PROSIDING SEMINAR NASIONAL MIKOLOGI Biodeversitas dan Bioteknologi Sumberdaya Hayati Fungi
ISBN : 978-979-16109-5-7
PENGARUH MEDIA DAN LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN MISELIUM JAMUR PELAPUK PUTIH SERTA POTENSINYA SEBAGAI PENDEGRADASI LIGNIN PADA BAGAS TEBU Vita Taufika Rosyida, Cici Darsih, Satriyo K. Wahono UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (BPPTK – LIPI), Desa Gading, Kecamatan Playen, Kab. Gunungkidul – Yogyakarta Telp/Fax : (0274) 392570/391168 Email :
[email protected],
[email protected],
Abstrak Dalam proses produksi bioetanol menggunakan biomassa lignoselulosa seperti bagas tebu perlu dilakukan perlakuan awal ( pretreatment) untuk memisahkan selulosa dari lignin yang mengikatnya. Studi invitro tentang karakteristik empat isolat jamur pelapuk putih yaitu Phanero-chaete chrysosporium, Schizophyllum commune, Lentinula edodes, dan Grifola frondosa yang meliputi pengaruh media, temperatur in kubasi dan pH media telah dilakukan menggunakan ran -cangan acak lengkap . Isolat Phanerochaete chrysosporium. menunjukkan pertumbuhan yang paling bagus di media Malt Pepton Agar (MPA). Isolat ini juga menunjukkan pertumbuhan miselium dengan diameter kolon i terbaik di medium dengan pH basa. Pertumbuhan miselium terbaik ditunjukkan oleh isolat Schizophyllum commune pada temperatur suhu hangat (37 oC). Potensi sebagai pendegradasi lignin pada bagas dilakukan dengan metode Chesson yang meliputi nilai lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur Lentinula edodes mampu menguraikan lignin bagas lebih baik dibandingkan ketiga jamur pelapuk putih lainnya dengan nilai lignin sebesar 15,74%, selulosa sebesar 57,18%, dan hemiselulos a sebesar 20,36% dengan waktu inkubasi selama 45 hari. Kata Kunci: bioetanol, bagas, lignoselulosa, jamur pelapuk putih PENDAHULUAN Di alam terdapat tiga kelompok jamur yang dapat menguraikan komponen kayu (lignoselulosa) yaitu pelapuk coklat ( brown rot), pelapuk putih ( white rot ) dan pelapuk lunak ( soft rot ). Pengelompokan jamur pelapuk berdasarkan pada hasil proses pelapukan. Jamur pelapuk coklat menghasilkan sisa hasil pelapukan berwarna coklat sedangkan jamur pelapuk putih menghasilkan sisa has il pelapukan yang berwarna putih. Ketiga jenis jamur tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan mendegradasi lignin yang tinggi dengan sedikit mengakibatkan kehilangan selulosa. Sifat ini menguntungkan sehingga dap at digunakan pada proses delignifikasi (Hendro Risdianto, dkk, 2007)
106
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MIKOLOGI Biodeversitas dan Bioteknologi Sumberdaya Hayati Fungi
ISBN : 978-979-16109-5-7
Tabel 1. Pengaruh Media terhadap Pertumbuhan Koloni Isolat Jamur Pelapuk Putih setelah Diinkubasi pada suhu kamar selama 7 hari (cm) Isolat Media MEA PDA MPA Diameter koloni (cm) Phanerochaete chrysosporium 6,700 cd 7,936 b 8,596 a c c Schizophyllum commune 7,096 7,233 4,216 e Lentinula edodes 6,373 d 3,056 f 1,413 h e e Grifola frondosa 4,660 4,306 2,096 g Data dalam kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Ganda Duncan’s pada taraf 5%.
Macam medium berpengaruh nyata terhadap diameter koloni isolat masing masing jamur pelapuk putih. Ke empat jenis jamur pelapuk putih ini tumbuh baik pada medium MEA . Isolat jamur Phanerochaete chrysosporium menunjukkan pertumbuhan miselium yang terbaik dari ketiga jenis jamur pelapuk putih lainnya pada medium MPA dengan diameter koloni 8,596 cm. Pengaruh Suhu Ruang Inkubasi terhadap Pertumbuhan Koloni Isolat Jamur Pelapuk Putih Tabel 2. Pengaruh Suhu RuangInkubasi terhadap Pertumbuhan Koloni Isolat Jamur Pelapuk setelah diinkubasi selama 7 hari (cm) Isolat
Phanerochaete chrysosporium Schizophyllum commune Lentinula edodes Grifola frondosa
5oC 1,840 g 1,883 g 0,940 h 0,970 h
Media 29oC 37oC Diameter koloni (cm) 6,700 b 3,310 e 7,096 a 7,000 a c 6,373 0,940 h 4,660 a 0,920 h
Data dalam kolom yang sama, yang diikuti oleh huruf yang sama, menu berbeda nyata menurut Uji Jarak Ganda Duncan’s pada taraf 5%.
njukkan tidak
Tingkat suhu ruang inkubasi berpengaruh nyata terhadap diameter koloni isolat masing masing jamur pelapuk putih. Keempat jenis jamur pelapuk putih ini tumbuh baik pada suhu ruan gan 29oC. Isolat jamur Schizophyllum commune menunjukkan pertumbuhan miselium yang terbaik dari ketiga jenis jamur pelapuk putih lainnya dengan diameter koloni 7,096 cm.
109
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MIKOLOGI Biodeversitas dan Bioteknologi Sumberdaya Hayati Fungi
ISBN : 978-979-16109-5-7
Pengaruh pH terhadap Pertumbuhan Koloni Isolat Jamur Pelapuk Putih Tabel 3. Pengaruh pH terhadap Pertumbuhan Koloni Isolat Jamur Pelapuk setelah diinkubasi selama 7 hari (cm) Isolat Media Asam Netral Basa Diameter koloni (cm) de Phanerochaete chrysosporium 5,866 6,700 bc 8,316 a e b Schizophyllum commune 5,680 7,096 5,626 e Lentinula edodes 6,373 cd 1,413 h 3,056 g f f Grifola frondosa 4,126 4,660 4,633 f Data dalam kolom yang sama, yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Ganda Duncan’s pada taraf 5%.
Tingkat pH media berpe ngaruh nyata terhadap diameter koloni isolat masing masing jamur pelapuk putih. Isolat jamur Phanerochaete chrysosporium menunjukkan pertumbuhan miselium yang terbaik pada media basa dengan diameter koloni 8,316 cm. Pengaruh Pretreatment Bagas sebagai bi omassa sebagian besar besar tersusun dari polisakarida dan senyawa berbasis fenol terutama selulosa, lignin dan sedikit senyawa yang mudah larut atau sering disebut sebagai senyawa abu (M. Samsuri et al., 2007). Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan l ignin pada bagas kurang lebih 24% dari total bagas. Kandungan selulosa dan hemiselulosa berkisar 52% dan 20%. Hasil analisis kandungan lignin, hemiselulosa, selulosa, pH, dan kadar air ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi kandungan lignin, hemiselulosa, selulosa, pH, dan kadar air Bagas Komposisi Kandungan bagas Lignin hemiselulosa 24% 20%
Selulosa 52%
pH 6,45
Kadar air 11%
Hasil perlakuan pretreatment bagas menggunakan jamur pelapuk putih Phanerochaete chrysosporium, Schizophyllum commune, Lentinula edodes, dan Grifola frondosa dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15, 30, dan 45 hari terlihat pada grafik 1, 2, 3, dan 4. Delegnifikasi lignin sangat penting karena komponen ini dapat menghalangi hidolisis enzim. Jamur pelapuk putih dapat digunakan untuk biodegradasi karena jamur ini dapat menghasilkan enzim -enzim seperti lignin peroxidase (LiP), manganese-depent peroxidase (MnP), dan laccase (A. Kuila et.el., 2011). Enzim -enzim ini dapat mengoksidasi senyawa -senyawa fenolik yang terdapat pad a lignin sehingga ikatannya rusak (M. Samsuri, et. al., 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pretreatment bagas menggunakan jamur pelapuk putih Lentinula edodes dengan waktu inkubasi selama 45 hari memberikan penurunan lignin terbesar yaitu sebesar 15,74% dan terjadi
110
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MIKOLOGI Biodeversitas dan Bioteknologi Sumberdaya Hayati Fungi
ISBN : 978-979-16109-5-7
menunjukkan pertumbuhan yang paling bagus di media MPA dengan diameter koloni 8,596 cm. Keempat jenis jamur pelapuk putih ini tumbuh baik pada suhu ruangan 29 oC. Isolat jamur Schizophyllum commune menunjukkan pertumbuhan miselium yang terbaik dar i ketiga jenis jamur pelapuk putih lainnya dengan diameter koloni 7,096 cm. Isolat jamur Phanerochaete chrysosporium menunjukkan pertumbuhan miselium yang terbaik pada media basa dengan diameter koloni 8,316 cm. DAFTAR PUSTAKA Achmad, Herliyana. Elis Nin a, Yurti Osica Asno Ferlina, Hidayat Anag Pranoto, 2009. Karakterisasi Fisiologi Isolat Pleurotus spp. Littri 15 (1) 46-51. Anindyawati, T. 2009. Prospek Enzim dan Limbah Lignoselulosa untuk Produksi Bioetanol. Berita Selulosa 44 (1): 49-56 Datta, R. 1981. Acidogenic fermentation of lignocellulose -acid yield and conversion of components. Biotechnology and Bioengineering 23 (9): 2167 2170. Fuentes, L. L. G., S.C. Rabelo, R.M. Filho, and A.C. Costa. 2011. Kinetics of Lime Treatment of Sugarcane Bagasse to E nhance Enzymatic Hydrolisis. Appl. Biochem. Biotechnol 163: 612-25 Fadilah, Sperisa Distantina, Enny Kriswiyanti Artati, dan Arif Jumari, 2008,Biodelignifikasi Batang Jagung dengan Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium, Ekuilibrium Vol. 7 No. 1 . Januari 2008 : 7 – 11 Hermiati, E. 2010. Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu untuk Produksi Bioetanol. Jurnal Litbang Pertanian 29 (4): 2-130 Hendro Risdianto, Tjandra Setiadi, Sri Harjati Suhardi, dan Wardono Niloperbowo, 2007, Pemilihan Spesies Jamur dan Media Imobilisasi untuk Produksi Enzim Ligninolitik, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa dan Proses. ISNN 1411-426. Kuila, A., M. Mukhopadhyyay, D.K. Tuli, R. Benerjee, Production of Ethanol from Lignosellulosics : An Enzymatic Venture, 2011, EXCLI Journal, 10, 1611-2156 M. Samsuri, G. Gozan, R. Mardias., M. Baiqun, H. Hermansyah, A. Wijanarko, B. Prasetya, dan M. Nasikin, Pemanfaatan Sellulosa Bagas untuk Produksi Ethanol melalui Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak dengan Enzim Xylanase, 2007, Makara Teknologi, 11, hal 17-24 Rolz, C., de Leon, R. de Arriola, M.C. and de Cabrera, S., 1986, Biodelignification of Lemon Grass and Citronella Bagasse By white Rot fungi, Applied and environmental Microbiology, 52,hal. 607-611 Sindhu, R. 2010. Formi c Acids as Potential Treatment Agent For The Convertion of Sugarcane Bagasse to Bioethanol. Appl Biochem Biotechnol 162: 23132323 Taherzadeh, M.J. and K. Karimi. 2008. Treatment of lignocellulosic Wastes to Improve Ethanol and Biogas Production. A Review. Int. J. Mol. Sci. 9: 1621-1651
113