PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAINS, TEKNOLOGI, MASYARAKAT, DAN LINGKUNGAN (STML) TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN SIKAP ILMIAH SISWA Oleh: Yanto Budhi Raharjo ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) perbedaan keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah siswa antara kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model STML dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional, (2) perbedaan keterampilan berpikir kreatif siswa antara kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model STML dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional, dan (3) perbedaan sikap ilmiah siswa antara kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model STML dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional. Penelitian ini menggunakan rancangan post test only non-equivalen control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Rendang Kabupaten Karangasem dan sampelnya ditetapkan dengan teknik group random sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran STML yang dikenakan pada kelompok eksperimen dan sebagai variabel terikat adalah keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah siswa. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Multivariate Analysis of Varian’s (MANOVA). Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah siswa antara kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model STML dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional, (2) terdapat perbedaan keterampilan berpikir kreatif siswa antara kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model STML dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional, dan (3) terdapat perbedaan sikap ilmiah siswa antara kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model STML dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka terdapat pengaruh model pembelajaran sains, teknologi, masyarakat, dan lingkungan (STML) terhadap keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah siswa. Implikasi penelitian ini adalah: (1) guru dituntut untuk lebih sering menggali sumber-sumber isu/informasi agar pengetahuannya selalu up to date dan tidak ketinggalan isu/informasi, (2) sarana dan prasarana untuk keperluan praktikum siswa baik itu laboratorium IPA maupun alat dan bahan harus dipersiapkan lebih matang, (3) guru lebih kreatif memanfaatkan alam sekitar sebagai sasaran, sumber dan sarana belajar, dan (4) diperlukan asesmen yang lebih memadai. Kata-kata kunci: model pembelajaran STML, keterampilan berpikir kreatif, dan sikap ilmiah 1
THE EFFECT OF SCIENCE, TECHNOLOGY, SOCIETY, AND ENVIRONMENT LEARNING MODEL ON CREATIVE THINKING SKILLS AND SCIENTIFIC ATTITUDE OF STUDENTS By: Yanto Budhi Raharjo ABSTRACT The aims of this study was to analyzed: (1) the differences of creative thinking skills and scientific attitudes of students who have learning STML model with students who learning conventional model, (2) the differences of creative thinking skills of students who have learning STML model with students who learning conventional model, and (3) the differences of scientific attitudes of students who have learning STML model with students who learning conventional model. This study used a post test only design of non-equivalent control group design. Population of this study was all students of grade VIII in SMP Negeri 2 Rendang Karangasem district and the sample group determined by random sampling technique. Independent variable in this study was STML learning model that applied to the experimental group and the dependent variable was creative thinking skills and scientific attitude of students. The data were analyzed by descriptive statistics and Multivariate Analysis of Varian’s (MANOVA). The result of data analysis showed that: (1) there were differences of creative thinking skills and scientific attitudes of students who have learning STML model with students who learning conventional model, (2) there were differences of creative thinking skills of students who have learning STML model with students who learning conventional model, and (3) there were differences of scientific attitudes of students who have learning STML model with students who learning conventional model. Based on the findings of this research, there was the influence of the STML learning model on creative thinking skills and scientific attitudes of students. The implication of this research was: (1) teachers are required to explore the resources of issue/information so that knowledge is always up to date and no lag issues/information, (2) facilities and infrastructure for purposes practical students either for IPA laboratory as well as tools and materials should be prepared more mature, (3) teachers are more creative to use environment as a target, resource and learning tool, and (4) required a more adequate assessment, which is authentic assessment. Keywords: STML learning model, creative thinking skills, and scientific attitudes.
2
I.
Pendahuluan Pendidikan sains merupakan salah satu aspek pendidikan yang digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Sains pada hakekatnya memiliki tiga komponen yaitu komponen produk, proses dan sikap. Sains sebagai sebuah produk karena terdiri dari sekumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, prinsip dan hukum tentang gejala alam. Sains sebagai proses, karena merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terstruktur dan sistematis yang dilakukan untuk menemukan konsep, prinsip dan hukum tentang gejala alam, dan sains sebagai suatu sikap, karena diharapkan mampu menimbulkan karakter bagi siswa. KTSP yang diberlakukan sejak tahun 2006 memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Menurut Tim BroadBased Education (dalam Santyasa, 2009) kebiasaan berpikir dan bertindak merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran di sekolah. Marzano et. al (1993) pun menyatakan bahwa kebiasaan berpikir dan bertindak merupakan dimensi puncak dari proses dan produk belajar siswa.
Menurut
American Asociation for the Advancement of Science (AAAS) (dalam Santyasa, 2008) dan National Research Council (NRC) (dalam Barak & Shakman, 2008), tujuan utama pendidikan sains lebih diarahkan pada pencapaian pengembangan kompetensi intelektual siswa, seperti independent learning, problem solving, decision making, dan reasoning (basic, critical, dan creative thinking). Schrow et. al (dalam Barak & Shakman, 2008) menegaskan bahwa dalam pembelajaran sains hendaknya lebih memberdayakan meta-cognition dan selfregulation siswa, dan dapat menerapkan strategi-strategi seperti: (1) pembelajaran berbasis inkuiri, (2) pembelajaran kolaboratif, (3) pemecahan masalah (problem solving) dan penalaran (reasoning), (4) pengembangan mental siswa dan model perubahan konseptual siswa, (5) penggunaan teknologi yang relevan, dan (6) pengakomodasian keyakinan-keyakinan siswa. Upaya menghasilkan produk-produk kreatif ini mesti didukung dengan sikap seperti yang dimiliki oleh para ilmuwan yang disebut dengan sikap ilmiah
3
(Harlen, 1991). Sikap dan personal yang penting dikembangkan untuk mendukung kreativitas seseorang adalah rasa ingin tahu, respek terhadap fakta atau bukti, keinginan untuk mentoleransi ketidakpastian, kritis, tekun, daya cipta, terbuka, peka atau sensitif terhadap lingkungan hidup dan tak hidup, serta bekerja sama dengan orang lain. Dalam perkembangan IPTEK saat ini, siswa dituntut agar mampu menggali informasi dengan penuh penalaran, melakukan evaluasi, bersikap terbuka, mampu memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Kemampuankemampuan tersebut lebih tepat dideskripsikan melalui kemampuan berpikir kreatif sains dan keterampilan sikap ilmiah. Ideal pendidikan sains seperti yang terurai di atas tampaknya belum tercapai secara optimal. Penelitian Hibah Bersaing yang dilakukan Sadia, Suastra, dan Tika (2003) terhadap SMA di Bali menemukan bahwa sebagian besar (90%) tujuan pembelajaran diarahkan pada transfer pengetahuan dan kurang diarahkan pada pengembangan kreativitas berpikir dan keterampilan proses sains siswa. Sadia (2001) pun menemukan bahwa 95% pembelajaran sains diarahkan untuk penguasaan produk sains, dan hanya 5% mengarah pada keterampilan proses sains. Metode yang digunakan oleh guru sains adalah metode ceramah (70%), diskusi (10%), demonstrasi (10%), dan eksperimen (10%). Kondisi yang demikian menyebabkan siswa lebih bersifat pasif dalam proses pembelajaran karena aktivitas siswa menjadi terbatas. Meskipun Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 telah diberlakukan, temuan Nata Jaya et. al (dalam Sengker, 2010) menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran sains yang digunakan oleh para guru sains masih bersifat konvensional, dimana pembelajaran hanya bersifat transfer pengetahuan kepada siswa untuk pencapaian tujuan pada aspek kognitif. Rendahnya sikap ilmiah siswa Indonesia ditunjukkan oleh penelitian dan penilaian PISA (Program for International Student Assessment) tahun 2003 yang mengukur tentang kemampuan scientific literacy. Hasil penilaian menunjukkan bahwa siswa Indonesia memiliki skor rata-rata literasi sains sebesar 395 (Lemke et. al, 2004). Skor rata-rata literasi sains siswa Indonesia berada pada level 2 dari
4
6 level yang ada, dan ditunjukkan pula bahwa aspek-aspek sikap ilmiah siswa Indonesia terukur masih rendah dalam cakupan dimensi literasi sains. Salah satu penyebab rendahnya kemampuan IPA adalah karena siswa sejauh ini terbiasa dihadapkan dengan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan mereka sehari-hari (Sudria, 2004). Pembelajaran IPA di sekolah nampaknya kurang dikaitkan dan disepadankan (link and match) dengan isu-isu sains dan teknologi yang ada di masyarakat lokal, nasional maupun regional. Berdasarkan paparan di atas, maka perlu adanya penyempurnaan berbagai variabel pembelajaran yang saling berkait satu dengan lainnya. Guru sebagai pengawal terdepan untuk mencapai tujuan pendidikan dituntut melaksanakan pembelajaran yang inovatif yang mampu mengembangkan berpikir kreatif dan menumbuhkan sikap-sikap ilmiah siswa. Ada beberapa model pembelajaran yang tidak hanya memberdayakan sains sebagai produk tetapi juga mampu memberdayakan sains sebagai proses, salah satu diantaranya adalah model pembelajaran sains teknologi masyarakat dan lingkungan (Science Tecnology Society Environment). Model pembelajaran sains teknologi masyarakat dan lingkungan (STML) merupakan model pembelajaran yang mengacu pada filosofis konstruktivisme, siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan bermakna melalui pengalaman yang nyata. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa akan mengarah kepada pembentukan proses sains pada diri siswa yang mencakup berpikir kreatif dan sikap ilmiah. Model pembelajaran STML adalah model pembelajaran yang mengaitkan antara sains dan teknologi serta manfaatnya bagi lingkungan dan masyarakat, memanfaatkan lingkungan sebagai sasaran belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Model ini dapat digunakan untuk menarik perhatian siswa dalam pembelajaran sains sehingga literasi sains dan teknologi siswa dapat meningkat (Holubova, 2008). Uraian di atas mengindikasikan bahwa model pembelajaran STML akan menimbulkan konsekuensi pada keterampilan berpikir kreatif dan juga akan mempengaruhi sikap ilmiah siswa. Untuk itu, dirumuskan masalah penelitian ini
5
sebagai berikut: (1) Apakah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah siswa antara kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model STML dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?, (2) Apakah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kreatif antara kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model STML dengan kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensio-nal?, dan (3) Apakah terdapat perbedaan sikap ilmiah siswa antara kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model STML dengan kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?. II. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian eksperimen, dan mengingat tidak semua variabel (gejala yang muncul) dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat, maka penelitian ini dikategorikan penelitian semu (quasi eksperimen). Penelitian ini akan menggunakan rancangan eksperimen post test only non-equivalen control group design, karena penyusun hanya ingin mengetahui perbedaan keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah siswa, antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dan bukan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah kedua kelompok. Rancangan eksperimen ini menggunakan rancangan faktorial 2 2, karena melibatkan dua variabel bebas secara bersama-sama, untuk melihat efek utama masing-masing variabel bebas, secara terpisah dan secara bersama-sama terhadap variabel terikat dan efek-efek yang terjadi akibat adanya interaksi dua variabel. Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 dengan tempat penelitian adalah di SMP Negeri 2 Rendang, Kabupaten Karangasem. Populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Rendang, Kabupaten Karangasem. Sampel yang digunakan adalah satu kelas untuk diberikan perlakuan model pembelajaran STML dan satu kelas lagi diberikan perlakuan pembelajaran
6
konvensional. Penentuan sampel dilakukan secara random agar semua kelas sampel memperoleh peluang yang sama untuk diberikan perlakuan yang berbeda. Hasil ulangan harian semester ganjil digunakan untuk menguji kesetaraan perbedaan mean. Setelah dilakukan uji t terhadap populasi didapat bahwa semua kelas tergolong setara, kecuali kelas VIIIA dengan VIIID, dan hasil undian secara random diperoleh kelas VIIIE sebagai kelompok eksperimen, sedangkan kelas VIIIA sebagai kelompok kontrol. Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas, yaitu model
pembelajaran
STML, dan pembelajaran model konvensional, dan variabel terikatnya yaitu keterampilan berpikir kreatif (KBK), dan sikap ilmiah (SI). Variabel-variabel lain yang perlu dikontrol antara lain: (1) kemampuan intelektual, sikap, dan kesanggupan dalam melaksanakan pembelajaran, (2) waktu pembelajaran, dan (3) fasilitas pembelajaran diluar yang dipersiapkan dalam penelitian
ini.
Variabel-variabel
tersebut
dikontrol antara
lain
dengan
melaksanakan penelitian yang dilakukan oleh satu pengajar, waktu pembelajaran yang sama antar kelompok, dan penyediaan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS yang memfasilitasi masing-masing kelompok pembelajaran. Penelitian ini menggunakan dua kelompok belajar, yaitu kelas eksperimen, yakni kelas dengan menggunakan model pembelajaran STML dan kelas kontrol, yakni kelas yang menggunakan model konvensional. Perbedaan perlakuan tersebut terletak pada sintak pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing model pembelajaran serta fasilitas perlakuan, yaitu LKS yang digunakan, materi pelajaran, sumber belajar, dan alokasi waktu pembelajaran pada kedua kelompok sama. Instrument untuk mengetahui keterampilan berpikir kreatif adalah tes yang diadaptasi dari Munandar (2002) berupa tes uraian free content yang mengungkap empat dimensi keterampilan berpikir kreatif yaitu: 1) kelancaran, dengan indikator: menyebutkan kata, menyusun abjad, dan sifat-sifat yang sama, 2) kelenturan, dengan indikator macam-macam penggunaan: 3) orisinalitas, dengan indikator membentuk kata tiga hurup dan 4) Elaborasi, dengan indikator apa akibatnya.
7
Untuk mengetahui sikap ilmiah siswa, akan diukur dengan instrumen berbentuk skala sikap dari Likert, yang disusun dan dikembangkan oleh peneliti berdasarkan indikator dari empat aspek sikap ilmiah yaitu: 1) rasa ingin tahu, 2) respek terhadap fakta atau bukti, 3) kemauan untuk mengubah pandangan, dan 4) berpikir kritis. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data, harus dikalibrasi untuk menguji validitas dan reabilitas alat ukur. Sehingga diperoleh kelayakan instrumen yang digunakan untuk mengambil data dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data dari nilai tes keterampilan berpikir kreatif dan kuesioner sikap ilmiah yang dilakukan setelah masing-masing kelompok penelitian diberikan perlakuan. Dalam penelitian ini data dideskripsikan secara deskriptif dan selanjutnya dilakukan analisis varians. Kualifikasi data hasil keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah dilakukan dengan menggunakan pedoman konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima Pengujian persyaratan analisis yang dilakukan adalah uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kolinieritas, dan kemudian data yang telah terkumpul dianalisis dengan uji F melalui MANOVA (Multvariate Analysis of Variance).
III. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Perbedaan Keterampilan Berpi-kir Kreatif dan Sikap Ilmiah antara Siswa yang Belajar Melalui Model Pembelajaran STML dengan Siswa yang Belajar Melalui Model Pembelajaran Konvensional Untuk menguji hipotesis pertama digunakan analisis multivariat, dimana didapat nilai signifikansi uji Manova melalui Pillai trace, Wilks’ Lambda Hotelling’s trace dan Roy’s largest Root adalah 0,000 dan nilai ini lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), maka H0 ditolak, ini berarti Ha diterima. Simpulannya adalah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran STML dengan siswa yang belajar melalui model pembelajaran konvensional.
8
Model pembelajaran STML lebih mengacu kepada fungsi mata pelajaran sains yaitu
mengembangkan wawasan dan kesadaran teknologi dalam
pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. Dengan model pembelajaran STML, siswa mengerti secara mendalam untuk mampu mengambil keputusan secara tepat sehingga dapat membentuk pribadinya melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Hodson (2004) mengungkapkan bahwa model pembelajaran STML memberikan suatu kesempatan yang tidak terpisahkan kepada siswa untuk mengajukan dan memperluas pertanyaan-pertanyaan, pengajuan atau usulan jawaban, pencarian data tambahan dan menguji ide-ide atau gagasan lebih jauh dari ruang kelas ke komunitas lokal mereka. Artinya, proses pembelajaran sains tidak hanya berlangsung di dalam ruang kelas, tetapi juga harus berlangsung dalam konteks kehidupan masyarakat dan lingkungan alam sekitar. Sejalan dengan penelitian ini,
Artuti (2008) mendapatkan bahwa
kompetensi kerja ilmiah keterampilan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran berpendekatan STM lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung, dan merekomendasikan untuk menggunakan model STM dalam pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Hidayat (1996) juga menyebutkan bahwa model pembelajaran STML adalah pengajaran yang melibatkan siswa sebagaimana para ilmuwan, melakukan proses ilmiah, dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual, sikap ilmiah siswa, dan kemampuan menyelesaikan masalah seharihari secara objektif dan rasional. Begitu pula Rosario (2009) yang menyatakan bahwa pendekatan model pembelajaran STML adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan para peserta didik menjadi independen dan kreatif. Model pembelajaran STML membantu kinerja akademiknya, memberikan mereka pemahaman yang lebih baik mengenai konsep-konsep tentang lingkungan. Selain mampu memfasilitasi keterampilan berpikir kreatif siswa, model pembelajaran STML juga mampu menumbuhkan sikap ilmiah siswa. Melalui
9
model pembelajaran STML, siswa akan mencari berbagai solusi atas permasalahan yang ada, dan mengambil keputusan berdasarkan berbagai pertimbangan logis yang tidak merugikan semua pihak. 2. Perbedaan Keterampilan Berpikir Kreatif antara Siswa yang Belajar Melalui Model Pembelajaran STML dengan Siswa yang Belajar Melalui Model Pembelajaran Konvensional Untuk menguji hipotesis kedua digunakan analisis multivariate dengan hasil sebagai berikut: Nilai perhitungan analisis Fhitung = 22,309 dengan taraf signifikansi 0,000. Angka signifikansi ini lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), maka H0 ditolak. Ini berarti Ha diterima. Simpulannya adalah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kreatif antara siswa yang belajar model pembelajaran STML dengan siswa yang belajar melalui model pembelajaran konvensional. Secara deskriptif, penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran STML memiliki skor keterampilan berpikir kreatif lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan menggunakan model konvensional.
Hal ini secara teori, model pembelajaran STML sesuai
dengan filsafat konstruktivisme. Siswa diberikan kesempatan mengeksplorasi kemampuannya untuk mencarikan solusi terhadap isu yang ditemukan. Hal inilah yang menyebabkan siswa menjadi tertarik untuk belajar dan mengoptimalkan kemampuan berpikirnya dalam mencari berbagai solusi atau pemecahan masalah dari isu sains dan teknologi yang dibahas dalam pembelajaran. Lain halnya dengan model pembelajaran konvensional yang berpandangan pada filsafat behavioristik. Guru cenderung menganggap siswa sebagai kertas putih yang siap untuk ditulis, fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut, pebelajar diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus dipahami oleh murid, fungsi guru sebagai pemberi informasi, siswa pasif mendengarkan penjelasan tanpa dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran.
10
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kaufman & John (2002) yang membuktikan betapa pentingnya keterampilan berpikir kreatif dalam diri siswa. Keterampilan berpikir kreatif merupakan salah satu domain sains yang penting dalam pembelajaran. Yusa (2009) juga mengungkapkan pentingnya melatih keterampilan berpikir kreatif siswa. Hal ini disebabkan karena kehidupan manusia sangat kompleks dan penuh berbagai masalah. Kondisi ini sudah tentu menuntut manusia untuk selalu berpikir untuk mencari solusi yang terbaik atas permasalahan tersebut. Jika siswa tidak dilatih sejak dini untuk berpikir kreatif, maka ketika menemukan masalah, siswa tidak mampu mencari permasalahannya. Kualitas berpikir kreatif siswa akan meningkat jika para siswa sebagai peserta proses pembelajaran, memperoleh kesempatan yang luas untuk bertanya, berdiskusi, dan menggunakan secara aktif pengetahuan baru yang diperoleh. Pengetahuan baru tersebut cenderung dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah kontekstual yang dihadapi sehingga materi-materi pembelajaran dapat dipahami dan dikuasai secara lebih baik. Pada masing-masing indikator keterampilan berfikir kreatif, indikator elaborasi menempati kualifikasi tertinggi yaitu tinggi, diikuti indikator kelancaran dan orisinalitas pada kualifikasi cukup dan indikator kelenturan pada kualifikasi sangat kurang. Hal ini karena guru pada hampir setiap akhir pertemuan, memberikan tugas berupa pertanyaan-pertanyaan individual ataupun kelompok yang menuntut siswa untuk tidak sekedar menjawab satu atau dua kata, tetapi jawaban dengan alasan yang lengkap sehingga siswa dituntut mencari literatur yang lebih lengkap tentang masalah yang ditanyakan. Bagi siswa yang kurang, dengan tugas berkelompok tersebut akan terbantu oleh rekannya yang lebih mampu sehingga akhirnya semua siswa akan memiliki kemampuan yang setara. Hal ini sejalan dengan temuan Suparman (2005) yang menyatakan bahwa komponen tertinggi yang menentukan keterampilan berpikir kreatif siswa yakni keterampilan mengelaborasi. Indikator elaborasi memberikan perhatian pada aspek kognitif yang kompleks dan pembelajaran psikomotor. Ide dasarnya adalah siswa perlu mengembangkan makna kontekstual dalam urutan pengetahuan serta
11
keterampilan yang berasimilasi dengan pengetahuan atau keterampilan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif peserta didik dalam lingkungan pembelajaran berhubungan erat dengan cara guru mengajar. Pola pengajaran dan interaksi yang lebih memberi kepercayaan, penghargaan dan dorongan terhadap kemampuan peserta didik untuk mencari pemecahan masalah dari setiap kasus pengajaran yang dihadapi akan lebih membangkitkan keberanian untuk mencoba, mengemukakan dan mengkaji gagasan atau cara-cara baru yang merupakan benih terciptanya kemampuan kreativitas. Dalam hal ini peran utama pendidik antara lain adalah mengembangkan sikap dan kemampuan peserta didik yang dapat membantu untuk menghadapi persoalan-persoalan dimasa yang akan datang secara kreatif dan inovatif. 3. Perbedaan Sikap Ilmiah antara Siswa yang Belajar Melalui Model Pembelajaran STML dengan Siswa yang Belajar Melalui Model Pembelajaran Konvensional Untuk menguji hipotesis ketiga digunakan analisis multivariat dengan hasil sebagai berikut. Dari Test Between Subjects Effects didapat nilai F hasil perhitungan sebesar Fhitung = 22,103 dengan taraf signifikansi 0,000. Angka signifikansi ini lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), maka H0 ditolak. Ini berarti Ha yang diterima. Simpulan yang dapat ditarik adalah terdapat perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang belajar model pembelajaran STML dengan siswa yang belajar melalui model pembelajaran konvensional. Pada model pembelajaran STML, siswa merupakan pelaku utama dalam memecahkan masalah atau pengambil keputusan atas isu atau masalah yang ada kaitannya dengan materi pelajaran yang sedang dibahas, siswa diharapkan dapat tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab terhadap upaya perbaikan dan perlindungan kehidupan masyarakatnya, di samping memahami interaksi antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan masyarakat. Isu atau masalah sosial dalam model STML merupakan basis pembelajaran dalam upaya pembekalan dan pelatihan peserta didik menjadi insan sosial yang kreatif.
12
Secara teoretis, temuan ini sejalan dengan Yager (1996) yang menyatakan bahwa : 1) Pembelajaran fisika dengan menggunakan model belajar STML dapat mengeksplorasi rasa ingin tahu siswa terhadap isu sains dan teknologi yang ada di lingkungan melalui tahap penggalian isu-isu sains dan teknologi, 2) pada tahap eksperimen siswa diarahkan untuk melaporkan apa yang terjadi secara aktual, menyangsikan dan mengecek bagian-bagian fakta yang tidak cocok dengan penemuan lain serta meragukan kesimpulan atau interpretasi berdasarkan buktibukti yang belum cukup, di mana semua itu merupakan indikator respek terhadap fakta atau bukti pada aspek sikap ilmiah, 3) siswa juga diarahkan untuk siap mengubah pandangan ketika ada bukti-bukti meyakinkan yang bertentangan dengan pandangan semula sekaligus lebih kritis untuk menentang cara-cara investigasi atau hasil interpretasi yang menyimpang pada saat tahap analisis, sintesis, evaluasi, dan mengkreasikan data. IV. Penutup Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitiam ini adalah: (1) terdapat perbedaan keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah siswa antara kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model STML dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional, (2) terdapat perbedaan keterampilan berpikir kreatif antara kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model STML dengan kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional, dan (3) terdapat perbedaan sikap ilmiah siswa antara kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model STML dengan kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional. Saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini adalah: (1) guru diharapkan lebih telaten dalam memotivasi dan kreatif dalam memfasilitasi siswa selama proses pembelajaran sehingga keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah siswa yang diharapkan dapat lebih baik, (2) pembelajaran di kelas hendaknya lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilan berpikir melalui proses pemecahan masalah kontekstual, dan (3) Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan pokok bahasan lain dengan melibatkan
13
sampel yang lebih luas. Di samping itu, variabel-variabel lainnya yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari siswa perlu dikaji pengaruhnya terhadap pengembangan dan penerapan model pembelajaran lainnya serta dampaknya terhadap keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah siswa.
Daftar Pustaka Artuti, N N. 2008. Implementasi Model Pembelajaran Fisika Berpendekatan STM untuk Meningkatkan Kompetensi Kinerja Ilmiah dan Keterampilan Berpikir Kritis. Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran. Universitas Pendidikan Ganesha. Program Pascasarjana. Barak, Mosche.; Shakman, Larisa. 2008. Reform-Based Science Teaching: Teachers Instructional Practises and Conceptions. Journal: Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education. Harlen. 1991. The Teaching of Science. London: David Fulton Publishers. Hidayat, E M. 1996. Science-Technology-Society: Pendidikan IPA Untuk Tahun 2000. Jurnal Pendidikan IPA No.5 Hodson, D. 2004. Going Beyond STS: Toward a Curriculum for Sociopolitical. The Science Educational Review. Canada: University of Toronto. Holubova, R. 2008. Effective Teaching Methods-Project-Based Learning In Physics. US-China education review. 5(12), 27-35. Kaufman, J.C, Jhon, B.2002. Could Steven Spelberg Manage The Yankees?: Creative Thinking In Different Doamins. The Korean Journal of thinking & problem Solving, 12 (2), 5-14. Tersedia pada www.koreanjournal.com. Lemke, M., Sen, A., Pahlke, E., Partelow, L., Miller, D., Williams, T., Kastberg, D., & Jocelyn, L. 2004. International outcomes of learning in mathematics literacy and problem solving: PISA 2003 results from the U.S. perspective. Washington DC: National Center for Education Statistics. Munandar, U. 2002. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta Marzano, R. J. 1993. How Classroom Teachers Approach The Teaching of Thinking. Dalam Donmoyer, R. & Merryfield, M.M. (Eds): Theory into practice: Teaching for Higher Order Thinking. 32(3). pp. 148-153.
14
Rosario, B.I.D. 2009. Science, Technology, Society, and Environment (STSE) Approach in Environment Science for Nonscience Students in a Local Culture. Journal. Vol. 6 No. 1 December 2009. ISSN: 2094-1064. CHED Accredited Research Journal, Category B. Sadia,W., Sujanem, R., & Wirtha, M. 2001. Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Berpendekat-an Sains Teknologi Masyarakat untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi Siswa SMUN Singaraja. Laporan Penelitian Program Due-Like 2001. IKIP Negeri Singaraja. Sadia, W, Suastra, I.W, Tika, K. 2003. Pengembangan Model Belajar Perubahan Konseptual di SMA. Laporan Penelitian. IKIP Negeri Singaraja. Santyasa, I W. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Makalah. Disajikan dalam Work Shop tentang Pembelajaran Kontekstual Bagi Guru-Guru SMP Negeri 1 Banjar, 4 Januari 2008, di SMP Negeri 1 Banjar Buleleng. Santyasa, I W. 2009. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains Bermuatan Peta Konsep dan Model Perubahan Konseptual Serta Pengaruhnya terhadap Penalaran Siswa. Laporan Penelitian Hibah Penelitian Tim Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Sengker, I K. 2010. Interaksi Strategi Pembelajaran Peta Konsep dan Asesmen Autentik dalam Pencapaian di Kecamatan Rendang Tahun Pelajaran 2009/2010. Tesis (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Dasar. Sudria. 2004. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Sains Aspek Kimia Berbasis Kompetensi. Makalah. Disajikan pada seminar lokakarya pembelajaran kontekstual dalam rangka implementasi kurikulum berbasis kompetensi fakultas Pendidikan MIPA IKIP Negeri Singaraja 27 Nopember 2004. Suparman. 2005. Identifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP pada Pembelajaran Pencemaran Air Berbasis Kegiatan Laboratorium. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia. Yager, R.E. 1996. Science-Technology–Society as Reform. School Science and Mathematics. 84 (3). 189 – 198. Yusa, I M. D. 2009. Pengaruh model pembelajaran dan seting pemecahan masalah terhadap kinerja pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VII1 SMP Negeri 4 Busungbiu. Tesis (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha Program Pasca Sarjana Program Studi Pendidikan Dasar.
15