PENGARUH ORIENTASI DAN LUAS BUKAAN TERHADAP INTENSITAS PENCAHAYAAN PADA RUANG LABORATORIUM THE EFFECTS OF THE ORIENTATION AND THE OPENINGS ON THE ILLUMINATION IN THE LABORATORY
Safruddin Juddah, Ramli Rahim, Ria Wikantari
Program Studi Teknik Arsitektur, Konsentrasi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Makassar
Alamat Korespondensi : Safruddin Juddah Program Studi Teknik Arsitektur Konsentrasi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar HP. 085 299 054 450 Email :
[email protected]
Abstrak Indonesia yang terletak pada garis khatulistiwa dengan iklim tropis menerima energi dan cahaya siang hari yang sangat cukup, gratis dan tersedia sepanjang tahun tetapi banyak hasil rancangan arsitektur bangunan yang masih tergantung pada penggunaan listrik pada siang hari khususnya untuk pencahayaan ruangan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh orientasi dan luas bukaan terhadap intensitas pencahayaan ruang laboratorium, menghitung tingkat perubahan intensitas pencahayaan alami dalam ruangan pada pagi hingga sore hari, dan menguji model rekayasa intensitas pencahayaan yang efektif pada ruang laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan di ruang laboratorium Fakultas Sains & Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Metode yang digunakan adalah observasi lapangan dengan menggunakan lux meter untuk mengukur intensitas cahaya alami yang terjadi dalam ruangan kemudian didistribusikan dalam bentuk tabel untuk mendapatkan iluminansi rata-rata setiap titik ukur menggunakan program Microsoft Excel. Analisa dilakukan untuk mendapatkan tingkat korelasi dengan menggunakan simulasi Ecotect, menghitung persentase tingkat kenaikan dan penurunan cahaya serta penerapan hasil pengukuran pada denah laboratorium untuk melihat pola pencahayaan yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi dan luas bukaan sangat berpengaruh terhadap intensitas cahaya. Ruangan dengan orientasi Utara-Selatan dengan bukaan dinding sisi Timur dan Barat membutuhkan luas bukaan lebih kecil daripada ruang dengan orientasi Timur-Barat dengan bukaan dinding sisi Utara dan Selatan. Ruangan mengalami peningkatan iluminasi pada pukul 08.00-14.00 hingga 86% dan mengalami penurunan pada pukul 14.00-17.00 hingga -42%. Simulasi menunjukkan bahwa luas bukaan yang efektif untuk ruang Zoology Laboratory minimal 11%, ruang Optical Laboratory minimal 13%, ruang Basic Physic Laboratory minimal 13%, dan ruang Microprocessor & Robotic Laboratory minimal 18% dari luas ruangan. Kata kunci: orientasi, luas bukaan, intensitas cahaya.
Abstract Indonesia locates at the equator with a tropical climate and it received plenty of energy and light for free throughout the year. However, many buildings are designed such that even in the day time, they need electricity for lighting rooms. This research aimed to analyze the effects of orientation and openings on the light intensity in laboratory rooms; to calculate the change levels of the light intensity in the rooms from morning to afternoon; and to assess the design model for effective light intensity in the laboratory rooms. The research was conducted in the laboratory rooms of the Faculty of Science and Technology, Alauddin Islamic State University. The method used was field observation aided by a lux meter for measuring the natural light intensity in the rooms which were then distributed in the form of tables. In order to obtain the average illumination of each measured point the Microsoft Excel programs was used. The analysis was conducted in order to obtain the correlation level by using Ecotect simulation. The percentages of the decrease and increase of the lights were measured and then applied to floor plans in order to see how the lightning patterns occurred were performed. The results indicated that orientation and opening had a significant effect on the light intensity. The room with North-South orientation and with EastWest wall openings needed smaller opening area compared to those with the East-West orientation and with North-South walls openings. The room illumination increased at 08.00 – 14.00 by 86% and decreased at 14.00 – 17.00 by -42%. The simulation indicated that the effective opening area for Zoology Laboratory had been met at least 11% (the existing illumination was 12%), for Basic Physics Laboratory was at least 13%, and for the Microprocessor and Robotic Laboratory was at least 18% of the room area. Keywords: orientation, opening area, light intensity.
PENDAHULUAN Cahaya siang hari dapat berdampak pada susunan fungsional ruang, kenyamanan penghuni (secara visual dan thermal), struktur dan penggunaan energi dalam bangunan. Bahkan jika cahaya siang hari dianggap sebagai sumber cahaya aktif dari sebuah bangunan, maka penggunaannya dapat dibagi untuk setiap aspek dalam proses desain bangunan (Rahim, 2009). Sistem pencahayaan baik alami maupun buatan sangat besar peranannya dalam pembentukan kesan dalam ruang dalam arsitektur. Desain pencahayaan tidak hanya mengacu pada estetika cahaya dan ruang tetapi juga mencakup manusia dan berbagai aspek. Cahaya yang kurang atau berlebihan akan memberikan ketidak nyamanan, daya penglihatan berkurang atau keduanya (Rashid, 2005). Pencahayaan alami merupakan strategi yang sangat penting dalam desain arsitektur. Karena pencahayaan alami memberikan kesan atau suasana yang hidup pada suatu ruang arsitektur. Pencahayaan alami juga mengurangi penggunaan energi listrik untuk pencahayaan bangunan dan sangat disukai oleh pemakai bangunan. Para pemakai bangunan lebih menyukai cahaya alami karena dianggap lebih sehat. Yang terpenting, cahaya alami menawarkan keuntungan dalam hal kesehatan yang memberi efek biologi dan psikologi (Baharuddin, 2011). Deklinasi matahari yang selalu berubah-ubah antara 23,5º LU pada bulan Juni, 0º garis khatulistiwa pada bulan Maret dan September, dan 23,5º LS pada bulan Desember serta pergerakan dari timur ke barat mempengaruhi besarnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan (Tangoro, 2004). Pencahayaan alami secara signifikan mengurangi konsumsi energi dan biaya operasional. Energi yang digunakan untuk penerangan dalam bangunan dapat berkontribusi sebesar 40 sampai 50 persen dari total konsumsi energi. Selain itu, beban pendingin ruangan yang dihasilkan dari limbah panas yang dihasilkan lampu dapat berjumlah tiga hingga lima persen dari total penggunaan energi. Strategi pencahayaan yang didesain dan diimplementasikan dapat menghemat 50 sampai 80 persen dari pencahayaan energi (Abraham, 1996). Soegijanto (1998), mengatakan bahwa pencahayaan alami siang hari dimaksudkan untuk mendapatkan pencahayaan di dalam bangunan pada siang hari. Manfaat cahaya alami adalah dapat memberikan lingkungan visual yang nyaman, efektif, dan fleksibel dengan kualitas cahaya yang mirip dengan kondisi alami di luar bangunan. Di samping itu, juga dapat mengurangi atau meminimalkan penggunaan energi listrik.
Cahaya yang dipancarkan matahari ke permukaan bumi menghasilkan iluminasi yang sangat besar, yaitu lebih dari 100.000 lux pada kondisi langit cerah dan 10.000 lux pada saat langit berawan. Apabila potensi cahaya alam ini dimaksimalkan pemanfaatannya untuk pencahayaan buatan maka penghematan energi listrik sangat besar. Pemanfaatan cahaya matahari tergantung pada letak ruangan atau gedung terhadap rotasi bumi pada matahari. Rotasi bumi yang bergerak dari arah Barat menuju ke Timur berpengaruh sangat baik terhadap ruangan yang mempunyai sistem pencahayaan matahari menghadap ke Timur atau Barat (Irianto, 2006). Menurut ASHRAE (2008), Pencahayaan sangat penting untuk desain sekolah yang hemat energi dan berkelanjutan. Pencahayaan alami yang efektif menggunakan sinar matahari untuk mengimbangi beban pencahayaan dengan listrik. Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa pencahayaan alami siang hari juga dapat membantu meningkatkan semangat belajar. Pentingnya orientasi dalam sebuah bangunan harus diperhatikan sejak awal, ketika arsitek merencanakan lokasi bangunan pada site, tujuannya untuk memastikan ketersediaan cahaya alami maksimum dari permanfaatan cahaya matahari untuk interior. Aspek lainnya adalah meyakinkan alam bawah sadar saat berada di dalam bangunan untuk tetap berhubungan dengan dunia luar, baik untuk mengetahui waktu atau kondisi cuaca (Philips, 2004). Faktor yang mempengaruhi penyebaran dan kedalaman penetrasi cahaya siang hari selain kondisi langit adalah orientasi jendela, lokasi jendela dalam dinding dan dalam kaitannya dengan sisa ruangan, ketinggian efektif jendela (dari ambang batas atas jendela), dan lebar (Boubekri, 2008). Illuminansi menunjukkan jumlah flux cahaya dari sumber cahaya yang jatuh pada permukaan A. Illuminansi tidak perlu selalu berhubungan dengan permukaan nyata. Hal ini dapat diukur pada setiap titik dalam sebuah ruang. Illuminansi dapat ditentukan dari intensitas cahaya dari sumber.Illuminansi cahaya menurun dengan kuadrat jarak dari sumber cahaya atau hukum kuadrat terbalik (Ganslandt, 1992). Intensitas penerangan Laboratorium sebesar 500 lux (SNI 03-6197, 2000). Dengan tetap mematuhi standar tersebut dan untuk mengantisipasi depresiasi dari lampu, maka dalam penelitian ini ditetapkan kuat penerangan rata-rata yang ingin dicapai adalah minimum 500 lux. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk menganalisis pengaruh orientasi dan luas bukaan terhadap intensitas pencahayaan pada ruang laboratorium.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama 4 hari pada tanggal 23-26 Juli tahun 2013 di ruang Laboratorium Fakultas Sains & Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang terdiri dari Ruang Zoology Laboratory (orientasi Timur-Barat), Optical laboratory (orientasi Selatan-Utara), Basic Physic Laboratory (orientasi Barat-Timur), dan Microprocessor & Robotic Laboratory (orientasi Utara-Selatan) di Kampus II, Jl. Sultan Alauddin no. 36 Samata Gowa. Metode Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang berasal dari observasi lapangan dengan mengukur intensitas cahaya alami yang terjadi dalam ruangan dengan menggunakan lux meter. Rancangan Penelitian Adapun perancangan dari sistem ini dimulai dengan penginputan data-data dari hasil pengukuran di lapangan kemudian didistribusikan dalam bentuk tabel untuk mendapatkan iluminansi rata-rata untuk setiap titik ukur dengan menggunakan program Microsoft Excel. Kemudian dianalisa untuk mendapatkan tingkat korelasi dengan menggunakan regresi polynomial, selanjutnya disimulasikan dengan autodesk ecotect 2011 untuk membuat tingkat persentase kenaikan dan penurunan cahaya serta dibuat penerapan hasil pengukuran pada denah untuk melihat pola pencahayaan yang terjadi. Metode Analisis Data Metode analisis data yang di gunakan adalah
analisis
deskriptif
untuk
memperoleh
gambaran secara umum tentang keadaan intensitas cahaya dalam ruang laboratorium menurut masing-masing tipe ruangan dan analisis statistik berupa hasil pengukuran dibuat hasil pengukuran rata-rata yang dilanjutkan dalam bentuk grafik persamaan regresi polynomial. Dari hasil perhitungan rata rata dibuat persamaan garis dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Regresi Polynomial Y=aX2 + bX + C Dimana:
y = Variabel Bebas
X = Variabel tak bebas a dan b = Kostanta
Hasil pengukuran intensitas pencahayaan dibandingkan dengan standar minimum untuk ruang laboratorium untuk mengetahui apakah ketersediaan cahaya sudah atau belum memenuhi standar. Angka-angka hasil pengukuran dihitung untuk mengetahui penyebab rendahnya intensitas pencahayaan. Pencarian alternatif perbaikan intensitas pencahayaan pada ruang laboratorium Fakultas Sains & Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar berdasarkan hasil penelitian dengan perhitungan dan simulasi komputer Autodesk Ecotect 2011 untuk memberikan rekomendasi intensitas pencahayaan yang baik (merata) untuk kenyamanan visual berdasarkan hasil penelitian.
HASIL PENELITIAN Hasil penelitian mendapatkan bahwa luas bukaan berdasarkan orientasi ruang yang ada pada saat ini belum efektif untuk memenuhi standar intensitas cahaya yang dibutuhkan pada ruang laboratorium yaitu 500 lux. Pengukuran iluminasi pada ruang-ruang laboratorium dan ruang luar (di atas atap) dilakukan pada saat bersamaan dengan kondisi langit yang ada. Pengukuran dilakukan selama 4 (empat) hari pada tanggal 23-26 Juli 2013. Adapun selang waktu yang digunakan adalah dari pagi hingga sore hari yaitu 08.00-10.00, 10.00-12.00, 12.00-14.00, 14.00-16.00 dan 16.0017.00. Hasil pengukuran iluminasi rata-rata di luar ruangan pada pukul 08.00-10.00 sebesar 18.091 lux, pukul 10.00-12.00 sebesar 49.538 lux, pukul 12.00-14.00 sebesar 54.119 lux, pukul 14.00-16.00 sebesar 24.951 lux, dan pukul 16.00-17.00 sebesar 18.911 lux (lihat tabel 1). Hasil pengukuran menunjukkan kenaikan dan penurunan intensitas cahaya. Hal tersebut diakibatkan karena adanya pengaruh pada perletakan titik ukur, orientasi bukaan, dan waktu yang digunakan pada saat pengukuran. Kenaikan rata-rata terjadi dari pukul 08.00-10.00 s/d 12.00-14.00 karena intensitas cahaya di luar ruangan semakin meningkat dari pagi hingga siang hari, dan menurun dari pukul 12.00-14.00 s/d 16.00-17.00 seiring dengan menurunnya intensitas cahaya di luar ruangan. Hasil pengukuran juga menunjukkan bahwa pada ruang Zoology Laboratory daerah yang tidak memenuhi standar pencahayaan 500 lux hanya berada sekitar titik ukur B sedangkan daerah titik ukur lainnya sudah memenuhi standar pencahayaan, ruang Optical Laboratory yang memenuhi standar pencahayaan hanya berada disekitar titik ukur A dan D sedangkan daerah yang berada disekitar titik ukur B dan C tidak memenuhi standar pencahayaan, ruang
Basic Physic Laboratory yang memenuhi standar pencahayaan berada diantara titik ukur C dan D sedangkan daerah yang berada diantara titik ukur A dan B tidak memenuhi standar pencahayaan, dan ruang Microprocessor & Robotic Laboratory daerah yang memenuhi standar pencahayaan berada disekitar titik ukur C. sedangkan daerah yang berada disekitar titik ukur A dan B tidak memenuhi standar pencahayaan (lihat gambar 1). Pada Daylight Factor ruang Zoology Laboratory, Optical Laboratory, Basic Physic Laboratory, dan Microprocessor & Robotic Laboratory menunjukkan bahwa titik ukur terdekat lubang cahaya memiliki nilai DF tinggi dengan nilai berkisar 2-9%. Akan tetapi pada titik ukur di bagian tengah ruangan DF-nya hanya berkisar 0-2%. Titik ukur pada ruang laboratorium pada pukul 10.00-14.00 memiliki Daylight Factor (DF) yang lebih kecil daripada pukul 08.00-10.00 dan pukul 14.00-17.00. Hal ini sangat dipengaruhi oleh sudut datang cahaya matahari pada pukul 08.00-10.00 dan pukul 14.00-17.00 memungkinkan cahaya matahari tersebut masuk langsung ke dalam ruangan (komponen langit) sementara pada jam 10.00-14.00 cahaya yang masuk merupakan hasil refleksi cahaya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tingkat kedalaman ruang semakin besar persentase penurunan derajat terang yang terjadi pada ruang. Titik ukur yang berada di dekat lubang cahaya memiliki nilai Daylight Factor (DF) lebih tinggi daripada titik ukur yang jauh dari lubang cahaya. Pada kontur iluminasi menunjukkan titik ukur dekat lubang cahaya utama pada ruang Zoology Laboratory dan Basic Physic Laboratory memiliki illuminasi yang cenderung mengalami perubahan yang signifikan pada titik ukurnya (antara titik ukur C dan D) hal ini disebabkan oleh arah sumber cahaya yang tegak lurus terhadap bukaan cahaya utama tersebut. Sedangkan pada ruang Optical Laboratory dan Microprocessor & Robotic Laboratory memiliki illuminasi yang cenderung merata/stabil hal ini disebabkan oleh cahaya yang masuk ke dalam ruangan melalui bukaan cahaya hanya merupakan cahaya refleksi karena sumber cahaya (matahari) searah dengan arah bukaan ruang tersebut (lihat gambar 2).
PEMBAHASAN Penelitian ini memperlihatkan bahwa orientasi dan luas bukaan mempengaruhi besarnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam ruang laboratorium. Ruang laboratorium yang ada perlu dilakukan perubahan pada bukaan dindingnya. Pengujian dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran eksisting dengan hasil simulasi dengan Autodesk Ecotect 2011. Dari hasil tersebut kemudian dihitung besaran deviasi rata-rata yang terjadi. Umumnya hasil simulasi lebih tinggi daripada hasil pengukuran lapangan. Pada simulasi diperoleh titik temu (titik nol antara pengukuran dan simulasi) dimana pada jam 08.00-10.00 sebesar 10.135 lux, jam 10.00-12.00 sebesar 12.500 lux, jam 12.00-14.00 sebesar 15.000 lux, jam 14.00-16.00 sebesar 13.500 lux, dan jam 16.00-17.00 sebesar 11.000 lux. Solusi untuk pencahayaan alami ruang laboratorium menggunakan uji simulasi dengan standar nilai luminansi horizontal 14.350 lux (luminansi horizontal kota Makassar sebagai daerah terdekat dari lokasi penelitian) diperoleh luas bukaan yang efektif untuk ruang Zoology Laboratory minimal 11% dengan persentase luas ruang yang memiliki nilai di atas 500 lux sebesar 87.73% (memenuhi), ruang Optical Laboratory minimal 13% dengan persentase luas ruang yang memiliki nilai di atas 500 lux sebesar 87.14% (memenuhi), ruang Basic Physic minimal 13% dengan persentase luas ruang yang memiliki nilai di atas 500 lux sebesar 90.93% (memenuhi), dan Ruang Microprocessor & Robotic Laboratory minimal 18% dari luas lantai ruangan dengan persentase luas ruang yang memiliki nilai di atas 500 lux sebesar 93.58% (memenuhi). Kemudian berdasarkan hasil tersebut dibuatkan perbandingan besar WWR kondisi exixting dan besar WWR yang efektif yang mana pada ruang Zoology Laboratory WWR berubah dari 33.23% menjadi hanya 30.82%, ruang Optical Laboratory berubah dari 23.83% menjadi 36.15%, ruang Basic Physic Laboratory berubah dari 32.73% menjadi 35.07%, dan ruang Microprocessor dan Robotic Laboratory berubah dari 25.01% menjadi 50.04% (lihat tabel 2 dan 3).
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa orientasi dan luas bukaan sangat berpengaruh terhadap intensitas pencahayaan pada ruang laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ruangan yang orientasinya Utara-Selatan dengan bukaan pada dinding sisi Timur dan Barat akan membutuhkan luas bukaan lebih kecil (11% - 13%) daripada ruangan yang orientasinya TimurBarat dengan bukaan pada dinding sisi Utara dan Selatan (13% - 18%). Penelitian menunjukkan kenaikan dan penurunan intensitas cahaya pada perletakan titik ukur. Kenaikan rata-rata terjadi dari pukul 08.00-10.00 s/d 12.00-14.00 hingga 86% dan menurun dari pukul 12.00-14.00 s/d 16.00-17.00 hingga -42%. Intensitas pencahayaan yang efektif pada ruang Zoology Laboratory telah terpenuhi dengan luas bukaan ekxisting sebesar 12% (minimal sebesar 11%), Ruang Optical Laboratory luas bukaan ekxisting sebesar 9% diubah menjadi minimal sebesar 13%, Ruang Basic Physic Laboratory luas bukaan ekxisting sebesar 12% diubah menjadi minimal sebesar 13%, dan Ruang Microprocessor & Robotic Laboratory luas bukaan ekxisting sebesar 9% diubah menjadi minimal sebesar 18% dari luas ruangan. Perencanaan bangunan perlu memperhatikan orientasi dan luas bukaan yang dibutuhkan ruangan untuk mencapai standar intensitas cahaya yang dibutuhkan. Selain itu, perlu diperhatikan penataan perabot dalam ruang dan penataan elemen vegetasi di luar bangunan agar sebisa mungkin tidak menghalangi cahaya yang masuk ke ruang laboratorium. Perlu adanya penambahan dan pengurangan jumlah unit bukaan pada ruang laboratorium Fakultas Sains & Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar untuk mencapai intensitas cahaya di atas 500 lux.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Ramli Rahim, M.Eng dan Ibu Dr. Ir. Ria Wikantari, M.Arch selaku pembimbing yang banyak meluangkan waktunya memberikan petunjuk dan bimbingan sehingga kesulitan penulis dalam membuat tesis ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingannya selama penulis menempuh perkuliahan.
DAFTAR PUSTAKA Abraham, L.E. (1996). Sustainable Building Technical Manual: Green Building Design, Construction, and Operations. USA: Public Technology Inc. ASHRAE-American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers. (2008). Advanced Energy Design Guide for K-12 School Buildings. USA: American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers, Inc. Baharuddin. (2011). Aplikasi Simulasi Komputer Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Pencahayaan Alami Bangunan. Prosiding Teknik Arsitektur volume 5 Desember 2011 ISBN: 978-979-127255-0-6. Makassar: Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Boubekri, Mohamed. (2008). Daylighting, Architecture and Health: Building Desain Strategies. USA: Elsevier Ltd. Ganslandt, R.H.H. (1992). Handbook of Lighting Design. Jerman: ERCO Leuchten GmbH, Lüdenscheid Friedr. Irianto, C. G. (2006). Studi optimasi sistem pencahayaan ruang kuliah dengan memanfaatkan Cahaya alam. Jurnal Volume 5 nomor 2 Februari 2006 ISSN 1412-0372. Jakarta: Jurusan Teknik Elektro-FTI Universitas Trisakti. Philips, Derek. (2004). Daylighting: Natural Light in Architecture. USA: Elsevier Ltd. Rahim, Ramli. (2009). Teori dan Aplikasi Distribusi Luminansi Langit di Indonesia. Makassar: Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Rashid, M. S. B. (2005). Physiological Reaction to Light: The Understanding of Lighting Design Truoght Health and Visual Safety. Bandung: Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung. SNI No. 03-6197. (2000). Konservasi energi pada sistem pencahayaan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Soegijanto. (1998). Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembab Ditinjau dari Aspek Fisika Bangunan. Bandung: Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung. Tangoro, Dwi. (2004). Utilitas Bangunan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Tabel 1. Iluminasi rata-rata di luar ruangan No. Waktu Pengukuran Iluminasi Rata-rata (Lux) 1 08.00 – 10.00 18.091 2 10.00 – 12.00 49.538 3 12.00 – 14.00 54.119 4 14.00 – 16.00 24.951 5 16.00 – 17.00 18.911 Tabel 2. Window to Wall Ratio (WWR) eksisting laboratorium No. 1
Nama Ruang Zoology Laboratory
2
Optical Laboratory
3
Basic Physic Laboratory
4
Microprocessor & Robotic Laboratory
Orientasi Bukaan Timur Barat Total Selatan Utara Total Barat Timur Total
Luas Bukaan (m2) 8.09 1.91
Luas Dinding (m2) 30.09 30.09
4.68 2.50
30.09 30.09
8.91 3.08
36.64 36.64
Utara Selatan Total
4.68 2.85
30.09 30.09
WWR (%) 26.87 6.35 33.23 15.54 8.30 23.83 24.32 8.41 32.73 15.54 9.47 25.01
Tabel 3. Window to Wall Ratio (WWR) laboratorium setelah simulasi No. 1
Nama Ruang Zoology Laboratory
2
Optical Laboratory
3
Basic Physic Laboratory
4
Microprocessor & Robotic Laboratory
Orientasi Bukaan Timur Barat Total Selatan Utara Total Barat Timur Total
Luas Bukaan (m2) 5.61 3.66
Luas Dinding (m2) 30.09 30.09
7.26 3.62
30.09 30.09
7.48 5.37
36.64 36.64
Utara Selatan Total
8.46 6.60
30.09 30.09
WWR (%) 18.65 12.18 30.82 24.13 12.02 36.15 20.42 14.65 35.07 28.12 21.92 50.04
Jam 08.00-10.00
Jam 10.00-12.00
Jam 12.00-14.00
Jam 14.00-16.00
Jam 16.00-17.00
Jam 14.00-16.00
Jam 16.00-17.00
a) Ruang Zoology Laboratory
Jam 08.00-10.00
Jam 10.00-12.00
Jam 12.00-14.00
b) Ruang Optical Laboratory
Jam 08.00-10.00
Jam 10.00-12.00
Jam 12.00-14.00
Jam 14.00-16.00
Jam 16.00-17.00
c) Ruang Basic Physic Laboratory
Jam 08.00-10.00
Jam 10.00-12.00
Jam 12.00-14.00
Jam 14.00-16.00
Jam 16.00-17.00
d) Ruang Microprocessor & Robotic Laboratory Gambar 1. Garis kontur illuminasi Ruang Microprocessor & Robotic Laboratory hasil pengukuran eksisting
a) Garis kontur dan potongan iluminasi Ruang Zoology Laboratory hasil simulasi
b) Garis kontur dan potongan iluminasi Ruang Optical Laboratory hasil simulasi
c) Garis kontur dan potongan iluminasi Ruang Basic Physic Laboratory hasil simulasi
d) Garis kontur dan potongan iluminasi Ruang Microprocessor & Robotic Laboratory hasil simulasi Gambar 2. Garis kontur dan potongan iluminasi ruang laboratorium hasil simulasi