PENGGUNAAN SELULOSA DAUN NANAS SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT CD(II)
Disusun oleh:
Aries Wiwit Handayani M.0304029
SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian Persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juni, 2010
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya industri diberbagai bidang menyebabkan meningkatnya kuantitas limbah yang dibuang ke lingkungan. Salah satu limbah tersebut adalah limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahaya (Sariwahyuni, 2006). Pembuangan limbah tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, misalnya pengurangan nilai estetika lingkungan yang berhubungan dengan perubahan warna, bau, dan rasa air. Selain itu, pencemaran lingkungan berbahaya bagi tumbuhan, binatang, dan manusia (Torresdey, 1998; Mahvi, 2005). Limbah yang mengandung logam berat termasuk ke dalam golongan limbah B3. Pembuangan limbah yang mengandung logam berat ke perairan ataupun ke lingkungan secara langsung dapat merusak ekosistem yang ada. Keberadaan logam berat di lingkungan dalam jumlah yang melebihi ambang batas perlu diperhatikan karena sifat racun yang dimilikinya (Paduraru, 2008; Kaavessina, 2005). Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari 5 mg/cm3. Logam berat yang berbahaya di perairan diantaranya adalah antimon (Sb), arsenik (As), berilium (Be), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), selenium (Se), kobalt (Co), dan seng (Zn) (Paduraru, 2008). Logam berat tersebut tidak dapat didegradasi oleh tubuh, memiliki sifat toksisitas (racun) pada mahkluk hidup walaupun pada konsentrasi yang rendah, dan dapat terakumulasi dalam jangka waktu tertentu. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Efek selanjutnya, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuk logam berat adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan (Sembiring, 2008; Mahopatra 2009).
3
Dalam rangka untuk mengatasi pencemaran logam berat dilingkungan, telah dilakukan penelitian tentang metode yang efektif untuk mengurangi konsentrasi logam berat yang akan dibuang ke perairan, tetapi dalam rentang waktu yang lama perlakuan tersebut dapat merusak lingkungan akibat dari akumulasi logam berat yang tidak sebanding dengan masa recovery (perbaikan) dari lingkungan itu sendiri. Teknik yang lebih baik dari teknik di atas adalah penetralan logam berat yang aktif menjadi senyawa yang kurang aktif dengan menambahkan senyawa-senyawa tertentu, kemudian dilepas ke lingkungan perairan, namun pembuangan logam berat non-aktif juga menjadi masalah karena dapat dengan mudah mengalami degradasi oleh lingkungan menjadi senyawa yang dapat mencemari lingkungan. Cara lain adalah reverse osmosis, elektrodialisis, ultrafiltrasi dan resin penukar ion. Dewasa ini dikembangkan metode lain yang dinilai lebih efektif, preparasi yang mudah dan pembiayaan yang relatif murah dibanding metode yang sebelumnya yaitu metode adsorpsi. Adsorpsi dapat dilakukan terhadap logam berat dengan menggunakan berbagai macam adsorben, diantaranya zeolit, alofan, kitin-khitosan, biosorben dari berbagai spesies alga, fly ash, karbon aktif dan selulosa (Prowida, 2003; Yohana, 2004; Kim, 2001; Paduraru, 2008; Herwanto, 2006). Kadmium (Cd) merupakan pencemar logam berat yang antara lain terdapat pada limbah cair industri cat, minuman ringan, industri peleburan, pelapisan
logam,
limbah
padat
baterai
kadmium-nikel,
pupuk
fosfat,
pertambangan, pigmentasi, dan industri alloy. Kadmium dapat menyebabkan penyakit akut dan berbahaya, seperti kerusakan ginjal, emphyseme, hipertensi, dan lain-lain (Sembiring, 2008). Hal ini diakibatkan adanya proses biotransformasi dan bioakumulasi kadmium dalam organisme hidup. Di dalam tubuh manusia, kadmium
termasuk
ke
dalam
golongan
logam
tidak
esensial
artinya
keberadaannya di dalam tubuh belum diketahui manfaatnya bahkan dapat bersifat racun. Kadmium termasuk dalam logam berat bersifat toksik tinggi setelah merkuri. Telah banyak dilakukan penelitian untuk mengadsorb logam kadmium. Adsorben yang telah digunakan adalah alofan, biosorben dari berbagai spesies
4
alga, fly ash, karbon aktif, selulosa kayu, dan eceng gondok (Prowida, 2003; Yohana, 2004; Kim, 2001, Torresdey, 1998). Selulosa merupakan senyawa yang memiliki karakter hidrofilik karena adanya gugus hidroksil pada tiap unit polimernya. Permukaaan gugus fungsi selulosa alam ataupun turunannya dapat berinteraksi secara fisik atau kimia. Selulosa memiliki gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil (Ibbet, 2006; Herwanto, 2006). Aktivasi selulosa dapat dilakukan dengan penambahan alkali misalnya NaOH, KOH atau LiOH. Dalam Fengel (2005), diungkapkan NaOH merupakan aktivator yang paling baik dibanding KOH dan LiOH. Tanaman nanas merupakan salah satu tanaman yang memiliki kandungan serat yang tinggi. Dalam Norman (1937), disebutkan bahwa dalam serat daun nanas mengandung 62-79% selulosa. Sedangkan dalam Hidayat (2008), disebutkan terdapat 69,5-71,5% selulosa dalam serat daun nanas. Kandungan serat yang tinggi dalam daun nanas ini diharapkan dapat dijadikan sumber selulosa sebagai alternatif baru untuk adsorben logam berat. Pada
penelitian
kali
ini
dilakukan
adsorpsi
kadmiun
dengan
menggunakan serat daun nanas setelah diaktivasi dengan NaOH 2%. Adsorben dari serat nanas memiliki keunggulan yaitu keberadaannya yang melimpah, proses preparasi yang mudah, dan biaya yang relatif murah. Selulosa dari serat nanas diharapkan dapat menyerap logam kadmium.
B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Keberadaan limbah logam berat semakin hari semakin bertambah. Salah satunya adalah kadmium yang berbahaya bagi manusia sehingga keberadaannya harus mendapat penanganan yang tepat. Penanganan terhadap limbah logam berat kadmium dapat dilakukan dengan proses adsorpsi. Parameter yang berpengaruh pada proses adsorpsi diantaranya waktu aktivasi adsorben, konsentrasi adsorbat, pH, temperatur, dan waktu kontak. Proses aktivasi dapat dilakukan dengan asam atau basa dengan variasi konsentrasi
5
aktivator, suhu, dan waktu perendaman. Aktivator yang digunakan untuk adsorben dari selulosa biasanya dari hidroksida logam alkali. Adsorben yang direndam dalam aktivator akan berpengaruh terhadap gugus aktifnya. Kondisi pH lingkungan diperlukan untuk mengatur suasana yang cocok pada proses adsorpsi yang bergantung pada jenis logam dan jenis adsorben. Karakterisasi terhadap serat nanas aktif meliputi karekteristik secara visual. Tipe adsorpsi ditentukan dengan menghitung
isoterm
Langmuir
dan
Freundlich.
Tipe
adsorpsi
akan
menggambarkan proses adsorpsi yang terjadi.
2. Batasan Masalah a. Logam berat yang digunakan adalah kadmium (Cd). b. Aktivator yang digunakan adalah NaOH 2%. c. Penentuan kondisi adsorpsi optimum dengan variasi waktu aktivasi adsorben (0, 12, 24, 48), pH larutan adsorbat (2, 4, 6, 8), dan waktu kontak (0, 10, 20, 30, 40). d. Penentuan jenis adsorpsi dengan menggunakan isoterm Langmuir dan Freundlich.
3. Rumusan Masalah a. Apakah selulosa daun nanas dapat digunakan untuk mengadsorpsi logam kadmium? b. Bagaimana pengaruh waktu aktivasi, pH dan waktu kontak optimum untuk mengadsorpsi logam kadmium menggunakan selulosa daun nanas? c. Persamaan isoterm adsorpsi apa yang sesuai untuk adsorpsi logam kadmium menggunakan adsorben selulosa daun nanas?
C. Tujuan Penelitian a. Mengetahui kemampuan selulosa daun nanas untuk mengadsorpsi logam kadmium.
6
b. Mengetahui waktu aktivasi adsorben, pH larutan adsorbat, dan waktu kontak optimum untuk mengadsorpsi logam kadmium menggunakan selulosa daun nanas. c. Mengetahui jenis isoterm adsorpsi yang sesuai untuk adsorpsi logam kadmium menggunakan adsorben selulosa daun nanas.
D. Manfaat Penelitian a. Memberikan informasi tentang daya adsorpsi Cd(II) oleh selulosa dari selulosa daun nanas. b. Memberikan inovasi baru adsorben selulosa daun nanas untuk adsorpsi logam berat. c. Memberikan konstribusi dalam bidang lingkungan khususnya untuk penanganan limbah logam berat.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Nanas (Ananas comosus) Tanaman nanas (Ananas cosmosus (L) Merr) yang termasuk famili Bromeliaceae merupakan tumbuhan tropis dan subtropis yang banyak terdapat di Indonesia. Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam. Tergantung dari species atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara 55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18 sampai 0,27 cm (Hidayat, 2008). Serat nanas terdiri atas selulosa dan non selulosa yang diperoleh melalui penghilangan lapisan luar daun secara mekanik. Lapisan luar daun berupa pelepah yang terdiri atas sel kambium, zat pewarna yaitu klorofil, xantofill dan karoten yang merupakan komponen kompleks dari jenis tanin, serta lignin yang terdapat di bagian tengah daun. Selain itu lignin juga terdapat pada lamela dari serat dan dinding sel serat (Hidayat, 2008). Komposisi kimia serat nanas dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Serat Nanas (Hidayat, 2008). Komposisi kimia
Serat nanas (%)
1. Alpha Selulosa
69,5 – 71,5
2. Pentosan
17,0 – 17,8
3. Lignin
4,4 – 4,7
4. Pektin
1,0 – 1,2
5. Lemak dan Wax
3,0 – 3,3
6. Abu
0,71 – 0,87
7. Zat-zat lain (protein, asam 4,5 – 5,3 organik, dll.)
7
Serat yang diperoleh dari daun nanas muda kekuatannya relatif rendah dan seratnya lebih pendek dibanding serat dari daun yang sudah tua. Sama halnya dengan serat-serat alam lainnya yang berasal dari daun (leaf fibres), secara morfologi jumlah serat dalam daun nanas terdiri dari beberapa ikatan serat (bundle of fibres) dan masing-masing ikatan terdiri dari beberapa serat (multi-celluler fibre) (Onggo, 2005). Berdasarkan pengamatan dengan mikroskop, sel-sel dalam serat daun nanas mempunyai ukuran diameter rata-rata berkisar 10 µm dan panjang rata-rata 4,5 mm dengan ratio perbandingan antara panjang dan diameter adalah 450. Rata-rata ketebalan dinding sel dari serat daun nanas adalah 8,3 µm. Ketebelan dinding sel ini terletak antara serat sisal (12,8 µm) (Rahmat, 2007). Berikut ini gambar mikroskopi selulosa daun nanas :
Gambar 1. Penampang membujur (kiri) dan melintang (kanan) permukaan selulosa daun nanas (Onggo, 2005)
2. Selulosa Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berantai panjang polisakarida karbohidrat, dari β-glukosa. Selulosa merupakan karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan menempati hampir 60% komponen penyusun struktur tanaman. Selulosa tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak larut dalam air dan pelarut organik, tetapi larut dalam larutan kuprik hidroksida berammonia (bahan uji Schweitzer), larutan zink klorida, asam hidroklorik. Selulosa tidak memberikan warna biru dengan iodin (Artati, 2009). Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan alam yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup.
8
Selulosa bahkan dapat diperoleh dalam dunia binatang. Kadar selulosa tertinggi terdapat dalam rambut biji (kapas, kapok) dan serabut kulit (rami, flax, henep). Selulosa terdiri dari gugus anhidroglukopiranisa yang bersambung membentuk rantai molekul. Karena itu selulosa dapat dinyatakan sebagai polimer-linear glukan dengan struktur rantai yang seragam. Selulosa terdiri dari 10.000 atau lebih unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan (1-4) glikosida. Rantai selulosa memanjang, dan unit-unit glukosa tersusun dalam satu bidang (Fengel, 1995). Selulosa pada tumbuhan terdapat di dalam dinding sel pelindung tanaman, terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa tidak hanya merupakan polisakarida struktural ekstraseluler yang paling banyak dijumpai pada dunia tumbuhan, tetapi juga merupakan senyawa yang paling banyak diantara semua biomolekul pada tumbuhan atau hewan. Stabilisasi rantai-rantai molekul panjang pada selulosa dalam sistem yang teratur, yaitu pembentukan struktur supramolekul, ditimbulkan adanya gugusgugus fungsional yang dapat mengadakan interaksi satu dengan yang lainnya. Gugus-gugus fungsional tersebut adalah gugus hidroksil, tiga dari padanya terikat pada setiap unit glukosa. Gugus-gugus -OH tersebut tidak hanya menentukan struktur supramolekul tapi juga menentukan sifat-sifat fisika dan kimia selulosa (Fengel, 1995).
Gambar 2. Selulosa (http://buletinlitbang.dephan.go.id., 2009)
3. Kadmium (Cd) Kadmium berwarna putih keperakan menyerupai aluminium. Logam ini digunakan untuk melapisi logam seperti halnya seng, sehingga kualitasnya menjadi lebih baik walaupun harganya lebih mahal. Logam ini juga dapat
9
digunakan dalam elektrolisis dimana logam tersebut direndam atau disemprot. Seperti halnya Pb, Cd juga banyak digunakan sebagai pigmen untuk industri cat, enamel dan plastik, biasanya dalam bentuk sulfida yang dapat memberi warna kuning sampai coklat sawo matang. Sifat kimia dan kegunaan logam ini : a. Mempunyai sifat tahan panas sehingga sangat bagus untuk campuran bahanbahan keramik, enamel dan plastik. b. Sangat tahan terhadap korosi, sehingga sangat bagus untuk melapisi pelat besi dan baja. c. Kadmium tidak larut dalam basa dan dalam asam kelarutannya lebih kecil daripada seng. Kadmium banyak digunakan dalam elektroplating, sebagai elektroda dan sebagai campuran konduktor. Sifat kimia yang lain yaitu kadmium dapat membentuk persenyawaaan, antara lain CdO, Cd(OH)2, CdS, CdF2. Persenyawaan kadmium sangat beracun, kemungkinan karena substitusi kadmium untuk Zn atau logam lain dalam suatu enzim atau protein lain sehingga sangat berbahaya terhadap manusia (Widowati, 2008). Tabel 2. Karakteristik Fisik Kadmium (www.cadmium.or.html) Massa atom
112,40 g.mol-1
Elektron valensi
4d10 5s2
Jari-jari
0,156 nm
Jari-jari ion Cd2+
0,099 nm
Kelimpahan
7,9.1016
Densitas
8,7 g.cm-3
Logam berat kadmium dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara, diantaranya dari udara yang tercemar, kontaminasi perairan, jalur rantai makanan dan wadah makanan/minuman yang berlapis kadmium. Kadmium dalam tubuh dapat merusak sistem fisiologis tubuh antara lain sistem urinaria, sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi darah dan jantung, kerapuhan tulang dan sistem reproduksi (Widowati, 2008).
10
4. Adsorpsi Adsorpsi atau penyerapan adalah proses pemisahan komponen tertentu dari suatu fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Biasanya partikel-partikel kecil adsorben ditempatkan dalam suatu hamparan tetap dan fluida dialirkan melalui hamparan itu sampai adsorben mendekati jenuh dan pemisahan yang dikehendaki tidak dapat berlangsung lagi. Peristiwa adsorpsi banyak digunakan pada industri kimia, misalnya pada pemisahan gas, mengurangi kelembaban udara, penghilangan bau, dan penyerapan gas yang tidak diinginkan dari suatu hasil proses (Maron, 1984). Sedangkan pada peristiwa cairan, adsorben digunakan misalnya untuk menghilangkan warna pada hasil minyak dan pada larutan gula, serta menghilangkan rasa dan bau air. Adsorpsi dari fase zat cair digunakan untuk memisahkan komponen-komponen organik dari limbah zat cair, untuk memulihkan hasil-hasil reaksi yang tidak mudah dipisahkan dengan destilasi dan kristalisasi (Maron, 1984). a. Jenis Adsorpsi Jenis adsorpsi yang umum dikenal adalah adsorpsi kimia (kemisorpsi) dan adsorpsi fisika (fisisorpsi). 1) Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi) Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Pada adsorpsi kimia hanya satu lapisan gaya yang terjadi. Besarnya energi adsorpsi kimia sekitar 100 kj/mol. Adsorpsi jenis ini menyebabkan terbentuknya ikatan secara kimia sehingga diikuti dengan reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini akan menghasilkan produksi reaksi berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang terjadi pada kemisorpsi sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali. Artinya pelepasan kembali molekul yang terikat di adsorben pada kemisorpsi sangat kecil (Barrow, 1979).
11
2) Adsorpsi Fisika (Fisisorpsi) Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Besarnya energi adsorpsi fisika sekitar 10 kj/mol. Molekul-molekul yang diadsorpsi secara fisika tidak terikat kuat pada permukaan, dan biasanya terjadi proses balik yang cepat, sehingga mudah untuk diganti dengan molekul yang lain. Adsorpsi fisika didasarkan pada gaya Van Der Waals, dan dapat terjadi pada permukaan yang polar dan non polar. Adsorpsi juga mungkin terjadi dengan
mekanisme
pertukaran
ion.
Permukaan
padatan
dapat
mengadsorpsi ion-ion dari larutan dengan mekanisme pertukaran ion. Karena itu ion pada gugus senyawa permukaan padatan adsorbennya dapat bertukar tempat dengan ion-ion adsorbat. Mekanisme pertukaran ini merupakan penggabungan dari mekanisme kemisorpsi dan fisisorpsi, karena adsorpsi jenis ini akan mengikat ion-ion yang diadsorpsi dengan ikatan secara kimia, tetapi ikatan ini mudah dilepas kembali untuk dapat terjadinya pertukaran ion (Barrow, 1979). Banyak kasus adsorpsi tidak hanya mengikuti satu jenis tipe adsorpsi tetapi mengikuti kedua tipe adsorpsi tersebut. Beberapa sistem menunjukkan fisisorpsi pada temperatur rendah dan kemisorpsi pada temperatur yang lebih tinggi (Maron, 1964). Fakto-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah (Maron, 1964): 1) Karakleristik fisika dan kimia dari adsorben antara lain luas permukaan ukuran pori, dan komposisi kimia. 2) Karakteristik kimia dan fisika dari adsorbat antara lain luas permukaan, polaritas molekul, dan komposisi kimia. 3) Konsentrasi adsorbat di dalam fasa cair. 4) Karakteristik fasa cair antara lain : pH dan temperatur. 5) Sistem waktu adsorpsi. b. Isoterm Adsorpsi Dalam sistem cair, isoterm adsorpsi menyatakan variasi adsorben dan adsorbat yang terjadi dalam larutan ruah pada suhu konstan. Pada kondisi
12
kesetimbangan terjadi distribusi larutan antara fasa cair dengan fasa padat. Rasio dari distribusi tersebut merupakan fungsi konsentrasi dari larutan. Pada umumnya jumlah material yang diserap persatuan berat dari adsorben bertambah sejalan dengan bertambahnya konsentrasi meskipun hal tersebut tidak selalu berbanding lurus (Arthur, 1990). Beberapa jenis adsorpsi isoterm yang dikenal adalah : 1) Isoterm Adsorpsi Langmuir Pertama kali dikembangkan untuk proses penyerapan gas pada permukaan padatan. Isoterm adsorpsi Langrnuir dibuat berdasarkan beberapa asumsi, yaitu : a) Adsorpsi maksimum terjadi saat terbentuk lapisan tunggal yang menyeluruh. b) Energi adsorpsi adalah konstan dan tidak tergantung pada sifat permukaan. c) Adsorpsi terjadi tanpa disertai interaksi antar molekul-molekul adsorbat. d) Adsorbat teradsorpsi pada lokasi tertentu sehingga tidak dapat bergerak pada permukaan padatan dan bersifat irreversible. Isoterm adsorpsi Langmuir dianganggap bahwa hanya sebuah adsorpsi tunggal yang terjadi. Adsorpsi tersebut terlokalisasi, artinya molekul-molekul zat hanya dapat diserap pada tempat-tempat tertentu dan panas adsorpsi tidak tergantung pada permukaan yang tertutup oleh adsorben. Isoterm adsorpsi Langmuir digunakan untuk menggambarkan adsorpsi kimia (Barrow, 1979). Proses adsorpsi dapat ditunjukkan dengan sebuah persamaan kimia: A (g)
+
S
à AS.
...................................................................(1)
Dimana A adalah adsorbat yang berupa gas, S adalah situs kosong pada permukaan, dan AS menunjukkan molekul teradsorpsi dari A atau situs terisi pada permukaan. Persamaan ketetapan, K dapat ditulis:
13
K=
X AS Xs.p
…………….......................................................................(2)
Dimana AS adalah fraksi mol dari situs terisi pada permukaan, Xs adalah fraksi mol dari situs kosong pada permukaan, dan p adalah tekanan gas. Jika θ = XAS dan Xs = (1-θ) maka persamaan (2) menjadi: θ = Kp 1- θ
...........................................................................................(3)
Persamaan di atas merupakan persamaan isoterm Langmuir, K adalah ketetapan kesetimbangan adsorpsi. Untuk mencari θ maka persamaan (3) dapat ditulis: q
=
Kp 1 - Kp
...............................................................................(4)
Jika adsorpsi terjadi dalam larutan maka p diganti dengan konsentrasi, C. Sejumlah substansi yang terserap, m, sebanding dengan θ maka m= b.θ, dimana b adalah konstanta. m
=
bKp 1 + Kp
…………...............................................................(5)
Jika persamaan (5) dibalik maka: 1 1 1 1 = + m b bK p
...............................................................................(6)
Dengan membuat plot 1 /m terhadap 1 /p maka harga konstanta K dan b dapat dihitung dari slope dan intersep grafik (Castellan, 1983). 2) Isoterm Adsorpsi Freundlich Persamaan ini diturunkan secara empirik, dan berlaku untuk gas yang bertekanan rendah. Isoterm adsorpsi Freundlich menggambarkan adsorpsi jenis dimana adsorpsi terjadi pada beberapa lapis dan ikatannya tidak kuat. Asumsi yang digunakan pada isoterm adsorpsi Freundlich adalah : a) Tidak ada asosiasi dan disosiasi molekul-molekul adsorbat setelah teradsorpsi pada permukaan padatan.
14
b) Hanya berlangsung mekanisme adsorpsi seccara fisis tanpa adanya chemisorption. c) Permukaan padat bersifat homogen.
Bentuk persamaan isoterm adsorpsi Freundlich adalah : m = k. C1/n
………………………………………………………...…(7)
Keterangan : m = massa zat teradsorpsi tiap satuan massa adsorben (mg/g) C = konsentrasi larutan (mg/1) k, n = konstanta Jika persamaan (7) dilogaritmakan akan terbentuk persamaan (8). Log m = log k+ 1/n.logC
...................................................................... (8)
Persamaan Freundlich berlaku dengan hasil yang memuaskan bila diterapkan pada larutan encer (Maron, 1964).
5. Mekanisme adsorpsi Logam Cd (II) Menurut Terada et al, (1983) dalam Amri (2004), ikatan kimia yang terjadi antara gugus aktif pada zat organik dengan molekul dapat dijelaskan sebagai perilaku interaksi asam-basa Lewis yang menghasilkan kompleks pada permukaan padatan. Pada sistem adsorpsi larutan ion logam, interaksi tersebut dalam bentuk umum ditulis: [GH] + MZ+
↔
2[GH] + MZ+ ↔
[GM(Z-1)]+ + H+ [G2M(Z-2)]+ + 2H+
dengan GH adalah gugus fungsional yang terdapat pada zat organik, dan M adalah ion logam bervalensi Z.
6. Aktivasi Selulosa dengan NaOH Aktivasi dalam pengolahan daun nanas merupakan proses yang bertujuan untuk meningkatkan daya sorpsi. Aktivasi dilakukan untuk memisahkan lignin dari selulosa yang terdapat didalamnya. Aktivasi dibagi menjadi dua yaitu aktivasi fisika dan kimia. Aktivasi fisika dapat dilakukan dengan bantuan panas, uap dan
15
gas CO2. Sedangkan aktivasi kimia merupakan aktivasi dengan pemakaian bahan kimia yang dinamakan aktivator. Aktivator yang sering digunakan adalah hidroksida logam alkali, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah, ZnCl2, asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4 (Yunita, 2009). Aktivator yang digunakan untuk adsorben dari selulosa biasanya dari hidroksida logam alkali. Disamping NaOH dan KOH, litium hidroksida juga digunakan sebagai aktivator. Aktivasi dengan KOH 5% dan 24 %, selulosa yang dihasilkan masih cukup banyak mengandung lignin. Dengan alkali yang berbeda, maka kandungan lignin dapat dikurangi. Namun secara simultan derajat polimerisasi dan selulosa yang dihasilkan menurun. Pada umumnya selulosa yang dihasilkan tergantung pada spesies kayu dan terutama pada prosedur aktivasi (Fengel, 1995) Natrium hidroksida dan litium hidroksida lebih kuat daripada kalium hidroksida untuk menghilangkan lignin (Fengel, 1995). Dalam Onggo (2005), dijelaskan bahwa proses pulping untuk tanaman selain kayu semisal serat nanas, optimum menggunakan alkali NaOH. Nanas adalah tumbuhan yang banyak mengandung selulosa setelah padi, nanas dapat diolah dengan natrium hidroksida sehingga lignin dapat dipisahkan dari selulosa. Jerami padi yang diaktivasi dengan NaOH 2% ternyata dapat melepaskan lignin, sehingga dapat menyerap zat warna merah (Suwarsa, 1998). Sodium hidroksida (NaOH) merupakan padatan kristal yang rapuh, putih, dan tembus cahaya. Karena NaOH bersifat korosif di semua jaringan tubuh manusia maka disebut juga soda kaustik (caustic soda). Sodium hidroksida diproduksi dalam keadaan anhidrat berbentuk balok, serpihan, atau butiran padatan, tetapi digunakan dalam bentuk larutan. Larutan NaOH encer merupakan alkali kuat. Oleh karena itu NaOH digunakan dalam reaksi-reaksi netralisasi untuk membentuk garam sodium. Sodium hidroksida dalam industri kimia terutama digunakan sebagai pengontrol pH, netralisasi, pembersih gas, dan katalis. Di dalam industri kertas digunakan untuk mengekstraksi lignin selama proses pemutihan, dan menetralisasi aliran limbah asam. NaOH juga digunakan untuk memproduksi sabun dan detergen.
16
Dalam industri tekstil NaOH digunakan sebagai bahan sutra, bahan celup val (val dyeing) dan penggosok (Kirk-Othmer, 1998). Sifat-sifat fisik dari NaOH murni dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 3. Sifat-sifat Fisik NaOH Murni (Kirk-Othmer, 1998) No
Sifat-sifat Fisik
Harga
1
Berat molekul
39, 998
2
Titik leleh
318° C
3
Titik didih
1338° C 0
4
Panas spesifik (T = 20 C)
l,48J/g .°C
5
ΔGf
-3.79,5 Kj/ mol
6
ΔHf
64,45 Kj/mol
B. Kerangka Pemikiran Pengolahan limbah logam berat bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan logam berat dalam perairan. Pada penelitian kali ini memanfaatkan selulosa dari daun nanas sebagai adsorben logam berat dengan aktivator NaOH. Daun nanas memiliki kandungan selulosa yang tinggi sehingga gugus OH pada selulosa daun nanas dapat mengikat logam berat. Daun nanas perlu diaktivasi untuk memisahkan selulosa dari lignin. Aktivasi dilakukan dengan penambahan larutan NaOH 2%. Variasi waktu aktivasi daun nanas dengan NaOH berpengaruh terhadap kualitas adsorben yang dihasilkan. Sehingga keberadaan lignin sebagai penghambat adsorpsi pada proses adsorpsi dapat diminimalkan. Semakin lama waktu aktivasi semakin banyak lignin yang terlarut. Kondisi pH lingkungan akan berpengaruh pada adsorpsi. Pada kondisi asam, ion H+ berlebih. Pada keadaan asam terjadi kompetisi antara ion H+ dan Cd2+ untuk berikatan dengan selulosa. Pada pH basa keberadaan ion OH- berlebih. Dan pada kondisi yang terlalu basa logam akan membentuk Cd(OH)2 yang berbentuk endapan.
17
Variasi waktu kontak dilakukan untuk mengetahui waktu kontak optimum logam berat terserap. Dengan gugus aktif yang semakin banyak diharapkan waktu kontak yang dibutuhkan relatif pendek. Proses penyerapan ion logam Cd2+ terhadap selulosa terjadi karena adanya ikatan antara Cd2+ dengan gugus OH dari selulosa sehingga akan terjadi proses adsorpsi secara kimia.
C. Hipotesis 1. Selulosa daun nanas dapat digunakan untuk mengadsorpsi logam kadmium. 2. Kemampuan adsorpsi selulosa dari daun nanas akan optimum pada kondisi waktu aktivasi yang lama, pH sebelum logam Cd mengendap dan waktu kontak yang singkat. 3. Jenis isoterm adsorpsi yang sesuai untuk adsorpsi logam berat Cd oleh selulosa dari daun nanas adalah isoterm Langmuir.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode secara eksperimental laboratoris untuk mengetahui kondisi optimum adsorpsi logam berat Cd (II) dengan adsorben dari selulosa daun nanas dan jenis adsorpsinya. Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi : 1. Kondisi adsorpsi yaitu waktu aktivasi, pH dan waktu kontak. 2. Konsentrasi larutan Cd (II) pada penentuan isoterm adsorpsi.
B.Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan November 2009 sampai dengan Maret 2010 di Sub Laboratorium Kimia Laboratorium Pusat MIPA, Universitas Sebelas Maret.
C.Teknik Pengambilan Data 1. Alat yang digunakan : a. Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS) merk Shimadzu type AA-6650 b. Blender (Phillips) c. pH meter model 710 A, Orion Boston USA d. Timbangan Listrik (Sartorius, model BP 110) e. Magnetik stirer f. Stirer g. Peralatan gelas (Pyrex)
2. Bahan yang dibutuhkan : a. Daun nanas yang diperoleh dari Wonogiri Jawa Tengah b. Cd(NO3)2.4H2O (Merck)
19
c. NaOH p.a (Merck) d. HCl 37%(Merck) e. HNO3 65% (Merck) f. Kertas saring g. Akuadestilasi (lokal)
D.Prosedur Penelitian 1. Aktivasi Daun Nanas Daun nanas dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian dihaluskan secara mekanik dengan blender. Kemudian diaktivasi dengan NaOH 2% (w/v) dengan perbandingan 1 : 30 (w:v). Waktu aktivasi divariasi 0, 12, 24, 48 jam. Kemudian dicuci dengan air hingga air cucian terakhir netral. Setelah itu dikeringkan dengan oven pada suhu 100oC. Setelah kering serat daun nanas aktif diayak kasar. Hasilnya yang kemudian digunakan sebagai adsorben untuk langkah selanjutnya.
2. Penentuan Waktu Aktivasi, pH, dan Waktu Kontak Optimum Serat daun nanas aktif sebanyak 0,15 gram variasi waktu perendaman ditambahkan ke dalam 25 ml larutan Cd (II) 5 ppm yang telah diatur pH-nya dengan penambahan HCl dan NaOH sehingga diperoleh pH 2, 4, 6 dan 8. Larutan Cd (II) dan adsorbennya distirer selama 0, 10, 20, 30, dan 40 menit. Larutan hasil pengocokkan kemudian disaring dan diukur absorbansinya denngan AAS. Waktu aktivasi, pH dan waktu kontak optimum yang didapatkan kemudian digunakan untuk langkah percobaan selanjutnya.
3. Penentuan Isoterm Adsorpsi Serat daun nanas aktif sebanyak 0,15 gram ditambahkan ke dalam 25 ml larutan logam Cd(II) dengan variasi konsentrasi 4, 6, 7, 8, 9, 10 ppm dengan kondisi optimum. Kemudian distirer dengan waktu kontak optimum. Setelah itu disaring dan diukur absorbansinya dengan AAS.
20
E.Teknik Analisis Data dan Penyimpulan Hasil Untuk mengetahui kondisi optimum penyerapan logam Cd(II) oleh serat nanas dilakukan variasi kondisi percobaan yang meliputi waktu aktivasi, pH dan waktu kontak. Ketiga hasil dari percobaan tersebut dianalisis dengan uji statistik Anova Univariate dan Duncan. Jenis isoterm adsorpsi yang terjadi pada adsorpsi serat nanas pada Cd(II) dapat diketahui dari perhitungan menggunakan persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich. Kemudian diuji statistik dengan Regresi Linier Sederhana. Jenis adsorpsi ditentukan dari harga koefisien korelasi r yang mendekati satu.
F.Teknik Pengunpulan Data Data yang dihasilkan berupa data kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif diperoleh data kemampuan adsorben untuk menyerap logam Cd(II). Secara kualitatif diperoleh data karakteristik adsorben berupa perubahan warna adsorben sebelum dan sesudah aktivasi. Data kuantitatif diperoleh dari konsentrasi Cd(II) yang tersisa setelah proses adsorpsi. Konsentrasi diperoleh berdasarkan data absorbansi yang diukur dengan AAS. Dari data absorbansi akan diketahui konsentrasi logam Cd(II) yang terserap (mg/g).
G.Teknik Analisa Data Konsentrasi logam Cd(II) diperoleh dari data absorbansi hasil analisa AAS dengan bantuan kurva standar sehingga besarnya logam Cd(II) yang terserap (mg/g) dapat diketahui. Penentuan kondisi optimum adsorpsi serat nanas aktif untuk logam Cd(II) menggunakan uji Anova dengan taraf nyata 0,05 dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Jenis isoterm yang terjadi dapat diketahui dengan membandingkan harga konstanta r dengan menggunakan persamaan isoterm absorbsi Langmuir dan Freundlich. Konstanta r diperoleh dari uji statistik dengan metode Regresi Lenear Sederhana. Jenis isoterm dipilih untuk harga r yang paling mendekati satu.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aktivasi Daun Nanas Aktivasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan zat-zat pengotor sehingga akan mengaktifkan gugus-gugus aktif yang ada. Fungsi dari aktivasi dalam penelitian ini adalah untuk melarutkan senyawa-senyawa dalam serat daun nanas yang dapat menghambat proses adsorbsi selulosa daun nanas. Hasil dari aktivasi daun nanas dapat dilihat pada lampiran 4. Secara struktur serat daun nanas tersusun dari selulosa, hemiselulosa, lignin, pektin, lilin, dan lemak, serta zat-zat lain yang larut dalam air (Onggo, 2005). Dalam Onggo (2005), lignin merupakan senyawa aromatik berbentuk amorf, kurang menyerap air, dan larut dalam alkali. Lignin dalam tumbuhan berfungsi sebagai pengikat sel-sel lain, dalam hal ini sel selulosa, menjadi satu kesatuan sehingga bisa menambah kekerasan dan kekuatan tumbuhan (mechanical strength). Keberadaan lignin bersama-sama dengan selulosa tidak menguntungkan pada saat adsorpsi. Fungsi lignin sebagai pengikat antar sel selulosa akan menghambat proses adsorbsi. Larutan NaOH digunakan sebagai pelarut yang akan menghilangkan lignin tersebut. Dari Han (1999), selain lignin, senyawa yang larut dalam NaOH adalah hemiselulosa, pektin, lemak, lilin, dan protein. Setelah proses aktivasi diamati bentuk visual dan warna serat daun nanas. Secara visual bentuk serat daun nanas adalah serat memanjang. Sifat fisik serat daun nanas alam berwarna hijau, sedangkan serat daun nanas aktif berwarna kuning muda, hal ini menunjukkan pigmen telah terlarut.
B. Penentuan Kondisi Optimum Kondisi adsorbsi yang dioptimasi meliputi waktu aktivasi, waktu kontak, dan pH. Optimasi ketiga variabel ini dilakukan secara bersamaan. Hasil adsorbansi dapat dilihat pada lampiran 9, sedangkan untuk daya serap dari serat
22
daun nanas terhadap logam Cd(II) dapat dilihat pada lampiran 11. Untuk mengetahui kondisi optimum dilakukan uji statistik Anova univariate dilanjutkan dengan uji Duncan terhadap daya serap. 1.
Pengaruh Waktu Aktivasi
Didalam serat nanas terdapat selulosa, lignin, hemiselulosa dan senyawa lain yang larut dalam air. Keberadaan lignin akan menurunkan proses adsorpsi. Hal ini karena keberadaan lignin yang tinggi menunjukkan densitas atau kerapatan yang tinggi pula sehingga akan menghalangi proses transfer ion, dalam hal ini kadmium ke sisi aktif adsorben. Lignin larut dalam larutan NaOH. Hemiselulosa merupakan polisakarida dari manosa dan galaktosa. Keberadaan hemiselulosa akan meningkatkan proses sorpsi, semakin banyak hemiselulosa kapasitas adsorpsi semakin besar (Han, 1999). Lignin dan hemiselulosa, keduanya larut dalam NaOH. Pengaruh waktu aktivasi terhadap daya serap dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini.
Gambar 3. Grafik Pengaruh Waktu Aktivasi (vol. larutan Cd2+: 25 mL, konsentrasi Cd2+: 5 ppm) Dari analisis Duncan pada lampiran 13, terlihat tiap waktu aktivasi memiliki pengaruh yang berbeda. Dari hasil penelitian pada grafik di atas diketahui bahwa waktu aktivasi semakin lama maka daya serapnya juga naik
23
kemudian mengalami penurunan lagi. Titik optimum dicapai pada waktu aktivasi 24 jam. Pada waktu aktivasi 48 jam mengalami penurunan. Dari lampiran 5 terlihat bahwa semakin lama waktu aktivasi, rendemen yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini karena semakin lama waktu aktivasi senyawa-senyawa dalam daun nanas yang larut dalam NaOH semakin banyak (Han, 1999). Analisa dari fenomena ini adalah pada waktu aktivasi 0 atau tanpa aktivasi, keberadaan lignin dalam serat daun nanas dalam keadaan maksimum sehingga akan menurunkan daya sorpsi. Semakin lama waktu aktivasi lignin dan hemiselulosa semakin sedikit atau yang terlarut dalam NaOH semakin banyak. Pada waktu aktivasi 12 jam daya serap meningkat karena keberadaan ligninnya lebih sedikit dibandingkan keberadaan lignin dalam serat daun nanas tanpa aktivasi. Begitu pula pada kondisi waktu aktivasi 24 jam. Pada kondisi waktu aktivasi 48 jam daya serapnya menurun, hal ini disebabkan karena semakin lama waktu aktivasi hemiselulosa yang terlarut semakin banyak sehingga menurunkan banyaknya sisi aktif. 2. Pengaruh pH Pengaruh pH terhadap daya serap dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. Grafik Pengaruh pH (vol. larutan Cd2+: 25 mL, konsentrasi Cd2+ : 5 ppm)
24
Kondisi pH optimum dicapai pada pH 4. Pada perlakuan pH terdapat kenaikan daya serap dari pH 2 ke pH 4, tetapi mengalami penurunan daya serap pada pH 6 dan naik lagi pada pH 8. Pada pH 2 daya sorpsi paling kecil,. Hal ini dikarenakan pada pH 2 kondisi asam dengan H+ berlebih, sehingga akan terjadi kompetisi antara H+ dengan Cd2+ untuk berikatan dengan selulosa (Al-Hawas, 2008; Igwe, 2005; Srivastava, 2004; Souag, 2009). Karena keberadaan H+ berlebih maka H+ akan menggantikan Cd untuk terikat pada selulosa, akibatnya Cd tidak teradsorp oleh selulosa. Srivastava (2004) menjelaskan bahwa pada pH 6-6,5 Cd dalam larutan akan membentuk Cd(OH)+. Manahan (2004) menyatakan pada pH 6-7 Cd akan membentuk Cd(OH)+. Dari data diketahui bahwa adsorbsi Cd mengalami penurunan pada pH 6 yang kemungkinan dikarenakan terbentuknya Cd(OH)+ dalam larutan dan sukar teradsorb oleh selulosa daun nanas. Kemudian pada pH 8 daya serap mengalami kenaikan lagi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada pH 8 akan terbentuk Cd(OH)2 yang berbentuk endapan sehingga konsentrasi awal Cd2+ dalam larutan kurang dari 5 ppm. Maka ketika dikonversi ke dalam daya serap akan terlihat kenaikan daya serap. Hasil perhitungan daya serap pada pH 8 apabila konsentrasi awal tidak 5 ppm menunjukkan bahwa antara pH 6 dan pH 8 tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat pada grafik 6 di bawah ini.
25
Gambar 5. Grafik Pengaruh pH saat konsentrasi awal pH 8 tidak sama dengan 5 ppm (vol. larutan Cd2+: 25 mL, konsentrasi Cd2+ : 5 ppm) Dari analisis Duncan pada lampiran 14 dapat diketahui bahwa tiap perlakuan pH memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya serap selulosa daun nanas terhadap logam Cd(II). Telah banyak dilakukan penelitian tentang pengaruh pH terhadap adsorpsi logam berat dalam larutan. Dalam Igwe (2005), dijelaskan bahwa proses adsorpsi berbagai oin logam optimum pada range pH yang berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh tipe adsorben, ion logam, dan atau konsentrasi ion logam. 3. Pengaruh Waktu Kontak Waktu kontak merupakan waktu yang diberikan selulosa daun nanas untuk mengadsorb logam kadmium. Penentuan waktu kontak optimum dilakukan dengan memvariasi waktu kontak untuk tiap pH dan waktu aktivasi. Grafik di bawah ini menunjukkan pengaruh waktu kontak terhadap daya serap.
Gambar 6. Grafik Pengaruh Waktu Kontak (vol. larutan Cd2+: 25 mL, konsentrasi Cd2+ : 5 ppm) Dari analisis Duncan, pada lampiran 15, tiap waktu kontak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Waktu kontak optimum dicapai pada 20 menit.
26
Selanjutnya mengalami penurunan. Sebelum mencapai waktu 20 menit kemungkinan gugus aktif dari selulosa daun nanas belum mencapai kejenuhan, artinya masih banyak gugus aktif yang belum digunakan untuk mengadsorb kadmium. Pada waktu 20 menit, gugus aktif yang digunakan untuk mengadsorb kadmium dalam jumlah yang optimum. Setelah 20 menit, daya serap mengalami kondisi yang hampir-hampir mendatar. Hal ini disebabkan karena gugus aktif pada selulosa telah jenuh setelah pemberian waktu kontak 20 menit. Sesuai dengan uji statistik, diperoleh bahwa waktu perendaman, waktu kontak, dan pH memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya serap. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi dibawah 0,05 seperti yang terlihat pada lampiran 10. Kondisi optimum dicapai pada waktu aktivasi 24 jam, waktu kontak 20 menit, dan pH 4 dengan daya serap 0,7123 mg/g.
C. Penentuan Isotherm Adsorbsi Penentuan isotherm adsorbsi dilakukan dengan melakukan adsorbsi kadmium dengan adsorben selulosa daun nanas pada kondisi optimum yaitu serat daun nanas yang telah diaktivasi selama 24 jam, waktu kontak 20 menit, dan pH 4. Data hasil adsorbsi dapat dilihat pada lampiran 18. Berdasarkan data pada lampiran 18 tersebut maka dilakukan uji secara regresi linear sederhana dengan menggunakan persamaan Langmuir dan Freundlich. Dengan menggunakan persamaan isotherm Langmuir
1 1 1 1 = + , m b bK p
dari 1/c dan 1/m (sistem adsorbsi dalam larutan, sehingga 1/p sebanding dengan 1/c) diperoleh kurva isotherm seperti di bawah ini :
27
Gambar 7. Kurva Isoterm Langmuir (vol. larutan Cd2+: 25 mL, waktu aktivasi : 24 jam, pH : 4, waktu kontak : 20 menit) Dari kurva di atas diperoleh persamaan linear y = 6,194x + 0,424 dengan koefisien regresi linear r = 0,975. Data perhitungan dapat dilihat di lampiran 18. Uji statistik regresi linear sederhana untuk persamaan Langmuir dapat dilihat pada lampiran 21. Isoterm Langmuir menunjukkan bahwa proses adsorpsi terjadi secara kimia. Asumsi pada isoterm Langmuir adalah masing-masing gugus aktif adsorben hanya akan mengadsorpsi satu molekul adsorbat saja sehingga adsorbsi hanya akan terbatas pada pembentukan lapisan tunggal (monolayer) (Amri, dkk. 2004). Gugus -OH dari selulosa akan mengikat Cd2+ dalam larutan. Mekanisme yang mungkin terjadi dapat dilihat pada gambar dibawah ini : O
:OH
Cd
2+
Cd :OH
2H+
O
Gambar 9. Mekanisme Interaksi Selulosa-Cd (Amri, dkk. 2004)
28
Kurva isoterm Freundlich ditentukan dengan menggunakan persamaan isoterm Freundlich
log m = log k +
1 log C n
. Dibuat kurva log C Vs log m seperti
terlihat pada kurva di bawah ini :
Gambar 9. Kurva Isoterm Freundlich (vol. larutan Cd2+ : 25 mL, waktu aktivasi : 24 jam, pH : 8, waktu kontak : 20 menit) Dari perhitungan diperoleh persamaan y = 0,686x - 0,701 dengan r = 0,968. Data perhitungan dapat dilihat di tabel lampiran 18, sedangkan uji statistik regresi linear sederhana untuk persamaan Freundlich dapat dilihat pada lampiran 21. Isotherm Freundlich menggambarkan proses yang terjadi secara fisika. Ion Cd2+ hanya menempel pada permukaan selulosa saja dan terikat tidak kuat sehingga mudah lepas. Dari harga r masing-masing persamaan, diketahui bahwa harga r dari persamaan Langmuir hampir sama dengan harga r dari persamaan Freundlich. Dari harga r yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa percobaan adsorbsi logam Cd(II) dengan adsorben selulosa daun nanas mengikuti persamaan Langmuir dan Freundlich, dengan kecenderungan relatif terhadap persamaan Langmuir. Dapat diartikan bahwa interaksi yang terjadi adalah secara kimia dan fisika.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : 1.
Selulosa daun nanas dapat digunakan sebagai adsorben Cd (II).
2.
Kondisi optimum proses absorbsi serat daun nanas aktif terhadap logam Cd (II) adalah lama waktu perendaman 24 jam, pH 4, dan waktu kontak selama 20 menit dengan daya serap 0,7123 mg/g.
3.
Jenis isotherm yang sesuai untuk absorbsi serat daun nanas aktif terhadap logam Cd (II) adalah isotherm Langmuir dan Freundlich.
B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran dari penulis adalah : 1.
Melakukan modifikasi adsorben untuk menaikkan daya serap terhadap logam kadmium.
2.
Merancang percobaan untuk adsorpsi logam Cd(II) dengan selulosa daun nanas diatas pH 8.
30
DAFTAR PUSTAKA Amri, A., Supranto, Fahrurozi, M., 2004, Kesetimbangan Adsorpsi Optional Campuran Biner Cd(II) dan Cr(III) dengan Zeolit Alam Terimpregnasi 2merkaptobenzotiazol, Jurnal Natur Indonesia, Vol. 6, pp. 111-117. Al-Hawas, I., 2008, The Impact of EC and pH on Adsorption of Zn and Cd by Polygorskite Mineral, European Journal of Scientific Research, Vol. 24, pp. 451-462. Artati, E.K., Effendi, A., Haryanto, T., 2009, Pengaruh Konsentrasi Larutan pemassak pada Proses Delignifikasi Eceng Gondok dengan Proses Organosolv, Ekuilibrium, Vol. 8 No. 1, hal 25-28. Arthur, W. A., 1990, Physical Chemistry Surfaces, John Wiley and Sons, Inc. California. Barrow, G.M., 1979, Physical Chemistry , 4th ed, Mc Graw Hill International Book Company, Tokyo. Castellan, G. W., 1983, Physical Chemistry,3th ed, University of Maryland The Benjamin Cumings Publishing Company. Inc, Menlo Park. California. Fengel, D., and Gerd, W., 1995, Kayu, Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gordon, M. B, 1988, Physical Chemistry.4th ed, Mc Brawhill, Singapore. Han, J.S., 1999, Stormwater filtration of Toxic Heavy Metal ions using lignocellullosic Materials Selection Process, Fiberization, Chemical Modification, and Mat Formation, 2nd Inter-Regional Conference on Environmental-Water. Herwanto, B., Santoso, E., 2006, Adsorpsi Ion Logam Pb (II) pada Membran Selulosa Kitosan Terikat Silang, Akta Kimia Indonesia, Vol 22 No. 1, 9-24. Hidayat, P., 2008, Teknologi Pemanfataan Serat Daun Nanas sebagai Alternatif Bahan Baku Tekstil, Teknoin, Vol 13, 31-35. Ibbet, R.N., Kaenthong, S., Philips, D.A.S., Wilding, M.A., 2006, Charaterisatim of Porosity of Regenerated Cellulosil Fibres Using Classical Dye Adsorbtian Techniques, Lenzinger Berichte, Vol 88, 77-86. Igwe, J.C., Nwokennaya, E.C., Abia, A.A., 2005, The Role of pH in Heavy Metal Detoxification by Biosorption fron Aqueous Solutions Containing Chelating Agents, Africcan Journal of Biotechnology, Vol. 4, hal 1109-1112.
31
Kaavessina, M., 2005, Kesetimbangan Adsorpsi Logam Berat (Pb) dengan Adsorben Chitin Secara Batch, Ekuilibrium, Vol. 4, hal 36-44. Kartohardjono, S., Lukman, M.A., Manik, G.P., Pemanfaatan Kulit Batang Jambu Biji (Psidium guajava), untuk Adsorpsi Cr(VI) dari Larutan, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Kim, D.W., Jan, Y. H., Kim, C. S., and Lee, N. S., 2001, Effect of Metal Ions on The Degradation and Adsorption of Two Cellobiohydrolases on MicrocrystallineCellulose, Bull Korean Chemical Society, Vol 22 No. 7, 716 -720. Kirk dan Othmer, 1992, Encyclopedia of Chemical Technology, 4th ed. John Wiley and Sons. Inc. New York. Mahvi, A.H., Naghipour, D., Vaezi, F., Nazmara, S., 2005, Teawaste as An Adsorbent for Heavy Metal Removal from Industial Watewaters, American journal of Applied Sciences, Vol. 2, pp. 372-375 Manahan, S.E., 2004, Environmental Chemistry, CRC Press, Florida. Maron, S.H., Prutton, C.F., 1964, Principles of Physical Chemistry, The Macmillan Company, New York. Mohapatra, M., Khatun, S., Anand, S., 2009, Adsorption Behaviour of Pb(II), Cd(II) and Zn(II) on NALCO Plant Sand, Indian Journal of Chemical Technology, Vol. 16, pp. 291-300. Norman, A. G., 1937, The Composition of Same Less Common Vegetable Proses. Biochemistry Section, 1575-1578. Onggo, H., Astuti, J.T., 2005, Pengaruh Sodium Hidroksida dan Hidrogen Peroksida terhadap Rendemen dan Warna Pulp dari Serat Daun Nenas, Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, Vol. 3, No. 1, hal 37-43. Paduraru, C., Tofan, L., 2008, Investigations on The Possibility of Natural Hemp Fibres use for Zn (II) Ions Removal From Wastewaters, Environment Engineering and Management Journal, Vol.7, 687-693. Prowida, D., 2003, Karakterisasi Alofan Alam yang Diaktivasi dengan HCl sebagai Adsorben Limbah Logam Berat Seng (Zn), Skripsi, Kimia FMIPA, UNS, Surakarta. Rakhmat, F.A dan Fitri, H., 2007, Budidaya dan Pasca Panen Nanas. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Departemen Pertanian.
32
Sariwahyuni, 2006, Penyerapan Logam Pb dan Cd pada Berbagai Kombinasi pH Larutan Media Tanam dan Lama Penanaman Gulma Air Enceng Gondok (Eichhornia crossipes), Majalah Teknik Industri Vol : 11 No. 19. Sembiring, Z., Suharso, Regina, Faradila, M., Murniyarti, 2008, Studi Proses Adsorbsi – Desorbsi Ion Logam Pb (II), Cu (II), dan Cd (II) terhadap Pengaruh Waktu dan Konsentrasi pada Biomasssa Nannochloropsis sp. Yang Terenkapsuli Aqua-Gel Silika dengan Metode Kontinyu, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-11. 591-607. Souag, R., Djilali, T., Benchreit, B., Ali, B., 2009, Adsorbtion of Heany Metals (Cd, Zn and Pb) from Water Using Keratin Powder Prepared from Algerian Sheep Hoofs, Europeab Journal of Scientifict Research, Vol. 35 No. 3 pp. 416-425 Srivastava, P., Singh, B., Angove, M.J., 2004, Competitive Adsorption of Cadmium (II) onto Kaolinite as Affected by pH, Australian New Zealand Soils Conference 5-9 December 2004, University of Sydney, Australia. Suwarsa, S., 1998, Penyerpan Zat Warna Tekstil BR Red HE 7B oleh Jerami Padi, JMS, Vol 3 No. 1, 32-40. Torresdey, J.L.G., Hernandez, A., Tiamann, K.J., Bibb, J., Rodriguez, O., 1998, Adsorption of Toxic Metal Ions from Solution by Inactivated Cells of Larrea tridentata (Creosote Bush), Journal of Hazardous Substance Research, Vol 1. Widowati, W., Astiana, S., Raymond, J.R., 2008, Efek Toksik Logam, Andi Offset, Yogyakarta. Yohana, TMA, 2004, Kajian Aktivasi Alofan oleh Asam Klorida (HCl) dan Asam Flourida (HF) serta Kemampuan Alofan Mensorpsi Ion Logam Cd dalam Limbah Cir Pabrik Cat, Skripsi, Kimis FMIPA, UNS, Surakarta. Yunita, A., Prasetyo, A., 2009, Aktivasi Bagasse Fly Ash (BFA) untuk Adsorpsi Cu(II) secara Bacth dan Kontinyu : Eksperimen dan Pemodelan, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, Bandung. www.cadmium.or.html , 2009, diakses bulan September. http://buletinlitbang.dephan.go.id., 2009, diakses bulan Desember.