PENGARUH PEMBERIAN SUSU FORMULA KEDELAI DAN SAPI TERHADAP ANGKA KEJADIAN ALERGI ANAK UMUR 3-4 TAHUN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagaian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum TIMOTHY GUNAWAN SUSANTO 22010110120063
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014
4
4
i
Pengaruh Pemberian Susu Formula Kedelai dan Sapi terhadap Angka Kejadian Alergi Anak Umur 3-4 Tahun Timothy Gunawan Susanto*, JC Susanto** ABSTRACT Effect of soy and cow's milk formula on the occurrence of allergies in children aged 3-4 years Background: Cow’s milk is most commonly perceived as a cause of food allergies in children under 4 years. This perception plus the availability and price issues of formula hydrolyzed causing widespread use of soy formula in Indonesia. Research is needed to determine the efficacy of soy formula compared to cow's milk formula on the occurrence of allergy in children aged 3-4 years and to prove soy formula used outside indications in this age group, considering chronic effects from toxins and anti-nutritiens of soy formulas. Methods: Case-control study on 50 students of early childhood/pre-school (3-4 years old) in urban areas of Semarang. Case group was student experiencing suspected food allergy symptoms in gastrointestinal, airway, and skin whereas the control group didn’t. Data obtained from questionnaire which carried out by subject’s parents. We also asked the consumption frequency of foods containing dairy cows. Results: 6% of the subjects using soy formula didn’t complain symptoms suspected food allergies. But, users of soy formula regularly consume dairy cows. Analysis showed the influence of soy formula on the occurrence of allergic children aged 3-4 years has p value = 0.235. Conclusion: It was found all use of soy formula in this study is not appropriate indication. There was no significant effect of the soy formula on the occurence of allergic 3-4 years children. Keyword: Soy formula, cow’s milk formula, allergy, children aged 3-4 years ABSTRAK Latar belakang: Susu sapi paling sering dipersepsikan sebagai penyebab alergi makanan pada anak dibawah 4 tahun. Persepsi ini ditambah masalah ketersediaan dan harga dari susu formula hidrolisat menyebabkan maraknya penggunaan susu formula kedelai di Indonesia. Diperlukan penelitian untuk mengetahui efikasi susu formula kedelai dibanding susu formula sapi pada kejadian alergi anak umur 3-4 tahun dan membuktikan adanya penggunaan susu formula kedelai diluar indikasi pada anak kelompok umur tersebut, mengingat efek kronis dari kandungan antinutrisi dan racun pada susu formula kedelai yang belum dapat diprediksi. Metode: Penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi case control pada 50 siswa PAUD/pra-sekolah daerah perkotaan Semarang berusia 3-4 tahun. Kelompok kasus adalah yang mengalami gejala dicurigai alergi makanan pada *Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang,Jl. Prof. H. Soedarto, SH. Tembalang Semarang, Indonesia ** Staff Pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi, Jl. Dr. Sutomo 16-18 Semarang, Indonesia
4
1
saluran cerna, nafas, dan kulit sedangkan kelompok kontrol adalah yang tidak mengalami. Data didapat dari pengisian angket oleh orangtua subjek. Ditanyakan juga frekuensi konsumsi makanan mengandung produk susu sapi. Hasil: Sebanyak 6 % dari subjek penelitian menggunakan susu formula kedelai tanpa mengeluhkan adanya gejala dicurigai alergi. Namun didapati, pemakai susu formula kedelai secara rutin juga mengkonsumsi produk susu sapi. Didapatkan nilai p hasil analisis pengaruh susu formula kedelai pada angka kejadian alergi anak umur 3-4 tahun sebesar 0,235. Simpulan: Semua penggunaan susu formula kedelai dalam penelitian ini tidak tepat indikasi. Tidak terdapat pengaruh bermakna dari jenis susu formula pada angka kejadian alergi anak umur 3-4 tahun. Kata Kunci: Susu formula kedelai, susu formula sapi, alergi, anak umur 3-4 tahun Pendahuluan Penyakit alergi telah berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius di negara maju, terlebih negara berkembang.1 Angka kejadiannya terus meningkat secara drastis dalam beberapa dekade terakhir.1-3 Peningkatan ini sangat problematis, terutama pada anak, karena alergi membebani pertumbuhan dan perkembangan anak yang akan menurunkan kualitas hidupnya kelak. Alergi dialami satu dari empat anak sekolah dan menjadi penyakit kronik dengan penyumbang absen terbesar.4 Sering absennya anak menyebabkan konsekuensi ekonomi dan kesehatan. Pembangunan negara menjadi terhambat karena kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi tidak maksimal dan alokasi dana yang besar justru terkuras untuk menangani penyakitnya dan bukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pada anak dengan usia 3-4 tahun, susu formula berbahan dasar sapi masih menjadi produk yang sering dikonsumsi dan penghindaran akan susu formula sapi karena sang ibu mempersepsikan anaknya menderita alergi susu sapi (ASS) banyak dilakukan.5-6 Susu formula kedelai paling banyak diberikan oleh orangtua sebagai pengganti susu formula sapi.7 Pemakaiannya mencapai angka 20% dari seluruh pemakaian susu formula, jauh di atas kejadian ASS (2-6%).8 Namun, penggunaan susu formula
24
kedelai atas indikasi ASS, sebenarnya hanya menjadi pilihan ketiga setelah susu formula hidrolisa dan asam amino.7 Penggunaan protein kedelai pada anak adalah irrasional, karena kandungan antinutrisi dan toksinnya hanya akan hilang sempurna melalui proses fermentasi.9-10 Isolasi protein kedelai pada susu formula kedelai tidak melewati proses fermentasi ini, kedelai hanya dipanaskan sehingga kandungan antinutrisi dan toksinnya masih ada. Phytate, salah satu kandungan antinutrisi pada kedelai, mempengaruhi penyerapan mineral seperti seng, besi, kalsium, dll yang penting bagi tumbuh kembang anak.11-12 Penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian susu formula kedelai dan sapi terhadap kejadian alergi serta membuktikan penggunaan susu formula kedelai diluar indikasi belum pernah dilakukan sebelumnya. Padahal informasi tentang efikasi pemberian susu formula kedelai pada angka kejadian alergi serta praktek penggunaannya yang diluar indikasi sangat krusial. Jika pemberian susu formula kedelai ternyata tidak mengurangi angka kejadian alergi pada anak umur 3-4 tahun bahkan terbukti digunakan diluar indikasi, tentu pemakaian susu formula kedelai dapat dihentikan. METODE Penelitian case-control dilakukan pada siswa prasekolah/Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) umur 3-4 tahun di perkotaan Semarang pada bulan Juni hingga Juli 2014. Pemilihan subjek dilakukan menggunakan metode consecutive sampling dengan kriteria inklusi anak berumur 3 hingga 4 tahun dan tidak memenuhi kriteria eksklusi yaitu: mendapat susu formula lebih dari satu jenis (bahan dasar) dalam 6 minggu terakhir, meminum obat alergi, anti alergi, maupun kortikosteroid dalam 6 minggu terakhir, mempunyai cacat bawaan, mengalami penyakit kronis, dan timbul manifestasi alergi makanan yang tidak dapat dibedakan penyebab timbulnya dengan alergen hirup, perubahan cuaca, alergi obat, dan sekresi/ekskresi hewan dalam 6 minggu terakhir. Subjek dibagi menjadi kelompok kasus yaitu siswa yang mengalami
34
gejala alergi karena makanan dalam 6 minggu terakhir sedang kelompok kontrol adalah siswa yang tidak mengalami gejala tersebut. Angka kejadian alergi yang dimaksud adalah jumlah dari anak yang mengalami manifestasi alergi makanan pada saluran cerna, kulit, serta saluran nafas dalam 6 minggu terakhir dihitung dari saat pengisian kuesioner. Data penelitian diambil menggunakan kuesioner ISAAC yang telah dimodifikasi setelah terlebih dahulu dibagikan brosur/orangtua diundang untuk mengikuti penyuluhan mengenai tampilan klinis alergi. Data yang terkumpul diedit, dikoding, kemudian di-entry ke dalam program komputer. Selanjutnya dilakukan cleaning data serta analisis data. Analisis data dilakukan dengan program SPSS for windows 22 trial license. Analisa univariat untuk menyajikan karakteristik data subjek pengguna susu formula kedelai menggunakan tabel distribusi dan diagram kue. Analisis univariat variabel perancu dan bebas disajikan dalam tabel distribusi dan diagram batang. Analisa bivariat pada kelompok berjumlah 2 diuji dengan Chi-Square. Namun jika tidak memenuhi syarat menggunakan tes Fisher. Analisa bivariat pada kelompok > 2 digunakan uji Chi-square 2xK bila memenuhi syarat, jika memenuhi syarat, menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji regresi logistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel perancu dan bebas pada variabel terikat. HASIL Penelitian ini melibatkan 50 subjek penelitian dengan 25 subjek pada kelompok kasus dan 25 subjek pada kelompok kontrol. Karakteristik subjek penelitian dan karateristik gejala alergi yang dialami disajikan pada tabel 1, gambar 1 dan gambar 2. Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian No
Karakteristik
1
Jenis Kelamin • Pria • Wanita Status Gizi • Gizi baik • Gizi lebih Tingkat Pendidikan Terakhir Ayah • Sarjana • Akademi • SMA Tingkat Pendidikan Terakhir Ibu • Sarjana • Akademi
2
3
4
4
Kelompok (Orang) Kasus Kontrol 15 10
11 14
18 7
21 4
17 2 6
14 1 10
17 6
20 4
5
6
7
8
9
10
11
• SMA Riwayat Pemberian ASI • ASI Eksklusif • Non ASI Eksklusif Jenis Susu Formula • Susu formula sapi • Susu formula kedelai Riwayat Merokok Orangtua • Merokok • Tidak Merokok Penghasilan Ayah • > UMR • < UMR Penghasilan Ibu • > UMR • < UMR Metode Persalinan • Sectio cesarean • Normal Riwayat Alergi Orangtua • 2 orangtua dengan riwayat berbeda • 1 orangtua dengan riwayat alergi • Tidak memiliki riwayat alergi
1
7 18
10 15
25 0
22 3
6 19
6 19
21 4
21 4
16 9
15 10
9 16
11 14
2 7 16
2 11 12
1
Konstipasi
5
Bersin-bersin G ejala
2
16
Hidung tersumbat
22
Batuk 1
Angioedema & Flushing 0
5
10
15
20
25
Jumlah orang Catatan : Satu subjek dapat memiliki lebih dari satu gejala yang dicurigai sebagai alergi
Gambar 1. Karakteristik gejala dicurigai alergi yang dialami subjek
2
Konstipasi 1,4
G ejala
Bersin-bersin
2,7
Hidung tersumbat 2,2
Batuk 1
Angioedema & Flushing 0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Rerata timbulnya gejala (Frekuensi/Jumlah orang) dalam 6 minggu terakhir
Gambar 2. Rerata episode gejala dicurigai alergi
54
Yang merupakan variabel perancu dan bebas dianalisa dengan uji bivariat dan dilanjutkan dengan uji multivariat bila hasil uji bivariat didapatkan p<0,25. Hasil uji bivariat disajikan pada tabel 2. Sedangkan hasil uji multivariat disajikan pada tabel 3. Tabel 2. Hasil uji bivariat
Tabel 3. Hasil uji multivariat
Variabel Penelitian
Nilai p
Jenis susu formula
0,235
Riwayat alergi orangtua
0,482
Riwayat pemberian ASI
0,370
Tingkat pendidikan terakhir
0,444
Variabel Jenis susu formula
B
Sig
Exp B
CI 95%
-1,441
0,217
0,237
0,024-2,329
ayah Penghasilan ayah
1,000
Pendidikan terakhir ibu
0,614
Penghasilan ibu
0,711
Riwayat merokok
1,000
Metode persalinan
0,156
Sebanyak 3 orang (6%) subjek penelitian menggunakan susu formula kedelai. Ketiga subjek ini tidak mengeluhkan suatu gejala yang dicurigai alergi. Untuk dapat mengkaji penggunaan susu formula kedelai diluar indikasi, maka disajikan frekuensi konsumsi makanan/minuman yang mengandung susu sapi dari ketiga subjek pengguna susu formula kedelai ini pada tabel 4.
Tabel 4. Frekuensi konsumsi makanan/minuman mengandung susu sapi dalam 12 minggu terakhir pada subjek yang menggunakan susu formula kedelai Frekuensi konsumsi makanan/minuman mengandung susu sapi dalam 12 minggu terakhir Subjek Mentega
Es Krim
Permen
Susu
Susu
Sereal + Susu
Susu sapi segar
Biskuit susu
Kedelai I
Tidak Pernah
1x/bln
1x/bln
Tidak Pernah
Tidak Pernah
1x/bln
Kedelai II
2-4x/mg
1x/mg
Tiap Hari
Tiap Hari
Tidak Pernah
2-4x/mg
Kedelai III
Tidak Pernah
Tiap Hari
Tidak Pernah
Tiap Hari
Tidak Pernah
Tidak Pernah
Tabel 4. Frekuensi konsumsi makanan/minuman mengandung susu sapi dalam 12 minggu terakhir pada subjek yang menggunakan susu formula kedelai (lanjutan)
64
Frekuensi konsumsi makanan/minuman mengandung susu sapi dalam 12 minggu terakhir Subjek Keju
Puding Susu
Roti
Yoghurt
Cookies
Blackforest
Kedelai I
Tidak Pernah
1x/3bln
1x/bln
1x/bln
1x/bln
1x/3bln
Kedelai II
1x/mg
1x/mg
Tiap Hari
Tidak Pernah
Tiap Hari
1x/mg
Kedelai III
Tiap Hari
Tidak Pernah
1x/mg
Tidak Pernah
1x/bln
Tidak Pernah
Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan konsumsi susu formula kedelai secara statistik tidak berpengaruh menurunkan angka kejadian alergi pada anak umur 3-4 tahun. Hasil ini bertentangan dengan pedoman tatalaksana intansi kesehatan Singapura dan Australia. Mereka mengakui pemakaian susu formula kedelai dapat memperbaiki gejala alergi susu sapi, bahkan merekomendasikan susu formula kedelai sebagai pilihan pertama bagi anak diatas usia 6 bulan dengan alergi susu sapi.13-14 Namun, pedoman tatalaksana Singapura dan Australia berbeda dengan pedoman tatalaksana dari ESPGHAN. ESPGHAN merekomendasikan pada anak usia diatas 2 tahun yang mengalami alergi susu sapi, pemberian susu formula kedelai dihentikan dan asupan nutrisinya digantikan oleh makanan padat yang tidak mengandung susu sapi.11 Selain kandungan anti nutrisi dan racun dari susu formula yang efek jangka panjangnya masih belum dapat diprediksi, tidak signifikannya pengaruh susu formula kedelai pada angka kejadian alergi anak di atas 2 tahun mungkin yang menjadi pertimbangan ESPGHAN dalam rekomendasi ini namun tidak dipertimbangkan oleh instansi kesehatan Singapura dan Australia. Tidak bermaknanya pengaruh pemberian susu formula kedelai dalam penelitian ini disebabkan tidak tepatnya penggunaan susu formula kedelai. Pada usia dibawah 3 tahun, susu sapi memang merupakan penyebab alergi makanan yang paling sering.15 Pada keadaan ini, susu formula kedelai, dengan mengesampingkan kandungan anti nutrisi dan toksin yang dikandungnya, dapat dipertimbangkan untuk diberikan. Namun saat anak beranjak dari usia 3 tahun penyebab tersering alergi makanan pada anak juga beranjak dari susu sapi. Hal ini disebabkan pada usia diatas usia 3 tahun, 85% anak akan toleran terhadap protein susu sapi.16 Penelitian ini tidak memandang
74
jenis susu formula sebagai alergen penyebab gejala-gejala alergi makanan pada anak umur 3-4 tahun namun sebagai pengganti sehingga asupan jenis susu formula tertentu dapat dihindarkan. Susu formula kedelai pada kondisi ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan menggantikan susu formula sapi untuk menghindarkan asupan proteinnya sehingga gejala alergi makanan dapat teratasi, sebab bukan lagi protein susu sapi penyebab terbesar alergi makanan pada anak umur 3-4 tahun. Pada penelitian ini sebanyak 3 subjek penelitian (6%) menggunakan susu formula kedelai. Pada ketiga subjek tersebut tidak ditemukan adanya keluhan/gejala dicurigai alergi. Namun berdasarkan uraian frekuensi konsumsi makanan dan minuman berbahan dasar susu sapi pada subjek yang disajikan pada tabel 5 didapatkan ketiga subjek secara rutin mengkonsumsi susu sapi dan produknya. Ketiga subjek telah menggunakan susu formula kedelai diluar indikasi seharusnya, yaitu alergi susu sapi. Subjek diduga telah menjadi toleran terhadap protein susu sapi atau telah terjadi kesalahan diagnosis namun tidak diikuti dengan penghentian susu formula kedelai. Pada penelitian ini, susu formula kedelai tidak berpengaruh dalam menurunkan angka kejadian alergi anak umur 3-4 tahun. Ditemukan juga, adanya penggunaan susu formula kedelai diluar indikasi. Penelitian ini memerlukan perbaikan dengan: 1) Dilakukan tes alergi sebagai konfirmasi dari hasil pengisian angket, 2) Mengubah desain menjadi prospektif dan mempergunakan angket dengan rentang waktu pengambilan data lebih singkat atau harian, 3) Menghimbau untuk yang mengisi angket adalah orangtua yang tahu keseharian anak dan didiskusikan dengan pengasuh, dan 4) Pengukuran antropometri dilakukan secara langsung oleh peneliti. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih kepada dr. Fitri Hartanto, Sp.A(K); dr. Tun Paksi Sareharto, Msi. Med, Sp.A; dr. Wistiani, Msi.Med, Sp.A(K); dr. Galuh Hardaningsih, Sp. A; dr. MS. Anam, Msi. Med, Sp.A; dan dr. Ninung Rose DK Msi,Med, Sp.A(K) yang telah membantu penelitian ini. Kepala sekolah serta staff
84
pengajar yang telah mengijinkan dan membantu penelitian ini, dan subjek penelitian serta orangtuanya yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Holgate ST. Allergy [Internet]. Amsterdam: Elsevier; 2012 [cited 2013 Dec 11]. Available from: Science Direct. 2.
Friedlander JL, Sheehan WJ, Baxi SN, Kopel LS, Gaffin JM, Ozonoff A, et al. Food Allergy and Increased Asthma Morbidity in a School-Based Inner-City Asthma Study. J Allergy Clin Immunol Pract. 2013; 1(5):479-484.
3.
Pawankar R, Canonica GW, Holgate ST, Lockey RF. Allergic Diseases as a Global Public Health Issue WAO White Book on Allergy 2011-2012: Executive Summary. World Allergy Organization; 2011.
4.
Bener A. The Impact of Asthma and Allergic Diseases on Schoolchildren: Are They at Increased Risk of Absenteeism and Poor School Performance? [Internet]. In Anca Maria Moldoveanu , editor. Advanced Topics in Environmental Health and Air Pollution Case Studies; 2011 [cited 2014 Jan 19]. Available from: Intechopen.
5.
Garriguet D. Beverage Consumption of Children and Teens. In: Component of Statistics Canada Catalogue no. 82-003-X. Vol.19, no.4. Canada: Statistics Canada; 2008. p 1-6.
6.
Rona RJ, Keil T, Summers C, Gislason D, Zuidmeer L, Sodergren E, et al. The Prevalence of Food Allergy: a meta-analysis. J Allergy Clin Immunol. 2007; 120(3):638-46.
7.
Munasir Z, Muktiarti D, Endaryanto A, Kumarawati KD, Setiabudiawan B, Sumadiono, et al. Studi Observasional Pasca-Pemasaran Formula Isolat Protein Kedelai pada Bayi dengan Gejala Sugestif Alergi Terhadap Protein Susu Sapi. Sari Pediatri. 2013; 15(4):237-243.
8.
Bhatia J, Greer F. Use of Soy Protein -Based Formulas in Infant Feeding. Pediatrics. 2008; 121(5);1062.
94
9.
Soy alert [Internet]. Amerika serikat: Healthy tradition network; 2009 [cited 2013 Nov 23]. Available from: http://www.htnetwork.org/soyalert.html.
10.
Vandenplas Y, De Greef E, Devreker T, Hauser B. Soy infant formula: is it that bad? Acta Paediatr. 2011; 100(2):162-6.
11.
Koletzko S, Niggemann B, Arato A, Dias JA, Heuschkel R, Husby S, et al. Diagnostic approach and management of cow's-milk protein allergy in infants and children: ESPGHAN GI Committee practical guidelines. J Pediatr Gastroenterol Nutr [Internet]. 2012 [cited 2013 Dec 7]; 55(2):221-9. Available from: ESPGHAN.
12.
Hertrampf E, Cayazzo M, Pizarro P, Stekel A. Bioavailability of Iron in SoyBased Formula and Its Effect on Iron Nutriture in Infancy. Pediatrics. 1986; 78(4):640-645.
13.
Kemp AS, Hill DJ, Allen KJ, Anderson K, Davidson GP, Day AS, et al. Guidelines for the use of infant formulas to treat cows milk protein allergy: an Australian consensus panel opinion. Med J Aust . 2008; 188(2):109-12.
14.
Lee BW, Aw M, Chiang WC, Daniel M, George GM, Goh ENA, et al. Academy of medicine, Singapore-Ministry of Health clinical practice guidelines: management of food allergy. Singapore Med J. 2010; 51(7):599607.
15.
Levy J. Food Allergy. Amerika: North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition; c2014 [updated 2001]; cited 2014
Jan
17].
Available
from:
http://www.naspghan.org/wmspage.cfm?parm1=109. 16.
Akib AAP, dkk. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak Edisi Kedua. Jakarta: IDAI; 2008.
10 4