PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq.) TERHADAP PROFIL SEL β PANKREAS PADA TIKUS MODEL DIABETES MELLITUS
TYAS NOORMALASARI H.
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Terhadap Profil Sel β Pankreas Pada Tikus Diabetes Mellitus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2015 Tyas Noormalasari H. NIM B04110039
ABSTRAK TYAS NOORMALASARI H. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Terhadap Profil Sel β Pankreas pada Tikus Diabetes Mellitus. Dibimbing oleh TUTIK WRESDIYATI dan ADI WINARTO. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak etanol biji mahoni terhadap berat badan, jumlah konsumsi ransum, kadar glukosa darah, dan jumlah sel β jaringan pankreas dan pulau Langerhans tikus model diabetes mellitus. Penelitian ini menggunakan tikus jantan Rattus norvegicus galur Sprague Dawley. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok: (i) kontrol negatif (K-), (ii) kontrol positif/diabetes mellitus (DM) (K+), (iii) kelompok DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni 500 mg/kgBB (EM), (iv) kelompok DM yang diberi acarbose (KO), (v) kelompok non DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni 500 mg/kgBB (KE). Kondisi DM didapatkan dengan induksi aloksan (110 mg/kgBB). Perlakuan diberikan selama 28 hari. Berat badan, jumlah konsumsi ransum, dan kadar glukosa darah diukur selama perlakuan. Pada akhir perlakuan, jaringan pankreas tikus diambil dan dilakukan analisis terhadap jumlah sel β jaringan pankreas secara imunohistokimia. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak etanol biji mahoni dapat meningkatkan berat badan, menurunkan kadar glukosa darah, serta menghambat laju kerusakan sel β pulau Langerhans jaringan pankreas tikus diabetes. Kata kunci: Ekstrak etanol biji mahoni, diabetes mellitus, sel β pankreas, pulau Langerhans, tikus putih
ABSTRACT TYAS NOORMALASARI H. Effect of Ethanolic Mahogany Seed Extract on The Profile of Pancreatic Beta Cells in Experimental Diabetic Rats. Supervised by TUTIK WREDSDIYATI and ADI WINARTO. The aim of this research was to analyze the effect of ethanol mahogany seeds extract on body weight, total feed consumtion, blood glucose level, the number of beta cells and the islets of Langerhans in the pancreatic tissue of diabetic rats.This study used 25 male rats (Sprague Dawley). The rats were divided into 5 groups: (i) negative control group (K-), (ii) positive control group/diabetes mellitus (DM) (K+), (iii) DM group that was treated with 500 mg/kgBW of the ethanol mahagony seeds extract (EM), (iv) DM group that was treated with acarbose (KO), and (v) non DM group that was treated with 500 mg/kgBW of the ethanol mahagony seed extract (KE). DM condition was obtained by alloxan induction (110 mg/kgBW). The treatments were done for 28 days. Body weight, total feed intake, and blood glucose level were measured during the treatments. At the end of treatments, the pancreas tissues were then obtained and analyzed for the number of beta cells. This study showed that ethanol Swietenia mahagony seeds extract increased body weight, decrease blood glucose level and inhibit the rate of pancreatic β cells damage in the experimental diabetic rats. Keywords: Mahogany seed extract, diabetes mellitus, beta cells, islets of Langerhans, rats
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq.) TERHADAP PROFIL SEL β PANKREAS PADA TIKUS MODEL DIABETES MELLITUS
TYAS NOORMALASARI H.
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul
Nama NRP
: Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Terhadap Profil Sel β Pankreas pada Tikus Diabetes Mellitus : Tyas Noormalasari H. : B04110039
Disetujui oleh
Prof Drh Tutik Wresdiyati, PhD, PAVet Pembimbing I
Drh Adi Winarto, PhD, PAVet Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS,PhD,APVet Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik. Judul skripsi yang telah dilaksanakan adalah “Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Terhadap Profil Sel β Pankreas pada Tikus Diabetes Mellitus”. Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas akhir tahap sarjana (S1) di Fakultas Kedokteran Hewan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D, PAVet dan Drh. Adi Winarto, Ph.D, PAVet selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Drh Yudi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahannya selama penulis mengikuti kegiatan akademik. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Iwan dan Bapak Maman, selaku staf Laboratorium Histologi FKH IPB, yang telah banyak membantu dan memberikan saran selama penelitian. Terima kasih juga kepada Dirjen DIKTI melalui Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Penelitian Dasar untuk Bagian Tahun 2014 atas nama Prof Drh Tutik Wresdiyati, PhD, PAVet. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta (Papah, Mamah, Dhike, dan Gugum) yang selalu memberikan semangat maupun doa kepada penulis selama menyelesaikan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Tomi As’ad Ginanjar yang selalu memberikan semangat, saran, dan motivasi kepada penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada teman satu penelitian (Ka Eka, Rifa, Alam, Ajeng, Mimi, Andi) serta kepada keluarga GANGLION (FKH 48) atas segala dukungan, bantuan, dan semangatnya. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di Pendofo 55 dan Perwira 52 atas dukungan yang diberikan selama ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga bimbingan dan arahan yang membangun sangat diharapkan demi hasil penelitian yang lebih baik. Penulis ucapkan terimakasih kepada pihak yang mendukung dan memberikan arahan kepada penulis. Semoga tulisan ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Juli 2015 Tyas Noormalasari H.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Diabetes Mellitus
2
Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)
3
Pankreas
4
Insulin
4
Aloksan
4
METODE
5
Waktu dan Tempat Penelitian
5
Alat dan Bahan Penelitian
5
Prosedur
6
Analisis Statistik
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Berat Badan dan Jumlah Konsumsi Ransum
8 8
Efek Hipoglikemik pada Tikus
10
Histomorfologi Pulau Langerhans
11
SIMPULAN DAN SARAN
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
19
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Gambar biji mahoni Grafik berat badan tikus perlakuan Grafik kadar glukosa darah tikus perlakuan Fotomikrograf jumlah pulau Langerhans jaringan pankreas tikus perlakuan yang diwarnai secara HE Fotomikrograf sel β jaringan pankreas tikus perlakuan yang diwarnai secara imunohistokimia
3 8 10 12 13
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Pembagian kelompok perlakuan uji in vivo Jumlah konsumsi ransum pada tikus perlakuan selama 28 hari Jumlah pulau Langerhans per lapang pandang pada jaringan pankreas tikus perlakuan Jumlah sel β pankreas per pulau Langerhans
6 9 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Hasil statistik jumlah konsumsi ransum tikus perlakuan Hasil statistik jumlah pulau Langerhans per lapang pandang jaringan tikus perlakuan Hasil statistik jumlah sel β jaringan pankreas per pulau Langerhans tikus perlakuan
16 17 18
1
PENDAHULUAN Latar belakang Diabetes Mellitus (DM) atau yang lebih dikenal dengan penyakit kencing manis merupakan salah satu dari penyakit kronis yang mengancam kesehatan umat manusia. Tingginya tingkat penderita penyakit DM di Indonesia sejalan dengan peningkatan kemakmuran penduduk. Menurut International Diabetes Federation (IDF), penderita DM di dunia mencapai 382 juta orang pada tahun 2013, sedangkan untuk penderita DM di Indonesia sendiri diperkirakan mencapai 8,5 juta orang (IDF 2013). Diabetes mellitus diketahui sebagai suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia atau meningkatnya kadar glukosa yang ada di dalam darah karena terjadinya gangguan sekresi insulin, aktifitas dari insulin, ataupun keduanya. Hiperglikemia yang berjalan kronis dapat berhubungan dengan kerusakan fungsi atau kegagalan organ yang berbeda, terutama pada mata, ginjal, saraf, hati, jantung, dan juga pembuluh darah (ADA 2014). Menurut American Diabetes Association (2014), DM secara umum dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu DM tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan DM tipe II (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus). Diabetes mellitus tipe I biasanya dikarenakan kerusakan dari sel β. Penderita penyakit ini hanya sekitar 5 – 10% dari keseluruhan penderita DM, sedangkan DM tipe II diderita sekitar 90-95% dari keseluruhan penderita DM. Pada DM tipe II tidak terjadi kerusakan autoimun sel β seperti halnya pada DM tipe I. Penyakit DM ini juga dapat menyerang pet animal atau hewan peliharaan. Kucing dan anjing merupakan hewan kesayangan yang sering dipelihara karena kepandaian, keunikan, dan juga keindahan bulunya. Untuk menjaga dan memelihara kesehatan hewan peliharaannya, salah satu langkah yang diambil oleh pemilik adalah melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, namun di Indonesia sendiri pemeriksaan rutin untuk DM belum menjadi prioritas. Diabetes mellitus yang diderita kucing biasanya merupakan DM tipe II. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, selama tahun 2000-2004, jumlah kucing yang menderita penyakit DM di Swedia berjumlah 21 per 10.000 ekor (Sallander et al. 2012). Penelitian mengenai DM pada anjing dilakukan di Swedia pada tahun 1995-2004. Berdasarkan hasil yang didapat, anjing yang dinyatakan menderita DM berjumlah 860 ekor dengan umur rata-rata 5-12 tahun (Fall et al. 2007). Penelitian mengenai DM pada anjing dan kucing juga dilakukan di Amerika Serikat. Penelitian ini dilakukan pada 834 pemilik hewan yang hewannya mengalami DM, terdiri dari 27% anjing dan 73% kucing (Aptekmann et al. 2014). Sejauh ini penggunaan obat hipoglikemik maupun penyuntikan insulin merupakan salah satu solusi untuk menanggulangi penyakit DM. Penggunaan obat hipoglikemik maupun penyuntikan insulin ini memungkinkan terjadinya efek samping (Lei et al. 2007), sehingga dibutuhkan alternatif lain dengan memanfaatkan tanaman atau bahan-bahan tradisional yang bersifat hipoglikemik. Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai obat hipoglikemik adalah biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani et al. (2013) menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji
2 mahoni berpotensi untuk menurunkan kadar glukosa darah, peningkatan kadar insulin, penurunan ekspresi TNF−α, dan memperbaiki kerusakan jaringan pankreas pada tikus yang diinjeksi Multiple Low Dose-Streptozotocin (MLDSTZ). Selanjutnya dalam penelitian lain juga dilaporkan bahwa ekstrak etanol biji mahoni bersifat hipoglikemik pada tikus DM yang diinduksi aloksan (Hasan et al. 2011) dan pada tikus hiperglikemia yang diinduksi sukrosa (Wresdiyati et al. 2015). Wresdiyati et al. (2015) melaporkan bahwa ekstrak biji mahoni mengandung senyawa kimia berupa flavanoid, saponin dan tripertenoid, dimana senyawa flavanoid dan saponin bersifat hipoglikemik yang dapat menghambat aktivitas enzim α−glukosidase. Senyawa flavanoid juga berpotensi sebagai antioksidan alami yang dapat memperbaiki kerusakan jaringan. Apakah ekstrak biji mahoni dapat menghambat kerusakan sel β pankreas, perlu diketahui sebagai jawaban apakah terdapat jalur mekanisme lain sebagai agen hipoglikemik. Perumusan Masalah 1. Apakah pemberian ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) berpengaruh terhadap berat badan, konsumsi ransum dan kadar glukosa darah pada tikus model diabetes? 2. Apakah pemberian ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) mampu menghambat laju kerusakan pulau Langerhans dan sel β jaringan pankreas pada tikus model diabetes? Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis berat badan, jumlah konsumsi ransum, kadar glukosa darah, jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β jaringan pankreas tikus model DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memberikan informasi bagi masyarakat dan instansi terkait tentang khasiat biji mahoni sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut demi perkembangan ilmu kesehatan dan kesejahteraan hewan dan umat manusia.
TINJAUAN PUSTAKA Diabetes Mellitus Diabetes merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia karena terjadi gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Diabetes dengan hiperglikemia kronis berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Beberapa proses patogen juga terlibat dalam
3 pengembangan diabetes mellitus. Kerusakan autoimun dari sel β pakreas yang diikuti oleh defisiensi insulin akibat kelainan menyebabkan resistensi terhadap tindakan insulin (ADA 2014). Menurut American Diabetes Association (2014), DM diklasifikasikan meliputi empat tipe klinis, yaitu : DM tipe I, DM tipe II, DM tipe spesifik lain, dan juga gestasional DM. Diabetes Mellitus tipe I terjadi karena adanya kerusakan dari sel β pankreas dan menyebabkan terjadinya defisiensi insulin yang absolut. Penderita DM tipe I ini berkisar antara 5-10%. Diabetes Mellitus tipe II merupakan hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif sehingga menjadi latar belakang terjadinya resistensi insulin. Jumlah dari penderita DM tipe II ini berkisar antara 90−95%. Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) mempunyai rasa pahit, bersifat dingin dan juga beracun. Biji mahoni juga secara empiris sering dijadikan obat oleh masyarakat karena dianggap memiliki efek seperti menghilangkan panas, anti jamur, menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus), kurang nafsu makan, rematik, demam, masuk angin dan eksim. Sementara kulit batangnya digunakan untuk mengobati demam, sebagai tonikum dan juga adstringen (Hariana 2008). Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, ekstrak etanol biji mahoni memiliki kandungan senyawa kimia berupa flavanoid, saponin dan tripertenoid. Kandungan flavanoid dan saponin pada ekstrak biji mahoni diketahui bersifat hipoglikemik dan juga dapat menghambat aktifitas dari enzim α−glukosidase (Wresdiyati et al. 2015). Klasifikasi mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) menurut ITIS 2011: Kingdom Subkingdom Infrakingdom Superdivisi Divisi Subdivisi Kelas Superordo Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae : Tracheobionta : Streptophyta : Embryophyta : Tracheophyta : Spermatophytina : Magnoliopsida : Rosanae : Sapindales : Meliaceae : Swietenia Jacq. : Swietenia mahagoni Jacq.
A
B
Gambar 1 Biji mahoni dengan kulit (A), biji mahoni tanpa kulit (B).
4 Pankreas Pankreas merupakan kelenjar eksokrin terbesar dan kelenjar endokrin terkecil di dalam tubuh. Organ ini terdiri dari beberapa kelompok sel yang dikenal sebagai pulau Langerhans. Ukuran dan susunan dari susunan sel setiap pulau Langerhans bervariasi sesuai dengan lokasi di dalam pankreas, spesies, dan usia. Berdasarkan morfologi dan histokimia, pankreas terdiri dari empat jenis sel, yaitu sel α, sel β, sel C dan sel δ (Samuelson 2007). Sel α berfungsi dalam memproduksi glukagon yang berfungsi untuk menekan insulin dengan meningkatkan pelepasan glukosa dari hati ketika kadar glukosa darah rendah. Pada sapi, sel α berada di bagian pinggir pulau Langerhan, sedangkan pada kuda berada pada bagian tengah. Sel β merupakan sel terbanyak yang berada di dalam pankreas, berbentuk granul dan menghasilkan insulin. Sel C merupakan sel yang jumlahnya relatif sedikit dari total populasi sel dalam jaringan pankreas. Sel C merupakan sel muda yang akan berkembang menjadi salah satu sel lain yang berada di dalam jaringan pankreas. Sel δ memiliki granul yang lebih heterogen dalam ukuran dan juga kepadatan dibandingkan dengan sel α dan sel β. Granul pada sel δ mengandung hormon somatostatin yang mampu menghambat pelepasan glukagon dan insulin dari sel α dan sel β. Selain itu, somatostatin juga berfungsi untuk menurunkan motilitas lambung pada saluran pencernaan (Samuelson 2007). Insulin Insulin dihasilkan oleh sel β yang ada pada pulau Langerhans jaringan pankreas. Ketika dikeluarkan, insulin akan menurunkan kadar glukosa darah terutama melalui penyerapan selular glukosa oleh serat otot skeletal dan jaringan adiposa yang juga menghambat hati untuk melepaskan glukosa. Insulin berfungsi untuk mengambil glukosa dari sirkulasi darah menuju sel-sel tubuh. Apabila insulin yang dihasilkan kurang, maka akan menyebabkan hiperglikemia dan glikosuria yang berkelanjutan sehingga terjadi DM (Samuelson 2007). Sintesis insulin ini diawali oleh salinan gen pada kromosom 11 dan dikemas di dalam granul-granul sekretorik. Sekresi insulin diinduksi dengan adanya perubahan kadar glukosa sehingga menyebabkan terjadinya reaksi intrasel yang diikuti adanya perubahan rasio ATP/ADP. Perubahan tersebut memicu terjadinya reaksi depolarisasi membran plasma. Selanjutnya Ca2+ ekstrasel akan masuk ke dalam sel β yang berfungsi mengaktifkan eksositosis, namun hingga saat ini masih banyak ditemui masalah baik dalam hal sintesis maupun sekresi insulin yang menyebabkan kebutuhan insulin tubuh tidak terpenuhi (Banjarnahor & Wangko 2012). Aloksan Aloksan merupakan glukosa analog beracun yang terakumulasi di dalam sel β pankreas melalui transporter glukosa GLUT2. Kehadiran tiol intraseluler, terutama glutathione menyebabkan aloksan menghasilkan reactive oxygen species (ROS) dalam reaksi siklik redoks dengan menghasilkan asam dialurik. Autoksidasi asam dialurik menghasilkan radikal superoksida, hidrogen peroksida
5 dan radikal hidroksil. Radikal hidroksil menyebabkan kematian sel-sel β yang memiliki pertahanan oksidatif sangat rendah (Lenzen 2008). Induksi aloksan merupakan cara yang banyak digunakan pada hewan percobaan. Menurut Badole et al. (2007), aloksan dan senyawa diabetogenik lainnya digunakan untuk membuat model hewan diabetes karena kemampuan senyawa aloksan yang secara spesifik membuat kerusakan pada sel β pankreas. Hasil penelitian pada tikus yang diinduksi aloksan menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel β dan jumlahnya juga berkurang, serta dikateterisasi dengan kadar glukosa darah yang meningkat (hiperglikemia). Untuk gambaran ultrastruktur pankreas didapatkan bahwa sekretori granula insulin berkurang, pertautan antara sel asinar dan pulau Langerhans lepas, membran mitokondria bocor (rupture), mitokondria kehilangan struktur krista, dan inti sel β mengalami kariopiknotis (Suarsana et al. 2010).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Unit Pengelolaan Hewan Laboratotium (UPHL) dan Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi, Farmakologi, dan Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai Februari 2015. Penelitian ini sudah mendapatkan Ethical Approval Letter dengan persetujuan dari Animal Care and Use Committee (ACUC) No: 14-2013 IPB. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu lengkap, satu set alat bedah minor, glukometer, spuit, bak bedah, sarung tangan, benang, silet, timbangan digital, pensil, label, kapas, cawan petri, gelas ukur, gelas piala, kertas saring, aluminium foil, tissue bascet, inkubator, kamera digital, mikrotom, mikroskop, blok kayu, mikropipet, vixer, beaker glass, cover glass, sonde lambung, stopwatch, masker, lap, papan bedah, tissue embedding,dan seperangkat alat pewarnaan histologi. Bahan Penelitian ini menggunakan hewan coba 25 ekor tikus jantan (Rattus norvegicus), ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.), akuades, aloksan, Bouin, alkohol (70%, 80%, 90%, 95%, dan alkohol absolut), xylol, antibodi monoklonal insulin, PBS, diaminobenzidine (DAB), serum normal, H2O2, antibodi sekunder terkonjugasi, parafin, object glass, cover glass, ketamin, silasin, dan larutan fisiologis NaCl 0,9%. Prosedur Pembuatan Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Biji mahoni (swietenia mahagoni Jacq.) diperoleh dari daerah Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Biji mahoni yang telah dibersihkan dan
6 dikeringkan, kemudian diblender hingga berbentuk serbuk (simplisia). Selanjutnya simplisia dimasukkan ke dalam botol yang telah berisi pelarut etanol 96% dan dimaserasi hingga diperoleh maserat yang jernih. Kemudian maserat diuapkan menggunakan vakum evaporator pada suhu ± 40°C sampai diperoleh ekstrak etanol yang kental. Uji In Vivo pada Tikus Model Diabetes Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley (SD) dengan umur 10-12 minggu dan berat badan 150-200 gram, yang diperoleh dari Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL) Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana tikus dibagi secara random menjadi 5 kelompok. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: Tabel 1 Pembagian kelompok perlakuan uji in vivo Kelompok Perlakuan Uji In Vivo Kontrol Negatif (K-) Non DM + Akuades Kontrol Positif (K+) DM + Akuades Perlakuan (EM) DM + Ekstrak etanol biji mahoni 500 mg/Kg BB Kontrol Obat (KO) DM + Acarbose 2 mg/Kg BB Kontrol Ekstrak (KE) Non DM + Ekstrak etanol biji mahoni 500 mg/Kg BB Keterangan: DM= Diabetes Mellitus Perlakuan terhadap tikus DM (kecuali K- dan KE) dengan diinduksi aloksan dosis 110 mg/Kg BB yang diinjeksi secara intraperitoneal. Kemudian pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan glukometer dua hari setelah diinduksi aloksan. Tikus dengan kadar glukosa darah diatas 200 mg/dL3 dinyatakan menderita DM. Selanjutnya setiap kelompok (Tabel 1) diberi perlakuan selama 28 hari (Wresdiyati et al. 2010) dan dilakukan pengukuran rutin kadar glukosa darah setiap empat hari sekali, penimbangan bobot ransum pakan dilakukan setiap hari dan penimbangan berat badan tikus dilakukan setiap empat hari. Pengambilan organ pankreas dilakukan pada hari ke-29 dengan mengorbankan tikus perlakuan. Tikus dibius menggunakan kombinasi ketamin (75 mg/kgBB) dan silasin (8 mg/kgBB), selanjutnya jaringan pankreas tikus percobaan diambil.
Pemrosesan Jaringan Pankreas Jaringan pankreas yang telah disampling kemudian difiksasi dalam larutan fiksatif Bouin selama 24 jam. Kemudian jaringan di-dehidrasi menggunakan alkohol konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 95% hingga alkohol absolut I, II, dan III) dan dilanjutkan dengan tahap penjernihan (clearing) jaringan dalam larutan xylol (xylol I, II, dan III). Selanjutnya jaringan di-infiltrasi dalam parafin (parafin I, II, dan III) yang dilakukan dalam oven dengan suhu 65−75°C dan dilakukan penanaman (embedding) jaringan dalam cetakan parafin. Blok jaringan dipotong (sectioning) dengan ketebalan 4 µm menggunakan mikrotom. Hasil potongan jaringan berupa pita potongan ditempel pada gelas objek. Untuk
7 pewarnaan imunohistokimia gelas objek dilem dengan 0,2% neofren® dalam toluen, selanjutnya dilakukan tahap pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) dan pewarnaan imunohistokimia terhadap sel β pankreas. Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) (Kiernan 1990) Proses awal dari pewarnaan ini adalah deparafinisasi dengan xylol yang bertujuan untuk menghilangkan parafin pada jaringan. Dimulai dari memasukkan jaringan ke xylol III , II , dan I selama 3 menit. Langkah selanjutnya adalah proses rehidrasi yang bertujuan mengembalikan cairan ke dalam jaringan dengan menggunakan larutan alkohol. Proses rehidrasi dilakukan dengan memasukkan jaringan ke dalam alkohol absolut III, II, I lalu dimasukkan ke dalam alkohol 95%, 90%, 80%, 70% selama 3 menit. Langkah terakhir adalah memasukkan jaringan ke dalam akuades selama 10 menit. Jaringan dimasukkan ke dalam larutan pewarna hematoksilin selama 2 menit. Sediaan jaringan kembali direndam dalam air kran selama 10 menit dan selanjutnya aquadest selama 5 menit. Pewarnaan kembali dilanjutkan dengan memasukkan sediaan ke dalam pewarna eosin selama 2 menit, setelah itu jaringan kembali direndam dalam aquadest selama 5 menit. Tahapan selanjutnya adalah dehidrasi agar jaringan menjadi awet dengan cara menarik air dari jaringan. Sediaan jaringan dicelupkan 2−3 kali secara berurutan ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, 95% dan absolut I, selanjutnya direndam ke dalam absolut II dan III masing-masing 1 menit. Proses terakhir adalah penjernihan (clearing) yang dilakukan dengan memasukkan sediaan jaringan ke dalam larutan xylol I dan xylol II masing-masing 1 menit kemudian xylol III selama 3 menit. Proses selanjutnya adalah mounting atau penutupan sediaan dengan menggunakan cover glass dan entelan sebagai perekat. Pewarnaan Immunohistokimia (Wresdiyati et al. 2014) Prinsip dari pewarnaan imunohistokimia adalah ikatan antigen dengan antibodi. Proses awal dari pewarnaan ini adalah deparafinisasi dengan xylol yang bertujuan untuk menghilangkan parafin pada jaringan. Dimulai dari memasukkan jaringan ke xylol III, II, dan I selama 3 menit. Langkah selanjutnya adalah proses rehidrasi yang bertujuan mengembalikan cairan ke dalam jaringan dengan menggunakan larutan alkohol. Proses rehidrasi dilakukan dengan memasukkan jaringan ke dalam alkohol absolut III, II, I masing-masing selama 3 menit, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 95%, 90%, 80%, 70% selama 3 menit. Langkah terakhir adalah memasukkan jaringan ke dalam mili-Q selama 3 menit. Selanjutnya dilakukan inaktivasi peroksidase endogen dengan cara merendam potongan jaringan di dalam campuran H2O2 3% dengan metanol selama 15 menit, lalu dicuci dengan menggunakan PBS. Jaringan kemudian diinkubasi dengan cara meneteskan normal serum 10% selama 45−60 menit dalam inkubator, kemudian dicuci kembali menggunakan PBS. Jaringan diinkubasi dengan meneteskan background sniper selama 15 menit dalam inkubator, lalu dicuci dengan menggunakan PBS. Langkah selanjutnya adalah meneteskan monoclonal anti-insulin antibody (SIGMA I-2018) produced in mouse, selama 24 jam di dalam refrigerator lalu dicuci kembali menggunakan PBS. Preparat dikeluarkan dari refrigerator dan diinkubasi dengan meneteskan Trekkie Universal Link selama 20 menit di
8 inkubator lalu dibilas dengan PBS. Proses inkubasi dilanjutkan dengan meneteskan Trek Avidin-HRP selama 10 menit dalam inkubator dan dibilas menggunakan PBS. Hasil reaksi antigen dan antibodi divisualisasikan dengan meneteskan diamino benzidine (DAB) selama 1 menit dan dicuci dengan destilled water (DW). Selanjutnya jaringan di counterstain dengan meneteskan hematoxylin selama 10 detik. Tahapan selanjutnya adalah dehidrasi agar jaringan menjadi awet dengan cara menarik air dari jaringan. Sediaan jaringan dicelupkan 2-3 kali secara berurutan ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, 95% dan absolut I, selanjutnya direndam ke dalam absolut II dan III masing-masing 1 menit. Proses terakhir adalah penjernihan (clearing) yang dilakukan dengan memasukkan sediaan jaringan ke dalam larutan xylol I dan xylol II masing-masing 1 menit kemudian xylol III selama 3 menit. Proses selanjutnya adalah mounting atau penutupan sediaan dengan menggunakan cover glass dan entelan sebagai perekat. Analisis Statistik Hasil perhitungan jumlah konsumsi pakan, jumlah pulau Langerhans, dan jumlah sel β jaringan pankreas dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA), apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel & Torrie 1990).
HASIL DAN PEMBAHASAN Berat Badan dan Jumlah Konsumsi Ransum Tikus Perlakuan pada setiap kelompok tikus penelitian dilakukan selama 28 hari. Salah satu pengamatan yang dilakukan adalah perubahan berat badan tikus. Grafik perubahan berat badan tikus dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Grafik berat badan pada tikus perlakuan. K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni.
9 Berdasarkan Gambar 2 didapatkan hasil bahwa tikus kelompok K+ memiliki berat badan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kelompok K+ merupakan tikus diabetes atau kontrol positif DM melalui induksi aloksan. Kondisi tersebut menyebabkan glukosa yang ada pada sirkulasi darah tidak dapat masuk ke dalam sel dan tidak dapat disimpan dalam bentuk glikogen di otot dan hati sehingga mengakibatkan lambatnya pertumbuhan berat badan pada tikus perlakuan. Berat badan kelompok K- dan KE lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok K+, EM dan KO. Kelompok K- dan KE tidak mengalami kondisi DM karena tidak diinduksi oleh aloksan. Kelompok EM dan KO juga mengalami pertumbuhan berat badan namun tidak se-optimal seperti peningkatan berat badan pada kelompok K-. Peningkatan tersebut menunjukkan kemungkinan adanya perbaikan kondisi jaringan pankreas tikus karena pemberian ekstrak etanol biji mahoni dan pemberian acarbose. Perbaikan jaringan pankreas menyebabkan produksi insulin meningkat, sehingga glukosa dapat diserap oleh sel-sel tubuh dan disimpan dalam bentuk glikogen di otot dan hati. Hal ini memicu terjadinya kenaikan berat badan. Pengukuran konsumsi ransum tikus selama 28 hari perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah konsumsi ransum pada tikus perlakuan selama 28 hari Kelompok Jumlah Konsumsi Ransum K621,2 ± 4,64a K+ 788,2 ± 5,27b EM 711,2 ± 4,57ab KO 787,2 ± 5,15 b KE 663,6 ± 4,27ab K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05). Kelompok EM menunjukkan jumlah konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kelompok K+.
Berdasarkan Tabel 2, hasil analisis statistik (ANOVA) terhadap jumlah konsumsi ransum pada tikus perlakuan memperlihatkan bahwa jumlah konsumsi ransum pada kelompok K+ secara nyata (p<0,05) lebih tinggi dibandingkan kelompok K-, namun kelompok K+ memiliki pertumbuhan berat badan yang rendah dibandingkan kelompok lainnya (Gambar 2). Hal ini menunjukkan pada tikus kelompok K+ terjadi kerusakan sel β jaringan pankreas sehingga produksi insulin rendah dan menyebabkan glukosa di sirkulasi darah tidak dapat masuk ke dalam sel. Kejadian tersebut menyebabkan tubuh kekurangan energi sehingga menimbulkan rasa lapar dan diikuti peningkatan jumlah konsumsi ransum, namun tidak diikuti dengan kenaikan berat badan. Kelompok EM memiliki jumlah konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kelompok K- dan juga kelompok K+. Hal tersebut menunjukkan pemberian ekstrak etanol biji mahoni kemungkinan memiliki efek menghambat kerusakan pankreas pada tikus DM. Kondisi tersebut mungkin dapat meningkatkan produksi insulin sehingga glukosa dari ransum yang dikonsumsi dapat masuk ke dalam sel tubuh dan disimpan sebagai glikogen. Hal ini memicu
10 terjadinya kenaikan berat badan tikus walaupun belum se-optimal kelompok K(Gambar 2). Kelompok KO memiliki jumlah konsumsi ransum yang berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan kelompok K-, namun tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kelompok K+. Pemberian acarbose kemungkinan dapat meningkatkan sedikit produksi insulin seperti halnya dengan kelompok EM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni. Hal tersebut menyebabkan kenaikan berat badan yang menyerupai kelompok EM (Gambar 2). Jumlah konsumsi ransum kelompok KE tidak berbeda nyata dengan kelompok K-, tetapi pertumbuhan berat badan kelompok KE belum optimal seperti kelompok K-. Kelompok KE merupakan kelompok tikus non DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni. Pemberian ekstrak tersebut pada tikus non DM dapat menghambat aktivitas enzim αglukosidase (Wresdiyati et al. 2015) dan menghambat penyerapan glukosa di usus (Wu et al. 2012) sehingga berpengaruh terhadap penurunan berat badan tikus. Efek Hipoglikemik pada Tikus Kadar glukosa darah setiap kelompok tikus perlakuan dicatat setiap 4 hari sekali selama 28 hari. Hasil pencatatan kadar glukosa darah disediakan dalam bentuk Grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3
Grafik kadar glukosa darah pada tikus perlakuan. K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni.
Kadar glukosa darah pada kelompok K- dan KE berdasarkan Gambar 3 menunjukkan nilai yang stabil. Hal tersebut dikarenakan kelompok K- dan KE merupakan tikus non DM yang tidak mengalami kerusakan jaringan pankreas akibat induksi aloksan. Kadar glukosa darah kelompok tikus DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM) menunjukkan penurunan kadar glukosa darah menuju kadar normal. Berdasarkan penelitian Wresdiyati et al. (2015), penurunan kadar glukosa darah tersebut dikarenakan senyawa aktif ekstrak etanol biji mahoni
11 seperti flavanoid dan saponin bersifat hipoglikemik. Suryani et al. (2013) juga melaporkan bahwa te rjadi penurunan kadar glukosa darah setelah pemberian ekstrak metanol biji mahoni pada tikus DM. Penurunan kadar glukosa darah juga terjadi pada tikus DM yang diberi acarbose. Hal tersebut dikarenakan acarbose memiliki peran yang sama dengan flavanoid pada ekstrak etanol biji mahoni, yaitu sebagai inhibitor enzim αglukosidase (Sivakumar et al. 2012) sehingga menurunkan kadar glukosa darah pada kelompok tikus DM. Mekanisme ekstrak etanol biji mahoni dalam menurunkan kadar glukosa darah kemungkinan berhubungan dengan kondisi sel β pulau Langerhans jaringan pankreas dan produksi insulinnya. Untuk mengetahui hal tersebut, diperlukan pengamatan terhadap histologi pulau Langerhans. Histomorfologi Pulau Langerhans 1. Jumlah Pulau Langerhans Jaringan Pankreas Tikus Jumlah pulau Langerhans jaringan tikus pankreas dapat diketahui melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). Pengamatan yang dilakukan adalah dengan menghitung jumlah pulau Langerhans per lapang pandang pada perbesaran lensa objektif mikroskop 10x. Hasil perhitungan jumlah pulau Langerhans per lima lapang pandang pada jaringan pankreas tikus tersaji pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah pulau Langerhans per lapang pandang pada jaringan pankreas tikus perlakuan Kelompok KK+ EM KO KE
Jumlah Pulau Langerhans 3,10 ± 0,99b 0,80 ± 0,63a 2,50 ± 1,35b 1,50 ± 0,53a 3,00 ± 1,15b
K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05). Kelompok EM menunjukkan jumlah pulau Langerhans lebih banyak secara nyata (p<0,05) dari kelompok K+.
Berdasarkan Tabel 3 didapatkan jumlah pulau Langerhans pada kelompok EM berbeda secara nyata (p<0,05) lebih tinggi dari kelompok K+, namun tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kelompok K-. Hal tersebut menunjukkan ekstrak etanol biji mahoni yang diberikan pada tikus DM mampu menekan kerusakan pulau Langerhans jaringan pankreas. Suryani et al. (2013) melaporkan bahwa ekstrak metanol biji mahoni yang diberi pada tikus DM juga mampu memperbaiki jaringan pankreas. Jumlah pulau Langerhans kelompok KO menunjukkan hasil yang berbeda secara nyata (p<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan K-, namun tidak memiliki perbedaan nyata (p>0,05) dengan kelompok K+. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa acarbose yang merupakan obat hipoglikemik belum mampu menekan kerusakan pulau Langerhans jaringan pankreas. Kelompok K+ memiliki
12 jumlah pulau Langerhans yang berbeda nyata (p<0,05) lebih rendah dari kelompok K-. Keadaan tersebut menunjukkan terjadinya kerusakan pulau Langerhans akibat induksi aloksan pada tikus DM. Induksi aloksan memiliki sifat toksik terhadap jaringan pankreas (Lenzen 2008) sehingga berpengaruh terhadap jumlah pulau Langerhans. Jumlah pulau Langerhans pada jaringan pankreas tikus percobaan belum dapat menggambarkan kerusakan pada sel β pankreas. Untuk mengetahui jumlah sel β pada pulau Langerhans jaringan pankreas tersebut dilakukan pewarnaan imunohistokimia.
Gambar 4
Fotomikrograf jumlah pulau Langerhans jaringan pankreas tikus perlakuan yang diwarnai dengan HE. K- = non DM; K+ = DM; EM = DM + ekstrak biji mahoni, KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni. Jumlah pulau Langerhans ( ) pada kelompok EM menunjukkan hasil lebih tinggi daripada kelompok K+. Skala=100 µm.
2. Jumlah Sel β Pulau Langerhans Jaringan Pankreas Tikus Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk menghitung jumlah sel β pada pulau Langerhans jaringan pankreas. Hasil perhitungan sel β jaringan pankreas per pulau Langerhans dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah Sel β pankreas per pulau Langerhans Kelompok Jumlah Sel β Pankreas K85,20 ± 45,06c K+ 9,00 ± 3,33a EM 35,60 ± 28,58b KO 25,10 ± 11,65ab KE 79,50 ± 20,92c K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05). Jumlah sel β jaringan pankreas kelompok EM menunjukkan jumlah lebih tinggi secara nyata (p<0,05) dibandingkan kelompok K+.
13 Berdasarkan Tabel 4, hasil analisis statistik (ANOVA) terhadap jumlah sel β jaringan pankreas tikus percobaan didapatkan hasil bahwa jumlah sel β pada kelompok EM berbeda secara nyata (p<0,05) lebih rendah dengan kelompok K-, namun berbeda secara nyata (p<0,05) lebih rendah dari kelompok K-, namun berbeda secara nyata (p<0,05) lebih tinggi dari kelompok K+. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol biji mahoni dapat menekan kerusakan sel β jaringan pankreas tikus DM. Sebagaimana diketahui, ekstrak etanol biji mahoni mengandung senyawa flavonoid (Wresdiyati et al. 2015). Kharidah et al. (2011) melaporkan bahwa senyawa flavonoid bersifat antioksidan sehingga dapat menghambat laju kerusakan sel β jaringan pankreas. Kelompok KO memiliki jumlah sel β jaringan pankreas yang secara nyata (p<0,05) lebih rendah dari kelompok K-, namun tidak berbeda secara nyata (p>0,05) dengan kelompok K+. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemberian acarbose yang merupakan obat hipoglikemik belum mampu menekan kerusakan sel β jaringan pankreas tikus DM. Pada Tabel 4 kelompok KE memiliki jumlah sel β yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dari kelompok K-, namun berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dari kelompok K+, EM dan KO. Hal tersebut karena kelompok K- dan KE merupakan kelompok tikus non DM yang tidak diinduksi oleh aloksan (Tabel 4, Gambar 5).
Gambar 5
Fotomikrograf sel β jaringan pankreas tikus perlakuan yang diwarnai secara imunohistokimia. K- = non DM; K+ = DM; EM = DM + ekstrak biji mahoni, KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni. Kelompok EM menunjukkan jumlah sel β ( ) lebih banyak dari kelompok K+. Skala=50µm.
14
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian ekstrak etanol biji mahoni pada tikus model DM mampu meningkatkan berat badan, menurunkan jumlah konsumsi ransum dan kadar glukosa darah, serta menghambat laju kerusakan pulau Langerhans dan sel β jaringan pankreas. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam upaya formulasi ekstrak etanol biji mahoni sebagai obat atau supplement anti diabetes.
DAFTAR PUSTAKA [ADA] American Diabetes Association (US). 2014. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care 37(1):581-590. Aptekmann KP, Armstrong J, Coradini M, Rand J. 2014. Owner experiences in treating dogs and cats diagnosed with diabetes mellitus in the united states. Journal of the American Animal Hospital Association 50(4):247-253. Badole SL, Patel NM, Thakurdesai PA,Bodhankar SL. 2007. Interaction of aqueous extract of Pleurotus pulmonarius (Fr.) Quell-Champ. With glyburide in alloxan induced diabetic mice. eCAM 5(2):159-164 Banjarnahor E, Wangko S. 2012. Sel beta pankreas sintesis dan sekresi insulin. Jurnal Biomedik 4(3):137-202. Fall T, Hamlin HH, Hedhammar A, Kampe O, Egenvall A. 2007. Diabetes mellitus in a population of 180.000 insured dogs: incidence, survival, and breed distribution. Journal of Veterinary Internal Medicine 21:1209-1216. Hariana A. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Hasan SMMMA, Khan MI, Umar BU. 2011. Effect of ethanolic extract of Swietenia mahagoni seeds on experimentally induced diabetes mellitus in rats. Faridpur Medical College Journal 6(2):70-73. [IDF] International Diabetes Federation. 2013. IDF Diabetes Atlas. 6th Ed. www.idf.org/diabetesatlas. [ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2011. Swietenia mahagoni Jacq [Internet]. [diunduh 2015 April 12]. Tersedia pada: http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc h_value=29026 Kharidah S, Soemarno T. 2011. Pengaruh ekstrak biji Eugenia jambolana terhadap jumlah sel beta pankreas dan ekspresi protein Glut4 pada mencit jantan Balb/c yang diinduksi streptozotocin. Majalah Patologi 20(2):2833. Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods, Theory and Practice. England (UK): Pergamon Press.
15 Lei W, Gong M, Nishida H, Shirakawa C, Sato S, Konishi T. 2007. Psychological stress-induced oxidative stress as a model of sub-healthy condition and the effect of TCM. Evid Based Complement Alternat Med 4(2):195–202. Lenzen S. 2008. The mechanisms of alloxan- and streptozotocin-induced diabetes. Diabetologia 51:216-226. Sallander M, Eliasson J, Hedhammar A. 2012. Prevalence and risk factors for the development of diabetes mellitus in swedish cats. Acta Veterinaria Scandinavica 54:61. Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Florida (US): Saunders Elsevier. Sivakumar T, Sivakumar S, Chaychi L, Comi RJ. 2012. Review article: A review of the use of acarbose for the treatment of post-prandial syndrome (reactive hypoglicemia). Endocrinol metabol syndrome S1:010. Steel RGD, Torrie JH. 1980. Principle and Procedures of Statistics: A Biometrical Approach. USA (US): McGraww-Hill. Pp 137. Suarsana IN, Priosoeryanto BP, Bintang M, Wresdiyati T. 2010. Profil glukosa darah dan ultrastruktur sel beta pankreas tikus yang diinduksi senyawa aloksan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 15(2): 118-123. Suryani N, Endang TH, Aulanni’am. 2013. Pengaruh ekstrak metanol biji mahoni terhadap peningkatan kadar insulin, penurunan ekspresi TNF- α dan perbaikan jaringan pankreas tikus diabetes. Jurnal Kedokteran Brawijaya 27(3): 137-145. Wresdiyati T, Sinulingga TS, Zulfanedi Y. 2010. Effect of Mamordica charantia L. powder on antioxidant superoxide dismutase in liver and kidney of diabetic rats. Hayati 17(2): 53-57 Wresdiyati T, Karmila A, Astawan M, Karmila R. 2014. Teripang pasir meningkatkan kandungan antioksidan superoksida dismutase pada pankreas tikus diabetes. Jurnal Veteriner (in press). Wresdiyati T, Winarto A, Sa’diah S, Febriyani V. 2015. Alpha-glucosidase inhibition and hypoglycemic activities of Swietenia mahagoni seed extract. Hayati 22(2) (in press). Wu C, Shen J, He P, Chen Y, Li L, Zhang L, Li Y, Fu Y, Dai R, Meng W, Deng Y. 2012. The α-glucosidase inhibiting isoflavones isolated from Belamcanda chinesis leaf extract. Rec Nat Prod 6(2):110-120.
16 Lampiran 1 Hasil statistik jumlah konsumsi ransum pada tikus perlakuan
Sum of Squares 110116.640
Between Groups Within Groups Total
ANOVA df
175868.400 285985.040
4 20 24
Mean Square 27529.160
F 3.131
Sig. .038
8793.420
Jumlah Konsumsi Ransum a
Duncan Kelompo k
N
Subset for alpha = 0.05 1 2 K5 621.2000 KE 5 663.6000 663.6000 EM 5 711.2000 711.2000 KO 5 787.2000 K+ 5 788.2000 Sig. .166 .067 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Keterangan: K- = non DM; K+ = DM; EM = DM + ekstrak biji mahoni, KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni.
17 Lampiran 2 Hasil statistik jumlah pulau Langerhans per lapang pandang jaringan pankreas tikus perlakuan
Sum of Squares 39.880
Between Groups Within Groups Total
43.500 83.380
ANOVA df Mean Square 4 9.970 45 49
F 10.314
Sig. .000
.967
Jumlah Pulau Langerhans Jaringan Pankreas a Duncan Kelompok
N
Subset for alpha = 0.05 1 2 K+ 10 .8000 KO 10 1.5000 EM 10 2.5000 KE 10 3.0000 K10 3.1000 Sig. .118 .205 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. Keterangan: K- = non DM; K+ = DM; EM = DM + ekstrak biji mahoni, KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni.
18 Lampiran 3 Hasil statistik jumlah sel β jaringan pankreas per pulau Langerhans tikus perlakuan
Sum of Squares 45689.880
Between Groups Within Groups Total
30899.400 76589.280
ANOVA df Mean Square 4 11422.470 45 49
F 16.635
Sig. .000
686.653
Jumlah Sel β Jaringan Pankreas a
Duncan Kelompok
N
Subset for alpha = 0.05 1 2 3 K+ 10 9.0000 KO 10 25.1000 25.1000 EM 10 35.6000 KE 10 79.5000 K10 85.2000 Sig. .176 .375 .629 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.
Keterangan: K- = non DM; K+ = DM; EM = DM + ekstrak biji mahoni, KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni.
19
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 01 Oktober 1993 dari Bapak M. Hanurajasa T. dan Ibu Ani Kusniasari. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA N 1 Kota Cirebon, Jawa Barat dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan dengan jurusan Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah magang di Klinik Hewan My Vets di Kemang, Jakarta Selatan. Penulis juga pernah menjadi asisten Histologi Veteriner II di FKH IPB (2015). Penulis juga aktif sebagai anggota BEM FKH IPB (2013/2014), Anggota Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik FKH IPB (2013/2014), Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Gentra Kaheman (2011/2012). Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Pengabdian Masyarakat di Kampar, Riau pada bulan Agustus 2014. Penulis melakukan penelitian sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sebagai Sarjana Kedokteran Hewan. Judul penelitian adalah Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Terhadap Profil Sel β Pankreas pada Tikus Diabetes Mellitus. Penelitian ini didanai oleh Dirjen DIKTI melalui Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Penelitian Dasar untuk Bagian Tahun 2014 atas nama Prof Dr Drh Tutik Wresdiyati, PhD, PAVet.