431 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 2017
PENGARUH BLOTONG, ABU KETEL, KOMPOS TERHADAP KETERSEDIAAN FOSFOR TANAH DAN PERTUMBUHAN TEBU DI LAHAN TEBU PABRIK GULA KEBON AGUNG, MALANG Dery Pambudi1, Maulana Indrawan2, Soemarno1* Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Departemen Penelitian dan Pengembangan, Pabrik Gula Kebon Agung, Malang * penulis korespondensi:
[email protected] 1
2
Abstract The main problem in the Karangduren sugarcane soil is the low availability of soil-P that leads to the low of cane production. The objectives of this study was to determine the effects of filter-cake, sugarcane boiler ash and compost on availability of soil-P and growth of sugarcane at Kebon Agung Sugar Mill in Karangduren village of Malang. The treatments tested were control (P0), sugarcane boiler-ash 60 t ha-1 (P1), compost 3 t ha-1 (P2), filter-cake 60 t ha-1 (P3), sugarcane boiler ash 30 t ha-1 + filter cake 30 t ha-1 (P4), sugarcane boiler ash 15 t ha-1 + filter-cake 45 t ha-1 (P5), and sugarcane boiler ash 30 t ha-1 + filter-cake 30 t ha-1 + bio-fertilizers 80 L ha-1 (P6). Results of the study showed that application of sugarcane boiler ash, filter cake and compost improved chemical characteristics of the soil studied and increased growth of sugarcane up to 4 MAP (months after planting). The best treatment in improving soil chemical characteristics and growth of sugarcane was application of sugarcane boiler ash 60 t ha-1 (P1). Application of sugarcane boiler ash 60 t ha-1 was able to increase soil pH by 6.12%, increasing the content of soil C-Organic by 46.03 % and soil-P availability by 328.39 % compared to soil before treatment. Application of sugarcane boiler ash 60 t ha-1 (P1) was also able to improve growth of sugarcane measured by the cane height, cane length, number of shoots, number of leaves, content of chlorophyll, cane dry weight and P-uptake of sugarcane. Keywords : boiler ash, compost, filter cake, sugarcane
Pendahuluan Unsur P merupakan salah satu unsur hara yang penting bagi tanaman, begitu juga untuk tanaman tebu (Saccharum officinarum L.). Menurut Mulyono (2009), unsur P dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan tanaman, baik perakaran, anakan, panjang batang dan besarnya ruas-ruas batang tanaman tebu. Namun unsur P merupakan unsur yang sulit tersedia bagi tanamanmeskipun dalam tanah jumlahnya banyak. Menurut Hanafiah (2010), ketersediaan P dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi komposisi pelikat tanah, pH tanah, kandungan liat dan kandungan bahan organik. Bahan organik memiliki peran penting dalam http://jtsl.ub.ac.id
meningkatkan ketersediaan unsur P dalam tanah. Hal ini karena kandungan yang terdapat dalam bahan organik mampu membebaskan unsur hara P dari jerapan Al dan Fe sehingga tersedia bagi tanaman. Menurut Hanafiah (2010), penambahan bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan P dalam tanah. Permasalahan yang terdapat di lapang adalah ketersediaan unsur hara P yang terkandung dalam tanah rendah. Rendahnya ketersediaan unsur hara Pbagi tanaman dapat menghambat pertumbuhan tebu. Defisiensi unsur hara P pada tebu dapat menghambat pemanjangan dan pembesaran batang, hingga pembentukan tunas yang tidak maksimal (Moore dan Botha, 2013). Solusi yang sering diterapkan oleh petani tebu untuk
432 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 2017 meningkatkan kesuburan tanah, salah satunya adalah penambahan bahan organik. Menurut Sutedjo (2008), kemampuan tanah menghasilkan suatu produksi berhubungan dengan kadar bahan organik. Penggunaan bahan organik seperti blotong, abu ketel serta kompos banyak diaplikasikan pada lahan budidaya tebu. Tujuan pemberian bahan organik tersebut adalah untuk meningkatkan kesuburan tanah. Hasil sampingan industri gula berupa blotong, ampas, abu ketel, serta seresah berpotensi besar dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik. Mulyadi (2000) menyatakan bahwa pemberian blotong dapat berpengaruh nyata terhadap peningkatan fase vegetatif tebu. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang potensi penambahan bahan organik seperti blotong, abu ketel dan kompos terhadap serapan P serta pertumbuhan tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) pada lahan PG Kebon Agung, Malang. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui (a) pengaruh pemberian blotong, abu ketel dan kompos terhadap pH, kandungan C-Organik dan P-tersedia dalam tanah, dan (b) mempelajari pengaruh pemberian blotong, abu ketel dan kompos terhadap pertumbuhan, bobot kering tanaman dan serapan-P tebu (Saccharum officinarum L.)
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan tebu kelola seksi TS (Tebu Sendiri) Pabrik Gula (PG) Kebon Agung di Malang Jawa Timur.Lahan penelitian terletak di Desa Karangduren, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang. Penelitian di lapang dilakukan mulai bulan November 2014 sampai dengan Maret 2015. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Analisis laboratorium dimulai pada bulan Maret 2015 sampai dengan April 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana dengan 7 perlakuan dengan 4 kali ulangan. Rincian perlakuan penelitian disajikan pada Tabel 1. Parameter pengamatan tanah bagi menjadi 2 yaitu pengamatan tanah awal sebelum perlakuan serta pengamatan tanah akhir ketika http://jtsl.ub.ac.id
tebu berumur 4 BST. Sedangkan pengamatan tanaman tebu dibagi menjadi pengamatan pertumbuhan yang dilakukan pada 1, 2, 3 dan 4 BST serta pengamatan serapan unsur P yang dilakukan pada tebu umur 4 BST. Parameter, waktu pengamatan dan metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Perlakuan Penelitian Kode P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6
Perlakuan Tanpa Perlakuan Abu ketel 60 t ha-1 Kompos 3 t ha-1 Blotong 60 t ha-1 Abu ketel 30 t ha-1+ Blotong 30 t ha-1 Abu ketel 15 t ha-1+ Blotong 45 t ha-1 Abu ketel 30 t ha-1+ Blotong 30 t ha-1+Pupuk hayati 80 L ha-1
Bahan perlakuan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari blotong, abu ketel, kompos, pupuk hayati dan bibit bagal varietas PSJK 922. Blotong dan abu ketel yang digunakan merupakan bahan sampingan dari produksi gula di PG Kebon Agung, sedangkan bahan kompos merupakan hasil olahan dari blotong yang dilakukan pengomposan menggunakan bantuan bakteri dekomposer. Semua bahan perlakuan diterapkan di lahan sebelum proses penanaman bibit tebu berlangsung. Pupuk hayati diterapkan dilahan setelah blotong dan abu ketel diterapkan pada setiap juringan. Penerapan pupuk hayati dilakukan dengan penegenceran 1:20 liter dan di siram menggunkan gembor secara merata pada setiap juringan. Jarak tanam pusat ke pusat (PKP) yang diterapkan adalah 100 cm. Panjang juringan adalah 8 m. Lubang tanam dibuat dengan lebar atas 50 cm, lebar bawah 45 cm, dengan kedalaman 50 cm. Pemupukan dilakukan dengan dosis 400 kg ha-1 Phonska dan 300 kg ha-1 ZA. Pemupukan tersebut dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada umur tanaman 1,5 bulan dan 3 bulan. Pembumbunan dilakukan tiga kali yang dilaksanakan secara bertahap. Pembumbunan pertama dilakukan setelah pemberian pupuk pertama, pembumbunan kedua dilakukan saat
433 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 2017 pemberian pupuk kedua dan pembumbunan ketiga dilakukan saat tanaman umur 5-6 bulan. Pengamatan tanaman di bagi menjadi 2 yaitu pengamatan pertumbuhan tanaman dan serapan unsur P oleh tanaman tebu. Pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, panjang batang, jumlah batang, jumlah daun serta jumlah klorofil. Pengamatan
tersebut dilakukan pada bulan 1,2,3 dan 4 setelah tanam (BST) dengan metode Nondestruktif.Pengamatan selanjutnya yaitu terkait serapan unsur hara P oleh tanaman. Pengamatan tersebut dilakukan pada bulan ke4 setelah tanam (BST) dengan metode destruktif.
Tabel 2. Parameter, Metode dan Waktu Pengamatan Bahan Tanah
Tanah
Tanaman
Parameter KTK (cmol kg-1) C-organik (%) N-total (%) C/N P (mg kg-1) K (cmol kg-1) pH Kadar air bahan P (mg kg-1) C-organik (%) pH N-total (%) KTK (cmol kg-1) K (cmol kg-1) Tekstur Tanah Berat isi (g cm -3) Tinggi tanaman (cm) Jumlah batang Jumlah daun Jumlah Clorofil Panjang batang (cm) Bobot kering tanaman P-total
MetodeAnalisis NH4OAc 1 N pH 7 Walkley dan Black Kjeldahl Perhitungan Pengabuan basah Asam asetat Glass Elektrode Gravimetri Bray 1 dan 2 Walkley dan Black Glass Elektrode Kjeldahl NH4OAc 1 N pH 7 Amonium Asetat Pipet Silinder Non-destruktif Non-destruktif Non-destruktif Non-destruktif Non-destruktif Metode oven Pengabuan basah
Contoh tanaman dianalisis bobot kering dengan metode oven dan dilanjutkan pengujian pada laboratorium kimia untuk mengetahui kandungan P pada tanaman. Pengambilan sampel tanah memiliki titik pengamatan yang sama dengan penentuan titik pengamatan sampel tanaman. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada kedalaman 0-30 cm dan kemudian dikompositkan berdasarkan perlakuan dan ulangannya. Sampel tanah komposit akan dilakukan analisis kimia untuk mengetahui kandungan C-Organik, P-Tersedia dan pH tanah.
http://jtsl.ub.ac.id
WaktuPengamatan Bulan ke- 0
Bulan ke- 0 dan 4 (BST ) Bulan ke-0
Bulan Ke- 1,2,3,4 (BST)
Bulan ke- 4 (BST)
Data yang diperoleh dari pengamatan lapang (C-organik, pH, P-tersedia, serapan P, bobot kering tanaman dan pertumbuhan tebu) selanjutnya dilakukan analisis ragam (one way analysis of varians) untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan.Apabila hasil dari analisis ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Setiap parameter yang terkait(C-Organik, pH, P-Tersedia, serapan P, bobot kering tanaman dan pertumbuhan tebu) di uji menggunakan uji korelasi dan regresi dan dilanjutkan dengan analisis jalur (Path
434 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 443, 2017 Analysis)untuk )untuk mengetahui parameter yang paling dominan sebagai variabel eksogen dalam mempengaruhi variabel endogen, baik berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Uji analisis lisis ragam, duncan, korelasi dan regresi dilakukan menggunakan program komputer SPSS 18.
Hasil dan an Pembahasan Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanah di lahan tebu karangduren termasuk dalam ordo Inceptisol dengan kelas tekstur tanah lempung berdebu.Hasil analisis awal diketahui bahwa pH tanah di lahan Karangduren adalah sebesar 4,9 dan termasuk dalam katagori masam. Kandungan C-Organik C dan P-tersedia ersedia pada lahan tebu karangduren termasuk dalam katagori sangat rendah, dengan nilai C-Organik Organik sebesar 0,84% serta ser kandungan P-tersedia ersedia dalam tanah sebesar 3,01 mg kg-1 (Tabel 3). Kandungan C-Organik Organik yang rendah dapat diakibatkan oleh kurangnya masukan bahan organik selama proses budidaya tebu, sedangkan kandungan P-tersedia ersedia yang rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya rendah pH tanah yang termasuk dalam katagori masam. pH Tanah Hasil analisis ragam pada parameter pH tanah tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata daripemberian abu ketel, blotong dan kompos. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pH tanah
yang masam sehingga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik. Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas dekomposisi oleh mikroorganisme adalah pH tanah. Kondisi pH tanah yang optimal untuk aktivitas mikroorganisme tanah yaitu berkisar 55,9–8,4 (Hanafiah, 2010). Kondisi pH yang terlalu rendah akan mengurangi kecepatan dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (Krismawati dan Asnita, 2011).
Tabel 3. Hasil analisis tanah awal Jenis Analisis pH1:1 H2O C Organik (%) N Total (%) C/N P Bray (mg kg-1) Bahan Organik (%) K NH4OAC 1 N pH 7 KTK me 100 g-1 Pasir (%) Deb (%) Liat (%) Kelas Tekstur
Nilai 4,9 0,84 0,08 10 3,01 1,46 0,50
Kriteria M SR SR R SR S
32,38 21.87 50.78 27.344 Lempung Berdebu
T
Keterangan : M: masam SR: Sangat Rendah R: Rendah S:Sedang T:Tinggi T:Tinggi. *) Sumber : Balai Penelitian Tanah ( 2005).
Gambar 1. Hasil pengamatan pengamata pH tanah antara semua perlakuan dan keadaan awal sebelum perlakuan. http://jtsl.ub.ac.id
435 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 443, 2017 Hasil pengamatan pada 4 BST menunjukkan peningkatan darajat pH tanah jika dibandingkan keadaan awal sebelum perlakuan. Perlakuan abu ketel 60 t ha-1 merupakan perlakuan yang dapat meningkatkan pH tanah tertinggi.Peningkatan pH pada perlakuan tersebut dapat diakibatoleh batoleh pH awal abu ketel yang basa (pH >7) sehingga dapat meningkatkan pH tanah yang awalnya 4,9 menjadi 5,2. Abu ketel yang memiliki pH >7 menggambarkan bahwa bahan perlakuan tersebut memiliki konsentrasi ion OH- yang lebih banyak dibandingkan dengan konsentrasi kon + ion H . Menurut Darman (2008), kation– kation kation basa yang dihasilkan dari hasil dekomposisi bahan organik dan dilepaskan kedalam tanah, dapat menyebabkan tanah jenuh dengan kation basah sehingga mempengaruhi pH tanah.
pH, C-Organik, dan P-ttersedia Tanah C-Organik Hasil analisis ragam pada pengamatan C COrganik tanah tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata daripemberian abu ketel, blotong dan kompos. Hasil analisis ragam yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan dapat diakibatkan oleh proses dekom dekomposisi yang berjalan lambat. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Utami (2014), bahwa pengaruh pemberian bahan organik seperti abu ketel, biochar dan pupuk kandang terhadap karbon organik tanah baru memberikan perbedaan nyata setelah 18 minggu setel setelah aplikasi.
Gambar 2. Hasil pengamatan amatan C-organik C tanah antara semua perlakuan dan keadaan awal sebelum perlakuan. Hasil pengukuran kandungan C-Organik C tanah diketahui bahwa terdapat peningkatan jika dibandingkan dengan keadaan tanah awal sebelum diberi perlakuan. Peningkatan tertinggi terjadi pada perlakuan abu ketel 30 t ha-1 + blotong 30 t ha-1 + Pupuk Hayati 80 L ha-1 yaitu sebesar 54,76% dibandingkan dengan keadaan awal tanah sebelum diberi perlakuan. p Peningkatan tersebut dapat diakibatkan oleh penambahan pupuk hayati yang dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme dalam tanah. Hanafiah (2010) menyatakan bahwa dengan bertambahnya aktivitas mikroorganime http://jtsl.ub.ac.id
pengurai, maka proses dekomposisi akan meningkat. P-tersedia Hasil analisis ragam pada pengukuran P Ptersedia tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata daripemberian abu ketel, blotong dan kompos. Tidak adanya pengaruhsecara nyata dari pemberian abu ketel, blotong dan kompos terhadap P-Tersedia Tersedia dapat dipengaruhi oleh pH dan kandungankarbonorganik dalam tanah. Hasil analisis akhir pH tanah yang menunjukkan bahwa pH tanah berkisar 4,9 – 5,2 merupakan salah satu penyebab tidak
436 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 443, 2017 adanya pengaruh nyata perlakuan terhadap kandungan P–Tersedia Tersedia dalam tanah. Munawar Mun (2011) menyatakan bahwa pH merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi ketersediaan P. Unsur P tersedia secara optimal pada pH 6,0 – 6,5. pH tanah yang masam akan menyebabkan unsur P terfiksasi oleh Al dan Fe. Faktor lain yang menyebabkan P-Tersedia P tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada semua perlakuan adalah kandungan karbon
organik pada setiap perlakuan juga tidak berbeda nyata. Sutanto (2002), menyatakan bahwa proses dekomposisi dari penambahan bahan organik akan berpengaruh terhad terhadap sifat kimia tanah, salah satunya yaitu menyebabkan ketersediaan P meningkat. Menurut Utami dan Handayani (2003), asam humat dan fulfat yang dihasilkan dari pelapukan bahan organikakan melepaskan P dari kompleks jerapan, sehingga P-tersedia dalam tanah meningkat. eningkat.
Gambar 3. Hasil pengamatan P-tersedia tersedia antara semua perlakuan dan keadaan awal sebelum perlakuan
Hasil pemberian abu ketel, blotong dan kompos mampu meningkatkan kandungan PP tersedia jika dibandingkan dengan keadaan tanah awal sebelum diberi perlakuan. Peningkatan tertingi P-tersedia tersedia terjadi pada perlakuan abu ketel 60 t ha-1. Pemberian abu ketel 60 t ha-1 dapat meningkatkan kandungan P–Tersedia dalam tanah sebesar 328,39 % dibandingkan dengan keadaan tanah awal.Haltersebut dapat diakibatkan oleh perubahan pH tanah pada perlakuan tersebut. pH tanah pada perlakuan tersebut mengalami peningkatan tertinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lain, sehingga dapat mempengaruhi P-Tersedia Tersedia dalam tanah.Hal ini sesuai dengan pernyataan Darman (2008) bahwa peningkatan pH tanah akan meningkatkan P-tersedia P dalam tanah. Selain pengaruh dari pH tanah, peningkatan kandungan P-Tersedia Tersedia pada semua perlakuan juga dapat diakibatkan iakibatkan oleh proses pemupukan yang dilakukan di lahan. http://jtsl.ub.ac.id
Pertumbuhan Tebu Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam pada pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman tebu menunjukkan adanya pengaruh nyata daripemberian abu ketel, blotong dan kompos (Tabel 4). Berdasarkan rkan perhitungan rerata tinggi tebu pada pengamatan 1,2,3 dan 4 BST diketahui bahwa tinggi tanaman pada perlakuan kombinasi abu ketel 30 t ha-1 dan blotong 30 t ha-1 menunjukkan hasil terbaik dibandingkan dengan perlakuan lain. Suryana et al., (2014) meyatakan bahwa pemberian abu ketel disertai pengolahan lahan dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tebu. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian Parinduri (2005), bahwa penambahan blotong dalam berbagai komposisi dapat berpengaruh meningkatkan tinggi tanaman.
437 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 443, 2017 Tabel 4. Pengaruh abu ketel, blotong dan kompos terhadap tinggi tebu Perlakuan 1 BST 30,07 42,34 33,98 44,82 46,24 45,39 49,68
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6
a ab a bc bc bc c
Tinggi Tanaman (cm) 2 BST 3 BST 78,68 a 152,31 100,14 b 175,33 94,66 b 156,11 93,34 b 171,64 102,27 b 175,84 105,01 b 177,73 102,16 b 174,22
a b a b b b b
4 BST 186,27 217,86 213,71 202,69 227,66 215,78 221,56
a bc bc ab c bc c
Keterangan: Angka-angka angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Panjang Batang Hasil analisis ragam pada pengamatan pertumbuhan panjang batang menunjukkan adanya pengaruh nyata daripemberian abu ketel, blotong dan kompos. Berdasarkan perhitungan rerata panjang batang tebu pada pengamatan 4 BST diperoleh hasil pengukuran panjang tebu tertinggi yaitu pada perlakuan abu ketel 30 t ha-1 dan blotong 30 t ha-1 ditambah pupuk hayati 80 L ha-1 (P6) yang menghasilkan panjang batang 150,33 cm. Namun, dari hasil uji lanjut diketahui bahwa perlakuan tersebut tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap berlakuan kombinasi abu ketel 30 t
ha-1 dan blotong 30 t ha--1 (P4) serta perlakuan abu ketel 60 t ha-1(P1). Panjang batang tebu pada perlakuan kombinasi abu ketel 30 t ha-1 dan blotong 30 t ha-11 menunjukkan hasil terbaik dalam meningkatkan panjang batang tebu dibandingkan dengan perlakuan lain (Gambar 4). Hal ini sesuai dengan peneliti penelitian Mulyadi (2000) bahwa pemberian blotong dapat berpengaruh nyata terhadap peningkatan fase vegetatif tebu seperti peningkatan panjang batang tebu.Topani (2015), menyebutkan bahwa pemberian bahan organik seperti abu ketel dan kompos dapat meningkatkan pertumbuhan umbuhan tebu seperti tinggi tebu.
Gambar 4. Pengaruh abu ketel, blotong dan kompos terhadap panjang batangtebu Keterangan: Huruf yang sama pada bagian tengah diagram menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Jumlah Batang Hasil analisis ragam pada pengamatan pertumbuhan jumlah batang tebu menunjukkan adanya pengaruh nyata http://jtsl.ub.ac.id
daripemberian abu ketel, blotong dan kompos pada 2,3 dan 4 BST (Tabel 5).Jumlah batang pada perlakuan abu ketel 60 t ha-1 menunjukkan hasil paling tinggi dibandingkan
438 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 2017 dengan perlakuan lain. Hal ini sesuai dengan penelitian Topani (2015) yang menyatakan bahwa pemberian bahan organik seperti abu
ketel dan kompos dapat meningkatkan pertumbuhan tebu termasuk jumlah batang.
Tabel 5. Pengaruh abu ketel, blotong dan kompos terhadap jumlah batang tebu Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6
1 BST 1,14 1,32 1,04 1,14 1,52 1,39 1,19
Rerata Jumlah batang setiap rumpun 2 BST 3 BST 3,08 a 2,46 a 4,26 b 3,93 d 2,81 a 2,80 a 3,22 a 3,39 b 4,27 b 3,86 cd 3,84 b 3,47 bc 3,88 b 3,64 bcd
2,07 2,98 2,61 2,23 2,52 2,84 2,66
4 BST a d bcd ab bc cd
cd
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Hasil jumlah batang yang terbaik pada perlakuan abu ketel 60 t ha-1 dapat disebabkan oleh serapan P yang optimal. Hasil analisis serapan P menunjukkan bahwa pada perlakuan abu ketel 60 t ha-1 merupakan perlakuan terbaik. Serapan P yang optimal pada perlakuan abu ketel 60 t ha-1 dapat mengoptimalkan pembentukan batang (anakan) tebu. Mulyono (2009), menyatakan bahwa salah satu fungsi
unsur hara P bagi tebu yaitu berperan dalam pembentukan anakan. Jumlah Daun Hasil analisis ragam pada pengamatan pertumbuhan jumlah daun tebu menunjukkan adanya pengaruh nyata dari aplikasi abu ketel, blotong dan kompos pada 2,3 dan 4 BST (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh abu ketel, blotong dan kompos terhadap jumlah daun tebu Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6
1 BST 4,27 5,15 4,74 5,08 4,78 5,20 5,22
Rerata jumlah daun setiap rumpun 2 BST 3 BST 14,67 a 15,71 a 21,23 c 22,79 c 14,14 a 17,07 ab 16,61 ab 22,09 c 21,99 c 22,33 c 20,09 c 19,73 bc 19,19 bc 22,21 c
4 BST 14,19 a 21,20 c 19,81 bc 15,11 ab 19,55 bc 22,81 c 18,84 bc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Perlakuan kombinasi abu ketel 30 t ha-1 dan blotong 30 t ha-1 (P4) menunjukkan perlakuan terbaik dalam pertumbuhan jumlah daun tebu dibandingkan dengan perlakuan lain. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Hanafiah (2010) menyatakan bahwa bahan organik berperan penting dalam ketersediaan http://jtsl.ub.ac.id
unsur hara bagi tanaman. Ketersediaan unsur hara seperti P, penting bagi tanaman terutama fungsinya yang dalam sistem metabolisme tanaman (Stevenson dan Cole, 1999). Jumlah Klorofil Hasil analisis ragam pada pengamatan jumlah klorofil tebu tidak menunjukkan adanya
439 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 443, 2017 pengaruh nyata dari aplikasi abu ketel, blotong dan kompos pada semua waktu pengamatan. Tidak adanya pengaruh secara nyata dari pemberian abu ketel, blotong dan kompos terhadap jumlah klorofil tebu diduga berhubungan ubungan dengan kandungan N pada abu ketel, blotong dan kompos yang masih tergolong rendah, sehingga pengaruhnya belum terlihat nyata. Unsur hara N merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam penyusunan klorofil (Moore dan Botha, 2013).Hal ini sesuai esuai dengan penelitian Parinduri (2005) bahwa penambahan blotong pada
berbagai komposisi masih belum mampu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan klorofil tebu. Bobot Kering Tanaman Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan pada saat tebu berumur ur 4 BST. Hasil analisis ragam pada pengamatan bobot kering tanaman menunjukkan adanya pengaruh nyata daripemberian abu ketel, blotong dan kompos (Gambar 5).
Gambar 5. Pengaruh abu ketel, blotong dan kompos terhadap bobot kkering tanaman.
Keterangan: Huruf yang sama pada bagian tengah diagram menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Pengaruh yang nyata dari pemberian abu ketel, blotong dan kompos terhadap bobot kering tanaman diduga saling berhubungan dengankandungan unsur hara di dalam tanah. Mulyadi (2000), menyatakan bahwa bobot kering tanaman bagian atas dipengaruhi oleh status hara yang terkandung di dalam tanah. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara har P dalam tanah (Sutanto, 2002). Bobot kering tanaman pada perlakuan abu ketel 60 t ha-1 menunjukkan hasil paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Peningkatan tertinggi bobot kering tebu pada perlakuan abu ketel 60 t ha-1dapat diakibatkan oleh penyerapan unsur P yang optimal oleh tanaman, sehingga pertumbuhannya optimal dan menghasilkan http://jtsl.ub.ac.id
bobot kering yang tinggi. Wijaya (2008) menyatakan bahwa penyerapan unsur hara yang baik dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi optimal. Hal tersebut mengakibatkan ngakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta bagian bagian-bagiannya menjadi lebih baik dan menghasilkan berat segar dan bobot kering lebih tinggi. Serapan P Hasil analisis ragam pada pengamatan serapanP tanaman menunjukkan adanya pengaruh nyata dari aplikasi likasi abu ketel, blotong dan kompos. Adanya pengaruhsecara nyata dari aplikasi abu ketel, blotong dan kompos terhadap serapanP tanaman diduga saling berhubungan dengan peningkatankandungan bahan organik dan P P-
440 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 443, 2017 Tersedia pada penelitian ini.Pemberian bahan organik rganik dapat memperbaiki pH tanah sehingga P-Tersedia Tersedia dalam tanah meningkat. Guntoro et al., (2003) menyatakan bahwa penambahan bahan organik pada budidaya tebudapat memperbaiki penyerapan unsur hara bagi tebu. Ali et al., (2014) menyatakan bahwa pemberian pupuk organik dapat meningkatkan ketersediaan dan serapan unsur hara P bagi tanaman. Perlakuan abu ketel 60 t ha-1 merupakan perlakuan terbaik karena dapat meningkatkan serapan P sebesar 166% dibandingkan dengan perlakuan control (Gambar 6). Hal ini sesuai dengan penelitian
Thind et al., (2012) bahwa penambahan beberapa macam abu seperti abu ketel dan abu jerami dapat meningkatkan penyerapan P oleh tanaman. Peningkatan serapan P pada perlakuan abu ketel 60 t ha-1dapat diakibatkan oleh peningkatann pH dan P P-tersedia pada perlakuan tersebut. Wijaya (2008) menyatakan bahwa serapan P oleh tanaman tergantung pada faktor ketersediaan senyawa P dalam larutan tanah dan faktor kondisi biologis tanaman khusnya perakaran tanaman. Semakin tinggi konsentrasi P tersedia pada zona perkaran menyebabkan semakin tinggi terserapnya P oleh tanaman.
Gambar 6.Pengaruh abu ketel, blotong dan kompos terhadap serapan P tebu.
Keterangan: Huruf yang sama pada bagian tengah diagram menunjukkan menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Hubungan antara C-organik, organik, pH, PP Tersedia, Pertumbuhan Tanaman, Serapan P dan Bobot Kering Kesuburan tanah merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung pertumbuhan tebu. Pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat menambah ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Ketersediaanan unsur hara yang meningkat akan mengoptimalkan pertumbuhan tanaman tebu. Analisis jalur (Path ( Analysis) digunakan untuk mengetahui ngetahui parameter yang paling berpengaruh terhadap hasil produksi berat kering tebu, baik berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Variabel yang digunakan pada analisis jalur meliputi variabel http://jtsl.ub.ac.id
eksogen dan endogen. Variabel eksogen pada penelitiann ini adalah C C-Organik, pH, PTersedia, Serapan P, tinggi tanaman, panjang batang, jumlah klorofil, jumlah batang serta jumlah daun tebu.Sedangkan bobot kering tebu merupakan variabel endogen, hal ini dikarenakanproduksi bobot kering tebu merupakan salah satu atu indikator untuk menentukan hasil dari produksi tebu. Wijaya (2008) menyatakan bahwa produksi biomasa dan kandungan rendemen merupakan faktor yang dapat mempengaruhi hasil tebu. tebu.Hasil analisis jalur antara variabel eksogen terhadap variabel endogen memi memiliki koefisien determinasi total (R2) sebesar 0,998 (Gambar 7).
441 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 443, 2017
Gambar 7. Analisis jalur antara C-organik, pH, P-tersedia, tersedia, pertumbuhantanaman, serapan P dan bobot kering. Keterangan: Koefisien determinasi total (R2)= 0,99
Nilai koefisien determinasi menggambarkan bahwa pada model analisis jalur tersebut variabel eksogen secara bersama-sama bersama mempengaruhi variabel endogen sebesar 99,8%. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh faktor lain sebesar 0,2% yang mempengaruhi variabel endogen. Wijaya (2008), menyatakan bahwa penyerapan unsur hara yang baik dapat mengakibatkan pertumbuhan tebu menjadi optimal. Hal tersebut mengakibatkan
pertumbuhan dan perkembangan tebu serta bagian-bagiannya bagiannya menjadi lebih baik dan menghasilkan bobot kering tanaman lebih tinggi. Setelah mengetahui koefisien jalur serta nilai signifikansi dari setiap veriabel eksogen, maka dilanjutkan dengan memilih jalur utama. Jalur utama dipilih berdasarkan jalur yang signifikan serta memiliki koefisien jalur tertinggi dibandingkan jalur yang lain (Gambar 8).
Gambar 8. Model analisis jalur utama
Keterangan: Koefisien jalur utama= 0,272
http://jtsl.ub.ac.id
442 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 2017 Model jalur utama memiliki koefisien jalur sebesar 0,272. Model jalur utama tersebut menggambarkan bahwa terdapat pengaruh secara tidak langsung antara kandungan COrganik dalam tanah terhadap bobot kering tebu. Kandungan C-Organik dalam tanah mempengaruhi bobot kering tebu melalui pengaruhnya terhadap pH, P-Tersedia serta Serapan P oleh tebu.Model analisis jalur utama menunjukkan bahwa penambahan bahan organik seperti blotong, abu ketel dan kompos dapat berpengaruh terhadap kandungan COrganik dan pH tanah. Menurut Darman (2008), kation–kation basa yang dihasilkan dari hasil dekomposisi bahan organik dan dilepaskan kedalam tanah, dapat menyebabkan tanah jenuh dengan kation basah sehingga mempengaruhi pH tanah. Perubahan yang terjadi pada pH tanah akan mempengaruhi ketersediaan dan serapan P oleh tebu. Menurut Moore dan Botha (2013), ketersediaan P sangat bergantung pada kondisi pH tanah. Perbaikan pH menajadi 5,5 - 6,5 sangat penting untuk meningkatkan ketersediaan P bagi tebu.Wijaya (2008), menyatakan bahwa Semakin tinggi konsentrasi P-Tersedia pada zona perkaran menyebabkan semakin tinggi terserapnya P oleh tanaman. Serapan P oleh tebu akan berhubungan terhadap hasil bobot keringnya. Wijaya (2008) menyatakan bahwa aktifitas penyerapan unsur hara yang optimal oleh tanaman dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangannya optimal sehingga menghasilkan berat kering yang lebih tinggi.
Kesimpulan Pemberian Abu ketel, blotong dan kompos belum memberikan pengaruh secara nyata pada semua parameter kimia tanah, pertumbuhan dan hasil tanaman. Pemberian abu ketel 60 t ha1 merupakan perlakuan terbaik..
Daftar Pustaka Ali,A., Sharif, M., Fazli, W., Zhang, Z., Noor, M.S.S., Rafiullah, Zaheer, S., Khan, F. and Rehman, F. 2014. Effect of composted rock phosphate with organic materials on yield and phosphorus uptake of berseem and maize. American Jurnal of Plant Sciences 5: 975-984.
http://jtsl.ub.ac.id
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk teknis analisis kimia tanah, tanaman, air dan pupuk.Edisi pertama. Bogor. Darman, S. 2008. Ketersediaan dan serapan hara P tanaman jagung manis pada oxic distrudepts palolo akibat pemberian ekstrak kompos limbah buah kakao.Jurnal Agroland. 15(4):323-329. Guntoro, Purwono, D. dan Sarwono. 2003. Pengaruh pemberian kompos bagasse terhadap serapan hara dan pertumbuhan tanaman tebu (Saccharum officinarum L.).Buletin Agronomi 31(3), 112-119. Hanafiah, K.A. 2010. Dasar-dasar ilmu tanah.PT Raja Grafindo persada.jakarta. Krismawati, A. dan Asnita, R. 2011. Ragam inovasi pendukung pertanian daerah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Malang. Moore, P.H. and Botha, F.D. 2013. Sugarcanephysiology,Biochemistry & Functional Biology. John Wiley & Sons.United Kingdom. Mulyadi, M. 2000. Kajian pemberian blotong dan terak baja pada tanah kandiudoxs pelaihari dalam upaya memperbaiki sifat kimia tanah, serapa N,Si, P dan S serta pertumbuhan tebu. Tesis Institut Pertanian Bogor. Mulyono, D. 2009. Evaluasi kesesuaian lahan dan arahan pemupukan N,P dan K dalam budidaya tebu untuk pengembangan daerah Kabupaten Tulungagung. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia.11(1): 47-53. Munawar, A. 2011. Kesuburan tanah dan nutrisi tanaman.IPB press.Bogor. Parinduri, S. 2005. Respon tanaman tebu (saccharum officinarum L.) terhadap pemberian blotong yang diperkaya dengan bakteri pelarut fosfat dan Azospirillium. Tesis Institut Pertanian Bogor. Stevenson, F.J. and Cole, M.A. 1999. Cycles of soil: carbon, nitrogen, phosphorus, sulfur, micronutrients. Second edition. John Wiley & Sons,Inc. Canada. pp.46-325 Suryana, Utomo, W.H. dan Siswanto, B. 2014. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Penambahan Abu Ketel terhadap Sifat Fisik Tanah, Pertumbuhan, dan Produksi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) Pada Ultisol. Jurnal Tanah, Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Sutanto, R. 2002. Partanian organik. Kanisius. Yogyakarta, 180 halaman. Sutedjo, M.M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan.Rineka Cipta.Jakarta. 134 halaman Thind, H.S., Singh, Y., Singh, V., Sandeep, S., Vashistha, M. and Singh, G. 2012. Land application of rice hush ash, bagasse ash and coal fly ash : effects on crop productivity and nutrient uptake in rice-wheat system on an
443 Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 431-443, 2017 alkaline loamy sand. Field Crops Research135,137-144. Topani,K., Sisawanto, B. dan Suntari, R. 2015. Pengaruh aplikasi bahan organik pembenah tanah terhadap sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi tanaman tebu di kebun percobaan Pabrik Gula Bone, Kabupaten Bone. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan 2 (1), 155-162. Utami, K.H. 2014. Pengaruh biochar seresah tebu, abu ketel dan pupuk kandang sapi terhadap sifat fisikokimia tanah berpasir serta pertumbuhan tebu (Saccharum officinarum L.) di Asembagus, Situbondo. Skripsi Universitas Brawijaya.
http://jtsl.ub.ac.id
Utami, S.N.H dan Handayani, S. 2003. Sifat Kimia entisol pada sistem pertanian organik. Ilmu Pertanian 10(2), 63-69. Wijaya, K.A. 2008. Serapan N dan P tanaman tebu varietas R 579 dan PS 864 sebagai landasan untuk menentukan saat tepat pemupukan N dan P. Jurnal Pertanian Mapeta 11(1), 26-32.
444
halaman ini sengaja dikosongkan
http://jtsl.ub.ac.id