PENGARUH MEDIA DASARDAN KONSENTRASI BAP
TERHADAPPERTUMBUHANSTEKBUKUTUNGGAL
IN VITRO TANAMAN ZAITUN (Olea europaea L.)
NITA AYU KUSUMANINGSIH
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERT ANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAl SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERT A PELIMPAHAN HAK CIPT A
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi beljudul Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi BAP Terhadap Pertumbuhan Stek Buku Tunggal In Vitro Tanaman Zaitun (Olea ellropaea L.) adalah benar karya saya dengan at'ahan dan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun, Sumber inforrnasi yang berasal atau dikutip dan karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalarn Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melinipahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut Pcr::mian Bogor. Bogor, Mei 2015
Nita Ayu Kusumaningsih NIM 034100120
I
I
ABSTRAK
NITA AYU KUSUMANINGSIH. Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi BAP Terhadap Pertumbuhan Stek Buku Tunggal In Vitro Tanaman Zaitun (Olea europaea L.). Dibimbing oleh DIAH RATNADEWI dan ENCE DARMO JAYA SUPENA. Tanaman zaitun (Olea europaea L.) merupakan tanaman yang berasal dari daerah Mediterania. Tanaman ini menjadi tanaman budidaya dan merupakan komoditas utama yang memegang peranan penting dalam bidang perekonomian di daerah tersebut. Perbanyakan tanaman zaitun masih dilakukan secara konvensional dengan teknik stek batang. Metode stek batang ini memiliki tingkat efisiensi yang rendah dan memerlukan kontrol kondisi lingkungan yang tinggi. Penggunaan teknik kultur jaIingan dapat menjadi solusi untuk menghasilkan bibit tanaman zaitun secara lebih cepat dan efisien. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui media dasar serta konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP yang paling efektif untuk pertumbuhan stek buku tunggal tanaman zaitun dan mencari metode sterilisasi eksplan yang tepat. Metode sterilisasi yang diuji terdiri dari 4 macam perlakuan yaitu sterilisasi standar permukaan, dengan penambahan HgCh at au kloramfenikol atau Plan Preservative Mixture (PPM) dalam media kultur. Metode sterilisasi yang paling efektif adalah metode standar dengan penambahan PPM. Media yang dicoba terdiri dari 2 media dasar yaitu DKW dan WPM serta konsentrasi BAP 0, 1, 2, dan 4 ppm. Komposisi media yang efektif untuk pertumbuhan tunas lateral pada stek buku tunggal kultur zaitun adalah media DKW tanpa pemberian BAP (0 ppm). Kata kunci : kultur in vitro, media DKW, Olea europaea
ABSTRACT NITA AYU KUSUMANINGSlli. Influence of Basal Medium and Benzylamino !J~=-.e ~ . The Growth of In Vitro Culture of Olive (Olea europaea L.) By Nodal Segn:.-e::-::_ Supervised by DIAH RATNADEWI and ENCE DARMO JAY A SUPENA.
Olive (Olea europaea L) is a native plant of Mediteranian region. This plant is largely cultivated and a major commodity that plays an important role in the economy of that region. Olive plant propagation is still using conventional technique by stem cutting and seeds. The stem cutting method has low efficiency rate and requires high control of enviromental conditions. In vitro propagation can be used as an alternative to produce olive plants rapidly and more efficiently. The aims of this research are to know the most effective medium and BAP plant growth regulator concentration for the growth of olive nodal segment culture and to find a better method of explant sterilization. Sterilization methods consisted of four types of treatment that were a standard surface sterilization, the application of HgCh, chloramphenicol, or Plant Preservative Mixture (PPM) in the culture medium. The most effective sterilization method was the standard sterilization plus PPM. The basic media used were DKW or WPM, and the BAP concentrations were 0, 1, 2, and 4 ppm. The result of this research showed that DKW medium without BAP (0 ppm) was the most effective formulation for the growth of olive nodal segment. Keywords: in vitro culture, medium DKW, Olea europaea
PENGARUH MEDIA DASAR DAN KONSENTRASI BAP
TERHADAPPERTUMBUHANSTEKBUKUTUNGGAL
IN VITRO TANAMAN ZAITUN (Olea europaea L.)
NITA AYU KUSUMANINGSIH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Petemakan
pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATlKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERT ANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi: Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi BAP Terhadap Pertumbuhan Stek Buku Tunggal In Vitro Tanaman Zaitun (Olea europaea L.) : Nita Ayu Kusumaningsih Nama : 034100120 NIM
Disetujui oleh
---
~
Prof Dr Ir Diah Ratnadewi, DEA Pembimbing I
.,
Tanggal Lulus:
'. , <. ~
: ;
,
(~
I
r: I
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta 'ala atas segal a karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi BAP Terhadap Pertumbuhan Stek Buku Tunggal In Vitro Tanaman Zaitun (Olea europaea L.). Terima kasih penulis ueapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Diah Ratnadewi, DEA dan Bapak Dr Ir Enee Darmo J aya Supena, MSi selaku pembimbing atas bimbingan, ilmu, dan saran yang telah diberikan selama melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah. Penulis juga mengueapkan terima kasih kepada Dr Kanthi Arum Widayanti, Msi selaku penguji skripsi atas semua saran, masukan, dan perbaikan yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, dan seluruh keluarga, atas segal a semangat, doa dan kasih sa yang yang telah diberikan. Penghargaan penulis ueapkan kepada PT Start Up Center yang telah memberikan bahan tanaman untuk penelitian ini, Pak Harnka, Mbak Nuriz selaku stafStart Up Center Depok, Ibu Ueu, Ibu Dewi, Ibu Retno, Pak Asep, dan Pak Kusmayadi selaku laboran yang telah banyak memberi bantuan selama melakukan penelitian. Terima kasih juga penulis ueapkan kepada Yurika, Efah, Hanin, Ina, Naili, Catur Putri, Nurlatiefah, teman-teman Pondok Assalamah, dan teman seperjuangan di Biologi 47. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2015
Nita Ayu Kusumaningsih
DAFTARISI
DAFTAR TABEL
VI
DAFTAR GAMBAR
Vi
DAFTAR LAMPlRAN
Vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Bahan dan Alat
2
Metode Penelitian
2
Sterilisasi Eksplan dan Penanaman Eksplan
2
Pertumbuhan Tunas Lateral
3
Pengolahan Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN
4
10
Simpulan
10
Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
11
LAMPIRAN
13
RIWAYAT HIDUP
15
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Perbandingan prosedur metode sterilisasi pada kultur zaitun Perbandingan efektivitas metode sterilisasi kultur zaitun Pertumbuhan tunas lateral kultur zaitun pada umur 8 MST Pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah daun pada kultur zaitun Kondisi kultur zaitun selama 8 MST
3 4 7 8 9
DAFTAR GAMBAR 1 Kondisi kultur pada tahap akhir pengujian sterilisasi 2 Perkembangan tunas lateral kultur zaitun 3 Kondisi daun pada kultur abnolmal (tidak normal) dan normal berumur 8 MST
5
6 9
DAFTAR LAMPlRAN 1 Komposisi media dasar MS, DKW, WPM 2 Hasil uji F perbandingan pengaruh efektivitas metode sterilisasi pada kultur zaitun 3 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jenis media dan konsentrasi BAP terhadap pertumbuhan tunas dan daun pada kultur zaitun 4 Hasil uji F pengaruh interaksi jenis media dan konsentrasi ZPT BAP terhadap panjang tunas, jumlah nodus baru, dan jumlah daun pada kultur zaitun
13 13 13
14
PENDAHULUAN Latar Belakang
Tanaman zaitun (Olea europaea L.) merupakan tanaman ash daerah Mediterania yang tumbuh sejak 4000 SM (Amstrong 2007). Tanaman ini menjadi tanaman budidaya dan merupakan komoditas utama yang memegang peranan penting dalam bidang perekonomian di daerah Mediterania. Kawasan tersebut juga merupakan pemasok utama kebutuhan 80% buah dan minyak zaitun dunia (USITC 2013). Minyak zaitun memiliki beberapa manfaat kesehatan sehingga banyak diminati oleh masyarakat. Kandungan asam lemak dalam minyak zaitun dapat meningkatkan penyerapan kalsium dan vitamin D, mengurangi LDL (Low Density Lipoprotein), dan mencegah hipertensi (Foster et al. 2009). Menurut Food and Drug Administration (FDA) (2004) mengkonsumi minyak zaitun dua sendok makan per hari dapat menurunkan risiko terserang penyakit jantung. Berbagai manfaat yang dimiliki tanaman zaitun tersebut, menyebabkan adanya keinginan agar tanaman ini dapat dikembangkan di Indonesia. Selama ini pasokan bibit masih mengandalkan impor dari negara lain dan masih sedikit pusat pembibitan yang mengembangkan tanaman ini. Berdasarkan karakteristik hidupnya tanaman zaitun dapat tumbuh dan tersebar di beberapa daerah seperti Australia, Amerika Utara dan Se1atan, Afrika Selatan, dan Asia seperti Jepang, China, dan India (Rugini dan Fedeli 1990; Civantos 2010). Tanaman zaitun memiliki habitat hidup di iklim panas kering dengan paparan sinar matahari yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan tanaman ini resisten terhadap kekeringan, temperatur tinggi sampai 40°C dan temperatur rendah yang dapat mencapai -10°C. Selain itu tanaman ini juga toleran terhadap kondisi tanah yang basa dan berkadar garam tinggi (Civantos 2010). Oleh karen a itu tanaman zaitun berpotensi tinggi untuk dapat hidup dan dikembangkan di Indonesia. Perbanyakan tanaman zaitun biasanya dilakukan dengan metode konvensional seperti perbanyakan melalui biji, stek, dan okulasi. Stek batang adalah metode yang paling banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman zaitun. Metode ini relatif sederhana dan dapat mempertahankan material genetik serta karakteristik tanaman induknya. Selain itu tanaman cepat dewasa dan waktu pembuahan lebih cepat dlbandingkan dengan tanaman dari biji. Namun tingkat efisiensi dari metode ini rendah dan diperlukan kontrol kondisi lingkungan yang tinggi dalam waktu yang lama (Rostami dan Shahsavar 2012). Penggunaan teknik perbanyakan secara in vitro dapat menjadi solusi untuk menghasilkan bibit tanaman zaitun secara lebih efisien. Perbanyakan secara in vitro pada beberapa varietas tanaman zaitun telah banyak dilakukan (Pontikins dan Roussos 2002; Grigoriadou et al. 2002; Santos et al. 2003 ; Chaari-Rkhis et al. 2011; Rostami dan Shahsavar 2012). Keberhasilan dalam kultur in vitro zaitun dipengaruhi oleh komposisi media dasar dan varietas yang digunakan (Rugini et al. 1999). Selain itu keberadaan zat pengatur tumbuh di dalam media kultur juga merupakan faktor penting dalam keberhasilan kultur in vitro zaitun. Keberadaan sitokinin seperti zeatin atau benzylaminopurine (BAP) dalam media untuk perbanyakan zaitun secara in vitro sangat penting untuk mendapatkan hasil proliferasi tunas (Rugini 1984; Revilla et al. 1996; Peixe et at.
2 2007; Micheli et al. 2009). Varietas tanaman zaitun satu dengan lainnya memiliki respon yang berbeda terhadap suatu komposisi media dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan. Oleh sebab itu diperlukan adanya penelitian untuk mengetahui komposisi media dasar dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang efektifuntuk meningkatkan pertumbuhan suatu varietas.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui media dasar serta konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP yang paling efektif untuk pertumbuhan stek buku tunggal tanaman zaitun (Olea europaea L.) dan meneari metode stelilisasi eksplan yang tepat.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan lanuari 2014 hingga Desember 2014 di Laboratorium Penelitian Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Biologi, FMIPA IPB. '
Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman zaitun varietas Picudo yang dipotong 15 em dari pucuk apikal eabang tanaman. Potongan batang muda tersebut dipotong 1 em dengan 1 nodus sebagai eksplan. Bahan kimia yang digunakan yaitu komponen media dasar Murashige and Skoog (MS), Driver and Kuniyuki Walnut (DKW), dan Woody Plant Medium (WPM) (Lampiran 1), zat pengatur tumbuh 6 Benzylaminopurine (BAP), bahan sterilisasi yaitu Agrept, Dithane M-45 , Benlate, alkohol 70%, Bayclin (NaOCI 5.25%), Tween 80%, kloramfenikol, HgCb, dan Plant Preservative Mixture (PPM). Alat yang digunakan yaitu Laminar air flow cabinet (LAFC), autoklaf, eawan petri, botol kultur, alat diseksi, dan millipore filter .
Metode Penelitian Sterilisasi Eksplan dan Penanaman Eksplan Metode sterilisasi yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 4 maeam metode seperti yang disajikan dalam Tabel 1. Proses sterilisasi dimulai dari meneuei potongan batang dengan air mengalir kemudian direndam dalam larutan deterjen masing-masing 5 menit. Setelah itu potongan batang dibilas dan direndam ke dalam eampuran fungisida (Dithane M-45 2 g I-I dan Benlate 2 g I-I) dan baktersida Agrept 2 g I-I. Perendaman pada eampuran fungisida dan bakterisida masing-masing dilakukan selama 2 jam. Proses selanjutnya dilakukan di dalam LAFC. Potongan batang yang telah dibilas direndam dalam berbagai larutan sterilan yang telah ditentukan waktunya pada masing-masing metode. Setiap tahap perendaman diikuti pembilasan dengan aquades steril sebanyak 3 kali.
3 Tabel 1 Perbandingan prosedur metode sterilisasi pada kultur zaitun Bahan sterilan Alkohol70% Bayclin* (NaOCI5.25%)
Metode 1 (S I) 1 menit Konsentrasi larutan 10% selama 10 menit,5% selama 5 menit
HgCbO.l%
Metode 2 (S2)
Metode 3 (S32
Metode 4 (S4)
Konsentrasi larutan 20% selama 20 menit, 15% selama 15 menit Direndam selama 1 menit
Konsentrasi larutan 20% selama 20 menit, 15% selama 15 menit
Konsentrasi larutan 20% selama 20 menit, 15% selama 15 menit
Direndam selama 5 menit
Direndam selama 2 menit Ditambahkan ke dalam media
Kloramfenikol 500 mg 1. 1 PPM 0.02% *Larutan bayclin dicampur dengan Tween 80%
Eksplan yang sudah melalui tahap sterilisasi ditanam dalam media Y2MS tanpa ZPT (Y2 MSO) dan media Y2 MSO yang ditambah PPM untuk metode sterilisasi 4. Setiap botol kultur diisi 25 ml larutan media dan ditanami 7 eksplan. Kultur. dipelihara dengan pencahayaan 800-1000 lux selama 16 jam per hari, dan suhu ruangan 25 ± 2 °C di ruang kultur. Pengamatan terhadap efektivitas metode sterilisasi dilakukan selama 2 minggu dengan waktu pengamatan setiap hari. Parameter yang diamati meliputi jumlah eksplan yang terkontaminasi, mati, dan hidup.
Pertumbuhan Tunas Lateral Eksplan yang steril dari metode S4 di tanam ke dalam media percobaan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2 faktor yang terdiri atas faktor perbedaan jenis media dasar dan konsentrasi BAP. Jenis media yang digunakan adalah WPM dan DKW. Konsentrasi BAP yang digunakan adalah 0, 1,2, dan 4 ppm. Masing-masing perlakuan dibuat 10 ulangan dengan 1 eksplan per botol. Kultur dipelihara dalam ruang kultur dengan pencahayaan 800-1000 lux selama 16 jam per hari, dan suhu ruangan 25 ± 2 °C di ruang kultur. Pengamatan dilakukan selama 8 minggu dengan waktu pengamatan setiap seminggu sekali. Parameter yang diamati meliputi waktu awal pertumbuhan tunas, jumlah tunas pada setiap eksplan, panjang tunas dan jumlah daun serta kondisi kultur.
Pengolahan Data Data yang diperoleh dari pengamatan diuji dengan analisis sidik ragam (Uji F) dan perbedaan di uji lanjut dengan Duncan 's Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 5%. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SAS 9.1.3.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Sterilisasi Eksplan Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan metode sterilisasi berpengaruh nyata terhadap persentase kultur terkontaminasi, kultur mati, dan kultur hidup (Tabel 2, Lampiran 2). Perbedaan metode tersebut terletak pada bahan sterilan yang digunakan, konsentrasi sterilan, dan waktu perendaman. Metode pertama (S 1) merupakan metode sterilisasi standar untuk permukaan dengan menggunakan bahan sterilan alkohol dan bayclin. Kontaminan berupa cendawan muncul 3 HST (hari setelah tanam) (Gambar 1a). Setelah pengamatan selama 2 minggu, kultur yang terkontaminasi 85.0%, dan kultur yang tidak terkontaminasi semuanya hidup yaitu 15.0% (TabeI2). Tabel 2 Perbandingan efektivitas metode sterilisasi kultur zaitun Metode S terilisasi SI S2 S3 S4
Total kultur (botol)
Kultur terkontaminasi
69 55 41 20
~ 85.0 a 41.7 b 51.6b 8.3 c
Kultur mati
Kultur hidup*
(%)
(%)
0.0 c . 50.9 a 28.9 b 0.0 c
15.0 b 7.3 b 19.4 b 91.7 a
*Kultur hidup rnencakup kultur yan g bebas kontarninasi dan tidak mati, aangka yang diikuti huruf yang sarna pada ko lom yang sarna tidak berbeda nyata rnenurut uji DMRT pada tara f 5%
Penambahan bahan sterilan HgCb 0.1 % pada metode S2 cukup efektif mengurangi kontaminasi apabila dibandingkan dengan metode S 1 dilihat dari persentase kontaminasi yang turun sebesar 41.7% (Tabel 2). Kontaminan yang terdapat pada met ode ini adalah cendawan dan bakteri. Kontaminan teramati muncul 5 HST, namun terdapat kontaminan cendawan yang muncul 12 HST. Cendawan tersebut diduga merupakan cendawan endofit karena terlihat hifa berwama putih tumbuh di bagian batang eksplan. Menurut Chliyeh et al. (2014) yang mengisolasi cendawan dari batang berbagai varietas tanaman zaitun melaporkan bahwa Acremonium sp. merupakan salah satu cendawan yang terdapat pada batang tanaman zaitun dengan ciri-ciri koloni berwama putih serta hifa yang panjang. Cendawan ini bukan merupakan patogen dan sering menjadi kontaminan pada kultur in vitro zaitun. Pemberian HgCb menyebabkan kematian kultur ditunjukkan dengan persentase kultur mati yang tinggi (50.9%) dan persentase kultur hidup yang sangat rendah (7.3%). Oleh sebab itu, metode ini juga tergolong kurang tepat. HgCb merupakan bahan kimia yang bersifat keras dan racun (Smith 2013). Kematian kultur disebabkan kerusakan jaringan akibat sterilan yang terlalu kuat, konsentrasi yang kurang tepat, dan waktu sterilisasi yang terlalu lama. Kultur yang mati ditandai dengan perubahan wama eksplan menjadi cokelat kehitaman (Gambar 1b). Penambahan kloramfenikol pada metode S3 juga tidak cukup efektif untuk menghilangkan kontaminan yang ditunjukkan oleh persentase kultur terkontaminasi yang masih tinggi sebesar 51.6% . Kontaminan yang muncul berupa bakteri dan teramati muncul pada 5 HST. Seperti halnya metode S2, penambahan kloramfenikol juga membuat eksplan mati, ditunjukkan dengan persentase kultur
5
mati yang eukup tinggi sebesar 28.9% dan persentase kultur hidup yang r ndah sebesar 19.4% (Tabel 2).
c Gambar 1 Kondisi kultur pada tahap akhir pengujian sterilisasi. (a) kontaminasi eendawan (b) kultur mati ditandai dengan perubahan wama menjadi eokelat kehitaman dan terkontaminasi bakteri (e) eksplan berumur 1 HST pada metode S4 (d) eksplan berumur 14 HST pada metode S4. Garis skala a-d= 1 em. Metode sterilisasi yang paling efektif adalah S4 dengan penambahan biosida Plant Preservative Mixture (PPM) 0.02% yang dieampurkan dalam media praperlakuan, ditunjukkan dengan persentase kontaminasi yang sangat rendah sebesar 8.3%, kultur hidup yang sangat tinggi meneapai 91.7%, dan tidak ada tanaman yang mati (Tabel 2). Selain itu, pemberian biosida PPM tidak mempengaruhi kondisi eksplan, hal tersebut dapat dilihat dari kondisi kultur yang segar dan berwama hijau (Gambar Ie dan Id). Oleh karena itu, metode ini digunakan untuk pekerjaan selanjutnya dan eksplan bersih hasil sterilisasi metode ini digunakan untuk tahap perlakuan. Plant Preservative Mixture merupakan biosida berspektrum luas yang digunakan sebagai bahanpreservative di kultur jaringan tanaman. Bahan aktifPPM adalah 5-chloro-2-methyl-3 (2H)-isothiazolone dan 2 -methyl-3 (2H)-isothiazolone. Bahan aktif PPM ini terserap dalam dinding sel eendawan maupun bakteri, dan menghambat aktivitas enzim dalam siklus metabolisme utama seperti siklus asam sitrat dan rantai transpor elektron. Selain itu PPM juga menghambat transpor monosakarida dan asam amino dari media ke dalam dinding sel eendawan dan bakteri (Guri dan Patel 1998). Plant Preservative Mixture memiliki kelebihan antara lain efektif melawan kontaminasi baik bakteri maupun eendawan, stabil terhadap panas, dan dapat diautoklafbersama media (George dan Tripepi 2001). Menurut Smith (2013) setiap bahan tanaman memiliki tingkat kontaminasi permukaan yang berbeda tergantung dari jenis tumbuhan, bagian yang dipergunakan, lingkungan tumbuh (green house atau lapang), musim waktu pengambilan (musim hujan atau kemarau), umur tumbuhan (tumbuhan mud a atau dewasa), morfologi permukaan (berbulu atau tidak), dan kondisi tumbuhan (sehat atau sakit). Pemeliharaan tanaman yang akan digunakan sebagai eksplan perlu dilakukan untuk mengurangi kontaminasi. Penyemprotan tanaman dengan fungisida dan bakterisida dapat dilakukan untuk mengurangi kontaminasi permukaan terutama tanaman yang berada di lapang. Selain itu, dapat juga dilakukan prunning untuk mempereepat pertumbuhan tunas baru sehingga tersedia bahan eksplan yang tidak membawa kontaminan, terutama mikroorganisme endofit.
6
Pertumbuhan Tunas Lateral Stek mikro atau stek buku tunggal mempakan salah satu teknik dalam kultur in vitro yang sering digunakan untuk perbanyakan tanaman berkayu (woody plant) (Ahuja 1993). Beberapa varietas tanaman zaitun dilaporkan berhasil diperbanyak menggunakan teknik ini (Dimassi 1999; Pontikins dan Roussos 2002; Grigoriadou et al. 2002; Santos et al. 2003; Peixe et al. 2007; Chaari-Rkhis et al. 2010; Rostami dan Shahsavar 2012). Perkembangan kultur diawali dari pertumbuhan mata tunas lateral pada buku tunggal yang kemudian memanjang dan membentuk daun (Gambar 2a dan 2b). Setelah itu daun mulai berkembang dan muncul tunas bam yang memanjang (Gambar 2c dan 2d) sampai membentuk mas-mas bam (Gambar 2e dan 2f).
f Gambar 2 Perkembangan tunas lateral kultur zaitun (a) kultur pada umur 1 MST (b) kultur pada umur 2 MST (e) kultur pada umur 3 MST (d) kultur pada umur 4 MST (e) kultur pada umur 7 MST (f) kultur pada umur 8 MST. Garis skala a-f= 1 em Berdasarkan hasil pengamatan, waktu awal pertumbuhan tunas dimulai pada 6 HST ditunjukkan oleh rentang awal waktu tumbuh tunas pada seluruh perlakuan pertumbuhan tunas dimulai pada 6 HST. Rata-rata waktu paling awal tumbuh tunas terdapat pada perlakuan WPM 1 dan diikuti oleh DKW 2 yaitu 6 HST dan 7 HST dengan rentang waktu pertunasan terpendek 6-9 HST. Rata-rata waktu terlama tumbuh tunas terdapat pada perlakuan WPM 2 diikuti oleh DKW 1 yaitu 12 HST dan 11 HST. Perlakuan WPM 2 dan DKW 1 juga menumbuhkan tunas mulai pada 6 HST tetapi rentang pertunasannya tinggi hingga meneapai 25 hari (Tabel 3). Pada selumh perlakuan jumlah tunas lateral awal yang diamati seragam yaitu 2 tunas. Pengamatan selama 8 MST (minggu setelah tanam) menunjukkan rata-rata jumlah tunas akhir menumn menjadi berkisar antara 1.1 sampai 1.4 (Tabel 3). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada beberapa kultur hanya 1 tunas lateral saja yang melanjutkan pertumbuhannya. Hal ini disebabkan tunas mengalami kerontokan pada 3 MST (Gambar 2c).
Tabel 3 Pertumbuhan tunas lateral kultur zaitun pada umur 8 MST Perlakuan
WPMO WPM 1 WPM 2 WPM 4 DKWO DKW 1 DKW2 DKW4
Rata-rata waktu awal tumbuh tunas (HST) 9 (6-18)* 6 (6-8) 12 (6-21) 8 (6-18) 9 (6-18) 11 (6-25) 7 (6-9) 8 (6-11)
Rata-rata jumlah tunas akhir (8 MST) 1.4
1.3 1.2 1.1 1.2 1.2 1.3 1.2
Rata-rata Panjang tunas o MST** (mm) 1.6 a 1.6 a 1.7 a 1.7 a 1.7 a 1.6 a 1.6 a 1.9 a
Rata-rata panjang tunas 8MST (mm) 3.0 b 3.7 b 4.5 ab 3.5 b 7.4 a 2.4 b 3.1 b 2.3 b
Rata-rata jumlah nodus baru
1.0 b 1.0 b 1.0 b 1.0 b 1.4 a l.lb 1.0 b 1.0 b
*Rentang waktu awal tumbuh tunas, **Umur eksplan 0 MST dalam media perlakuan berasal dari eksplan yang telah berumur 2 MST dalam media praperlakuan MSO, aAngka-angka yang diikuti huruf yang sarna pada kolom yang sarna tidak berbeda nyata menurut uj i DMRT pada taraf 5%
Kombinasi antara konsentrasi BAP denganjenis media berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas lateral eksplan zaitun. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi BAP dengan jenis media berpengaruh nyata terhadap panjang tunas dan jumlah nodus baru (Lampiran 3). Perlakuan DKW 0 memiliki rata-rata panjang tunas tertinggi 7.4 mm sedangkan panjang tunas terendah terdapat pada perlakuan DKW 4 yaitu 2.3 mm. lumlah nodus baru terbanyak dengan rata rata 1.4 terdapat pada perlakuan DKW 0, sedangkan pada perlakuan lainnya rata rata jumlah nodus baru yaitu 1 nodus (Tabel 3). Media DKW memberikan hasil yang lebih baik untuk pertumbuhan tunas lateral pada kultur zaitun dibandingkan dengan media WPM. Hasil penelitian Bell et al. (2009) pada tanaman buah pir (Pyrus communis L.), menunjukkan bahwa pertumbuhan tunas lateral pada media DKW menunjukkan hasil yang paling baik dibandingkan pada media WPM. Respon tersebut kemungkinan disebabkan oleh kandungan kalsium (Ca), nitrogen (N), dan kalium (K) pada DKW lebih tinggi dibandingkan WPM. Pada umumnya, tanaman zaitun dikulturkan dalam media OM (Olive Medium) (Rugini 1984). Akan tetapi tidak semua varietas efektif dikulturkan dengan media ini karena menurut Cozza et al. (1997) setiap varietas membutuhkan formulasi komposisi media yang spesifik. Perbedaan media kultur yang digunakan untuk varietas zaitun yang berbeda menunjukkan adanya penyesuaian dan kebutuhan yang berbeda terhadap media dalam kultur in vitro (Grigoriadou et al. 2002). Kultur pada perlakuan tanpa pemberian BAP pada media DKW memberikan hasil yang lebih baik untuk peltumbuhan tunas lateral berdasarkan panjang tunas dan jumlah nodus baru yang tumbuh. H al ini diduga disebabkan oleh sitokinin endogen dalam kultur telah mampu menstimulasi pertumbuhan tunas lateral. Menurut Roussos dan Pontikins (2002), jika media dan kondisi kultur telah mampu menginduksi sitokinin endogen maka eksplan tanaman zaitun dapat dikulturkan dalam media dengan sitokinin rendah serta dapat dikombinasikan dengan ZPT yang dapat meningkatkan pemanjangan tunas seperti giberelin. lenis ZPT yang sering digunakan pada kultur in vitro tanaman zaitun adalah zeatin. Akan tetapi zeatin tergolong mahal sehingga diperlukan altematif ZPT lain yang efektif untuk kultur in vitro tanaman zaitun dan harganya lebih ekonomis
8
(Briccoli-Bati et al. 2002). Altematif jenis sitokinin lain yang berhasil menggantikan zeatin antara lain thidiazuron dan BAP seperti yang dilaporkan oleh Garcia-Fherriz et al. (2002). Selain itu, Peixe et al. (2007) juga melaporkan bahwa air kelapa dan BAP sukses menggantikan zeatin pad a kultur in vitro tanaman zaitun varietas Galega Vulgar. Selain panjang tunas dan jumlah nodus baru yang tumbuh, jumlah daun juga perlu diamati sebagai parameter pertumbuhan tunas lateral pada kultur zaitun. lumlah daun pada kultur zaitun dipengaruhi oleh konsentrasi BAP saja. Hasil sidik ragam menunjukkan konsentrasi BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah daun (Tabe14, Lampiran 3). Basil pengamatan menunjukkan pada perlakuan BAP 4 ppm memiliki rata-rata jumlah daun terendah yaitu 2.5 dibandingkan dengan perlakuan BAP 1 dan 2 ppm yang memiliki rata-ratajumlah daun 3.4 dan 3.5. Sebaliknya pada perlakuan BAP 0 ppm menunjukkan hasil terbaik dengan rata-rata jumlah daun 4.1 (Tabel 4). Hasil ini menunjukkan adanya korelasi antara panj ang tunas dan jumlah daun. Rata-rata panjang tunas pada perlakuan BAP 0 ppm dalam media DKW cukup tinggi sedangkan pada perlakuan BAP 4 ppm rata-rata panjang tunas rendah. Tabe14 Pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah daun pada kultur zaitun Perlakuan BAP oppm, 1 ppm 2 ppm
4 £Em
Rata-rata jumlah daun 4.1 a 3.4 ab 3.5 ab 2.5 b
aAngka-angka yang diikuti hurufyang sarna pad a kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pad a taraf 5%
Pemberian BAP dengan konsentrasi dan jenis media yang berbeda memberikan pengaruh terhadap kondisi daun pada kultur. Hasil pengamatan kondisi daun pada kultur selama 8 MST menunjukkan perlakuan WPM 4 memiliki persentase kerontokan daun tertinggi yaitu 53 .3% sedangkan pada DKW 1 memiliki persentase kerontokan daun terendah 13.3%. Persentase kondisi daun mengering tertinggi terdapat pada perlakuan WPM 1 33.3% sedangkan pada perlakuan WPM 4 tidak terdapat daun yang mengering atau 0.0%. Selain itu, terdapat kondisi daun layu dengan persentase tertinggi pada perlakuan WPM 2 40.0% dan persentase terendah terdapat pada perlakuan DKW 0, DKW 1, dan DKW 4 (Tabel 5). Awal kerontokan daun rata-rata terjadi pada 2 MST. Daun yang gugur merupakan daun dengan kondisi yang masih baik ditandai oleh wama daun yang hijau (Gambar 3a). Daun mengering ditandai dengan gejala nekrosis mulai dari ujung daun dan menyebar kemudian gugur (Gambar 3b dan 3c). Selanjutnya kondisi daun layu rata-rata terjadi pada 3 MST. Daun layu terjadi pada daun dengan kondisi yang masih baik ditandai dengan wama daun yang masih hijau (Gambar 3d). Kondisi daun kultur zaitun pada media DKW lebih baik dibandingkan dengan kondisi kultur pada media WPM. Selain persentase daun yang mengalami kerontokan, mengering, dan layu pada media DKW lebih rendah dibandingkan media WPM, kondisi daun pada media DKW lebih lebar dan wama daun lebih hijau. Menurut Santos et al. (2003), bentuk daun dan wama daun pada zaitun varietas Madarensis yang dikulturkan di media DKW lebih lebar dan wama hijaunya lebih pekat dibandingkan pada media OM.
9 Tabel 5 Kondisi kultur zaitun selama 8 MST
Perlakuan
Tumbuh kalus di dasar stek
(%) WPM 0 WPM 1 WPM 2 WPM4 DKWO DKW 1 DKW2 DKW4 KK: kultur kontam,
10.0 30.0 10.0
Rata-rata diameter kalus di dasar stek (em) 0.9 0.9 1.2
KK
KM
DR
DM
DL
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
6.7 6.7 6.7 11.7 11.1 11.1 11.1 13.3 0.0 13.3 13.3 10.0 13 .3 0.0 10.0 6.7 12.2 13.3 6.7 10.0 10.0 1.0 0.0 6.7 6.7 0.0 6.7 10.0 0.5 0.0 20.0 6.7 6.7 0.0 17.7 0.0 13.3 6.7 6.7 6.7 16.7 13.3 0.0 8.9 KM: kultur mati, DR: daun rontok, OM: daun mengering, OL: daun layu
Kultur Normal
(%) 63 .8 51.2 66.7 57.8 79.9 66.6 55 .5 61.1
Konsentrasi BAP yang diberikan memberikan pengaruh terhadap kondisi daun pada kultur. Konsentrasi BAP yang terlalu tinggi menimbulkan dampak terjadinya senesensi pada daun. Kerontokan daun tertinggi terdapat pada perlakuan dengan konsetrasi BAP tinggi yaitu 2 dan 4 ppm. Menurut Veseovi et al. (2012), tingkat konsentrasi sitokinin yang tinggi dapat menginduksi peD (Programmed Cell Death) dengan meningkatkan proses senesensi pada kultur Arabidopsis.
Gambar 3 Kondisi daun pada kultur abnonnal (tidak normal) dan normal berumur 8 MST (a) kultur nonnal (b) daun dengan kondisi yang masih baik dan berwama hijau tetapi gugur (c) daun mengalami nekrosis pada bagian ujung (d) daun yang telah kering dan gugur (e) daun dalam kondisi masih baik dan berwama hijau layu (f) kultur mati akibat browning yang ditandai terjadinya perubahan wama menjadi cokelat kehitaman (g) kalus yang muneul di dekat tunas lateral yang berasal dari bekas pemotongan daun (h) kalus yang muneul di bagian bawah. Garis skala a-h= 1 em. Selama 8 MST terdapat beberapa kondisi kultur antara lain kematian kultur, muneulnya kalus, dan kontaminasi. Kematian kultur tertinggi terdapat pada perlakuan DKW 1 dengan persentase meneapai 20.0% sedangkan kematian kultur terendah yaitu 6.7% pada perlakuan DKW O. Kalus muneul di bagian bawah batang pada beberapa perlakuan, antara lain WPM 0, WPM 1, WPM 2, DKW 0, dan DKW 1. Diameter kalus terbesar terdapat pada perlakuan WPM 2 yaitu 1.2 em sedangkan
":
10 diameter terkeeil terdapat pada perlakuan DKW 1 yaitu 0.5 em. Selain itu, terdapat kontaminasi pada beberapa perlakuan an tara lain WPM 0, WPM 2, WPM 4, dan DKW 4. Persentase kontaminasi berkisar antara 6.7% sampai 13.3%. Kultur normal tertinggi terdapat pada perlakuan DKW 0 yaitu 79.9% dan terendah terdapat pada perlakuan WPM 1 yaitu 51.2% (Tabel 5). Kultur normal merupakan kultur yang memiliki kondisi daun yang baik dan tidak berkalus (Gambar 3e). Sebagian besar kematian kultur disebabkan oleh terjadinya browning yang ditandai dengan perubahan wama pada kultur menjadi cokelat kehitaman dan wama media yang berubah menjadi kekuningan (Gambar 3f). Menurut Corduk dan Aki (2011), komponen fenolik dilepaskan dari permukaan eksplan yang dipotong atau bagian yang terluka, kemudian teroksidasi menjadi produk fitotoksik, akibatnya kultur berubah wama menjadi kecokelatan, berhenti tumbuh, dan mati. Selain disebabkan oleh browning, kematian kultur juga disebabkan oleh muneulnya kalus pada bagian dekat tunas lateral (Gambar 3g). Bagian tersebut merupakan daerah pelukaan bekas daun yang dipotong. Kalus yang muneul rata-rata banyak terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi BAP 2 dan 4 ppm. Oleh karena itu, muneulnya kalus kemungkinan disebabkan konsentrasi BAP yang tinggi. Selain kalus yang muneul pada bagian dekat tunas lateral, kalus juga muneul pada bagian dasar stek (Gambar 3h). Kalus ini rata-rata muneul pada 3 MST. Terbentuknya kalus pada perlakuan tanpa BAP yaitu WPM 0 dan DKW 0 mengindikasikan bahwa kultur telah mampu menginduksi sitokinin endogen. Hal ini dapat menjelaskan bahwa tanpa pemberian BAP pada media perlakuan, tunas lateral tetap dapat tumbuh karena sitokinin endogen telah mampu menstimulasi pertumbuhan tunas.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Media DKW tanpa penambahan ZPT BAP merupakan komposisi media yang memberikan hasil terbaik untuk pertumbuhan tunas lateral pada kultur stek buku tunggal zaitun. Metode sterilisasi yang paling efektif untuk kultur zaitun adalah metode sterilisasi 4 (S4), yaitu metode standar dengan penambahan biosida Plant Preservative Mixture (PPM) 0.02% pada media kultur.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait peningkatan panjang tunas pada kultur zaitun, karen a pada penelitian ini panjang tunas tergolong pendek. Oleh karen a itu perlu pemanjangan tunas dengan ZPT seperti giberelin sehingga dapat dihasilkan nodus baru yang lebih banyak. Nodus baru tersebut nantinya akan dijadikan eksplan generasi kedua dan selanjutnya untuk multiplikasi tanaman zaitun.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ahuja MR. 1993. j\1icropropagation of Woody Plant. Dordrecht (ND): Kluwer Academic Publisher. Amstrong M. 2007. Wildlife and Plants. New York (US): Marshall Cavendish Corporation. Bell RL, Srinivasan C, Lomberk D . 2009. Effect of nutrient media on axillary shoot proliferation and preconditioning for adventitious shoot regeneration of pears. In Vitro Cell. Dev. Biol.Plant 45(6): 708-714 . B11ccoli-Bati C, Godino G, Nuzzo V. 2002. Preliminari agronomic evaluation of two cultivars of olive trees obtained from micropropagation methods. Acta Hort . 586: 870-876. Chaari-Rkhis A, Drira N, Maalej M, Standardi A. 2011. Micropropagation of olive tree Olea europaea L. Oueslati. Turk J Agric For. 35: 403-412. Chliyeh M, Rhimini Y, Selmaoui K, Touhami AO, Filali-Maltouf A, Modafar CE, Moukhli A, Oukabli A, Benkirane R, Douira A. 2014. Survey of the fungal species associated to Olive-tree (Olea europaea L. ) in Morocco. Int. 1. Rec. Biotech 2(2): 15-32. Civantos L. 2010. Olive Growing. 5 th ed. New South Wales (AU): RIRDC Pro Corduk N, Aki C. 2011. Inhibition of browning problem during micropropagation of Sideritis trojana Bornm an endemic medicinal herb of Turkey. Rom Biotech Lett 16(6): 6760-6765. Cozza R, Bricolli BC, Bitonti MB . 1997. Influence of growth medium on mineral composition and leaf histology in micropropagated planlets of Olea europaea. Plant Cell Tiss Org 51: 215-223. Dimassi K. 1999. Micropropagation studies of the cv. Kalamon olives (Olea europaea L.). Acta Hort. 474 : 83-86. Driver lA, Kuniyuki AH. In vitro propagation of paradox walnut rootstock. Hortscience 19: 507-509. [FDA] Food and Drug Administration (US). 2004. FDA allows qualified health claim to decrease risk of coronary health disease. [Internet] . (diunduh 19 November 2014). Tersedia pada: http://www.fda.gov/newsevents/newsroom Ipressannouncements12004/ucm 108368 .htm. Foster R, Lunn l, Williamson CS. 2009. Culinary oils and their health effects. Br Nutr Bull 34: 4-47. Garcia-Fherriz, Ghorbel L, Ybarra R, Mari M, Belaj A, Trujillo I. 2002. Micropropagation from adult olive trees. Acta Hort. 586: 879-882. George MW, Tripepi RR. 2001. Plant preservative mixture can affect shoot regeneration from leaf explants of Chrysantemum, European birch, and Rhododendron. Sci Hort 36(4): 768-769. Grigoriadou K, Vasilakakis M, Eleftheriou EP. 2002. In vitro propagation of the Greek olive cultivar Chondri a Chalkidikis. Plant Cell Tiss Org 71: 47-54. Guri AZ, Patel KN. 1998. Compositions and Methods to Prevent Microbial Contamination of Plant Tissue Culture Media. Washington (US) : U .S. Patent and Trademark Office.
12 Llyod G, McCown B. 1980. Commercialy feasible micropropagation of mountain laural (Kalmia lati/olia) by use of shoot tip cultures. Comb Proc Inti Soc 30:421 427. Micheli M, Behi A W, Zakhour D, Yasin M, Standardi A. 2009. In vitro proliferation of olive (Dolce agogia and Moraiolo): effect of different cytokinins. Di dalam: Costa G, editor. XI International Symposium on Plant Bioregulators in Fruit Production; 2009 September 20-24; Bologna, Italia. Bologna (IT): Acta Horticultura. hIm 587-590. Murashige T, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassay with tobacco tissue cultur. Plat PhysioI15:473-479. Peixe A, Raposo A, Lourenco R, Cardoso H, Macedo E. 2007. Coconut water and BAP successfully replaced zeatin in olive (Olea europaea L.) micropropagation. Sci Hort (113): 1-7. Pontikins CA, Roussos PA. 2002. In vitro propagation of olive (Olea europaea L.) cv. Koroneiki. Plant Growth Regul37: 295-304. Revilla MA, Pacheco J, Casares A, Rodriguez R. 1996. In vitro reinvigoration of mature olive trees (Olea europaea L.) through micrografting. In Vitro Cell Dev-PI32: 257-261. Rostami AA, Shahsavar AR. 2012. In vitro micropropagation of olive (Olea europaea L.) Mission by nodal segments. JBiol.Environ.Sci 6(17): 115-159. Rugini E. -1984. In vitro propagation of some olive (Olea europaea sativa L) cultivars with different root ability and medium development using analytical data from developing shoots and embryos. Sci Hort 24: 123-134. Rugini E, Fedeli E. 1990. Legumes and Oilseed I: Olive (Olea europaea L.) as an Oilseed Crop. Bajaj YPS, editor. New York (US): Springer. Rugini E, Guttierez PP, Sampinanto PL. 1999. New prespective for biotechnologies in olive breeding: morphogenesis, in vitro selection and gene transformation. Act Hort474: 107-110: Santos CV, Brito G, Pinto G, Fonseca HM. 2003. In vitro planlet regeneration of Olea europaea ssp. Madarensis. Sci Hort 97: 83-87. Smith RH. 2013. Plant Tissue Culture: Techniques and Experiment. 3th ed. California (US): Academic Press. [USITC] United States International Trade Comission (US). 2013. Olive Oil Condition of Competition between US and Major Foreign Supplier. Washington (US): USITC. Vescovi M, Riefler M, Gessuti M, Novak 0 , Schumulling T, Schiavo FL. 2012. Programmed cell death induce by high levels of cytokinin in Arabidopsis cultured cells is mediated by the cytokinin receptor CRElIAHK4. J Exp. Bot 63(7): 28-32.
13
DAFTAR LAl\-IPIRAN 1
media MS (Murashige dan Skoog 1962), DKW dan Kuniyuki 1984), WPM (Llyod dan McCown 1 Media 1- 1
DKW 1-1
Media WP 1-1
1416 112.5 361.49 265 1550 1367 33.8 45.5
400 96 370 170
Han makro 1900 1650 440 370 170
MgS04.7H20 KH2P04 K2S04 Ca(N03)2.4H20 FeS04.7H20
27.85 37.25
Han mikro MnS04.I-hO I-hB03 ZnS04.7I-hO Na2Mo04.2H20
6.2 -8.6 0.250 0.025 0.025 0.830
100 F perbandingan
6.2 8.6 0.25
17 0.39 0.29
0.1 0.5 0.5
Pyridoxine-HCl Nicotinic Myo-inositol
Lampiran 2 Basil
33.5
1
CoCb.6H20 KI Vitamin
57.6 27.8
2 0.5
1
100 100 efektivitas metode sterilisasi pada
nyata pada tarafuji 5%
tunas (em) Rata-rata jumlah nodus barn
tn
*
* "
14 Lampiran 4 Hasil uji F pengaruh interaksi jellis media dan konsentrasi ZPT BAP terhadap panjang tunas, jumlah nodus bam, dan jumlah daun pada kultur zaitun Parameter yang diuji Rata-rata panjang tunas Rata-rata jumlah nodus baru
Db
JK
KT
F hitung
Pr > F
KK (%)
7
0.6039
0.0862
3.30
0.0042*
55.05
7
2.8875
0.4125
4.18
0.0006*
28.23
Db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah , KK.: koefisien keragaman, *berpengaruh nyata pada taraf uji 5%
RIWAYATHIDUP Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 04 luli 1991 dari pasangan lumadi dan Harmini. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan TK Pertiwi 1 pad a tahun 1997, menyelesaikan pendidikan dasar di SO Negeri Puro 2 pad a tahun 2004, dan menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah pertama di SMP Negeri 1 Karangmalang pad a tahun 2007. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA N egeri 2 Sragen dan lulus pada tahun 2010. Melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) penulis melanjutkan pendidikannya sebagai salah satu mahasiswa Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan A1am, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Biologi Oasar TPB pada tahun ajaran 2012/2013, 201312014, dan 2014/2015, Fisiologi Tumbuhan pada tahun ajaran 201312014 dan Kultur Jaringan Tanaman pada tahun ajaran 2013/2014 dan 201512016. Penulis merupakan salah satu penerima beasiswa LOTTE foundation pada tahun 2013. Penulis juga aktif sebagai anggota Divisi Biosains HIMABIO Kabinet Punca 2011 /2012 dan ketua Divisi Biosains HlMABIO Kabinet Neuron 201212013. Selain itu penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan di IPB. Selama menempuh studi di Departemen Biologi, penulis melakukan penelitian dalam studi lapang mengenai Invasive Alien Plant Species Di Kebun Raya Cibodas pada tahun 2012 dan praktik lapang di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang mengenai Budidaya Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) dengan Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP) pada tahun 2013 .