PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK INVESTIGASI KELOMPOK (GROUP INVESTIGATION) TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA (Kuasi Eksperimen Di Kelas IX SMP Negeri 1 Menes Pada Konsep Sistem Ekskresi Pada Manusia)
SKRIPSI
Oleh Iyoh Maspiroh 106016100561
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
ABSTRAK Iyoh Maspiroh, Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Teknik Investigasi Kelompok Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Sistem Ekskresi (Kuasi eksperimen di SMP Negeri 1 Menes Pandeglang Banten. Skripsi, Program Studi Biologi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep sistem ekskresi pada manusia. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Menes Pandeglang, Banten. Metode penelitian yang dugunakan adalah eksperimen semu dengan desain control group pretest-postest design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan tekhnik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 42 siswa untuk kelas eksperimen dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok dan 38 siswa untuk kelas kontrol dengan teknik diskusi baiasa. Analisis data pre test menggunakan uji-t diperoleh hasil thitung sebesar 0.098 dan ttabel pada taraf sinifikansi 5% yaitu 1.99 maka thitung
ztabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar biologi siswa. Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif Teknik Investigasi Kelompok
ABSTRACT Iyoh Maspiroh, The Effect Of Cooperative Learning Group Investiagtion To The Student Biology Study Result In Ekskresi System Concept (Quasi Experiment in SMP Negeri 1 Menes Pandeglang, Banten). Thesis, Biology Education Program, Science Education Department, Faculty Of Tarbiyah And Teachers Training of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. The aim of this study was to know the effect of cooperative learning group investigation to the student biology study result in ekskresi system concept. This research was done at SMP Negeri 1 Menes Pandeglang, Banten. This research method used quasi experiment method with control group pretest-postest design. Sample was taken by using technique of purposive sampling. Research sample was 42 students for experiment class that used group investigation of cooperative learning and 38 students used conventional method for control class. pre test data analysis used t-test, from this analysis was got to is 0.098, and ttable of signifikansi 5% is 1.99. It means that control and experiment classes have the same kognitif ability. N-gain data analysis used Mann Whitney, from this analysis was got ztest is 5.4 and ztable of signifikansi 5% is 1.96. It means that ztest >z-table, there was effect of cooperative learning group investigation to the student biology result in ekskresi system. Key word: Cooperative Leraning, Group Investigation.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tersampaikan kepada nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah islam dan pembawa syafaat bagi ummatnya dihari akhir kelak. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan studi S1 program studi Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Investigasi Kelompok Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa pada Konsep Sistem Ekskresi. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga partisipasi semua pihak dapat menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah S.W.T. dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikan kepada: 1. Ayahanda Parhani dan Ibunda Saiah, yang kasih sayangnya kepada peneliti tak terbatas, semoga Allah selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti. 2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd, Dosen Pembimbing I dan Ibu Yanti Herlanti, M.Pd., Dosen Pembimbing II, yang selalu membimbing dalam penelitian dan penulisan. 5. Bapak Drs. Baihaki, M.Pd, Kepala SMP Negeri 1 Menes Pandeglang Banten, dan Bapak Asep Krisnalia, S.Pd., guru mata pelajaran Biologi, yang telah memberikan izin penelitian dan menjadi konsultan terbaik selama eksperimen, dan seluruh sivitas akademika SMP Negeri 1 Menes Pandeglang Banten. i
6. Kakanda tercinta: Didin Rafiudin, Lili Suhaeli, Nur Fajriah, dan Pipit Fitriah dan adik tercinta A. Nandra Saputra, tempat berkeluh kesah dan sumber inspirasi serta semangat, bagian kehidupan yang tak tergantikan. 7. Keluarga besar dari Ayahanda dan Ibunda, yang selalu memberi perhatian dan kasih sayang kepada peneliti. 8. Keluarga Besar Boarding English Course Expansion angkatan 2008-2010, yang menjadi keluarga kedua bagi peneliti. Lebih khususnya kepada Siti Imas Maesaroh, Ika Rifqiawati, Aisyah Annas, Via Tuhamah, Zulfa Auliani, Yuriska Nurahma, Nani dan Ayu, yang memberikan suport dan menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Biologi Angkatan 2006. 10. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Biologi dan Fisika angkatan 2005, lebih khusus kepada Siti Amaliah dan Sitti Aisyah yang selalu bersama ketika bimbingan. 11. Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi. Kami berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan. Jazákumullah Khoiron Katsiron.
Ciputat,
Oktober 2010 M Dzulhijjah 1431 H
Iyoh Maspiroh
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK
Hal.
KATA PENGANTAR ............................................................................
i
DAFTAR ISI ...........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR
vi
.............................................................................
DAFTAR TABEL .................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ viii
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................
1
B. Identifikasi Masalah ..........................................................
6
C. Batasan Masalah
.............................................................
6
..........................................................
6
E. Tujuan Penelitian .............................................................
7
F. Manfaat Penelitian ...........................................................
7
D. Rumusan Masalah
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ......................................
8
A. Deskripsi Teoritis
8
...........................................................
1. Pembelajaran Kooperatif a.
Pengertian Pembelajaran Kooperatif ....................
8
b.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif .........................
11
c.
Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ...............
13
d.
Pengelolaan Kelas Pembelajaran Kooperatif .......
14
e.
Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif .......
15
f.
Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif ........................
16
g.
Keterampilan-Keterampilan Kooperatif ...............
17
h.
Langkah-Langkah Umum Pembelajaran Kooperatif .............................................................. iii
17
i.
BAB III
Beberapa Variasi teknik Dalam Pembelajaran Kooperatif ............................................................
18
2. Teknik Investigasi Kelompok ....................................
19
3. Hasil Belajar ..............................................................
23
a.
Hasil Belajar Kognitif ...........................................
25
b.
Hasil Belajar Afektif ............................................
26
c.
Asesmen Kinerja (Performance Assessment) .......
27
B. Hasil Penelitian yang Relevan .........................................
28
C. Kerangka Pikir .................................................................
30
D. Hipotesis ..........................................................................
32
METODOLOGI PENELITIAN ........................................
33
A. Waktu dan Tempat Penelitian .........................................
33
B. Metode Penelitian ............................................................
33
C. Desain Penelitian .............................................................
33
D. Populasi dan Sampel ........................................................
34
E. Variabel Penelitian ..........................................................
34
F. Prosedur Penelitian ............................................................
35
G. Teknik Pengumpulan Data ..............................................
35
H. Instrumen Penelitian ........................................................
36
I. Kalibrasi Instrumen ...........................................................
39
1. Uji Validitas Butir Soal .............................................
39
2. Uji Realibilitas Instrumen ...........................................
39
3. Uji Tingkat Kesukaran Item ......................................
40
4. Daya Pembeda ............................................................
40
J. Teknik Analisis Data .......................................................
41
1. Data Kuantitatif ..........................................................
41
a. Normal Gain ...............................................................
41
b. Uji Normalitas ..........................................................
41
c. Uji Homogenitas .....................................................
42
d. Uji Hipotesis .............................................................
43
iv
2.
Data Kualitatif ...........................................................
43
a. Angket Hasil Belajar ............................................
43
b.Hasil Observasi ......................................................
43
c. Hasil Asesmen Kinerja ...........................................
44
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................
45
A. Deskripsi Data Hasil Belajar Kuantitatif ..........................
45
1. Hasil Pretest ...............................................................
45
2. Hasil Posttest .............................................................
46
3. Hasil N-gain Kelompok Eksperimen ...........................
46
4. Hasil N-gain Kelompok Kontrol .................................
47
5. Hasil Uji Normalitas .....................................................
48
6. Hasil Uji Homogenitas Pretest ....................................
49
7. Hasil Uji Parametrik Pretest .......................................
49
8. Hasil Uji Nonparametrik Posttest .................................
50
B. Deskripsi Data Kualitatif ...................................................
51
1. Data Observasi ..............................................................
51
2. Asesmen Kinerja ...........................................................
51
3. Data Angket ..................................................................
53
C. Pembahasan ........................................................................
53
PENUTUP ............................................................................
56
A. Kesimpulan ......................................................................
56
B. Saran ................................................................................
56
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
57
LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................
60
BAB IV
BAB V
v
DAFTAR GAMBAR Hal. Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir ............................................................. 31 Gambar 4.1 Grafik N-Gain Kelompok Eksperimen .................................... 47 Gambar 4.2 Grafik N-Gain Kelompok Kontrol .......................................... 48
vi
DAFTAR TABEL Hal. Tabel 2.1
Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif Dengan Kelompok Belajar Konvensional ........................................
10
Tabel 3.1
Desain Penelitian ..................................................................
34
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Instrumen Tes .........................................................
37
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Instrumen Angket ...................................................
38
Tabel 3.4
Skoring Jawaban Angket ......................................................
43
Tabel 4.1
Hasil Belajar Pretest Kel. Eksperimen dan Kontrol ...........
45
Tabel 4.2
Hasil Belajar Posttest Kel. Eksperimen dan Kontrol ...........
46
Tabel 4.3
Rekapitulasi N-gain Kelompok Eksperimen ........................
46
Tabel 4.4
Rekapitulasi N-gain Kelas Kontrol .......................................
47
Tabel 4.5
Hasil Uji Mann Whitney N-Gain ...........................................
50
Tabel 4.6
Hasil Pengamatan Asesmen Kinerja .....................................
52
Tabel 4.7
Rekapitulasi Penerapan Indikator Kinerja .............................
52
Tabel 4.8
Rekapitulasi Data Angket .....................................................
53
vii
DAFTAR LAMPIRAN Hal. Lampiran 1
RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 1 ...............................
60
Lampiran 2
RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ..............................
66
Lampiran 3
RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ...............................
72
Lampiran 4
RPP Kelas Kontrol Pertemuan 1 .....................................
79
Lampiran 5
RPP Kelas Kontrol Pertemuan 2 ....................................
82
Lampiran 6
RPP Kelas Kontrol Pertemuan 3 .....................................
85
Lampiran 7
Asesmen Kinerja Siswa ..................................................
89
Lampiran 8
Rekapitulasi Analisis Butir Soal ......................................
91
Lampiran 9
Kisi-Kisi Tes Kognitif ....................................................
93
Lampiran 10
Posttest Sistem Ekskresi Pada Manusia ..........................
113
Lampiran 11
Jawaban Soal Pretest dan Posttest ..................................
120
Lampiran 12
Kisi-Kisi Angket ..............................................................
121
Lampiran 13
Lembar Angket Siswa ....................................................
124
Lampiran 14
Lembar Kerja Siswa ........................................................
126
Lampiran 15
Lembar Observasi Kegiatan Guru ...................................
133
Lampiran 16
Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol .................................
139
Lampiran 17
Distribusi Frekuensi Kelas Kelas Eksperimen ................
144
Lampiran 18
Uji Normalitas Kelas Kontrol ..........................................
149
Lampiran 19
Uji Normalitas Kelas Eksperimen ...................................
150
Lampiran 20
Penghitungan N-Gain ......................................................
151
Lampiran 21
Uji Normalitas N-Gain Kelas Kontrol. ............................
152
Lampiran 22
Uji Normalitas N-Gain Kelas Eksperimen .....................
153
Lampiran 23
Tabel Hasil Angket .........................................................
154
Lampiran 24
Analisis Angket Penerimaan Siswa .................................
155
Lampiran 25
Analisis Angket Tanggapan Siswa ..................................
156
Lampiran 26
Penghitungan Hasil Angket .............................................
158
Lampiran 27
Uji Homogenitas Data Pretest .........................................
160
Lampiran 28
Uji Hipotesis data Pretest ................................................
162
Lampiran 29
Langkah-Langkah Penghitungan Uji Mann Whitney ......
164
viii
Lampiran 30
Uji Mann Whitney Hasil Belajar Posttest .......................
165
Lampiran 31
Uji Mann Whitney N-Gain ..............................................
166
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Percepatan arus informasi dalam era globalisasi saat ini menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan, dan strategi agar sesuai dengan kebutuhan, dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut secara langsung mengubah tatanan dalam sistem makro, maupun mikro, demikian halnya dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional maupun global. Salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum merupakan acuan setiap satuan pendidikan, baik pengelola maupun penyelenggara, khususnya acuan bagi guru dan kepala sekolah.1 Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini adalah kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang telah direvisi melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan). 2 Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap dan hasil belajar peserta didik. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah strategi dan metode pembelajaran yang digunakan. Strategi pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional dan masih bersifat teacher centered atau terpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif. 3 Hal inilah yang menjadi permasalahan umum di sekolah SMP Negeri 1 Menes Pandeglang termasuk pada pembelajaran Biologi.
1
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 4 2 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konsrukstivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hal. 2 3 Tengku Zahara Djaafar, Kontribusi startegi pembelajaran, (Padang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang, 2001), hal. 1
1
2
Padahal pembelajaran menurut teori psikologi kognitif holistik yaitu menempatkan siswa sebagai sumber aktivitas belajar. Teori belajar lain yaitu teori konstruktivisme memandang bahwa siswa adalah pembangun pengetahuan yang aktif. Dengan demikian pembelajaran harus dirancang dengan lebih banyak agar dapat memotivasi siswa untuk mengembangkan potensi aktivitasnya. Oleh karena itu dalam pandangan sekarang guru berfungsi sebagai penyampai atau menjadi fasilitator pembelajaran.4 Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Standar Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2005, pasal 19 yang menyatakan bahwa: “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.”5 Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah pada dasarnya adalah interaksi antara guru dan siswa. Kualitas hubungan antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh pribadi guru dalam mengajar dan siswa dalam belajar. Sehingga kualitas hubungan antara guru dan siswa menentukan keberhasilan proses belajar yang efektif. 6 Proses pembelajaran yang efektif membutuhkan pendayagunaan berbagai usaha dan penyediaan prasarana yang optimal, berorientasi pada peserta didik, serta penggunaan strategi pembelajaran yang sesuai. Agar proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien, maka pembelajaran harus didesain dengan baik. Ihat Hatimah mengutip pendapat Seels dan Richey mengemukakan bahwa desain sistem pembelajaran adalah pengorganisasian prosedur atau tata cara pengembangan materi pembelajaran atau program yang meliputi langkah-langkah menganalisis,
merancang,
mengembangkan,
mengimplementasikan
dan
mengevaluasi pembelajaran. Sedangkan, menurut pendapat Reigeluth yang 4
Dadang Sukirman, dan Nana Jumhana, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: UPI Press, 2006), hal. 6. 5 Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan. Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agam RI Tahun 2006, hal. 164 6 Udin Saefudin Saud, Ade Rukmana, dan Novi Resamini, Pembelajaran Terpadu, (Bandung: UPI Press, 2006), hal. 1
3
dikutip oleh Ihat Hatimah menyatakan bahwa pembelajaran menyangkut pengertian, peningkatan dan penerapan metode-metode pembelajaran (instruction) untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, wujud dari sistem pembelajaran yang baik meliputi kondisi pembelajaran, metode pembelajaran dan hasil pembelajaran yang baik pula. Kondisi pembelajaran menyangkut karakteristik materi pembelajaran, kendala-kendala dalam proses pembelajaran dan karakteristik siswa. Metode pembelajaran meliputi strategi pengorganisasian bahan ajar, strategi penyampaian, dan strategi pengelolaan kegiatan pembelajaran di kelas.
Sedangkan hasil
pembelajaran meliputi efektifitas, efisiensi dan menarik tidaknya proses pembelajaran. 7 Menurut Ihat Hatimah mengutip pendapat Newman dan Logan menyatakan bahwa strategi mencakup tujuan yang ingin dicapai, metode yang digunakan, teknik pelaksanannya serta tolak ukur yang sudah ditentukan dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam kegiatan pembelajaran, strategi merupakan pola umum kegiatan guru dan siswa. Maksud dari pola umum ini adalah jenis dan urutan perbuatan yang nampak dipergunakan atau diperagakan oleh guru dan siswa dalam berbagai macam peristiwa pembelajaran. Dengan kata lain, strategi adalah cara penentuan seluruh aspek yang berkaitan dengan pencapaian tujuan belajar, yang meliputi
penyusunan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
kegiatan pembelajaran dan penilaian proses serta hasil pembelajaran. Ketepatan guru dalam memilih strategi pembelajaran akan memudahkan pencapaian tujuan. Sebaliknya jika ketidaktepatan dalam memilih strategi pembelajaran maka akan menimbulkan kesulitan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Permasalahan inilah yang dirasakan oleh warga belajar.8 Selain itu, guru juga dituntut untuk menentukan metode pembelajaran yang sesuai dan dapat menciptakan situasi serta kondisi kelas yang kondusif. Hal tersebut ditimbulkan agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai
7 8
Tengku Zahara Djaafar, op. cit, hal. 2 Ihat Hatimah, Strategi dan Metode Pembelajaran, (Bandung: Andira, 2000), hal. 5
4
dengan tujuan yang diharapkan.9Metode pembelajaran yang masih berkembang saat ini lebih menekankan pada pemberian informasi. Termasuk dalam hal ini metode pembelajaran pada mata pelajaran Biologi.10 Biologi sebagai salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini meliputi keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari.11 Sistem ekskresi pada manusia merupakan salah satu konsep dalam Ilmu Biologi di SMP. Menurut kurikulum, konsep sistem ekskresi pada manusia dicantumkan dalam pelajaran Biologi SMP kelas IX semester 1. Konsep sistem ekskresi pada manusia meliputi pendeskripsian sistem pengeluaran dari tubuh manusia serta hubungannya dengan kesehatan. Sistem ekskresi merupakan konsep yang sangat penting dalam pembelajaran Biologi karena berhubungan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Umumnya pembelajaran sistem ekskresi kurang menarik bagi siswa karena metode yang digunakan masih bersifat konvensional. Proses pembelajaran menunjukkan tidak adanya interaksi dalam kegiatan pembelajaran. Suasana pembelajaran di kelas bersifat monoton. Selain itu siswa hanya mendengarkan penjelasan guru tanpa ada keinginan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga siswa merasa sulit memahami konsep. Hal ini dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Untuk itu, diperlukan model pembelajaran yang menarik dan membuat siswa aktif sehingga siswa dengan mudah dapat memahami konsep tersebut.
9
Trianto, op.cit, hal 3. Ida Bagus Putu Arnyana, Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA, (Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Singaraja , No. 4, Oktober 2006), hal. 697 11 Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006, hal. 451 10
5
Model pembelajaran yang menarik dan membuat siswa aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dan saling membantu dalam memahami suatu bahan pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai prestasi belajar tertinggi.12 Melalui model tesebut siswa diharapkan termotivasi untuk belajar, mencari dan mengembangkan pemahamannya sendiri sehingga siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Muslimin Ibrahim dkk. mengutip pendapat Slavin mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif. Siswa lebih menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok kooperatif daripada siswa yang bekerja secara individual atau kompetitif. Jadi materi yang dipelajari siswa akan melekat untuk periode waktu yang lebih lama.13 Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa variasi teknik, salah satu diantaranya adalah teknik investigasi kelompok. Teknik investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik pembelajaran maupun cara untuk mempelajari materi pembelajaran melalui investigasi.14 Dengan demikian teknik investigasi kelompok melatih siswa secara langsung sehingga siswa berperan aktif dari tahap pemilihan topik, perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran sampai dengan evaluasi. Berdasarkan pemikiran di atas, mendorong penulis untuk meneliti “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Investigasi Kelompok (Group Investigation) Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa pada Konsep Sistem Ekskresi
12
Tonih Feronika, Buku Ajar Strtegi Pembelajaran Kimia, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), hal. 56 13 Muslimin Ibrahim, dkk. Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA-University Press, 2000), hal. 14-15 14 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 192-196
6
pada Manusia”, penelitian ini dilakukan di kelas IX SMP Negeri 1 Menes Pandeglang, Banten.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Orientasi pembelajaran masih berpusat pada guru atau teacher centered. 2. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran Biologi. 3. Penggunaan metode dan strategi pembelajaran pada mata pelajaran Biologi belum maksimal karena masih bersifat konvensional. 4. Pasifnya siswa dalam kegiatan pembelajaran menyebabkan rendahnya hasil belajar.
C. Pembatasan Masalah Kegiatan penelitian ini terbatas pada masalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah teknik investigasi kelompok. 2. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar dari ranah kognitif dan afektif. Jenjang kemampuan kognitif yang akan diukur pada penelitian ini adalah C1 (jenjang hafalan/ingatan), C2 (jenjang pemahaman), C3 (jenjang penerapan) dan C4 (jenjang analisis). Sedangkan yang akan diukur dari ranah afektif yaitu penerimaan (receiving) dan tanggapan (responding) siswa terhadap teknik investigasi kelompok yang digunakan pada saat pembelajaran.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka masalah yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok (group investigation) terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep sistem ekskresi pada manusia?”.
7
E. Tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep sistem ekskresi pada manusia.
F. Manfaat penelitian Hasil dari pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai berikut: 1. Sebagai bahan acuan bagi guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dengan menggunakan variasi metode sehingga materi yang disampaikan mudah dipahami oleh siswa. 2. Dapat memberikan kontribusi yang baik bagi sekolah dalam rangka peningkatan mutu proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran Biologi. 3. Dapat memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya.
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik 1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Cooperative Learning atau pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Isjoni mengutip pendapat Jhonson mengemukakan bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Anita Lie yang dikutip oleh Isjoni mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.1 Pembelajaran kooperatif menurut Tonih Feronika yang mengutip pendapat Slavin adalah strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil, saling membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai prestasi belajar tertinggi. Sedangkan menurut Davidson dan Worsham yang dikutip oleh Tonih Feronika, pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang efektif yang mengintergrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis.2 Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu yang memiliki prinsip dasar siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajari sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Dalam proses pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajari siswa yang kurang 1
Isjoni, Cooperatif Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007), hal. 15-16 2 Tonih Feronika, Buku Ajar Strtegi Pembelajaran Kimia, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), hal. 56
8
9
pandai tanpa merasa dirugikan. Selain itu, siswa yang kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, karena bantuan dan motivasi teman sebaya. Siswa
yang
sebelumnya
terbiasa
bersikap
pasif
setelah
menggunakan
pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga sebagai tutor bagi teman sebayanya. Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa, karena pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator. Selain silih asah, pembelajaran kooperatif juga secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asih dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.3 Kegiatan dalam kooperatif akan membantu siswa-siswa yang lemah dalam akademik untuk dapat memahami materi, karena dalam pembelajaran kooperatif siswa yang pintar menjelaskan dan menguraikan materi ke siswa yang kurang paham. Hal ini dapat memberikan penguatan kepada siswa yang pintar untuk dapat memahami materi. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompaknya belum menguasai bahan pembelajaran.4 Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat konvensional, pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan. Diantaranya yaitu memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa ketika belajar secara bekerjasama dalam merumuskan kearah satu pandangan kelompok. Isjoni mengutip pendapat Sharan mengemukakan bahwa siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi 3
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta; Bumi Aksara, 2009), hal. 189-190 4 Tonih Feronika, Op, cit, hal. 57
10
yang tinggi karena didorong oleh rekan sebayanya. Pembelajaran kooperatif juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik dan berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar untuk mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta menghargai pokok pikiran orang lain. Selanjutnya Isjoni mengutip pendapat Stahl mengemukakan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan serta berbuat dan berpartisipasi sosial. Pendapat Zaltman yang dikutip oleh Isjoni mengemukakan bahwa siswa yang sama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang akrab, yang terbentuk di kalangan siswa, ternyata sangat berpengaruh pada tingkah laku atau kegiatan masing-masing secara individual. Kerjasama antar siswa dalam kegiatan belajar dapat memberikan berbagai pengalaman. Mereka akan lebih banyak mendapatkan kesempatan berbicara, inisiatif, menentukan pilihan dan secara umum mengembangkan kebiasaan yang baik.5 Tabel 2.1. Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok konvensional6 Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional Adanya saling ketergantungan positif, Guru sering membiarkan adanya siswa saling membantu dan saling yang mendominasi kelompok atau memberikan motivasi sehingga ada menggantungkan diri ada kelmpok. interaksi promotif Adanya akuntabilitas individual yang Akuntabilitas individual sering mengukur penguasaan materi diabaikan sehingga tugas-tugas sering pelajaran tiap anggoata kelompok, dan diborong oleh salah seorang anggota kelompok diberi umpan balik tentang kelompok lainnya hanya hasil belajar para anggotanya sehingga “mendompleng” keberhasilan dapat saling mengetahui siapa yang “pemborong”. memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
5
Isjoni, Op. cit,hal. 22-24 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konsrukstivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hal. 43-44 6
11
Kelompok belajar kooperatif
Kelompok belajar konvensional
Kelompok belajar heterogen, baik Kelompok belajar biasanya homogen. dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman pemimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan Keterampilan sosial sering dalam kerja gotong royong seperti secara langsung diajarkan. kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
tidak
Pada saat belajar kooperatif sedang Pemantauan melaui intervensi sering berlangsung guru terus melakukan tidak dilakukan oleh guru pada saat pemantauan melalui observasi dan belajar kelompok sedang berlangsung. melakuakan intervensi jik terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. Guru memperhatikan secara proses Guru sering tidak memperhatikan kelompok yang terjadi dalam proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. kelompok-kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada Penekanan sering penyelasaian tugas tetapi juga penyelesaian tugas. hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).
hanya
pada
b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar yang lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat
12
dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu: 1) Hasil belajar akademik Dalam pembelajran kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini menunjukan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Disamping
mengubah
norma
yang berhubungan
dengan
hasil
belajar,
pembelajaran kooperatif dapat member keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasrkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya. Pembelajran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling memghargai satu sama lain. 3) Pengembangan keterampilan sosial Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilanketerampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana
yang
dikemukakan
Slavin
yaitu
penghargaan
pertanggungjawaban, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
kelompok,
13
1. Penghargaan kelompok Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu dan saling peduli. 2. Pertanggungjawaban individu Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota
kelompok
yang
saling
membantu
dalam
belajar.
Adanya
pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. 3. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan Pembelajaran kooperatif menggunakan metode scoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan penigkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode scoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. 7
c. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Secara umum pembelajaran kooperatif terdiri dari lima karakteristik, yaitu:
8
1) Siswa belajar bersama pada tugas-tugas umum atau aktivitas untuk menyelesaikan tugas atau aktivitas pembelajaran. 2) Siswa saling bergantung secara positif. Aktivitas diatur sehingga siswa membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama. 3) Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 5 siswa. 7 8
Isjoni, Op. cit,hal. 21-28 Tonih Feronika, Op.cit. hal. 57
14
4) Siswa menggunakan perilaku kooperatif, prososial. 5) Setiap siswa secara mandiri bertanggung jawab untuk pekerjaan pembelajaran mereka. d. Pengelolaan Kelas Model Pembelajaran kooperatif Pengelolaan kelas pembelajaran kooperatif bertujuan untuk membina pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan pembelajar yang lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas.9 Pertama
adalah
pengelompokan
heterogenitas
(kemacamragaman).
Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran
gotong
royong
atau
pembelajaran
kooperatif.
Kelompok
heterogenitas dapat dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosio ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan
akademis,
kelompok
biasanya
terdiri
dari
satu
orang
berkemammpuan tinggi, dua orang berkemampuan sedang, dan yang lainnya berkemampuan kurang. Kedua adalah semangat gotong royong. Agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran kooperatif, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat gotong royong. Semangat gotong royong bisa dirasakan dengan membina niat dan kiat siswa dalam bekerja sama dengan siswa-siswa yang lainnya. ketiga adalah penataan ruang kelas. Penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu ukuran ruang kelas, jumlah siswa, tingkat kedewasaan, toleransi guru di kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lain-lain.
9
Anita lie, Cooperative Learning, (Jakarta: PT Grasindo, 2002), hal. 37-51
15
e. Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Ada beberapa elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif.10 Elemen yang pertama adalah saling ketergantungan positif. Dalam sistem pembelajaran kooperatif, guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana belajar yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Siswa satu mebutuhkan siswa yang lain, demikian pula sebaliknya. Hubungan yang saling membutuhkan antara siswa satu dengan siswa yang lain inilah yang disebut dengan saling ketergantungan positif. Suasana ketergantungan tersebut dapat diciptakan melalui berbagai strategi, yaitu sebagai berikut. Saling ketergantungan dalam pencapaian tujuan. Dalam hal ini masingmasing siswa merasa memerlukan temannya dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran. Saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas. Dalam hal ini masingmasing
siswa
membutuhkan
teman
dalam
menyelesaikan
tugas-tugas
pembelajaran. Saling ketergantungan bahan atau sumber belajar. Siswa yang tidak memiliki sumber belajar (misalnya buku) akan berusaha meminjam pada temannya. Saling ketergantungan peran. Siswa yang sebelumnya mungkin sering bertanya karena belum paham terhadap satu masalah pada temannya, suatu saat ia akan berusaha mengajari temannya yang mungkin mengalami masalah (berperan sebagai pengajar). Saling ketergantungan hadiah. Penghargaan atau hadiah diberikan kepada kelompok, karena hasil kerja adalah hasil kerja kelompok, bukan hasil kerja individual atau perseorangan. Sedangkan keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran bergantung pada keberhasilan setiap anggota atau individu kelompok.
10
Made Wena, Op.cit, hal. 190-192
16
Elemen yang kedua adalah interaksi tatap muka. Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Jadi dalam hal ini, semua anggota kelompok berinteraksi saling berhadapan, dengan menerapkan keterampilan bekerja sama untuk menjalin hubungan sesama anggota kelompok. Elemen berikutnya adalah akuntabilitas individual. Setiap anggota harus belajar dan menyumbangkan pikiran demi keberhasilan pekerjaan kelompok. Untuk mencapai tujuan kelompok (hasil belajar kelompok), setiap siswa harus bertanggung jawab terhadap penguasaan materi pembelajaran secara maksimal, karena hasil belajar kelompok didasari atas rata-rata nilai anggota kelompok. Kondisi
belajar
yang
demikian
akan
menumbuhkan
tanggung
jawab
(akuntabilitas) pada masing-masing individu siswa. Tanpa adanya tanggung jawab individu, keberhasilan kelompok akan sulit tercapai. Elemen yang terakhir adalah keterampilan menjalin hubungan antar pribadi. Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa agar dapat berkolaborasi, bekerja sama dan bersosialisasi antar anggota kelompok. Dengan demikian dalam pembelajaran kooperatif, keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan santun terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mmendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan, tapi secara sengaja diajarkan oleh guru. f. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Menurut Tonih Feronika mengutip pendapat Carin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki beberapa ciri. Ciri-cirinya adalah setiap anggota mempunyai peran, terjadi interaksi langsung diantara siswa, setiap anggota kelompok
bertanggung
jawab
atas
belajarnya
dan
juga
teman-teman
sekelompoknya, dan guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.11
11
Tonih Feronika, Op. cit., hal. 58
17
Sedangkan menurut Ibrahim, pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri diantaranya siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, dan penghargaan yang diberikan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.12 g. Keterampilan-keterampilan Kooperatif13 Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tingkat keterampilan. Keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan tingkat awal, keterampilan tingkat menengah dan keterampilan tingkat mahir. 1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya, mengambil giliran dan berbagi tugas, mendorong adanya partisipasi, dan menyamakan persepsi atau pendapat. 2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah, meliputi mendengarkan dengan aktif, meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi lebih lanjut, menafsirkan atau menyampaikan kembali informasi dengan kalimat yang berbeda, memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan bahwa jawaban tersebut benar. 3) Keterampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi mengelaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan, dan menghubungkan pendapat dengan topik tertentu. h. Langkah-Langkah Umum Pembelajaran Kooperatif14 Langkah pertama pada model pembelajaran kooperatif adalah memberikan informasi dan menyampaikan tujuan serta skenario pembelajaran kepada siswa atau peserta didik, kemudian mengorganisasikan siswa atau peserta didik dalam kelompok kooperatif. Setelah itu siswa atau peserta didik dibimbing untuk 12
Muslimin Ibrahim, dkk. Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA-university Press, 2000), hal. 3-4 13 Trianto, Op. cit., hal. 46 14 Yatim Rianto, Paradigma Baru Pembelajara:sebagai referensi pendidik dalam implementasi pembelajarn yang efektif dan berkualitas, (Jakarta: prenada Media, 2009), hal. 271
18
melakukan kegiatan atau berkooperatif. Langkah terakhir adalah evaluasi dan memberikan penghargaan.
i. Beberapa Variasi Teknik Dalam Model Pembelajaran Kooperatif Terdapat
lima
macam
teknik
belajar
kooperatif
yang
berhasil
dikembangkan para peneliti pendidikan di Jhon Hopkins University yaitu: Student Team Achievement Divisions (STAD), JIGSAW, Investigasi Kelompok (Group Investigation), Think Pair Share (TPS), dan Numbered Head Together (NHT).15 Pembelajaran kooperatif teknik Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompokkelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok terdiri dari empat atau lima orang siswa secara heterogen. Pembelajaran ini diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok. Sedangkan pembelajaran kooperatif teknik Numbered Head Together (NHT) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Dalam teknik ini setiap anggota dalam kelompok diberi nomor. Pembelajaran kooperatif teknik Think Pair share (TPS) merupakan pembelajaran kooperatif yang langkah-langkahnya terdiri dari thinking (berpikir), pairing (berpasangan) dan share (berbagi). Teknik ini berbeda dengan teknik lainnya karena hanya melibatkan 2 orang siswa dalam berdiskusi. Pembelajaran kooperatif teknik JIGSAW adalah pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok asal dan kelompok ahli. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa mulai dari perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajari melalui investigasi.16
15 16
Trianto, op.cit, hal. 49-63. Made Wena, Op. cit. hal.195
19
2. Teknik Investigasi Kelompok (Group Investigation) Investigasi kelompok merupakan salah satu teknik dari
pembelajaran
kooperatif yang paling kompleks. Teknik ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangan teknik ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan JIGSAW, siswa terlibat dalam perencanaan topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Teknik ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada teknik yang lebih berpusat pada guru. Metode ini memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.17 Investigasi kelompok memiliki akar filosofis, etis, psikologi penulisan sejak awal tahun abad ini. Yang paling terkenal diantara tokoh-tokoh terkemuka dari orientasi pendidikan ini adalah Jhon Dewey. Pandangan Dewey terhadap kooperasi di dalam kelas sebagai sebuah prasyarat untuk bisa menghadapi berbagai masalah kehidupan yang kompleks dalam masyarakat demokrasi. Kelas adalah sebuah tempat kreatifitas kooperatif dimana guru dan murid membangun proses pembelajaran yang didasarkan pada perencanaan mutual dari berbagai pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan mereka masing-masing. Investigasi kelompok tidak akan dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak mendukung dialog interpersonal atau yang tidak memperhatikan dimensi rasa sosial dari pembelajaran di dalam kelas. Komunikasi dan interaksi kooperatif diantara sesama teman sekelas akan mencapai hasil terbaik apabila dilakukan dalam kelompok kecil, dimana pertukaran diantara teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa terus bertahan. Aspek rasa sosial dari kelompok, pertukaran intelektualnya, dan maksud dari subjek yang berkaitan dengannya dapat bertindak sebagai sumber-sumber penting maksud tersebut bagi usaha para siswa untuk belajar. 18 Pada teknik ini siswa dibagi ke dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perkawanan atau berdasarkan pada keterkaitan akan sebuah materi tanpa melanggar ciri-ciri pembelajaran kooperatif. 17
Muslimin Ibrahim, dkk. Op. cit., hal. 21 Robert E. Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2008), hal. 215
18
20
Pada teknik ini siswa memilih sub topik yang ingin mereka pelajari dan topik yang biasanya telah ditentukan guru, selanjutnya siswa dan guru merencanakan tujuan, langkah-langkah belajar berdasarkan sub topik dan materi yang dipilih. Kemudian siswa mulai belajar dengan berbagai sumber baik di dalam atau pun di luar sekolah, setelah proses pelaksanaan belajar selesai mereka menganalisis, menyimpulkan, dan membuat kesimpulan untuk mempresentasikan hasil belajar mereka di depan kelas.19 Trianto mengutip pendapat Sharan, dkk (1984) membagi langkah-langkah pelaksanaan teknik investigasi kelompok meliputi enam fase.20 a. Memilih topik Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok
yang
berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis. b. Perencanaan kooperatif Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama. c. Implementasi Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan. d. Analisis dan sintesis Siswa menganalisis dan mensintesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan 19
Isjoni, Op. cit. hal. 59 Trianto,Mendesain Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Prenada Media Gtoup, 2009), hal. 80-81 20
21
disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas e. Presentasi hasil final Beberapa kelompok atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru. f. Evaluasi Dalam hal ini kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa individual atau kelompok. Peran guru dalam kelas yang melaksanakan pembelajaran kooperatif yaitu sebagai fasilitator. Guru berkeliling diantara kelompok-kelompok yang ada untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya dan membantu setiap kesulitan yang mereka hadapi dalam interaksi kelompok, termasuk masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Sedangkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok menurut Slavin adalah: 1. Mengidentifikasi topik dan mengatur ke dalam kelompok-kelompok penelitian. Tahap ini secara khusus ditujukan untuk masalah pengaturan. Guru mempresentasikan
serangkaian
permasalahan
dan
para
siswa
mengidentifikasikan dan memilih berbagai macam subtopik untuk dipelajari. 2.
Merencanakan investigasi di dalam kelompok. Pada tahap ini anggota kelompok menentukan aspek dari subtopik yang akan mereka investigasi. Sebuah kelompok harus memformulasikan sebuah masalah yang dapat diteliti, memutuskan bagaimana melaksanakannya dan menentukan sumber-sumber mana yang akan dibutuhkan untuk melakukan investigasi tersebut.
22
3.
Melaksanakan investigasi Dalam tahap ini setiap kelompok melaksanakan rencana yang telah diformulasikan sebelumnya. Biasanya ini adalah tahap yang paling banyak memakan waktu. Selama tahap ini para siswa mengumpulkan, menganalisis, dan
mengevaluasi
informasi,
membuat
kesimpulan-kesimpulan,
dan
mengaplikasikan pengetahuan baru yang menjadi bagian mereka yang untuk menciptakan sebuah resolusi atau masalah yang diteliti kelompok. 4.
Menyiapkan laporan akhir. Tahap ini merupakan transisi dari tahap pengumpulan data dan klarifikasi ke tahap dimana kelompok-kelompok yang ada melaporkan hasil investigasi mereka kepada seluruh kelas. pada tahap ini siswa mengintegrasikan semua bagian menjadi satu keseluruhan, dan merencanakan sebuah presentasi yang bersifat instruktif sekaligus menarik.
5.
Mempresentasikan laporan akhir. Pada tahap ini masing-masing kelompok mempersiapkan diri untuk mempresentasikan laporan akhir kepada kelas. Para siswa yang akan melakukan presentasi harus mengisi peran yang srebagian besar dari peran tersebut meruapakan hal yang baru bagi mereka. Mereka harus mampu mengatasi bukan hanya tuntutan dari tugas tersebut tetapi juga harus mampu mengatasi masalah-masalah organisasional yang berkaitan dengan koordinasi seluruh pekerjaan dan perencanaan, serta membawakan presentasi.
6.
Evaluasi pencapaian. Pada tahap ini, guru harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi siswa mengenai subyek yang dipelajari, bagaimana mereka mengaplikasikan pengetahuan mereka terhadap solusi dari masalah-masalah baru, bagaimana mereka menggunakan kesimpulan dari apa yang mereka pelajari dalam mendiskusikan pertanyaan yang membutuhkan analisis dan penilaian, dan bagaimana mereka sampai pada kesimpulan serangkaian data. 21
21
Robert E. Slavin, Op.cit, hal. 217-227
23
3. Hasil Belajar Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Menurut Wasty Soemanto mengutip pendapat James O. Whittaker, belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Dengan demikian perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan tidak termasuk sebagai belajar. 22 Belajar adalah penambahan pengetahuan, dimana guru-guru memberikan ilmu sebanyak mungkin dan murid giat mengumpulkannya. Belajar juga diartikan sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Belajar membawa sesuatu perubahan pada inividu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek pribadi seseorang.23 Hasil belajar merupakan perubahan yang timbul karena adanya proses belajar. Hasil belajar merupakan pemahaman dan wawasan. Hasil belajar tidak hanya terbatas pada situasi di mana hasil itu diperoleh, tetapi dapat di transfer, atau digunakan dalam situasi-situasi lain.24 Menurut Nana Sudijana mengutip pendapat Gagne menyatakan bahwa terdapat lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik. a. Belajar kemahiran intelektual Dalam tipe ini termasuk belajar deskriminasi dan belajar konsep. Belajar deskriminasi yaitu kesanggupan membedakan beberapa objek berdasarkan ciri-ciri
tertentu.
Kemampuan
membedakan
objek
dipengaruhi
oleh
kematangan, pertumbuhan dan pendidikannya. Sedangkan belajar konsep adalah kesanggupan menempatkan objek yang mempunyai ciri yang sama 22
Wasty Soemanto, Psiklogi Pendidikan, (Malang:Rineka Cipta, 1984), hal. 99. S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi aksara, 1995), hal. 34-35. 24 S. Nasution, Mengajar Dengan Sukses, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 25 23
24
menjadi satu kelompok tertentu. Konsep dinyatakan dalam bentuk simbol bahasa. Contoh konsep adalah keluarga, masyarakat, pendidikan dan lain-lain. b. Belajar informasi verbal Pada umumnya belajar melalui informasi verbal seperti membaca, mengarang, mendengarkan uraian guru, kesangguapan menyatakan pendapat dalam bahasa lisan atau tulisan, berkomunikasi, kesanggupan member arti dari setiap kata atau kalimat dan lain-lain. c. Belajar mengatur kegiatan intelektual Belajar mengatur kegiatan intelektual menekankan kepada kesanggupan memecahkan masalah melalui konsep dan kaidah yang telah dimilikinya. Tipe belajar ini menekankan pada aplikasi kognitif dalam memecahkan persoalan. Ada dua aspek penting dalam tipe belajar ini, yaitu prinsip pemecahan masalah dan langkah berpikir dalam memecahkan masalah (problem solving). Prinsip pemecahan masalah merupakan landasan bagi terealisasinya langkah berpikir. d. Belajar sikap Sikap merupakan kesiapan dan kesediaan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu, apakah berarti atau tidak bagi dirinya. Hasil belajar sikap nampak dalam bentuk kemauan, minat, perhatian, perubahan perasaan, dan lain-lain. Sikap dapat dipelajari dan dapat diubah melalui proses belajar. e. Belajar keterampilan motorik Belajar keterampilan motorik banyak berhubungan dengan kesangguapan menggunakan gerakan anggota badan, sehingga memiliki rangkaian urutan gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat dan lancar. Misalnya belajar menjahit, mengetik, bermain basket dan lain-lain. Aspek utama belajar motorik adalah tercapainya otomatisme melakukan gerakan. Gerakan yang sudah otomatis merupakan puncak belajar motorik. Misalnya seseorang telah dinilai cakap mengetik jika secara otomatis ia dapat mengetik dengan menggunakan semua jarinya.
25
a. Hasil Belajar Kognitif Hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar penguasaan materi. Ranah kognitif meruapakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan otak. Pada ranah kognitif terdpat enam jenjang proses berpikir,mulai dari yang tingkatan rendah sampai tinggi, yakni: pengetahuan/ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Untuk menilai aspek kognitif atau penguasaan materi digunakan bentuk tes, yang dapat mengukur keenam tingkatan tersebut. Kemampuan-kemampuan yang termasuk domain kognitif oleh Bloom dkk. Dikategorikan lebih rinci ke dalam enam jenjang kemampuan, yaitu: 1) Hafalan (C1) Jenjang hafalan meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajarinya. 2) Pemahaman (C2) Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram, atau grafik. 3) Penerapan (C3) Termasuk jenjang penerapan adalah kemampuan menggunakan prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau situasi konkrit. 4) Analisis (C4) Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas. 5) Sintesis (C5) Termasuk jenjang sintesis ialah kemampuan untuk mengintegrasikan bagianbagian yang terpisah-pisah menjadi suatu keseuruhan yang terpadu. Termasuk di dalamnya kemampuan merencanakan eksperimen, menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek-obyek, peristiwa dan informasi lainnya.
26
6) Evaluasi (C6) Kemampuan
pada
jenjang
evaluasi
ialah
kemampuan
untuk
mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan, berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan.25
b. Hasil Belajar Afektif Hasil belajar afektif adalah hasil belajar yang berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan lain-lain.26 Selain itu, hasil belajar afektif dapat diketahui dari ucapan verbal serta kelakuan nonverbal seperti ekspresi pada wajah, gerak-gerik tubuh sebagai indikator apa yang terkandung dalam hati siswa.27 Ranah afektif menurut Nana Sudijana mengutip pendapat Krathwohl (1974) dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu receiving (menerima), responding (menanggapi), valuing (menghargai), organization (mengorganisasikan), dan characterization by a value or value complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai). 28 Receiving atau attending
(menerima atau memperhatikan), adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada diri siswa baik dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Responding (menanggapi), mengandung arti adanya reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Dalam hal ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada diri siswa. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang 25
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), hal.15-17 26 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002), hal. 59 27 S. Nasution, Kurikulum Dan Pengajaran, (Jakrta: Bumi Aksara, 1989), hal. 69 28 Nana sudijana, Op. cit., hal. 53-54
27
dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang receiving. Valuing (menilai atau menghargai), jenjang ini berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. Organization (mengorganisasikan), artinya mengembangkan nilai dalam satu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan serta proritas nilai yang telah dimilikinya. Value characterization (karakterisasi nilai atau internalisasi nilai) yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Dalam jenjang ini termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.
c. Asesmen Kinerja (Performance Assessment) Asesmen Kinerja (Performance Assessment) adalah sesuatu yang digunakan oleh seorang guru untuk melakukan observasi dalam menilai penampilan atau performance dari siswa seperti menulis cerita, menggambar, praktikum, pidato, mengetik, kerjasama kelompok dan lain-lain. Asesmen kinerja disebut juga asesmen autentik karena berisi penilaian terhadap apa yang diketahui dan yang bisa dilakukan oleh siswa dalam situasi ril atau nyata. 29 Sedangkan menurut Ana Ratna Wulan, asesmen kinerja merupakan instrumen atau alat yang digunakan untuk menilai kinerja siswa ketika proses pembelajaran berlangsung.30 Dalam penelitian ini asesmen kinerja digunakan untuk menilai kinerja diskusi siswa pada saat penerapan teknik investigasi kelompok. Asesmen kinerja digunakan sebagai umpan balik dalam membantu siswa belajar. Asesmen ini efektif dalam dalam memantau dan mengembangkan 29
Airasian, P.W., Classroom Assessment Concept and Applications, (McGraw-hill Inc: New York, 2005), hal. 232 30 Ana Ratna Wulan, Skenario Baru Bagi Implementasi Asesmen Kinerja Pada Pembelajaran Sains Di Indonesia, (Jurnal Kependidikan No. 3, Vol.XXXII, Tahun 2008), hal. 6.
28
potensi setiap siswa yang sering kali tidak tersentuh dalam pembelajaran seharihari karena beberapa faktor seperti besarnya jumlah siswa, banyaknya beban mengajar guru dan keterbatasan waktu pemebelajaran. Pada asesmen kinerja terdapat rubrik yang memandu penilaian. Rubrik adalah seperangkat kriteria yang menunjukkan gradasi mutu kinerja dari mutu terbaik sampai mutu terendah. Dalam skenario asesmen kinerja ini menggunakan istilah rubrik sederhana yaitu rubrik yang dibuat sesederhana mungkin tanpa mengurangi efektifitasnya. Asesmen kinerja ini menggunakan asesmen kelompok sebagai dasar untuk menilai individu. Hal ini didasari pada asumsi bahwa kinerja kelompok merupakan hasil kinerja para individu.31
B. Hasil Penelitian Yang Relevan 1. Berdasarkan hasil penelitian Ida Bagus Putu Arnyana dengan judul Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa, menunjukan bahwa terjadi perbedaan hasil belajar yang signifikan sebagai akibat dari interaksi antara model belajar (model belajar berdasarkan masalah dan model pembelajaran langsung) dan strategi kooperatif (tipe STAD dan tipe investigasi kelompok). Kombinasi model pembelajaran berdasarkan masalah dengan strategi investigasi kelompok memberikan pengaruh yang paling baik dalam meningkatkan hasil belajar (skor 72, 64 dengan rentangan 68%-75,99%). Kombinasi antar model pembelajaran berdasarkan masalah dan strategi kooperatif STAD dan kombinasi model pembelajaran langsung dengan strategi koperatif investigasi kelompok masing-masing menghasilkan skor 66,52 dan 62,12, keduanya berada pada kategori sedang dengan hasil belajar berada pada rentangan 75%-84%. Hasil ini menunjukan bahwa model
31
Ibid, hal. 7-10
29
pembelajaran berdasarkan masalah baik dikombinasikan dengan straetgi kooperatif dalam meningkatkan hasil belajar.32 2. Berdasarkan hasil penelitian Ida Bagus Putu Arnyana dengan judul Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif pada Pembelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa, diperoleh hasil bahwa kelompok siswa yang belajar dengan strategi kooperatif investigasi kelompok (Group Investigation), PBL (Problem based Learning) dan inkuiri menunjukkan kemampuan berpikir kreatif secara signifikan berada pada kategori baik, sementara siswa yang belajar dengan model direct instruction berada pada kagori sedang.
Rata-rata presentasi untuk kelompok yang
menggunakan strategi investigasi kelompok sebesar 73.57%, untuk kelompok PBL 72.03%, kelompok inkuiri 74.48% dan untuk kelompok DI (Direct Instruction) 55.05%.33 3. Berdasarkan hasil penelitian Raharjo dengan judul The Effects of Group Investigation and Problem Based Learning Model To The Student Thinking Ability of Junior High School in Sidoarjo, diperoleh hasil bahwa kemampuan berpikir tertinggi terdapat pada kombinasi materi konsep sistem ekskresi dengan dengan model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok, sedangkan terendah terdapat pada kombinasi materi konsep sistem ekskresi dengan model problem based learning. Skor kemampuan berpikir pada konsep sistem ekskresi dengan model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok 28,94% lebih tinggi dibandingkan dengan model problem based learning.
34
4. Berdasarkan hasil penelitian Sri Nurwati dengan judul Penerapan Model Investigasi Kelompok dengan Memanfaatkan Kartu Gambar Sebagai Media 32
Ida Bagus Putu Arnyana, Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA, (Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Singaraja , No. 4, Oktober 2006), hal. 697 33 Ida Bagus Putu Arnyana, Pengaruh Penerapan Startegi Pembelajaran Inovatif Pada Pembejaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa, (Jurnal pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Sinagaraja, No. 3 TH. XXXIX Juli 2006), hal. 496-514 34 Raharjo, the effects of group investigation and problem based learning model to the student thinking ability of junior high school in sidoarjo, (proceeding the second international seminar on science education “current issues on research and teaching in science education, Surabaya State University,2008), hal. 465-477
30
Pembelajaran Materi Klasifikasi Makhluk Hidup, menunjukkan bahwa hasil aktivitas siswa dalam pengamatan mencapai 81,9% sehingga indikator yang diharapkan tercapai. Sedangkan siswa pada kelas pembanding, lebih rendah daripada kelas perlakuan. Aktivitas siswa di kelas pembanding dalam proses pembelajaran berkisar antara 62,5%-90% dengan rerata 72,9% termasuk kategori sedang. Hal ini karena dalam metode ceramah tidak semua siswa dapat menangkap dengan jelas apa yang diterangkan oleh guru. Hal ini menunjukan bahwa siswa merasa senang belajar biologi dengan metode investigasi kelompok dengan memanfaatkan kartu gambar.35 5. Berdasarkan hasil penelitian Sri Ngabekti dengan judul Persepsi Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok, ringkasan hasil kuesioner persepsi siswa terhadap penerapan model investigasi kelompok menunjukan bahwa 76,3% siswa merasa lebih paham dan 24,7% sedikit paham tentang materi yg sedang dipelajari. Penerapan model investigasi kelompok sangat disenangi oleh sebagian besar siswa (76,3%), dan disenangi oleh 24,7%. Jumlah siswa dalam satu kelompok yang disenangi adalah 4 siswa (76,3%), sisanya 3 dan 5 siswa. Siswa senang kegiatan kelompok karena lebih paham pelajaran dengan bertanya kepada teman dalam kelompok (68,4%), tugas lebih ringan (18,4%) lebih berani (15,6%) dan hubungan sosial dengan teman lebih baik (15,6%). 36
C. Kerangka Pikir Beranjak dari masalah-masalah pada pembelajaran biologi diantaranya teknik pembelajaran yang masih bersifat teacher center dan model pembelajaran langsung yang lebih menekankan pada pemberian informasi kepada siswa
35
Sri Nurwati, Penerapan Model Investigasi kelompok Dengan memanfaatkan Kartu Gambar Sebagai Media Pembelejaran Materi Klasifikasi Mahluk Hidup, (proceeding seminar nasional biologi “meningkatkan peran biologi dan pendidikan biologi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”, Universitas Negeri Semarang, 2006), hal.287-294 36 Sri Ngabekti, Persepsi Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok, (proceeding seminar nasional biologi “meningkatkan peran biologi dan pendidikan biologi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”, Universitas Negeri Semarang, 2006), hal. 279-286
31
sehingga akan membuat siswa akan merasa kesulitan dalam memahami suatu konsep materi dan hal ini tentu berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa. Salah satu teknik pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa adalah teknik investigasi kelompok. Teknik ini akan lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan cara memecahkan masalah secara berkelompok dan melakukan penyelidikan secara mendalam dengan kelompoknya sehingga siswa memahami permasalahan autentik yang terjadi di sekitarnya, dan dalam pembelajaran ini guru hanya sebagai fasilitator. Pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok bukanlah penerapan pembelajaran konvensional (pembelajaran biasa), akan tetapi model pembelajaran yang efektif dalam usaha meningkatkan hasil belajar biologi siswa. Diharapkan terdapat pengaruh pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar siswa kelas IX SMP Negeri 1 Menes Pandeglang, Banten.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut ini. Metode pembelelajaran yang masih bersifat teacher center
Model pembelajaran langsung yang menekankan pada pemberian informasi
Siswa mengalami kesulitan memahami suatu konsep materi Hasil belajar biologi yang rendah
Penerapan pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok
Hasil belajar biologi siswa meningkat
Gambar. 2.1. Bagan Kerangka Berpikir
32
D. Pengajuan Hipotesis Berdasarkan kajian teoritis dan penyusunan kerangka pikir, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok (group investigation) terhadap hasil belajar biologi siswa.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-September 2010, di kelas IX SMP Negeri 1 Menes Pandeglang Banten pada semester I tahun ajaran 20102011. B. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian yang dilaksanakan menggunakan metode quasi eksperiment atau eksperimen semu yaitu metode penelitian dengan penempatan individu subyek ke dalam kelompok yang dibandingkan tidak dilakukan secara acak. Dalam metode ini diberikan manipulasi perlakuan yakni dengan cara memberikan perlakuan eksperimental terhadap sebagian kelompok (kelas), sebagai kelompok eksperimen, dan memberikan perlakuan biasa terhadap sebagian kelompok yang lain, sebagai kelompok kontrol. Metode quasi eksperiment dimaksudkan untuk menyelidiki pengaruh langsung (sebab-akibat) dari perlakuan atau kondisi yang dimanipulasi.1 2. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan yaitu pretes-postes grup kontrol tidak secara random (nonrandomized control group pretest-posttest design). Desain ini menggunakan dua kelas yaitu kelas kontrol (tidak diberikan perlakuan, menggunakan metode kelompok belajar konvensional) dan kelas eksperimen (diberikan perlakuan, menggunakan pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok). Dua kelas dianggap sama dalam semua aspek yang relevan dan perbedaan hanya terdapat dalam perlakuan. Desain penelitian ini sebagai berikut:2
1
Ibnu Hajar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1999), hal. 117-118 2 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal 186
33
34
Grup
Tabel 3.1. Desain Penelitian Pretest Variabel terikat
Posttest
Eksperimen
Y1
X
Y2
Kontrol
Y1
-
Y2
Keterangan: Y1 : Nilai pretest Y2 : Nilai posttest X : Perlakuan (penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok).
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.3 Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Menes Pandeglang. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti yang dianggap mewakili populasi dan diambil dengan menggunakan teknik sampling.4 Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX A dan D SMP Negeri 1 Menes Pandeglang. Sedangkan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik sampel bertujuan (purposive sample) yaitu memilih subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.5 Pemilihan sampel didasarkan atas karakteristik sampelnya yaitu dengan melihat nilai rata-rata hasil pretest biologi siswa kelas IX SMP Negeri 1 Menes Pandeglang Banten yang terdiri dari 6 kelas. Berdasarkan hasil pretest tersebut diperoleh 2 kelas yang memilki rata-rata yang hampir sama, sehingga 2 kelas tersebut dijadikan sampel penelitian.
D. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok (Group Investigation).
3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik , (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 130 4 Ibid, hal. 131 5 Ibid, hal 139-140
35
2. Variabel terikat Variabel terikatnya adalah hasil belajar biologi siswa pada konsep sistem ekskresi pada manusia.
E. Prosedur Penelitian Langkah pertama adalah dilakukan observasi ke sekolah SMP Negeri 1 Menes Pandeglang untuk menelaah kurikulum mengenai metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah tersebut dan hasil belajar biologi siswanya. Kemudian meminta izin untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. Pada tahap persiapan, dibuat perangkat pembelajaran, setelah itu sampel penelitian ditentukan, kemudian penyusunan instrumen penelitian yang dilanjutkan dengan uji coba instrumen penelitian dan perbaikan instrumen penelitian. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan pretest, kemudian pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok yang dilanjutkan dengan posttest, setelah itu angket disebar kepada responden atau siswa. Langkah berikutnya adalah pengolahan data. Data yang diperoleh berupa data pretest, posttest, angket dan lembar observasi. Sehingga dilakukan penarikan kesimpulan.
F. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Observasi
atau
pengamatan
merupakan
suatu
teknik
atau
cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi nonpartisipatif yaitu pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, pengamat hanya berperan mengamati kegiatan.6 Jenis observasi yang digunakan adalah observasi sistematis yaitu menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. Pedoman
6
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Penidikan, (Baandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 220
36
observasi berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang timbul dan akan diamati.7 Observasi dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran, dengan menagamati kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa di kelas. 2. Tes Tes yang digunakan merupakan tes hasil belajar yang terdiri dari pretest dan posttest. Pretest adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan awal siswa sebelum penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok. Sedangkan posttest adalah tes hasil belajar setelah penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok untuk melihat apakah terdapat peningkatan hasil belajar akibat adanya perlakuan. 3. Angket Angket atau kuesioner adalah daftar pertanyaan yang diisi oleh orang yang akan diukur (responden).8 Angket ini disebarkan kepada para siswa sebagai objek penelitian. Hal ini penulis lakukan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran biologi pada konsep sistem ekskresi pada manusia.
G. Instrumen Penelitian 1. Tes Tes yang digunakan adalah tes objektif berupa soal pilihan ganda pada konsep sistem ekskresi pada manusia. Jumlah butir soal yang diberikan kepada siswa sebanyak 25 butir. Bentuk penilaian adalah dengan memberikan nilai1 apabila siswa menjawab dengan benar dan nilai 0 apabila siswa menjawab salah. Kisi-kisi instrument tes dapat dilihat pada Tabel 3.2. berikut ini.
7 8
hal. 28
Suharsimi Arikunto, Op. cit., hal 156-157 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
37
No.
1.
2. 3.
4.
5. 6. 7.
8.
9. 10.
Indikator
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Instrumen Tes Jenjang Kognitif C1 C2 C3 C4
Menjelaskan pengertian sistem ekskresi pada manusia Menyebutkan bagianbagian ginjal dan fungsinya Menjelaskan proses terbentuknya urin Menjelaskan kelainan atau penyakit yang dapat terjadi pada ginjal Menyebutkan bagianbagian kulit dan fungsinya Menjelaskan proses terbentuknya keringat Menemukan penyebab timbulnya penyakit pada kulit. Menyebutkan fungsi paru-paru dan menemukan penyebab timbulnya penyakit pada paruparu. Menyebutkan beberapa fungsi hati Menjelaskan kelainan atau gangguan pada hati Jumlah
2
1
4
4
16
5
20
4
16
24
3
12
25
1
4
28
1
4
2
8
3
12
1
4
25
100
3, 5
6, 8
11, 15
10
9, 14
19
18, 21
22, 23
34
35, 36
Proporsi ∑ %
20
33
37 40
2. Lembar Kuesioner atau Angket Instrumen yang digunakan untuk mengetahui aspek afektif (penerimaan dan respon) siswa pada pembelajaran biologi dengan teknik investigasi kelompok ialah dengan menggunakan skala sikap Likert dengan menggunakan 4 pilihan yaitu: sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju dan sangat setuju.
38
Agar dapat mengetahui instrumen tersebut sudah sesuai dengan pencapaian indikator maka dibuatlah kisi-kisi instrumen angket. Adapun kisi-kisi instrumen angket dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.
No. 1.
2.
Indikator
Tabel 3.3. Kisi-Kisi Instrumen Angket Pernyataan Positif Negatif
Penerimaan siswa terhadap teknik investigasi kelompok Tanggapan siswa terhadap teknik investigasi kelompok
Jumlah
1, 3
2, 4, 5
5
6, 8, 10, 12, 14, 15, 17, 19
7, 9, 11, 13, 16, 18, 20
15
3. Daftar lis atau Check-list Daftar lis adalah suatu set daftar karakteristik atau kriteria yang memerlukan jawaban sederhana dengan memberikan tanda cek (√) apabila setiap item dalam daftar telah terpenuhi.9 Instrumen ini berisi daftar kegiatan yang timbul dan yang akan diamati pada saat proses pembelajaran di kelas berlangsung. Daftar lis ini untuk mengamati kegiatan yang dilakukan oleh guru pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. 4. Asesmen Kinerja (Performance Assessment) Asesmen Kinerja (Performance Assessment) adalah alat penilaian yang digunakan pada pembelajaran sains.
10
Dalam penelitian ini, asesmen kinerja
digunakan untuk menilai kinerja diskusi kelompok siswa. Sehingga dapat mengetahui keaktifan siswa dalam melakukan kegiatan kelompok selama proses pembelajaran.
9
Sukardi, Evaluasi Pendidikan: prinsip dan operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 172 10 Ana Ratna Wulan, Skenario Baru Bagi Implementasi Asesmen Kinerja Pada Pembelajaran Sains Di Indonesia, (Jurnal Kependidikan No. 3, Vol.XXXII, Tahun 2008), hal. 6
39
H. Kalibrasi Instrumen Sebelum instrumen diberikan kepada sampel, instrumen terlebih dahulu diuji coba. Data hasil uji coba yang dianalisis yaitu validitas butir soal (item), reliabilitas instrumen, tingkat kesukaran butir soal dan daya pembeda butir soal. 1. Uji Validitas Butir Soal Validitas adalah ketepatan atau kesahihan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.11 Dalam penelitian ini digunakan validitas isi yang berarti tes disusun sesuai dengan materi dan tujuan yang telah ditetapkan. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi Point Biserial (rpbi) karena skor butir soal berbentuk dikotomi (skor 0 atau 1). Adapun rumus rpbi, yaitu:12
rbis =
Xi Xt St
pi qi
Keterangan: rbis = Koefisien rbis = Means skor siswa yang menjawab item soal yang benar = Means skor total yang diperoleh oleh siswa St = Standar deviasi skor total pi = Proporsi subjek yang menjawab item yang benar nomor i qi = Proporsi subjek yang menjawab item yang salah nomor i
Uji validitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan program anates. Sehingga diperoleh 28 soal valid. Jumlah soal yang digunakan adalah 25 dan jumlah soal yang tidak digunakan adalah 3. 2. Uji Realibilitas Instrumen Reliabilitas adalah konsistensi atau keajegan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila mempunyai
hasil
yang
konsisten
dalam
mengukur
tes yang dibuat yang
hendak
13
diukur. Pengujian realibilitas ini menggunakan rumus K-R 20 (Kuder-
11
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), hal. 105 12 Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, op.cit, hal. 109 13 Sukardi , Metodologi Penelitian Penidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 127
40
Richardson 20) karena skor butir soal berbentuk dikotomi (skor 0 atau 1). Adapun rumus K-R 20 yaitu:14
k pi qi r11 = 1 St 2 k 1 Keterangan: r11 = Koefisien reliabilitas internal seluruh item p = Proporsi jawaban yang benar untuk butir nomor i q = Proporsi jawaban yang salah untuk butir nomor i ∑ pq = Jumlah hasil perkalian p dan q K = Banyaknya item = Varians skor total St2
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan program anates. 3. Uji Tingkat Kesukaran Item Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal itu apakah sukar, sedang, atau mudah maka soal-soal tersebut diujikan taraf kesukarannya terlebih dahulu. Rumus dari uji ini yaitu: 15 p=
B N
Keterangan: P = Indeks kesukaran B = Banyaknya siswa yang menjawab soal yang benar N = Jumlah seluruh siswa peserta tes Kriteria tingkat kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut : P = 0,00 - 0,25 = soal sukar P = 0,26 - 0,75 = soal sedang P = 0,76 - 1,00 = soal mudah
Uji tingkat kesukaran item dalam penelitian ini menggunakan program anates.
4. Daya Pembeda Daya beda digunakan untuk mengetahui kemampuan butir dalam membedakan kelompok siswa antara kelompok siswa yang pandai dengan
14 15
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Op.cit, hal. 113 Ibid, hal. 103
41
kelompok siswa yang kurang pandai. Cara perhitungannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:16
D
BA BB o,5 N
Keterangan: D = Daya Pembeda BA = Jumlah yang menjawab benar pada kelompok atas BB = Jumlah yang menjawab benar pada kelompok bawah N = Jumlah peserta tes Daya beda yang baik adalah D>0,30.
Uji daya pembeda dalam penelitian ini menggunakan program anates.
I. Teknik Analisis Data 1. Data Kuantitatif a. Normal Gain Gain adalah selisih antara nilai posttest dan pretest, gain menunjukan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan guru. normal gain dicari dengan menggunakan rumus di bawah ini: 17 g = posttest – pretest mps-pretest keterangan: g = normal gain mps = maximum possible score; skor ideal = 100
b. Uji Prasyarat 1) Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan yaitu uji Liliefors. Lo = F (Zi)
16
Ibid, hal. 104 David E. Meltzer, “The Relationship Between Mathematics Preaparation and Conceptual Learning gains in Physics: A Possible hidden variable in Diagnostic Pre-test Scores”, Departement of Phisycs and Astronomy State University Ames, Am, J, Phys, 70 (12), December 2002, p. 1260 dari http://www.physicseducation.net/docs/Addendum_on_normalized_gain.pdf. diakses pada tanggal 5 april 2010. 17
42
Keterangan: Lo = Harga mutlak terbesar F (Zi) = Peluang angka baku F (Zi) = Proporsi angka baku
Dengan langkah-langkah sebagai berikut:18 Sampel diurutkan dari yang terkecil hingga terbesar. Kemudian nilai Zi dihitung dari masing-masing data berikut dengan rumus:
Keterangan: Xi = Data = Rata-rata data tunggal S = Simpangan Baku
Dengan mengacu pada tabel distribusi normal baku, ditentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Z, berdasarkan tabel Z ditulis F(Z≤Zi) yang mempunyai rumus F(Zi) = 0,5 ± Z. setelah itu, dihitung proporsi Z1, Z2,. .., Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi dinyatakan oleh S (Zi), maka: S(Zi) Selisih absolut F(Z)-S(Z) dihitung pada masing-masing data. Kemudian diambil harga Lhitung yang paling besar kemudian dibandingkan dengan nilai Ltabel dari tabel Liliefors. Kriteria pengujian : Lhitung < Ltabel ; data terdistribusi normal. Lhitung > Ltabel ; data tidak terdistribusi normal. Setelah data dinyatakan terdistribusi normal, maka dilakukan uji homogenitas melalui uji Fisher dan dilakukan analisis data secara parametrik dengan mengggunakan uji t. Jika data tidak terdistribusi normal maka akan dilakukan analisis data dengan teknik nonparametrik dengan uji U Mann Whitney. 2) Uji Homogenitas Uji homogenitas sebagai uji persyaratan analisis data yang bertujuan untuk mengetahui apakah data homogen (sama) atau tidak. Uji homogenitas dilakukan setelah data persyaratan normalitas terpenuhi, yakni data dinyatakan berdistribusi
18
Sudjana, Metoda Statistiaka, (Bandung: Tarsito, 2002), hal. 466-467
43
normal. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Fisher pada taraf signifikansi 0,05, dengan rumus sebagai berikut:19 F= Dengan kriteria : Fhitung ≤ Ftabel, maka data homogen. Fhitung ≥ Ftabel, maka data tidak homogen.
c. Uji Hipotesis Setelah uji prasyarat dilakukan, digunakan rumus uji t pada data yang berdistribusi normal sedangkan pada data yang tidak berdistribusi normal digunakan rumus uji U Mann Whitney.
2. Data Kualitatif a. Angket Hasil Belajar Pencarian persentase hasil belajar afektif yang berupa penerimaan dan tanggapan
siswa
digunakan
penghitungan
distribusi
frekuensi
dengan
menjumlahkan skor yang diperoleh setiap siswa terlebih dahulu. Hasil persentase angket dikelompokkan ke dalam kategori sangat tertarik, tertarik dan kurang tertarik. Skoring setiap jawaban angket dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.4. Skoring Setiap Jawaban Alternatif Jawaban Positif Negatif Sangat setuju 4 1 Setuju 3 2 Tidak setuju 2 3 Sangat tidak setuju 1 4
No. 1. 2. 3. 4.
b. Hasil Observasi Data hasil observasi digunakan untuk memperoleh gambaran langsung tentang kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas. Sehingga dapat dideskripsikan secara jelas.
19
Ruseffendi, Satistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan, (Bandung: IKIP Bandung Press, 1998), hal. 295
44
c. Hasil Asesmen Kinerja Data hasil asesmen kinerja atau penilaian kinerja siswa dalam kegiatan kelompok ini sebagai data tambahan dalam memperkuat hasil belajar biologi siswa. Untuk mencari persentase siswa aktif dalam kegiatan kelompok pada saat pembelajaran, dilakukan penskoran asesmen kinerja dari pertemuan pertama sampai terakhir . Penskoran dilakukan dengan cara memberi tanda checklist (√) pada kolom indikator kinerja ketika siswa memenuhi atau melakukan indikator kinerja tersebut. Terdapat lima indikator kinerja, jumlah skor maksimal siswa 5 dan jumlah minimal 1. Skor siswa dalam kelompok berjumlah 5 jika mencapai 5 indikator, 4 jika mencapai 4 indikator, 3 jika mencapai 3 indikator, 2 jika mencapai 2 indikator, 1 jika mencapai 1 indikator. Kemudian mencantumkan skor yang diperoleh masing-masing kelompok pada garis horizontal yang tersedia pada kertas asesmen kinerja. Jika dalam suatu kelompok ada siswa yang lebih aktif dari rata-rata siswa kelompoknya maka nama siswa tersebut akan diberi tanda plus (+) di atas garis horizontal dan sebaliknya jika ada siswa yang kurang aktif dari ratarata kelompok maka nama siswa tersebut akan diberi tanda minus (-) di bawah garis horizontal.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Belajar Kuantitatif Data hasil belajar biologi siswa berdasarkan pada tujuan yang telah dirumuskan meliputi data nilai pretest dan posttest dari dua kelompok yang berbeda. Kelompok eksperimen dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok sebanyak 42 siswa dan kelompok kontrol dalam pembelajaran menggunakan metode diskusi biasa pada konsep sistem ekskresi sebanyak 38 siswa. Sebelumnya, kedua kelompok tersebut diberikan pretest dan posttest. Instrumen tes yang digunakan sebelumnya telah diuji validasi dan realibilitasnya. Sehingga, instrumen tes tersebut telah layak digunakan untuk mengukur pemahaman siswa. Hasil belajar siswa dianalisis untuk mengetahui adanya pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar biologi siswa.
1. Deskripsi Data Hasil Belajar Pretest Data hasil pretest dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil Belajar Pretest kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Data N Mean SD Median Modus Kelompok 42 27.26 9.3 33.19 30 Eksperimen Kelompok 38 28.47 8.1 31.5 34.15 Kontrol Berdasarkan hasil perhitungan data, pretest hasil belajar biologi siswa pada kelompok eksperimen diperoleh nilai tertinggi 40 dan nilai terendah 8. Nilai ratarata (mean) skor pretestnya adalah 27.26 dengan standar deviasi 9.3, nilai tengah (median) adalah 33.19 dan nilai modusnya adalah 30.
45
46
Sedangkan pretest hasil belajar biologi siswa pada kelompok kontrol diperoleh nilai tertinggi 40 dan nilai terendah 12. Nilai rata-rata (mean) skor pretestnya adalah 28.47, dengan standar deviasi 8.1, nilai tengah (median) sebesar 31.5, dan nilai modus 34.15.
2. Deskripsi Data Hasil Belajar Posttest Data hasil posttest dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Data Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Tabel 4.2. Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol N Mean SD Median Modus 42
56.17
10.62
54.2
52.8
38
46.5
12.86
44.7
42.45
Berdasarkan hasil perhitungan data, posttest hasil belajar biologi siswa pada kelompok eksperimen diperoleh nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 40. Nilai ratarata skor posttest sebesar 56.17 dengan standar deviasi 10.62, nilai tengah sebesar 54.2, dan modus sebesar 52.8. Sedangkan posttest hasil belajar biologi siswa pada kelompok kontrol diperoleh nilai teringgi 72 dan nilai terendah 20. Nilai rata-rata skor posttest sebesar 46.5 dengan simpangan baku 12.86, nilai tengah sebesar 44.7.
3. Deskripsi Data Nilai N-Gain a. Deskripsi Data Nilai N-Gain Kelompok Eksperimen Peningkatan pemahaman konsep siswa secara langsung dapat dilihat dari nilai rerata N-gain sebesar 0.41 (Tabel 4.3.), peningkatan pemahaman konsep tersebut termasuk kategori sedang. Tabel 4.3. Rekapitulasi N-Gain Kelompok Eksperimen Data Pretest Posttest N-Gain N 42 42 42 Mean 27.26 56.17 0.41 9.3 SD 10.31 0.08 Varians 86.83 106.3 0.007
47
Berdasarkan hasil penghitungan N-gain pada kelompok eksperimen, 100% atau 42 orang termasuk dalam kategori sedang. Presentasi N-gain pada kelompok eksperimen ditunjukkan pada Gambar 4.1.
120 100 80 N Mean
60
SD 40
Varians
20 0 Pretes
Postes
N-Gain
Gambar 4.1. Grafik N-Gain Kelompok Eksperimen b. Deskripsi Data Nilai N-Gain Kelompok Kontrol Peningkatan pemahaman konsep siswa secara langsung dapat dilihat dari nilai rerata N-gain sebesar 0.26 pada Tabel 4.4. Dengan demikian, peningkatan pemahaman konsep termasuk kategori rendah. Data
Table 4.4. Rekapitulasi N-gain Kelas Kontrol Pretest Posttest N-Gain
N
38
38
38
Mean
28.47
46.5
0.26
SD
8.12
12.86
0.11
Varians
65.9
165.28
0.01
Berdasarkan hasil penghitungan N-gain kelompok kontrol, diperoleh hasil sebanyak 73.68% atau 28 orang termasuk dalam kategori rendah dan 26.32 % atau 10 orang termasuk dalam kategori sedang.
48
160 140 120 100
N
80
Mean
60
SD Varians
40 20 0 Pretes
Postes
N-Gain
Gambar 4.2. Grafik N-Gain Kelompok Kontrol Hasil rata-rata N-gain dinyatakan bahwa pemahaman konsep pada kelompok eksperimen sebesar 0.4 termasuk dalam kategori sedang, dan pemahaman konsep pada kelompok kontrol sebesar 0.26 masuk ke dalam kategori rendah.
4. Deskripsi Data Hasil Uji Normalitas Pada pengujian normalitas pretest kelompok eksperimen didapatkan Lo = 0.0971 dan normalitas posttest kelompok eksperimen didapatkan Lo= 0.21429, sedangkan nilai L yang diperoleh dari tabel standar pada taraf signifikan 5% dan n = 42 adalah sebesar 0.1363. Maka dapat disimpulkan bahwa data pretest kelompok eksperimen adalah terdistribusi normal karena Lo lebih kecil daripada Lt, sedangkan data posttest kelompok eksperimen adalah tidak berdistribusi normal karena Lo lebih besar daripada Lt. Hasil perhitungan uji normalitas dari pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dapat dilihat pada lampiran. Pengujian normalitas N-gain kelompok eksperimen, diperoleh Lo= 0.326, dengan n = 42. Pada taraf signifikasi 5% diperoleh Lt = 0.1363. Karena Lo lebih besar daripada Lt, maka data tidak berdistribusi normal. Hasil penghitungan uji normalitas N-gain kelas eksperimen dapat dilihat pada lampiran.
49
Sedangkan, pada pengujian normalitas yang dilakukan pada kelompok kontrol didapatkan Lo = 0.0793 untuk untuk data pretest, dan Lo = 0.11009 untuk data posttest, dengan nilai Lt pada taraf signifikan 5% dan n = 38 adalah 0.1438, maka dapat disimpulkan bahwa data pada pretest dan posttest kelompok kontrol berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas dari pretest dan posttest pada kelas kontrol dapat dilihat pada lampiran. Pengujian normalitas N-gain untuk kelompok kontrol diperoleh Lo = 0.24889, dengan n = 38. Pada taraf signifikasi 5% diperoleh Lt = 0.1438. Karena Lo lebih besar daripada Lt, maka data tidak berdistribusi normal. Hasil penghitungan uji normalitas N-gain kelas kontrol dapat dilihat pada lampiran.
5. Deskripsi Data Hasil Uji Homogenitas Pretest Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas, diperoleh data pretest berdistribusi normal. Maka dilakukan uji homogenitas sebelum dilakukan uji hipotesis. Pengujian homogenitas pada penelitian ini menggunakan rumus Fisher. Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, diperoleh Fo (Fhitung) sebesar 1.14 dengan taraf signifikansi 5% (α = 0.05), maka diperoleh Ftabel sebesar 1.7. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa Fo (1.14) < Ftabel (1.7), maka disimpulkan bahwa kedua sampel homogen.
6. Deskripsi Data Hasil Uji Parametrik Pretest Setelah melakukan uji prasyarat (normalitas dan homogenitas), data pretest yang diperoleh ternyata normal dan homogen. Oleh karena itu, pengujian hipotesis yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah uji t. Penghitungan uji t dilakukan dengan membandingkan pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penghitungan diperoleh thitung sebesar 0.70115 pada taraf signifikansi 5%. untuk menentukan ttabel maka harus ditentukan dahulu db nya. Untuk pengujian hipotesis dengan uji t, maka db pada penelitian ini adalah db = (n1 + n2) – 2 = (42 + 38) – 2 = 78. Dengan db tersebut dapat ditentukan nilai ttabel sebesar 1.996. hal ini berarti thitung (0.098) < ttabel
50
(1.996), sehingga Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara pretest kelas eksperimen dengan pretest kelas kontrol.
7. Deskripsi Data Hasil Uji Non Parametrik Setelah dilakukan uji normalitas, diperoleh data posttest dan N-gain tidak terdistribusi normal, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji non parametrik yaitu dengan uji Mann Whitney.
a. Hasil Uji Non-Parametrik Mann Whitney Posttest Pada hasil belajar posttest kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji Mann Whitney. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh Zhitung = -4.9, sedangkan Ztabel = -1,96 pada taraf signifikasi 5%. Karena Zhitung lebih kecil daripada Ztabel, maka Ho ditolak. Hal ini menunjukan secara perhitungan statistika bahwa setelah diberikan perlakuan diketahui antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menjadi berbeda nyata.
b. Hasil Uji Non-Parametrik Mann Whitney N-Gain Hasil pengujian hipotesis menggunakan uji Mann Whitney pada data Ngain kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.10. Kelompok Eksperimen Kontrol
Tabel 4.5. Hasil Uji Mann Whitney N-Gain Jumlah Zhitung Ztabel Kesimpulan 42 -5.59 -1.96 Ho ditolak 38
Dari hasil perhitungan diperoleh Zhitung = -6.6, sedangkan Ztabel = -1,96 pada taraf signifikasi 5%. Karena Zhitung lebih kecil daripada Ztabel, maka Ho ditolak. Hal ini menunjukan secara perhitungan statistika bahwa setelah diberikan perlakuan diketahui antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menjadi berbeda nyata.
51
B. Deskripsi Data Kualitatif 1. Data Observasi Kegiatan Guru Observasi dilakukan untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar selama pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok. Guru bidang studi biologi berperan sebagai observer/pengamat selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan data observasi mengenai keterlaksanaan skenario pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok dapat diketahui bahwa pada setiap pertemuan kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan baik oleh guru. Pada setiap pertemuan presentasi keterlaksaannya mencapai 100%. 1
2. Performance Asessment (Penilaian Kinerja) Siswa Penilaian diskusi siswa di kelas eksperimen menggunakan performance assessment atau lembar asesmen kinerja. Penilaian dengan penggunaan performance assessment ini dilakukan oleh seorang observer. Observer mengamati kegiatan diskusi siswa selama pembelajaran berlangsung dan mendiskusikan hasilnya kepada peneliti setelah pembelajaran selesai. Terdapat lima indikator kinerja dalam performance assessment yang harus dicapai oleh siswa, indikator tersebut ditentukan oleh guru. Untuk lebih jelasnya, hasil pengamatan selama kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut ini.
1
Lampiran 15
52
Tabel 4.6. Hasil Pengamatan Asesmen Kinerja (Performance Assessment)
Per.
1
2
3
Kel.
A B C D E F A B C D E F A B C D E F
Jawaban tepat
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ket: 1= ada
Aktif dalam kegiatan kelompok
0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1
Indikator Berkomun ikasi Antar sesama anggota 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 = tidak ada
Bekerja sama antar sesama anggota 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Saling menghargai pendapat
1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
jumlah
4 4 3 5 3 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 4 5
Berdasarkan data hasil pengamatan, terdapat peningkatan pencapaian indikator diskusi siswa setiap pertemuannya. pada pertemuan pertama hanya sekitar 33.3% atau 2 kelompok yang telah mencapai indikator, tapi pada pertemuan kedua jumlah kelompok yang telah mencapai indikator meningkat menjadi 66.7% atau 4 kelompok, begitupun pada pertemuan ketiga, kelompok yang telah mencapai indikator meningkat menjadi 83.3% atau 5 kelompok. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.7. Pencapaian Indikator Kinerja Pertemuan Pencapaian Indiaktor Kelompok 1 33.3% 2 66.7% 3 83.3%
53
3. Data Angket Untuk mengetahui penerimaan dan respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok, pada kelas eksperimen dilakukan perlakuan yang lain yaitu dengan menyebarkan angket kepada para siswa. Hasil angket yang disebarkan kepada 42 siswa di kelas eksperimen kemudian dianalisis. Hasil analisis dari penyebaran angket diperoleh rentangan 53 – 73 dengan skor tertinggi 73 dan skor terendah 53. Jumlah frekuensi keseluruhan yang diperoleh adalah 2641 (fx) dengan rata-rata sebesar 62.88; median 63.36; modus 63.36; dan standar deviasi 24.8. dari perhitungan tersebut diperoleh hasil bahwa 14.28 % siswa (6 orang siswa) sangat tertarik dan 66.67 % (28 orang siswa) tertarik dengan pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok pada konsep sistem ekskresi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.8. Rekapitulasi Data Angket Rentang Skor F Persentase (%) Kategori 53-58.22 8 19,05% kurang tertarik 58.23-67.73 28 66,67% tertarik 67.74-76 6 14,28% sangat tertarik Jumlah 42 100%
C. Pembahasan Berdasarkan
pengujian
hipotesis
terhadap
data
pretest
kelompok
eksperimen dan kontrol dengan menggunakan uji-t menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kontrol. Hal ini menunjukan bahwa kelompok eksperimen dan kontrol memilki kemampuan awal yang sama. Setelah diterapkan teknik investigasi kelompok pada saat pembelajaran biologi pada kelompok eksperimen dan metode diskusi biasa pada kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata posttest pada kelompok eksperimen lebih besar daripada nilai rata-rata posttest pada kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen terdapat 42.85% atau 18 orang siswa telah mencapai KKM (Kriteria Kentuntasan Minimal), sedangkan pada kelompok kontrol hanya 16.7% atau 7 orang siswa yang mencapai KKM. Hal ini menunjukan adanya pengaruh
54
penggunanan teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar biologi pada konsep sistem ekskresi. Hasil ini dicapai karena dalam penerapan teknik investigasi kelompok guru selalu memberikan motivasi dan kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk belajar secara aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri, seperti pada saat proses pembelajaran siswa dihadapkan pada masalah, melakukan investigasi, menganalisis
hasil
investigasi
dan
akhirnya
menarik
kesimpulan
dan
mempresentasikannya. Dengan membangun pengetahuannya sendiri, dapat melatih kemampuan berpikir siswa menjadi lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Raharjo (2008) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa teknik investigasi kelompok membuat siswa memiliki kemampuan berpikir lebih tinggi dibanding metode diskusi biasa, karena pada teknik investigasi kelompok terjadi peningkatan kemampuan melakukan analisis dan sintesis terhadap segala informasi sehingga penguasaan materi pelajaran akan menjadi lebih baik. Selain
dapat
mengembangkan
kemampuan
berpikir,
pembelajaran
kooperatif teknik investigasi kelompok juga mendorong terjadinya kerjasama yang sangat intensif antar anggota kelompok. Bentuk interaksi ini dapat menumbuhkan hubungan sosial diantara anggota kelompok sehingga terjalin hubungan yang erat diantara siswa. Sehingga siswa terlihat lebih solid dalam melakukan tahapantahapan kegiatan pembelajaran. Hal ini terlihat pada saat tahap implementasi, dimana siswa melakukan investigasi terhadap permasalahan yang diberikan pada kelompoknya. Pada tahap ini siswa dalam kelompok saling memberikan informasi mengenai materi yang sedang mereka selidiki. Sehingga tercipta komunikasi yang dinamis diantara siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin (2008), bahwa dalam model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terjadi dialog interpersonal yang memperhatikan dimensi rasa sosial dalam pembelajaran di dalam kelas, sehingga tercipta komunikasi dan interaksi kooperatif diantara sesama teman sekelas. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ibrahim(2000), bahwa teknik investigasi kelompok mengajarkan siswa komunikasi dan proses kelompok yang baik.
55
Selain pengaruh pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok, peningkatan hasil belajar kognitif pada kelompok eksperimen juga dipengaruhi oleh keterlibatan afektif siswa dalam belajar. Hasil belajar afektif tersebut berupa data angket yang disebarkan kepada kelompok eksperimen. Setelah dilakukan perhitungan terhadap hasil angket, menunjukan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok dapat menarik minat siswa dalam belajar. Sebagian besar siswa (66.67%) atau 28 orang tertarik dan sebanyak 14.28% atau 6 orang siswa sangat tertarik dengan teknik investigasi kelompok yang digunakan. Hal ini dikarenakan, model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok membuat siswa tidak bosan dan monoton dalam belajar. Teknik investigasi kelompok dapat mebuat siswa aktif dalam mencari sendiri pengetahuannya dan dapat melakukan diskusi lebih luas dengan teman-teman dalam kelompoknya sehingga dapat bertukarpikiran satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin (2008), bahwa partisipasi siswa dapat mengekspresikan ketertarikan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Partisipasi yang menunjukkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran juga dibuktikan dengan data lembar performance assessment atau asesmen kinerja hasil diskusi. Berdasarkan hasil pengamatan, sebagian besar siswa telah mencapai indikator kerja minimal yang telah ditentukan oleh guru. Indikator kerja minimal tersebut adalah aktif dalam kegiatan kelompok, berkomunikasi antar sesama anggota, menjawab pertanyaan dengan tepat, bekerja sama dan saling memotivasi antar sesama anggota serta saling menghargai pendapat. Walaupun pada pertemuan pertama masih ada beberapa kelompok yang belum mencapai indikator kerja minimal yang ditentukan oleh guru, tapi pertemuan kedua dan ketiga setiap kelompok mengalami peningkatan dalam pencapaian indikator.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep sistem ekskresi pada manusia. Hal ini ditandai dengan adanya perbedaan hasil belajar antara kelompok yang diajar dengan menggunakan teknik investigasi kelompok dan kelompok yang diajar dengan teknik diskusi biasa. Selain itu, dari hasil penyebaran angket didapatkan hasil bahwa sebagian besar siswa tertarik dengan teknik investigasi kelompok. Hal ini disebabkan karena teknik investigasi kelompok mempunyai keunggulan lebih dibanding teknik diskusi biasa.
B. SARAN Dari hasil temuan peneliti selama proses penelitian dan analisis terhadap hasil temuan tersebut, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Penerapan teknik investigasi kelompok dapat meningkatkan hasil belajar pada konsep sistem ekskresi pada manusia, disarankan kepada guru untuk menerapkan teknik ini pada konsep lain yang berbeda. 2. Pembelajaran dengan menggunakan teknik investigasi kelompok memberi pengaruh positif dalam meningkatkan hasil belajar biologi siswa. Untuk itu diharapkan teknik ini dijadikan sebagai salah satu alternatif
teknik
pembelajaran yang tepat dalam menyajikan mata pelajaran biologi di sekolah. 3. Untuk mengoptimalkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, sebaiknya pada tahap presentasi dialokasikan waktu yang lebih lama.
56
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006. Bungin Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004. Djaafar, Tengku Z. Kontribusi startegi pembelajaran. Padang: Fakultas ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang, 2001. Feronika, Tonih. Buku Ajar Strtegi Pembelajaran Kimia. Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Hajar, Ibnu. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan. Jakarta: PT RajGrafindo, 1999. Hatimah, Ihat. Strategi dan Metode Pembelajaran. Bandung: Andira, 2000. Ibrahim, Muslimin dkk. Pembelajaran Kooperatif. urabaya: UNESA-university Press, 2000. Ida Bagus Putu Arnyana, Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA, (Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Singaraja , No. 4, Oktober 2006), hal. 697. Ida Bagus Putu Arnyana, Pengaruh Penerapan Startegi Pembelajaran Inovatif Pada Pembejaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa, (Jurnal pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Sinagaraja, No. 3 TH. XXXIX Juli 2006), hal. 496-514 Isjoni, Cooperatif Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Bandung: Alfabeta, 2007. Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007. Nasution, S. Kurikulum Dan Pengajaran. Jakrta: Bumi Aksara, 1989. Nasution, S. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: Bumi aksara, 1995.
Nasution, S. Mengajar Dengan Sukses. Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Raharjo, the effects of group investigation and problem based learning model to the student thinking ability of junior high school in sidoarjo, (proceeding the second international seminar on science education “current issues on research and teaching in science education, Surabaya State University,2008), hal. 465-477 Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajara:sebagai referensi pendidik dalam implementasi pembelajarn yang efektif dan berkualitas. Jakarta: Prenada Media, 2009. Saud, Udin S, Rukmana, Ade & Resmini, Novi. Pembelajaran Terpadu. Bandung: UPI Press, 2006. Slavin, Robert E. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media, 2008. Soemanto, Wasty. Psiklogi Pendidikan. Malang:Rineka Cipta, 1984. Sofyan, Ahmad, Feronika, Tonih & Milama, Burhanudin. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Sri Ngabekti, Persepsi Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok, (proceeding seminar nasional biologi “meningkatkan peran biologi dan pendidikan biologi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”, Universitas Negeri Semarang, 2006), hal. 279-286 Sri Nurwati, Penerapan Model Investigasi kelompok Dengan memanfaatkan Kartu Gambar Sebagai Media Pembelejaran Materi Klasifikasi Mahluk Hidup, (proceeding seminar nasional biologi “meningkatkan peran biologi dan pendidikan biologi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”, Universitas Negeri Semarang, 2006), hal.287-294 Sri Sarmini, Melaui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar IPA Bagi Siswa Kelas IX F Di SMP Negeri 37 Semarang, (Widya Tama, Vol. 3, September 2006), hal. 1. Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002. Sudjana. Metode Statistika. Bandung: Tarsito, 1996. Sudjiono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996.
Sukardi. Evaluasi Pendidikan: prinsip dan operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2003. Sukirman, Dadang & Jumhana, Nana. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: UPI Press, 2006. Sukmadinata ,N. Syaodih. Metode Penelitian Penidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Trianto, Mendesain Model Pembelajran Inovatif Progresif, Konsep, Landasan, Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidika. Jakarta:Prenada media grup, 2009. Trianto. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konsrukstivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan. Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agam RI Tahun 2006. Wena, Made. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi aksara, 2009. hal. 195 Wulan, Ana Ratna. Skenario Baru Bagi Implementasi Asesmen Kinerja Pada Pembelajaran Sains Di Indonesia, (Jurnal Kependidikan No. 3, Vol.XXXII, Tahun 2008)