1
Pengaruh Pemadatan Terhadap Profil Konsentrasi Gas Metana Pada Kolom Reaktor dengan Media Kompos dalam Fungsinya sebagai Biocover di Landfill Sesaria Marina Raissa1, Gabriel S.B. Andari Kristanto2, Evi Novita3 1. 2. 3.
Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak TPA Cipayung beresiko mengemisikan metana karena kurang sesuainya sistem controlled landfill yang diterapkan. Sementara, kompos sebagai produk dari pengolahan sampah di UPS tidak termanfaatkan padahal berpotensi digunakan sebagai biocover. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kompos UPS Hanggar 4, profil konsentrasi metana, dan pengaruh pemadatan terhadap profil gas dalam reaktor. Kompos belum memenuhi syarat sebagai material biocover namun dapat digunakan apabila dilakukan pematangan dahulu, profil metana menunjukkan konsentrasi yang semakin berkurang mendekati outlet, dan semakin tinggi pemadatan menyebabkan zona oksidasi berpindah mendekati inlet. Direkomendasikan tebal lapisan biocover pada pemadatan 750 kg/m3 minimal 80 cm dan pemadatan 800-900 kg/m3 40 cm. The Impact of Compaction towards Methane Concentration Gas Profile in Compost Column Reactors for Landfill Biocover Abstract Cipayung landfill is having risks to emit methane because of applying not appropriate controlled landfill. In addtion, compost as a product of waste treatment at WTU is not utilized well whereas it has a potency to be used as landfill biocover. This research aims to identify the characteristics of compost from WTU Hanggar 4, methane gas profile concentration, and the impact of compaction through gas profile within the reactor. The result showed that compost did not qualify biocover material requirements but can be applied by conducting pretreatment, methane gas concentration profile is likely to decline approaching outlet zone, and compaction moved methane maximum oxidation zone downwards to inlet zone. The recommendation for landfill biocover thickness for 750 and 800-900 kg/m3 compaction is >80 and 40 cm, respectively. Keywords: compost, methane gas, compaction, reactor, landfill biocover
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
2
Pendahuluan Intergovernmental Panel on Climate Change 2007 mendefinisikan metana (CH4) sebagai gas rumah kaca yang penting dengan potensi pemanasan global 25 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida (CO2). Kontribusi metana kini terhadap pemanasan global diperkirakan sebesar 15% dan meningkat secara terus menerus (Themelis et al., 2007 dalam Lu et al., 2011). Landfill merupakan sumber antropogenik CH4 terbesar ke-4 secara global. Oleh karenanya, emisi CH4 dari landfill membutuhkan solusi yang tepat dan cepat untuk menstabilkan konsentrasi CH4 di atmosfer. Pengumpulan dan pemanfaatan gas landfill merupakan salah satu cara dalam mereduksi emisi CH4 dari municipal solid waste (MSW) landfill. Namun, keduanya cukup mahal dan secara ekonomi kurang sesuai untuk diterapkan pada landfill dengan ukuran kecil hingga sedang. Penelitian juga menunjukkan bahwa sejumlah besar gas landfill masih dapat lepas sebagai fugitive emissions pada area yang telah menerapkan kedua sistem tersebut (Borjesson et al., 2007 dalam Chi et al., 2012 TPA Cipayung merupakan saah satu TPA yang kurang menerapkan sistem pembuangan sampah dengan baik. Terlebih lagi, tidak adanya program pengolahan sampah pada sumbernya dan pertambahan jumlah penduduk kota Depok yang pesat membuat semakin banyak sampah yang menumpuk dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian, potensi emisi gas CH4 di TPA Cipayung menjadi semakin besar pula. Pemerintah kota Depok telah menjalankan program UPS (Unit Pengolahan Sampah) di beberapa titik guna mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA Cipayung, salah satunya adalah UPS Hanggar 4 yang berada di TPA Cipayung. UPS Hanggar 4 telah secara aktif memproduksi kompos tetapi kompos tersebut tidak memiliki daya jual yang tinggi karena kualitasnya yang rendah. Hal ini berakibat pada permasalahan lain, yaitu menumpuknya kompos di UPS yang justru memperburuk kualitas kompos dan terancamnya keberlangsungan sistem pengomposan. Berdasarkan keadaan tersebut, kompos UPS Hanggar 4 dapat digunakan sebagai lapisan biocover di TPA Cipayung untuk mengendalikan emisi gas CH4. Praktiknya, baik sampah maupun lapisan tanah penutup akan diberi pemadatan dengan alat berat sehingga profil konsentrasi gas menjadi penting untuk diteliti guna menganalisis proses biologis yang terjadi di dalam lapisan biocover. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur karakteristik kompos hasil produksi UPS Hanggar 4 TPA Cipayung, mengetahui profil konsentrasi gas CH4 di dalam reaktor dengan media kompos yang digunakan sebagai biocover, dan mengamati pengaruh pemadatan media terhadap profil konsentrasi gas CH4 di dalam reaktor.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
3
Tinjauan Teoritis Proses Pembentukan Gas Landfill Pembentukan gas-gas utama landfill berlangsung dari lima tahapan fase (Tchobanoglous et al., 1993). Fase pertama merupakan penyesuaian inisial yang mana bahan organik terdekomposisi oleh mikroorganisme secara aerobik. Selanjutnya, konsentrasi oksigen menurun dan proses dekomposisi secara anaerob mulai terjadi di fase ke-2. Fase ke-2 hingga ke-4 merupakan fase dekomposisi anaerob akibat menurunnya konsentrasi oksigen. Menurut Nayono (2009), dekomposisi secara anaerob terdiri dari empat tahapan, yaitu hidrolisis, asidogenesis (atau fermentasi), oksidasi β (atau asetogenesis), dan metanogenesis. Keempat tahapan proses tersebut diakhiri dengan terbentuknya gas CH4 oleh bakteri penghasil CH4. Fase terakhir, fase ke-5 pada pembentukan gas landfill merupakan fase maturasi dengan ditandai adanya penurunan kecepatan pembentukan gas karena menipisnya materi organik akibat proses dekomposisi pada fase sebelumnya dan terbawanya materi organik bersama dengan air lindi. Jumlah emisi CH4 di landfill tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat oksidasinya saja. Perlu diketahui bahwa kesetimbangan massa metana pada landfill dipengaruhi oleh banyak faktor: tingkat produksi, recovery, emisi, migrasi, dan penyimpanan sementara (Scheutz et al., 2009). Lapisan Penutup Pada dasarnya lapisan penutup untuk landfill terdiri dari daily cover, intermediate cover, temporary cap, dan final cap (EPA Waste Workshop, 2009). •
Daily Cover: berfungsi mengendalikan gangguan seperti bau, debu, lalat, burung, dan kutu. Pada umumnya daily cover berupa tanah dengan ketebalan 150 mm tetapi kini material daily cover dapat berupa material geo-sintetis, serpihan kayu, plastik, biowaste yang stabil, dan lainnya
•
Intermediate Cover: penghalang efektif semipermeabel berupa tanah dengan ketebalam lebih dari 300 mm. Intermediate cover digunakan untuk area-area yang terisi sebagian oleh daily cover yang mana dibiarkan tanpa adanya aktivitas lebih dari waktu tujuh hari.
•
Temporary Capping: digunakan pada area landfill yang telah selesai sebelum ditutup dengan final cap. Temporary capping haruslah terdiri dari material kuat dan hampir kedap dengan ketebalan 500 mm sampai 1000 mm.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
4
•
Final Cap: mengurangi infiltrasi air hujan setelah masa operasi landfill berakhir, membatasi emisi gas landfill yang tidak terkontrol, menekan proliferation of vectors, mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran, menyediakan lapisan yang sesuai untuk revegetasi, dan berperan sebagai elemen utama dalam proses reklamasi situs (Tchobanoglous et al., 1993).
Biofiltrasi Sebagai lapisan penutup pada landfill, mekanisme mitigasi CH4 yang terjadi merupakan mekanisme biofiltrasi. Biofiltrasi menggunakan mikroorganisme yang berada pada medium berpori untuk mengurai pencemar yang ada pada aliran udara. Mikroorganisme tersebut hidup pada biofilm yang ada pada permukaan medium atau tersuspensi di dalam air yang menyelimuti partikel medium. Ketika gas mengalir melalui media, kontaminan yang berada dalam fase gas diserap ke dalam biofilm menuju medium filter di mana kontaminan terdegradasi menjadi CO2 dan air. Biofilter merupakan sistem yang menggunakan kombinasi dari beberapa proses mendasar: absorpsi, adsorpsi, degradasi, dan desorpsi akan kontaminan gas. Biofilter biasanya membutuhkan penambahan air untuk mengendalikan kadar air dan penambahan nutrisi (Devinny et al., 1999). Terdapat beberapa pertimbangan yang penting dalam pemilihan material biofilter: kandungan nutrisi anorganik dan organik, penambahan bahan kimia dan inert, kadar air, pH, porositas, pelekatan bakteri, karakteristik mekanis, bau, biaya, umur, dan proses pembuangan media. Kompos dinilai sebagai media yang memiliki karaktersitik menahan air yang baik, pH netral, dan memiliki kandungan organik yang sesuai. Selain itu, kompos yang telah matang memiliki keanekaragaman dan densitas mikroorganisme yang tinggi.
Metode Penelitian Desain Reaktor Penelitian dilaksanakan selama periode waktu 35 hari secara batch (Cossu et al., 2003) dengan kolom reaktor yang terbuat dari plastik akrilik dengan diameter luar 20 cm (diameter dalam 19 cm) dan tinggi 100 cm. Pada dasar dasar reaktor terdapat ruang untuk air lindi dan terdapat lapisan batu dengan ukuran butiran 30 mm hingga 60 mm yang ditempatkan sebelum media. Media yang digunakan merupakan kompos yang berasal dari UPS Hanggar 4 TPA Cipayung dengan ketebalan 80 cm. Material kompos akan diperlakukan pemadatan tertentu dengan menetapkan variasi tingkat pemadatan tanah penutup yang dilakukan di
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
5
lapangan pada pengujian skala laboratorium. pemadatan media pada penelitian ini menggunakan pendekatan massa dan volume. Tingkat pemadatan dinyatakan dalam satuan massa media per volume ruang reaktor sehingga dapat diperoleh jumlah media yang dibutuhkan dalam satu reaktor. Dengan mempertimbangkan tingkat pemadatan minimum sampah sebesar 600 kg/m3 (Permen PU No. 13 tahun 2013), ditentukan variasi pemadatan yang digunakan adalah sebagai berikut: 750 kg/m3, 800 kg/m3, 850 kg/m3, dan 900 kg/m3 (Reaktor 1, 2, 3, dan 4). Gas yang mengalir ke dalam reaktor penelitian merupakan gas campuran CH4 dan CO2 dengan perbandingan volume 50%:50% secara upflow. Pengaliran gas secara upflow dimaksudkan untuk menggambarkan emisi metana secara alamiah pada TPA. Aliran gas metana setiap reaktor diatur sebesar 10 mL/menit yang merepresentasikan emisi metana tipikal untuk landfill aktif sebesar 38 L/m2.hari (Humer & Lechner, 1999).
Gambar 1. Skema Percobaan
Dengan mengatur flowmeter gas sebesar 10 mL/menit untuk satu reaktor, maka aliran udara yang berasal dari kompresor menjadi sebesar 100 mL/menit untuk satu reaktor. Total debit aliran gas metana menjadi 40 mL/menit dengan tambahan debit aliran udara kompresor sebesar 400 mL/menit. Aliran udara dari kompresor memasuki humidifier terlebih dahulu dan menghasilkan debit aliran 400 mL/menit dari keluaran humidifier. Humidifier berfungsi untuk menciptakan aliran gas menuju reaktor dengan tingkat kelembaban maksimum yang bisa dicapai. Selain itu, terdapat pula kebutuhan aerasi di permukaan media sebesar
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
6
separuhnya dari debit udara kompresor (50 mL/menit) yang melalui humidifier terlebih dahulu. Tekanan aliran udara dari kompresor pada penelitian ini diatur sebesar 0,165 kg/cm2. Desain debit aliran gas dan porositas media sangat mempengaruhi lama true residence time (!) atau waktu actual sepaket udara akan berada did alam biofilter. Massa media di tiap kolom reaktor yang berbeda menyebabkan adanya perbedaan volume pori pula sehingga menyebabkan nilai ! membesar pada tingkat pemadatan yang lebih tinggi. Durasi pengoperasian reaktor setiap harinya ditentukan berdasarkan perhitungan ! yang terbesar: 4 jam 23,4 menit ≈ 4 jam 30 menit. Reaktor dilengkapi dengan sampling port yang merupakan perforated pipe dan terbuat dari PVC untuk pengambilan sampel berupa gas. Pipa PVC yang digunakan adalah pipa PVC dengan diameter ½” yang diletakkan tegak lurus terhadap penampang reaktor. Pipa tersebut dilubangi separuh selimutnya dengan diameter lubang 0,2 cm dan jarak antar lubang 1 cm. Sisi yang berlubang akan diarahkan ke dasar guna mencegah masuknya material ke dalam. Pada ujung sampling port terdapat septum silikon dengan tebal kurang lebih 3 mm yang berfungsi sebagai tempat pengambilan sampel gas. Sampling port diletakkan pada kedalaman media 62 cm, 42 cm, dan 22 cm. Persiapan Media Kompos Sebelum kompos hasil produksi UPS Hanggar 4 digunakan sebagai media biocover, dilakukan pengujian karakteristik fisik, kimia, dan biologis kompos. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan syarat rekomendasi kompos sebagai lapisan biocover dari Huber-Humer et al. (2009) dan standar kualitas kompos yang diajukan oleh SNI 19-7030-2004. Seringkali kompos hasil produksi UPS tidak mencapai kondisi matang yang membuat kompos belum sepenuhnya siap untuk dijadikan media. Oleh karena itu, kompos harus melalui tahap maturasi terlebih dahulu guna memperoleh efisiensi penyisihan gas metana yang optimal. Karakteristik fisik kompos yang menjadi identifikasi awal akan proses maturasi kompos adalah temperatur, bau, dan warna. Selain itu, parameter penting fisik lainnya adalah kadar air. Adapun kadar air kompos yang baik sebagai media biofilter adalah sebesar 50% (Huber-Humer et al., 2009). Mengingat hal itu, kompos hasil produksi UPS Hanggar 4 TPA Cipayung bila tidak memenuhi kadar air tersebut, pre-treatment harus dilakukan terlebih dahulu dengan cara menambahkan air
hingga kadar air mencapai 50% atau pun
menganginkannya bila kadar air melebihi 50%.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
7
Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel Gas Sampel gas dari reaktor diambil dengan menggunakan syringe sebanyak kurang lebih 5 mL pada setiap titik sampling port menjelang selesainya durasi pengoperasian reaktor setiap hari pengambilan sampel. Selain itu, sampel gas juga diambil pada titik inlet dan outlet dengan menggunakan aluminum foil gas bag SKC # 262-05. Sampel dari syringe maupun gas bag dipindahkan dengan menggunakan gas tight syringe Hamilton untuk diperiksa menggunakan Gas Chormatograph-Thermal Control Detector (GC-TCD) Shimadzu. Adapun GC-TCD yang digunakan merupakan tipe 8A dengan tegangan 220V dan kuat arus 60 mA. Pemeriksaan gas metana menggunakan gas Argon sebagai gas carrier dengan suhu kolom 100°C, suhu injector yang digunakan 130°C, tekanan gas input 6 bar, dan laju alir gas output sebesar 40 sampai 60 mL/menit. Parameter Kontrol Lainnya Selain konsentrasi gas metana di setiap sampling port, inlet, dan outlet, terdapat beberapa parameter kontrol lainnya yang diperlukan untuk membantu proses analisis. Parameter kontrol lainnya yang akan diamati selama penelitian ini adalah sebagai berikut: • Temperatur media kompos pada kedalaman 60 cm, 40 cm, dan 20 cm menggunakan termometer yang tertanam pada media di sisi kolom reaktor beserta data temperatur ruangan. Data temperatur diambil setiap hari pada pagi hari dan sore hari selama penelitian berlangsung; • Kelembaban media kompos di awal percobaan dan di akhir percobaan; • Konsentrasi gas CO2 pada kedalaman media 62 cm, 42 cm, 22 cm, inlet, dan outlet (data diperoleh bersamaan dengan data konsentrasi gas metana pada ketinggian yang sama); • Data pH dan pressure drop reaktor.
Hasil dan Pembahasan Karakteristik Kompos UPS Hanggar 4 TPA Cipayung Karakteristik kompos hasil produksi UPS Hanggar 4 dari berbagai parameter beserta nilai rekomendasinya tercantum dalam Tabel 1 berikut.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
8 Tabel 1. Karakteristik Kompos UPS Hanggar 4 Sebelum dan Setelah Tahap Maturasi
Parameter
Nilai Acuan
Satuan
Referensi
800-1100
kg/m3
30-50
%w/w
Water holding capacity (WHC)
>30
%
Huber-Humer et al. (2009) Huber-Humer et al. (2009) Huber-Humer et al. (2009)
Ukuran Partikel
0,063-2 mm: 2030; 2-6,3 mm: ca. 40; 6,3-20 mm: 20-40; >20 mm: ca. 10
mm, %
<30
°C
Kehitaman
-
Berbau Tanah
-
<4
mS/cm
6,5-8,5
-
>500
ppm
NH3-N
-
ppm
NH4+-N
<400
ppm
NO2--N
<0.1
ppm
NO3--N
-
mg/L
P-total
>0.3
%DM
N-total (Kjeldahl)
>0.5
%DM
Loss on ignition
>15
%DM
10-20
-
<3
mg/kg
Zink (Zn)
<500
mg/kg
Timbal (Pb)
<150
mg/kg
<2
%DM
Mangan (Mn)
<0,1
%DM
Tembaga (Cu)
<100
mg/kg
UPS Hanggar 4 TPA Cipayung (sebelum)
UPS Hanggar 4 TPA Cipayung (Sesudah)
229,882
809,86
19,8
49,15
57,5
60
27,5
29
Hitam Kelabu
Hitam
Tak Berbau
Berbau Tanah
22,2
16,54
7,6
7,5
6215,50
4333,14
128,32
78,00
132,46
80,51
641,60
680,92
1050,62
928,53
5,33
0,842
4,08
2,36
51,5
38,90
6,59
11,13
2,92
7,41
69,68
302,54
13,15
72,70
0,72
0,99
0,00
0,00
119,72
140,24
Karakteristik Fisik Bulk density Kadar air
Temperatur Warna Bau
Huber-Humer et al. (2009) SNI 19-70302004 SNI 19-70302004 SNI 19-70302004
Karakteristik Kimia Konduktivitas pH SO42-
C/N Kadmium (Cd)
Besi (Fe)
Huber-Humer et al. (2009) Huber-Humer et al. (2009) Huber-Humer et al. (2009) Huber-Humer et al. (2009) Huber-Humer et al. (2009) Huber-Humer et al. (2009) Huber-Humer et al. (2009) Huber-Humer et al. (2009) Huber-Humer et al. (2009) Huber-Humer et al. (2009) SNI 19-70302004 SNI 19-70302004 SNI 19-70302004 SNI 19-70302004 SNI 19-70302004 SNI 19-70302004 SNI 19-70302004
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
9 Tabel 1. Karakteristik Kompos UPS Hanggar 4 Sebelum dan Setelah Tahap Maturasi (Lanjutan)
Parameter Karakteristik Biologis Enumerasi Total Mikroba Fecal Coliform
Nilai Acuan
Satuan
Referensi
UPS Hanggar 4 TPA Cipayung (sebelum)
UPS Hanggar 4 TPA Cipayung (Sesudah)
-
CFU/gr
-
4,98×106
4,00×1012
<1000
MPN/gr
SNI 19-70302004
33,93 (Total Coliform)
340
Berdasarkan hasil pemeriksaan karakteristik fisik, kimia, dan biologis kompos, kompos UPS Hanggar 4 perlu melalui tahap perlakuan lebih lanjut guna meningkatkan beberapa parameter kualitas kompos. Terlihat pada Tabel 1 bahwa sebagian besar karakteristik fisik belum memenuhi nilai rekomendasi yang diajukan oleh Huber-Humer et al. (2009), terutama parameter kadar air. Oleh karenanya kompos membutuhkan penambahan air dengan jumlah yang dihitung berdasarkan perhitungan kadar air. Dengan diketahuinya massa kompos, kadar air kompos kini, dan kadar air kompos target, maka dapat dihitung jumlah air yang harus ditambahkan dengan perbandingan perhitungan kadar air. Selama penambahan kompos juga dibalik setiap hari guna menghindari terjadinya dekomposisi secara anaerobik yang tidak diinginkan. Setelah kadar air telah sesuai target, kompos diuji kembali dan berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa hampir seluruh parameter telah memenuhi syarat rekomendasi. Hanya parameter konduktivitas, nitrit (NO2--N), dan tembaga yang nilainya melebihi syarat rekomendasi. Parameter konduktivitas dan NO2--N yang tinggi kemungkinan besar disebabkan oleh besarnya kandungan organik dari bahan baku kompos. Hal ini mengakibatkan tingginya konsentrasi NO2--N dari dekomposisi nitrogen organik dan garam terlarut (konduktivitas). Sedangkan untuk konsentrasi tembaga kemungkinan besar diakibatkan oleh kurang maksimalnya pemilahan bahan baku kompos sehingga kompos memiliki kadar logam tembaga yang di luar syarat. Untuk parameter fisik berupa distribusi ukuran partikel, hasilnya tidak dicantumkan pada Tabel 1 karena metode pemeriksaannya tidak menggunakan ukuran saringan yang direkomendasikan. Pemeriksaan distribusi ukuran partikel kompos mengikuti ASTM D 422 dengan saringan standar nomor 4, 10, 18, 40, 100, dan 200. Berdasarkan pemeriksaan, diperoleh bahwa kompos UPS Hanggar 4 sebelum tahap maturasi didominasi oleh partikel dengan ukuran di bawah 2 mm. Sebaliknya, kompos tersebut justru didominasi oleh partikel dengan ukuran di atas 2 mm sehingga distribusi ukurannya menjadi lebih luas. Namun, hasil pemeriksaan distribusi ukuran partikel kompos tidak terlalu berpengaruh karena sebelum Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
10
digunakan kompos diayak kembali dengan saringan standar ASTM No.10 (ukuran 2 mm) guna menekan tingkat distribusi ukuran agar butiran menjadi lebih seragam. Ukuran butiran yang lebih seragam akan menekan besar pressure drop yang mana kompos cenderung memiliki pressure drop yang lebih besar daripada gambut dan tanah (Devinny et al., 1999). Analisis Profil Gas Metana di dalam Reaktor dengan Media Kompos sebagai Landfill Biocover Masa aklimatisasi berlangsung selama lima hari kerja dan pemeriksaan gas untuk profil dilakukan di hari ke-3 hingga hari ke-5. Selama aklimatisasi, seluruh aliran gas dibuat setengah dari desain rencana dengan tujuan adanya masa adaptasi media terhadap gas yang diberikan. 1-A Outlet
1-B
R1
20.0 Konsentrasi [%]
Konsentrasi [%]
20.0
Inlet 1-C
15.0 10.0 5.0
2-A Outlet
2-B
R2
15.0 10.0 5.0 0.0
0.0 0
3-A Outlet
R3
15.0 10.0 5.0
5 10 15 20 25 30 35 40 Hari KeInlet 4-C
3-B
4-A Outlet
4-B
R4
20.0 Konsentrasi [%]
20.0
0
5 10 15 20 25 30 35 40 Hari Ke-
Inlet 3-C
Konsentrasi [%]
Inlet 2-C
15.0 10.0 5.0 0.0
0.0 0
5 10 15 20 25 30 35 40 Hari Ke-
0
5 10 15 20 25 30 35 40 Hari Ke-
Gambar 2. Konsentrasi Gas Metana terhadap waktu pada Reaktor 1, 2, 3, dan 4 Selama Periode Penelitian Keterangan: titik kedalaman sampling gas dari permukaan media pada reaktor adalah A=62 cm; B=42 cm; C=22 cm; Hari ke 1-5 merupakan masa aklimatisasi
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
11
Konsentrasi inlet untuk semua reaktor pada setiap pengukuran adalah sama karena pengambilan sampel dilakukan di satu titik sebelum aliran gas pada inlet terbagi menjadi empat ke masing-masing reaktor penelitian. Reaktor 1 dan Reaktor 2 menunjukkan adanya aktivitas oksidasi gas metana yang cukup tinggi, terlihat dari menurunnya konsentrasi gas metana terhadap penambahan ketinggian dari inlet. Berbeda dengan masa aklimatisasi, konsentrasi metana pada Reaktor 2 dapat terdeteksi setelah debit aliran gas dinaikkan sesuai dengan debit desain/rencana. Sebaliknya, Reaktor 3 dan 4 justru tidak menunjukkan adanya gas metana di seluruh titik sampling. Inlet 1-C
14.0
1-A Outlet
R1
12.0
2-A Outlet
2-B
R2
10.0
Konsentrasi [%]
Konsentrasi [%]
12.0 10.0 8.0 6.0 4.0
8.0 6.0 4.0 2.0
2.0
0.0
0.0 0
7.0
Inlet 2-C
1-B
5 Inlet 3-C
0
10 15 20 25 30 35 40 Hari Ke3-A Outlet
3-B
R3
20.0
5 Inlet 4-C
10 15 20 25 30 35 40 Hari Ke4-A Outlet
4-B
R4
15.0
Konsentrasi [%]
Konsentrasi [%]
6.0 5.0 4.0
10.0
3.0 2.0
5.0
1.0 0.0
0.0 0
5
10 15 20 25 30 35 40 Hari Ke-
0
5
10 15 20 25 30 35 40 Hari Ke-
Gambar 3. Konsentrasi Gas Karbon Dioksida terhadap waktu pada Reaktor 1, 2, 3, dan 4 Selama Periode Penelitian Keterangan: titik kedalaman sampling gas dari permukaan media pada reaktor adalah A=62 cm; B=42 cm; C=22 cm; Hari ke 1-5 merupakan masa aklimatisasi
Selain konsentrasi gas metana, konsentrasi gas karbon dioksida juga menunjukkan adanya aktivitas oksidasi di Reaktor 1 dan Reaktor 2. Pada Reaktor 1 terlihat bahwa konsentrasi gas karbon dioksida cenderung meningkat seiring dengan pertambahan ketebalan media dari inlet. Konsentrasi gas karbon dioksida pada titik sampling A, B, dan C (62, 42, dan
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
12
22 cm) di Reaktor 2 dan 4 cukup fluktuatif namun memiliki kecenderungan konsentrasi yang lebih besar daripada konsentrasi karbon dioksida pada inlet. Hal ini mengindikasikan bahwa proses oksidasi telah berlangsung pada kedalaman media yang tidak jauh dari inlet. Konsentrasi gas metana di Reaktor 3 dan Reaktor 4 di berbagai titik sampling tidak terdeteksi hingga mendekati akhir periode penelitian. Oleh karena tidak terdeteksinya gas metana di Reaktor 3 dan 4 dalam periode waktu yang melebihi 14 hari, tekanan dari kompresor dinaikkan pada hari ke-31 menjadi 0,35 kg/cm2 dari 0,165 kg/cm2. Kemudian tekanan kompresor dinaikkan kembali pada hari ke-39 menjadi 0,45 kg/cm2 dan setelahnya gas metana mulai dapat terdeteksi di Reaktor 3 pada hari ke-40 dan Reaktor 4 pada hari ke-27, 36, dan 40. Konsentrasi metana dan karbon dioksida di semua reaktor terlihat sangat fluktuatif mengingat mass loading dari aliran gas pada inlet (loading) tidak dapat diatur setiap harinya. Pengendalian aliran gas inlet hanya dilakukan dengan bantuan regulator gas, air flow meter, dan pressure gauge. Keadaan ini menyebabkan besar mass loading terhadap media reaktor menjadi berbeda setiap harinya. Hal ini terlihat dari fluktuasi konsentrasi gas inlet yang diperiksa setiap kali pengambilan sampel. Sama halnya dengan Surface (atau volumetric) loading rate, mass loading rate juga merupakan istilah yang digunakan untuk mendefinisikan jumlah udara atau kontaminan yang diolah. Hanya saja dalam perhitungan mass loading rate konsentrasi kontaminan turut diikut sertakan. Oleh karena itu, jumlah kontaminan yang diolah setiap harinya juga berbeda-beda setiap harinya akibat konsentrasi kontaminan di titik inlet
Konsentrasi [%] 0 5 10 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Hari ke-22, R3 Konsentrasi [%] 0 5 10 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Hari ke-22, R4 Konsentrasi [%] 0 5 10 15 20 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Kedalaman [cm]
Hari ke-22, R2
Kedalaman [cm]
Hari ke-22, R1 Konsentrasi [%] 0 5 10 15 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Kedalaman [cm]
Kedalaman [cm]
yang tidak dapat diatur.
Metana
Metana
Metana
Metana
Karbon Dioksida
Karbon Dioksida
Karbon Dioksida
Karbon Dioksida
Gambar 4. Profil Konsentrasi Gas Metana dan Karbon Dioksida pada Hari ke-22
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
13
Profil konsentrasi gas yang dapat dibuat sebanyak enam set data yang mewakilkan profil konsentrasi gas metana dan karbon dioksida pada hari ke-3, 5, 7, 17, 22, dan 40. Dari semua profil konsentrasi gas yang dapat dibuat, profil gas pada hari ke-22 menunjukkan profil gas yang mulai mendekati kestabilan dan reliable (Gambar 4). Pada hasil pengukuran hari ke22 dapat dilihat bahwa profil gas metana dan karbon dioksida pada di Reaktor 1 berpotongan pada kedalaman 20-30 cm dari permukaan media dalam reaktor, sedangkan pada reaktor lainnya perpotongan profil kedua gas tersebut terjadi pada kedalaman 60-75 cm dari permukaan media. Hal tersebut menandakan bahwa zona oksidasi metana maksimum pada Reaktor 1 terjadi pada bagian atas reaktor (kedalaman 20-30 cm) dan reaktor lainnya terjadi bagian bawah reaktor (kedalaman 60-75 cm). Profil konsentrasi gas karbon dioksida di Reaktor 1 dan Reaktor 2 memiliki kecenderungan untuk meningkat pada titik sampling A yang dekat dengan inlet dan mengalami penurunan ketika mendekati outlet. Kondisi ini mengindikasikan terjadi proses oksidasi metana di media kompos pada zona tersebut. Sedangkan untuk Reaktor 3 dan Reaktor 4, konsentrasi gas karbon dioksida cenderung terus mengalami penurunan seiring dengan semakin mendekati outlet walaupun nilai konsentrasinya masih lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi karbon dioksida pada titik inlet di awal periode penelitian. Setelah tekanan dari kompresor dinaikkan, konsentrasi gas karbon dioksida cenderung mengalami peningkatan pada bagian bawah reaktor dan konsentrasi karbon dioksida pada titik outlet terlihat lebih rendah daripada inlet. Menurut Nikimea et al. (2005), proses oksidasi metana tidak hanya menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) saja. Proses oksidasi metana juga menghasilkan biomassa yang merupakan salah satu siklus dari kehidupan suatu organisme, yaitu reproduksi. Biomassa dalam hal ini merupakan mikroorganisme yang terbentuk akibat adanya konsumsi atau oksidasi metana oleh bakteri metanotrof (bakteri yang mampu mengoksidasi metana). Ditambah lagi, gas bag berada pada jarak 10 cm dari atas permukaan media kompos sehingga terdapat ruang kosong antara permukaan media kompos tersebut dengan titik pengambilan sampel. Kondisi tersebut mengakibatkan proses oksidasi metana tidak terjadi karena tidak adanya interaksi dengan bakteri metanotrof yang terdapat pada media kompos. Dengan demikian, konsentrasi karbon dioksida di titik outlet diasumsikan menurun akibat adanya akumulasi proses reproduksi di sepanjang kolom dan tidak adanya proses oksidasi yang terjadi di ruang kosong antara permukaan media dan titik outlet. Proses oksidasi merupakan proses eksotermal yang mana menghasilkan panas bersamaan dengan produk hasil oksidasinya (Scheutz et al., 2009). Data temperatur Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
14
maksimum dan rata-rata reaktor di setiap titik sampling disajikan pada Tabel 2. Diketahui pula besar temperatur maksimum dan rata-rata ruangan adalah 30,8°C dan 29,7±6,6°C. Dapat dilihat bahwa temperatur di dalam seluruh reaktor mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan temperatur ruangan. Kenaikan temperatur ini menandakan terjadinya oksidasi gas metana di dalam media kompos sebagai akibat adanya reaksi eksotermal. Tabel 2. Temperatur Pada Tiap Titik Sampling Reaktor No.
1
2
3
4
Kedalaman dari Permukaan Media [cm] 62 42 22 62 42 22 62 42 22 62 42 22
Nama Titik Sampling
Temperatur Maksimum [°C]
Temperatur Rata-rata [°C]
1-A 1-B 1-C 2-A 2-B 2-C 3-A 3-B 3-C 4-A 4-B 4-C
32,0 31,5 31,0 29,5 30,5 30,5 30,0 29,5 29,5 29,0 30,0 29,5
30,3±6,8 29,5±6,7 29,5±6,6 28,5±6,4 29,3±6,6 29,2±6,6 28,7±6,4 28,4±6,4 28,4±6,4 28,2±6,3 29,2±6,5 28,5±6,4
Visvanathan et al. (1999) menyatakan bahwa aktivitas bakteri metanotrof pada lapisan tanah penutup landfill di daerah tropis sangat dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan inkubasi secara batch, temperatur optimum untuk oksidasi metana adalah 3040°C dan laju oksidasi mendekati nol ketika temperatur berada pada 45°C. Temperatur yang tinggi pada lapisan atas media menyebabkan media menjadi kering dan kapasitas oksidasi metana mendekati nol, sedangkan temperatur di bawah 20°C menyebakan rendahnya aktivitas metanotrofik. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa temperatur di berbagai titik pengukuran untuk semua reaktor mendekati nilai yang dinyatakan oleh Visvanathan et al. (1999), yaitu 30°C. Menurut Einola et al. (2008), penurunan oksidasi metana pada temperatur yang rendah (2-10°C) diakibatkan oleh reduksi aktivitas mikrobial dengan ditandai penurunan konsumsi oksigen oleh mikroorganisme. Penelitian ini tidak dilaksanakan pada temperatur yang sangat rendah dan fluktuasi temperatur setiap harinya juga tidak terlalu besar. Dengan demikian, aktivitas mikrobial pada penelitian ini tidak terlalu terpengaruh terhadap fluktuasi temperatur harian. Visvanathan et al. (1999) menyatakan bahwa parameter kadar air adalah salah satu parameter yang sangat mempengaruhi laju oksidasi metana; kadar air yang rendah kurang sesuai bagi bakteri metanotrof. Terlebih lagi, temperatur yang tinggi di daerah dengan iklim Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
15
tropis mampu membuat lapisan permukaan menjadi kering sehingga dapat mengurangi laju oksidasi metana. Kedua faktor ini menyebabkan persebaran populasi bakteri metanotrof tidak berada pada lapisan bagian atas media. Penelitian tersebut menyarankan salah satu metode untuk mempertahankan kadar air media, yaitu melalui resirkulasi air lindi yang dapat berfungsi dalam dua hal. Pertama, untuk mengurangi jumlah materi organik yang dapat menghasilkan gas metana dan yang lainnya adalah untuk memberikan kondisi lingkungan yang lebih sesuai untuk proses oksidasi gas metana pada lapisan permukaan. Kadar air kompos pada saat dimasukkan ke dalam reaktor adalah sebesar 49,15% dan kadar air ini telah mengikuti rekomendasi Huber-Humer et al. (2009). Selanjutnya pada akhir penelitian, kadar air media kompos diperiksa kembali. Pengambilan sampel pada pemeriksaan kadar air ini dilakukan pada tiap titik sampling A, B, dan C seluruh reaktor. Hasil pemeriksaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kadar Air Kompos Setelah Percobaan Berakhir Reaktor 1
2
3
4
Kedalaman [cm]
Kadar Air [%]
A= 62 B = 42 C = 22 A= 62 B = 42 C = 22 A= 62 B = 42 C = 22 A= 62 B = 42 C = 22
44,90 43,95 45,49 44,65 44,72 43,36 44,93 43,88 43,73 45,53 43,86 41,92
Selisih terhadap Kadar Air Awal (49,15%) 4,25 5,20 3,66 4,50 4,43 5,79 4,22 5,27 5,42 3,62 5,29 7,23
Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar air media pada tiap titik sampling seluruh reaktor mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kadar air kompos sebelum percobaan dijalankan. Penurunan kadar air terbanyak terjadi pada titik C di Reaktor 4. Reaktor 4 merupakan reaktor dengan tingkat pemadatan tertinggi (900 kg/m3). Bila dilihat penurunan kadar air tersebut, pada Reaktor 2, 3, dan 4 terlihat penurunan kadar air terbesar terjadi pada kedalaman 22 cm dari permukaan media dalam reaktor. Sebaliknya, tingkat kehilangan kadar air terbesar di Reaktor 1 terjadi pada kedalaman 42 cm dari permukaan media. Profil konsentrasi gas dapat dikaitkan dengan penurunan kadar air media kompos. Telah disebutkan bahwa zona oksidasi metana maksimum pada Reaktor 1 berada pada kedalaman 20-30 cm dan reaktor lainnya pada 60-75 cm dari permukaan media. Dapat dilihat bahwa penurunan kadar air terkecil di Reaktor 1 ada pada kedalaman 22 cm yang masuk Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
16
dalam zona oksidasi metana maksimum. Hal ini juga terjadi pada reaktor lainnya di kedalaman 62 cm. Penurunan aktivitas oksidasi secara signifikan dapat terjadi ketika kadar air tanah/media menurun hingga di bawah 5% (Whalen et al. 1990, Czepiel et al. 1996b, Stein & Hettiaratchi 2001, Scheutz & Kjeldsen 2004, dalam Scheutz et al., 2009). Kompos dengan kandungan organik yang lebih tinggi cenderung membutuhkan tingkat kadar air optimum yang lebih tinggi. Penelitian Mor et al. (2006) menyatakan bahwa kadar air optimum untuk mencapai oksidasi metana maksimum pada media kompos adalah sebesar 45-85% (dry weight basis) untuk kompos dengan kandungan organik 31%, Dengan demikian, kadar air optimum untuk kompos dengan kandungan organik 31% adalah 30-45% (w/w). Disebutkan pula bahwa nilai tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan kadar air optimum untuk tanah yang sebesar 15% dengan kandungan organik yang sangat sedikit (<1%) (Whalen dan Reeburgh, 1996; Boeckx dan Van Cleemput, 1996, dalam Mor et al., 2006). Sebaliknya, tanah rawa (bog soil) dengan kandungan organik 90% dilaporkan memiliki kadar air optimum 350% (dry weight basis) atau di atas 75% (w/w) (Whalen and Reeburgh, 1996 dalam Mor et al., 2006). Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa kandungan organik di dalam media merupakan aspek utama dalam menentukan kadar air optimum untuk oksidasi metana. Pengukuran pressure drop yang telah dilakukan menunjukkan bahwa selama percobaan tidak terjadi penyumbatan (clogging). Hal ini terlihat dari hasil pengukuran yang menunjukkan nilai nol untuk seluruh reaktor dengan menggunakan manometer digital LUTRON PM-9107 yang dilengkapi differential input. Berdasarkan penelitian Nikiema et al. (2005), percobaan biofiltrasi yang menggunakan media kompos memiliki pressure drop di bawah 0,03 cmH2O per meter ketinggian biofilter (0,0003 mH2O atau 0,00003 kg/cm2). Yang memang berada di bawah batas deteksi alat. Pressure drop yang kecil ini menandakan bahwa kompos UPS Hanggar 4 TPA Cipayung dapat diaplikasikan sebagai media yang digunakan untuk eliminasi metana. Derajat keasaman atau pH tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap profil konsentrasi gas metana dan karbon dioksida. Pada penelitian ini, nilai pH cenderung konstan sebesar 7,7 di semua titk sampling (A, B, dan C) di seluruh reaktor. Nilai 7,7 yang konstan ini menandakan bahwa media kompos yang digunakan telah matang dan nilai pH-nya mendekati basa. Nilai ini juga memenuhi rekomendasi dari Huber-Humer et al. (2009) mengingat bakteri metanotorof yang sangat toleran sehingga mampu bertahan pada jangkauan nilai pH yang besar.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
17
Analisis Pengaruh Pemadatan Media terhadap Profil Konsentrasi Gas Metana di Dalam Reaktor Berdasarkan profil konsentrasi gas yang terbentuk dari penelitian ini, tingkat pemadatan yang lebih rendah memiliki transfer gas yang lebih tinggi sehingga pada tekanan kompresor yang kecil pun gas kontaminan mampu naik hingga ke bagian atas reaktor. Hal ini terlihat dengan terdeteksinya gas metana di setiap kedalaman pada Reaktor 1 dan 2. Sebaliknya, tingkat pemadatan yang lebih tinggi membuat transfer gas menjadi kecil dan dengan tekanan kompresor yang kecil membuat tidak terdeteksinya gas metana di setiap kedalaman pada Reaktor 3 dan 4 sebelum tekanan kompresor akhirnya diperbesar. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan oleh nilai true residence time yang lebih lama pada reaktor dengan pemadatan yang lebih tinggi. Dengan demikian, potensi terjadinya oksidasi metana secara total pada dasar reaktor menjadi lebih besar dan membuat gas metana tidak terdeteksi di lapisan bagian atas. Tabel 4. Selisih Removal Efficiency (RE) per Kedalaman Reaktor
Reaktor
Inlet Reaktor 1
Reaktor 2
Reaktor 3
Reaktor 4
Kedalaman dari Permukaan Media [cm] 80 62 42 22 0 62 42 22 0 62 42 22 0 62 42 22 0
Nama Titik Sampling
Konsentrasi Metana Ratarata [%v/v]
RE Rata-rata di Tiap Titik Sampling [%]
Δ RE [%]
Inlet 1-A 1-B 1-C Outlet 2-A 2-B 2-C Outlet 3-A 3-B 3-C Outlet 4-A 4-B 4-C Outlet
12,2 9,7 7,3 6,6 1,8 4,0 2,8 2,3 0,7 1,4 1,1 0,8 0,9 0,6 0,4 0,2 0,1
20,3 40,2 46,1 85,3 67,1 77,3 81,2 94,0 88,2 90,7 93,4 92,8 95,3 96,8 98,1 99,5
20,3 19,9 5,9 39,1 67,1 10,2 3,9 12,8 88,2 2,5 2,7 -0,6 95,3 1,6 1,3 1,4
Penentuan zona oksidasi metana maksimum pada media kompos diketahui melalui perhitungan removal efficiency (RE) di setiap titik pengambilan sampel. Kemudian nilai RE dikurangi dengan nilai RE pada titik pengambilan sampel di bawahnya. Berdasarkan hal tersebut, diperoleh data selisih RE yang terangkum dalam Tabel 4. Penentuan letak zona oksidasi metana maksimum dapat diperkuat dengan parameter kadar air. Penurunan kadar air
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
18
terkecil di Reaktor 1 ada pada kedalaman 22 cm dan penurunan kadar air terkecil di reaktor lainnya ada pada kedalaman sekitar 62 cm dari permukaan media (Tabel 3). Setelah nilai kadar air dibandingkan dengan nilai RE rata-rata beserta selisihnya, keduanya memiliki keterkaitan yang telah dijelaskan dari penelitian Visvanathan et al. (1999). Penelitian lain (Mor et al., 2006) juga menyatakan hal yang sama, yaitu kelembaban berbanding lurus terhadap laju oksidasi. Pada penelitian ini, nilai selisih RE rata-rata terbesar Reaktor 1 ada pada titik outlet dengan penurunan kadar air di lapisan teratas sebesar 3,66% (penurunan terkecil). Reaktor lainnya memiliki penurunan kadar air terkecil dan selisih RE rata-rata terbesar di kedalaman 62 cm pula. Keadaan ini semakin memperkuat pernyataan bahwa, zona oksidasi metana maksimum Reaktor 1 berada di kedalaman 20-30 cm dari permukaan media, sedangkan reaktor lainnya memiliki zona oksidasi metana maksimum pada kedalaman lebih dari 60 cm dari permukaan media. Adanya perbedaan letak zona oksidasi maksimum antara Reaktor 1 dan Reaktor lainnya kemungkinan besar diakibatkan oleh dampak tingkat pemadatannya. Reaktor 1 dengan tingkat pemadatan 750 kg/m3 memiliki zona oksidasi maksimum pada kedalaman sekitar 20 cm. Reaktor 2, 3, dan 4 dengan rincian tingkat pemadatan 800 kg/m3, 850 kg/m3, dan 900 kg/m3 memiliki zona oksidasi maksimum pada kedalaman 60 cm hingga 75 cm. Tingkat pemadatan yang tinggi menyebabkan porositas berkurang sehingga tingkat difusi gas oksigen ke dalam media juga berkurang. Selain itu, tekanan kompresor yang terlalu kecil, membuat gas metana tidak dapat naik sehingga proses oksidasi metana terjadi pada bagian bawah reaktor (dekat dengan inlet). Tabel 5. Rekomendasi Tebal Lapisan Biocover dengan Menggunakan Material kompos sebagai Tanah Penutup Akhir Tingkat Pemadatan [kg/m3] 750 800 850 900
Zona Oksidasi Metana Maksimum dari Permukaan Media [cm] 20-30 60-75 60-75 60-75
Rekomendasi Tebal Lapisan Tanah Penutup [cm] >80 >40 >40 >40
Aplikasi kompos UPS Hanggar 4 TPA Cipayung sebagai lapisan biocover dengan tingkat pemadatan 750 kg/m3 direkomenfasikan menggunakan ketebalan minimal 80 cm agar memperoleh zona oksidasi metana maksimum pada kedalaman 20-30 cm dari permukaan media atau ketinggian 50-60 cm dari dasar media. Apabila lapisan tanah penutup akhir TPA menggunakan kompos hasil produksi UPS Hanggar 4 TPA Cipayung dengan tingkat
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
19
pemadatan yang lebih tinggi (800 kg/m3 hingga 900 kg/m3), sebaiknya cukup menggunakan ketebalan lapisan minimal 40 cm karena pada percobaan ini gas metana telah teroksidasi seluruhnya pada kedalaman 60-75 cm dari permukan media atau ketinggian 5-20 cm dari dasar media. Dengan demikian, pada aplikasi kompos sebagai biocover dengan tingkat pemadatan 800-900 kg/m3 mampu mengurangi jumlah penggunaan kompos yang dibutuhkan bila dibandingkan dengan pemadatan yang lebih kecil dari 800 kg/m3.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dan analisis yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: •
Kompos hasil produksi UPS Hanggar 4 TPA Cipayung memiliki karakteristik fisik yang belum optimal dengan nilai bulk density dan kadar air yang rendah. Warna kompos juga tidak kehitaman, melainkan hitam kelabu. Selanjutnya, kompos UPS Hanggar 4 TPA Cipayung memiliki karakteristik kimia yang sebagian besar memenuhi SNI 19-70302004 dan syarat rekomendasi media kompos sebagai lapisan tanah penutup TPA. Namun, terdapat beberapa parameter krusial yang memiliki nilai di luar rekomendasi, yaitu konduktivitas dan nitrit yang sangat tinggi, serta nilai C/N yang rendah. Karakteristik biologis yang dimiliki kompos UPS Hanggar 4 TPA Cipayung seluruhnya memenuhi nilai yang disyaratkan dalam SNI 19-7030-2004.
•
Profil gas menunjukkan bahwa konsentrasi gas metana mengalami penurunan dengan semakin tebalnya media. Sementara, konsentrasi karbon dioksida cenderung mengalami peningkatan konsentrasi pada lapisan atas media.
•
Tingkat pemadatan yang tinggi menyebabkan zona oksidasi metana maksimum bergeser ke bagian bawah reaktor. Hal ini terlihat pada reaktor dengan tingkat pemadatan 800900 kg/m3, zona oksidasi metana maksimum pada kedalaman lebih dari 62 cm dari permukaan media dalam reaktor. Sedangkan pada reaktor dengan tingkat pemadatan 750 kg/m3, zona oksidasi metana maksimum berada pada kedalaman 20-30 cm dari permukaan media dalam reaktor.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014
20
Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan pengalaman selama penelitian adalah sebagai berikut: •
Sebaiknya digunakan mass flow meter sehingga dapat mengendalikan jumlah massa gas yang masuk ke dalam reaktor;
•
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk melihat profil gas metana dan karbon dioksida serta efeknya dalam kurun waktu yang lebih lama/panjang;
•
Kompos dari UPS Hanggar 4 TPA Cipayung dapat digunakan sebagai material biocover dengan rekomendasi ketebalan minimal 80 cm dengan tingkat pemadatan 750 kg/m3 atau 40 cm bila menggunakan tingkat pemadatan 800-900 kg/m3;
•
Sebaiknya pematangan harus dilakukan bila Kompos UPS Hanggar 4 TPA Cipayung akan digunakan sebagai material biocover.
Daftar Referensi Chi, Z., Lu, W., Wang, H., dan Zhao, Y. (2012). Diversity of Methanotrophs in a Simulated Modified Biocover Reactor. Journal of Environmental Sciences 24(6), 1076-1082. Cossu, R., Raga, R., dan Zane, M. (2003). Methane Oxidation and Attenuation of Sulphurated Compounds in Landfill Top Cover Systems: Lab-Scale Tests. Italia: CISA, Environmental Sanitary Engineering Centre. Devinny, J. S., Deshusses, M. A., Webster, T. S. (1999). Biofiltration for Air Pollution Control. Florida: CRC Press LLC. Einola, J. K. M., Karhu, A.E., dan Rintala, J.A. (2008) Mechanically-biologically Treated Municipal Solid Waste as a Support Medium For Microbial Methane Oxidation to Mitigate Landfill Greenhouse Emissions. Waste Management 28, 97-111. Huber-Humer, M., Roder, S., dan Lechner, P. (2009). Approaches to Assess Biocover Performance on Landfills. Waste Management 29, 2092-2104. Humer M. dan Lechner P. (1999). Methane Oxidation in Compost Cover Layers on Landfills. Proceedings Sardinia 99. Seventh International Waste Management and Landfill Symposium. CISA, Cagliari, vol. III, 403-410. Lu, W., Chi, Z., Mou, Z., Long, Y., Wang, H., Zhu, Y. (2011). Can a Breathing Biocover System Enhance Methane Emission Reduction From Landfill? Journal of Hazardous Materials 191, 228–233. Mor, S., Visscher, A. D., Ravindra, K., Dahiya, R. P., Chandra, A., Cleemput, O. V. (2006). Induction of Enhanced Methane Oxidation in Compost: Temperature and Moisture Response. Waste Management 26, 381–388. Nayono, Endar Satoto. (2009). Anaerobic Digestion of Organic Solid Waste for Energy Production. Disertasi Doktoral. Jerman: Karlsruhe Institute of Technology. Nikiema, J., Bibeau, L., Lavoie, J., Brzezinski, R., Vigneux, J., Heitz, M.. (2005). Biofiltration of Methane: An Experimental Study. Chemical Engineering Journal 113, 111-117. Scheutz, C., Kjeldsen, P., Bogner, J. E., Visscher, A. D., Gebert, J., Hilger, H. A., Huber-Humer, M., Spokas, K. (2009). Microbial Methane Oxidation Processes and Technologies for Mitigation of Landfill Gas Emissions. Waste Management Research 27, 409-455. SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Tchobanoglous, G., Theisen, H., dan Vigil, S. (1993). Integrated Solid Waste Management: Engineering Principles and Management Issues. Singapura: McGraw-Hill, Inc. The American Society for Testing and Materials. (2007). ASTM D 422: Standard Methods for Particle-Size analysis of Soils. ASTM International. Visvanathan, C., Pokhrel , D., Cheimchaisri, W., Hettiaratchi, J.P.A., and Wu, J.S. (1999). Methanotrophic Activities in Tropical Landfill Cover Soils: Effects of Temperature, Moisture Content and Methane Concentration. Waste Management Research 17, 313-323.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemadatan terhadap..., Sesaria Marina Raissa, FT UI, 2014