PENGARUH METODE STORYTEELING TERHADAP HIGIENITAS KUKU PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK ABA MADE 2 LAMONGAN Oleh : Ihda Mauliyah1 , Ratih Indah Kartikasari2
Abstrak Nails need special attention to prevent infection, odor, and tissue injury. Often people are not aware of the problem nails until there is pain or discomfort. Discomfort can lead to physical and emotional stress (Potter & Perry, 2005: 1360). Efforts have been made by the government to overcome the nail health starts from a midwife and the school is performing the action of nail care for the child. Storytelling or storytelling has close links with the world of children, one of the media used in storytelling is to use a finger puppet. This study aims to determine the effect of using a finger puppet storytelling to nail hygiene in pre-school children. This study design using Quasi Experimental design type time series design. Samples were taken from a population that met the inclusion criteria were 40, then treated with interventions using a finger puppet storytelling. the statistical test using Wilcoxon test showed the value of α = 0.000, thus α <0.05, which means proven that there is the effect of using a finger puppet storytelling to nail hygiene in children of school age.
Kata Kunci : Storytelling, finger puppet, higienitas kuku 1. Pendahuluan Masalah kesehatan di negara berkembang termasuk Indonesia adalah penyakit infeksi. Penyakit infeksi merupakan penyakit terbesar yang bisa menyerang segala usia, termasuk anak usia pra sekolah. Salah satu penyebab terjadinya penyakit infeksi yaitu higyene atau kebersihan yang buruk, baik itu kebersihan lingkungan maupun kebersihan diri (Potter & Perry, 2005 :1360). Infeksi oleh cacing yang ditularkan melalui tanah soil transmited Helminiths (STH) merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di negara berkembang. Jenis STH yang paling banyak menginfeksi manusia adalah Ascaris lumbricoides dan trichuris trichiura. Cara infeksi Ascaris lumbricoides dan trichuris trichiura melalui tertelannya telur matang, salah satu media tranmisi adalah melalui perantara kotoran kuku tangan, apabila tertelan akan tumbuh menjadi cacing dewasa didalam usus manusia dan berakibat gangguan pada system pencernaan (Irman, 2011). Saat masa anak pra sekolah biasanya sudah mengenal kehidupan sosialnya, sudah mulai
bergaul dengan teman sebayanya, tetapi sangat rawan dalam masalah kesehatan karena tidak mengetahui mana yang kotor dan mana yang bersih, termasuk tugas dalam perawatan kesehatan kuku. Kuku memerlukan perhatian khusus untuk mencegah infeksi, bau, dan cidera pada jaringan. Seringkali orang tidak sadar akan masalah kuku sampai terjadi nyeri atau perasaan tidak nyaman. Ketidaknyamanan dapat mengarah pada stress fisik dan emosional (Potter & Perry, 2005:1360 ). Prevalensi infeksi penyakit kesehatan kuku di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006, yaitu sebesar 32,6 %, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu dari sisi ekonomi Kelompok ekonomi lemah ini mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit kecacingan karena kurang adanya kemampuan dalam menjaga higiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggalnya. Berdasarkan survey awal pada anak usia pra sekolah di PAUD Aisyiyah Bustanul Athfal 2 Lamongan, dari 10 responden yang diperiksa, 2 anak atau 20% didapatkan berkuku panjang dan
bersih, 4 anak atau 40% didapatkan berkuku panjang dan kotor, 1 anak atau 10% didapatkan berkuku pendek dan bersih, 3 anak atau 30% didapatkan berkuku pendek dan kotor. Dari data tersebut di dapatkan masih ada anak usia pra sekolah yang tidak mampu melakukan kesehatan kuku. Keadaan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, peran orang tua, lingkungan, media masa, budaya, pendidikan, pengetahuan. Dalam hal ini peran orang tua terhadap perawatan kuku, diantaranya adalah memberi contoh dalam membiasakan hidup bersih, yaitu mengajari memotong kuku. Anak akan mengikuti apa yang diajarkan oleh orang tua. Namun apabila orang tua tidak melaksanakan perannya dengan baik, misalnya orang tua sibuk dengan pekerjaannya, orang tua tidak tahu apa yang terbaik pada anaknya, atau anak diasuh oleh orang lain yang tidak mengerti tentang kebersihan diri, termasuk kesehatan kuku, maka anak akan cenderung berperilaku kurang bersih, dan akan berdampak timbulnya suatu penyakit infeksi. Dampak utama bila kuku panjang dan tidak bersih, banyak bibit penyakit mudah bersarang di kuku. Dan jika kuku kurang bersih resiko kotoran akan masuk ke dalam tubuh ataupun akan terjadi infeksi. Cacingan merupakan penyakit yang paling sering di sebabkan oleh kuku yang panjang dan kotor. Selain itu kuku yang panjang pun bisa mengakibatkan timbulnya infeksi pada kulit, paronychia yaitu radang bawah/pinggir kuku, jamur kuku, dan cacingan. Cacingan merupakan penyakit yang paling sering di sebabkan oleh kuku yang panjang dan kotor. (Hingky, 2011). Upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi kesehatan kuku dimulai dari seorang bidan dan pihak sekolah yang melakukan tindakan perawatan kuku untuk anak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pendidikan kesehatan kuku, pemantauan secara berkala, dan mempertahankan kebersihan diri yaitu dengan memotong kuku. Orang tua dan guru adalah sosok pendamping saat anak melakukan aktifitas kehidupannya setiap hari. Orang tua diberikan penyuluhan dari sekolah dan orang tua berperan penting terhadap anaknya. Peranan mereka
sangat dominan dan sangat menentukan kualitas hidup anak di kemudian hari. Sehingga sangatlah penting bagi mereka untuk mengetahui dan memahami permasalahan dan gangguan kesehatan pada anak usia pra sekolah yang cukup luas dan kompleks. Deteksi dini gangguan kesehatan anak usia pra sekolah dapat mencegah atau mengurangi komplikasi dan permasalahan yang diakibatkan menjadi lebih berat lagi. Peningkatan perhatian terhadap kesehatan anak usia pra sekolah tersebut, diharapkan dapat tercipta anak usia pra sekolah Indonesia yang cerdas, sehat dan berprestasi. (Hendra :2009). Storytelling atau mendongeng memiliki kaitan erat dengan dunia anak-anak, bahkan tidak dapat dipungkiri dongeng memiliki daya tarik tersendiri yang tidak dapat ditolak oleh anak. Mendongeng merupakan aktivitas yang memiliki potensi konstruktif untuk mendukung pertumbuhkembangan mental bagi anak, selain itu pemikiran anak akan menjadi lebih baik, lebih kritis dan cerdas. Anak juga bisa memahami hal mana yang perlu ditiru dan yang tidak boleh ditiru. Salah satu media yang digunakan dalam mendongeng adalah menggunakan finger puppet (Debora, 2011).
Dari uraian diatas, didapatkan permasalahan yaitu masih ada anak yang belum mampu menjaga kebersihan kuku yang akhirnya berdampak pada meningkatnya kejadian infeksi akibat kuku yang panjang dan kotor. Untuk itu, dibutuhkan peran bidan untuk memberikan pendidikan kesehatan mengenai higienitas kuku. Salah satu metode yang dapat dilakukan dn ini adalah dengan storytelling atau mendongeng dengan menggunakan media finger puppet. Metode ini memicu aktivitas yang memiliki potensi konstruktif untuk mendukung pertumbuhkembangan mental bagi anak, selain itu pemikiran anak akan menjadi lebih baik, lebih kritis dan cerdas. Anak juga bisa memahami hal mana yang perlu ditiru dan yang tidak boleh ditiru. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Pengaruh Storytelling menggunakan finger puppet terhadap Higienitas kuku pada anak prasekolah.
Sedangkan target luaran yang dicapai berupa Penerbitan pada jurnal ilmiah lokal ber ISSN atau berskala nasional Melalui pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode storytelling menggunakan finger puppet diharapkan masalah kebersihan diri terutama kebersihan kuku bisa teratasi sehingga bidan bisa menerapkan . Bidan akan lebih kreatif dalam memberikan pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode storytelling menggunakan finger puppet, untuk selanjutnya diajarkan baik pada guru maupun orang tua dan pengasuh sehingga masalah higienitas kuku bisa diatasi. 2. Metode Penelitian Desain atau rancangan penelitian ini menggunakan Quasi Experimental design tipe time series design. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagian anak usia prasekolah di PAUD Aisyiyah Bustanul Athfal 2 Lamongan yang masuk dalam kriteria inklusi sejumlah 40 anak. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah scenario yang digunakan untuk storytelling menggunakan finger puppet. Sedangkan untuk higienitas kuku digunakan lembar observasi. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan November 2013 sampai September 2014, sedangkan untuk pengumpulan data dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Agustus 2014 di PAUD Aisyiyah Bustanul Athfal 2 Lamongan.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah scenario yang digunakan untuk storytelling menggunakan finger puppet. Sedangkan untuk higienitas kuku digunakan lembar observasi. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan November 2013 sampai September 2014, sedangkan untuk pengumpulan data dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Agustus 2014 di PAUD Aisyiyah Bustanul Athfal 2 Lamongan. Pengambilan data dalam penelitian ini dimulai dengan mengajukan surat surat permohonan ijin
penelitian ke PAUD Aisyiyah Bustanul Athfal 2 Lamongan dengan memberikan surat pengantar dari STIKES Muhammadiyah Lamongan. Setelah mendapatkan ijin penelitian dari Kepala Sekolah PAUD Aisyiyah Bustanul Athfal 2 Lamongan, peneliti menentukan responden penelitian sesuai dengan criteria inklusi, selanjutnya dilakukan observasi higienitas kuku minggu 1, minggu ke 2, mingg ke 3, minggu ke 4 . setelah itu dilakukan perlakuan dengan memberikan storytelling dengan menggunakan finger puppet, baru setelah itu diobservasi kembali selama 4 minggu setelah perlakuan (minggu 1, minggu ke 2, minggu 3, minggu ke 4). Data yang sudah diolah dilakukan analisis perbedaan sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan dengan uji statistik ilcoxon test dengan tingkat kemaknaan α < 0,05. Jika hasil uji statistik menunjukkan α < 0,05, maka hipotesis statistik (H0) ditolak dan hipotesis penelitian (H1) diterima, yang berarti terbukti bahwa ada pengaruh pemberian storytelling menggunakan finger puppet terhadap higienitas kuku pada anak usia para sekolah. 3. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian mengenai Pengaruh Metode Storytelling menggunakan finger puppet terhadap Kebersihan Kuku pada anak Prasekolah di TK ABA 2 Made Lamongan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.1 Tabulasi Silang Pengaruh Metode Storytelling menggunakan finger puppet terhadap Higienitas Kuku pada anak Prasekolah di TK ABA 2 Made Lamongan Story telling Pre Post
Higienitas Kuku Baik Buruk n % n % 11 27.5 29 72.5 25 62.5 15 37.5 36 45.0 44 55.0
Total n 40 40 80
% 100 100 100
Tabel 5.1 menunjukkan dari 40 anak prasekolah yang dilakukan observasi higienitas kuku sebelum diberi metode storytelling sebagian besar mempunyai higienitas kuku buruk sejumlah 29 (72.5%), dan higienitas kuku pada anak prasekolah sesudah diberi metode Storytelling sebagaian besar higienitas kuku baik sejumlah 25 (62.5%). Uji statistik menggunakan uji wilcoxon, hasil uji statistik menunjukkan nilai α = 0.000, dengan demikian α < 0,05 yang berarti terbukti bahwa ada pengaruh pemberian storytelling menggunakan finger puppet terhadap higienitas kuku pada anak usia para sekolah. Higienitas Kuku pada anak usia Prasekolah sebelum diberi metode Storytelling menggunakan finger puppet di TK ABA 2 Made Lamongan Tabel 5.1 menunjukkan dari 40 anak prasekolah yang dilakukan observasi higienitas kuku sebelum diberi metode storytelling sebagian besar mempunyai higienitas kuku buruk sejumlah 29 (72.5%). Fenomena tersebut diatas dipengaruhi oleh faktor peran diantaranya peran ibu, pengasuh atau guru. Ibu sebagai orang tua memegang peranan penting dalam hal pemeliharaan anak pada usia prasekolah, karena anak pada usia tersebut belum mampu melakukan perawatan kesehatan sendiri. Peran ibu sebagai orang tua sendiri tidak lepas dari beberapa faktor diantaranya usia, Menurut (Nursalam dan Siti Pariani, 2001) yang menyebutkan bahwa semakin cukup umur seseorang tingkat kematangan dan kekuatan orang tersebut akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Ibu yang masih muda cenderung langsung menerima informasi baru begitu saja tanpa didasari pengetahuan yang cukup. Dan juga dibenarkan dengan teori yang disampaikan oleh Soekidjo Notoatmojo (2003) yang menyebutkan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan, namun tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan lancar hal ini diperlukan berfikir kritis dan logis.
Menurut teori yang disampaikan oleh (Nursalam, 2001) yang menyebutkan bahwa semakin cukup umur seseorang tingkat kematangan dan kekuatan orang tersebut akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dengan bertambahnya usia pola pikir seseorang akan lebih matang dalam menyelesaikan suatu masalah, sehingga kemungkinan ibu juga dapat meminimalkan atau mencegah higienitas kuku yang buruk. Selain usia, tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap peran seorang ibu dalam perawatan higienitas kuku. menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003) pendidikan sebagai segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan menengah akan berpengaruh pada orang tua untuk menyerap informasi yang diterima, dengan pendidikan SMP, informasi atau pengetahuan akan kurang bisa diterima atau bila diterima sangat sederhana dan terbatas yang pada akhirnya orang tua belum mampu mengaplikasikan informasi atau pengetahuan yang dimilikinya. Dan sebaliknya dengan pengetahuan yang tinggi atau cukup maka orang tua akan lebih mudah menerima ataupun memilih informasi yang positif tentang kesehatan kuku anak mereka. Pendidikan Ibu yang tinggi akan membuat Ibu lebih memperhatikan dalam menjaga higienitas kuku anak.
Higienitas Kuku pada anak usia Prasekolah sesudah diberi metode Storytelling menggunakan finger puppet di TK ABA 2 Made Lamongan higienitas kuku pada anak prasekolah sesudah diberi metode Storytelling sebagaian besar higienitas kuku baik sejumlah 25 (62.5%). Hal ini menunjukkan peningkatan dibandingkan sebelum diberikan metode storytelling menggunakan finger puppet Pendidikan Kesehatan mengenai higienitas kuku bagi anak prasekolah perlu dilakukan dengan memberikan contoh suatu model yang baik dan sesederhana mungkin.
Penyampaian kesehatan higienitas kuku, menurut Wong (2009) anak dapat mengalami kemajuan dari membuat penilaian berdasarkan apa yang mereka lihat (pemikiran perceptual) sampai membuat penilaian berdasarkan alasan mereka (pemikiran konseptual) tanpa mengurangi isi pendidikan. Pendidikan Kesehatan pada anak bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti demonstrasi, media audio visual, dan storytelling atau mendongeng. storytelling menurut Vivian Paley’s (1988, 1990, 2004 dalam Wright, Bacigalupa, Black & Burton, 2008) adalah dengan bercerita dapat menolong guru untuk lebih memahami siswa yang dia ajar, lebih efektif pada sosial anak dan kebutuhan emosionalnya, serta menciptakan kurikulum yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan minat anak. Bahkan Lenox (2000) menjelaskan efek lain dari storytelling adalah merupakan alat yang sangat kuat untuk meningkatkan pemahaman dari diri anak dan orang lain disekitarnya. Ketika cerita dibacakan, terkadang katakata yang diucapkan tidak hanya diingat namun juga serasa dilukiskan kembali secara spontan, terdapat semangat performance, yang dibantu oleh partisipasi dan interaksi audien (Isbell, Sobol, Lindauer, & Lowrance, 2004). Dimana Roney (1996 dalam Isbell, Sobol, Lindauer, & Lowrance, 2004) menjelaskan bahwa di dalam storytelling aspek yang harus diperhatikan agar berjalan dengan efektif adalah mencoba kreatif dan memiliki komunikasi dua arah (storyteller dan pendengar). Selain itu kontak mata dengan pendengarpun sangat penting untuk diperhatikan, jika anak melihat kontak mata storyteller, dimana mereka saling melakukan tatapan dalam interaksi, pada akhirnya akan membuat pengalaman menjadi lebih personal dari pada storyteller hanya membaca buku cerita (Zeece, 1997; Malo & Bullasrd 2000 dalam Isbell, Sobol, Lindauer, & Lowrance, 2004). Storytelling yang digunakan untuk meningkatkan kecerdasan anak juga harus disesuaikan dengan level kognitif anak. Dimana pada usia pra sekolah, level kognitif mereka berada pada operasional kongrit (Piaget dalam Santrock, 2007) Sehingga cerita yang diberikan haruslah bersifat kongrit dan tidak membutuhkan daya penalaran yang tinggi.
Pengaruh Metode Storytelling menggunakan finger puppet terhadap Higienitas Kuku pada anak Usia Prasekolah di TK ABA 2 Made Lamongan Upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi kesehatan kuku dimulai dari seorang bidan dan pihak sekolah yang melakukan tindakan perawatan kuku untuk anak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pendidikan kesehatan kuku, pemantauan secara berkala, dan mempertahankan kebersihan diri yaitu dengan memotong kuku. Orang tua dan guru adalah sosok pendamping saat anak melakukan aktifitas kehidupannya setiap hari. Orang tua diberikan penyuluhan dari sekolah dan orang tua berperan penting terhadap anaknya. Peranan mereka sangat dominan dan sangat menentukan kualitas hidup anak di kemudian hari. Sehingga sangatlah penting bagi mereka untuk mengetahui dan memahami permasalahan dan gangguan kesehatan pada anak usia pra sekolah yang cukup luas dan kompleks. Deteksi dini gangguan kesehatan anak usia pra sekolah dapat mencegah atau mengurangi komplikasi dan permasalahan yang diakibatkan menjadi lebih berat lagi. Peningkatan perhatian terhadap kesehatan anak usia pra sekolah tersebut, diharapkan dapat tercipta anak usia pra sekolah Indonesia yang cerdas, sehat dan berprestasi. (Hendra :2009).
4. Kesimpulan Higienitas kuku pada anak usia prasekolah sebelum diberi metode storytelling sebagian besar buruk di TK ABA Made 2 Lamongan. Sedangkan Higienitas kuku pada anak usia prasekolah sesudah diberi metode storytelling sebagian besar baik di TK ABA Made 2 Lamongan. Hasil penelitian ini menunjukkan Ada pengaruh metode storytelling terhadap higienitas kuku pada anak usia Prasekolah di TK ABA Made 2 Lamongan. Saran bagi tempat penelitian maupun responden diharapkan lebih meningkatkan pendidikan Kesehatan mengenai higienitas
kuku dengan menerapkan metode inovatif seperti metode storytelling, Diharapkan adanya kerjasama yang baik antara guru dan orang tua dalam pendidikan kesehatan mengenai higienitas kuku pada anak prasekolah sehingga menimbulkan kesadaran pada anak untuk tetap menjaga higienitas kuku
DAFTAR PUSTAKA Asfandiyar, Andi Yudha (2007). Cara Pintar Mendongeng. Bandung : Dar! Mizan Budiarto, E (2002). Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC Djawat
Dahlan. (2000). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: EGC.
Effendi,
Nasrul (2003). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyrakat. Jakarta : EGC
Faridh, Mochammad Ariyo (2004). Kegiatan Mendongeng Orang Tua di Jabodetabek. Depok : Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas Indonesia Friedman, Marilyn (2003). Keperawatan Keluarga. jakarta: Trans Info Media. Hendra.
(2009). Kesehatan Kuku. www.anugrah.or.id. Diakses : tanggal 13 April 2011
Hidayat, Alimul Aziz. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak . Jakarta : Salemba Medika. Hidayat, Alimul Aziz. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Hingky.(2011). Bahaya Kuku Panjang. www. Mediastoer.or.id. Diakses : tanggal 18 Januari 2011 Kusmiadi, Ade, Sriwahyuningsih dan Yuyun Nurfalah (2008). Strategi Pembelajaran PAUD melalui metode Dongeng bagi Pendidik PAUD. Jakarta:Visi Lesmana, Maman. (2010). Teknik Mendongeng untuk Orang Tua/ Guru dan Kumpulan Dongeng untuk Anak. Materi untuk Pelatihan Pengabdian pada Masyarakat, Depok : Fakultas Ilmu
Pengetahuan Indonesia
Budaya,
Universitas
Marina, Lia (2007). Kecerdasan Emosional pada Orang Tua yang mendongeng. Depok : Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia Muhammad Muhydin. (2009). Eijak Pendidikan Anak dan Cerdas Memahami Orang Tua. Jakarta : Lentera.
Soekidjo Notoatmodjo (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Suharsimi Ari Kunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Syamsu
Nasrul
Effendi. (2002). Dasar-Dasar Keperawatan . Jakarta :EGC
Notoadmodjo, S (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Notoadmodjo, S (2003). Pendidikan dan Perilaku. Jakarta :Rineka Cipta.
Tarwoto dan Wartonah (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika. Wahit
Notoadmojo, S (2005). Pengetahuan Dan Perilaku. Jakarta: Rinika Cipta. Nursalam dan Siti Pariani (2001). Pendekatan Praktek dan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : EGC Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika. Parkin. M (2004) Tales for Change : Using Storytelling to Develop People and Organizations. Great Britain : Biddle’s Ltd, King’s Lynh Potter,
Perry (2005). Foundamental Nursing. Jakarta: EGC
Of
Salam, Burhanuddin (2000). Etika Individual, Pola Dasar, Filsafat Moral,. Jakarta : Rineka Cipta.
Yusuf L.N. (2002). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, Bandung : Resda Karya
Iqbal mubaraq (2006). Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta : Sugeng Seto.
Wong, Donna L, (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta :EGC