MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
85
PENGARUH PELATIHAN DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. BANK DANAMON MADIUN Oleh : Febriawan Ardi Nugroho Fakultas Ekonomi Universitas Soerjo Ngawi Training and incentive have large effect to employee performance. Therefore, in this research there are two variables that affect of the employee performance. This research aim is to know the effect of training and incentive to employee performance. From the research there are two implications. First, for PT Bank danamon Madiun, in order to increase the employee performance of PT Bank Danamon Madiun, a training must be held base on the real condition of the job and incentive must be given in transparent and represent the employee’s performance. Second, this research can be used as reference material for the next future research. Key Words: Taining, Incentive, Employee performance. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia perbankan saat ini, setiap perusahaan dituntut untuk dapat bersaing agar dapat mempertahankan eksistensinya. Bank adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa yang mempunyai fungsi menghimpun dana (Funding) dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman (Lending) serta sebagai lalu lintas pembayaran (Financial Intermediary). Semakin kompetitifnya persaingan usaha antar bank, semakin tersaring pula kekuatan dan keunggulan masing – masing bank. Untuk itu pengukuran kinerja secara berkala harus dilakukan guna mengetahui seberapa jauh efektivitas strtegi yang sedang dijalankan. Berbicara tentang tentang kinerja
tentu tidak lepas dari sumber daya manusia yang berkualitas serta strategi yang dipakai perusahaan. Semakin tinggi kinerja karyawan maka semakin baik perusahaan tersebut. Seluruh sektor usaha sekarang sangat membutuhkan Sumber Daya Manusia yang mempunyai kinerja tinggi. Teori – teori bermunculan tentang bagaimana untuk menciptakan Sumber Daya Manusia yang handal dan mempunyai kualitas tinggi sehingga meningkatkan kinerja perusahaan. Banyak sekali variabel–variabel yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, diantaranya adalah pelatihan, system pemberian apresiasi / Insetif, dan sebagainya. Pelatihan adalah suatu aktivitas yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas kerja seseorang dalam pekerjaan yang
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
sedang dijalani atau yang terkait dengan pekerjaannya. Sedangkan pendidikan adalah kegiatan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi seseorang secara menyeluruh dalam arah tertentu dan berada di luar lingkup pekerjaaan yang ditanganinya. Melalui pendidikan dan pelatihan yang didapatkan tersebut diharapkan dapat meningkatkan karier seseorang. Pengembangan meliputi pemberian kesempatan belajar yang bertujuan untuk mengembangkan individu, tetapi tidak dibatasi pada pekerjaan tertentu pada saat ini atau di masa yang akan datang. Pelatihan mempunyai beberapa manfaat jangka panjang yang membantu karyawan untuk dapat memiliki tanggung jawab yang lebih besar di waktu yang akan datang. Para karyawan harus dilatih dan dikembangkan di bidang tertentu untuk mengurangi dan menghilangkan kebiasaan kecil yang jelek atau untuk mempelajari keterampilan yang baru untuk meningkatkan prestasi kerja mereka. Menciptakan sistem kerja yang baik masih belum cukup agar membuat karyawan bekerja dengan sebaik–baiknya dalam rangka mencapai kinerja terbaik. Sebagai imbalannya, perusahaan perlu memperhatikan kesejahteraan karyawan. Tolak ukur pertama bagi karyawan adalah imbalan gaji yang diterima dari perusahaan. Kemudian untuk semakin meningkatkan kinerja karyawan, maka perusahaan dapat menerapkan insentif. Namun demikian pemberian insentif juga
86
perlu dilakukan dengan cara yang tepat. Jika tidak, karyawan bukannya semakin bersemangat tetapi justru dapat merusak moral kerja perusahaan. Di sini perlu diperhatikan cara pemberian insentif yang benar, apakah dengan menggunakan pemberian insentif berdasarkan kinerja individual, kinerja kelompok, ataukah kinerja perusahaan secara keseluruhan. Pemberian insentif yang tepat tentu membutuhkan dasar pertimbangan dan patokan yang dapat menentukan seberapa besar insetifi yang akan diberikan. Di sini perusahaan dapat menentukan insentif karyawan berdasarkan beberapa hal, diantaranya berdasarkan produktifitas karyawan atau kinerjanya. Semakin tinggi hasil kinerja karyawan maka semakin besar pula insentif yang didapatkan. B.
Identifikasi dan Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka rumusan penelitian yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah deskripsi pelatihan, insentif dan kinerja karyawan di PT Bank Danamon Madiun 2. Bagaimana pengaruh pelatihan dan insentif terhadap kinerja karyawan di PT Bank Danamon Madiun 3. Manakah antara pelatihan dan insentif yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan PT Bank Danamon Madiun
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian adalah : 1. Mendeskripsikan pelatihan, insentif dan kinerja karyawan di PT Bank Danamon Madiun 2. Menganalisis pengaruh pelatihan dan insentif terhadap kinerja karyawan di PT Bank Danamon Madiun 3. Menganalisis antara pelatihan dan insentif yang berpengaruh dominan terhadap kinerja karyawan PT Bank Danamon Madiun. D. Manfaat Penelitian Manfaat diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi PT Bank Danamon Madiun, dapat memberikan masukan untuk memperbaiki kinerja karyawan dengan melihat aspek pelatihan dan pemberian insentif.. 2. Sebagai sumbangan referensi bagi penelitian selanjutnya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Definisi Kinerja Kinerja adalah merupakan cerminan, apakah organisasi atau perusahaan telah berhasil atau belum dalam usaha bisnisnya. Kinerja adalah hasil yang dapat dicapai atau sesuatu yang dikerjakan berupa produk maupun jasa yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang, dengan demikian kinerja dapat dilihat dari
87
dua sisi yaitu individu maupun organisasi (Pass, 2000). Untuk meningkatkan kinerja dari suatu organisasi, maka perlu ditingkatkan kinerja keuangan (financial performance) dan kinerja sumberdaya manusia (human resource performance). Kinerja organisasi, yaitu pengukuran kinerja dengan melihat pada berbagai aspek, seperti kualitas barang atau jasa, pengembangan produk baru, kepuasan karyawan dan sebagainya. Kinerja karyawan juga dapat diukur secara subyektif dan obyektif. Ukuran obyektif biasanya berkaitan dengan profitabilitas dari hasil penjualan produknya dan indikator subyektif profitabilitas ditentukan oleh persepsi manajer terhadap profitabilitas kegiatan perusahaannya (Fleetwood, 2008). Jauch dan Glueck (1999) menyebutkan bahwa kinerja dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari prestasi perusahaan dibandingkan dengan apa yang dilakukan di masa lampau atau membandingkan dengan para pesaingnya dalam sejumlah faktor, seperti: laba bersih, harga saham, tingkat deviden, laba per-lembar saham, hasil pengembalian modal, hasil pengembalian atas equitas, pangsa pasar, pertumbuhan penjualan, jumlah hari kerja yang hilang karena buruh mogok, biaya produksi dan efisiensinya, keluar masuknya karyawan (turn over), dan indeks kepuasan karyawan. Ukuran kualitatif, berupa pertanyaan yang diajukan untuk
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
mengetahui tujuan, strategi dan rencana yang terpadu dan komprehensif dari suatu perusahaan sudah konsisten, tepat dan dapat berjalan atau tidak. Kinerja individu (karyawan), ada beberapa tolok ukur untuk dapat menilainya, yaitu: menurut Heneman et.al. (1981) dalam Nurfarhati (1999), mengemukakan empat dimensi pekerjaan yaitu; (1) kualitas pekerjaan, (2) kuantitas pekerjaan, (3) inisiatif dalam pekerjaan, dan (4) peluang untuk dapat dipromosikan. Sedangkan menurut Meyer (1993) kriteria ukuran kinerja seorang karyawan adalah: (1) kualitas, (2) kuantitas, (3) waktu yang dipakai, (4) jabatan yang dipegang, (5) absensi, dan (6) keselamatan dalam menjalankan tugas pekerjaan. Dan Mitchell & Larson (1991), mengukur kinerja dengan indikator: (1) kualitas kerja, (2) ketepatan kerja, (3) inisiatif, (4) kapabilitas, dan (5) komunikasi. Berdasarkan pada beberapa konsep di atas, selanjutnya dapat diketahui bahwa indikator pengukuran kinerja dari suatu organisasi atau perusahaan dapat dilakukan secara obyektif, yaitu pengukuran secara langsung terhadap kemampuan kinerja organisasi dan bisa juga berdasarkan pada persepsi manajer atau pemilik dari perusahaan terhadap indikator-indikator di atas (secara subyektif). Dan selanjutnya pengukuran kinerja dari karyawan pada dasarnya meliputi ukuran kualitas, kuantitas, waktu dan kapabilitas atau inisiatif yang
88
dimiliki oleh setiap karyawan untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. 2. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kinerja karyawan individual. Dalam penilaian kinerja inilah kontribusi karyawan pada periode tertentu. Penilaian kinerja formal biasanya berlangsung dalam periode tertentu, biasanya sekali atau dua kali setahun. Penilaian kinerja informal dapat dilakukan kapan saja ketika merasa perlu (Simmamora, 2006: 337). Secara tradisional performance appraisal ditujukan bagi kepentingan pembayaran kompensasi yang seyogyanya diterima oleh karyawan atau sebagai dasar menetapkan hukuman (punishment). Dalam praktiknya performance appraisal perlu diterapkan dengan menganut sistem keseimbangan, kesepakatan dan kejujuran atau keterbukaan. Perfomance appraisal yang didasarkan pada prinsip-prinsip keseimbangan dimaksudkan bahwa cara-cara pengukuran dan standar yang ditetapkan haruslah sesuai dengan kepentingan karyawan dan organisasi. Tujuan dari performance appraisal adalah sebagai dasar dalam pemberian kompensasi, untuk keperluan staffing decision (penempatan), dan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi. Locher dan Teel dalam Assauri (2001) menyatakan pada organisasi kecil 80,2% penggunaan utama dari performance appraisal untuk
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
menetapkan kompensasi dan untuk peningkatan kinerja untuk organisasi kecil adalah sebesar 46,3%. Dikatakan jugs bahwa proses atas penilaian kinerja merupakan salah sate kegiatan strategic untuk mempengaruhi prilaku individu dalam organisasi yang pada akhirnya mampu mendukung pencapaian tujuan strategik organisasi. B. Pelatihan 1. Definisi Pelatihan Pelatihan (training) adalah proses sistematik pengubahan prilaku Para karyawan ke dalam suatu arch tertentu guna meningkatkan tujuan-tujuan keorganisasian. Dalam pelatihan ini akan diciptakan suatu lingkungan di mana karyawan dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. Pelatihan biasanya terfokus pada penyediaan keahlian bagi karyawan atau membantu mereka mengoreksi kelemahan-kelemahan dalam kinerja mereka. Melalui pelatihan akan memberikan jaminan bagi peningkatan kinerja karyawan pada pekerjaan yang dihadapi sekarang, maka pelatihan diarahkan untuk membantu karyawan menunaikan pekerjaan mereka secara lebih baik. Manfaat dari dilakukannya pelatihan adalah dapat membantu organisasi dalam pencapaian efektivitas dan efisiensi organisasi, karena pelatihan memberikan manfaat bagi peningkatan kuantitas dan kualitas produktivitas,
89
mengurangi waktu belajar dalam mencapai standar kinerja, menciptakan loyalitas dan kerjasama yang saling menguntungkan, mengurangi jumlah dan biaya kecelakaan kerja dan membantu karyawan dalam meningkatkan dan mengembangkan pribadi mereka. Secara umum, pelatihan yang diberikan organisasi terhadap sumberdaya manusia yang dimiliki memiliki tujuan untuk meningkatkan tiga kemampuan dari sumberdaya manusia (Katz, 1996 dalam Alwi, 2001), yaitu kemampuan dan keahlian yang bersifat konseptual (conceptual skill), ketrampilan yang bersifat human (human skill) dan ketrampilan yang bersifat teknikal (technical skill). Keahlian konseptual menyangkut kemampuan individu dalam organisasi pada berbagai fungsi managerial, seperti pengambilan keputusan, penyelesaian konflik dan problem yang kompleks, penyusunan strategi dan kebijakan. Keahlian yang bersifat human, yaitu kemampuan bekerjasama, interrelationship dan komunikasi dalam kelompok. Keahlian teknikal adalah kemampuan individu yang lebih bersifat keahlian khusus teknis operasional. 2. Pelatihan Menurut Milkovich dan Boudreau (1991:407), pelatihan berarti: "a system process of changing the behavior knowledge, and motivation of present employee to
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
improve the match between employee characteristics and employment requirement". Sesuai dengan pengertian tersebut pelatihan mempunyai bidang garapan yang sangat luas dan menyangkut tentang perubahan perilaku, pengetahuan, dan motivasi karyawan sesuai yang ditentukan oleh organisasi. Berkenaan dengan istilah pelatihan, Benardin dan Russel (1993:297), menjelaskan sebagai berikut: Pelatihan ditujukan sebagai usaha untuk meningkatkan ketrampilan karyawan pada bidang pekerjaan tertentu. Agar efektif pelatihan harus berisi tentang pengalaman belajar dalam kegiatan organisasi yang terencana dan dirancang untuk merespon kebutuhan. Pelatihan yang ideal disamping harus mempunyai sebuah tujuan bagi suatu organisasi tersebut juga dapat merangsang munculnya tujuan bagi masing – masing karyawan. Pengembangan diri menyatu pada kesempatan pembelajaran untuk membantu agar para karyawan dapat berkembang. Kesempatan itu tidak hanya dibatasi untuk meningkatkan ketrampilan para pekerja pada bidang pekerjaan mereka masing – masing. Melihat uraian di atas mengisyaratkan bahwa pengertian pelatihan memiliki esensi yang berbeda. Pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai ketrampilan dan tehnik pelaksanaan pekerjaan tertentu, terinci dan bersifat rutin, serta untuk keperluan melakukan pekerjaan sekarang. Di lain pihak manajemen
90
ingin menyiapkan pars karyawan untuk memegang tanggung jawab pekerjaan atau jabatan pada periode mendatang, kegiatan ini disebut pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan mempunyai ruang lingkup lebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan serta sifat kepribadian. Menurut Flippo (1992: 225), bahwa tujuan pendidikan dan pelatihan bagi suatu organisasi adalah meningkatkan produktivitas, peningkatan moril karyawan, efisiensi, stabilitas dan fleksibilitas organisasi terhadap lingkungan eksternal yang senantiasa berubah. Kemudian Moekijat (1986: 170), menyatakan bahwa tujuan pendidikan dan pelatihan akan menggambarkan perilaku yang diinginkan, serta kriteria sukses karyawan yang dilatih. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari program pendidikan dan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap karyawan. angkatan pengetahuan dan ketrampilan serta sikap, diharapkan pula akan berpengaruh terhadap pengembangan karier. Handoko (1987: 110) mengemukakan bahwa kegiatan pelatihan terdapat dua metode yaitu : (1) on the job training dan off the job training. On the job training merupakan metode pelatihan yang paling banyak digunakan, dalam hal ini peserta dilatih tentang pekerjaan baru dengan supervisi langsung seorang instruktur. Dalam kegiatan
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
metode ini yang biasa digunakan dalam praktek yaitu : 1) penugasan sementara, yaitu penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota team tertentu dalam waktu yang telah ditetapkan, dan karyawan yang bersangkutan terlibat dalam pemecahan dalam hal ini karyawan peserta dilatih tentang pekerjaan baru dengan suatu masalah dan pengambilan keputusan dari suatu organisasi, 2) Rotasi Jabatan upaya memberikan pengalaman kepada karyawan melalui cara memindahkan peserta dari jabatan yang satu kepada jabatan yang lain secara periodik serta melalui praktek berbagai macam ketrampilan manajerial, 3) Magang, merupakan proses belajar dari seseorang atau beberapa orang kepada orang lain yang telah berpengalaman, sehingga karyawan peserta dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaannya, 4) Latihan instruksi pekerjaan, petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan dan digunakan terutama untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan mereka sekarang, 5) Coaching, dalam metode ini supervisor memberitahu kepada karyawan peserta mengenal tugas yang akan melaksanakan dan bagaimana cara mengerjakannya atau dengan kata lain penyelia memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam pelaksanaan pekerjaan rutin. Hubungan penyelia dan karyawan peserta diibaratkan seperti hubungan siswa dan guru.
91
Metode off the job training adalah sebagai upaya untuk mengajarkan berbagai sikap, konsep atau ketrampilan kepada para peserta. Dalam hal ini metode yang biasa dipakai yaitu : 1) kuliah, merupakan metode yang banyak dilakukan dalam ruangan, pelatih menyampaikan informasi kepada peserta dalam jumlah yang relatif banyak. Metode ini dianggap tradisional karena kurang adanya perhatian dari para peserta; 2) presentasi video, dalam metode ini dapat dilakukan melalui cara presentasi dan sejenisnya adalah serupa dengan metode kuliah serta sering digunakan sebagai bahan pelengkap bentuk pelatihan lainnya, 3) metode konferensi, metode ini identik dengan bentuk seminar, instruktur memberikan makalah tertentu kemudian dilakukan pembahasan, dan peserta pelatihan dituntut aktif untuk mengemukakan ide, memberikan saran serta kesimpulan. Tujuan dari metode ini adalah untuk mengembangkan kecakapan karyawan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, 4) programmed instruction, program ini merupakan bentuk training yang melatih peserta untuk belajar sendiri melalui pedoman mesin ataupun komputer. 5) metode simulasi, mengetengahkan peserta pelatihan menerima presentasi atau masalah tiruan suatu aspek organisasi dan kemudian peserta yang bersangkutan diminta untuk menanggapi seperti dalam keadaan yang sebenarnya. Sejumlah. Metode simulasi yang paling umum
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
digunakan adalah sebagai berikut : a) metode studi kasus, dalam hal ini instruktur memberikan suatu kasus yang terjadi dalam suatu organisasi. Kemudian karyawan yang terlibat dalam pelatihan diminta untuk menanggapi, mengidentifikasi masalah, menganalisis situasi, dan merumuskan solusi bagi alternatif pengambilan keputusan; b) Role playing, suatu metode pelatihan yang menugaskan peserta menjadi tokoh tertentu dalam suatu sandiwara dan peserta lain diminta untuk menanggapi. Manfaat metode ini mengembangkan keahlian untuk berkomunikasi dan mengubah sikap peserta, menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan individual; c) Vestibule training, agar program pelatihan tidak mengganggu operasi normal, maka organisasi membuat duplikat atau bahan dan menciptakan kondisi pelatihan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya; d) Business games, yaitu suatu simulasi pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan situasi kehidupan bisnis nyata. Dalam pemilihan metode tertentu untuk digunakan pada program pelatihan perlu ada trade off, oleh karena itu tidak ada suatu metode tertentu yang selalu paling baik. Metode terbaik tergantung pada sejauh mana suatu tehnik memenuhi faktor : seperti efektivitas biaya, isi program yang dikehendaki, kelayakan fasilitas, preferensi dan kemampuan instruktur, serta prinsip metode belajar.
92
Pelatihan hendaknya dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta, sehingga agar efektif program pelatihan harus berorientasi kepada hasil arousal oriented). Sehubungan dengan hal itu agar perilaku karyawan setelah mengikuti pelatihan dapat dievaluasi maka programnya perlu dirancang sedemikian rupa. Ciri-ciri desain program pelatihan yang efektif adalah sebagai berikut : 1) mempunyai sasaran yang jelas dan hasilnya dapat digunakan sebagai tolak ukur, 2) diberikan oleh tenaga pelatih yang cakap dalam menyampaikan ilmunya dan mampu memotivasi pars peserta; (3) isinya mendalam sehingga tidak hanya sebagai bahan hafalan melainkan mampu mengubah sikap dan mampu meningkatkan prestasi peserta dalam menjalankan tugasnya; (4) sesuai dengan latar belakang teknis, permasalahan dan daya tangkap peserta; (5) menggunakan metode yang tepat; (6) meningkatkan keterlibatan aktif para peserta sehingga mereka bukan hanya pendengar atau pencatat belaka; (7) disertai dengan desain penelitian tentang sejauh mana sasaran program tercapai demi prestasi dan produktivitas dari suatu organisasi. Flippo (1992: 224). Flippo (1992: 215) mengemukakan bahwa tidak seorangpun yang sepenuhnya cocok untuk bekerja pada suatu pekerjaan, oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan pelatihan. Pelatihan akan memberikan manfaat terhadap produktivitas, pengurangan biaya,
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
stabilitas dan keluwesan organisasi untuk menghadapi ketidakpastian lingkungan. Dikaitkan dengan peran unsur sumber daya manusia dalam meningkatkan produktivitas pada suatu organisasi, program pelatihan pada dasarnya merupakan salah satu elemen penting dalam perencanaan sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan karyawan maupun organisasi. Pelatihan merupakan suatu proses harmonisasi yang mempertemukan kebutuhan organisasi dan kebutuhan karyawan. Menyimak dari uraian di atas dapat diungkapkan bahwa pelatihan memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi maupun karyawan yang bersangkutan. C. Insentif Sumberdaya manusia adalah aset perusahaan yang sangat penting bagi keberhasilan sebuah perusahaan. Apalagi dalam lingkungan yang semakin kompetitif dewasa ini, perusahaan dituntut mempunyai sumberdaya manusia yang berkualitas dan mempunyai kinerja tinggi. Sekarang perusahaan berusaha meningkatkan kinerja karyawan dengan menggunakan strategi insentif yang secara langsung dikaitkan dengan perbaikan kinerja karyawan dan perusahaan (Tzafrurm, 2006; Mahy, 2005; Smith, 2004; Amuedo, 2003; Wang, 2008). Penggunaan insentif
93
digunakan bukan saja sebagai mekanisme untuk meningkatkan keberhasilan perusahaan tetapi juga sebagai usaha untuk meningkatkan peranan insentif dalam meningkatkan pencapaian tujuan perusahaan (Rock, 2000). Insentif sangat penting bagi pencapaian tujuan sebuah organisasi (Mohd, 2007; Applebaum, 1996). Bagaimana insentif digunakan dan bagaimana dikaitkan dengan perilaku organisasional lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem ganjaran dengan pendekatan yang tepat. Ada banyak pendekatan bagi kompensasi insentif, seperti bonus uang, pembelian saham, dan profit sharing. Penggunaan insentif yang tepat memang dibutuhkan agar memberikan hasil yang diinginkan (Mohd, 2007 ). Insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah ditetapkan (Handoko, 2002) Menurut Hoi (2004) agar insentif bisa meningkatkan kinerja karyawan, maka ada lima hal yang harus diperhatikan, yaitu : (1) Pelaksanaan insentif, (2) Insentif dan loyalitas, (3) Pelengkap bonus, (4) Rasa keadilan, (5) Insentif di masa depan. Semakin tinggi kesesuaian keempat hal tersebut di atas dengan keinginan karyawan, maka semakin tinggi kinerja karyawan. 1. Penggunaan Insentif Karyawan diharapkan bekerja dengan sebaik-baiknya bagi perusahaan. Ketika kinerja
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
karyawan melampaui kinerja yang diharapkan organisasi maka perusahaan perlu menghargai usaha tersebut dengan memberikan insentif yang tepat. Insentif ini dapat dibayar dalam bentuk bonus atau tambahan bagi gaji dasar. Tambahan gaji dasar biasanya lebih disukai oleh karyawan, karena kenaikannya menjadi bagian dari bayaran dasar dan memberikan kontribusi terhadap masa kerja mereka ((Amuedo, 2002). Cara lain pembayaran insentif adalah dibayarkan sekali, pembayaran yang dapat berbentuk bonus uang atau skema insentif moneter kreatif lainnya seperti saham opsi (Amuedo, 2002; Tsafrurm, 2006; Pass, 2000). Berbeda dengan kenaikan gaji dasar, sebuah bonus tidak dapat segera diterima secara otomatis pada tahun-tahun selanjutnya. Pemberian insentif perlu direncanakan dengan baik. Perencanaan insentif merupakan pembayaran uang yang dilakukan kepada karyawan ketika mereka melampaui tujuan kerja atau tujuan organisasi yang sudah ditentukan. Insentif berfungsi sebagai pendorong bagi agar karyawan dapat mencapai hasil tertentu yang diinginkan oleh perusahaan (Mohd, 2007). Insentif dapat menggunakan ukuran target fiskal, output produksi, ataupun produktivitas. Pemberian insentif dapat dikaitkan dengan kepada kinerja individual atau kelompok dengan cara dianalisis dan diukur dalam konteks yang diaplikasikan. Bersama-sama dengan pengukuran, timing adalah
94
hal penting dalam insentif bagi keberhasilan dan penerimaan yang tepat oleh karyawan. Perusahaan menggunakan insentif untuk tujuan berbeda-beda, terutama untuk menarik, mempertahankan dan memotivasi karyawan dengan potensial kinerja tinggi. Namun demikian dalam mencapai tujuan tersebut perusahaan menghadapi kendala seperti menjaga keadilan, pengendalian biaya dan ketentuan legal (Liyin, 2006; Mohd, 2007). Ada banyak faktor menentukan tingkat insentif karyawan. Secara umum mereka dapat ditentukan sebagai berikut: a. Kondisi Pasar Produk / Tenaga Kerja, meliputi demografis karyawan dan signifikansi keahlian mereka, situasi permintaan dan penawaran terkait dengan keahlian tertentu, dan praktek yang dilakukan oleh pesaing. b. Lingkungan ekonomi dan Sosial politik, meliputi pengaruh siklus bisnis dan kekuatan tenaga kerja organisasi. c. Karakteristik karyawan, meliputi senoritas, kualifikasi, pengalaman dan sebagainya. d. Karakteristik industri, siklus, pergantian tinggi, innovator, entrepreneurial dan tradisional. Upah industri-standar berbedabeda sekali. Dalam industri persaingan tinggi seperti manufacturing, bayaran hanya upah yang dibutuhkan untuk merespon terhadap perubahan kondisi pasar tenaga kerja. Pada industri dengan persaingan
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
lebih rendah, bayaran biasanya sedikit lebih besar daripada minimum yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja. e. Karakteristik entrepreneur, meliputi budaya (gaya manajemen), struktur organisasi, kebijakan dan strategi, teknologi, ukuran profitabilitas (kemampuan membayar), strategi persaingan tenaga kerja, kompresi gaji dan sebagainya. f. Perilaku karyawan, seperti kinerja, kerajinan karyawan dan pergantian karyawan. g. Karakteristik Pekerjaan, meliputi ketentuan mental, kondisi kerja, level kontak publik, dan usaha yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan. Faktor-faktor seperti pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan harus terlihat dalam sistem evaluasi untuk pekerjaan manajerial; tuntutan fisik dan keahlian mungkin terlihat pada sistem pekerjaan pabrik, dan akurasi serta jumlah pengawasan yang diterima mungkin terlihat sebagai faktor dalam sistem evaluasi teknis dan klerikal. Insentif sangatlah penting dan menjadi perhatian karyawan karena menjadi indikasi bagi nilai mereka bagi organisasi. Dengan melihat kecenderungan untuk menstandarisasi tingkat upah di antara pesaing, maka perusahaan perlu menemukan cara auditing memotivasi pengembangan pribadi dan kinerja tinggi dari karyawan.
95
2. Perencanaan Insentif Individual atau Kelompok Perusahaan biasanya mempunyai karyawan lebih dari satu orang. Dalam menentukan kompensasi, perusahaan dapat menggunakan unit individual atau kelompok departemen atau organisasi secara keseluruhan. Contoh, insentif yang dilakukan untuk bagian penjualan dapat dipandang sebagai sebuah cara untuk memberikan kompensasi karyawan didasarkan pada individual. Metode lain yang dapat digunakan adalah didasarkan pada bagian-bagian pekerjaan atau kepada jam kerja. Kriteria penting bagi keberhasilan perencanaan insentif individual adalah bahwa karyawan mampu melakukan perilaku yang ditentukan oleh perusahaan, dan karyawan memahami bahwa insentif tersebut berharga dan sesuai dengan kinerja mereka (Pass, 2000). Perencanaan insentif dapat dilakukan juga dengan menggunakan tim atau kelompok. Perencanaan ini mempunyai sasaran sama dengan perencanaan individual, yaitu memenuhi tujuan organisasi dengan memberi karyawan kesempatan untuk meningkatkan penghasilan mereka. Perencanaan insentif kelompok dibutuhkan ketika proses yang dilakukan tidak dapat diamati secara individual. Dalam mencapai tujuan tersebut dibutuhkan kerjasama dari seluruh anggota didasarkan pada operasi atau fungsi-fungsi mereka. Sebuah perencanaan kelompok harus memperhatikan keahlian dan
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
kemampuan dari masing-masing individual dalam menyelesaikan tugasnya dan mereka dapat mengontrol tugas, kejadian dan ukuran yang membentuk dasar bagi perencanaan tersebut (Liyin, 2006; Smith, 2006). Insentif berbasis tim dapat berbentuk moneter, atau juga non moneter seperti kepuasan individual, rasa memiliki bagi kelompok dan pengembangan perilaku positif dalam kerja tim dan kerjasama (Wang, 2008). Ada bermacam-macam kategori dalam melakukan perencanaan insentif kelompok. Secara umum ada tiga kategori utama, yaitu: a. Kelompok kecil atau unit kerja di mana ganjaran dialokasikan berdasarkan kinerja kelompok yang melampaui standar tertentu yang disetujui. b. Perencanaan perbaikan produktivitas c. Profit sharing atau perencanaan kepemilikan perusahaan (Applebaum, 1996). Perencanaan insentif harus memperhatikan kondisi kerja dan bagaimana pengukuran dilakukan. Perencanaan insentif kelompok adalah paling tepat dalam kondisi di mana pengawasan sulit dilakukan, pengukuran tepat kinerja kerja individual tidak bisa dilakukan, dan di mana kerja tim atau kerjasama menjadi penentu bagi efektivitas mereka (Applebaum, 1996). Kondisi ini akan membuat kekompakan dalam kelompok semakin terjaga. Perencanaan insentif kelompok juga dapat dikaitkan
96
dengan produktivitas dan/atau keuntungan sehingga secara teori ada anggaran fleksibel untuk ganjaran kinerja dan bayaran dapat benar-benar didasarkan pada kinerja kelompok. Dalam menentukan pembagian secara merata, seperti pada perencanaan kelompok. Ada kerugian di mana tidak ada hubungan langsung antara kinerja individual dengan ganjaran. Tetapi ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan ini karena: a. tidak menggunakan kinerja individual b. bersama-sama dikembangkan dengan partisipasi manajemen dan karyawan, c. mempengaruhi setiap orang dalam angkatan kerja, dari manajer sampai pada staf pendukung itu sendiri d. ada korelasi yang besar antara keuntungan organisasional dengan ganjaran keuntungan individual (Applebaum, 1996) 3. Program Insentif Yang Efektif Insentif perlu dirancang dengan hati-hati dan efektif. Sebuah insentif yang dirancang dan dikelola secara tepat akan dapat digunakan sebagai manajemen komunikasi. Stimulus bagi perubahan perilaku yang diinginkan dapat tercermin oleh kinerja di mana juga dapat dicapai melalui sebuah perencanaan kompensasi insentif yang dirancang dengan benar, didukung oleh proses manajemen inti. Karyawan harus memahami dasar ganjaran agar
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
dapat diperoleh hasil yang efektif (Roch, 2000). Perusahaan dapat membangun komunikasi yang dapat dilakukan melalui insentif secara efektif. Gaji dasar dan tunjangan dapat digunakan sebagai syarat utama bagi karyawan yang bekerja. Kemudian untuk mendukungnya, perusahaan dapat menggunakan insentif terhadap perilaku dan hasil yang diinginkan oleh manajemen. Program insentif dimaksudkan untuk memberikan hasil yang saling menguntungkan antara perusahaan dengan karyawan dengan membangun suasana kerja yang baik. Suasana kerja yang baik dirancang, dibangun dan digunakan sehingga dapat meminimkan konsekuensi lingkungan negatif dari perspektif ekonomi dan siklus kehidupan, dengan demikian memberikan kontribusi terhadap pencapaian pengembangan berkesinambungan. Sebuah program insentif khusus digunakan untuk mendorong perusahaan mengimplementasikan manajemen lingkungan. D. Hipotesis Hipotesis penelitian yang disajikan di bawah ini adalah didasarkan pada kerangka konseptual yang disampaikan di atas. Dari dua variabel bebas di atas diperkirakan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu maka dapat disampaikan hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga Pelatihan dan insentif berpengaruh terhadap kinerja
97
pengawai PT Bank Danamon Madiun. 2. Diduga Pelatihan berpengaruh dominan terhadap kinerja karyawan PT Bank Danamon Madiun. III. METODE PENELITIAN. A. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ini adalah studi populasi, dimaksudkan untuk meneliti seluruh karyawan yang ada di PT Bank Danamon Madiun. Dengan kemudahan untuk mendekati responden yang disampaikan di atas, maka peneliti berusaha menarik seluruh populasi yang ada di PT Bank Danamon Madiun untuk dapat berpartisipasi dalam penelitian ini. Sampel dalam penelitian ini adalah sebuah anggota populasi, atau penelitian sensus dengan jumlah responden 56. Untuk rincian sample yang digunakan dapat dilihat pada table 1 dibawah ini. Tabel 1 Distribusi Karyawan Di PT Bank Danamon Cluster Madiun Jabatan Jumlah Cluster Manager 1 Cluster Credit Officer 1 Flaying Operasional 1 Branch Support 1 Opertional Internal Control Officer 2 Unit Manager 4 Opertional Officer 4 Credit Officer 4 Teller 8 Account Officer 20 Field Collection 4 Administrasion 1 Satpam 4
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
Sopir Jumlah
1 56
B. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1. Kuesioner, pengumpulan data dengan menggunakan daftar pernyataan yang diberikan kepada Karyawan untuk mengetahui persepsi responden tentang pengaruh pelatihan dan insentif terhadap kinerja karyawan. 2. Teknik dokumentasi dari pengumpulan dokumen yang PT Bank Danamon Madiun yang berkaitan dan diperlukan dalam penelitian ini. C. Teknik Analisis data Berdasarkan tujuan penelitian, kerangka konsep penelitian dan hipotesis maka analisis yang diperlukan meliputi analisis deskriptif dan model analisis regresi linear berganda. 1. Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif dilakukan dengan bantuan software SPSS 17 For Windows. Analisis deskriptif dilakukan dengan mengetahui gambaran umum, tanggapan responden karyawan Bank Danamon Cluster Madiun terhadap item-item kuesioner yang diajukan. Dalam hal ini dilakukan analisis frekuensi relatif, rata-rata hitung, nilai maksimum dan minimum variabel, indikator maupun item-item penelitian. 2. Analisis Regresi Linear Berganda Analisis dengan model regresi linear berganda merupakan
98
analisis yang bersifat kuantitatif untuk membuktikan hipotesis penelitian. Model ini dipilih karena penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh variabel positif yaitu pelatihan dan insentif terhadap kinerja karyawan baik secara serempak ataupun secara parsial. Dengan menggunakan model analisis regresi linear berganda dibantu dengan software SPSS 17 maka besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat akan dapat diketahui. a. Uji Model Regresi Model regresi digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah regresi Tinier berganda, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Y = α + β1X1 + β2X2 + e dimana: α = Koefisien konstanta Y = Kinerja karyawan β1 … β2 = Koefisien regresi Xi X1 = Pelatihan X2 = Insentif e = Kesalahan Pengganggu Model regresi linear berganda yang diperoleh dari hasil analisis digunakan sebagai slat estimasi hipotesis yang diuji dengan uji f, uji t, dan uji asumsi klasik. 1) Uji F Uji F dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Fcal =
MSR
=
MSE
SSR /(k 1) ( SST SSR) // n k 1)
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
1/SST 1/SST SSR
=
=
/(k 1)
SST
SST SST R
2
SSR
/(n k 1)
SST
/(k 1)
2
(1 R ) /(n k 1)
Di mana MSR = rata-rata kuadrat regresi MSE = rata-rata kuadrat error SSR = jumlah kuadrat regresi SST = jumlah kuadrat total k = jumlah variabel bebas n = jumlah sampel R2 = koefisien determinasi (koefisien goodness of fit model 1) Hipotesis statistik untuk uji model regresi adalah sebagai berikut: Ho: β1 = β2 = β3 = 0 (model regresi non signifikan) Ha: β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0 (model regresi signifikan untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas) Jika nilai Fhitung > Ftabel α 0,05 atau nilai probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima, artinya model regresi diterima untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap kinerja. Sedangkan jika nilai Fhitung ≤ Ftabel α 0,05 atau nilai probabilitas ≥ 0,05, maka Ho diterima atau Ha ditolak. Artinya model regresi tidak signifikan untuk menjelaskan pengaruh variabelvariabel bebas terhadap kinerja. selanjutnya untuk melihat kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat dalam model regresi dapat diketahui dari
99
besarnya koefisien determinasi (R2). Jika koefisien determinasi mendekati 1 berarti model yang digunakan semakin baik untuk menerangkan pengaruh variasi variabel bebas terhadap variabel terikat (goodness of fit). Sebaliknya, jika R2 semakin kecil (mendekati 0), maka model yang digunakan semakin lemah untuk menerangkan pengaruh variasi variabel bebas terhadap variabel terikat. 2) Uji Asumsi Klasik Ada beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi dalam pengujian model regresi linear berganda, yaitu: non multikolinearitas, non autokorelasi, dan homoskedastisita. Pengujian asumsi klasik ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17 for Windows. a) Uji Multikolinearitas (Multicollinearity) Multiklinearitas adalah suatu keadaan di mana satu atau lebih variabel bebas dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari variabel bebas lainnya. Indikasi multikolinearitas ditunjukkan dengan koefisien Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Asumsi non multikolinearitas artinya di antara variabel bebas X dengan variabel terikat (Y) tidak terjadi korelasi yang terlalu besar atau mendekati sempurna. Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang disyaratkan non multikolinear jka koefisien toleransi T 5 10% atau koefisien VIF < 10 (Hair et. al. 1992, 48). Ketentuan tersebut karena TxVIF=1.
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
b) Uji Autokorelasi (Autocorrelation) Autokorelasi adalah suatu keadaan di mana variabel gangguan terhadap periode waktu tertentu mempunyai korelasi dengan variabel gangguan pada periode yang lain, atau dengan kata lain variabel gangguan tidak acak. Jika ternyata dalam suatu model mengandung autokorelasi,akibatnya parameter yang diestimasi akan menjadi bias dan variance tidak minimum. Uji autokorelasi dilakukan mengetahui apakah terjadi korelasi antara komponen pengganggu (e) dari suatu observasi terhadap observasi berikutnya. Untuk mengetahuinya digunakan model Durbin Watson WD = 2(1-p). Gujarati (1988: 217) mengemukakan bahwa apabila hasil perhitungan DW sekitar 2 atau 2 = 2 – 2r jadi r=0 berarti tidak ada autokorelasi, namun jka DW=-0 maka terjadi autokorelasi positif sempurna (r = +1). Sebaliknya jika DW=4 maka terjadi autokorelasi negatif sempurna (r=-1). Di anggap non autokorelasi apabila koefisien Durbin Watson berada di antara 1 dan 3 atau 1 ≤ D ≤ 3. Hasil uji autokorelasi tersebut sama (analog) dengan menggunakan tabel nilai kritis dL atau du yaitu : Hipotesis statistik Ho : autokorelasi non signifikan baik positif atau negatif. d < dL : ada autokorelasi positif (+) d > 4-dL : Ada autokorelasi negatif ( -) d > du dan d < 4 - du atau (du < d < 4-du): tidak terjadi autokorelasi
100
c) Uji Heteroskedastisitas(Heterosce dasticity) heterokedastisitas adalah distribusi gangguan (faktor gangguan) tidak mempunyai variance yang sama atau variance tidak konstan. Secara spesifik dikatakan bahwa koefisien korelasi yang tinggi menandakan adanya heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan scatterplot, jika data menyebar tanpa membentuk pola hubungan tertentu dlmm scatterplot menandakan tidak terjadi korelasi (non signifikan) antar variabel prediktor dengan residual. Kondisi demikian berarti tidak terjadi heteroskedastisitas (homoskedastisitas). Asumsi homoskedastisitas atau e--N(0,a2), artinya variance e adalah konstan dari pengamatan yang satu kepada pengamatan yang lain. uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah komponen pengganggu (e) mempunyai variance yang sama ataukah tidak. Untuk mengetahuinya digunakan sebaran data dalam scatterplot yang disyaratkan untuk membentuk pola tertentu dan tersebar di atas dan di bawah titik nol dari sumbu tegak (Santoso, 2000: 208-211). d) Uji Hipotesis Penelitian Suatu formula regresi yang diperoleh dari hasil analisis data penelitian dapat digunakan sebagai model analisis untuk membuktikan hipotesis penelitian hanya apabila model tersebut telah teruji secara signifikan dengan analisis variance ANOVA) uji F dan memenuhi
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
kriteria asumsi klasik. Apabila model analisis tidak signifikan teruji, maka model tersebut membutuhkan modifikasi ke dalam bentuldain, misalnya dengan stepwise linear regression atau model non linear. e) Pengujian Hipotesis Penelitian 1 Hipotesis penelitian 1 diterima apabila hasil uji F adalah signifikan. Hipotesis :atistik pada uji F adalah sebagai berikut: Ho : β1, β12, β13 = 0 berarti tidak signifikan Ha : β1, β12, β13 ≠ 0 berarti berpengaruh Jika Fhitung < Ftable α 0,05 maka Ho diterima, berarti variabel bebas tidak mempunyai pengaruh signifikan. Jika Fhitung > Ftable α 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima, crud variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan. Pengujian juga bisa dilakukan dengan cara membandingkan nilai sig.F terhadap α = 0,05. Ketiga variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan apabila nilai sig.F ≤ α = 0,05. f) Pengujian Hipotesis Penelitian 2 Hipotesis penelitian 2 menyatakan bahwa pelatihan berpengaruh dominan terhadap kinerja karyawan di Bank Danamon Madiun. Hipotesis 2 diterima jika uji parsial untuk X1 (pelatihan) signifikan dan koefisien beta positif serta lebih besar daripada koefisien beta untuk X2 (insentif).
101
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Dalam undang-undang No.7/1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka rneningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam pasal 5 undangundang dimaksud, menurut jenisnya bank terdiri dari dua, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Bank Perkreditan Rakyat adarah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito bejangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang disamakan dengan itu (Suyatno,2003). Keberadaan Bank di Indonesia terasa semakin penting sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pelayanan akan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat. Usaha Bank dalam pasal 13 undang-undang No.7/1992 meliputi: a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; b) Memberikan kredit; c) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah; d) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain (suyatro, 2003).
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
Dalam perkembangannya, industi jasa perbankan mengalami banyak peningkatan dalam hal lingkup usahanya. Hal tersebut didukung adanya profesionalisme dan kode etik yang sangat dijunjung tinggi oleh para bankir dan adanya persaingan yang ketat antar bank umum/swasta maupun lembaga keuangan non bank. Bank Danamon sangat menjunjung tinggi nilai kepedulian, kejujuran, mengupayakan yang terbaik, kerjasama dan profesionalisme yang disiplin. 2. Karakteristik Responden Penelitian ini bersifat observasional yang dilakukan terhadap 56 responden. Instrumen ukur penelitian ini terbagi atas 3 bagian yaitu pelatihan, insentif dan kinerja karyawan. Karakteristik responden penelitian ini terdiri atas pendidikan terakhir,lama bekerja dan usia. a. Karakteristik Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden dalam penelitian ini memiliki latar belakang pendidikan akhir yang beragam. Klasifikasi responden berdasarkan pendidikan akhir digambarkan pada gambar berikut. Tabel 2 Responden Berdasarkan Pendidikan Akhir No Pendidika Frekuens % . n i 1 Strata 1 37 66 2 Diploma 10 18 3 SLTA 9 16 Jumlah 56 10 0
102
Dari tabel di atas menerangkan bahwa mayoritas responden berlatar belakang pendidikan akhir sarjana atau strata 1, masing-masing berjumlah 37 responden (66%) berpendidikan strata 1, 10 responden (18%) berpendidikan diploma dan 9 responden (16%) berpendidikan SLTA b. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Responden dalam penelitian ini menyertakan karyawan laki-laki dan perempuan. Klasifikasi responden berdasarkan jenis kelamin dijelaskan pada gambar berikut : Tabel 3 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Frekuensi % Kelamin Laki - Laki 38 68 Perempuan 18 32 Jumlah 56 100 Tabel di atas menerangkan bahwa mayoritas responden berasal dari jenis kelamin laki-laki dengan jumlah sebanyak 38 orang (68%). Karakteristik lainnya dengan proporsi yang lebih rendah adalah kelompok karyawan berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 18 orang (32%). c. Karakteristik Berdasarkan Lama Bekerja Data responden dalam penelitian ini telah diklasifikasikan berdasarkan lama bekerja pada PT Bank Danamon Madiun yang dijelaskan pada gambar dibawah yang merupakan mayoritas
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
responden baru bekerja selama 3-4 tahun yaitu berjumlah 24 responden (48%) dimana mereka bekerja mulai awal dibukanya Danamon Madiun, kemudian 20 responden (36%) telah bekerja selama 1-2 tahun, 9 responden (16%) telah bekerja selama 5-6 tahun dan yang telah bekerja lebih dari 7 tahun berjumlah 3 responden (5%). Tabel 4 Responden Berdasarkan Lama Bekerja No. Lama kerja Frek % (Tahun) uensi 1 <2 20 36 2 3-4 9 16 3 5–6 24 48 4 >7 3 5 Jumlah 56 100 B. Analisis Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Validitas dan Retibititas Ada dua syarat penting yang berlaku bagi sebuah kuesioner (angket), yaitu keharusan sebuah kuesioner bersifat valid dan reliabel (Sugiyono, 2001). Suatu kuisioner dikatakan valid atau sah, jika pertanyaan pada suatu kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut., sedangkan suatu
Item X1.1 X1.2 X1.3
103
kuisioner dikatakan reliable atau andal, jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Validitas adalah kebenaran dan keabsahan instrumen penelitian yang digunakan. Apabila pada uji validitas (uji kesahihan) instrumen ditemukan sebuah komponen yang tidak valid, maka dapat dikatakan bahwa komponen tersebut tidak konsisten dengan komponenkomponen yang lain untuk mendukung sebuah konsep. dari instrumen kuesioner yang digunakan dalam pengumpulan data. cara yang digunakan adalah dengan analisa item, dimana setiap nilai yang ada pada setiap butir pertanyaan dikorelasikan dengan nilai total seluruh butir pertanyaan untuk suatu variabel dengan menggunakan rumus koduct Moment (Sugiyono,2008) Sedangkan uji reliabilitas (uji keterandalan) dimaksudkan untuk mengetahui adanya konsistensi alat ukur dalam penggunaannya, atau dengan kata lain alat ukur tersebut mempunyai hasil yang konsisten apabila digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Pengujian reliabilitas ini menggunakan metode Alpha cronbach.
Tabel 5 Uji Validitas Item Instrumen Variabel Pelatihan Koefisien Nilai rekomendaasi Keterangan Korelasi 0,858 0,300 Valid 0,811 0,300 Valid 0,870 0,300 Valid
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
Item X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8 X1.9 X1.10
Item X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2.7 X2.8 X2.9 X2.10
Item Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10
Koefisien Korelasi 0,560 0,788 0,720 0,717 0,738 0,467 0,585
104
Nilai rekomendaasi
Keterangan
0,300 0,300 0,300 0,300 0,300 0,300 0,300
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 6 Uji Validitas Item Instrumen Variabel Insenif Koefisien Korelasi Nilai rekomendaasi Keterangan 0,495 0,300 Valid 0,285 0,300 Valid 0,594 0,300 Valid 0,650 0,300 Valid 0,569 0,300 Valid 0,341 0,300 Valid 0,366 0,300 Valid 0,584 0,300 Valid 0,507 0,300 Valid 0,538 0,300 Valid Tabel 7 Uji Validitas Item Instrumen Kinerja Karyawan Koefisien Korelasi Nilai Keterangan rekomendaasi 0,522 0,300 Valid 0,377 0,300 Valid 0,609 0,300 Valid 0,678 0,300 Valid 0,341 0,300 Valid 0,368 0,300 Valid 0,564 0,300 Valid 0,453 0,300 Valid 0,329 0,300 Valid 0,500 0,300 Valid
Hasil uji validitas instrument baik pada bagian pelatihan, insentif maupun kinerja karyawan
memberikan hasil uji yang valid. Nilai rhitung yang diperoleh adalah lebih tinggi daripada nilai rtabel.
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
Hasil uji reliabilitas atau kehandalan
Variable X1.Pelatihan X2.Insentif Y.Kinerja
105
dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 8 Uji Reliabilitas Item Instrumen Penelitian Koefisien Nilai keterangan Reliabilitas rekomendasi 0,890 0,60 Reliabel/handal 0,657 0,60 Reliabel/handal 0,608 0,60 Reliabel/handal
Tabel tersebut menerangkan bahwa tingkat kehandalan atau reliabilitas instrument yang dipergunakan pada penelitian ini adalah dapat diterima. Hasil ini di buktikan dari nilai koefisien reliabilitas pada kisaran 0,608 0,890 adalah lebih besar dari nilai rekomendasi sebesar 0,60. 2. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Asumsi multikolinieritas Seperti yang disebutkan sebelumnya, uji multikolinieritas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent) dalam persamaan regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independent. Dengan melihat Variance Inflation Factor, apabila nilai VIF > 10 maka menunjukkan adanya multikolinieritas dan apabila nilai VIF <10 maka tidak terjadi multikorinieritas.
Tabel 9 Hasil Uji Multikolinieritas Dengan Nilai VIF Variabel Nilai VIF Keterangan X1.Pelatihan 1,962 Tidak terjadi multikolinieritas X2.Insentif 1,962 Tidak terjadi multikolinieritas Sumber : Data diolah Dari hasil perhitungan yang ada di di Tabel 9, masing-masing variabel bebas menunjukkan nilai VIF kurang dari multikolinieritas. 10, maka dalam analisis ini tidak terjadi masalah b. Uji Asumsi Non Autokorelasi
Perneriksaan terhadap asumsi non autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin – Watson. Pada model ini dihasilkan nilai DW sebesar 2,111, karena nilai ini mendekati 2 maka pada model ini tidak terjadi masalah autokorelasi. Artinya respon penilaian yang diberikan
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
oleh responden bersifat saling bebas. c. Uji asumsi Heteroskedastitas Seperti yang dikemukakan sebelumnya, tujuan digunakan uji ini adalah untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastitas. Dan jika varian
106
berbeda maka disebut heteroskedastitas. Model regresi ini bisa dikatakan baik apabila tidak terjadi heterokedastisitas. Pemeriksaan masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Glejser, yaitu meregresikan semua variabel bebas dengan nilai mutlak residual.
Tabel 10 Hasil Uji heteroskedastisitas dengan Uji Glejser Variabel Koef p-value Keterangan X1.Pelatihan -0.015 0.698 Tidak terjadi heteroskedatisitas X2.Insentif 0.028 0.485 Tidak terjadi heteroskedatisitas Sumber : Data Diolah Tabel menjelaskan bahwa model regresi yang diperoleh tidak mengandung masalah heteroskedastisitas, karena uji-t dari koefisien regresi adalah seluruh hasil tidak signifian (p-value > 0,05). d. Uji asumsi normalitas Tujuan digunakan uji ini adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, nilai residual mempunyai distibusi data normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah disfiibusi data normal atau mendekati normal. Apabila ada data yang terletak jauh dari sebaran datanya maka data tersebut dikatakan tidak nonnal (tidak berdistribusi normal), dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : 1) Jika data menyebar disekitar
garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka moder regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Dari gambar berikut dapat dilihat bahwa asumsi normalitas telah terpenuhi, sebaran data memiliki pola berbentuk garis lurus di sekitar garis diagonal.
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
Gambar 1 P-P Plot Untuk Memeriksa Distribusi Normal Data Residual
107
3. Hasil Analisis Regresi Pada penelitian ini terdapat 2 tujuan yang berhubungan dengan analisis pengaruh masing-masing faktor internal dan eksternal terhadap kinerja karyawan. Pembuktian yang berhubungan dengan kedua tujuan ini dilakukan dengan analisis regresi linier berganda. Hasil-hasil analisis disajikan pada tabel berikut.
Tabel 11 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Variable Koef. Thitung p-value Keterangan X1.Pelatihan 0.164 2.210 0.031 Positif dan signifikan X2.Insentif 0.245 2.196 0.033 Positif dan signifikan Konstanta = 26.652 Koefisien Nilai kritis : 2 Determinasi(R ) = 37.9% ttabel = 1,962 F-hitung = 16.189 Ftabel = 6.171 Pada Tabel 11 di atas menjelaskan hasil pengujian secara simultan dan parsial pengaruh dari faktor ekternal dan internal terhadap kinerja karyawan. Pada bagian uji F diperoleh nilai Fhitung = 16,189 (lebih besar dari Ftabel) dan koefisien determinasi (R2) sebesar 37,9%. Hasil uji ini menjelaskan bahwa secara simultan diperoleh adanya pengaruh yang signifikan dari faktor eksternal dan internal terhadap kinerja karyawan dengan kontibusi sebesar 37,9%. Pengaruh secara pantial dari masing-masing variabel faktor eksternal dan internal terhadap
kinerja karyawan dilakukan dengan uji-t. Hasil uji-t untuk seluruh koefisien regresi pada variabelvariabel faktor elstemal dan internal adalah signifikan (thitung > ttabel atau p-value < 0,05). Variabel pelatihan (Xl) dengan koefisien regresi sebesar 0,164 berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal ini terbukti dari nilai t-hitung = 2,210 yang lebih besar dari t tabel = 1,9262 atau nilai p-value : 0,031 yang lebih kecil dari = 0,05, maka secara statistik koefisien rergesi dari variabel pelatihan terhadap kinerja karyawan adalah signifikan. Hasil
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
ini menjelaskan bahwa keragaman atau perbedaan hasil kinerja karyawan dapat dijelaskan atau dipengaruhi oleh pelatihan. Variabel insentif (X2) dengan koefisien regresi sebesar 0,245 berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal ini terbukti dari nilai t-hitung = 2,196 yang lelih besar dari t tabel : 1,962 atau nilai p-value
Variabel X1.Pelatihan X2.Insentif
108
: 0,033 yang lebih kecil dari : 0,05, maka secara statistik koefisien regresi dari variabel insentif terhadap kinerja karyawan adalah signifikan. Hasil ini menjelaskan bahwa keragaman atau perbedaan hasil kinerja karyawan dapat dijelaskan atau dipengaruhi oleh insentif.
Tabel 12 Hasil Koefisien Regresi Standard Koef. Regresi Standard Keterangan Rangking (beta) pengaruh 0.335 1 0.333 2
Dominasi pengaruh dari kedua variabel dilakukan dengan memperhatikan hasil koefisien regresi standard (standardized coefficient regression). Koefisien regresi standard yang paling tinggi menunjukkan retak variabel yang berpengaruh dominan terhadap kinerja karyawan. pada penelitian ini koefisien terbesar terdapat pada variabel pelatihan dengan koefisien sebesar 0,335. Pembuktian hipotesis didasarkan pada hasil-hasil analisis regresi. Pengujian hipotesis untuk mengetahui apakah hasil pengolahan data sampel dapat diterapkan untuk populasi Analisis regresi digunakan untuk mengestimasikan hubungan kausal antara sejumlah variabel dan hirarki kedudukan masing-masing variabel dalam serangkaian jalur-jalur hubungan kausal. Dasar untuk menjawab permasalahan mengenai
pengaruh antara variabel digunakan hasil perhitungan dengan metode regresi dan sekaligus untuk pengujian hipotesis. Dasar pengambilan keputusan untuk pengujian hipotesis digunakan nilai signifikansi (pvalue) dengan kiteria apabila pvalue >0,05, maka H0 diterima atau Ha ditolak, artinya koefisien regresi yang diperoleh adalah tidak signifikan, Dan apabila p-value < 0,05 maka FIe ditolak atau FL diterima, artinya koefisien regresi yang diperoleh adalah signifikan. Hipotesis yang menyatakan bahwa secara simultan terdapat pengaruh dari pelatihan dan insentif terhadap kinerja karyawan teruji. Hasil uji-F terhadap dengan nilai F sebesar 16,189 (p-value : 0,000) telah menunjukkan bahwa secara simultan pelatihan dan insentif berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Sehingga dapat
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
disimpulkan bahwa data penelitian mendukung hipotesis bahwa pelatihan dan insentif yang baik akan meningkatkan kinerja karyawan. Hipotesis yang menyatakan bahwa pengaruh dorninan bersumber dari pelatihan karyawan. Dominasi pengaruh diterangkan oleh nilai beta terbesar, dan nilai ini bersumber dari variabel insentif dengan nilai beta sebesar 0.335. Kinerja karyawan PT Bank Danamon Madiun sangat ditentukan oleh pelatihan karyawan. Sehingga dapat clisimpulkan bahrva data penelitian mendukung hipotesis bahwa pelatihan berpengaruh dominan unhrk meningkatkan kinerja karyawan. C. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Hasil analisis regresi rnenjelaskan bahwa pelatihan berpengaruh dominan terhadap kinerja karyawan. Materi, metode dan pelatih yang tepat dalam suatu pelatihan mampu meningkatkan kinerja karyawan. Kekuatan pengaruh dari pelatihan adalah dominan. Hasil penelitian yang menyatakan bahwa pelatihan berpengaruh terhadap kinerja mendukung hasil-hasil penelitian Jayawarna (2007 ). Secara definisi pelatihan (training) adalah proses sistematik pengubahan perilaku para karyawan ke dalam suatu arah tertentu guna meningkatkan tujuan-tujuan keorganisasian. Dalam pelatihan ini akan diciptakan suatu lingkungan di
109
mana karyawan dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. Melalui pelatihan akan memberikan jaminan bagi peningkatan kinerja karyawan pada pekerjaan yang dihadapi sekarang, maka pelatihan diarahkan untuk membantu karyawan menunaikan pekerjaan mereka secara lebih baik. Pelaksanaan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan tiga kemampuan dari sumberdaya manusia (Katz, 1996 dalarn Alwi, 2001), yaitu kemampuan dan keahlian yang bersifat konseptual (conceptual skill), ketampilan yang bersifat human (human skill) dan ketrampilan yang bersifat teknikal (technical skill). Kegiatan pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai ketampilan dan teknik pelaksanaan pekerjaan tertentu, terinci dan bersifat rutin, serta untuk keperluan melakukan pekerjaan sekarang. Di lain pihak manajemen ingin menyiapkan para karyawan untuk memegang tanggung jawab pekerjaan atau jabatan pada periode mendatang. Kegiatan pelatihan terdapat dua metode yaitu : (l) on the job training dan off the job training. Dalam pemilihan metode tertentu untuk digunakan pada program pelatihan perlu ada trade off oleh karena itu tidak ada suatu metode tertentu yang selalu paling baik. Metode terbaik tergantung pada sejauh mana suatu teknik memenuhi faktor : seperti efektivitas biaya, isi
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
program yang dikehendaki, kelayakan fasilitas, preferensi dan kemampuan instruktur, serta prinsip metode belajar. Dikaitkan dengan peran unsur sumber daya manusia dalam meningkatan produktivitas pada suatu organisasi, program pelatihan pada dasarnya merupakan salah satu elemen penting dalam perencanaan sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan karyawan maupun organisasi. Pelatihan merupakan suatu proses harmonisasi yang mempertemukan kebutuhan organisasi dan kebutuhan pegawai. Pelatihan adalah suatu aktivitas yang berfungsi untuk meningkatkan kinerja seseorang dalam pekerjaan yang sedang dijalani atau yang terkait dengan pekerjaannya. Melalui pendidikan dan pelatihan yang didapatkan tersebut diharapkan dapat untuk meningkatkan karier seseorang. pengembangan meliputi pemberian kesempatan belajar yang bertujuan untuk mengembangkan individu, tetapi tidak dibatasi pada pekerjaan tertentu pada saat ini atau di masa yang akan datang. Pelatihan mempunyai berbagai manfaat jangka panjang yang membantu karyawan unhrk tanggung jawab lebih besar di waktu yang akan datang. para karyawan harus dilatih dan dikembangkan di bidang tertentu untuk mengurangi dan menghilangkan kebiasaan kerja yang jelek atau untuk mempelajari ketrampilan baru yang akan meningkatkan prestasi kerja mereka.
110
Menyimak dari uraian di atas dapat diungkapkan bahwa pelatihan memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi maupun karyawan yang bersangkutan. 2. Pengaruh Insentif Terhadap Kinerja Karyawan Hasil analisis regresi menjelaskan bahwa pelaksanaan insentif berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Tata laksana, jumlah dan proses pemberian insentif yang tepat mampu meningkatkan kinerja karyawan. Kekuatan pengaruh dari insentif adalah dominan kedua. Hasil penelitian yang menyatakan bahwa insentif berpengaruh terhadap kinerja mendukung hasil-hasil penelitian Amone et at. (2005), Cristopher (2003), Nourayi (2008) Sistem kerja yang baik masih belum cukup agar membuat karyawan bekerja dengan sebaikbaiknya dalam rangka mencapai kinerja terbaik. sebagai imbalannya, perusahaan perlu memperhatikan kesejahteraan karyawan. Tolak ukur pertama bagi karyawan adalah imbalan gaji yang diterima dari perusahaan. Kemudian untuk semakin meningkatkan kinerja karyawan, maka perusahaan dapat menerapkan insentif. Namun demikian pemberian insentif juga perru dilakukan dengan cara yang tepat. Perlu diperhatikan cara pemberian insentif yang benar, apakah dengan menggunakan
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
pemberian insentif berdasarkan kinerja individual, kinerja kelompok, ataukah kinerja perusahaan secara keseluruhan @ass, 2003;Lew,2000 dan Mahyi, 2005). Kriteria penting bagi keberhasilan perencanaan insentif individual adalah bahwa karyawan mampu melakukan perilaku yang ditentukan oleh perusahaan, dan karyawan memahami bahwa insentif tersebut berharga dan sesuai dengan kinerja mereka (Pass, 2000). perencanaan insentif dapat dilakukan juga dengan menggunakan tim atau kelompok. Perencanaan insentif kelompok dibutuhkan ketika proses yang dilakukan tidak dapat diamati secara individual. perencanaan kelompok harus memperhatikan keahlian dan kemampuan dari masing-masing individual dalam menyelesaikan tugasnya dan mereka dapat mengontrol tugas, kejadian dan ukuran yang membentuk dasar bagi perencanaan tersebut (Liyin, 2006; Smith, 2006). Insentif berbasis tim dapat berbentuk moneter, atau juga non moneter seperti kepuasan individual, rasa memiliki bagi kelompok dan pengembangan perilaku positif dalam kerja tim dan kerjasama (Wang, 2008). penggunaan insentif digunakan bukan saja sebagai mekanisme untuk meningkatkan keberhasilan perusahaan tetapi juga sebagai usaha untuk meningkatkan peranan insentif dalam meningkatkan pencapaian tujuan perusahaan (Roch, 2000).
111
Insentif sangat penting bagi pencapaian tujuan sebuah organisasi (Mohd, 2007; Applebaum, 1996). Bagaimana insentif digunakan dan bagaimana dikaitkan dengan perilaku organisasional lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem ganjaran dengan pendekatan yang tepat. Ada banyak pendekatan bagi kompensasi insentif, seperti bonus uang, pembelian saham, dan profit sharing, penggunaan insentif yang tepat memang dibutuhkan agar memberikan hasil yang diinginkan (Mohd, 2007). Ketika kinerja karyawan melampaui kinerja yang diharapkan organisasi maka perusahaan perlu menghargai usaha tersebut dengan memberikan insentif yang tepat. Perusahaan menggunakan insentif untuk tujuan berbeda-beda, terutama untuk menarik, mempertahankan dan memotivasi karyawan dengan potensial kinerja tinggi. Namun demikian dalam mencapai tujuan tersebut perusahaan menghadapi kendala seperti menjaga keadilan, pengendalian biaya dan ketentuan legal (Liyin, 2006; Mohd' 2007). Insentif sangatlah penting dan menjadi perhatian karyawan karena menjadi indikasi bagi nilai mereka bagi organisasi. Dengan melihat kecenderungan untuk menstandarisasi tingkat upah di antara pesaing, maka perusahaan perlu menemukan cara auditing memotivasi pengembangan pribadi dan kinerja tinggi dari karyawan. Antara lain bisa dengan cara pembinaan karyawan yang berkelanjutan.
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
V. PENUTUP A. Kesimpulan Hasil - hasil analisis dan pernbahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dan dikaitkan dengan tujuan-tujuan penelitian, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelatihan yang ada di lingkungan PT Bank Danamon Madiun dinilai cenderung sangat baik hanya perlu ada peningkatan dari sisi sasaran dan metode. Pelaksanaan insentif dinilai cenderung sangat baik akan tetapi perlu dilakukan sosialisasi tentang insentif agar karyawan mengerti dan memahami tentang sistem pemberian insentif. Kinerja karyawan di PT. Bank Danamon Madiun cenderung sangat baik sekali tetapi masih ada kelemahan dari sisi kualitas hasil kerja. 2. Pelatihan dan insentif berpengaruh terhadap kinerja Karyawan di PT Bank Danamon Madiun. Sikap positif terhadap pelatihan dan insentif dapat meningkatkan kinerja karyawan. 3. Dalam penelitian ini antara variabel pelatihan dan variabel insentif, variabel pelatihan yang memiliki pengaruh dominan terhadap variabel kinerja B. Saran Hasil analisis menunjukkan bahwa baik pelatihan dan insentif berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas jasa karyawan. Ini berarti bahwa untuk meningkatkan kinerja karyawan maka PT Bank Danamon dapat menggunakan
112
kedua variabel tersebut. PT Bank Danamon Madiun dalam meningkatkan pelatihan yang diberikan kepada karyawan harus didasarkan pada muatan sesuai dengan kebutuhan karyawan dan pelatih yang memahami seluk beluk Bank. Khusus bagi insentif yang menjadi faktor pendorong dalam mempengaruhi kinerja karyawan, maka PT Bank Danamon Madiun perlu semakin memperhatikan pemberian insentif yang baik, misalnya penyesuaian insentif berdasarkan bidang pekerjaan dan pencapaian target yang didapat. Penelitian ini lingkupnya masih terbatas pada satu obyek saja, yaitu PT Bank Danamon Madiun. Untuk mendapatkan hasil yang lebih mendalam dan meningkatkan generalisasi kepada perusahaanperusahaan yang lain maka penelitian ini perlu diperluas dengan memasukkan obyek yang lain seperti Bank, baik bank swasta ataupun bank milik pemerintah. Penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya. Dari hasil penelitian penelitian terdahulu yang ada, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan yang memodelkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja selain pelatihan dan insentif. Variabel variabel yang bisa diteliti antan lain kepemimpinan, teknologi, kompetensi dan lingkungan kerja. DAFTAR PUSTAKA Arnone, Laurent claire Dupont and severine spataro,2005, Human Resource Management and Labour Demand Dynamics In
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
Belgium, Internasional Journal of Manpower, Volume 26, No.7/8, pp: 724-743 Babtiste, Nicole Renee. 2003. Tightening the link between employee wellbeing at work and performance. Joumal of Management Decision, volume 46, No. 2, pg: 284-309. Bernarddin, H. John and Russel (1993) Human Resource Managemenf, New york : Mc Graw-Hill Flippo, E. B (1992) Personell Management, 6e Ed., singapore : Mc Graw Hill Gainey, T.w., Klaas, B.s. (2005), outsourcrng Relationships Between Firms and Their Training Providers: the Role of Trust, Human Resource Development Quarterly, Vol. I6 No.l, pp.7-25. Galanaky, Eleanna dan Nancy Paoalexandaris, 2005, outsourcing of Human Resource Management Services h Greece, International Journal of Manpower, Volume 26, No. 4, pp: 382-0396 Gujarati, Damodar,2003. Basic Econometrics, Third Edition, International Editions, Mc Graw-Hill, lnc, Singapore. Hedges, Patricia. 1996. costing the effectiveness of training: case study 1 - improving Parcelforce driver performance. Industrial and Commercial Training Volume 28 Number S I99O pp. l4-lB Singarimbun Masri. 1999. Metode penelitian survey. I ggg. L13ES. Jakarta 104
113
Heraty, Noreen, 2000, Human Resource Development In keland: Organizational Level Evidence, Journal of European Industrial Training, volume 24, No. r, pp:21-33 Hoi, Chun-Keung dan Ashok Robin. 2004. The design of incentive compensation for directors. Journal of corporate govemance. Vola, No. : ,pp..47-53 Heuselid, M'A., Becker, B.E. (1996), Methodological Issues tn Cross-Sectional and Panel Estimates of the HR-Firm Book, CO. Performance Link, Industrial Relations,yol. 35 pp.400-22. Keiningham, Timothy L., Lerzan Aksoi dan Antoine Solom. 2006. Reexamining the link between employee satisfaction and store performance in a ietail environment. International Journal of semice Indultry Management, volume 17, No. I, pp: S I-57 Kosnik, Tom, 2006, outsourclng vs Insourcing In the Human Resource Supply Chain: A Comparison of Five Generic Models, Journal of Personal Review, Volume 35, Volume 6 L:Orne N. Yanfen Huang, 2007, How Does Human Capital Affect the performance of Small and Mid-Cap Mutual Funds?, Journal of Intellectual Capital, Volunte 8 No. 4, pp: 666-681 Lerry, Jonathan L.,2000, Economic Incentives for Sustainable Resource consumption At A Large university - past perfor-
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun
MEDIA SOERJO Vol. 14 No 1 April 2014 ISSN 1978 – 6239
114
mance and Future Considerations,Internasional Journal of Sustainabitity In Higher Education Suyatno. 2003. Dasar-Dasar Perkreditan Edisi Keempar, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Swasto, B. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Malang: Fakultas Ihnu Administasi, Universitas Brawijaya. Umar, H. 1998. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Gramedia
Febriawan Ardi Nugroho, Pengaruh Pelatihan dan Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Danamon Madiun