Pengaruh Pemberian Suspensi Bubuk Ubi Jalar Putih (Ipomoea Batatas L.) terhadap Kadar MDA Tikus Diabetes Sri Lestari SR1, Sri Kadarsih 1, Mustofa2 1 Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 2 Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Email:
[email protected]
Abstrak Kondisi hiperglikemia kronis pada diabetes melitus merupakan salah satu penyebab munculnya komplikasi pada diabetes melitus. Hiperglikemia yang tidak terkontrol pada DM menimbulkan stres oksidatif, pada kondisi tersebut terjadi peningkatan kadar MDA (Malondialdehid). Ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) telah dikenal secara tradisional sebagai makanan pengganti nasi pada diabetes dan diketahui memilliki efek hipoglikemik dan mempunyai kandungan vitamin C dan karotenoid yang memiliki aktivitas antioksidan yang potensial. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian suspensi bubuk ubi jalar putih terhadap kadar MDA pada tikus diabetes. Subyek adalah tikus putih galur Wistar usia 6-7 minggu sebanyak 30 ekor dengan berat 100-200 g. Tikus dibuat diabetes dengan injeksi intraperitoneal streptozotocin 60mg/kgBB. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok: tikus kontrol yang normal, tikus diabetes, tikus diabetes dengan suspensi bubuk ubi jalar 200mg/kgBB/hr, tikus diabetes dengan suspensi bubuk ubi jalar 400mg/kgBB/hr dan tikus diabetes dengan suspensi bubuk ubi jalar 800mg/kgbb. Tikus diabetes diberi perlakuan selama 4 minggu. Darah diambil dari vena orbita untuk pemeriksaan kadar glukosa dan pemeriksaan MDA. Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok perlakuan dengan suspensi bubuk ubi jalar 200mg/kgBB/hr, 400mg/kgBB hr dan 800 mg/kgBB/hr terdapat penurunan kadar glukosa dan kadar MDA yang bermakna (p<0,05). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian suspensi bubuk ubi jalar putih dapat mengatasi stres oksidatif dan mencegah komplikasi lebih lanjut pada DM dengan menurunkan kadar glukosa dan MDA. Kata kunci : hiperglikemia, stres oksidatif, ubi jalar putih, MDA
Pendahuluan Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit penyebab utama kematian di dunia. Diabetes melitus ditandai dengan kadar glukosa dalam darah lebih tinggi dari kadar normal. Gejala yang muncul pada DM adalah polifagi, polidipsi dan poliuri.1 Menurut World Health Organizaton (WHO), jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi 5 juta penderita pada tahun 2010 dan 21,3 juta penderita pada tahun 2030.2,3 Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (ADA) yang telah disahkan oleh World Health Organization (WHO) dibagi menjadi empat macam yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, DM bentuk khusus dan DM gestasional. Pembagian tersebut berdasarkan etiologi DM4. Diabetes tipe 1 ditentukan secara genetik, dikenal sebagai tipe 140
juvenile onset dan tipe tergantung insulin, terdapat kerusakan sel beta pankreas menyebabkan defisiensi insulin yang absolut. Pada DM tipe 2 disertai dengan resistensi insulin dan tidak membutuhkan insulin untuk pengobatan. Morfologi dan kandungan insulin pada sel beta pankreas normal.4,5 Pada penderita DM stres oksidatif disebabkan adanya peningkatan radikal dan adanya penurunan pertahanan antioksidan. Peningkatan radikal bebas pada hiperglikemia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:1) auto-oksidasi glukosa, 2) glikasi non enzimatik, 3) interaksi antara advanced glycation end products dengan reseptornya, 4) peningkatan produksi ROS oleh mitokondria dan 5) jalur poliol. Radikal bebas dapat berdampak negatif terhadap protein seperti enzim yang ada di dalam tubuh.6,7 Sel tubuh dalam kondisi normal pada proses oksidasi glukosa di dalam mitokondria akan
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”
menghasilkan O2-. Superoksida akan dinetralisir oleh sistem antioksidan dalam tubuh, yaitu mangan-superoksida dismutase (Mn-SOD) yang ada di mitokondria menjadi H2O2 8. Sistem antioksidan akan melindungi sel dari kerusakan oleh karena pembentukan radikal bebas. Enzim antioksidan yang penting selain superoksida dismutase (SOD) adalah katalase, glutation peroksidase, glutation reduktase dan seruloplasmin.8,9 Pada kondisi stres oksidatif lipoprotein atau membran sel secara khusus akan mengalami proses peroksidasi lemak sehingga akan meningkatkan produk aldehid rantai pendek (malondialdehida/ MDA. Keadaan hiperglikemia kronis juga menimbulkan peningkatan AGEs yang akan berikatan dengan reseptornya dan menimbulkan stres oksidatif. Hiperglikemia kronis menyebabkan aktivasi PKC yang akan meningkatkan TGF-beta selanjutnya meningkatkan protein ECM dan penebalan membran basalis yang mengakibatkan peningkatan proteinuria dan penurunan fungsi ginjal.5,6 Ubi jalar terbukti mempunyai kandungan acidic glycoprotein yang merupakan komponen antidiabetik.10 Ubi jalar juga mengandung vitamin C dan karotenoid yang merupakan senyawa antioksidan.11 Pada penelitian pada tikus diabetes setelah diberi ubi jalar terdapat penurunan kadar glukosa dan regenerasi sel-sel beta pankreas sedangkan pada tikus Zucker terjadi penurunan kadar glukosa dan kolesterol.10 Ubi jalar juga mempunyai peran menurunkan resistensi terhadap insulin.11 Komponen antidiabetik acidic glycoprotein banyak terdapat di bagian kortek, dibandingkan dengan bagian tengah ubi.12 Acidic glycoprotein mengandung komponen protein dan gula, mempunyai berat molekul 22.000 dan pada pemeriksaan dengan anion exchange QA colum menunjukkan pH 7. Pada uji klinis yang dilakukan pada penderita DM tipe 2, menunjukkan mekanisme penurunan resistensi insulin, terjadi penurunan kadar HbA1C dan pemberian ubi jalar juga mampu menurunkan kadar kolesterol.13 Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian tentang efek ubi jalar pada diabetes, penelitian yang mengkaji tentang pengaruh suspensi bubuk ubi jalar putih (I. batatas L.) terhadap kadar MDA tikus diabetes belum dilakukan. Ubi jalar mempunyai kandungan antidiabetik acidic glycoprotein dan
antioksidan sehingga pemberian suspensi bubuk ubi jalar putih diharapkan dapat mengatasi stres oksidatif dengan menurunkan kadar MDA mencegah komplikasi lanjut.
Metode Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental, pre test and post test control group design. Subyek yang digunakan adalah tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur Wistar, usia 6-7 minggu dengan berat badan 100-200 gr. Subyek penelitian 30 ekor tikus dibagi menjadi lima kelompok: kelompok kontrol normal (K1), kelompok diabetes (K2), kelompok diabetes dengan perlakuan suspensi bubuk ubi jalar putih 200 mg/ kgBB/hari (K3), kelompok diabetes dengan perlakuan suspensi bubuk ubi jalar putih 400 mg/ kgBB/hari (K4) dan kelompok diabetes dengan perlakuan suspensi ubi jalar putih 800 mg/kgBB/ hari (K5). Suspensi bubuk ubi jalar dibuat dari ubi jalar putih yang dicuci kemudian dipotong bagian kortek dengan ketebalan 1-2,5 mm kemudian dikeringan di oven pada suhu 400 C. Setelah kering diblender sampai halus. Suspensi dibuat dengan menambah aquades 1 ml. Suspensi bubuk ubi jalar putih sebagai variabel bebas sedangkan variabel tergantung adalah kadar glukosa dan MDA. Subyek diambil dari jenis kelamin, umur dan berat badan yang relatif sama. Ubi jalar putih (I. batatas L.) diperoleh dari pasar tradisional Karangkajen, Yogyakarta. Semua subyek dipelihara dalam kandang dengan jenis pakan dan minuman yang sama serta pemberian secara ad libitum. Diabetes pada hewan coba dibuat dengan injeksi intraperitoneal streptozotocin dosis 60 mg/ kgBB. Tikus dinyatakan diabetes bila setelah 3 hari kadar glukosa darah > 200 mg/dl, diukur dengan metode GOD PAP. Pada tikus kelompok K3, K4 dan K5 setelah 3 hari injeksi steptozotocin, diberi perlakuan dengan pemberian bubuk ubi jalar putih 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 800 mg/kgBB ad libitum selama 4 minggu. Setiap tikus diukur kadar glukosa 3 hari setelah dibuat diabetes, minggu II dan minggu IV. Darah diambil dari sinus orbitalis tikus, kemudian menggunakan mikrohematokrit yang mengandung heparin darah disentrifus selanjutnya diukur dengan metode GOD-PAP. Sebelum perlakuan dan pada akhir
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”
141
minggu IV dilakukan pengukuran MDA dengan metode TBARS, yakni mengukur konsentrasi Thiobarbituric Acid Reactive Substance. Perbedaan kadar glukosa dan MDA antar kelompok perlakuan dengan kontrol dianalisis dengan analisis varian (ANOVA) satu jalur, dilanjutkan dengan post hoc test untuk mengetahui derajat perbedaan antar kelompok.
Hasil Penurunan kadar glukosa darah puasa terjadi pada semua kelompok perlakuan setelah 2 minggu
Gambar 1
Perubahan kadar glukosa sebelum perlakuan, setelah 2 minggu dan 4 minggu perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan tiga variasi dosis.
Kadar MDA plasma setelah 4 minggu perlakuan menurun pada semua kelompok perlakuan (Gambar 2). Pada Uji ANOVA antar kelompok menunjukkan perbedaan yang bermakna p<0,05. Pada tes post hoc menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok K1 dengan
Gambar 2.
142
dan 4 minggu perlakuan (Gambar 1). Pada uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna p<0,05. Pada tes post hoc menunjukkan perbedaan bermakna p<0,05 pada semua kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Pada hasil uji paired-sample t-test terhadap kadar glukosa sebelum dan sesudah 2 minggu perlakuan menunjukkan perbedaan bermakna p<0,05 pada semua kelompok perlakuan demikian juga sebelum dan setelah 4 minggu perlakuan menunjukkan perbedaan yang bermakna pada kelompok perlakuan.
K2, K3 dan K4, sedangkan antara kelompok K1 dan K5 tidak menunjukkan perbedaan bermakna. Hasil uji paired-sample t-test terhadap kadar MDA sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan bermakna p<0,05.
Perubahan kadar MDA plasma sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan tiga variasi dosis
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”
Pembahasan Pada penelitian ini, setelah pemberian suspensi bubuk ubi jalar selama 2 minggu sudah menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa yang bermakna pada kelompok perlakuan suspensi bubuk ubi jalar pada semua dosis yaitu 200mg/ kgBB/hr, 400mg/kgBB/hr dan 800mg/kgBB/hr. Penelitian yang telah dilakukan oleh Kusano et al.12 yang membuktikan efek antidiabetik muncul setelah pemberian ekstrak air ubi jalar putih 100 mg/kgBB/hr secara oral selama 2-3 minggu sedangkan pemberian secara intravena pada tikus Wistar dengan dosis yang sama menimbulkan efek hipoglikemi dalam waktu 60 menit setelah injeksi. Ekstrak air ubi jalar putih mempunyai efek menurunkan kadar glukosa baik pada tikus model DM tipe 1 maupun tipe 2. Pada percobaan dengan tikus DM tipe 1 terjadi peningkatan sekresi insulin dan pada pemeriksaan histologis terdapat regranulasi sel-sel beta pankreas sedangkan pada DM tipe 2 terjadi penurunan resistensi insulin, namun mekanisme kerja dari komponen ubi jalar putih pada kedua tipe DM belum diketahui secara pasti.13 Kemungkinan adanya inhibitor a-amilase dalam bubuk ubi jalar juga berperan dalam pengaturan kadar glukosa, inhibitor a-amilase menghambat pemecahan karbohidrat menjadi glukosa sehingga penyerapan glukosa di usus membutuhkan waktu yang lebih lama.14 Ludvik et al.15 meneliti efek pemberian Caiapo yang merupakan ekstrak dari ubi jalar putih dengan dosis 2 gr/hari, menunjukkan adanya penurunan kadar gula darah puasa pada penderita DM tipe 2 sedangkan pemberian Caiapo dengan dosis 4 gr/ hari menurunkan resistensi insulin, terjadi penurunan kadar HBA1c. Pemeriksaan kadar MDA menunjukkan 3 hari setelah induksi diabetes meningkat berarti telah terjadi stres oksidatif. Beberapa penelitian membuktikan adanya stres oksidatif pada DM ditandai dengan adanya peningkatan kadar MDA dan peningkatan MDA yang besar dijumpai pada kelompok DM dengan komplikasi. Setelah perlakuan selama 4 minggu terdapat penurunan MDA, hal ini karena adanya penurunan kadar glukosa dan adanya aktivitas antioksidan yang terdapat pada ubi jalar yaitu karotenoid dan vitamin C.16,17,18 Fakher et al.19 membuktikan pemberian vitamin A, C dan E menurunkan kadar MDA plasma, MDA jantung dan MDA hati secara bermakna. Vi-
tamin C, karotenoid dan vitamin E sebagai antioksidan mengakhiri reaksi berantai radikal bebas. Vitamin C bereaksi langsung dengan superoksida, anion hidroksil dan berbagai lipid hidroperoksida. Vitamin C bereaksi langsung dengan radikal peroksil yang menjadi mediasi lipid peroksidasi, sehingga pemberian vitamin C lebih efisien mencegah peroksidasi lipid.20 Penelitian tentang efek pemberian vitamin C pada tikus DM menunjukkan adanya penurunan albuminuria dan MDA yang bermakna serta perbaikan terhadap gambaran histologis glomerulus ginjal tanpa mempengaruhi kadar glukosa darah.21 Pemberian vitamin C dapat mencegah aktivasi PKC yang merupakan signal awal untuk peningkatan TGF-beta.22 Pengendalian kadar gula darah sangat penting dalam pengelolaan DM terutama untuk mencegah terjadinya komplikasi, pengelolaan tersebut selain dengan memberi medikamentosa yang mempunyai efek hipoglikemik, juga sebaiknya disertai dengan pemberian antioksidan untuk mengatasi adanya stres oksidatif. Pengaturan diet dan olah raga juga sangat diperlukan.
Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang efek pemberian suspensi bubuk ubi jalar putih (I. batatas L.) pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin dapat diambil kesimpulan bahwa suspensi bubuk ubi jalar putih (I. batatas L.) menurunkan kadar glukosa dan kadar MDA pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin. Referensi 1.
Asdie AH. Insulin therapy in type 2 diabetes. Makalah Seminar Yogyakarta Diabetes Update, 2001.
2.
Wild S, Roglic G, Green A. Global prevalence of diabetes, estimates for year 2000 and projetions 2003. Diabetes Care, 2004 (5): 510314.
3.
Anonim. Health Researach Agenda for the 21th Century: Country Perspectives-Indonesia., www.whosea.org/researchpolicy/54ACR.htm Juli 2005 (2 mei 2007).
4.
Adam J. Klasifikasi dan kriteria diagnosis diabetes melitus yang baru. Cermin Dunia Kedokteran. 2000:127.
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”
143
5.
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta, pp. 658-665, 2006.
6.
Evans JL, Goldfine ID, Maddux BA, Grodsky GM. Oxidative stress and stress-activated signaling pathways: a unifying hypothesis of type 2 diabetes. Endocrine Reviews. 2002, 23(5): 599-622.
7.
Sasvari, M, Nyakas C. Time dependent changes in oxidative metabolism during chronic diabetes in rats. Acta Biologica Szegediensis, 2003, 47 (1-4): 153-158.
8.
9.
Newsholme P, Haber EP, Hirabara SM, Rebelato ELO, Procopio J, Morgan D, Oliveira-Emilio HC, Carpinelli AR, Curi R. Diabetes associated cell stress and dysfunction: role of mitochondrial and non-mitochondrial ROS production and activity. J Physiol, 2007, 583(1):9–24 Young IS, Woodside JV. Antioxidants in health and disease. J Clin Patho, 2001, 54:176-186
10. Kusano S, Abe H. Antidiabetic activity of white skinned sweet potato (Ipomoea batatas L.) in obese Zucker fatty rats. Biol Pharm Bulm, 2000, 23:23–26. 11. Hernani dan Rahardjo. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Penebar Swadaya, Jakarta, pp. 57, 2006. 12. Kusano S, Tamasu S, Nakatsugawa S. Effects of white-skinned sweet potato (Ipomoea batatas L.) on the expression of adipocytokine in adipose tissue of genetic type 2 diabetic mice. Food Sci. Technol. Res. 2005, 11(4): 369372. 13. Kusano S, Abe H, Tamura H. Isolation of antidiabetic components from white skinned sweet potato (Ipomoea batatas L.). Biosci Biotechnol Biochem, 2001, 65:109–114. 14. Rekha MR, Padmaja, G. Alpha-amylase inhibitor changes during processing of sweet potato and taro tubers. Plant Foods for Human Nutrition, 2002, 57, 285-294.
144
15. Ludvik B, Waldhausi, W, Prager A, KautzkyWiller A, Pacini G. Mode of action of Ipomoea batatas (Caiapo) in type 2 diabetic patients: Metabolism, 2003,52:875-880. 16. Bartosikova, L, Necas J, Suchy V, Kubinova R, Vesela D, Benes I., Bartosik T, Illek,J, Salplachta,J, Klusova J, Bartosova L, Strnadva,V, Prana P, Pranova, J. Monitoring antioxidative effect of Murine in Alloxan induced diabetes mellitus in laboratory rat. Acta Vet. Brno, 2003, 72:191200. 17. Subhash K., Bose C, Agrawal BK. Effect of short term supplementation of tomatoes on antioxidant enzymes and lipid peroxidation in type-II diabetes. Indian J Clin Biochem, 2007, 22 (1):95-98. 18. Rungby J, Flyvbjerg A, Anderson H.B, Nyborg, K. Lipid peroxidation in early experimental diabetes in rats: effects of diabetes and insulin. Acta Endocrinol (Copehn), 1999, 126(4): 37880. 19. Fakher SH, Djalali M, Tabei SMB, Zeraati H, Javadi E, Sadeghi M, Mostafav E, Fatehi, F. Effect of vitamins A, E, C and omega-3 fatty acids on lipid peroxidation in streptozotocin induced diabetic rats. Iranian J Publ Health, 2007, 6 (2): 58-63. 20. Sun F, Iwaguchi K., Shudo R, Nagaki Y.,Tanaka K., Ikeda K. Changein tissue concentration of lipid hydroperoxides, vitamin C and vitamin E in rats with streptozotocin induced diabetes. J Clin Sci, 1999, 96(2): 185-90. 21. Lee YL, Lee Y, Hong SW, Chung CH, Hong SY. Blockade of oxidative stress by vitamin C ameliorates albuminuria and renal sclerosis in experimental diabetic rats. Yonsei Med, 2007, 48(5):847 – 855. 22. Carven PA, Derubertis F, Kagan VE, Melhem M, Studer RK. Effect of suplementation with vitamin C or E on albuminuria, glomerular TGFbeta and glomerular size in diabetes. JASN:1997.1405-1414.
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”