PENGARUH MODIFIKASI PERMUKAAN SELULOSA NATA DE COCO DENGAN ANHIDRIDA ASETAT DALAM MENGIKAT ION LOGAM BERAT Cd2+ DALAM CAMPURAN Cd2+ DAN Pb2+ Lailiyah, N1, Wonorahardjo, S1, Joharmawan, R1 1 Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected];
[email protected] ABSTRAK: Pada penelitian ini telah dilakukan adsorpsi ion Cd2+ dengan Pb2+ sebagai ion pengganggu yang memanfaatkan serbuk selulosa nata de coco sebagai adsorben menggunakan metode batch. Selain itu juga digunakan adsorben selulosa termodifikasi (hasil reaksi asetilasi nata dengan anhidrida asetat) untuk dibandingkan kemampuan adsorpsinya dan pengaruhnya tehadap pola gangguan dari ion Pb2+. Hasil pengukuran konsentrasi ion Cd2+ dan Pb2+ dengan menggunakan AAS (Absorption Atomic Spectrophotometer) menunjukkan bahwa: (1) selulosa nata memiliki kemampuan mengadsorpsi ion Cd2+ dan Pb2+ lebih baik dibandingkan dari selulosa termodifikasi, (2) persen teradsorpsi Cd2+ pada adsorben selulosa nata menurun seiring dengan kenaikan konsentrasi ion pengganggu Pb2+, sedangkan persen teradsorpsi Cd2+ pada adsorben selulosa asetat tidak terpengaruh dengan kenaikan konsentrasi ion pengganggu Pb2+, dan (3) pola atau mekanisme gangguan dari ion Pb 2+ terhadap adsorpsi ion Cd2+ menurun dengan adanya modifikasi adsorben selulosa nata menjadi selulosa asetat (selulosa termodifikasi). Kata-kata kunci: adsorpsi, selulosa asetat, selulosa nata de coco, anhidrida asetat, ion logam berat.
PENDAHULUAN Penelitian di bidang adsorpsi telah banyak dilakukan, terutama penelitian tentang material alam yang dapat digunakan sebagai adsorben alternatif agar mampu bersaing dengan adsorben komersial seperti arang akif. Salah satu contoh material alam yang dapat digunakan sebagai adsorben tersebut adalah selulosa nata de coco. Beberapa penelitian sebelumnya telah menggunakan adsorben selulosa nata de coco dan ion Cd2+ dalam air sebagai adsorbat untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi. Penelitian Saputri (2010) mempelajari pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi Cd2+ pada selulosa nata de coco, sedangkan Ratnaningsih (2010) mempelajari pengaruh konsentrasi ion pengganggu Cu2+ dalam adsorpsi Cd2+ pada selulosa nata de coco. Pada penelitian ini akan mempelajari keberadaan ion pengganggu Pb2+ dengan variasi konsentrasi tertentu dalam proses adsorpsi Cd2+ pada selulosa nata de coco. Ion Pb2+ dipilih sebagai ion pengganggu karena ion Pb2+ memiliki muatan yang sama dengan Cd2+ dan juga termasuk logam berat pencemar yang berbahaya. Namun ion Pb2+ dan Cd2+ memiliki nomor atom, nomor massa atom relatif, periode, golongan, dan muatan inti efektif yang berbeda yang menimbulkan terjadinya kompetisi antara Cd2+ dan Pb2+. Selain faktor konsentrasi ion pengganggu juga akan digunakan faktor jenis adsorben. Digunakan dua adsorben tersebut bertujuan untuk membandingkan kemampuan adsorpsinya dari keduanya. Adsorben yang pertama adalah adsorben nata de coco tanpa modifikasi seperti pada penelitian sebelumnya (selulosa nata), dan adsorben yang kedua adalah adsorben selulosa nata de coco yang telah dimodifikasi dengan anhidrida asetat sehingga menghasilkan adsorben selulosa asetat (selulosa termodifikasi).
Proses modifikasi selulosa nata menjadi selulosa termodifikasi tersebut menyebabkan perubahan jumlah gugus hidroksil, kepolaran dan topologi permukaan yang dapat mempengaruhi kemampuan adsorpsi dari adsorben. Selain itu, proses modifikasi tersebut juga dapat mempengaruhi pola gangguan ion pengganggu Pb2+ terhadap proses adsorpsi Cd2+. Perubahan kemampuan adsorpsi dan pola gangguan ion pengganggu inilah yang akan dipelajari dan dijadikan sebagai penelitian awal untuk mengetahui sifat permukaan selulosa termodifikasi sebagai adsorben, sebelum dilakukannya penelitian lanjutan yang menggunakan adsorbat lain seperti senyawa organik. METODOLOGI Pembuatan Serbuk Selulosa Pada tahap preparasi sebanyak 35 kg lembaran nata de coco di potong dadu dengan ukuran ± 1,5 x 2 x 2 cm, kemudian direbus sebanyak dua kali, masing-masing selama 3 jam dan 1 jam, setelah itu dibilas dengan air panas dan diblender sampai halus seberti bubur. Nata dalam bentuk bubur tersebut kemudian dioven pada suhu 50oC selama 6 jam, kemudian dihaluskan kembali dengan blender sampai menjadi serbuk nata de coco dan selanjutnya diayak dengan ukuran 48 mesh. Pembuatan Selulosa Asetat (Selulosa Termodifikasi) Serbuk selulosa nata de coco sebanyak 5,00 g diaktivasi dengan 100 mL asam asetat glasial selama 30 menit disertai pengadukan pada suhu 35oC. Selulosa hasil aktivasi ditambah dengan campuran asam asetat glasial dan asam sulfat (40mL : 5 mL) dan diaduk selama 30 menit. Lalu disaring dan diasetilasi dengan 15 mL anhidrida selama 30 menit pada suhu 35oC, selanjutnya larutan didinginkan pada suhu ruang. Larutan hasil asetilasi ditambah dengan 50 mL aquades secara perlahan dan dijaga tetap pada suhu ruang sampai membentuk gumpalan putih, dibilas dengan aquades sampai air bilasan jernih, setelah itu disaring dan dioven pada suhu 105oC selama 30 menit serta pada suhu 40oC selama 24 jam. Selulosa asetat yang terbentuk dihaluskan dengan mortar dan diayak dengan ukuran 48 mesh. Karakterisasi Adsorben Dilakukan beberapa karakterisasi pada adsorben baik selulosa nata maupun selulosa termodifikasi, antara lain karakterisasi kadar air, kadar abu, daya serap iod dan kadar asetil. Identifikasi Topografi Permukaan Adsorben Identifikasi topografi permukaan adsorben dengan menggunakan SEM dilakukan untuk selulosa nata de coco sebelum dimodifikasi dan selulosa setelah dimodifikasi. Identifikasi Gugus Fungsi Identifikasi gugus fungsi menggunakan FT-IR dilakukan untuk selulosa nata de coco sebelum dimodifikasi dan selulosa yang setelah dimodifikasi.
Adsorpsi Ion Cd2+ dan Pb2+ Sebanyak 0,50 g adsorben ke dalam 8 Erlenmeyer berbeda. Sebanyak 4 Erlenmeyer masing-masing dilabeli kode S1, S2, S3, dan S4 untuk adsorben berupa selulosa nata, sedangkan 4 erlenmeyer lain masing-masing dilabeli kode SA1, SA2, SA3, dan SA4 untuk adsorben berupa selulosa termodifikasi. Pada 8 buah Erlrnmeyer masing-masing ditambah 50 mL larutan campuran 10 ppm Cd2+ dan 0 ppm Pb2+ untuk Erlenmeyer berlabel S1 dan SA1, ditambah 50 mL larutan campuran 10 ppm Cd2+ dan 5 ppm Pb2+ untuk Erlenmeyer berlabel S2 dan SA2, ditambah 50 mL larutan campuran 10 ppm Cd2+ dan 10 ppm Pb2+ untuk Erlenmeyer berlabel S3 dan SA3, dan ditambah 50 mL larutan campuran 10 ppm Cd2+ dan 20 ppm Pb2+ untuk Erlenmeyer berlabel S4 dan SA4. Selanjutnya campuran adsorben dan adsorbat tersebut di shaker selama 30 menit dengan kecepatan 100 rpm. Setelah proses shaker selesai, filtrat hasil adsorpsi disentrifus selama 30 menit dengan kecepatan 1000 rpm dan diuji dengan AAS menggunakan kurva kalibrasi Cd2+ (pada λ=228,8 nm) dan Pb2+ (pada λ=283,3 nm) yang telah dibuat sebelumnya untuk ditentukan konsentrasi atau kadar ion logam Cd2+ dan Pb2+ dalam larutan setelah adsorpsi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Serbuk Selulosa dan Selulosa Asetat (Selulosa Termodifikasi) Dari 35 kg lembaran basah selulosa nata de coco dihasilkan 435,86 gram serbuk selulosa nata de coco dengan ukuran lolos ayakan 48 mesh. Sebagian dari serbuk selulosa nata tersebut diasetilasi dengan anhidrida asetat dan asam sulfat sebagai katalis. Penambahan katalis asam sulfat pada proses asetilasi bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi antara gugus hidroksil pada selulosa dengan anhidrida asetat (Gambar 1). Ion H+ dari asam sulfat memprotonasi atom O pada gugus asetil (C=O) sehingga menyebabkan atom C tempat terikatnya atom O yang terprotonasi bersifat nukleofilik dan mudah menyerang gugus hidroksil (OH) pada selulosa sehingga terbentuk selulosa asetat.
+
H+
+
Gambar 1. Reaksi Asetilasi Selulosa
Tingkat keberhasilan proses subtitusi gugus asetil pada gugus (-OH) cukup tinggi, hal ini ditunjukkan dengan persen kadar asetil selulosa termodifikasi, yaitu sebesar 50,2%. Keberhasilan proses asetilasi juga dapat dibuktikan dengan membandingkan hasil spektrum FT-IR selulosa nata dengan selulosa termodifikasi (selulosa asetat). Pada spektra selulosa asetat muncul dua daerah serapan baru dengan intensitas serapan yang kuat yaitu gugus karbonil (C=O) yang tajam pada daerah 1732,08 cm-1 dan gugus C-O ester pada daerah 1371,39 cm-1. Munculnya gugus karbonil (C=O) dan gugus C-O ester serta hilangnya
puncak OH pada daerah sekitar 3000 cm-1 ini menunjukkan keberhasilan reaksi substitusi gugus OH pada selulosa nata de coco oleh gugus asetil (CH3C=O). Karakterisasi Adsorben Tujuan karakterisasi adalah untuk mengetahui sifat-sifat (karakter) fisik maupun kimia dari suatu adsorben terutama dalam fungsinya sebagai adsorben. Kadar air selulosa nata dan selulosa termodifikasi cukup tinggi. Kadar air yang cukup tinggi pada adsorben menunjukkan molekul-molekul air yang terkandung pada adsorben cukup banyak dan dapat menghalangi adsorbat untuk teradsorpsi ke dalam pori-pori adsorben, selain itu juga dapat mengganggu proses asetilasi pada pembuatan selulosa asetat (selulosa termodifikasi) karena air yang terkandung pada selulosa nata dapat bereaksi dengan anhidrida asetat membentuk asam asetat, sehingga jumlah anhidrida asetat yang akan bereaksi dengan selulosa nata akan berkurang. Daya serap iod selulosa nata lebih tinggi dari pada selulosa termodifikasi yang menunjukkan bahwa luas permukaan spesifik selulosa nata lebih besar dibandingkan selulosa termodifikasi. Kadar abu selulosa nata cukup tinggi, ini menunjukkan selulosa nata mengandung pengotor ataupun mineralmineral lain yang dapat mengurangi sisi aktif pada adsorben. Adsorpsi Ion Cd2+ dan Pb2+ Hubungan persen teradsorpsi ion Cd2+ dan Pb2+ terhadap ion pengganggu 2+ Pb pada adsorben selulosa nata maupun selulosa termodifikasi ditunjukkan pada Gambar 2. Selulosa nata menyerap lebih banyak ion logam Pb2+ dibandingkan Cd2+. Hal ini karena ion logam Pb2+ memiliki massa molekul relatif yang lebih tinggi dibandingkan massa molekul relatif Cd2+, sehingga Pb2+ lebih cepat jatuh (sampai) ke permukaan adsorben dan terjerap pada adsorben dibandingkan Cd2+. Ion Pb2+ memiliki jari-jari ion yang lebih besar dari ion Cd2+ sehingga memiliki gaya elektrostatik yang relatif kecil dan menyebabkan kemampuan ion Pb2+ menarik molekul air disekitarnya lemahnya. Dengan lemahnya kemampuan Pb2+ dalam menarik molekul air, maka jari-jari hidrasinya yang dimiliki menjadi lebih kecil dan mobilitas atau pergerakan ion Pb2+ dalam air makin tinggi (cepat), sehingga ion Pb2+ lebih mudah sampai kepermukaan adsorben. Selain itu, Pb2+ dari Pb(NO3)2 memiliki nomor atom lebih besar dari pada Cd2+ dari Cd(NO3)2 yang menunjukkan jumlah proton yang dimiliki oleh Pb2+ lebih besar dari pada Cd2+. Jumlah proton dalam Pb2+ yang lebih besar dari Cd2+ ini mengakibatkan daya tarik inti dan muatan inti efektif yang dimiliki Pb2+ lebih besar sehingga akan lebih mempermudah Pb2+ dalam menginduksi selulosa nata yang bersifat non polar dan membentuk gaya tarik elektrostatik yang di sebut gaya dipol-dipol induksian. Variasi konsentrasi ion pengganggu Pb2+ yang makin meningkat tidak mempengaruhi persen keterserapan ion Cd2+ pada adsorben selulosa termodifikasi. Hal ini ditunjukkkan dengan nilai % keterserapan ion Cd2+ yang relatif konstan dalam tiap kenaikan variasi konsentrasi ion pengganggu (Gambar 2). Pola gangguan ion Pb2+ mulai bertambah saat konsentrasinya sebesar dua kali lipat dari konsentrasi Cd2+. Hal ini dikarenakan dengan adanya penambahan ion pengganggu Pb2+ dengan konsentrasi sebesar dua kali lipat dari konsentrasi ion Cd2+ dapat meningkatkan peluang Pb2+ untuk bertumbukan dengan Cd2+ yang sudah teradsorpsi sehingga ion Cd2+ yang menempel pada permukaan adsorben
mengalami desorpsi dan menuju daerah bulk liquid, selanjutnya berdifusi ke surface liquid. Pada surface liquid ini, ion Cd2+ yang terdesorpsi tersebut akan berotasi, bervibrasi, bertumbukan dan berkompetisi kembali dengan ion Pb2+, NO3-, OH- dan H+ untuk dapat berinteraksi kembali di permukaan adsorben, peluang keterserapan Cd2+ pada posisi semula atau posisi yang sama dengan posisi pertama kali Cd2+ terserap sangat kecil karena posisi (sisi aktif) semula sudah terisi oleh ion lain. Adsorpsi Ion Cd2+ pada Selulosa Nata dan Selulosa Termodifikasi dengan Ion Pengganggu Pb2+
% Teradsorpsi
100 89
80 57
60 40
88
92 57
42
43
20
57
Cd (II) selulosa nata
50
43
43
19
22
Pb (II) selulosa nata Cd (II) selulosa termodifikasi
5
0 0
5
10
15
20
Konsentrasi Ion Pb2+ (ppm)
25
Pb (II) selulosa termodifikasi
Gambar 2. Kurva Adsorpsi Ion Cd2+ dan Pb2+ pada Selulosa Nata dan Selulosa Termodifikasi dengan Ion Pengganggu Pb2+
selulosa nata termodifikasi menyerap lebih banyak ion logam Cd2+ dibandingkan Pb2+. Hal ini dikarenakan walaupun mobilitas atau pergerakan ion Pb2+ lebih cepat dari pada ion Cd2+, namun pergerakan kedua ion tersebut dipengaruhi oleh halangan sterik yang timbul dari dinding ruang kosong (dinding pori), ruang kosong selulosa termodifikasi berukuran lebih kecil (berukuran nano) dibandingkan ruang kosong pada selulosa nata yang berukuran mikro sehingga mengakibatkan ion Pb2+ yang berjari-jari lebih besar (112 pm) dari pada ion Cd2+ (92 pm) lebih sulit masuk dan berinteraksi dengan permukaan dalam dari ruang kosong selulosa termodifikasi. Dengan adanya halangan sterik tersebut, maka Ion Cd2+ yang berukuran lebih kecil berpeluang untuk berinterakasi di permukaan dalam ruang kosong selulosa termodifikasi maupun di permukaan selulosa termodifikasi, sedangkan untuk ion Pb2+ yang tidak dapat masuk kedalam ruang kosong selulosa termodifikasi, hanya memiliki peluang untuk berinteraksi dengan selulosa termodifikasi di bagian permukaannya saja. Ukuran jari-jari ion Pb2+ yang lebih besar Cd2+, menyebabkan ion Pb2+ tidak dapat masuk kedalam ruang kosong selulosa termodifikasi untuk berkompetisi dan bertumbukan dengan ion Cd2+. Sehingga proses desorpsi pada ion Cd2+ yang lebih dulu masuk dan menempel dengan permukaan dalam ruang kosong adsorben menjadi kecil (pola gangguan ion Pb2+ menghilang). Pada Gambar 2 juga menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan adsorpsi ion Cd2+ dan Ion Pb2+ oleh adsorben selulosa nata dan selulosa
termodifikasi, yaitu dimana selulosa nata memiliki kemampuan adsorpsi lebih besar dalam mengadsorpsi ion logam berat Cd2+ dan Pb2+ dibandingkan dengan selulosa termodifikasi. Hal ini karena secara bentuk struktur atau bentuk topologi permukaan, selulosa nata memiliki ukuran diameter ruang kosong yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran diameter ruang kosong yang dimiliki oleh selulosa termodifikasi. Sehingga ion Cd2+ dan Pb2+ bisa lebih mudah masuk dan berinterakasi ke dalam ruang kosong selulosa nata yang berukuran lebih besar. Selain itu, kepolaran dimiliki selulosa termodifikasi lebih rendah dibandingkan kepolaran selulosa nata. Nilai kepolaran tersebut dapat dilihat dari tetapan dielektrik yang dimiliki adsorben. Semakin besar harga tetapan dielektriknya, maka makin besar pula kepolarannya (Marfu’ah dan Wahjudi : 2004). Tetapan dielektrik yang dimiliki oleh selulosa nata dan selulosa asetat (selulosa termodifikasi) adalah masing-masing sebesar 3,2 – 7,5 dan 3,2 – 7,0 (http://www.rafoeg.de). Ion logam Cd2+ maupun Pb2+ lebih mudah menginduksi selulosa nata yang lebih polar dibandingkan dengan selulosa termodifikasi karena setelah proses induksian, selulosa nata akan lebih mudah membentuk dipol induksian sehingga gaya tarik elektrostatik yang disebut gaya dipol-dipol induksian antara ion logam dengan selulosa nata lebih cepat muncul. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) selulosa nata memiliki kemampuan mengadsorpsi ion Cd2+ dan Pb2+ lebih baik dibandingkan dari selulosa termodifikasi, (2) persen teradsorpsi Cd2+ pada adsorben selulosa nata menurun seiring dengan kenaikan konsentrasi ion pengganggu Pb2+, sedangkan persen teradsorpsi Cd2+ pada adsorben selulosa asetat tidak terpengaruh dengan kenaikan konsentrasi ion pengganggu Pb2+, dan (3) pola atau mekanisme gangguan dari ion Pb2+ terhadap adsorpsi ion Cd2+ menurun dengan adanya modifikasi adsorben selulosa nata menjadi selulosa asetat (selulosa termodifikasi). Saran Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan yaitu: (1) perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pH dan waktu kontak optimum adsorpsi ion Cd2+ dan Pb2+ pada selulosa asetat dan selulosa nata de coco, (2) perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan meningkatkan konsentrasi ion pengganggu Pb2+ pada proses adsorpsi Cd2+ dengan adsorben selulosa nata dan selulosa termodifikasi, dan (3)perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari gangguan ion NO3- dari larutan Cd(NO3)2 dan Pb(NO3)2 pada proses adsorpsi Cd2+ dengan adsorben selulosa nata dan selulosa termodifikasi. DAFTAR RUJUKAN Alberty, T.A. 1987. Physical Chemistry 6th Edition. New York: John Wiley and Sons. Castellan, G.W. 1983. Physical Chemistry 3rd Edition. Canada: Addison Wesley Publising Company
Effendy. 2010. Teori Vsepr:Kepolaran, dan Gaya Intermolekul. Malang: Bayumedia Publishing. Hamdiani, S. 2010. Termodinamika Adsorpsi Multi Logam Au-Cu, Au-Ni dan AuCu-Ni pada Hibrida Merkapto-Silika. Artikel diseminarkan pada Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia (SNHKI), Makassar, 2 Agustus 2010. (Online), (http://www.kimiawan.org), diakses 27 Juli 2013. Kimmich, R. 2002. Strange Kinetics, Porous Media, and NMR. Chemical Physic, (284):253-285. Marfu’ah, S. & Wahjudi. 2004. Kimia Organik Fisik bagian I. Malang : FMIPA Universitas Negeri Malang. Ratnaningsih, F.D. 2010. Pengaruh Konsentrasi Ion Cu2+ terhadap Adsorpsi IonCd2+ dari Larutan Cd(NO3)2 dan Cu(NO3)2 oleh Nata De Coco dengan Metode Batch. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia Universitas Negeri Malang. Sukardjo. 1984. Kimia Anorganik. Yogyakarta: Bina Aksara.