyek yang diperbaiki. Sucipto & Mukti (Zahera, 1998: 118) menyatakan bahwa, pembinaan kepala sekolah sebagai supervisor kepada guru-guru adalah membantu dalam pengembangan kurikulum, pengorganisasian pengajaran, pemenuhan fasilitas belajar. Produktivitas akan meningkat jika guru-guru mendapatkan pembinaan yang baik dan memiliki etos kerja yang kuat. Sardjonopriyo (1992: 3) mengatakan bahwa, supervisi dapat didefinisikan sebagai usaha untuk mendorong, mengkoordinasikan, dan membimbing perkembangan guru baik secara perseorangan maupun secara kolektif agar mereka mendapatkan pengertian yang lebih baik dan secara efektif melaksanakan semua fungsi-fungsi mengajar sehingga mereka lebih dimungkinkan untuk mendorong dan membimbing perkembangan siswa. Berdasarkan uraian pengertian pembinaan guru/supervisi di atas, pada haki-katnya pengertian pembinan guru/supervisi adalah serangkaian bantuan yang berwujud layanan profesional yang diberikan oleh orang yang lebih ahli (kepala sekolah, pengawas, ahli lainnya) kepada guru dengan maksud agar dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, sehingga tujuan pendidikan yang direncanakan dapat tercapai. Sardjonopriyo (1992: 3-4) mengatakan bahwa, supervisi dibutuhkan di sekolah menengah karena : a) Adanya pertumbuhan yang pesat dari sekolah-sekolah menengah dan meningkatnya jumlah murid-muridnya, sehingga menyebabkan timbulnya masalah-masalah pengajaran, yang mana membutuhkan adanya program supervisi yang baik. b) Guru-guru sekolah menengah hanya terbatas dari lulusan sekolah pendidikan guru yang secara terbatas dipersiapkan dalam hal mengajar. Oleh karena itu, bagi mereka dibutuhkan pembinaan yang baik. c) Adanya perubahan metode-metode mengajar yang lebih menekankan perbedaan-perbedaan individual, hal ini menuntut adanya pembinaan bagi guru yang pada umumnya kurang pengalaman dalam menggunakan metode-metode yang baru. 72
Pengaruh Pembinaan Kepala Sekolah……..(Ni Ketut Rohani) Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa banyak masalah yang dihadapi para guru di sekolah menengah antara lain: masalah pengajaran, masalah kesiswaan dan sebagainya. Maka para supervisor yang merupakan pimpinan di suatu lembaga pendidikan harus menyusun suatu program peningkatan kualitas guru melalui pembinaan. Salah satu tugas dari kepala sekolah di suatu lembaga pendidikan sekolah menengah adalah sebagai supervisor yang harus bertanggung jawab pada penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dan peningkatan hasilnya. Tugas utama profesi keguruan adalah melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Profesi guru berhubungan dengan anak didik yang secara alami mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketekunan yang tinggi. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat. Oleh karena itu guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan serta mutu layanannya. Jabatan guru melibatkan kegiatan mengajar yang merupakan upaya-upaya yang sangat didominasi kegiatan intelektual. Kemapuan mengajar adalah kemapuan esensial yang harus dimiliki oleh guru, karena tugas guru yang utama adalah mengajar. Pidarta (1992: 209) mengemukakan metode yang dipakai dalam melaksanakan supervisi dinamakan teknik supervisi yang dapat berupa teknik individual apabila melaksanakan supervisi terhadap perseorangan dan teknik kelompok apabila melakukan supervisi terhadap sekelompok guru. Teknik super-visi yang dapat dipakai oleh supervisor menurut Pidarta (1992 : 210) meliputi: “...observasi kelas, pertemuan formal, pertemuan informal, rapat guru, kunjungan kelas, supervisi sebaya, supervisi dengan mengunjungi sekolah lain, dan supervisi melalui pertemuan-pertemuan pendidikan.” Berdasarkan uraian beberapa teknik supervisi dari berbagai sumber maka dapat dipahami, bahwa berbagai teknik supervisi dapat dimanfaatkan bagi para pembina guru, termasuk Kepala Sekolah, dalam melaksanakan pembinaan kemampuan mengajar. Sehingga, dapat menentukan teknik supervisi yang dipergunakan adalah yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan yang akan disupervisi. Sebab tidak ada teknik supervisi yang paling baik. Handoko (1998) mengemukakan bahwa: “....kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima pegawai (guru) sebagai balas jasa atas kerja mereka, dan merupakan salah satu cara meningkatkan kinerja mereka. Motivasi dan kepuasan kerja pegawai (guru) didapatkan melalui kompensasi”. Berdasarkan pendapat tersebut jelaslah bahwa kompensasi dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja guru. Simamora (1997) mengemukakan bahwa kompensasi merupakan apa yang diterima oleh pegawai (guru) sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi. Dessler (Dharma, 1995) mengemukakan bahwa kompensasi meliputi kembalian-kembalian finansial dan jasa-jasa yang diterima oleh para pegawai (guru) sebagai bagian dari hubungan kekepalasekolahan. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, jelas bahwa kompensasi pada prinsipnya merupakan: 1) bentuk imbalan dari hubungan guru dengan pihak manajemen dan 2) bentuk imbalan dapat berupa kompensasi finansial (gaji) maupun nonfinansial (ganjaran, jasa-jasa, dan pujian). Pembagian kompensasi yang digunakan dalam studi ini mengacu pada pendapat Mondy & Noe (1993: 374) yang mengemukakan bahwa kompensasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Kompensasi finansial ada yang bersifat langsung (direct financial compensation), dan tak langsung (indirect financial compensation). Kompensasi finansial langsung terdiri dari gaji, upah, bonus, dan komisi. Kompensasi finansial tak langsung dikenal dengan tunjangan, yakni segala tambahan pendapatan di luar kompensasi finansial langsung. Kompensasi nonfinansial terdiri dari kepuasan yang diterima pegawai (guru) dari pekerjaannya itu sendiri atau dari lingkungan pisik dan atau psikologis di tempat seorang pegawai tersebut bekerja. Kinerja diartikan sebagai tingkah laku ketrampilan atau kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu kegiatan (As’ad, 2001: 47). Dari batasan ini jelaslah bahwa kinerja adalah 73
Pengaruh Pembinaan Kepala Sekolah……..(Ni Ketut Rohani) kesuksesan seseorang dalam melakukan peker-jaannya menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Di dalam situasi kerja bisa terjadi perbedaan kinerja seseorang dengan orang lain. Lebih lanjut Maier (As’ad, 2001: 48) mengatakan “...perbedaan kinerja orang tersebut terjadi karena perbedaan karakteristik dari seseorang seperti perbedaan kemampuan”. Simamora (1997) mengemukakan “...kinerja pegawai adalah tingkatan dimana para pegawai mampu mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Untuk menilai kinerja seseorang perlu dilakukan penilaian kinerja. Lebih lanjut dikatakan: “...penilaian kinerja para pegawai merupakan bagian penting dari seluruh proses kekaryaan pegawai yang bersangkutan”. Pentingnya penilaian kinerja yang rasional dan diterapkan secara objektif terlihat pada paling sedikit dua kepentingan, yaitu kepentingan pegawai yang bersangkutan sendiri dan kepen-tingan organisasi. Gomes (1997) mengemukakan bahwa dilihat dari titik acuan penilaiannya, terdapat tiga tipe kriteria penilaian kinerja yakni: 1. Penilaian kinerja berdasarkan hasil (result-based performance appraisal/ evaluation). Tipe kriteria kinerja ini berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau mengukur hasil-hasil akhir (end results). 2. Penilaian kinerja berdasarkan perilaku (behavior-based performance appraisal/evaluation). Tipe kriteria kinerja ini mengukur sarana (means), pencapaian sasaran (goals), dan bukannya hasil akhir (end results). 3. Penilaian kinerja berdasarkan judment (judment-based performance appraisal/evaluation). Ini merupakan tipe kriteria kinerja yang menilai dan mengevaluasi kinerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik yakni: a. Quantity of work; jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan. b. Quality of work; kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. c. Job knowledge; luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. d. Creativeness; keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. e. Cooperation; kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi). f. Dependability; kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja. g. Initiative; semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya. h. Personal qualities; menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi. Berdasarkan beberapa pendapat sebagaimana dikemukakan di muka, maka dalam penelitian ini indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja adalah: 1) Kualitas pekerjaan. 2) Kuantitas pekerjaan. 3) Ketepatan waktu. Kinerja guru dapat kita lihat dalam kegiatan proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses dalam pengertiannya di sini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang satu sama lainnya saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Termasuk komponen pembelajaran antara lain menyusun : program pengajaran, termasuk merumuskan tujuan, memilih materi pelajaran, metode mengajar, alat peraga, dan evaluasi sebagai alat ukur tercapai-tidaknya tujuan. Semuanya ini saling berkaitan yang dapat digambarkan dalam uraian berikut. Terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran (Usman, 2001: 18), yakni: 1) Menyusun program pengajaran, termasuk merumuskan tujuan 74
Pengaruh Pembinaan Kepala Sekolah……..(Ni Ketut Rohani) 2) 3)
Menentukan materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan tersebut. Menentukan alat peraga /media pengajaran yang dapat digunakan untuk memperjelas dan mempermudah penerimaan materi pelajaran oleh siswa serta dapat menunjang tercapainya tujuan tersebut. 4) Memilih dan menggunakan metode belajar yang tepat 5) Menentukan alat evaluasi yang dapat mengukur tercapai-tidaknya tujuan yang hasilnya dapat dijadikan sebagai feedback bagi guru dalam meningkatkan kualitas mengajarnya maupun kuantitas belajar siswa. Evaluasi ini menurut Gronlund (1973: 21) adalah ”…its process of determining the extent to which instructional objectives are achieved by pupils”. Evaluasi merupakan proses penentuan pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dikuasai siswa. Atas dasar lima tahapan dalam proses pembelajaran itulah, maka guru dituntut untuk minimal menguasai 5 kompetensi, yakni: 1) kompetensi dalam menyusun rencana pengajaran (RP), termasuk merumuskan tujuan; 2) kompetensi dalam menguasai materi pelajaran; 3) kompetensi dalam memilih dan menggunakan alat peraga; 4) kompetensi dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran; 5) kompetensi dalam menyusun dan melaksanakan evaluasi keberhasilan belajar. Kelima kompetensi minimal inilah yang hendak diukur dalam mengetahui kinerja guru. Salah satu tugas dari kepala sekolah adalah sebagai supervisor yang bertanggung jawab pada pelaksanaan pembinaan terhadap guru-guru atau staf lainnya. Kepala sekolah sebagai supervisor memiliki kompetensi di antaranya meliputi kegiatan: mengembangkan kurikulum, mengorganisasikan pengajaran, menyiapkan staf pengajar, menyiapkan fasilitas belajar, menyiapkan bahan-bahan pelajaran, menyelenggarakan penataran guru, membina anggota staf pengajar, mengkoordinasi layanan terhadap siswa, mengembangkan hubungan dengan masyarakat, dan memulai pengajaran. Dengan memiliki kompetensi tersebut maka kepala sekolah dapat melakukan tugas supervisi kepada guru setiap hari kerja di sekolah, baik secara kolektif maupun individual. Kepala sekolah yang efektif memfokuskan tindakan-tindakannya pada penetapan tujuan sekolah, mende-finisikan tujuan sekolah, memberikan sumber-sumber yang diperlukan untuk terjadinya belajar. Selain itu, tindakan kepala seko-lah juga untuk mensupervisi, mengevalusi guru, mengkoordinasi program pe-ngembangan staf dan menciptakan hubungan yang kondusif dengan guru. Berdasarkan uraian tentang kompetensi yang dimiliki oleh supervisor dan hubungan upaya kepala sekolah melalui pembinaan dengan kinerja guru, maka dapat dipahami bahwa ada hubungan yang positif antara upaya kepala sekolah melakukan pembinaan kemampuan mengajar guru dengan kinerja guru. Hal ini sangat dimungkinkan karena kepala sekolah bertanggung jawab atas keberhasilan pendidikan di sekolahnya sehingga guru perlu mendapatkan keteladanan dari kepala sekolahnya sehingga guru memiliki kinerja yang baik. Pembinaan saja tidak cukup untuk meningkatkan kinerja guru, khususnya dalam proses pembelajaran di kelas. Terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja guru, yakni tingkat pemberian kompensasi, baik berupa finansial maupun nonfinansial yang diterimakan kepada guru karena tugas dan pekerjaannya. Hasil-hasil penelitian dan fakta empiris di lapangan cukup kuat untuk dikemukakan, bahwa kompensasi berpengaruh terhadap kinerja guru. Berdasarkan paradigma penelitian di atas, maka hipotesis kerja (Ha) yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Ada pengaruh positif signifikan pembinaan Kepala Sekolah menurut persepsi guru (X1) dan kompensasi (X2) secara bersama-sama terhadap kinerja guru SLTPN Kota Surabaya (Y). (2) Ada pengaruh positif signifikan pembinaan Kepala Sekolah menurut persepsi guru secara parsial terhadap kinerja guru SLTPN Kota Surabaya (Y). (3) Ada pengaruh positif signifikan pemberian kompensasi secara parsial terhadap kinerja guru SLTPN Kota Surabaya (Y).
75
Pengaruh Pembinaan Kepala Sekolah……..(Ni Ketut Rohani)
Metode Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan eksplanasi dengan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh guru tetap (negeri) di SLTPN Kota Surabaya yang sudah mempunyai masa kerja 5 tahun atau lebih, jumlahnya 2.050 orang dan berasal dari 40 SLTPN. Sampel sekolah dari 40 SLTPN diambil sebanyak 6 sekolah yang dilakukan secara stratified random sampling, artinya pengambilan 6 sekolah tersebut dilakukan secara acak pada setiap peringkat rata-rata NEM yang diperoleh tahun 2001/2002. Pada rata-rata peringkat NEM “tinggi” diambil 2 sekolah yang setelah diundi diwakili oleh SLTPN 1 dan SLTPN 25. Pada ratarata NEM “sedang” juga diambil 2 SLTPN yang setelah diundi jatuh pada SLTPN 10 dan SLTPN 24. Sedangkan untuk sekolah yang rata-rata NEM tergolong “rendah” juga diambil 2 sekolah yang setelah diundi jatuh pada SLTPN 21 dan SLTPN 40. Jumlah guru pada keenam SLTPN tersebut 320 orang. Sampel yang representatif didapatkan dengan menggunakan tabel pengambilan sampel yang dibuat oleh Krejcie, dan Morgan, D.W (Isaac & Michael, 1983: 194). Pada tabel tersebut untuk sub populasi 320 dengan taraf signifikansi 95% besarnya sampel 175. Untuk menentukan sampel 175 guru di setiap sekolah dari 320 guru yang ada digunakan Teknik proportional random sampling. Data primer dikumpulkan dengan skala inventori yang dikembangkan dari Likert. Data sekunder diperoleh dari wawancara dan observasi. Analisis data untuk menguji hipotesis dilakukan dengan regresi linier berganda dan korelasi parsial.
Hasil dan Pembahasan 1. Hasil penelitian Hasil analisis data dapat dibaca pada tabel 1 berikut. Tabel 1 : Hasil Analisis Regresi dan Korelasi Parsial t Sig Variabel B r2 0.410 0.420 6.099 0.000 Persepsi Guru tentang Pembinaan Ka. Sek. (X1) Kompensasi Guru (X2) 0.404 0.410 5.942 0.000 Constanta = 20.668 α = 0.05 Multiple R = 0.765 R Square = 0.585 F = 121.085 p < 0.01
Keputusan Ho Ditolak Ho Ditolak
Berdasarkan Tabel 1, dengan menggunakan stepwise diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 Y = 20.668 + 0.420 X1 + 0.410 X2 Keterangan: Y = variabel kinerja guru X1 = variabel pembinaan kepala sekolah = variabel kompensasi kerja guru X2 a = konstanta b1, b2 = koefisien regresi Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa sig p < 0.01 yang berarti peluang salah < Alpha 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (Ho) yang berbunyi: ”Tidak ada pengaruh pembinaan Kepala Sekolah menurut persepsi guru (X1) dan kompensasi yang diberikan kepada guru (X2) 76
Pengaruh Pembinaan Kepala Sekolah……..(Ni Ketut Rohani) secara bersama-sama terhadap kinerja guru SLTPN Kota Surabaya (Y)” ditolak. Hal ini berarti secara bersama-sama variabel bebas pembinaan kepala sekolah menurut persepsi guru (X1) dan pemberian kompensasi kepada guru (X2) berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru (Y). Koefisien determinasi berganda (R2) sebesar 0.585, dapat diartikan 58,5% kinerja guru ditentukan oleh persepsi guru tentang pembinaan kepala sekolah dan pemberian kompensasi kepada guru. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi parsial pada sebagaimana dikemukakan pada Tabel 1, diperoleh r2 untuk X1 = 0.42 dan r2 untuk X2 =0.41 dan keduanya signifikan. Hal ini berarti hipotesis nihil kedua yang menyatakan: 1) “ Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pembinaan kepala sekolah menurut persepsi guru (X1) secara parsial terhadap kinerja guru (Y)” ditolak. 2) “Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemberian kompensasi kepada guru (X2) secara parsial terhadap kinerja guru (Y)” juga ditolak. Mengingat r2 juga menyatakan koefisien regresi, maka sumbangan efektif X1 terhadap Y sebesar 42%. Sumbangan efektif X2 terhadap Y sebesar 41%.
2. Pembahasan Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel bebas pembinaan kepala sekolah menurut persepsi guru dan pemberian kompensasi secara bersama-sama maupun secara parsial ternyata berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru. Temuan penelitian tersebut sejalan dengan pendapat Jasrial (Pidarta, 1992: 278) yang mengemukakan bahwa, ada hubungan yang berarti antara keteladanan atasan langsung dan moral kerja. Keteladanan kepala sekolah dalam penelitian ini tercermin pada upaya pembinaan baik melalui supervisi kelas, pertemuan formal, supervisi dengan kunjungan kelas, dan lainnya. Sebagaimana dikemukakan Pidarta (1992: 287), bahwa pembentukan etos kerja dosen dapat terlaksana jika para guru besar dan para manajer perguruan tinggi menjadi contoh pemilikan etos kerja dan mereka harus memberi pembinaan kepada para dosen agar etos kerja dosen dapat meningkat. Demikian juga berkaitan dengan penelitian ini, keteladanan kepala sekolah melalui berbagai upaya pembinaan kepada guru dapat berpengaruh terhadap kinerja guru. Secara logis bagaimana seorang guru tidak mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu kepala sekolah melakukan supervisi melalui kunjungan dan observasi kelas tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada guru yang bersangkutan. Semua guru semestinya merasa bahwa setiap saat harus mempersiapkan diri mengajar sebaik mungkin agar jika sewaktu-waktu dilakukan kunjungan kelas oleh Kepala sekolah tidak memalukan. Pendapat Zahera (1998) juga memperkuat temuan penelitian ini yang mengemukakan bahwa, secara umum kepala sekolah yang efektif memfokuskan tindakan-tindakannya pada penetapan tujuan sekolah, mendefinisikan tujuan. sekolah, dan memberikan sumber-sumber yang diperlukan untuk terjadinya belajar. Selain itu, tindakan kepala sekolah juga untuk mensupervisi, mengevalusi guru, mengkoordinasi program pengembangan staf, dan menciptakan hubungan kesejahteraan dengan dan antar guru. Dengan demikian semakin membaiknya pembinaan kepala sekolah kepada guru akan diikuti secara simultan dengan semakin membaiknya kinerja guru, demikian juga dengan semakin membaiknya pemberian kompensasi kepada guru.
Simpulan dan Saran 1)
2)
Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa variabel bebas pembinaan kepala sekolah menurut persepsi guru dan pemberian kompensasi secara bersama-sama berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja guru. Hasil analisis regresi ganda menunjukkan bahwa signifikansi p < 0.01 yang berarti peluang terjadi kesalahan < 0.01. Sumbangan efektif kedua variabel bebas ini secara bersama-sama terhadap kinerja guru sebesar = 58.5% dan masih terdapat pengaruh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil pengujian hipotesis kedua untuk variabel bebas pembinaan kepala sekolah menurut persepsi guru menunjukkan bahwa secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap
77
Pengaruh Pembinaan Kepala Sekolah……..(Ni Ketut Rohani)
3)
kinerja guru. Peluang terjadinya kesalahan < 0.05. Kontribusi efektifnya sebesar 42% dan masih terdapat pengaruh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil pengujian hipotesis ketiga variabel bebas pemberian kompensasi menunjukkan secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja guru. Peluang terjadinya kesalahan juga < 0.05. Kontribusi efektifnya terhadap kinerja guru sebesar 41% dan masih terdapat pengaruh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Daftar Acuan As’ad, Moh. (2001). Psikologi industri. Liberty: Yogyakarta. Boone, Louis E., & Kurtz David L. (1984). Principles of Management. New York: Random House, Business Division. Darma, Agus. (1995). Personal Manajemen. Jakarta: Erlangga. Depdikbud. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dirjen Dikdasmen. (2000). Manajemen Sekolah. Jakarta: Diknas Gomes, Cardoso F. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia (edisi 1, cetakan ke-2). Yogyakarta: Andi Ofset. Gronlund, Norman E. (1973). Measurement and Evaluation in Teaching. New York: Mcmillan Publishing Co., Inc. Handoko, Hani T. (1998). Manajemen Personalia & Sumber Daya Manusia (edisi 2). Yogyakarta: BPFE. Isaac, S., & Michael, W.B. (1983). Handbook in Research and Evaluation. California: Edits Publishers. Joni, Raka, T. (1991). Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru: Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: PT Grasindo. Kusnadi. (2002). Pengaruh Kompensasi Finansial dan Nonfinansial Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada Dinas Pendapatan Kabupaten Probolinggo (Tesis). Malang: Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Mondy R. Wayne & Noe, Robbert M. (1993). Human Resources Management. New York: Allyn and Bacon. Pidarta, Made (1992). Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. _______(1995). Peranan Kepala Sekolah Pada Pendidikan Dasar. Jakarta: PT Gramedia. Reksohadiprodjo, Sukanto & Handoko, T. Hani. (1994). Organisasi Perusahaan: Teori, Struktur, dan Perilaku. Yogyakarta: BPFE. Sardjonopriyo, Petrus. (1992). Supervisi Demokratis di Sekolah Menengah. Malang: Dioma. Simamora, H. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia (edisi 2). Yogyakarta: BP STIE YKPN. Usman, Uzer (2001) Penjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosda Karya, Bandung Wahjosumidjo. (2001). Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Wijaya. (2000). Analisis Statistik Dengan Program SPSS 11.0. Bandung: Alfabeta. Wiles, Jon & Bondi, Joseph. (1986). Supervision: A Guide to Practice. Toronto: Charles E. Merril Publishing Company. Zahera, Sy. (1998). “Pembinaan yang dilakukan kepala sekolah dan etos kerja guru sekolah dasar”. Jurnal Ilmu Pendidikan. Edisi 5, No. 2, Mei 1998.
78