JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009
Pengaruh Pemberian Suplemen Seng (Zn) dan Vitamin C Terhadap Kecepatan Penyembuhan Luka Pasca Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo Effect of Zinc Supplement and Vitamin C Administration on The Would Recovery Rate in Post-Operative Patients at Sukoharjo Hospital Rusjiyanto*) *) RSUD Sukoharjo, Jawa Tengah
ABSTRACT Background: Patients admitted in hospital are generally distressed due to the infectious/inflammatory trauma. Similarly, the operative patients will encounter physiological stress due to hypermetabolism. In such condition, the need for nutrition will increase to accelerate the recovery process. This study aimed to examine if the Zn supplement administration alone or combination of Zn and Vitamin C affect the recovery rate of postoperative wound. Methods: This was a randomized controlled trial (RCT). A sample of 42 post-perative patients were assigned to 3 groups: one control group given placebo and 2 (two) treatment groups consisting of one groups given Zn supplement only and one given the combination of Zn + vitamin C. The assessment of wound recovery was done in 3 observations at day 3, 5, and 8 respectively. Anova and posthoc test were used to analyze the data. Results: Results showed no significant difference in mean value of post-operative wound recovery rate between observation I and II, but there was significant difference at observation III. At observation III, the posthoc test showed no significant difference between the supplement Zn group and the control group, but there was significant difference in wound recovery rate between Zn + vitamin C combination group and the control group (p= 0.040). Conclusion: Zn supplement alone administration does not affect the recovery rate of postoperative wound, but the combination of Zn and vitamin C supplement administration accelerates the postoperative wound recovery. Jurnal Kedokteran Indonesia: 1 (1): 64-75 Keywords: Supplement, Zn, vitamin C, wound recovery
Kekurangan gizi pada pasien rawat inap merupakan masalah yang sulit ditanggulangi. Masalah ini ditemui baik di rumah sakit besar ataupun kecil, di negara maju maupun negara sedang berkembang (Peake et al., 2000). Perbaikan status gizi pada pasien yang memerlukan tindakan bedah, sangat penting untuk mempercepat penyembuhan luka operasi dan penyakit dasarnya sendiri (Klein,. et al., 1996).
operasi lebih dari tujuh hari (Maryanto, 2004). Menurut teori penyembuhan luka operasi terjadi pada hari ke tujuh yang merupakan fase terjadinya kolagen dan ditandai telah menyatunya jaringan kulit, tidak didapatkan tanda inflamasi dan pasien tidak lagi merasakan nyeri ditempat irisan operasinya (Williamson, 1994). Pada penelitian lain di rumah sakit yang sama didapatkan bahwa dukungan nutrisi pada pasien bedah dapat menurunkan terjadinya komplikasi postoperasi (Dziban, 2007).
Dilaporkan lebih dari 50% pasien bedah yang dirawat lebih dari seminggu menderita anemia, malnutrisi ataupun defisiensi vitamin. Hasil penelitian di Rumah Sakit Sardjito pada pasien bedah didapatkan 52,46% pasien mengalami penyembuhan luka
Salah satu faktor penyebab adanya permasalahan tersebut diantaranya karena pasien-pasien bedah di rumah sakit merupakan pasien yang rentan malnutrisi, oleh karena itu intervensi gizi yang tepat pada pasien rawat inap di rumah sakit akan meningkatkan
PENDAHULUAN
64
RUSJIYANTO/ PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN SENG (Zn) DAN VITAMIN C
indikator-indikator biokimia dan klinis yang selanjutnya meningkatkan outcome klinik menuju kesembuhan, menurunkan komplikasi dan pada akhirnya menurunkan biaya rumah sakit (Wyszynsky et al., 1998). Pembedahan atau operasi adalah stres fisiologik akibat hipermetabolisme. Penatalaksanaan gizi dimaksudkan untuk mengurangi kehilangan gizi selama periode hipermetabolisme dan untuk mempromosikan perbaikan selama penyembuhan. Kebutuhan untuk sebagian vitamin dan mineral meningkat setelah terjadi trauma. Namun dengan kenaikan kalori yang masuk, maka kebutuhan ini biasanya dapat terpenuhi. Perkecualian pada 2 zat gizi mikro yang sangat penting pada penyembuhan yaitu mineral Zn dan vitamin C. Mineral Zn akan meningkatkan kekuatan tegangan (gaya yang diperlukan untuk memisahkan tepi-tepi) penyembuhan luka sedangkan vitamin C diperlukan untuk pembentukan kolagen bagi penyembuhan luka yang optimal (Moore, 1997). SUBJEK DAN METODE Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen random (randomized controlled trial, RCT). Penelitian menggunakan tiga kelompok sampel yaitu satu kelompok kontrol dan 2 (dua) kelompok perlakuan. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di RSUD Kabupaten Sukoharjo. Alasan pemilihan lokasi ini adalah pelayanan bedah merupakan pelayanan unggulan sehingga Instalasi Bedah Sentral selalu meningkatkan pelayanan pasien pasca bedah melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang). Dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 10 orang pasien pasca bedah pada jaringan lunak yang diamati setelah hari ke 7 pasca bedah didapatkan hasil 80% diantaranya belum mendapatkan nilai penyembuhan luka secara optimal. Subjek Penelitian Populasi penelitian ini adalah pasien dewasa pasca bedah rawat inap elektif di RSUD Kabupaten Sukoharjo. Subjek penelitian ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:
Kriteria inklusi (1) Usia 18 sampai 55 tahun; (2) Telah dilakukan tindakan bedah pada jaringan lunak sesuai dengan standar pelayanan bedah (luka bersih) di RSUD Kabupaten Sukoharjo; (3) Panjang luka operasi lebih 5 cm sampai dengan 20 cm; (4) Setuju diikutsertakan penelitian Kriteria eksklusi: (1) Luka terinfeksi selama observasi; (2) Dinyatakan dokter menderita penyakit campak, hepatitis, sifilis, bruselosis, lepra, tuberkulosis, AIDS, uremia, diabetes melitus, komplikasi pasca bedah; (3) Operasi Caesar; (4) Reseksi usus; (5) Pasien pulang paksa. Cara Pengambilan Sampel Sesuai dengan kriteria subjek penelitian maka sampel yang didapat dikelompokkan menjadi 3 dengan cara randomisasi menggunakan program OpenEpi. Variabel Penelitian Variabel indenpenden adalah pemberian suplemen yang dibagi dalam 3 kelompok: (1) Plasebo; (2) Suplemen Zn dengan dosis 11.5 mg, dan (3) Suplemen kombinasi Zn dengan dosis 11.5 mg dan vitamin C dengan dosis 80 mg. Variabel dependen adalah kecepatan penyembuhan luka pasca bedah. Variabel perancu: usia, status gizi, jenis kelamin, lama perawatan, kecukupan gizi, semua dikendalikan dengan randomisasi. Analisis Data Untuk mengetahui apakah ada perbedaan mean pada 3 kelompok sampel menggunakan uji Anova dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan masingmasing kelompok perlakuan dibanding kelompok kontrol menggunakan uji post Hoc test . HASI-HASIL Penelitian berlangsung mulai Nopember 2008 hingga Februari 2009. Ukuran sampel 42 subjek, dibagi dalam tiga kelompok: kelompok kontrol 14 orang, kelompok perlakuan I (diberikan suplemen Zn) 14 orang, dan kelompok perlakuan II (diberikan suplemen kombinasi Zn + vitamin C) 14 orang. Pada setiap subjek dilakukan pencatatan datadata yang meliputi nomor RM, nama, umur, alamat,
65
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009
status gizi, kelas perawatan, diagnosis bedah, panjang luka, lama dirawat pasca bedah, penilaian luka bedah, asupan energi, asupan protein, asupan Zn dan asupan vitamin C. Sampel terdiri atas 12 orang (29%) pasien perempuan, dan 30 orang (71%) pasien laki-laki. Subjek berumur antara 20 hingga 65 tahun. Paling banyak terdapat umur 31-50 tahun (40.5%) dan paling sedikit 61-65 tahun (9.5%). Status gizi subjek diperoleh dengan perhitungan indek masa tubuh (IMT) (Tabel 1). Tabel 1: Karakteristik subjek berdasarkan status gizi (indek masa tubuh)
Sebanyak 32 orang (76.19%) adalah pasien dengan luka bedah sepanjang 10-15 cm, dan sebanyak 10 orang (23.81%) kurang dari 10 cm. Terdapat 10 jenis diagnosis bedah (Tabel 2). Tabel 2. Distribusi subjek berdasarkan diagnosis bedah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Diagnosis APP BPH FAM Hernia Sectioalta Struma Tumor Dada Tumor Mamae Tumor Punggung Vesicolitiasis Jumlah
Jumlah 6 1 1 15 1 9 1 4 1 3 42
Persentase 14.29 2.38 2.38 35.71 2.38 21.43 2.38 9.52 2.38 7.14 100
Karakteristik umur, status gizi, dan luka bedah tidak menunjukan perbedaan yang secara statistik bermakna antara kelompok-kelompok studi (Tabel 3). Berdasarkan Tabel 4 diatas dengan menggunakan uji Anova maka diperoleh 0.427 dan nilai p: 0.655 berarti dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang bermakna umur antara kelompok kontrol , kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II. Keikutsertaan subjek dalam penelitian ini sangat baik. Dari 42 subjek semuanya (100%) mengkonsumsi suplemen yang diberikan baik pada kelompok kontrol yang diberikan plasebo dan kelompok perlakuan I yang diberikan suplemen Zn serta kelompok perlakuan II yang diberikan suplemen kombinasi Zn dan Vitamin C. Semua subjek mengkonsumsi suplemen 1 kapsul perhari pada pagi hari selama 7 hari. Pemantauan ketaatan subjek dalam mengkonsumsi suplemen pada saat masih di rumah sakit dilakukan oleh perawat dan ahli gizi sedangkan pemantauan selama dirumah dilaksanakan oleh keluarga pasien. Selama pemberian suplemen tidak ditemukan efek samping yang dikeluhkan oleh subjek misalnya mual, muntah, diare, pusing dan lain-lain. Pengukuran kadar leukosit dilaksanakan 3 kali sesuai dengan pengamatan penyembuhan luka. Kadar leukosit normal 5,0 – 10,0 103 l. Dari 42 subjek yang telah diukur pada pengamatan I sebanyak 40 orang (97,5%) berada pada batas normal sedangkan 2 orang (2,5%) sedikit diatas batas normal. Sedangkan pada pengamatan II dan III semua (100%) pada batas normal. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang secara statistik bermakna antara ketiga kelompok studi dalam kadar leukosit pada ketiga pengamatan (Tabel 4).
Tabel 3 : Karakteristik subjek kelompok kontrol dan perlakuan sebelum penelitian
66
RUSJIYANTO/ PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN SENG (Zn) DAN VITAMIN C
Tabel 4: Hasil penilaian kadar leukosit darah
Tabel 5: Hasil pengukuran suhu tubuh
Tabel 6: Hasil penilaian penyembuhan luka bedah antara ketiga kelompok studi
Pengukuran suhu dilaksanakan setiap hari, namun untuk kepentingan analisis pada penelitian ini data diambil sebanyak 3 kali sesuai dengan pengamatan penyembuhan luka. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang secara statistik bermakna antara ketiga kelompok studi dalam suhu pada ketiga pengamatan (Tabel 5). Penilaian penyembuhan luka bedah dilakukan sebanyak 3 kali pengamatan yaitu pengamatan I dilakukan pada hari ketiga pasca bedah, pengamatan II dilakukan pada hari ke V pasca bedah dan pengamatan III dilakukan pada hari ke VIII pasca bedah. Hasil penilaian luka bedah menunjukkan, tidak ter-
dapat perbedaan skor penyembuhan luka antara ketiga kelompok studi pada pengamatan ke 1 (p=0.937) dan 2 (p=0.393), tetapi terdapat perbedaan yang secara statistik signifikan antara pengamatan 3 (p=0.009) (Tabel 6). Hasil posthoc test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang secara statistik bermakna antara kelompok kelompok kontrol dan kelompok Zn (p=0.643). Terdapat perbedaan yang secara statistik bermakna dalam skor penyembuhan luka antara antara kelompok kontrol dan kelompok Zn+ Vitamin C (p=004), maupun antara kelompok Zn dan kelompok Zn+Vitamin C (p=0.014) (Tabel 7).
67
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009
Tabel 7 : Hasil analisis penyembuhan luka dengan posthoc tests antara ketiga kelompok studi
Distribusi subjek berdasarkan lamanya hari rawat inap pasca bedah terlihat bahwa sebagian besar lama hari rawat pasca bedah adalah 5 hari yaitu 38 orang (90,48%) (Tabel 8). Tabel 8 : Distribusi subjek berdasarkan lamanya hari rawat inap pasca bedah
Distribusi subjek berdasarkan kelas perawatan menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu 34 orang ( 80,95%) pada kelas III (Tabel 9). Tabel 9: Karakteristik subjek menurut kelas perawatan
Tingkat asupan gizi diperoleh dengan cara recall dan atau penimbangan makanan selama 24 jam pada saat di rumah sakit dan di rumah. Hasil perhitungan asupan tersebut dibandingkan dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) tahun 2004. Selanjutnya diperoleh tingkat kecukupan gizi yang dinyatakan dalam persen. Hasil perhitungan asupan gizi baik energi, protein, Zn non-suplemen, maupun vitamin C non-suplemen tidak menujukkan perbedaan yang secara statistik bermakna antara ketiga kelompok studi (Tabel 10). PEMBAHASAN Variabel-variabel yang mungkin berpengaruh terhadap kecepatan penyembuhan luka maka pada saat pengurutan sampel dilakukan dengan cara randomisasi dan atau dilakukan pengujian secara statistik perbedaan rata-rata setiap variabel pada masing-masing kelompok sampel. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa umur subjek antara 20-65 tahun yang tersebar hampir merata pada umur 20-60 tahun dan hanya sebagian kecil subjek yang berumur 61-65 tahun. Karakteristik umur subjek ini dikendalikan dengan menguji apakah ada perbedaan
Tabel 10: Tingkat kecukupan energi, protein, Zn tanpa suplemen dan vitamin C tanpa suplemen. dihitung berdasarkan % AKG tahun 2004
68
RUSJIYANTO/ PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN SENG (Zn) DAN VITAMIN C
rata-rata umur subjek yang ada pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Dari Tabel 3 diketahui bahwa tidak ada perbedaan rata-rata umur secara bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pada penelitian ini umur perlu dikendalikan karena umur sangat berpengaruh terhadap kejadian infeksi dan komplikasi pasca bedah. Umur berpengaruh pada imunitas. Luka pada orang yang lebih tua penyembuhannya tidak sebaik orang yang lebih muda karena suplai darah yang kurang baik, status gizi yang kurang atau adanya penyakit penyerta. Angka ratarata infeksi luka operasi pada orang tua meningkat dengan pertambahan umur yaitu mencapai 8-13% untuk pasien umur diatas 65 tahun ( Furth, 1990; Wilson, 1995; Forrest, 1995). Status gizi pada semua kelompok tidak ada perbedaan yang bermakna, dengan demikian untuk membandingkan kecepatan penyembuhan luka pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sudah mengendalikan variabel status gizi. Hal ini perlu dilakukan karena status gizi mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka. Status gizi yang buruk mempengaruhi sistem kekebalan tubuh yang memberi perlindungan terhadap penyakit infeksi seperti penurunan sekretori imunoglobulin A (AIgA) yang dapat memberikan kekebalan permukaan membran mukosa, gangguan sistem fagositosis, gangguan pembentukan kekebalan humoral tertentu, berkurangnya sebagaian komplemen, dan berkurangnya thymus sel (T). Kesemuanya itu akan menjadi kendala dalam pengobatan dan perawatan penyembuhan pasca bedah (Linder, 1992). Sedangkan akibat apabila status gizi lebih dikaitkan dengan risiko terjadinya penyakit degeneratif misalnya hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung koroner, batu empedu dan lain-lain. Dengan adanya penyakit tersebut akan menjadi permasalahan dalam penatalaksanaan penyembuhan luka pasca bedah. (Supariasa, 2001). Berdasarkan jenis diagnosis bedah dalam penelitian ini diperoleh 10 jenis diagnosis yang telah sesuai dengan kriteria inklusi yaitu pembedahan kategori sedang , luka bersih dan panjang luka 5-20 cm. Selama dilakukan observasi kepada subjek tidak diketemukan penyakit penyerta yang dapat menghambat kecepatan penyembuhan luka antara lain : campak, hepatitis, sifilis, bruselosis, lepra, tuberkulosis, AIDS, uremia, diabetes melitus. Penyakit-penyakit penyerta tersebut berpengaruh
pada imunitas pasien pasca bedah yang dapat menghambat sintesa kolagen dan berisiko terhadap komplikasi pasca bedah (Furth, 1990, Perdanakusumah, 2008). Dalam penelitian ini diketahui bahwa panjang luka bedah antara 10-20 cm yang sebaran pada masing-masing kelompok sampel telah diuji secara statistik untuk mengetahui apakah ada perbedaan bermakna pada masing-masing kelompok sampel. Dari hasil pengujian statistik diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan bermakna panjang luka bedah pada masing-masing kelompok sampel, sehingga variabel ini dianggap tidak berpengaruh terhadap hasil penilaian pengamatan penyembuhan luka. Panjang luka ini perlu dikendalikan karena semakin panjang luka semakin besar kemungkinan bakteri yang terbawa partikel udara masuk kedalam luka, baik melalui tangan maupun instrumen (Dziban, 2007). Sesuai dengan prosedur pelayanan di Instalasi Bedah RSUD Sukoharjo bahwa pelaksanaan pembedahan menggunakan pisau bedah untuk kulit permukaan selanjutnya untuk kulit bagian dalam menggunakan pisau elektrik sehingga dengan peralatan tersebut bisa mengurangi volume darah yang keluar dan hasil pembedahan lebih optimal ( protap pelayanan IBS). Pada Tabel 9 diketahui bahwa lama perawatan pasca bedah dirumah sakit 5-8 hari, sebagian besar subjek (90,48%) pulang pada hari ke 5. Setelah dilakukan pengujian secara statistik bahwa lama perawatan pasca bedah pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Hal ini berarti bahwa pada penelitian ini pemberian suplemen tidak berpengaruh pada lamanya hari rawat pasca bedah. Sesuai dengan prosedur pelayanan pada Instalasi Bedah Sentral RSUD Kabupaten Sukoharjo bahwa pasien bedah yang kondisi secara umum sudah baik maka dapat diperbolehkan pulang meskipun luka bedahnya belum dinyatakan sembuh, namun untuk perawatan lukanya harus dilanjutkan pada saat kontrol kembali ke rumah sakit untuk diberikan medikasi ( protap pelayanan IBS). Berdasarkan kelas perawatan, subjek sebagian besar sebagai pasien kelas III, namun sesuai dengan standar pelayanan Instalasi Bedah Sentral bahwa pelayanan bedah tidak membedakan kelas perawatan.
69
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009
Sedangkan untuk pelayanan gizi pasca bedah berpedoman pada menu diit khusus yang tidak membedakan kelas perawatan sehingga juga tidak berpengaruh pada nilai gizinya. Demikian juga dengan pemberian obat sudah sesuai dengan standar farmasi dan terapi yang telah ditetapkan (Protap pelayanan IBS). Dengan demikian kelas perawatan dalam penelitian ini tidak mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka pasca bedah. Berdasarkan asupan energi dan protein secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok kontrol dan perlakuan, sehingga asupan energi dan protein ini diasumsikan mempunyai pengaruh yang sama pada masing-masing kelompok sampel peranannya dalam kecepatan penyembuhan luka pasca bedah. Peranan energi protein dalam penanganan pasca bedah ini adalah prioritas untuk mengurangi kehilangan gizi selama periode hipermetabolisme dan untuk mempromosikan perbaikan selama penyembuhan (Moore, 1997). Kecukupan energi pada penelitian ini perlu diperhitungkan karena subjek sebagai pasien pembedahan akan mengalami stres metabolik, untuk itu energi berperan untuk menciptakan keadaan homeostasis dalam tubuh. Asupan energi yang mencukupi akan memberi peluang terhadap asupan protein agar berfungsi secara optimal sebagai katalisator, molekul karier, reseptor signal biologik dan sebagai komponen struktural (Linder, 1992). Dalam penyembuhan luka peranan protein ini sangat besar yaitu untuk produksi jaringan pengikat dan kalogen (jaringan muda). Asupan Zn (tidak termasuk suplemen) terlihat masih jauh dari kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu rata-rata 68%. Dari hasil uji statistik rata-rata asupan Zn pada kelompok kontrol dan perlakuan tidak ada perbedaan yang bermakna. Dengan pemberian suplemen Zn akan terlihat pengaruhnya terhadap kecepatan penyembuhan luka pasca bedah, karena peranan Zn pada penyembuhan luka sangat besar. Zn sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari 300 enzym, berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat. Sebagai bagian dari banyak metaloenzym, Zn sangat dibutuhkan dalam hampir semua aspek metabolisme seluler. Kajian beberapa hasil penelitian pada hewan percobaan bahwa Zn bersifat esensial untuk sintesa DNA oleh sel-sel mamalia. Thimidinkinase, RNA Polimerase, 70
DNA polimerase, rebonuklease dan reverse transkriptase adalah beberapa enzym zinc-dependent yang merupakan katalisator penting dalam replikasi dan transkripsi DNA selama pembelahan sel (Prasad, 2000). Sementara asupan vitamin C (tidak termasuk suplemen) pada subjek penelitian ini juga masih jauh dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu ratarata 63%. Dari hasil uji statistik rata-rata asupan vitamin C pada kelompok kontrol dan perlakuan tidak ada perbedaan yang bermakna. Dengan pemberian suplemen vitamin C akan terlihat pengaruhnya terhadap kecepatan penyembuhan luka pasca bedah, karena vitamin C merupakan nutrisi yang cukup penting dalam proses penyembuhan luka, dan kekurangan vitamin C juga menaikkan risiko pendarahan yang berlebihan pada penanganan pembedahan (MacKay, 2003). Vitamin C dibutuhkan untuk reaksi enzym dalam proses metabolisme tenunan pengikat dan serat kolagen dimana penyembuhan luka selalu memerlukan tambahan produksi tenunan pengikat dan serat kolagen ini. Penelitian ini tidak menganalisis tingkat kecukupan zat gizi lainnya selain energi, protein, Zn dan vitamin C. Zat gizi lain yang sangat berperanan dalam penyembuhan luka antara lain, vitamin A, vitamin E dan asam lemak esensial seperti Omega 3. Vitamin A berperan dalam pembentukan epitel dan sistem imunitas. Vitamin A dapat meningkatkan jumlah monosit, makrofag di lokasi luka dan mengatur aktifitas kolagen. Sementara vitamin E merupakan antioksidan lipopilik utama dan berperan dalam pemeliharaan membran sel, menghambat terjadinya peradangan dan pembentukan kolagen yang berlebihan. Sedangkan asam lemak esensial ini penting karena tidak bisa disintesa dalam tubuh sehingga harus didapatkan dari makanan atau dari suplemen. Peranan asam lemak esensial ini hádala mengurangi peradangan, mengurangi pengentalan sel-sel darah dan berperan dalam mencegah perkembangbiakan sel-sel yang tidak normal (MacKay, et al., 2003). Leukosit darah subjek merupakan salah satu unsur penilaian penyembuhan luka pada penelitian ini. Pada Tabel 4 disajikan hasil pengukuran leukosit darah yang dilakukan sebanyak 3 kali pengamatan. Berdasarkan uji statistik anova baik pada pengamatan
RUSJIYANTO/ PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN SENG (Zn) DAN VITAMIN C
I, II dan III tidak terdapat perbedaan bermakna kadar leukosit darah pada masing-masing kelompok sampel. Rata-rata leukosit darah pada pengamatan I (3 hari pasca bedah) terlihat lebih tinggi dari pengamatan II dan pengamatan III. Hampir semua pengukuran leukosit darah ini berada pada batas normal yaitu (5,0 – 10,0)103ìl. Leukosit atau sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Penyembuhan luka pasca bedah pada fase inflamasi dimulai dengan melakukan pengirisan untuk pembedahan dan berakhir hingga hari ketiga atau keempat setelah operasi. Aktifitas fisiologik utama adalah homeostatis dan phagocytosis. Respons inflamasi terjadi segera dan mempersiapkan jaringan untuk penyembuhan. Sebagai hasilnya, pertama adalah terjadi kontriksi yang singkat dan segera pada pembuluh darah, yang mengakibatkan pembekuan darah untuk menutupi luka. Hal ini diikiuti oleh vasodilatasi, memberikan peningkatan aliran darah pada area, sel darah putih (leukosit) menyerbu area luka dan menghilangkan bakteri dan debris. Sekitar 24 jam setelah luka, sebagian besar sel pagositik (makrofag) yang menstimulasikan formasi epitel di akhir pembuluh yang cedera sehingga reanatomis dapat terjadi. Selama fase Inflamasi pasien mempunyai respons tubuh, yang meliputi temperatur meningkat secara perlahan, leukositosis dan mengakibatkan rasa demam. (Gibson,2005; Perdanakusuma, 2008). Suhu tubuh subjek merupakan salah satu unsur penilaian penyembuhan luka pada penelitian ini. Pada Tabel 6 disajikan hasil pengukuran suhu tubuh yang dilakukan sebanyak 3 kali pengamatan. Berdasarkan uji statistik Anova baik pada pengamatan I, II dan III tidak terdapat perbedaan rata-rata suhu tubuh secara bermakna pada masing-masing kelompok sampel. Hampir semua pengukuran suhu tubuh ini berada pada batas normal. Kenaikan suhu terjadi pada awal fase inflamasi, oleh karena pencatatan suhu tubuh subjek pada penelitian ini dilakukan pada hari ke 3 pasca bedah sehingga pada akhir fase inflamasi ini suhu tubuh sudah kembali ke batas normal. Pada keadaan kulit yang normal maka kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh
(termoregulasi) dan metabolisme. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas (Arwanimu, 2008). Pada Tabel 6 tentang penilaian penyembuhan luka bedah pada pengamatan I tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Penilaian penyembuhan luka pasca bedah pada pengamatan I ini dilakukan pada hari ke 3 setelah pembedahan sehingga suplemen yang dikonsumsi baru 2 buah kapsul selama 2 hari. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian suplemen Zn maupun kombinasi Zn dan vitamin C belum nampak jelas efeknya terhadap perkembangan penyembuhan luka. Perkembangan luka pada hari ke 3 ini berdasarkan fisiologi penyembuhan luka secara alami berada pada fase peralihan dari fase inflamasi menuju ke fase proliferasi atau pembentukan jaringan granulasi. Respons inflamasi dinyatakan dengan dilatasi pembuluh darah dan pengeluaran leukosit dan cairan. Pembuluh darah yang putus mengalami kontriksi dan retraksi disertai reaksi hemoestasis. Homeostasis terjadi karena agregasi trombosis yang bersama jala fibrin akan membekukan darah darah. Agregat trombosis akan mengeluarkan mediator inflamasi Transforming Grwoth Factor beta 1 ( TGFâ1) yang akan mengaktifasi fibroblas untuk mensitesis kolagen (Smeltzer et al, 2002; Perdanakusumah, 2008). Meskipun mineral Zn dan vitamin C sangat berperan pada penyembuhan luka, namun oleh karena pada fase ini secara fisiologis belum terjadi proses pembentukan tenunan pengikat dan serat kolagen maka efek Zn dan vitamin C belum nampak peranannya. Pada pengamatan II meskipun terdapat perbedaan rata-rata penilaian penyembuhan luka dimana kelompok perlakuan dengan pemberian suplemen campuran Zn dan vitamin C menunjukkan nilai penyembuhan luka yang tertinggi diikuti kelompok perlakuan suplemen Zn dan kelompok kontrol. 71
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009
Namun perbedaan tersebut secara statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna. Penilaian penyembuhan luka pasca bedah pada pengamatan II ini dilakukan pada hari ke 5 setelah pembedahan sehingga suplemen yang dikonsumsi sebanyak 4 buah kapsul selama 4 hari. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian suplemen Zn maupun suplemen kombinasi Zn dan vitamin C belum nampak jelas efeknya terhadap perkembangan penyembuhan luka. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pemberian suplemen Zn maupun suplemen kombinasi Zn dan vitamin C diberikan baru 4 kali (4 hari) sehingga peranan suplemen tersebut belum terbukti. Pemberian dukungan nutrisi perioperatif seperti halnya pemberian suplemen ini sekurang-kurangnya 5 hari pada pasien bedah dapat mengurangi komplikasi postoperasi (Sabiston, 1995). Peran dukungan nutrisi dalam proses penyembuhan luka adalah dalam proses respons imunoseluler, fagositosis, angiogenesis, kontraksi luka dan deposisi kolagen (Cheny, 1997). Demikian juga bahwa pada pengamatan II penilaian penyembuhan luka ini adalah merupakan fase peralihan dari fase proliferasi menuju fase maturasi. Dimana fase maturasi adalah merupakan proses panjang yang dimulai pada hari ke 5 sampai dengan berbulan-bulan. Proses ini menghasilkan jaringan seluler, avaskuler, skar kolagen yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan. Pada proses penyembuhan luka, jika sudah pada fase maturasi pada sisi luka akan terjadi kekuatan tarik menarik, sehingga pada luka tersebut akan saling menyatu. Oleh karena itu meskipun mineral Zn dan vitamin C sangat berperan pada penyembuhan luka, namun oleh karena pada fase ini secara fisiologis baru merupakan awal dari proses maturasi maka efek Zn dan vitamin C belum nampak pengaruhnya terhadap kecepatan penyembuhan luka pasca bedah. Penilaian penyembuhan luka pasca bedah pada pengamatan III ini dilakukan pada hari ke 8 setelah pembedahan sehingga suplemen yang dikonsumsi sudah mencapai 7 buah kapsul. Terdapat perbedaan rata-rata nilai penyembuhan luka pasca bedah dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Nilai rata-rata tertinggi pada kelompok perlakuan II diikuti kelompok perlakuan I dan kelompok kontrol. Dari hasil uji statistik dinyatakan ada perbedaan rata-rata secara bermakna antara kelompok kontrol dan
72
kelompok perlakuan. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata antar kelompok sampel dilakukan uji statistik posthoc tests didapatkan hasil sebagai berikut: (1) Tidak ada perbedaan nilai rata-rata secara bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan I; (2) Ada perbedaan nilai rata-rata secara bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan II; (3) Ada perbedaan nilai rata-rata secara bermakna antara kelompok perlakuan I dengan kelompok perlakuan II. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian suplemen seng Zn selama 7 hari tidak ada pengaruh secara bermakna terhadap kecepatan penyembuhan luka pasca bedah, sedangkan pemberian suplemen kombinasi antara Zn dan Vitamin C berpengaruh terhadap kecepatan penyembuhan luka pasca bedah. Dijelaskan bahwa pemberian 50 mg Zn/hari peroral pasien bedah dapat mempercepat penutupan luka (Linder, 1992). Menurut beberapa penelitian suplementasi Zn yang diberikan kepada pasien sebelum pembedahan dapat mencegah kekurangan Zn sehingga dapat mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan luka (Healthnotes, 2004). Dalam keadaan stres seperti pembedahan diperlukan redistribusi Zn dalam tubuh. Tidak ada simpanan Zn khusus, kecuali metallotionin bentuk simpanan Zn belum dapat diidentifikasi dalam jaringan halus. Jadi jika konsumsi makanan tidak mencukupi kebutuhan, maka terjadi redistribusi Zn dalam tubuh melalui katabolisme metalloprotein dalam otot dan jaringan halus lainnya untuk menyediakan Zn bagi lokasi-lokasi yang membutuhkan diantaranya untuk penyembuhan luka (Prasad, 1991). Sehingga suplementasi Zn sangat dibutuhkan dalam keadaan stres untuk memenuhi kebutuhan Zn tersebut. Pada penelitian ini juga terlihat bahwa kelompok yang diberikan suplemen Zn mempunyai nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol, tetapi tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata secara bermakna kelompok yang diberikan suplemen Zn dengan kelompok kontrol, hal ini dimungkinkan karena waktu suplementasi pada penelitian ini yang terlalu pendek. Sebaiknya suplementasi dimulai sebelum pembedahan, hal ini penting agar pada saat pembedahan pasien tidak kekurangan Zn yaitu konsentrasi Zn plasma tidak kurang 70 g/dl. Bila pasien kekurangan Zn akan terjadi kelambatan dalam
RUSJIYANTO/ PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN SENG (Zn) DAN VITAMIN C
penutupan luka oleh jaringan kolagen, juga dapat mempengaruhi sistem imunitas tubuh oleh karena terjadi penurunan limfosit, natural killer cells, dan ukuran tymus. Pemberian suplemen kombinasi Zn dan vitamin C dapat mempercepat penyembuhan luka pasca bedah, hal ini ditunjukkan adanya perbedaan ratarata nilai penyembuhan luka secara bermakna kelompok yang diberikan suplemen kombinasi Zn dan vitamin C dibanding dengan kelompok kontrol maupun kelompok yang deberi suplemen Zn saja. Apabila pada kelompok yang diberikan suplemen Zn tidak berpengaruh terhadap penyembuhan luka namun pada kelompok yang diberikan suplemen kombinasi Zn dan vitamin C berpengaruh terhadap penyembuhan luka karena mineral Zn akan meningkatkan kekuatan tegangan (gaya yang diperlukan untuk memisahkan tepi-tepi) penyembuhan luka sedangkan vitamin C diperlukan untuk pembentukan kolagen bagi penyembuhan luka yang optimal (Moore, 1997). Disamping Zn peranan vitamin C sangat besar dalam proses penyembuhan luka. Vitamin C perlu untuk menjaga struktur kolagen, sejenis protein yang menghubungkan semua jaringan serabut termasuk kulit, struktur kolagen yang baik akan dapat menyembuhkan luka. Dijelaskan bahwa luka selalu memerlukan tambahan produksi tenunan pengikat dan kolagen (jaringan muda/scar tissue). Prokolagen dibuat pada endoplasmik retikulum yang mikrosomal juga menghidroksilasi prolin khusus dan residu lisin atau tembaga (Cu). Yang paling diperhatikan di antara proses sebelum ekskresi protein. Dalam permukaan ekstraselular, prokolagen dipecah menjadi tropokolagen dan residu lisin tertentu ( diseleksi ) mendapat proses oksidasi oleh enzim Cu-lysis oksidase. Hal ini memungkinkan terjadinya polimerisasi dan ikatan silang (crosslinking) untuk membentuk serat kolagen (Linder, 1992). Pola makan orang Indonesia pada umumnya terbiasa mengkonsumsi teh setiap hari. Bahkan ada kelompok masyarakat tertentu mengkonsumsi teh kental. Selain itu juga banyak mengkonsumsi serealia, kacang-kacangan, termasuk hasil olahnya. Bahan makanan tersebut mengandung tannin dan atau fitat, yang dapat menghambat penyerapan Fe dan Zn secara signifikan. Pola konsumsi dan kebiasaan makan
tersebut sudah tentu meningkatkan potensi terjadinya defisiensi Fe dan Zn akibat penyerapan terganggu (Gibsons, 2003). Sementara vitamin C berperan dalam penyerapan Fe dan Zn. Sehingga pemberian suplemen kombinasi Zn dan vitamin C pada penelitian ini mempunyai efek yang lebih baik terhadap kecepatan penyembuhan luka pasca bedah dibanding dengan kelompok yang diberikan Zn saja maupun kelompok kontrol. Penelitian ini menarik kesimpulan sebagai berikut. Pertama, suplementasi Zn saja yang diberikan 7 hari setelah pembedahan tidak berpengaruh terhadap kecepatan penyembuhan luka pasca bedah. Kedua, suplementasi Zn+vitamin C yang diberikan 7 hari setelah pembedahan dapat mempercepat penyembuhan luka pasca bedah. Penelitian ini memberikan saran sebagai berikut. Pertama, bagi klinisi disarankan untuk memberikan Zn+vitamin C untuk mempercepat penyembuhan luka. Pemberian Zn saja tidak bermanfaat untuk mempercepat penyembuhan luka. Kedua, pemberian Zn+vitamin C disarankan setiap hari selama minimal 7 hari pasca bedah. Pemberian Zn+vitamin C kurang dari 7 hari tidak memberikan manfaat bagi kecepatan penyembuhan luka Ketiga, pasien sebelum dan sesudah dilaksanakan pembedahan perlu mengkonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C dan makanan yang cukup mengandung Zn yaitu makanan yang bersumber hewani, disamping itu perlu mengurangi makanan yang mengandung tannin dan phytate, yang dapat menghambat penyerapan Zn seperti teh kental. Keempat, suplementasi Zn+vitamin C berpengaruh pada kecepatan penyembuhan luka, namun belum diketahui apakah karena peranan vitamin C saja atau karena interaksi keduanya, sehingga perlu dilanjutkan penelitian ini dengan menambah satu kelompok sampel yang diberikan suplemen vitamin C saja. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S.,(2005). Penuntun Diit. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Arwanimu A (2008), Anatomi fisiologi kulit dan penyembuhan luka, Departeman Ilmu Bedah Plastik FK. Unair.
73
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009
Brown,KH., Wuehler,SE., and Peerson,JM. (2001). The importance of zinc in human nutrition and estimation of the global prevalence of zinc deficiency. Food And Nutrition Bulletin Vol.22, Number 2, Juni 2001 : United Nations University Press. Cheney LM (1997). Facial surgery plastic and reconstructive, Wiliam and Wilkins, A. Waverly Company, Baltimore-Philadelphia, hal. 67-77. Cohen IK, Diegelmann RF, Linblad WJ (1992). Wound healing: biochemical and clinical aspect. WB Saunders CO., Toronto. Dzalinz,M. (1992). Pemberian dini makanan lewat pipa pada pasien postoperasi bedah digestif. Padang: Laboratorium Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Dziban,R (2007). Pengaruh status gizi dan dukungan nutrisi terhadap komplikasi postoperatif pada pasien bedah elektif di rs dr. sardjito yogyakarta. Dalam: Karya Ilmiah Bagian Ilmu Bedah FK Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Ehrenkranz,NZ (1992). Surgical infection. in hospital infection, Edisi ke 3, Boston, Litle Brown Company. Forrest AP, Corter DC (1995). Principle and practice of surgery, Edisi ke 3. Edinburgh, Churchill Livingstone. Furth PA (1990). Prevention and managemen of infection in perioperatif period. Dalam Medical perioperative. Conecticut: Appleton and Lange. Gallagher–Allred, C.R., Voss, A.C., Finn, S.C., McCamish, M.A (1996), Malnutrition and clinical outcomes: the case for medical nutrition therapy. Journal of the American Dietetic Association. Gibson RS (2003). Gibson’s 3-days lecture tentang “recent advances in nutritional assessment”, 1012 September 2003, SEAMEO-TROPMED RCCN, Universitas Indonesia. Gibson,RS (2005). Principles of nutritional assessment. New York : Oxford University Press. Gilberto Kac, M. 2000. length of stay is associated with incidence of inhospital malnutrition in a group of low-income brazilian children. Salud Publica De Mexico. Vol, 42.
74
Gropper,SS.. Smith, Jack L., Groff, James L (2005). Advanced nutrition and human metabolism, USA: Thomson Learning.Inc. Hambidge,M and Krebs,F. 2001. zinc metabolism and requirements. Food And Nutrition Bulletin 22 (2). Healthnotes (2004). Nutritional supplements that may be helpful for pre and post-surgery health. http://www.evitamins.com/healthnotes.asp. Diakses Mei 2008. Indrawan, U.(1998). Pengaruh vitamin c terhadap kecepatan penyembuhan luka insisi pada marmut. Dalam : Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Instalasi Bedah Sentral RSUD Sukoharjo (2008). Prosedur tetap (protap) pelayanan bedah. Instalasi Gizi RSUD Sukoharjo (2008). Daftar Menu 10 hari RSUD Sukoharjo Klein, J.D. et al. (1996). Perioperative nutrition and postoperative complication in patiens undergoing spinal surgery; spine. Lin E, Lowry SF, Calvano SE (1997). The systemic responsse to injury : Schwartz Principles of Surgery.Edisi ke 7. Mc Graw Hill International. Linder,MC (1992). Biokimia nutrisi dan metabolisme. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UIPress). MacKay D, Miller L. (2003). Nutritional support for wound healing, Alternative Medicine Review, 8 (4). Maryanto,A (2004). Pengaruh kadar albumin serum terhadap lamanya penyembuhan luka operasi. Dalam: Laporan penelitian bagian ilmu bedah FK Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Moore, MC (1997). Buku pedoman terapi diet dan nutrisi. Jakarta: Hipokrates. Murti B (2006). Desain dan ukuran sampel untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif di bidang kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Peake et al (2000). Hospital malnutrition-it is problem? Hospital pharmaccist. 7 (6). Perdanakusuma,D (2008). Anatomi fisiologi kulit dan penyembuhan luka. http://surabaya plasticsurgery.blogspot.com. Sunday, May 11, 2008. Diakses Juni 2008.
RUSJIYANTO/ PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN SENG (Zn) DAN VITAMIN C
Prasad (1991). Discovery of human zinc deficiency and studies in an experimental human model. American Journal Clinical Nutrition. 53:403412. Prasad, A. S. (2000), Effects of zinc deficiency on Th1 and Th2 cytokine shifts. The Journal Infectious Diseases. 182 (suppl. 1): S62–S68. Pusdiknakes (2000). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Pasien Selama dirawat di Bagian Penyakit Dalam. Sabiston DC, Schirmer MD, Bruce D (1995). Buku Ajar Ilmu Bedah. Dalam Persiapan Pra Operasi Pasien Bedah, Jakarta, EGC. Sardjana (2003). Pengelolaan malnutrisi di rumah sakit. Dalam: Makalah Lengkap Kursus Gizi Klinik & Simposium. Solo.
Smeltzer, SC (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddart. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC Solomons, NW (2001). Dietary sources of zinc and factors affecting its bioavailability. Food And Nutrition Bulletin Vol.22, Number 2, Juni 2001: United Nations University Press. Supariasa IDN. (2002). Penilaian status gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Suprapto,B.(2003). Respons metabolik terhadap stress. Dalam: Makalah Lengkap Kursus Gizi Klinik & Simposium. Solo. Williamson R, Waxman B (1994). An aid to clinical surgery. Edisi ke 5. Edinburgh: Churchill Livingstone: 33-34. Wilson J (1995)..Infection control in clinical practice, London: WB Saunders.
75