445 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017
PENGARUH PEMBERIAN ABU KETEL TERHADAP SIFAT FISIK TANAH, PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TEBU PADA ULTISOL DI PABRIK GULA BONE, SULAWESI SELATAN Kiromil Abror, Bambang Siswanto, Wani Hadi Utomo* Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya * penulis korespondensi:
[email protected]
Abstract Waste of Bone sugar factory in the form of sugarcane boiler ash has not been used optimally, yet the sugarcane boiler ash contains significant amounts of K, Ca, Mg and P. The objective of this study was to elucidate the effects of sugarcane boiler ash on soil physical properties, and growth and yield of PSBM 901 sugarcane variety at Bone sugar Factory. Treatments tested in this study were Kontrol (Urea 300 kg ha-1, SP36 200 kg ha-1, KCL 100 kg ha-1, Dolomit 1 t ha-1) (P1), compost 6 t ha-1 (P2), sugarcane boiler ash 40 t ha-1 + compost 6 t ha-1 (P3), sugarcane boiler ash 40 t ha-1 (P4), sugarcane boiler ash 40 t ha-1 without K fertilizer (P5), and sugarcane boiler ash 40 t ha-1 without dolomite (P6). The results showed that the P6 treatment (P6) was able to decrease soil bulk density by of 0.8 g cm-3 and soil particle density from 2.52 g cm-3 to 2.08 g cm-3. Furthermore, the P6 treatment was also able to increase the total soil porosity to 51.1% volume and aggregate stability value from 0.8 mm to 1.2 mm. The P6 treatment was also able to increase growth, trunk of sugarcane, and number of tillers sugarcane. The best value of sugarcane production was shown by the P6 treatment with the value of 51.56 t ha-1. The highest profit of Rp. 15.585.528,53.was obtained from the P5 treatment. Key words: mechanization, soil physical properties, sugarcane boilrr ash
Pendahuluan Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) ialah salah satu komoditas penting dalam agribisnis pertanian dimana lebih dari setengah produksi gula dunia berasal dari tebu. Kebutuhan gula nasional baik untuk konsumsi langsung rumah tangga maupun industri akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Tetapi, produksi pada tahun 2009 dan 2010 belum sepenuhnya mencapai target. Hasil produksi dan rendemen tanaman tebu di PG Bone, Caming dan Takalar relatif tergolong rendah sampai sedang yakni rata-rata produksi baru mencapai 50 – 60 t ha-1 dengan rendemen rata-rata 5-7%. Di samping menimbulkan kerugian secara ekonomis, kenyataan ini kontra produktif terhadap upaya pencapaian swasembada gula. Untuk mencapai target http://jtsl.ub.ac.id
swasembada gula nasional pada tahun 2014, diperlukan upaya peningkatan produksi gula antara lain melalui peningkatan produktivitas (Anonimus, 2013). Peningkatan produktivitas tanaman tebu ini selain melalui pengembangan varietas baru yang lebih banyak menghasilkan rendemen dapat dilakukan dengan upaya peningkatan pengelolaan lahan dan perawatan tanaman. Produktivitas tanaman yang rendah tersebut berkaitan erat dengan karakteristik tanah yang kurang memadai untuk mendukung pertumbuhan optimal tanaman yakni tanah bersifat porous dan kemantapan agregat tanah lemah (Susilowati dan Sukartono, 2007). Dari beberapa sifat fisik tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman tersebut, maka peningkatan kualitas fisik tanah dilakukan dengan menjaga keseimbangan masukan hara
446 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017 seperti bahan organik yang berperan penting dalam menentukan kualitas kesuburan tanah dan produktivitas tanaman (Sukartono,2010). Oleh karena itu diperlukan masukan hara seperti pemupukan yang dapat meningkatkan stabilitas tanah namun bersifat ramah lingkungan seperti bahan organik. Sumber bahan organik dengan kandungan karbon tinggi dapat ditemukan pada biochar. Selain itu dalam proses pembuatan gula, salah satu limbah bahan bakar yang dihasilkan dalam jumlah cukup besar adalah abu ketel (2% dari jumlah tebu yang digiling). Walaupun abu ketel merupakan hasil dari proses gasifikasi, tetapi dengan kandungan C yang tinggi tersebut dapat dikatakan, atau paling tidak mempunyai karakteristik seperti ”biochar” (Utomo dan Siswanto, 2013). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh abu ketel terhadap sifat fisik tanah serta pertumbuhan dan produksi tebu varietas PSBM 901.
Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan di PTPN X Pabrik Gula Bone Sulawesi Selatan. Kegiatan analisa sifat fisik tanah dilaksanakan di Laboratorium Fisika Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Laboratorium Pengolahan PG. Bone. Kegiatan analisa rendemen dilaksanakan di Laboratorium Pendahuluan PG Camming. Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan dimulai pada minggu pertama bulan Maret 2013 sampai dengan Januari 2014. Bahan yang dibutuhkan tebu varietas psbm 901, dolomit dosis 1 ton ha-1, urea dosis 300 kg ha-1, sp36 dosis 200 kg ha-1, kcl dosis 100 kg ha-1, abu ketel 40 ton ha-1, kompos dosis 6 ton ha-1, sampel tanah ring, sampel tanah utuh, air, amegras, sidamin. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan (Tabel 1), dan 3 ulangan. Penelitian ini ialah pengamatan yang dilakukan pada tanaman tebu varietas PSBM 901 dengan pemanfaatan abu ketel PG. Bone dengan pupuk kompos tanpa dolomit dan pupuk KCL sebagai pembanding. Penelitian ini dilakukan dengan 6 perlakuan dan 3 kali ulangan. Ukuran petak disesuaikan dengan kondisi lapangan yakni 20 x 30 m. Dalam 1 petak perlakuan dipilih 5 titik pengamatan yang http://jtsl.ub.ac.id
nantinya akan diambil 3 sampel tebu dimasingmasing titiknya. Sehingga ada 270 sampel tanaman untuk diketahui pertumbuhannya. Sampel tanah pada masing-masing petak diambil 2 sampel. Parameter pengamatan sifat tanah yang meliputi kemantapan aggregate, berat isi dan berat jenis tanah diamati pada umur 3, 6 dan 90 bulan setelah tanam. Parameter pertumbuhan dan produksi tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah aakan, dan lingkar tebu diamati pada 6 dan 9 setelah tanam. Produksi tebu dan rendemen tebu diamati pada umur 10 bulan setelah tanam. Untuk membandingkan perbedaan pengaruh masing-masing perlakuan dilakukan dengan uji Duncan 5%. Untuk mengetahui hubungan antar variabel dari perlakuan tersebut digunakan uji korelasi taraf 5%. Tabel 1. Perlakuan dalam Penelitian Kode Perlakuan P1 Kontrol (Urea 300 kg ha-1, SP36 200 kg ha-1, KCL 100 kg ha-1, Dolomit 1 t ha-1) P2 Kompos dosis 6 t ha-1 P3 Abu ketel dosis 40 t ha-1 + Kompos dosis 6 t ha-1 P4 Abu ketel dosis 40 t ha-1 P5 Abu ketel (40 t ha-1) tanpa pupuk kalium P6 Abu ketel (40 t ha-1) tanpa dolomit
Hasil dan Pembahasan Sifat Fisik Tanah Berat Isi Tanah Perlakuan pemberian abu ketel, kompos, abu ketel tanpa kaliun, abu ketel tanpa dolomite dan kompos + abu ketel tidak berpengaruh nyata terhadap nilai BI tanah pada pengamatan 1 dan 3 BST, namun berpengaruh sangat nyata terhadap nilai BI tanah pada pengamatan 6 dan 9 BST. Berat isi terendah pada 6 dan 9 BST diperoleh pada perlakuan abu ketel tanpa dolomit (P6) yaitu 0,87 g cm-3 dan 0,8 g cm-3 (Tabel 2). Hal ini karena biochar memiliki berat isi lebih rendah dari pada tanah, sehingga pemberian biochar ke dalam tanah mengurangi berat isi tanah (Utomo dan Siswanto, 2013).
447 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017 Berat Jenis Tanah Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis tanah pada semua waktu pengamatan. Rerata nilai berat jenis tanah relatif sama antar perlakuan. Nilai rerata berat jenis tanah tertinggi ialah perlakuan kontrol (P1) pada pengamatan 1 BST yaitu 2,53 g cm-3, sedangkan nilai terendah ialah perlakuan
abuketel tanpa dolomit (P6) pada pengamatan 9 BST yaitu (Tabel 2). Hasil rerata nilai BJ tanah yang dihasilkan berkisar antara 2,00-2,60 g cm-3, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Prijono (2008) bahwa nilai BJ tanah apabila tanah mineral berkisar antara 2,6-2,7 g cm-3 atau cenderung tinggi, sedangkan tanah organik umumnya berkisar antara 1,3-1,5 g cm-3.
Tabel 2. Berat isi dan berat jenis tanah Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 P6
Berat Isi Tanah (g cm-3) 1 BST 3 BST 6 BST 9 BST 1,59 1,36 1,21 c 1,1 d 1,56 1,27 1,12 bc 0,97 bc 1,47 1,25 1,10 bc 1,01 c 1,50 1,32 1,06 b 0,91 b 1,54 1,20 1,04 b 0,91 b 1,49 1,24 0,87 a 0,80 a
1 BST 2,53 2,53 2,49 2,46 2,47 2,52
BJ Tanah (g cm-3) 3 BST 6 BST 9 BST 2,41 2,36 2,26 2,46 2,34 2,24 2,44 2,22 2,21 2,47 2,31 2,21 2,43 2,32 2,19 2,40 2,12 2,08
Keterangan: Angka rerata yang tidak didampinggi huruf pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. BST= bulan setelah tanam. Kode perlakuan sama dengan Tabel 1.
Porositas Total Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan pada 1, 3 dan 6 BST tidak berpengaruh nyata terhadap porositas total tanah, namun berpengaruh sangat nyata terhadap nilai porositas total tanah pada pengamatan 9 BST. Pemberian abu ketel tanpa menggunakan dolomit (P6) memiliki nilai yang berbeda nyata dengan perlakuan lain yaitu 61,1 % volume, terutama terhadap perlakuan kontrol (P1) yang hanya memiliki nilai porositas total sebesar 51,19 % volume (Tabel 3). Hal ini dikarenakan biochar dapat berperilakua sama dengan partikel klai atau humus yang mempunyai luas permukaan besar (Downie et al., 2009). Biochar yang dihasilkan dari bahan berkayu (Winsley, 2007), lebih kasar dan lebih stabil. Sedangkan biochar yang dihasilkan dari residu tanaman (rye, jagung, jerami, dll) rumput dan pupuk kandang lebih halus dan lebih kaya unsur hara, lebih labil dan lebih mudah dirombak oleh mikrobia di lingkungan (Sohi et al., 2009). Kandungan abu biochar juga tergantung pada sumber bahan. Bahan rumput, sekam/kulit biji, residu jerami dan pupuk kandang umumnya menghasilkan http://jtsl.ub.ac.id
biochar dengan kandungan abu yang tinggi dari pada biochar yang dibuat dari bahan kayu (Demirbas, 2006). Semakain kecil ukuran suatu partikel maka luas permukaannya akan semakin besar dan semakin banyak ruang pori yang terbentuk sehingga mampu menurunkan berat isi tanah dan meningkatkan porositas total tanah. Kemantapan Agregat Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan pada 1 dan 3 BST tidak berpengaruh nyata terhadap kemantapan agregat tanah, namun berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kemantapan agregat tanah pada pengamatan 6 dan 9 BST. Hal ini sesuai dengan pernyataan Piccolo et al. (1997) yang menyajikan bukti pertama bahwa perlakuan pemberian biochar meningkatkan stabilitas agregat tanah secara nyata. Pemberian abu ketel tanpa menggunakan dolomit (P6) memiliki nilai yang berbeda nyata dengan perlakuan lain yaitu 1,21 mm dan tergolong dalam kelas sangat stabil, terutama terhadap perlakuan kontrol (P1) dan kompos (P2) yang hanya memiliki nilai porositas total secara berturut-turut sebesar 0,73 mm dan 0,77 mm (Tabel 3).
448 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017 Tabel 3. Porositas total dan kemantapan aggretat tanah Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 P6
Porositas Tanah (% volume) 1 BST 3 BST 6 BST 9 BST 37,33 43,59 48,84 51,19 a 38,02 48,5 51,96 56,65 bc 41,14 48,56 50,31 54,53 ab 39,06 46,43 54,24 58,75 bc 37,67 50,74 54,9 58,41 bc 40,83 48,05 58,1 61,1 c
Kemantapan Agregat (mm) 1 BST 3 BST 6 BST 9 BST 0,68 0,64 0,67 a 0,73 a 0,74 0,91 0,8 a 0,77 ab 0,75 0,85 0,77 a 0,82 abc 0,78 0,95 0,95 ab 1,01 cd 0,77 0,9 0,91 ab 0,99 bcd 0,79 1,06 1,13 b 1,21 d
Keterangan: Angka rerata yang tidak didampinggi huruf pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. BST= bulan setelah tanam. Kode perlakuan sama dengan Tabel 1.
Pertumbuhan Tanaman Tebu Tinggi Tanaman Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada semua waktu pengamatan. Perlakuan pemberian abu ketel (P4) memberikan tinggi tanaman tertinggi pada 9 BST yaitu 298,9 cm, sedangkan perlakuan kontrol (P1) dan perlakuan kompos (P2) memberikan tinggi tanaman terendah yaitu 288,9 cm (Tabel 4). Hal ini diduga karena sifat dari abu ketel yang tidak berbeda jauh dengan biochar. Partikel biochar memiliki kemampuan
untuk menahan hara (Lehman, 2007), bahkan dibandingkan dengan bahan organik tanah lainnya, biochar mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam menjerap kation per unit karbon. Dengan meningkatnya kemampuan untuk menahan hara terutama unsure N yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Tersedianya N dalam jumlah yang cukup akan memperlancar proses metabolisme tanaman yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan batang, daun dan akar (Anom, 2008).
Tabel 4. Tinggi tanaman, lngkar batang dan jumlah anakan tanaman tebu Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 P6
Tinggi Tanaman (cm) 3 BST 151,7 151,9 149,8 157,9 153,6 154,3
6 BST 187,8 192,6 185,9 193,7 193,2 192,3
9 BST 289,0 289,0 291,2 298,9 292,3 292,1
Lingkar Batang (cm) 6 BST 9 BST 11,6 11,8 11,9 11,7 11,5 11,6 11,7 11,6 11,8 11,8 11,9 11,9
Jumlah Anakan 3 BST 9 10 11 10 10 10
6 BST 9 9 10 9 10 11
9 BST 13 14 14 11 14 16
Keterangan: Angka rerata yang tidak didampinggi huruf pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. BST= bulan setelah tanam. Kode perlakuan sama dengan Tabel 1.
Lingkar Batang Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap lingkar batang pada semua waktu pengamatan. Perlakuan pemberian abu ketel tanpa dolomit (P6) memberikan nilai lingkar batang tertinggi pada 9 BST yaitu 11,9 cm http://jtsl.ub.ac.id
(Tabel 4). Hal ini diduga karena potensi biochar sebagai pembenah tanah, ditunjukkan melelui pengaruhnya terhadap perbaikan sejumlah sifat tanah misalnya PH, retensi dan ketersediaan hara, KTK, BV tanah, dan kapasitas penahanan air tanah (Glaser et al., 2002). Kemasaman tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,1, tingkat
449 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017 kemasaman ini tergolong agak masam. Kondisi ini dapat di perbaiki dengan cara penambahan biochar, karena biochar dapat mengurangi kemasaman tanah dan kejenuhan Al, meningkatkan kandungan C-organik, kation basa (K, Ca, Mg) dan KTK (Yamato et al., 2006 dan Masulili et al., 2010). Nilai pH biochar dari berbagai bahan berbeda pada kisaran netral sampi basa (Chan et al., 2007). Jumlah Anakan Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada semua waktu pengamatan. Perlakuan pemberian abu ketel tanpa dolomit (P6) memberikan nilai jumlah anakan terbanyak pada 9 BST yaitu 16 batang, sedangkan perlakuan abuketel tanpa menggunakan pupuk kalium (P5), kompos (P2) dan abu ketel + kompos (P3) mempunyai jumlah batang yang sama yaitu 14 batang (Tabel 4). Jumlah anakan dipengaruhi oleh ketersediaan hara dalam tanah. Peranan pupuk N dan P terutama terlihat pada awal pertumbuhan tanaman tebu (Toruan et. al., 1987). Santo et al. (1993) dan Usman (1989) menyatakan bahwa pemupukan nitrogen berperan dalam peningkatan jumlah batang tebu. Pupuk N dan P akan meningkatkan jumlah anakan sampai dosis tertentu dan akan berkurang apabila dosis ditingkatkan (Maswal dan Abidin, 1988).
Produksi dan Rendemen Tanaman Tebu Produksi Tebu Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tebu pada semua waktu pengamatan. Rerata nilai jumlah anakan relatif sama antar perlakuan. Perlakuan pemberian abu ketel tanpa dolomit (P6) memberikan nilai produksi tebu tertinggi yaitu 51,56 t ha-1 (Tabel 5). Perbaikan retensi dan ketersediaan hara tanaman yang berarti dapat memperbaiki efisiensi pemanfaatan hara, pertumbuhan dan hasil tanaman (Yeboah et al., 2009). Perbaikan pertumbuhan dan hasil tanaman sebagai respon positip penambahan biochar di daerah tropis cukup banyak dilaporkan baik pada sekala percobaan rumah kaca maupun lapangan (Uzoma et al., 2011; Masulili et al., 2010; Major http://jtsl.ub.ac.id
et al., 2010). Hasil ini menunjukkan adanya keunggulan dari biochar dalam system pertanian. Steiner et al. (2007) dan Chan et al. (2008) keduanya menekankan bahwa biochar sebagai pembenah tanah akan meningkatkan hasil tanaman apabila disertai dengan aplikasi pupuk anorganik atau pupuk organik lainya. Rendemen Tebu Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen tebu pada semua waktu pengamatan. Rerata nilai tendemen tebu relatif sama antar perlakuan. Perlakuan pemberian abu ketel tanpa pupuk kalium (P5) memberikan nilai rendemen tertinggi pada 9 BST yaitu 7,87 % (Tabel 5). Tabel 5. Produksi dan rendemen tebu Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 P6
Produksi (t ha-1) 37,76 38,71 46,46 33,29 46,06 51,56
Rendemen (%) 7,48 7,37 6,79 6,60 7,87 7,20
Keterangan: Angka rerata yang tidak didampinggi huruf pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. BST= bulan setelah tanam. Kode perlakuan sama dengan Tabel 1.
Analisis Ekonomi Perlakuan pemberian abu ketel, kompos, abu ketel tanpa kaliun, abu ketel tanpa dolomite dan kompos + abu ketel berpengaruh nyata terhadap nilai keuntungan. Dari hasil perhitungan laba (aspek pemupukan) yang dilakukan pada setiap perlakuan, didapatkan hasil bahwa laba tertinggi adalah perlakuan abu ketel tanpa pupuk kalium (P5) yaitu sebesar Rp 17.795.528,53 sedangkan laba terendah adalah perlakuan abu ketel + kompos (P3) yaitu sebesar Rp 6.563.510,81 (Tabel 6). Hal ini disebabkan produksi dan rendemen dari perlakuan abu ketel tanpa menggunakan pupuk kalium (P5) lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya. Selain itu biaya produksi yang dibutuhkan dalam kegiatan usahataninya lebih rendah dari
450 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017 pada perlakuan lainnya. Menurut Soemarso (2002), pendapatan adalah peningkatan jumlah aktiva atau penerunan kewajiban yang timbul dari penyerahan barang atau jasa atau aktivitas usaha lainnya dalam suatu periode. Tabel 6. Nilai Rerata Keuntungan / Laba Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 P6
Keuntungan (Rp) 10.603.418,00 abc 6.714.350,76 ab 6.563.510,81 a 7.873.921,80 ab 17.795.528,53 c 14.247.238,21 bc
Hubungan Sifat Fisik Tanah dengan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tebu Berat isi tanah berkorelasi negatif dengan porositas total dengan nilai r masing-masing 0,91**, -0,95** dan -0,99**. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah berat isi tanah maka semakin tinggi perositas total tanah. Berat isi tanah adalah perbandingan antara massa tanah kering oven dengan volume partikel ditambah dengan ruang pori di antaranya (Prijono, 2008). Tanah dengan total ruang pori yang tinggi cenderung mempunyai berat isi lebih rendah (Agus et al., 2006). Porositas total tanah berkorelasi positif dengan tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah batang pada 6 BST dengan nilai r masing-masing 0,72, 0,67 dan 0,67. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi porositas tanah maka semakin tinggi lingkar batang, jumlah batang dan tinggi tanaman tebu. Porositas total berkorelasi positif dengan produksi tebu dengan nilai r 0,37 (korelasi sedang). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi porositas porositas total maka semakin tinggi produksi tebu. Dengan adanya porositas tanah yang baik maka pertumbuhan tanaman juga baik karena banyak persediaan air dalam tanah, sehingga pertumbuhan tanaman beserta hasil produksinya banyak dan memiliki kualitas yang baik, produktivitas tanaman pertanian bisa meningkat dan lebih memajukan pertanian (Pairunan et al., 1997). Jumlah batang tebu http://jtsl.ub.ac.id
berkorelasi positif dengan produksi tebu dengan nilai r 0,9**. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah batang tebu maka semakin tinggi produksi tebu. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widarwati (2008) yang menyatakan bahwa berdasarkan analisis regresi, jumlah tebu mempunyai pengaruh yang positif dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil ini sesuai dengan fungsi tebu sebagai bahan baku utama yang secara langsung mempengaruhi produksi gula. Nurrofiq (2005) dan Wahyuni (2007) menyatakan bahwa salah satu faktor produksi yang mempengaruhi produksi gula sengan nyata adalah jumlah tebu.
Kesimpulan Perlakuan abu ketel tanpa menggunakan dolomit (P6) mampu menurunkan nilai berat isi tanah yaitu 0,8 g cm-3 dan nilai berat jenis tanah dari 2,52 g cm-3 menjadi 2,08 g cm-3, meningkatkan porositas total tanah yaitu 51,1 % volume dan nilai kemantapan agregat dari 0,8 mm menjadi 1,2 mm. Perlakuan abu ketel tanpa menggunakan dolomit (P6) mampu meningkatkan beberapa parameter pertumbuhan, perlakuan ini mampu meningkatkan lingkar batang tebu yaitu 11,9 cm dan jumlah anakan tebu yaitu 16 batang dibandingkan dengan perlakuan lain. Produksi tebu terbaik ditunjukkan oleh perlakuan abu ketel tanpa menggunakan dolomit (P6) dengan nilai 51,56 t ha-1 dan perlakuan abuketel tanpa pupuk kalium merupakan perlakuan yang memperoleh nilai rendeman tebu tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 7,87 %. Laba tertinggi yang didapat adalah perlakuan abu ketel tanpa pupuk kalium (P5) yaitu sebesar Rp 17.795.528,53 sedangkan laba terendah adalah perlakuan abu ketel + kompos (P3) yaitu sebesar Rp 6.563.510,81.
Daftar Pustaka Agus, F., Yustika, R.D. dan Haryati U. 2006. Penetapan berat volume tanah. Dalam Sifat fisik tanah dan metode analisisnya. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. pp 25-34. Anom, E. 2008. Pengaruh residu pemberian trichokompos jerami padi terhadap pertumbuhan dan
451 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017 produksi sawi hijau (Brassica juncea, L.). Sagu 7 (2), 7-12. Anonimus. 2013. Kebutuhan Gula Nasional Mencapai 5,700 Juta Ton Tahun 2014. Available online at http://ditjenbun. deptan.go.id/s etditjenbun/ berita-172-dirjenbun--kebutuhangula-nasional-mencapai-5700-juta-ton - tahun2014. html. Diakses pada tanggal 18 Februari 2014. Chan, K.Y., Van Zwieten, B.L., Meszaros, I.,Downie, D., and Joseph, S. 2007. Agronomic values of greenwaste biochars a soil amandements. Australian Journal of Soil Research 45, 437-444. Chan, K.Y., Van Zwieten, B.L., Meszaros, I.,Downie, D., and Joseph, S. 2008. Using poultry linier biochars a soil amandements. Australian Journal of Soil Research 46, 437-444. Demirbas, A. 2006. Production and characterization of biochar from biomass via phyrolisis. Energy Sources Part A 28, 413-422. Downie, A., Crosky, A. and Munroe, P. 2009. Physical properties of biochar. In: Lehman, J., Joseph, S.(Eds), Biochar of Environmental Managemen: Science and Technology. Earthscan, London. Glaser, B., Lehmann,J. and Zech, W. 2002. Ameliorating physical and chemical properties of highly weathered soils in the tropics with charooal. A Review. Biology and Fertility of Soils 35, 219-230. Lehmann, J. 2007. A handful of carbon. Nature. 447, 143-144. Major, J., Rondom, M., Marina, D., Susan J.R. and Lehmann, J., 2010 Maize yield and nutrition during 4 years after biochar application to a Colombian savanna oxisol. Plant and Soil 333, 117-128 Masulili, A., Utomo, W.H. and Syechfani, M.S. 2010. Rice husk biochar for rice based cropping system in acid soil 1. The characteristics of rice husk biochar and its influence on the properties of acid sulfate soil and rice growth in West Kalimantan, Indonesia. Journal of Agriculture Science 2 (1): 39-45. Maswal, Z. dan Abidin, M. 1988. Pengaruh pemupukan NPK terhadq pertumbuhrw vegetatif dan produksi tebu varieCas F-156 pada tanah aluvial. Bulletin (2): 1 – 36. Nurrofiq, A. 2005. Analisis Efisiensi Produksi Gula. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Pairunan, A., Nonere, K., Samosir, S.R., Tangkaisari, R., Lolopua, J.R., Ibrahim, B. dan Asmadi, H.1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. BKPTN Indonesia bagian Timur.Makassar.
http://jtsl.ub.ac.id
Piccolo, A., Pietramellara,G. and Mbagwu, J.S.C. 1997. Use of humic substances as soil conditioners to increase aggregate stability. Geodarma, 75, 267-277. Prijono, S. 2008. Analisis Fisika Tanah. Universitas Brawijaya. Malang. Santo, S., Arifm, S. dan Budiono. 1993. Tanggap varietas PS 77-1553, PS 78-561 dan PS 78-8238 terhadap pemupukan ammonium sulfat di lahan sawah regosol Kediri. Berita (10): 29-36. Soemarso. 2002. Akuntansi Suatu Pengantar. PT.Rineka Cipta. Jakarta . Ed. Ke-4. Sohi, S., Elisa Lopes-Capel, E., Krull, E. And Bol, R. 2009. Biochar, Climate change & soil: A review to guide future research. CSIRO L and Water Science Report 05/09, 64 pp. Stainer, C., Teixeris, W.G. and Lehmann, J., 2007. Long term effect of manure,charcoal and mineral fertilization on crop production and fertility on a highly weathered Central Amazonian upland soil soil. Plant and Soil 291, 257-290 Sukartono. 2010. Tanaman Tebu. digilib ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 18 Februari 2014. Susilowati, L.E. dan Sukartono. 2007. Budidaya Tanaman Tebu. Babr II-Tinjauan Pustaka. Universitas Mataram. Toruan, M.L., Erwin, Z. dan Abidin, M. 1987. Percobaan pemupukan NPK pada berbagai Tingkat tanaman tebu dan type tanah kebun rotasi PT Perkebunan IX. Bulletin (6): 1-22. Usman, B. 1989. Pengaruh penambahan dosis AS dan jumlah bibit bagal terhadap pertumbuhan, kadar NPK daun dan hasil beberapa varietas tebu. Majalah Perusahaan Gula 25 (1), 1-12. Utomo, W.H., dan B, Siswanto. 2013. Upaya Peningkatan Produktivitas Dan Redemen Tebu Di Pg Bone, Caming Dan Takalar Berbasis Pemanfaatan Limbah Dan Pemurnian Varitas. Universitas Brawijaya Malang. Uzoma, K.C., Inoue, M., Andry, H., Fujimaka, H., Zahoor, A. and Nishihara, E., 2011. Effect of cow manure biochar on maize productivity under sandy soil condition. Soil Use and Management 27 (2), 205-212. Wahyuni, I.T. 2007. Analisis Efisiensi Produksi Gula di PG Mudokismo, Yogyakarta. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institute Pertanian Bogor. Widarwati, T. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Gula PG Pagottan. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institute Pertanian Bogor. Winsley, P. 2007. Biochar and bioenergy production for climate change. New Zealand Science Review 64 (1), 1-10.
452 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017 Yamato, M., Okimori, Y., Wibowo, I.F., Anshiori, S. and Ogawa, M. 2006. Effects of the Application of charred bark of Acacia mangium on the yield of maize, cowpea and peanut, and soil chemical properties in Sout Sumatra, Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition 52, 489 – 495.
http://jtsl.ub.ac.id
Yeboah, E., Ofari, P., Quansah, G.W., Dugan, E. and Sohi, S.P. 2009. Improving soil productivity through biochar amendment to soil. African Journal of Environmental Science and Technology. 3 (2), 34-41.