Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo Walidun Husain Dosen FEB UNG Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo. Survey dilakukan pada 34 orang pegawai negeri sipil pada Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo tersebut . Dengan menggunakan analisa kuantitatif diperoleh hasil penelitian yakni nilai R-Square sebesar 0,896. Ini berarti bahwa sebesar 89,6 % variabilitas motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai dari hasil penelitian ini disarankan dalam meningkatkan kinerja pegawai hendaknya kebijakan kearah pembinaan kualitas SDM aparatur berupa reward dan funisment ditingkatkan terus-menerus dalam memelihara dan mengembangkan motivasi kerja pegawai terutama dalam mewujudkan education for all di kota Gorontalo khususnya dan Provinsi Gorontalo pada umumnya. Kata kunci, Motivsi, kinerja.
1. PENDAHULUAN Suatu organisasi baik yang bergerak dalam sector public atau non public senantiasa yang menjadi perhatian utama adalah sumber daya manusiaatau SDM. Karena factor SDM memainkan peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Dalam organisasi terdapat dua kelompok orang, yaitu golongan yang biasa disebut pimpinan, dan golongan yang lainnya disebut bawahan. Kedua golongan orang ini sebagai sumber insani atau human capital yang sama penting kedudukannya dalam organisasi yang perlu mendapat perhatian sikap dan prilakunya dalam organisasi. Memang golongan pimpinan disadari sebagai penentu kebijakan organisasi. Bahkan kadangkadang golongan pimpinan ini dikenal sebagai pemilik usaha atau organisasi ybs. Pimpinan atau pemilik organisasi tidak mungkin dapat bekerja sendirian. Pimpinan membutuhkan orang lain yang dapat menjabarkan dan melaksanakan kebijakan tersebut. Orang lain atau bawahan, dapat digerakkan sedemikian rupa sehingga mereka dapat memberikan pengabdian dan loyalitas terhadap organisasinya dengan baik. Apabila bawahan atau pegawai memiliki semangat kerja yang tinggi dilandasi oleh loyalitas, dengan demikian dapat dikatakan bawahan tersebut memiliki motivasi atau memiliki perilaku yang menguntungkan bagi kemajuan organisasi. Sebaliknya jika bawahan atau karyawan menunjukkan semangat kerja yang rendah, kurang bergairah, bahkan absensi terlalu tinggi. Maka dapat dikatakan bawahan yang dimiliki organisasi kurang memiliki motivasi kerja. Dan jika dibiarkan terus menerus keadaan ini akan merugikan organisasi. Pimpinan harus mencari tahu mengapa bawahan bersikap yang demikian, dan segera mencari jalan keluar yang baik, sehingga bawahan dapat menunjukkan kinerjanya dalam pencapaian tujuan organisasi. Biasanya yang sering dikeluhkan oleh pegawai adalah kurang terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs). yaitu berupa pemenuhan kebutuhan fisik dan non fisik. Dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut maka pegawai akan bersedia bekerja dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Mereka akan lebih memusatkan perhatiannya terhadap tugas dan tanggung jawabnya, sehingga hasil pekerjaan yang dicapai dapat meningkat. Untuk itulah dibutuhkan suatu motivasi atau dorongan bagi pegawai di dalam menyelenggarakan kegiatan sebagaimana tugas pokok dan fungsi yang telah diberikan. Faktor individual yang biasanya mendorong seseorang untuk termotivasi melakukan sesuatu adalah minat, sikap positif dan kebutuhan (Devung, (1989:108). Untuk menumbuhkan motivasi bawahan atau pegawai pimpinan organisasi harus memahami kondisi pegawai khususnya yang berhubungan dengan kesejahteraan atau reward. Mengingat keberhasilan organisasi adalah tercermin pada akumulasi kinerja bawahan, sehingga itu upaya untuk meningkatkan motivasi kerja bawahan sangat penting. Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo adalah sebuah organisasi atau institusi yang bergerak dalam sektor publik berperan dalam memfasilitasi dan mengembangkan, dan mengkoordinasi unsur pendidikan dasar dan menengah dalam rangka memajukan kecerdasan masyarakat. Apaterlebih dalam mewujudkan salah satu tujuan millennium development goals yakni mencapai pendidikan dasar untuk semua (achieve universal primary education). Yang di daerah khusunya tujuan tsb terkenal dengan moto Indonesia cerdas tahun 2015.
Dalam upaya menigkatkan dan mengemban tugas dan fungsi dalam pembangunan pendidikan di Kota Gorontalo Pemerintah membina kerjasama dengaan Perguruan Tinggi dalam hal ini Universitas Negeri Gorontalo selan untuk dapat memberdayakan kemampuan akreditas satuan pendidikan dari berbagai jenjang satuan pendidikan juga peningkatan kualitas sumber daya manusia baik tenaga edukatif maupun non edukatif. Kebijakan ini sudah tentu ditujukan agar kinerja dan prestasi kerja semua komponen yang yang kena mengena dengan pelayanan peningkatan kecerdasan masyarakat makin baik dan optimal. Dalam mensukseskan tugas dan fungsi Dinas tersebut terdapat 136 pegawai dari mereka ini diharapkan mampu berperan dalam mewujudkan kelancaran memfasilitasu pendidikan dan pengajaran yang tersebar pada satuan pendidikan baik sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan maupun pada sekolah Pendidikan luar sekolah serta Sanggar Kegiatan Belajar yang jumlahnya ratusan di Kota Gorontalo. Dengan demikian cukup besar tugas dan tanggungjawab setiap pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo, dimana sangat dituntut kinerja pegawai tersebut dalam memfasilitasi keberhasilan pencerdasan masyarakat. Guna mendorong tercapainya kinerja pegawai telah banyak upaya-upaya dilakukan (hasil pengamatan yang penulis) adalah penciptaan suasana kerja yang baik, peningkatan kesejahteraan, pemberian kesempatan studi lanjut dan sebagainya, sehingga pegawai termotivasi dalam melaksanakan pekerjaannya. Bertolak dari pemikiran-pemikiran di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo”. 2. Kajian Teoritis 1.1 Konsep Motivasi Motivasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu ”motivation” yang artinya alasan, daya batin, dorongan, ( dalam Echols John M. Dan Shadily, 2005:386). Kemudian istilah tersebut diadabtasi ke dalam bahasa menjadi kata motivasi yang artinya daya batin yang mendorong seseorang untuk mengerjakan sesuatu usaha atau kegiatan tertentu. Daya batin merupakan kekuatan yang ada dalam diri setiap manusia Agar daya batin tersebut dapat bergerak dengan dinamis maka perlu didorong oleh pihak lain di luar dari orang tersebut dan aktivitas itu yang dikenal dengan pemberian dorongan atau motivating. Menurut Pearce dan Robinson dalam Silalahi (2011: 352) motivating adalah sebagai berikut: Motivating in an organizational context, is the process by which a manager induces others to work to achieve organizational objectives as a means of satisfying their own personal desires. Dari pendapat dari kedua ahli di atas dapat diketahui pemberian motivasi dalam organisasi dilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap orang lain atau bawahan atau pegawai agar mereka bekerja dengan baik untuk mewujudkan pencapaian tujuan organisasi. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Purwanto (2002:73) bahwa motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Pendapat tadi kemudian diperkuat oleh Buhler, (2004:191) mengemukakan pentingnya motivasi sebagai proses yang menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan”. Sedangkan menurut Reksohadiprodjo (dalam Handoko, 1997:252) bahwa ”motivasi adalah keadaan dalam pribadi seorang yang mendorong keinginan individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan”. Dari pengertian yang dikemukakan tadi dapat diketahui bahwa pada dasarnya motivasi itu bersumber dan berasal dari dalam dan di luar diri seseorang untuk melaksanakan sesuatu tindakan tertentu. Hal ini dijelaskan bahwa ada seseorang yang melaksanakan sesuatu kegistan karena dia sadar dan butrh bahkan perlu melakukannya. Ada orang lain nanti didesak atau didorong orang disekitarnya baru melakukan suatu aktivitas tertentu. Dalam setiap organisasi baik motivasi dari dalam maupun motivasi dari luar selalu ada. Oleh sebab itu pimpinan organisasi berhadapan dengan bawahan yang demikian itu perlu menerapkan teori x dan teori y. Yaitu teori yang menganjurkan peran manjerial yang bersifat memaksa dan mengendalikan pegawai (teori x) dan teori y dimana peran manajerial yang bersifat mengembangkan potensi pegawai dan mmbantu mereka menyalurkan potensi itu untuk mencapai tujuan bersama (Davis & Newstroom, 1989, Robin, 1992). Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat menentukan bagi tercapainya sesuatu tujuan, maka manusia harus dapat menumbuhkan motivasi kerja yang dimiliki setinggi-tingginya. Pengertian motivasi erat kaitannya dengan timbulnya suatu kecenderungan untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Ada hubungan yang kuat antara motivasi dan perbuatan atau tingkah laku, tujuan dan kepuasan, karena setiap perubahan senantiasa berkat adanya dorongan motivasi.
Motivasi timbul karena adanya suatu kebutuhan terarah kepada pencapaian tujuan tertentu. Apabila tujuan telah tercapai maka akan tercapai kepuasan dan cenderung untuk diulang kembali, atau bahkan terjadi peningkstan kebutuhan dan seseorang berupaya untuk memenuhinya. Inilah yang dimaksudkan dengan teori kebutuan seperti yang dikemukakan Maslow dengan hirarki kebutuhan. Maslow membuat rankinisasi kebutuhan manusia (dalam Robbins, 1992:45), yakni sebagai berikut: 1. Physiological – includes hunger, thirts, selter, sex, and other bodily needs. 2. Safety – includes security and protection from physical and emotional harm, 3. Social – includes affection a sence of belonging, acceptance, and friedship, 4. Esteem – includes inter factors such as seft-resfect, autonomy, and achievement and external such as status, recognition, and attention, 5. Self-actualization – the drive to become what one is capable of becoming ; includes growth, achieving one’s potensial, and selffulfillment. Dari hierarki kebutuhan yang dikemukakan di atas bahwa upaya-upaya motivasi didasarkan atas tingkat kebutuhan tersebut. Apabila kebutuhan pada tingkat bawah (makan minum, dan kebutuhan biologis lainnya) telah dipenuhi maka kondisi ini menimbulkan kebutuhan untuk memenuhi perilaku yang menuntut kebutuhan yang lebih tinggi. Tingkat kebutuhan terbawah adalah kebutuhan fisiologis atau kebutuhan untuk hidup terus misalnya kebutuhan untuk makan, pakaian, istirahat dan sebagainya. Itu sebabnya jika dalam suatu instansi selalu dipenuhi oleh pimpinannya gaji atau upah sehingga pegawai atau karyawannya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan gajinya itu. Setelah kebutuhan tersebut terpenuhi, maka kebutuhan selanjutnya adalah kebutuhan akan keselamatan atau keamanan. Ketika instansi tu makin maju maka mulai dipikirkan bagaiman pegawainya memiliki tempat tinggal sebagai tempat untuk istirahat, mengamankan barang atau harta yang dimilikinya, pegawai memiliki jaminan kesehatan , asuransi hari ta, dan sebagainya. Sebagai manusia yang konon sebagai mahluk sosial maka pegawai dan karyawan diberi kesempatan untuk masuk dan mengembangkan melalui organisasi serikat kerja seperti dalam kegiatan organisasi Korpri dan PGRI , klub-klub olshraga dan seni Terhadap beberapa karyawan yang menunjukkan kreativitas tertentu diberi kesempatan untuk melanjutkan pendiddikan sesuai dengan spesialisasi dan keahliannya, serta yang memiliki prestasi tertentu diberi penghargaan dan kesempatan untuk memperoleh kennaikan pangkat dan jabatan kearah yang lebih tinngi. Khusus yang memiliki kemampaun dan kelebhan tertentu diberi kesempstan dalam tugas dan fungsi yang lebih besar sehingga kempaun pegawai tesebut dapat diaktualisasikan seperti menjadi anggota parlemen, walikota dan sebagainya. Menurut Thoha (2007:228) bahwa hierarki kebutuhan Maslow di atas kebutuhan fisik pada umunya pegawai dapat memenuhi dengan kepuasan 85%, dan kebutuhan keamanan dapat dipenuhi disekitar 75%, kebtuhan sosial terdapat sekitar 50%, untuk kebutuhan penghargaan 40%, dan sekitar 10% untuk aktualisasi diri. Makanya khierki kebutuhan ini digambarkan dalam bentuk terbalik dari kebutuhan fisik, menuju ke kebuthan sosial dan seterusnya samapi pada kebutuhan aktualisasi diri yakni sebagai berikut:
Self actualizatio Self n actualizatio needs n needs
Esteen needs Belongingness needs Security needs
Physiological needs
Sumber : Hughes, Ginnet, Curphy. 2006: 250 Dalam perkembangan selanjutnya teori motivasi Maslow dikembangkan oleh ahli lainya seperti teori motivasi dari Herzberg, yang terkenal dengan nama teori Dua Faktor, yaitu factor hygiene dan factor motivator; teori motivasi Alderfer dari Clayton Alderfer terkenal dengan teori ERG, yaitu singkatan dari existence needs, relatedness needs, dan growt needs (kebutuhan keberadaan, bergaul an kebutuhan untuk berkembang); teori motivasi prestasi McClelland dari David C,. McClelland, yaitu ada tiga kebutuhan manusia yakni kebutuhan untuk berprestasi, berafiliasi, dan berkuasa; teori X dan teori Y dari McGregor; teori dewasa dan tidak dewasa dari Chris Argyris dan teori motivas i pengharapan dari Victor Vroom, Dari teori motvasi kerja Victor Vroom tadi bahwa seseorang sangat ditentukan oleh tujuan khusus yang akan dicapai orang yang bersangkutan. Harapan yang ingin dicapai pegawai antara lain : 1) upah atau gaj iyang sesuai, 2) keamanan kerja yang terjamin, 3) perlekuan yang adil,, 4) pimpinan yang cakap, jujur, dan berwiabawa. 5) Suasana kerja, dan 6) jabatan yang menarik (dalam Wursanto, 1990:149). Upah atau gaji yang sesuai merupakan imbalan yang diberikan kepada seseorang setelah melakukan suatu pekerjaan. Upah umumnya berupa uang atau materi lainnya. Pegawai yang diberi upah atau gaji sesuai kerja yang dilakukan atau sesuai harapan tan tunjangan jabatan serta keseuaian gaji berdasarkan ketentuan perundang-undangan, membuat pegawai bekerja secara baik dan bersungguh-sungguh. Keamanan kerja yang terjamin, dimana pegawai dalam bekerja membutuhkan konsentrasi dan ketenangan jiwa dan dapat diwujudkan dalam bentuk keamanan kerja. Perlakuan yang adil, adalah bukan berarti diberikan dengan jumlah sama bagi seluruh pegawai. Perlakuan adil diwujudkan dengan pemberian gaji, penghargaan, dan promosi jabatan sesuai prestasi pegawai. Bagi pegawai yang berprestasi dipromosikan jabatan yang lebih tinggi, sedangkan pegawai yang kurang berprestasi diberi motivasi untuk lebih berprestasi sehingga suatu saat memperoleh promosi jabatan. Pimpinan yang cakap, jujur, dan berwibawa, Seorang pemimpin merupakan orang yang menjadi motor penggerak bagi perjalanan roda organisasi. Pimpinan yang memiliki kemampuan memimpin membuat pegawai segan . Suasana kerja, hubungan harmonis antara pimpinan dan bawahan atau hubungan vertikal membuat suasana kerja baik. Selain itu hubungan harmonis diharapkan juga tercipta antar sesama karyawan (hubungan horizontal). Kedua hubungan baik tersebut menciptakan kondisi suasana kerja yang tidak membosankan. Jabatan yang menarik, jabatan merupakan salah satu kedudukan yang diharapkan bawahan. Promosi jabatan yang berjenjang secara baik dengan berpedoman pada prestasi kerja dan masa kerja membuat pegawai menduduki jabatan dengan jenjang teratur. Penjenjangan menciptakan keadaan kondusif bagi lembaga atau institusi. (Wursanto, 1990:149). 1.2 Kinerja Pegawai Istiilah kinerja di ngeri ini adalah muncul dan terkenal pada awal masa pemerintahan reformasi , bahkan dapat dikatakan istilah ini sangat terkait dengan timbulnya gerakan untuk melakukan reformasi sektor publik dengan munculnya konsep New Public Management (NPM) sebagai koreksi terhadap organisasi sektor publik sering digambarkan tidak produktif, tidak efisien, selalu rugi, miskin inovasi dan kreativitas yang dimulai di Eropa tahun 1980-an dan 1990-an. Definisi mengenai kinerja dikemukakan oleh Bastian (dalam Tangkilisan, 2005:175), sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut. Dari batasan ini dapat diketahui bahwa kinerja bermakna sebagai hasil kerja atau produk yang dihasilkan seseorang dalam organisasi. Yang mengacu kepada tujuan organisasi tersebut . Rogers (1994) dalam Mahmudi (2010:6) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja itu sendiri (outcomes of work), karena hasil kerja memberikan keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi ekonomi. Jadi kinerja seseorang pegawai dalam organisasi tidak saja menghasilkan barang dan jasa secara kuantitatif, tetapi juga barang dan jasa yang dihasilkan harus berkualitas sehingga dapat memuaskan para konsumen yang memanfaatkan hasil kerja atau produk tersebut. Dalam persfektip jangka panjang harus demikian. Karena organisasi membutuhkan hidup yang lama dan berkesinambungan, apalagi organisasi itu sebaga fisilitator bagi suksesnya tugas yang lain. Kinerja atau performance dapat diartikan pula sebagai proses. Fadel Muhammad (2007) mengatakan kinerja birokasi pemerintah itu terdiri dari kinerja hasil dan kinerja proses (dalam Husain, 2011: 104). Jika kinerja hasil nampak jelas pada apa yang dikerjakannya atau layanan yang diberikan kepada pihak lain yang harus berkualitas, mudah dan memuaskan maka kinerja proses nampak pada
system dan prosedur kerja yang dilakukan yang melibatkan segenap input, dan metode kerja yang digunakan secara efisen dak efektif. Karena layanan yang diberikan kepada para konsumen atau masyarakat harus terlepas dari pemborosan tenaga, waktu serta biaya yang tdak diinginkan. Perwujudan dari kedua kinerja tersebut pada pegawai organisasi akan dapat membawa nama baik organisasi untuk selalu dikenang oleh masyarakat pelanggan. Indikator kinerja dalam organisasi terdiri dari: 1) indikator kinerja makro dan 2) indikator kinerja mikro (Mahmudi:2010: 161). Indikator kinerja makro merupakan kinerja organisasi seperti pencapaian dari keseluruhan tujuan organisasi. Kinerja ini bersifat umum karena merupakan kumpulan dari pada kinerja dari seluruh pegawai. Indikator kinerja mikro adalah dapat dikatakan sebagai kinerja setiap individu/ pegawai . Dengan demikian kedua indikator kinerja tadi harus mempunyai keterkaitan. Dalam arti untuk mencapai kinerja organisasi (instansi) maka harus ditunjang oleh kinerja unit-unit organisasi (bagian atau seksi), dan untuk mencapai kinerja unit atau bagian tersebut harus ditunjang oleh pencapaian kinerja dari setiap anggota atau pegawai dalam instansi atau dinas tersebut. Keterkatan dari indikator kinerja individu pegawai dengan kinerja organisasi dapat digambarkan sebagai berikut: Pengaruh Kinerja Individu Dan Kelompok Terhadap Kinerja Organisasi
Kinerja individual
Faktor kinerja: -
Knowladge Skill Motivasi Peran
Kinerja Organisasi
Kinerja Tim/Kelompok
Factor kinerja: - Keeratan tim - Kepemimpinan - Kekolompokan (kesolidan tim) - Struktur tim - Peran tim - Norma
Factor kinerja: -
Lingkungan Kepemimpinan Struktur Organisasi Pilihan strategi Teknologi Kultur organisasi Proses Organisasi
Sumber: Mahmudi (2010: 22) Dari gambar di atas terlihat pula bahwa kinerja individu pegawai menjadi awal dari kinerja dari unit atau bagian dalam organisasi. Oleh sebab itu kinerja individu menjadi faktor yang menentukan bagi pencapaian kinerja organisasi. Makanya dalam kerangka manajemen sumber daya manusia aspek pembinaan dan pengembangan pegawaai menjadi perhatian utama untuk dilakukan. Dalam gambar tadi jelas ada umpat hal pokok yang mempengaruhi kinerja pegawai yakni aspek pengetahuan, skill atau keahlian , motivasi dan peran. Aspek pengetahuan pada sesorang invidu pegawai menjadi modal dasar baginya dalam melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Pengetahuan akan diwujudkan nyatakan dalam bentuk ijazah pendidikan yang dimiliki individu itu. Demikian pula dengan berkembangnya spesialisasi dalam pekerjaan membutuhkan pegawai yangmemiliki skill tertentu misalnya dibidang ICT dan pengelolaan keuangan berbasis akuntansi pemerintah. Itupun belum cukup dimiliki oleh pegawai dia harus memperoleh motivasi kerja yang mumpuni seperti reward yang cukup memadai
serta penerapan funishment yang tegas. Bagi karyawan yang berprestasi tinggi senantiasa selalu memperhatikan medan pekerjaan yang menantang yang membutuhkan peran yang tinggi baginya. Walhasil semua itu akan memberi kontribusi bagi kinernya yang ujung-ujungnya dapat mewujudkaan pencapaian kinerja organisasi secara keselurhan. 2.3 Motivasi dapat Meningkatkan Kinerja Pegawai Motivasi seseorang akan ditentukan oleh adanya perangsang dari luar dalam hal ini dari pimpian organisasi dimana pegawai tersebut bekerja. Dari adanya ransangan-ransangan tersebut akan menjadi mesin penggerak bagi karyawan atau pegawai tersebut untuk bekerja baik dan benar. Motivasi seseorang menurut Sagir (1985:97), meliputi hal-hal sebagai berikut: kinerja, penghargaan, tantangan, pengembangan, dan kesempatan. Kinerja sebagai unsure dalam mesin penggerak motivasi sesorang adalah suatu hal yang menjadi iming-iming dalam hidupnya. Kemauan dan keinginan bekerja biasa berasal dari dalam diri karena ingin menampakkan manusia yang berkeyakinan keras untuk menciptakan prestasi kerja dalam mengerjakan sesuatu. Hal ini akan lebih meningkat lagi ketika diperhadapkan bahwa pekerjaan itu sebagai amanah yang perlu dipertanggungkan kepada diri sendiri, sesama bahkan kepadaTuhan YME. Penghargaan, pengakuan (Recognition) atas suatu kinerja yang telah dicapai oleh seseorang merupakan stimulus yang kuat. Pengakuan atas suatu kinerja akan memberikan kepuasaan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau hadiah. Tantangan yang dihadapi merupakan stimulus kuat bagi manusia untuk mengatasinya. Pekerjaan yang kurang atau tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi stimulus, bahkan cenderung menjadi kegiatan rutin. Kadang kala pegawai menjadi malas dan tidak bergairah di tempat kerjaya. Pengembangan adalah berkaitan dengan berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang, baik dalam pengalaman kerja atau kesempatan untuk maju mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan ke tingkat pendidikan yang sesuai dengan keahlian dan jurusannya di atasnya. Hal ini dapat menjadikan stimulus kuat bagi karyawan untuk bekerja lebih giat atau lebih bergairah. Kesempatan akan menjadi fator penggerak prestasi seorang karyawan dalam atau di tempat kerjanya. Sebab dengan pemberian kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karier yang terbuka, dari tingkat kepangkatan yang teratur sesuai dengan daftar urut kepangkatan serta pretasi kerja yang ditunjukkan oleh karyawan tersebut maka akan memacu kinerjanya dengan baik dan optimal. Promosi jabatan dari echelon bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan stimulus untuk berprestasi atau bekerja produktif. Elemen penggerak mtivasi terhadap kinerja pegawai dapat dipahami sebagai bentuk capaian pekerjaan yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti mengukur kinerja dengan menggunakan 6 (enam) indikator yaitu: loyalitas, semangat kerja, kepemimpinan, kerjasama, prakarsa, tanggung jawab. Antara motivasi dan kinerja seakan tidak ada yang membedakan, artinya motivasi sangat mendukung untuk pencapaian kinerja oleh pegawai dan karyawan dalam pencapaian tujuan, misi serta viisi organisasi yang telah ditentukan sebelemnya.
3. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah adalah metode kuantitatif yakni menggambarkan adanya pengaruh antara variabel yang satu dengan variabel yang lain, yakni pengaruh motivasi terhadap kinerja pegawai. Berdasarkan metode penelitian tersebut maka desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
X
Y
Gambar 2. Desain Penelitian Keterangan : X = Motivasi Y = Kinerja pegawai
Yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh pegawai yang ada di Dinas Pendidikan Kota Gorontalo sebanyak 136 orang. yang menjadi sampel sebanyak 34 orang atau 25 % dari jumlah populasi (dalam Arikunto, 2002:112). Pengumpulan data dalam penelitian digunakan angket sebagai teknik utama sebagai tehnik penunjang yakni wawancara, observasi, dan tehnik dokumentasi. Dalam pengolahan data digunakan tehnik analisis regresi linier sederhana yang dinyatakan dalam bentuk persamaan:
4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Dalam pengolahan dan analisis serta pembahasan hasil peneltian ini maka perlu dilakukan prosedur yakni peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian, uji validitas dan reliabilitas terhadap motivasi (x), kinerja pegawai (y). Hasil pengujian validitas, menunjukkan dari lima item atau pertanyaan yang digunakan, semuanya telah mempunyai nilai korelasi yang lebih besar dari nilai r-kritis yang ditentukan yakni 0.3. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ke-lima item pertanyaan yang digunakan tersebut telah menunjukkan tingkat ketepatan yang cukup baik dan dapat digunakan untuk mengukur variabel Motivasi dan kinereja pegawai. Sedangkan untuk pengujian reliabilitas menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0.948. Nilai koefisien reliabilitas ini lebih besar dari nilai patokan yakni sebesar 0.5 atau 0.6. Dengan demikian instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel Motivasi Kerja tersebut dinyatakan memiliki reliabilitas yang tinggi. Dengan kata lain instrument yang digunakan tersebut telah menunjukkan kekonsistenan pengukuran pada semua respondennya (semua responden telah menginterpretasikan pertanyaan instrumen dengan benar). Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis regresi linear baik sederhana maupun berganda adalah data variable dependen (terikat) harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dari hasil pehitungan diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.165. Nilai ini jauh lebih besar dari nilai sebesar 0.05 sehingga Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data variable Kinerja Pegawai berdistribusi normal. Asumsi ini juga diperkuat dengan hasil plot data yang memperlihatkan data menyebar di sekitar garis lurus sehingga dapat disimpulkan data berdistribusi normal. Setelah dilakukan uji asumsi normalitas dan ternyata dipenuhi, tahap selanjutnya dilakukan pemodelan data dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Pengujian hipotesis diuji dengan menggunakan uji F dan uji t. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh antara variabel Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai di Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo, baik secara simultan maupun secara parsial. Diperoleh nilai F-hitung sebesar 276,417 dengan p-value (nilai sig.) sebesar 0.000. Nilai ini jauh lebih kecil dari 0,05 yang berarti H0 ditolak dan menerima H1. Dengan demikian, pada taraf keyakinan 95% dapat disimpulkan bahwa secara simultan, seluruh variable bebas (Motivasi Kerja) dalam model berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Pegawai. Atau dengan kata lain model yang diperoleh sudah fit (cocok) dengan data. Kemudian pengujian Secara Parsial diperoleh nilai t-hitung untuk variabel motivasi kerja sebesar 16,626 dengan p-value sebesar 0.000. Nilai p-value ini lebih kecil dari nilai signifikansi 1%, maupun 5% sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada tingkat kepercayaan 99%. Selanjutnya menghitung Koefisien determinasi untuk menggambarkan derajat atau besarnya pengaruh perubahan variabel independen dalam menjalankan perubahan pada variabel dependen secara bersama-sama, Dari hasil diatas diperoleh nilai R-Square sebesar 0,896. Nilai ini berarti bahwa sebesar 89,6 % variabilitas mengenai Motivasi Kerja di Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo dapat diterangkan oleh variable-variabel bebas dalam model (Motivasi Kerja), sedangkan sisanya sebesar 10,4 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak didesain dalam penelitian ini. Upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo dalam meningkatkan Kinerja Pegawai salah satunya dengan memotivasi kerja bagi pegawai. Sesuai pernyatan dari beberapa staf yang sempat diwawancarai penulis bahwa pada umumnya mengatakan pimpinan dinas senantiasa memperhatikan kebutuhan dasar pegawai seperti pemberian tunjangan kinerja, pemenuhan pembayaran lauk pauk serta perhatian terhadap perbaikan nasib pegawai seperti kenaikan pangkat dan pemberian kesempatan studi lanjut. Disamping itu bagi pegawai yang kurang disiplin dikenakan hukuman sesuai peraturan dan ketentuan kepegawaian. Dengan kebijakan tersebut telah dapat merangang motivasi dalam melsksanakan tugas pokok dan fungsi yang dipercayakan kepada mereka sehingga pada gilirannya telah dapat meningkatkan Kinerja Pegawai yang ujung-ujungnya juga tercapainya kinerja dinas dengan optimal dan efektif mewujudkan pelayanan kemajuan pendidikan dikota Gorontalo.
5. Simpulan dan Saran 5.2 Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa terdapat pengaruh yang positif motivasi terhadap kinerja pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo, dimana dari hasil analisis diatas diperoleh nilai R-Square sebesar 0,896. Nilai ini berarti bahwa sebesar 89,6 % variabilitas motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai sedangkan sisanya sebesar 10,4 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak didesain dalam penelitian ini antara lain kepemimpinan dan sebagainya. 5.2 Saran Dalam memacu kinerja pegawai hendaknya kebijakan kearah pembinaan kualitas SDM aparatur berupa reward dan funisment ditingkakan terus-menerus dalam memelihara dan mengembangkan motivasi kerja pegawai terutama dalam mewujudkan education for all di kota Gorontalo khususnya dan Provinsi Gorontalo pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002,
Prosedur Penelitian. Jakarta : Bina Aksara.
Echols, John. M dan Shadili, Hassan. 2005. Kamus Inggris Ingonesia, Penerbit Gramedia, Jakarta. Hughes, Ginnet, Curphy. 2006. Leadership Enhancing The Lessons of Experience. Fifth Edition. McGraw-Hill International Edition. Husain, Walidun. 2011. Participative Leadership. Bandung. MQS Publishing. Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Ed. 2. Cet 1. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Purwanto, M. Ngalim. 2008, Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Cet. 18. Bandung: Rosda Karya. Robbins, Stephans. 1992, Essentials Of Organizational Bahaviour, Third Edition , New Jersey: Prentice Hall International. Sagir, Suharso. 1985, Motivasi Dan Disiplin Kerja Karyawan Untuk Peningkatan Produktivitas Dan Produksi. Silalahi, Uber.2011. Azas-Azas Manajemen, Reflika Aditama, Bandung Tangkilisan, Hessel Nogi. 2005, Manajemen Publik. Jakarta : Gramedia. Thoha, Miftah. 2007. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Ed. 1. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. Wursanto. 1990. Manajemen Kepegawaian 1. Yogyakarta: Kanisius.