213
Unmas Denpasar
PENGARUH PELATIHAN TERHADAP PELAYANAN OBAT DENGAN RESEP OLEH APOTEKER DI APOTEK WILAYAH KOTA DENPASAR I Nyoman Gede Tri Sutrisna,1*Kadek Duwi Cahyadi,1dan I Putu Tangkas Suwantara1 1 Akademi Farmasi Saraswati Denpasar, Bali80233, INDONESIA *Email:
[email protected]
ABSTRAK Pelayanan obat dengan resep merupakan suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter kepada tenaga kefarmasian untuk menyediakan dan menyerahkan obat yang diminta untuk pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pelayanan obat dengan resep hanya dapat dilakukan oleh apoteker. Ketentuan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa apoteker senantiasa siap di apotek untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik. Konsekuensi ketentuan tersebut di atas mengharuskan apoteker untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan dengan mengikuti pelatihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan terhadap pelayanan obat dengan resep oleh apoteker di apotek wilayah kota Denpasar. Penelitian dirancang sebagai penelitian observasional dengan menggunakan metode pengumpulan data cross sectional. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang diisi oleh responden yang ditentukan secara random sampling. Sampel terdiri dari 94 responden yaitu Apoteker yang bekerja di apotek wilayah Kota Denpasar. Hasil pengaruh pelatihan terhadap pelayanan obat dengan resep oleh apoteker di apotek wilayah kota Denpasar adalah sebagai berikut ditunjukkan dengan uji regresi dimana nilai korelasi yaitu sebesar 0,609 dan besarnya persentase pengaruh pelatihan terhadap pelayanan obat dengan resep oleh apoteker di apotek wilayah kota Denpasar adalah 37,1 % dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Hasil uji anova menunjukan nilai F hitung 54,201 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 dengan persamaan regresi y = 113,500 + 10,851x. Dan hasil uji t, di dapat nilai t hitung 7,362 dengan nilai signifikan 0,000 < 0,05. Pelatihan secara signifikan mempengaruhi pelayanan obat dengan resep oleh apoteker di apotek wilayah kota Denpasar. Kata kunci: pelatihan, apoteker, pelayanan obat dengan resep, apotek.
ABSTRACT Care with prescription drugs is a process of service to the doctor a written request to the pharmacy personnel to provide and submit the requested medication to the patient in accordance with prevailing regulations. Prescription drug services can only be done by a pharmacist. Such provision can be interpreted that the pharmacist is always ready at the pharmacy to pharmacy services properly execute. Consequences of the above provision requires pharmacists to always improve the quality of services from training. This study aimed to determine the effect of training on the prescription drug services by pharmacists in the pharmacy area of the city of Denpasar. The study was designed as an observational study using cross sectional method of data collection. The instrument used was questionnaires filled out by respondents were determined by random sampling. The sample consisted of 94 respondents ie Pharmacists who work in the pharmacy area of Denpasar. The results of the effect of training on the prescription drug services by pharmacists in the pharmacy area of Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
214
Unmas Denpasar
the city of Denpasar is as follows shown by regression analysis in which the correlation value is equal to 0.609 and the percentage of the effect of training on the prescription drug services by pharmacists in the pharmacy area of Denpasar city is 37.1% and the rest influenced by other factors not examined. ANOVA test results show the value of F count 54.201 with a significance level of 0.000 <0.05 with a regression equation y = 113.500 + 10,851x. And the results of the t test, in can t value 7.362 with significant value 0.000 <0.05. Training significantly affect prescription drug services by pharmacists in the pharmacy area of the city of Denpasar Keywords: Training, pharmacists, prescription drug services, pharmacy.
PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) (Depkes RI, 2006). Pelayanan kefarmasian ini mengarahkan pasien tentang pola hidup yang mendukung tercapainya keberhasilan pengobatan, memberi informasi tentang program pengobatan yang harus dijalani pasien, memonitor hasil pengobatan dan bekerja sama dengan profesi lainnya untuk mencapai kualitas hidup yang optimal bagi pasien. Salah satu sarana pelayanan kefarmasian adalah apotek. Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat (Depkes RI, 2006). Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dengan salah satu tujuan utama adalah untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional(Kemenkes RI, 2014). Untuk itu, semua tenaga kefarmasian dalam melaksanakan tugas profesinya harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan ini. Pelayanan kefarmasian selama ini dinilai oleh banyak pengamat masih berada dibawah standar. Hasil penelitian Ginting (2009) yang dilakukan di apotek di kota Medan bahwa pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek baru terlaksana 47,63% berdasarkan penilaian pelayanan kefarmasian secara metode Guttman termasuk dalam kategori kurang. Sebagaimana dikemukakan oleh Kuncahyo (2004) bahwa apoteker yang seharusnya mempunyai peran sentral dan bertanggung jawab penuh dalam memberikan informasi obat kepada masyarakat ternyata masih belum dilaksanakan dengan baik. Pelayanan Kefarmasian di apotek hanya dapat dilakukan oleh apoteker demikian halnya penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh apoteker (Presiden Republik Indonesia, 2009). Pelayanan obat dengan resep merupakan suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter kepada tenaga kefarmasian untuk menyediakan dan menyerahkan obat yang diminta untuk pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Ketentuan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa apoteker senantiasa siap di apotek untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik. Konsekuensi ketentuan tersebut di atas membawa harapan bahwa dalam pelayanan kefarmasian di apotek, pasien berhak dilayani oleh apoteker untuk mendapatkan obat dan informasi yang diperlukan terkait dengan penggunaan obat secara tepat serta informasi lainnya.
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
215
Unmas Denpasar
Penelitian yang dilakukan oleh Max Joseph Herman mengenai praktek kefarmasian oleh Apoteker di Apotek Komunitas di 3 kota besar (Bandung, Yogyakarta dan Surabaya) menyebutkan pada umumnya apoteker memahami perannya dalam memberikan pelayanan farmasi dalam rangka memenuhi ketentuan Peraturan Presiden No.51 Tahun 2009, Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan Good Pharmacy Practice, tetapi untuk melaksanakannya sesuai dengan pedoman masih menghadapi kendala dalam kompetensi dan waktu (Herman M.J.dan Andi L.S., 2012). Untuk meningkatkan kompetensi dari apoteker dibutuhkan pelatihan. Berdasarkan latar belakang diatas diduga pelatihan mempengaruhi pelayanan obat dengan resep. Penelitian dilakukan di wilayah kota Denpasar karena masih belum terdapat penelitian yang serupa mengenai pengaruh pelatihan terhadap pelayanan obat dengan resep di Apotek wilayah kota Denpasar. Selain itu Kota Denpasar merupakan ibukota dari provinsi daerah Bali dan tentunya sebagai sebuah ibu kota, Denpasar menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian Bali. Dimana tiap tahunnya data pertumbuhan jumlah penduduk di kota Denpasar makin meningkat. Kota Denpasar memiliki jumlah apotek yang paling banyak dibandingkan dengan kabupaten lainnya.
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian observasional. Penelitian observasional adalah penelitian yang tidak memungkinkan peneliti memberikan perlakuan kepada subjek penelitian. Metode pengumpulan data berupa cross sectional yaitu suatu penelitian yang pengumpulan data dilakukan hanya satu kali pada waktu tertentu (Zainuddin, 2011). Sumber Data Sumber data penelitian menggunakan data primer (data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti) yang diperoleh melalui kuesioner. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui pembuatan daftar pertanyaan dengan jumlah pilihan jawaban yang telah ditetapkan oleh peneliti. (Kegiatan menjawab kuesioner atau wawancara bagi seorang responden adalah suatu proses self report atau introspeksi terhadap diri sendiri. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri sama yang hendak diteliti (Santoso, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh apotek yang berada di wilayah kota Denpasar, dengan kriteria inklusi sebagai berikut: 1. Apotek yang melayani resep minimal 10 resep per hari 2. Apotek yang bersedia berkontribusi dalam penelitian ini Populasi dari penelitian ini adalah 124 apotek. Sehingga besarnya sampel (n) yang diambil dari populasi dalam penelitian ini dihitung sebagai berikut (Lameshow, 1997): N. Zα2 . p. q n= 2 d . (N − 1) + Zα2 . p. q Keterangan: Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
216
Unmas Denpasar
n Zα2 p q N d
= Jumlah sampel = Harga kurva normal yang tergantung dari harga alpha (α) = Estimator proporsi populasi =1-p = Jumlah unit populasi = Toleransi penyimpangan
Berdasarkan rumus dan data yang ada, berikut ini adalah perhitungan jumlah sampel yang akan diteliti untuk N= 124; α=5% (Zα=1,96); p=0,5; q=0,5; d=5% (0,05) maka: 124 x 1,962 x 0,5 x 0,5 n = (0,05)2 x (124 − 1) + 1,962 x 0,5 x 0,5 n = 93,93 ∞ 94 Apotek Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan secara Simple Random Sampling dengan harapan masing-masing apotek dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terambil sebagai sampel. Variabel Penelitian Variabel penelitian dapat dikatakan sebagai suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu: 1. Variabel bebas (independent): Variabel Bebas ialah variabel yang menjadi penyebab utama pokok permasalahan yang diteliti (Zainuddin, 2011). Penelitian ini yang dijadikan sebagai variabel bebas adalah pelatihan. 2. Variabel terikat (dependent): Variabel tergantung ialah variabel yang menunjukkan akibat dengan adanya variabel sebab dan variabel intervening (Zainuddin, 2011). Dan yang bertindak sebagai variabel tergantung adalah pelaksanaan standar pelayanan resep yang terdiri dari sub variabel yaitu penerimaan resep, penyiapan obat, penyerahan obat dan pemberian informasi Instrumen Penelitian Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang telah di uji validitas dan realiabilitasnya. Uji validitas dipergunakan untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu butir pertanyaan dalam kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaannya pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi validitas adalah instrumen untuk mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner dapat mengukur apa yang hendak diukur. Pengukuran tingkat validitas skala ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor butir pertanyaan dengan skor total konstruk atau variabel. Uji Validitas skala dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan komputer program Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
217
Unmas Denpasar
analisis validitas butir seri program IBM SPSS Statistics 23.Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh responden memberikan jawaban yang konsisten terhadap kuesioner yang diberikan. Uji konsistensi suatu item pertanyaan dengan membandingkan antara lain nilai cronbach’s alpha dan taraf keyakinan (coefisien of confidence=CC). Analisis Data Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara bivariate.Analisis bivariatyaitu analisa untuk mengetahui hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat. Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga memiliki pengaruh. Uji statistik yang digunakan untuk mendapatkan korelasi antara kedua variabel tersebut adalah uji regresidengan menggunakan komputer program IBM SPSS Statistics 23.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Berikut adalah karakteristik demografi responden yang meliputi, jenis kelamin, usia, masa kerja, dan pendidikan. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden No 1 2
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total
Frekuensi 32 62 94
Persentase (%) 34,04 65,96 100
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelamin responden dalam penelitian ini adalah perempuan, yaitu 62 responden (65,96%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Usia Responden No 1 2 3 4
Usia Responden 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun Total
Frekuensi 39 31 20 4 94
Persentase (%) 41,49 32,98 21,28 4,26 100
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar usia responden dalam penelitian ini adalah 21 – 30 tahun, yaitu 39 responden (41,49%). Tabel 3. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden No 1 2 3 4
Masa Kerja Responden ≤ 5 tahun 6 – 10 tahun 11 – 15 tahun ≥ 16 tahun Total
Frekuensi 40 22 11 21 94
Persentase (%) 42,55 23,40 11,70 22,34 100
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar masa kerja responden sebagai apoteker di apotek dalam penelitian ini adalah selama rentang waktu ≤ 5 tahun, yaitu 40 responden (42,55%).
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
218
Unmas Denpasar
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden No 1 2 3
Pendidikan
Frekuensi 76 11 7 94
Apoteker Apoteker + Magister Farmasi Apoteker + Magister Non Farmasi Total
Persentase (%) 80,85 11,70 7,45 100
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah apoteker yaitu 76 responden (80,85%). Pelayanan Obat dengan Resep Pelayanan obat dengan resep merupakan suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter kepada tenaga kefarmasian untuk menyediakan dan menyerahkan obat yang diminta untuk pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Kemenkes RI, 2014). Pelayanan obat dengan resep sepenuhnya menjadi tanggung jawab Apoteker Penanggungjawab Apotek sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi kepentingan masyarakat (Syamsuni, 2006). Tahap-tahapan dalam pelayanan obat dengan resep di apotek yaitu tahap penerimaan resep, tahap penyiapan obat, tahap penyerahan obat dan pemberian informasi. Nilai pelayanan obat dengan resep digolongkan menjadi empat, yaitu baik, cukup baik, kurang baik, dan tidak baik. Kategori nilai pelayanan resep tersaji pada tabel berikut: Tabel 5. Kategori Nilai Pelaksanaan Standar Pelayanan Resep No. 1 2
Pelayanan Obat dengan Resep
Jumlah
Baik Cukup baik Total
82 12 94
Persentase (%) 87,23 12,77 100
Dari tabel 5. dapat dilihat dari 94 responden 87,23% telah melaksanakan standar pelayanan resep dengan baik dan 12,77% telah melaksanakan standar pelayanan resep dengan kategori cukup baik. Pelatihan tentang Pelayanan Obat dengan Resep Nilai pelatihan tentang pelayanan obat dengan resep digolongkan menjadi empat, yaitu sangat sering, sering, cukup sering, dan kurang sering. Kategori nilai pelayanan obat dengan resep tersaji pada tabel berikut: Tabel 6. Kategori Nilai Pelatihan Obat dengan Resep No. 1 2 3 4
Pelatihan Sangat Sering Sering Cukup Sering Kurang Sering Total
Jumlah
Persentase (%)
1 34 43 16 94
1,06 36,17 45,74 17,02 100
Dari tabel 6. dapat dilihat dari 94 responden 1,06% sangat sering mengikuti pelatihan obat dengan resep, 36,17% sering mengikuti pelatihan obat dengan resep, 45,74% cukup sering Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
219
Unmas Denpasar
mengikuti pelatihan obat dengan resep dan 17,02% kurang sering mengikuti pelatihan obat dengan resep. Untuk meningkatkan kemampuan dalam pelayanan obat dengan resep sebaiknya apoteker secara rutin mengikuti pelatihan. Pelatihan adalah setiap kegiatan yang direncanakan untuk mentransfer atau mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui pembelajaran pengalaman-pengalaman. Pelatihan merupakan bagian dari proses pendidikan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang bersangkutan (Notoatmodjo, 2009). Pengaruh Pelatihan terhadap Pelayanan Obat dengan Resep Hasil pengaruh pelatihan terhadap pelayanan obat dengan resep oleh apoteker di apotek wilayah kota Denpasar adalah sebagai berikut ditunjukkan dengan uji regresi dimana nilai korelasi yaitu sebesar 0,609 dan besarnya persentase pengaruh pelatihan terhadap pelayanan obat dengan resep oleh apoteker di apotek wilayah kota Denpasar adalah 37,1 % dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Hasil uji anova menunjukan nilai F hitung 54,201 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 dengan persamaan regresi y = 113,500 + 10,851x. Dan hasil uji t, di dapat nilai t hitung 7,362 dengan nilai signifikan 0,000 < 0,05. SIMPULAN Pelatihan secara signifikan mempengaruhi pelayanan obat dengan resep oleh apoteker di apotek wilayah kota Denpasar. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada Direktur Akademi Farmasi Saraswati Denpasar atas fasilitas dan bantuan yang diberikan kepada Peneliti dan Kepada Ketua Pengurus Daerah IAI Bali atas ijin pengambilan data. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI., 2006. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/ MENKES/SK/IX/2004. Jakarta : Depkes RI. Ginting, A. 2009. Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Medan tahun 2008. Jurnal USU. Medan. Herman M.J. dan Andi L.S. ” An Analysis of Pharmacy Services by Pharmacist in Community Pharmacy (Kajian Praktek Kefarmasian oleh Apoteker di Apotek Komunitas)”, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol.5 No.3 Juli 2012, hal 271-281. Kementerian Kesehatan, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonsesia No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Kuncahyo I, 2004/ Dilema Apoteker Dalam Pelayanan Kefarmasian, Surakarta. http//www.suarapembaruan.com/News/2004/04/29/ Editor/edi04/html. Notoatmodjo, Sukidjo., 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Cipta. Presiden Republik Indonesia, 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
220
Unmas Denpasar
Santoso, G., 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta. Syamsuni, 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 7-15.UNHCR, 2006. Drug Management Manual. Geneva : ILO Turin Centre, pp. 1-125. Zainuddin M. 2011. Metodologi Penelitian Kefarmasian dan Kesehatan. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016