PENGARUH MOTIVASI TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI PEMERINTAH KOTA MALANG Oleh :
Sinollah Berdasarkan latar belakang serta perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1) Ingin memahami motivasi kerja karyawan Pemerintah Kota Malang, 2) Menganalisis effektifitas kepemimpinan yang berkembang dalam Pemerintahan Kota Malang, 3) Ingin memahami Arus komunikasi yang berkembang dalam Pemerintahan Kota Malang, 4) Ingin mengetahui Effektifitas Kerja Karyawan Pemerintah Kota Malang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Penelitian dilakukan pada pegawai Pemerintah Kota Malang yang dimuali tanggal 14 Agustus 2006 sampai dengan 12 Nopember 2006. Penelitian ini adalah penelitian survey, Pengambilan sampel dilakukan secara proporsive Sampling, yaitu dengan mengambil data dari responden yang memiliki pendidikan bukan sarjana, sarjana dan pascasarjana. Pada sub bab ini akan dijelaskan jenis-jenis data, responden maupun cara pengambilan datanya. Jenis data yang diperlukan : a. Data Primer, b). Data Skunder. Berdasarkan analisi data maka model yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah Analisa Korelasi Spearmen’s Berdasarkan hasil perhitungan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa : 1) Berdasarkan hasil perhitungan analisis korelasi maka diketahui bahwa motivasi mempunyai yang erat dengan efektivitas kerja.2) Variabel kepemimpinan terhadap efektivitas kerja mempunyai koefisien korelasi sebesar 0,000., 3) Hasil perhitungan analisis korelasi dengan meggunakan korelasi rho Spearmen diketahui keeratan hubungan antara komunikasi dengan efektivitas kerja sebesar 0,941 dengan taraf signifikan P = 0,000.
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan sumber daya manusia menghendaki adanya suatu falsafah pengelolaan yang mengakui pentingnya efektivitas kerja seseorang sebagai individu. Hal ini penting karena salah satu elemen pokok dalam organisasi adalah kesediaan dan kemampuan individu untuk memberikan sebagian daya upaya masing-masing secara nyata pada sistem kerjasama dalam pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian efektivitas kerja yang tinggi, maka tujuan atau sasaran yang
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
telah ditetapkan akan tercapai. Untuk meningkatkan efektivitas kerja ini, maka diperlukan suatu motivasi bagi karyawan, karena pada dasarnya mereka itu mempunyai kebutuhan- kebutuhan dan harapan yang berbeda. Di samping itu, sebagai manusia mereka tidak terlepas dari berbagai keinginan maupun kebutuhan yang mendorong untuk mencapai tujuannya. Kebutuhan ini dapat dipandang sebagai pembangkit, penguat atau penggerak perilaku seseorang, maksudnya apabila terdapat kekurangan akan kebutuhan maka orang tersebut akan merasa peka terhadap usaha motivasi guna tercapainya pemenuhan kebutuhan tersebut.
136
Peran serta pimpinan sangat besar sekali untuk mendorong para pegawai ke arah usaha yang maksimal. Aspek manusia dalam organisasi harus ditumbuhkan melalui motivasi untuk mencapai efektivitas yang tinggi. Pimpinan harus selalu menyediakan waktu untuk memperoleh informasiinformasi dari bawahannya mengenai permasalahan yang berhubungan dengan kepentingan mereka bersama. Dan juga pimpinan harus mengetahui bagaimana memerintah seseorang tanpa menimbulkan perasaan benci serta memperoleh ketaatan tanpa menghilangkan kreativitas mereka. Oleh karena peranan pimpinan sangat besar sekali dalam hal pemberiaan motivasi, maka peranan pimpinan tersebut sangat perlu diperhitungkan dalam rangka peningkatan efektivitas kerja. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sondag P. Siagian (1986 : 24) bahwa kemampuan dan ketrampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positip ia memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Pelaksanaan komunikasi yang memadai, baik dengan media antar orang dalam suatu organisasi akan menciptakan suasana kehidupan kerja yang menyenangkan semua pihak. Dengan komunikasi yang efektif segala informasi yang diperlukan untuk penyelesaian tugas akan tercukupi sehingga tugas pekerjaannya bisa dilaksanakan dengan baik dan ini akan meningkatkan efektivitas kerja mereka.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan permasalahan pokok dari penulisan ini, yaitu : 1. Bagaimanakah motivasi kerja karyawan Pemerintah Kota Malang 2. Bagaimanakah effektifitas kepemimpinan yang berkembang dalam Pemerintahan Kota Malang 3. Bagaimanakah Arus komunikasi yang berkembang dalam Pemerintahan Kota Malang 4. Bagaimanakah Effektifitas Kerja Karyawan Pemerintah Kota Malang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang serta perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Ingin memahami motivasi kerja karyawan Pemerintah Kota Malang 2. Menganalisis effektifitas kepemimpinan yang berkembang dalam Pemerintahan Kota Malang 3. Ingin memahami Arus komunikasi yang berkembang dalam Pemerintahan Kota Malang 4. Ingin mengetahui Effektifitas Kerja Karyawan Pemerintah Kota Malang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada pegawai Pemerintah Kota Malang yang dimuali tanggal 14 Agustus 2006 sampai dengan 12 Nopember 2006. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian survey, yaitu penelitian yang mengambil
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
137
sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok dan unit analisisnya adalah pegawai yang memiliki jabatan minimal kepala sub bagian. Penelitian ini survei ini menggunakan tipe penelitian penjelasan (explanatory research) yakni memberikan penjelasan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.
2.
komunikasi dari karyawan Pemerintah Daerah. b. Data Skunder. Data ini diperlukan untuk melihat gambaran secara umum tentang karyawan Pemerintah Daerah Kotamadya Malang. Responden : Yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah karyawan Pemerintah Daerahi Kotamadya Malang.
Teknik Penarikan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara proporsive Sampling, yaitu dengan mengambil data dari responden yang memiliki pendidikan bukan sarjana, sarjana dan pascasarjana. Teknik Pengambilan Data Pada sub bab ini akan dijelaskan jenis-jenis data, responden maupun cara pengambilan datanya. 1. Jenis data yang diperlukan : a. Data Primer. Data ini diperlukan untuk menjelaskan variabel-varibel yang diteliti, yang meliputi data mengenai efektivitas kerja, motivasi, kepemimpinan dan
Teknik Analisis Data Berdasarkan variabel-variabel yang terdapat pada butir 8 , maka model yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah Analisa Korelasi Spearmen’s
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisa Korelasi Spearmen’s Setelah melalui analisis deskriptif, berikutnya diadakan analisis korelasi sebagai berikut. Hasilnya ternyata sebagai berikut :
Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Analisa Korelasi Spearmen’s Variabel Variabel r R2 Signf Terikat Bebas Y X1 0,618 0,382 0,000 Y X2 0,001 0,000 0,994 Y X3 0,941 0,885 0,000
Berdasarkan hasil analisis korelasi spearmen tersebut diatas, maka variabel yang paling dominan adalah variabel komunikasi (X3) yang sangat efektif mempengaruhi kinerja karyawan pemerintah kota Malang. Untuk lebih detailnya dijabarkan hasil analisis tersebut sebagai berikut.
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
Keterangan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan
Pengaruh Motivasi Efektivitas Kerja
Terhadap
Berdasarkan hasil perhitungan analisis korelasi non parametric dalam
138
menggunakan korelasi rho Spearmen maka diketahui keeratan hubungan antara motivasi dengan efektivitas kerja sebesar 0,618 dengan taraf signifikan P = 0,000. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara sederhana atau tanpa ada pengaruh variabel bebas lainnya maka motivasi berpengaruh terhadap efektivitas kerja. Hal ini berarti diterimanya hipotesis alternatif (H1) yang berbunyi diduga variabel motivasi berpengaruh terhadap efektivitas kerja. Dengan demikian Ho ditolak. Selanjutnya analisis dapat dikembangkan untuk melihat kontribusi variabel bebas terhadap tergantung dengan melihat koefisien determinasinya (R2) sebesar 0,38 yang berarti motivasi memiliki kontribusi sebesar 38% terhadap efektivitas kerja sementara sisanya 62% merupakan kontribusi variabel lainnya Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Efektivitas Kerja Berdasarkan hasil analisis korelasi non parametric bahwa variabel kepemimpinan terhadap efektivitas kerja menunjukkan koefisien korelasi 0,000. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara sederhana variabel kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap efektiivitas kerja. Hal ini berarti hipotesis alternatif (H1) ditolak, yang berarti Ho diterima. Tidak berpengaruhnya kepemimpinan terhadap efektivitas kerja disebabkan oleh pola pelaksanaan kerja telah terjadi interaksi yang terpaku pada tugas pokok dan fungsi yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kota.
Pengaruh Komunikasi Efektivitas Kerja
Terhadap
Berdasarkan hasil perhitungan analisis korelasi non parametric dalam menggunakan korelasi rho Spearmen
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
maka diketahui keeratan hubungan antara komunikasi dengan efektivitas kerja sebesar 0,941 dengan taraf signifikan P = 0,000. Dengan demikian dapat dimpulkan bahwa secara sederhana atau tanpa ada pengaruh variabel bebas lainnya maka komunikasi berpengaruh terhadap efektivitas kerja. Hal ini berarti diterimanya hipotesis alternatif (H1) yang berbunyi diduga variabel komunikasi berpengaruh terhadap efektivitas kerja. Dengan demikian Ho ditolak. Selanjutnya analisis dapat dikembangkan untuk melihat kontribusi variabel bebas terhadap tergantung dengan melihat koefisien determinasinya (R2) sebesar 0,885 yang berarti komunikasi memiliki kontribusi sebesar 88% terhadap efektivitas kerja sementara sisanya 12% merupakan kontribusi variabel lainnya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa variabel komunikasi mempunyai pengaruh yang dominan terhadap efektivitas kerja. Pembahasan Setelah melalui analisis statistik , yang terdiri dari analisis deskriptif, analisis korelasi spearmen dan uji hipotesis serta interpretasi hasil perhitungan statistik, maka berikutnya dilakukan pembahasan hasil analisis tersebut. a. Variabel Motivasi pengaruhnya terhadap efektifitas kerja Berdasarkan hasil-hasil analisis diatas, variabel motivasi memberikan kontribusi terhadap efektifitas kerja karyawan di lingkungan pemda kota Malang. Ini berarti kinerja karyawan lebih positif ketika ada motivasi kuat yang dilakukan oleh pimpinan. Sehingga diperlukan suatu adanya proses pemahaman factor-faktor motivasi yang efektif untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini secara makro dipengaruhi oleh budaya birokrasi kita, yang
139
bekerja atas dasar prinsip hirarkhi jabatan, yaitu ada garis yang jelas dari atasan ke bawahan. Atasan membawahi dan mengawasi bawahan, berdasarkan pembagian tanggungjawab dimana atasan tidak boleh mengambil alih pekerjaan para bawahan dan sebaliknya. Dalam kaitan itu juga ada garis jelas untuk melakukan pelaporan berdasarkan ketentuan yang berlaku, mengenai segala sesuatu yang diputuskan oleh bawahan kepada atasan langsungnya. Jadi semua urusan dinas dikelola berdasarkan prosedur atau aturan yang kurang atau lebih bersifat stabil dan tuntas. Penguasaan prosedur atau peraturan-peraturan tersebut menunjukkan kecakapan teknis khusus yang dimiliki setiap pejabat. Sebagaimana Mintzberg ( 1983 : 11 ) menyebutkan lima macam elemen dasar yang ada pada setiap organisasi/ birokrasi, yaitu : 1. The strategic apex ( pucuk pimpinan ) yang bertanggung jawab penuh atas jalannya organisasi 2. The middle line ( pimpinan pelaksana ) yang menjembatani pucuk pimpinan dengan bawahan/ pelaksana 3. The operating core ( bawahan/ pelaksana ) para pekerja/ karyawan yang melaksanakan pekerjaan pokok yang berkaitan dengan pelayanan dan produk organisasi 4. The tecgnostructure ( kelompok ahli ) / fungsional misalnya para analis, yang bertanggungjawab bagi effektifnya bentuk-bentuk tertentu standarisasi dalam organisasi 5. The support staff ( staf pendukung ) sejumlah tenaga yang ada pada unit staf, membantu menyediakan pelayanan tidak langsung bagi organisasi. Dalam pelaksanaannya salah satu unsur / elemen dasar ini dapat mendominasi suatu organisasi. Tergantung pada bagian mana salah satu dari elemen itu memegang posisi
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
kendali, maka konfigurasi setruktur yang dikehendaki akan terbentuk. Masing-masing konfigurasi setruktur mempunyai kekuatan dan kelemahannya. b. Variabel kepemimpinan pengaruhnya terhadap efektifitas kerja. Berdasarkan hasil analisis penelitian ternyata variable kepemimpinan tidak berpengaruh secara positif terhadap efektifitas kerja. Ini berarti bahwa pola kepemimpinan yang dikembangkan belum bersinerji dengan keberpihakan kepada karyawan, sehingga ada jarak antara pemimpin dengan karyawan. Karena didalam penataan struktur organisasi yang menggunakan pola dan pendekatan manajemen modern, harus dilakukan dengan memperhatikan rambu-rambu perubahan dengan prinsip dasar sebagai berikut : Pemimpin perubahan, yang berperan memberikan arah visi , misi, komitmen perubahan. Karena perubahan itu suatu proses yang sangat sulit diprediksi, karena banyaknya faktor yang mempengaruhi. Apabila masingmasing faktor perubahan tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan berlandaskan pada manusia, karena hakekat organisasi dan perusahaan merupakan himpunan manusia. Mesin, teknologi, metode baru dan sebagainya bisa diperoleh dan diinstall dengan cepat, sedangkan manusia harus melalui proses. Insan sebagai pelaku perubahan, artinya semua manusia sebagai insan yang memiliki kemauan, kemampuan ,naluri dan rasio yang adab. Sehingga keterlibatan semua manusia sebagai insan-insan tersebut harus dilibatkan secara aktif dan berpartisipasi di dalam proses perubahan
140
prinsip pembelajaran, adalah suatu proses yang sulit diprediksi, terutama perubahan yang terjadi pada aspek teknis. Walaupun begitu, perencanaan perubahan harus tetap dilakukan secara cermat terutama pada aspek-aspek strategis. Learning project, sebagai sarana mempelajari metode membangkitkan motivasi karyawan, metode pengubahan paradigma, proses consensus building dan sebagainya, yang kesemuanya merupakan inti sasaran dan kegiatan perubahan itu sendiri. Dengan rambu-rambu ini proses perubahan dan penataan sangat tergantung kepada pemimpin perubahan tersebut, yang lambat laun harus dilakukan sosialisasi dalam meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan secara effektif dan effisien, untuk mewujudkan sasaran yang telah dirumuskan. c. Variabel Komunikasi pengaruhnya terhadap efektifitas kerja Berdasarkan hasil penelitian variable komunikasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efektifitas kerja. Artiya tingkat efektifitas komunikasi menentukan efektifitas kerja baik komunikasi antara pimpinan dengan pimpinan, pimpinan dengan bawahan, dan bawahan dengan bawahan. Jika komunikasi ini berjalan secara efektif karyawan secara sadar memahami bahwa komunikasi itu sebagai sarana untuk mensosialisasikan segala kebijakan yang terkait kepada semua komponen yang ada didalam instansi tersebut. Sebuah tuntutan bagi suatu lembaga jika harus menyesuaikan dengan perubahan global, karena itu konsekuensinya mereka harus mengikuti perkembangan dan perubahan yang terjadi. Penyesuaian diri menjadi salah satu modal. Langkah-langkah melakukan komunikasi secara efektif diawali
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
dengan penyesuaian antara strategi dan kondisi internal lembaga serta peluang dan ancaman eksternal, sebagai pilihan strategis untuk diperhitungkan. Sehingga memelihara kesesuaian diri dengan lingkungannya secara terus menerus serta melakukan perubahan berskala luas pada saat menghadapi perubahan lingkungan yang drastis. Komunikasi terhadap perubahan ini ada dua pendekatan, yaitu pendekatan inkremental / perubahan konvergensi dan pendekatan menyeluruh ( frame breaking changes ). Pendekatan inkremantal / perubahan konvergensi ini memahami kondisi struktur perusahaan masih kompatibel, dan dilakukan dalam pereode relatif panjang. Sebaliknya pendekatan frame breaking changes dilakukan seketika, banyak korban yang harus dihadapi dan sering terhambat oleh orang-orang senior. Masalah pengelolaan perubahan, baik perubahan inkremental maupun frame breaking changes bukan merupakan masalahnya CEO saja, namun juga manajermanajer menengah didalam perusahaan. Hal ini yang perlu di jabarkan dengan bijaksana, agar sinergi antara elemen-elemen dalam perusahaan tidak terganggu olehnya. Tolok ukurnya, lembaga dianggap sukses jika segala sesuatunya berjalan dengan sempurna. Konvergensi dimulai pada saat terjadi kesesuaian antara strategi, struktur, orang dan proses. Sistem formal seperti sistem perencanaan dan pengendalian, prosedur evaluasi dan penggajian orang dan sistem pengelolaan sumber daya insani lainnya sangat sesuai dengan sistem informasi lembaga yang bersangkutan seperti nilai - nilai , norma-norma dan pola perilaku lainnya. Karena kesesuaian antara strategi, struktur, orang dan proses tidak pernah benarbenar sempurna maka lembaga berusaha mencapai kesempurnaan
141
hubungan dengan melakukan perubahan yang bersifat inkremental. Dalam banyak studi terhadap pemerintahan daerah, perubahan konvergensi terjadi melalui dua cara umum yaitu fine tuning dan adaptasi inkremental. Perubahan konvergensi fine tuning menggunakan berbagai kesesuaian antara strategi, struktur, orang dan proses kegiatan, dimana pemerintah daerah tetap mencari cara baru untuk mengekploitasi dan mempertahankan misinya. Pendekatan dan cara yang ditempuh adalah menyesuaikan kembali kebijakan, metode atau sistem dan prosedur, menciptakan unit atau mekanisme baru untuk menghubungkan beberapa pekerjaan yang memerlukan perhatian khusus, pengembangan dan pelatihan personel dalam kerangka strategi masa depen lembaga, penciptaan komitmen kelompok dan individu terhadap departemennya masing-masing, penegasan kembali/ klarifikasi peran, kewenangan, status, mekanisme koordinasi yang telah ada dan sebagainya. Perubahan inkremental ini ditujukan kepada pembentukan konsistensi antara startegi, setruktur, orang dan proses kegiatan yang telah ada. Perubahan ini mempererat interkoneksi dan karenanya menciptakan stabilitas sistem sosial yang telah ada didalam organisasi. Pereode ini adalah pereode romantis dan menyenangkan. Sehingga diharapkan tidak menyebabkan terlalu banyak gelombang terhadap organisasi perusahaan. Bahkan hampir semua pemerintah daerah bisa menerima perubahan ini secara baik dan transparan, Maka dari itu setelah melalui penelitian yang begitu konvergen ini, kearifan, ketelitian, kecermatan, dan kontabilitas strategi, sistem, orang,dan proses kegiatan dalam pemerintahan sangat ditentukan oleh pemimpin perubahan. Contoh dalam adjustments, berupa ekspansi wilayah, inovasi
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
dalam beberapa bagian atau proses yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan penggunaan teknologi untuk membantu proses tersebut. Pada umumnya perubahan yang demikian ini muncul tanggapan penerimaan, keterbukaan terhadap alternatif baru, partisipasi dari orang yang langsung terpengaruh oleh perubahan, berbagai tanggapan positif lainnya. Peran Pemimpin perubahan disini mendorong misi dan nilai dasar pemerintah dan mendelegasikan keputusan perbaikan inkremental kepada masing-masing pimpinan/kepala bagian, kepala dinas. Dan terbuka peluang untuk mengantisipasi dan mempelajari halhal baru. Konsekuensi perubahan konvergensi ini kedepan menghasilkan keefektifan. Perubahan ini relatif mudah di implementasikan serta mengoptimalkan kesesuaian antara strategi, setruktur, orang dan proses. Bagaikan pisau bermata dua, pada saat organisasi tumbuh dan mencapai keberhasilan, mereka mengembangkan daya internal untuk mencapai stabilitas. Setruktur dan sistem organisasi menjadi sangat terhubung yang hanya mengijinkan perubahan inkremental dalam arti kompatibel dengan setruktur dan sistem yang telah eksis. Lebih jauh lagi, sering dengan waktu, orang mengembangkan kebiasaan, pola perilaku dan keyakinan mengenai bagaimana cara bekerja yang sesuai dengan sistem. Artinya tidak menganggap perubahan lingkungan sebagai ancaman, sebab sistem dan setruktur internal menunjukkan konsistensi, bahkan ketika sistem dan setruktur tersebut tidak lagi sesuai dengan tuntutan eksternal. Dan melakukan tanggapan terhadap kerangka sistem dan setruktur yang telah ada, atau mempertimbangkan kesesuaian dengan status quo atau bahkan melalui penggalangan komitmen.
142
Sedangkan pendekatan perubahan menyeluruh ( frame breaking change ), merupakan suatu proses perubahan secara total dan mendasar, sebagai bentuk antisipatif terhadap perubahan lingkungan yang lebih luas. Perubahan ini biasanya dipicu oleh suatu gerakan diskontinuitas, product and marketing life cycle, serta dinamika internal lembaga. Secara lebih transparan dapat dijelaskan sebagai berikut : Diskontinuitas, terjadi karena adanya perubahan peraturan perundang-undangan, politik atau teknologi yang merubah basis persaingan di dalanya. Penerapan sistem MB/ MS misalnya merubah secara mendasar bagaimana pemerintahan kota Malang harus beroperasi dan berkompetisi. Dominasi standar nilai seperti operating system berbasis microsoft windows atau mikroprosesor berbasis intel, merubah inovasi produk ke inovasi proses. Demikian pula kondisi krisis ekonomi nasional yang berlarut-larut ini, juga menuntut perubahan yang berbasis persaingan secara mendasar. Apalagi Era sekarang masalah bagi pemerintahan didaerah dengan adanya otonomi daerah sangat komplek sekali. Product and Market Life Cycle, karena pasar mulai bergerak dari tahap pertumbuhan ( rapid growth ) memasuki tahapan kematangan ( maturity ). Pada saat ini jumlah dan kapasitas dari pemain baru meningkat jauh lebih cepat daripada permintaan pasar. Pada saat itu lembaga pemerintah sekaligus harus mencapai sasaran-sasaran kualitas, inovasi produk, dan efisiensi serta menggunakannya secepat mungkin sebagai basis persaingan baru. Dinamika Internal. yaitu perubahan level pimpinan, akibat masuknya investor-investor baru. Hal ini dapat mengubah fokus organisasi besar
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
dan birokrasi menjadi organisasi yang lebih ramping, kaya fungsi, dan berjiwa entreprenershif. Berarti dituntut adanya perubahan besar pada pola sikap, pola perilaku dan sistem. Dinamika internal yang demikian ini, didukung oleh tekanan eksternal dapat memicu untuk melakukan frame breaking change, kalau tidak mau ketinggalan/ tertindas. Perubahan ini dikendalikan oleh arah dan strategi. Jika strategi berubah maka setruktur, orang dan proses organisasi juga harus berubah. Frame breaking change seringkali mengikutsertakan diskontinuitas perubahan diseluruh lembaga, dengan karakteristik sebagai berikut : Perubahan misi dan filosofi lembaga, yaitu redifinisi ulang misi lembaga serta keinginan bidang keunggulan dan kesempurnaan organisasi. Perubahan kekuasaan ( power ) dan status, artinya beberapa jabatan terpaksa harus dirubah dan diganti dengan jabatan baru yang relevan dengan misi lembaga. Karena itu harus didukung oleh perubahan terhadap keseimbangan kekuasaan dan status yang telah ada. Reorganisasi, artinya dengan strategi baru memerlukan perubahan pada setruktur, sistem dan prosedur. Jika faktor setrategis berubah maka pasti diperlukan perubahan bentuk organisasi. Arah baru menambah aktivitas pada beberapa unit, dan menguranginya di unit lainnya. Karena itu perubahan ini menyentuh pada perubahan sistem dan setruktur guna memastikan bahwa usaha yang dilakukan tidak akan sia-sia. Setruktur dan peran tugas baru secara nyata berubah perilaku business as ussual. Perubahan pola Interaksi, artinya cara orang berperilaku didalam organisasi juga dirubah selama perubahan menyeluruh ini . Karena
143
logikanya setrategi berubah, maka prosedur, aliran kerja, mekanisme komunikasi dan pola pengambilan keputusan barus harus segera diimplementasikan. Perubahan dalam mekanisme kerja dan prosedur ini akan diikuti dengan perubahan norma, pengambilan keputusan informal, model penyelesaian konflik dan berbagai peran informasi lain. Eksekutif, artinya perubahan ini diikuti dengan perubahan tim eksekutif puncak. Komitmen terhadap misi baru, dengan perubahan jajaran eksekutif puncak seringkali dilihat karyawan sebagai simbul keseriusan lembaga didalam melakukan perubahan. Maka dari itu untuk effektifitas perubahan ini yang nampaknya paling effektif adalah merubah setruktur, sistem, orang dan proses secara cepat dan tepat, agar dapat segera memulai pereode stabilisasi dan konvergensi. Semakin cepat, ketidakpastian mendasar segera dihilangkan, semakin baik peluang organisasi untuk bertahan hidup dan berkembang. Walaupun kecepatan perubahan sangat penting, namun demikian jangka waktu implementasi tergantung pada ukuran dan usia organisasi. Untuk melakukan kegiatan komunikasi dan perubahan yang lebih efektif, maka diperlukan adanya suatu Pembenahan dan Penyiapan Sumberdaya Insani. Dimulai dengan perubahan paradigma, dengan sasaran utama mengantarkan sumberdaya insani menuju kepada keputusan individu untuk berubah. Seorang pimpinan memainkan peran sebagai pemimpin perubahan melalui sosialisasi perubahan, penciptaan urgensi perubahan serta meyakinkan individuindividu kepala bidang dan kepala rayon menuju suatu keputusan untuk berubah. Juga menyediakan visi perubahan dalam lingkup kota Malang
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
serta memberikan arah perubahannya. Satu hal yang perlu diingat bahwa proses pembentukan agent of change dari beberapa personil kunci, yang selanjutnya dapat dipergunakan sebagai pendorong motivasi perubahan bagi rekan-rekan sekerja yang lain. Para agent of change ini merupakan pioner perubahan di lingkungan pemda Kota Malang , yang secara implisit akan mengajak individu-individu lain untuk mengikuti dan berpartisipasi di dalam proses perubahan. Karena itu pada dasarnya kompetensi organisasi dan kompetensi karyawan yang akan dibentuk, harus selaras dengan strategi pemda kota Malang dan bersumber pada visi dan misinya. Sebagai lembaga yang memiliki visi. Pembentukan kompetensi merupakan suatu persiapan yang mutlak dilakukan oleh pemerintahan daerah agar dapat bersaing di era global 2003. Tujuan penyiapan dan pengembangan SDI berdasarkan kompetensi adalah : Mengembangkan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas agar dapat mencapai tujuan. Membentuk Sumberdaya Insani yang memiliki kompetensi yang dapat mendukung daya saing. Menciptakan sistem manajemen sumber daya insani yang terpadu, lebih obyektif, tansparan dan konsisten. Oleh karena itu kata kunci kompetensi, menjadi tolok ukur SDI yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kualitas pribadi yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah atau beberapa aktivitas yang berkaitan dengan tujuan. Maka dari itu kompetensi yang dikembangkan adalah kompetensi organisasai dan kompetensi karyawan. Essensi kompetensi organisasi adalah meningkatkan strategi dan manajemen kompetensi karyawan, yang bersifat kolektif, listas fungsional, fokus pada hasil, berorientasi pada keuangan
144
jangka panjang dan mahal untuk dibangun. Sedangkan kompetensi karyawan essensinya adalah memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kepribadian yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas, membedakan top dan everage performers , fokus pada perilaku yang diperlihatkan sehingga bisa diukur dan dikelola, dan mencerminkan konteks strategi dan hasil kerja. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa : 1) Berdasarkan hasil perhitungan analisis korelasi maka diketahui bahwa motivasi mempunyai yang erat dengan efektivitas kerja hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,618 dengan taraf signifikan P = 0,000. Dengan demikian dapat dimpulkan bahwa motivasi berpengaruh terhadap efektivitas kerja. Kontribusi variabel motivasi mempunyai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,38 yang berarti motivasi memiliki kontribusi sebesar 38% terhadap efektivitas kerja sementara sisanya 62% merupakan kontribusi variabel lainnya 2) Variabel kepemimpinan terhadap efektivitas kerja mempunyai koefisien korelasi sebesar 0,000. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan tidak
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
berpengaruh terhadap efektiivitas kerja. Hal ini berarti hipotesis alternatif (H1) ditolak, yang berarti Ho diterima. 3) Hasil perhitungan analisis korelasi dengan meggunakan korelasi rho Spearmen diketahui keeratan hubungan antara komunikasi dengan efektivitas kerja sebesar 0,941 dengan taraf signifikan P = 0,000. Dengan demikian dapat dimpulkan bahwa secara komunikasi berpengaruh terhadap efektivitas kerja. Hal ini berarti diterimanya hipotesis alternatif (H1) diterima dan Ho ditolak. Koefisien determinasi (R2) variabel komunikasi sebesar 0,885 yang berarti komunikasi memiliki kontribusi sebesar 88% terhadap efektivitas kerja sementara sisanya 12% merupakan kontribusi variabel lainnya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa variabel komunikasi mempunyai pengaruh yang dominan terhadap efektivitas kerja. S aran-Saran Sebagaimana yang telah disampaikan pada pembahasan sebesalumnya bahwa motivasi dan komunikasi mempunyai peranan penting dalam meningkatkan efektifitas kerja pegawai. Untuk itu disarankan : 1) Bahwa motivasi pegawai harus tetap terjaga, untuk itu agar pegawai tetap
145
2)
3)
4)
termotivasi, maka perlu diciptakan komunikasi secara terus menerus antara atasan dengan bawahan, agar hal ini untuk dapat memahami tugas dan fungsi sebagaimana yang telah ditetapkan. Dalam rangka meningkatkan motivasi internal maka perlu dilakukan pengarahan secara intensif guna pemahaman tugas pokok dan fungsi masing-masing pegawai yang dipimpinnya. Komunikasi sangat berarti bagi pegawai dalam berinteraksi antara karyawan yang satu dengan lainnya sehingga tidak akan menimbulkan polemik antar pegawai. Hal ini dimaksudkan bahwa proses interaksi harus diciptakan oleh pimpinan guna menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. Sebagai upaya menciptakan lingkungan kerja yang kondusif maka desecion maker perlu mengadakan rotasi secara menyeluruh dan periodik
Pengukurannya, Prisma No. 11 Nopember, LP3ES. Kerlinger, Fred N (1973), Foundation of Behavioral Research, Holt, Rinehart and Wiston Inc., New York. Soekanto, Sosiologi, Jakarta.
Soerjono(1983), Kamus Penerbit CV Rajawali,
Siagian, Sondag P.(1986), Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Cetakan ke Empat, Penerbit PT Gunung Agung, Jakarta. Siswanto, Bejo (1987, Manajemen Tenaga Kerja, Ancangan Dalam Pendayagunaan dan Pengembangan Unsur Tenaga Kerja, Penerbit Sinar Baru, Bandung. Wardiatmadja, B.S (1987), Dari Kerja ke Manusia Yang Bekerja, Penerbit Jaya Bentara, Jakarta. Winardi 1985), Asas-Asas Manajemen, Cetakan ke Tujuh, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA Effendy,
Onong Uchjana, (1989), Psikologi Manajemen dan Administrasi, Penerbit CV Mandar Maju, Bandung.
------, Onong Uchjana (1979), Relation dan Relation Manajemen, Alumni, Bandung.
Human Public Dalam Penerbit
Hidayat (1986), Konsep Dasar dan Pengertian Produktivitas serta Interprestasi Hasil
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
146
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
147
Jurnal OTONOMI Volume 8 No.2. Nopember 2008
148