PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP BIAYA MODAL EKUITAS (Studi pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Seny Selpiani 094020034
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2013
PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP BIAYA MODAL EKUITAS (Studi pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Bandung, 27 April 2013 Mengetahui,
Pembimbing
Ruslina Lisda, SE.,M.Si
Dekan Fakultas Ekonomi
Dr.H.R.Abdul Maqin, SE.,MP
Ketua Program Studi
Dr.H.Sasa.S.Suratman, SE.,M.Sc
MOTTO “Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Alah akan memudahkan baginya jalan ke surga”. (HR. Muslim) “Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya, dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat”. (HR. Ar-Rabii’)
“ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat“. (Q.S Al- Mujadalah ayat 11)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI periode tahun 2005-2011. Manajemen laba merupkan tindakan manajemen dengan sengaja dalam mengatur laba, biasanya untuk memenuhi tujuan pribadi atau perusahaan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan verifikatif, bertujuan untuk memberikan gambaran, faktual dan akurat dengan hasil akhir berupa verifikasi dari teori atau hipotesis untuk diterima atau ditolak. Dalam pemilihan sampel yang peneliti gunakan metode purposive sampling dan berdasarkan kriteria, sampel yang diperoleh yaitu 10 perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI pada periode tahun 2005-2011. Data diuji dengan menggunakan analisis korelasi sederhana, analisis regresi sederhana, uji hipotesis. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil penelitian menunjukkan bahwa, manajemen laba tidak berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas, yang dibuktikan dari hasil thitung < ttabel yaitu 1,843 < 2,024 sig. 0,073 > 0,05. Koefisien kolerasi sampel diperoleh sebesar 0,286 yang menunjukan adanya kolerasi positif dan memiliki hubungan yang rendah.
Kata Kunci: Manajemen Laba , Biaya Modal Ekuitas
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrahim Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji syukur yang tiada henti-hentinya penulis panjatkan kepada Alloh SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir skripsi ini dengan judul : “Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas (Studi
pada Perusahaan Pertambangan
yang Terdaftar di BEI)”. Penyusunan tugas akhir skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi program perkuliahan S1 Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, masih banyak kekurangan dan kelemahan. Walaupun demikian, penulis telah berusaha segenap kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki untuk menyajikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Hal ini juga dapat terwujud berkat bimbingan, bantuan, pengarahan, petunjuk, dorongan dan doa dari berbagai pihak yang begitu besar manfaatnya bagi penulis sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Ruslina Lisda, SE.,M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan kesabaran hati dan ketelitiannya memberikan petunjuk dan pengarahan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dengan mengucapkan syukur, penulis persembahkan skripsi ini untuk kedua orangtuaku yang telah membesarkanku dan selalu memberikan doa,
ii
dukungan, dan kasih sayang tak terhingga. Mamahku tercinta terima kasih untuk kasih untuk kasih sayang dan nasehat yang selalu engkau berikan untukku yang masih aku rasakan sampai saat ini. Bapakku, yang tidak kenal lelah memberikan kasih sayang dan pengorbanannya selama ini, semoga aku dapat memenuhi harapnmu. Dan kesempatan ini pula, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Prof. Dr. Ir. H. Eddy Yusuf, Sp., M.Si., M.Kom selaku Rektor Univesitas Pasundan Bandung.
2.
Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., MP selaku Dekan Fakultas Ekonomi Univesitas Pasundan Bandung.
3.
Dr. H. Sasa S. Suratman, SE., M.Sc selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Pasundan.
4.
Bapak Dadan Soekardan, SE.,MSi., selaku Sekertaris Program Studi Akuntansi dan juga selaku Dosen Wali.
5.
Bapak Kosim yang telah membantu dalam segala hal yang berhubungan surat menyurat dalam menyelesaikan penyusunan tugas akhir skripsi ini.
6.
Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berharga, serta seluruh Staf Akademika Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan yang telah membantu melaksanakan administrasi kuliah.
iii
7.
Sekali lagi untuk kedua orang tua, Bapak, mamah, adik dan saudara-saudara tercinta yang telah begitu banyak membantu baik moril maupun materil kepada penulis sampai sekarang ini.
8.
Teman-teman di AK-A yang penuh canda tawa, Diana, Asty, Santy, Novita, Putra, Donny, Cahya yang selalu memberikan semangat, motivasi, perhatian. Buat Lasyout Family hari-hari yang telah kita lalui akan menjadi kenangan dan ingatan bahwa kita pernah bersama, mudah-mudahan kita semua menjadi orang yang sukses.
9.
Teman seperjuangan yang selalu membantu penulis Wulan Wulianti thank you sist,Fitri, Astuti, Teh Rina, Teh Riska silaturahmi kita akan selalu terjaga.
10. Teman-Teman Program Studi Akuntansi Angkatan 2009 atas bantuannya, kebersamaan, tawa dan canda kita akan menjadi kenangan terindah yang tidak akan pernah terlupakan. 11. Semua pihak yang membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Mudah-mudahan segala amal kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT, dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua yang akan menggunakannya sebagai bahan rujukan di masa yang akan datang,aamiin. Wassalammualaikum Wr.Wb Bandung, April 2013 Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN MOTTO ABSTRAK .................................................................................................. i KATA PENGANTAR ................................................................................ ii DAFTAR ISI .............................................................................................. v DAFTAR TABEL ....................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 1.2 Identifikasi Masalah..................................................................... 10 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 10 1.4 Kegunaan Peneltian ..................................................................... 11 1.1.1 Kegunaan Teoritis ......................................................... 11 1.1.2 Kegunaan Praktis ........................................................... 11 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................ 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka ............................................................................. 13 2.1.1 Pengertian Pasar Modal .............................................. 13
v
............................................................................................................... 2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pasar Modal ........................................... 13 2.1.3 Pengertian Saham ........................................................ 14 ..................................................................................................................... 2.1.4 Jenis-Jenis Saham............................................................................... 15 2.1.4.1 Saham Biasa (Common Stock)...................................... 16 2.1.4.2 Saham Preferen (Preferred Stock) .................. 16 2.1.5 Laporan Keuangan .................................................................. 17 2.1.5.1 Pengertian Laporan Keuangan ..................... 17 2.1.5.2 Tujuan Laporan Keuangan ........................... 17 2.1.5.3 Pemakai Laporan Keuangan ......................... 18 2.1.5.4 Bagian-bagian Laporan Keuangan ................. 18 2.1.6 Laba ......................................................................... 19 2.1.6.1 Pengertian Laba ............................................ 19 2.1.6.2 Tujuan Laba .................................................. 19 2.1.7 Manajemen Laba ....................................................... 20 2.1.7.1 Pengertian Manajemen Laba ........................ 20 2.1.7.2 Motivasi Manajemen Laba ........................... 22 2.1.7.3 Bentuk Manajemen Laba.............................. 23 2.1.7.4 Teknik-Teknik Manajemen Laba .................. 25 2.1.7.5 Praktik Manajemen Laba.............................. 26 2.1.7.6 Metode pendeteksian Manajemen Laba ........ 27
vi
2.1.8 Biaya Modal .............................................................. 30 2.1.8.1 Pengertian Biaya Modal ............................... 30 2.1.8.2 Fungsi Biaya Modal ..................................... 32 2.1.8.3 Sumber Dana Biaya Modal .......................... 32 2.1.8.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Modal ................................................ 33 2.1.9 Biaya Modal Ekuitas ................................................ 34 2.1.9.1 Pengertian Biaya Modal Ekuitas................... 34 2.1.9.2 Pengukuran Biaya Modal Ekuitas ................. 35 2.2 Kerangka pemikiran .................................................................... 38 2.3 Hipotesis..................................................................................... 46
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian yang Digunakan ............................................ 47 3.1.1 Objek Penelitian ........................................................ 47 3.1.2
Metode Penelitian..................................................... 47
3.1.3
Model Penelitian ...................................................... 49
3.2 Definisi Variabel dan Operasional Variabel ................................ 50 3.2.1 Definisi Variabel ....................................................... 50 3.2.2 Variabel Operasional ................................................. 52 3.3 Populasi dan Sampel ................................................................... 55 3.3.1 Populasi .................................................................... 55 3.3.2 Teknik Sampling ......................................... 57
vii
3.3.3 Sampel ........................................................ 59 3.4 Sumber Data danTeknik Pengumpulan Data ............................... 60 3.4.1 Sumber Data............................................................. 60 3.4.2 TeknikPengumpulan Data ........................... 61 3.5 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis .......................... 62 3.5.1 Metode Analisis Data ............................................... 62 3.5.1.1 Analisis Deskriptif ..................................... 62 3.5.1.2 Analisis Verifikatif...................................... 64 3.5.2 Rancangan Pengujian Hipotesis .................. 71
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ......................................................................... 74 4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia ............................................. 74 4.1.2 Gambaran Data ManajemenLaba Perusahaan Pertambangan .................................... 85 4.1.3 Gambaran Data Biaya Modal Ekuitas Perusahaan Pertambangan .................................... 90 4.2 Pembahasan............................................................................................. 94 4.2.1 Analisis Manajemen Laba pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ............................................ 94 4.2.2 Analisis Biaya Modal Ekuitas pada Perusahaan
viii
Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ............................................ 98 4.2.3 Analisis Uji Asumsi Klasik ................................... 101 4.2.4 Analisis Pengaruh Manajemen Laba terhadap Biaya Modal ekuitas ............................... 105 4.2.4.1 Analisis Kolerasi ....................................... 106 4.2.4.2 Analisis Linear Regresi Sederhana ........... 107 4.2.4.3 Pengujian Hipotetisis Secara Parsial (t) .... 108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 114 5.2 Saran.............................................................................................. 115
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya .................................................................. 45 Tabel 3.1 Operasional Variabel Manajemen Laba ........................................ 53 Tabel 3.2 Operasional Variabel Biaya Modal Ekuitas ................................... 54 Tabel 3.3 Daftar Perusahaan Pertambangan yang menjadi Populasi .............. 56 Tabel 3.4 Kriteria Sampel ............................................................................. 59 Tabel 3.5 Daftar Sampel Perusahaan Pertambangan ...................................... 60 Tabel 3.6 Pedoman Untuk Memberikan Interprestasi Koefisien Korelasi ...... 71 Tabel 4.1 Akrual Modal Kerja pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011 ..................... 87 Tabel 4.2 Manajemen Laba pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011 ..................... 89 Tabel 4.3 Perkembangan Biaya Modal Ekuitas Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011 ............ 92 Tabel 4.4 Gambaran Data Manajemen Laba Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011 ........... 94 Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Praktik Manajmen Laba Tahun 2005-2011 ..... 97 Tabel 4.6 Perkembangan Biaya Modal Ekuitas Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011 ............ 98 Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Biaya Modal Ekuitas (BME) Tahun 2005-2011 .......................................................................... 101 Tabel 4.8 Hasil Pengujian Asumsi Normalitas............................................... 103
x
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Asumsi Autokorelasi ............................................ 104 Tabel 4.10 Hasil Pengujian Asumsi Heteroskedastisitas ................................ 105 Tabel 4.11 Koefisien Korelasi Manajemen laba Dengan Biaya modal ekuitas ....................................................... 106 Tabel 4.12 Kategori Koefisien Korelasi ........................................................ 106 Tabel 4.13 Hasil Regressi Antara Manajemen laba Terhadap Biaya modal ekuitas..................................................................... 107 Tabel 4.14 Hasil Regresi Antara Manajemen laba Terhadap Biaya modal ekuitas..................................................................... 109 Tabel 4.16 Rekapitulasi Hasil Penelitian Uji Asumsi Klasik .......................... 112 Tabel 4.17 Rekapitulasi Hasil Penelitian Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas ........................ 113
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Paradigma Penelitian ................................................................. 44 Gambar 3.1 Model Penelitian ........................................................................ 49 Gambar 4.1 Grafik Manajemen Laba ............................................................ 95 Gambar 4.2 Grafik Biaya Modal Ekuitas ....................................................... 99 Gambar 4.3 Grafik Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho ............................ 110
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pasar modal di Indonesia telah memberikan peran yang cukup besar dalam
rangka mendorong kenaikan kegiatan bisnis, terutama dalam bidang investasi. Hadirnya pasar modal merupakan alternatif investasi bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya salah satu cara yang dapat dilakukan oleh badan usaha untuk membiayai rencana investasinya dengan cara go public. Bursa efek Indonesia sebagai salah satu penyelenggara bursa di Indonesia bertugas untuk menyelenggarakan perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien. Bursa efek menurut UU No. 8 1995 adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihakpihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka. Pasar modal memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan besar dalam waktu singkat bagi setiap investor. Namun sebelum memutuskan untuk berinvestasi di pasar modal terlebih dahulu seorang investor akan meramalkan untung ruginya atau mengevaluasi kemungkinan hasil yang akan diterima dari investasi tersebut dengan cara menyelidiki dan mencari informasi yang selengkap mungkin mengenai kondisi, prospek ekonomi ataupun kinerja perusahaan tempat dana tersebut diinvestasikan.
1
Dengan menginvestasikan dananya, para pemodal mengharapkan akan memperoleh return dari penyerahaan dana tersebut, yang dapat berupa dividen atau dengan mendapatkan keuntungan (gain) dari peningkatan harga saham. Sedangkan dari sisi manajemen perusahaan, dengan tersediannya dana dari pihak luar memungkinkan mereka melakukan investasi untuk mengembangkan perekonomian perusahaan. Ditinjau dari kompensasi perusahaa, return merupakan imbalan atas kesediaan investor untuk menanggung resiko atas investasi yang dilakukannya. Suatu investasi aset financial menunjukan kesediaan investor menyediakan sejumlah dana pada saat ini untuk memperoleh sebuah aliran dana pada masa yang akan datang sebagai kompensasi atas faktor waktu selama dana ditanamkan dan resiko yang ditanggung. Untuk mendapatkan return yang maksimal dalam berinvestasi saham, baik dari capital gain dan dividen, maupun untuk mengantisipasi kerugian yang timbul, investor perlu memahami dengan baik serta dapat menganalisa kondisikondisi yang terjadi di pasar modal. Tujuannya adalah supaya investor mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kemampuan perusahaan untuk tumbuh dan berkembang di masa yang akan datang, investasi yang diinginkan oleh investor adalah investasi pada perusahaan yang menunjukan perkembangan yang baik dan menghasilkan keuntungan dengan resiko yang rendah. Idealnya pasar modal adalah wadah bagi terjadinya mekanisme transaksi saham yang fair. Namun transaksi saham yang fair sulit tercapai karena adanya konflik kepentingan dan tidak transparannya laporan keuangan emiten. Berdasarkan pada laporan siaran pers akhir tahun 2010 yang diterbitkan
2
Bapepam-LK telah melakukan pemeriksaan atas 129 kasus dugaan pelanggaran peraturan perundangan Pasar Modal dan memeriksa 12 kasus tindak pidana di bidang pasar modal. Kasus-kasus dugaan pelanggaran Pasar Modal yang ditangani Bapepam-LK adalah kasus-kasus yang berkaitan dengan keterbukaan Emiten dan Perusahaan Publik, perdagangan Efek, dan pengelolaan investasi. Kasus-kasus yang berkaitan dengan keterbukaan Emiten dan Perusahaan Publik antara lain dugaan pelanggaran atas ketentuan transaksi yang mengandung benturan kepentingan, transaksi material, keterbukaan pemegang saham tertentu, informasi atau fakta material yang harus segera diumumkan kepada publik, penyajian laporan keuangan, penggunaan dana hasil penawaran umum dan lain-lain. (Bapepam-LK Siaran Pers Akhir Tahun 2010 hal. 24) Menurut ketentuan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) yang tertuang dalam ketentuan Bapepam VIII.G.2 kep-38/PM/1996 yang kemudian direvisi dengan peraturan Bapepam X.K.6 tahun 2006, mewajibkan setiap perusahaan yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) wajib menerbitkan laporan tahunan sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada
stakeholders.
Laporan
tahunan
merupakan
sarana
untuk
mengkomunikasikan kondisi keuangan dan informasi lainnya yang mendukung serta memberikan gambaran mengenai kinerja perusahaan kepada stakeholders. Laporan keuangan merupakan salah satu informasi yang sangat berguna bagi investor untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, perusahaanperusahaan dituntut untuk memperluas pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan sebagai salah satu ukuran untuk bersarnya transparansi informasi
3
perusahaan kepada publik. Semakin luas pengungkapan yang dilakukan oleh manajemen, berarti semakin transparan perusahaan tersebut. Laporan keuangan dapat juga dijadikan dasar untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan melalui rasio-rasio keuangan yang ada. Kesehatan suatu perusahaan akan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menjalankan usahanya, distribusi aktivanya, keefektivan penggunaan aktivanya, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapai, beban-beban tetap yang harus dibayar, serta potensi kebangkrutan yang akan dialami. Setiap modal yang ditanamkan atau diinvestasikan, akan mengeluarkan biaya modal (cost of capital) tersendiri. Biaya modal (Cost of Capital) adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik yg berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa, dan laba ditahan untuk mendanai suatu investasi atau operasi perusahaan. Konsep biaya modal erat kaitannya dengan konsep tingkat keuntungan yg disyaratkan (required rate of return) yg dapat dilihat dari 2 sisi yaitu investor & persahaan. Sisi investor, tinggi rendahnya required rate of return merupakan tingkat keuntungan (rate of return) yg mencerminkan tingkat risiko dari aktiva yang dimiliki. Sisi perusahaan yang menggunakan dana (modal), besarnya required rate of return merupakan biaya modal (cost of capital) yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan modal tersebut. Secara umum bahwa resiko perusahaan yang tinggi berakibat bahwa tingkat keuntungan yang diminta oleh investor juga tinggi dan biaya modal juga tinggi. (Martono dan Agus harjito, 2005:201)
4
Investor memberikan modal tersebut berharap akan mendapatkan hasil minimal sebesar tingkat pengembalian yang mereka minta atas modal tersebut, dimana pengembalian yang diminta mencerminkan biaya modal bagi perusahaan. Biaya modal diperoleh melalui tiga bentuk utama yaitu utang, saham preferen dan ekuitas biasa (biaya modal ekuitas) tetapi dalam penelitian ini hanya mengenai ekuitas biasa (biaya modal ekuitas). Menurut Menurut Lukman Syamsuddin biaya modal sendiri merupakan tingkat keuntungan yang diinginkan oleh pemilik modal sendiri sewaktu mereka bersedia menyerahkan dana tersebut ke perusahaan. Menurut Dermawan Sjahril, biaya modal sendiri merupakan tingkat pengembalian yang pemilik modal sendiri harapkan atas investasi mereka dalam perusahaan. Sedangkan dalam penelitian Utami (2005) dijelaskan bahwa biaya modal ekuitas adalah besarnya rate yang digunakan oleh investor untuk mendiskontokan deviden yang diharapkan diterima di masa yang akan datang, yang diukur dengan model penilaian perusahaan Menurut Weston and Copeland (1996:86) dalam Dhiba (2006), perusahaan dapat memperoleh modal ekuitasnya dengan dua cara, yaitu laba ditahan dan mengeluarkan saham baru. Fenomena mengenai biaya modal ekuitas seperti yang dijelaskan oleh Martin Schwarz, Associate Stern Stewart Co., ada dua faktor yang menyebabkan perusahaan-perusahaan membukukan Wealth Added Index (WAI) tinggi. Pertama tingkat risk free Indonesia telah menurun 2,5% sepanjang 2010. Dampaknya risiko (berinvestasi) di Indonesia menjadi lebih rendah, dan ini berakibat turunnya cost of equity perusahaan. Kedua, ekspektasi yang lebih tinggi terhadap
5
perusahaan Indonesia memberikan dorongan yang besar terhadap pasar saham (naik sekitar 45% sepanjang 2010). (Tempo http://www.tempo.co ) Adapun fenomena lainnya yaitu, Jakarta - Saham BUMI, Jumat (19/11) diprediksi terus menguat. Tukar guling saham dengan Vallar, memicu rendahnya biaya modal (cost of capital) untuk jangka panjang. Trading buy. Janson Nasrial, pengamat pasar modal AmCapital Indonesia mengatakan, potensi penguatan saham PT Bumi Resources (BUMI.JK) akhir pekan ini masih dimotori sentimen positif dari tukar guling 25% saham ini melalui PT Bakrie and Brothers (BNBR.JK). Aksi koporasi itu membuat saham batu bara ini diuntungkan. Salah satunya adalah perubahan nama Vallar Plc jadi Bumi Plc yang listed di London, yang membuat cost of fund atau cost of capital BUMI jadi lebih rendah, jika emiten ini akan me-refinancing utang atau membiayai pembiayaan operational ekpansinya. “Sebab, rata-rata kenaikan volatilitas di London Stock Exchange lebih rendah ketimbang di Bursa Efek Indonesia, Yang menyebakna cost of capital menurun adalah rata-rata kenaikan tingkat volatilitas di London Stock Exchange lebih rendah ketimbang Bursa Efek Indonesia. Dengan istilah lain, 50day volatiliy average di London lebih rendah ketimbang di BEI. Karena itu, dengan listed di London, cost of capital BUMI jadi lebih rendah. Sebab, beta bursa London lebih rendah dari bursa RI, mengingat bursa London lebih maju dibandingkan RI. Semakin tinggi betanya, semakin tinggi cost of capitalnya. Sebab, beta menunjukkan volatilitas harga. (http://m.inilah.com/read/detail/987452/tukar-guling-vallar-cost-of-capital-bumirendah Jumat, 19 November 2010 | 10:53 WIB )
6
Adapun fenomena lainnya yaitu, INILAH.COM, Jakarta. Peringkat perbankan nasional, sesuai rujukan lembaga pemeringkat internasional Ftch Ratings, memang naik. Tapi, biaya modalnya diprediksi belum berubah dalam waktu dekat. Menurut pengamat ekonomi Purbaya Yudhi Sadewa, membaiknya peringkat perbankan nasional itu untuk jangka pendek belum akan mengubah cost of capital (biaya modal) yang bisa diraih perbankan. Semua itu, kata Purbaya, imbas dari krisis ekonomi AS dan pelemahan ekonomi global yang sangat mempengaruhi volatilitas pasar uang dan bursa. “Korelasi peringkat perbankan dengan isu suku bunga yang lebih rendah belum tentu terlihat dalam waktu singkat. Artinya, belum tentu bisa meminjam dengan bunga yang lebih rendah di global capital market,” tandas Purbaya.Saat ini, lanjut Purbaya, fungsi intermediasi perbankan belum secepat yang diharapkan terkait dengan loan to deposit ratio (LDR) perbankan yang masih 65%. Kendati begitu, dari sisi suku bunga, perbankan nasional sudah mencatat banyak perbaikan. Suku bunga pinjaman perbankan saat ini turun lebih cepat mengikuti suku bunga SBI yang kini di posisi 8%. Purbaya menjelaskan, “Penurunan lending rate sekarang lebih cepat. Ini bukti meningkatnya efisiensi sistem perbankan. Suku bunga bisa 8% dan dampaknya ke ekonomi sama atau lebih besar dibandingkan ketika BI Rate 7,3% pada 2003-2004”. (http://m.inilah.com/read/detail/13812/peringkat-naik-biaya-modal-tetap Sabtu, 23 Februari 2008 | 09:01 WIB) Menurut Etty (2012), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi cost of capital yaitu diantaranya adalah pengungkapan sukarela (voluntary disclosure),
7
asimetri informasi, manajemen laba, size, return kumulatif, karakteristik perusahaan, dan beta saham serta kualitas audit. Tetapi dalam penelitian ini hanya meneliti mengenai manajemen laba. Menurut Copeland dalam Utami (2005), manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen. Praktik manajemen laba dapat dipandang dari dua perspektif yang berbeda, yaitu sebagai tindakan yang salah (negatif) dan sebagai tindakan yang seharusnya dilakukan manajemen (positif). Dalam penelitian Etty (2012), Lobo dan Zhou (2001) dan Veronica Bachtiar (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba akan mengungkapkan lebih sedikit informasi dalam laporan keuangan agar tindakannya tidak mudah terdetksi. Manajemen laba dalam penelitian ini adalah manajeman laba yang bukan kecurangan atau
yang
diperbolehkan.
Dalam
penelitian
Utami (2005)
membuktikan bahwa manajemen laba mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap biaya modal ekuitas, artinya bahwa semakin tinggi tingkat akrual, maka semakin tinggi biaya modal ekuitas. Jika investor menyadari bahwa praktik manajemen laba banyak dilakukan oleh emiten, maka ia akan melakukan antisipasi risiko dengan cara menaikkan tingkat imbal hasil saham yang dipersyaratkan. Penelitian Dechow et al. (1996) dalam Utami (2005) mengkaji tentang dampak tindakan manipulasi laba terhadap biaya modal ekuitas. Kesimpulan yang diperoleh adalah biaya modal perusahaan yang terkena sangsi SEC (Securities
8
Exchange Commission) karena diduga melakukan manajemen laba lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan sampel kontrol. Selama ini penelitian tentang pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas sangat sedikit. Sebagian besar penelitian manajemen laba dikaitkan dengan hipotesis akuntansi positif (Watt and Zimmerman:1978), penawaran saham personal atau Initial Publik Offering (IPO), Seasoned Equity Offering (SEO) serta take over. Penelitian yang dilakukan oleh Saiful (2002), Tatang (2001) dan Lilis (2002) pada perusahaan yang melakukan ipo di Bursa Efek Jakarta menunjukan adanya praktik manajemen laba, yaitu adanya kenaikan tingkat akrual yang diskresioner (discretionary accruals). (Utami,2005) Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Utami (2005) tentang pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas perusahaan publik sektor manufaktur dengan beberapa perbedaan, yaitu periode dalam penelitian ini dilakukan tahun 2005-2011. Selain itu, sampel dari penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul, “PENGARUH TERHADAP
BIAYA
MODAL
EKUITAS
MANAJEMEN LABA
(Studi
Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.
9
pada
Perusahaan
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya maka identifikasi
dari masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana manajemen laba pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2. Bagaimana biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 3. Seberapa besar pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui manajemen laba pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2.
Untuk
mengetahui
biaya
modal
ekuitas
pada
perusahaan
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 3.
Untuk mengetahui seberapa besar manjemen laba berpengaruh terhadap biaya modal pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
10
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain: 1.4.1 Kegunaan Teoritis Memberikan bahan pengetahuan dan memberikan sumbangan yang positif terhadap ilmu pengetahuan serta berbagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan meneliti lebih lanjut khususnya mengenai topik manajemen laba dan biaya modal ekuitas. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1.
Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang masalah yang diteliti sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kesesuaian fakta di lapangan dan teori yang diperoleh.
2.
Bagi Pihak Lain Diharapkan dapat menjadi salah satu tambahan ilmu serta referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
11
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini penulis akan melakukan penelitian di Pusat Informasi
Pasar Modal (PIPM) Veteran 10. Untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan objek yang diteliti, maka penulis melaksanakan penelitian pada waktu yang telah ditentukan.
12
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Pasar Modal Pengertian pasar modal menurut Martono dan Agus Harjito (2005:319) adalah: “Pasar modal adalah suatu pasar dimana dana-dana jangka panjang baik hutang maupun modal sendiri diperdagangkan”. Menurut Suad Husnan (2001:3) secara formal definisi pasar modal adalah: “pasar untuk berbagai instrument (sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta”.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pasar Modal Suad Husnan (2001:8), secara rinci menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pasar modal, antara lain: “a. Supply sekuritas Faktor ini berarti harus banyak perusahaan bersedia menerbitkan sekuritas di pasar modal. b. Demand dan sekuritas Faktor ini berarti bahwa harus terdapat banyak anggota banyak masyarakat yang memiliki jumlah dana yang cukup besar untuk dipergunakan membeli sekuritas-sekuritas yang ditawarkan. Sehubung dengan faktor ini, makan income percapita suatu Negara dan distribusikan pendapatan mempengaruhi besar kecilnya demand akan sekuritas. c. Kondisi politik dan ekonomi
13
Faktor ini akhirnya akan mempengaruhi supply dan demand akan sekuritas. Kondisi politik yang stabil akan ikut membantu pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya mempengaruhi supply dan demand akan sekuritas. d. Masalah hukum dan peraturan Pembeli sekuritas pada dasarnya mengandalkan diri pada informasi yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan yang menerbitkan sekuritas. Kebenaran informasi karena itu menjadi sangat penting, disamping kecepatan dan kelengkapan informasi, peraturan yang melindungi pemodal dari informasi yang tidak benar dan menyesatkan menjadi mutlak diperlukan. e. Keberadaan lembaga yang mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal dan berbagai lembaga yang memungkinkan dilakukan transaksi secara efisien”.
2.1.3 Pengertian Saham Secara sederhana saham adalah tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan di dalam perusahaan atas suatu dana yang diinvestasikan di perusahaan tersebut. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemegang saham memiliki hak klaim atas perusahaan. Menurut Zaki Baridwan (2004:389) pengertian saham adalah: “Saham merupakan bukti pemilikan PT mempunyai beberapa hak sebagai berikut: 1. Hak untuk berpartisipasi dalam menentukan arah dan tujuan perusahaan, yaitu melalui hak suara dalam rapat pemegang saham. 2. Hak untuk memperoleh laba dari perusahaan dalam bentuk dividen yang dibagi oleh perusahaan. 3. Hak untuk membeli saham baru yang dikeluarkan perusahaan agar proposi pemilik saham masing-masing pemegang saham dapat tidak berubah. 4. Hak untuk menerima pembagian aktiva perusahaan dalam perusahaan dilikuidasi.”
14
Sedangkan pengertian saham menurut Jogiyanto (2008:67) adalah sebagai berikut: “Saham merupakan suatu bentuk penjualan hak kepemilikan perusahaan kepada pihak lain” Dari definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa saham merupakan salah satu alternatif sumber dana bagi perusahaan yang menerbitkan dan dapat dijadikan bukti kepemilikan atas perusahaan tersebut bagi pemegang sahamnya. Investasi dalam bentuk saham memilik tingkat risiko yang cukup besar, seorang investor akan menggunakan risiko yang cukup besar, seorang investor akan menanggung risiko sebesar modal sahamnya bilamana perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan. Namun disisi lain, ada dua keuntungan yang diharapkan investor yang berinvestasi dalam bentuk saham, yaitu dividen dan capital gain. Sumber pembayaran dividen ini berasal dari laba perusahaan yang dicapai dan pembayaran dividen tersebut dilakukan berdasarkan atas kebijakan manajemen perusahaan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RSUP). Selain itu investor akan mendapat capital gain, yaitu selisih antara harga beli dan harga jual, jika harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan harga beli.
2.1.4 Jenis-Jenis Saham Pada umumnya, saham dibedakan menjadi dua macam, yaitu saham biasa (Common Stock) dan saham preferen (Preferred Stock). Berikut ini diuraikan perbedaan masing-masing saham tersebut.
15
2.1.4.1 Saham Biasa (Common Stock) Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu jenis saham saja, maka saham tersebut biasanya berbentuk saham biasa (common stock). Pengertian saham biasa menurut Zaki Baridwan (2004:390) adalah sebagai berikut : “Saham biasa adalah saham yang pelunasannya dilakukan dalam urutan yang paling akhir dalam hal perusahaan dilikuidasi, sehingga risikonya adalah yang paling besar.”
Saham biasa memiliki tingkat risiko yang paling besar dibandingkan dengan saham preferen. Selain risiko akan mendapatkan pelunasan terakhir setelah saham preferen, dalam hal terjadi likuidasi, pembayaran dividen yang diperoleh pemegang saham biasapun tergantung kondisi perusahaan memperoleh laba.
2.1.4.2 Saham Preferen (Preferred Stock) Pengertian Saham Preferen (Preferred Stock) menurut Zaki Baridwan dalam (2004:391) adalah sebagai berikut: “Saham preferen merupakan saham yang mempunyai beberapa kelebihan, biasanya kelebihan itu dihubungkan dengan pembagian deividen atau pembagian aktiva pada saat likuidasi”.
Kelebihan dalam hal pembagian dividen adalah bahwa dividen terlebih dahulu dibayarkan kepada pemegang saham preferen, jika terdapat kelebihan atas dividen tersebut, kemudian sisanya dibagikan kepada pemegang saham biasa.
16
Sedangkan kelebihan dalam hal likuidasi, pemegang saham preferen akan mendapatkan prioritas pembayaran atas likuidasi tersebut dibandingkan dengan pemegang saham biasa.
2.1.5
Laporan Keuangan
2.1.5.1 Pengertian Laporan Keuangan Pengertian laporan keuangan menurut Kieso Weygant Warfield (2008:2) adalah: “Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak di luar perusahaan”. 2.1.5.2 Tujuan Laporan Keuangan Menurut Sofiyan Syafri Harahap (2011:70) adalah: “Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahaan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi”. Menurut Kieso Weygant warfield (2008:5) tujuan pelaporan keuangan yaitu: “1. Informasi yang berguna bagi keputusan informasi dan kredit 2. informasi yang berguna dalam menilai arus kas masa depan 3. informasi mengenai sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut dan perubahaannya“. Menurut Stice Stice Skousen (2009:27) adalah: “Tujuan pelaporan akuntansi keuangan yang utama yang disebutkan dalam kerangka konseptual adalah: 1. Kegunaan 2. Dapat dimengerti 3. Target pembaca: investor dan kreditor 4. Penilaian terhadap arus kas masa yang akan datang 17
5. Evaluasi sumber daya ekonomi 6. Fokus pada laba” Laporan keuangan disusun untuk memberikan gambaran atau laporan keuangan (progres report) secara periodik yang dilakukan oleh pihak manajemen yang bersifat historis dan menyeluruh. Laporan keuangan disusun setiap akhir tahun periode akuntansi, yaitu triwulan, semester atau tahunan. Hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan kebijakan yang ditetapkan oleh perusahaan yang bersangkutan.
2.1.5.3 Pemakai Laporan Keuangan Menurut Stice Stice Skousen (2009:10) pemakai laporan keuangan adalah: “Semua pihak yang berkepentingan dengan kesehatan keuangan suatu perusahaan disebut dengan pemangku kepentingan (stakeholders). Pemangku kepentingan yang menggunakan informasi akuntansi biasanya dapat dibedakan menjadi dua klasifikasi: 1.Pemakai Internal, yaitu pengambilan keputusan secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan internal perusahaan. Pemangku kepentingan internal yaitu dewan direksi, manajemen, karyawan 2. Pemakai Eksternal, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan hubungan mereka dengan perusahaan. Pemangku kepentingan eksternal yaitu investor, masyarakat, pemasok, kreditur, pelanggan, analis, pemerintah”.
2.1.5.4 Bagian-bagian Laporan Keuangan Dalam SAK No.1 (2012:4) mengenai penyajian laporan keuangan yaitu laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini: “1. Laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode 2. Laporan laba rugi komprehensif selama periode 3. Laporan perubahan ekuitas selama periode 4. Laporan arus kas selama periode
18
5. Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain 6. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrosfektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya”.
2.1.6
Laba
2.1.6.1 Pengertian Laba Menurut Sofyan Syafri Harahap (2011:309) mengemukakan laba sebagai berikut: “Laba akuntansi adalah perbedaan antara revenue yang direalisasikan yang timbul dari transaksi pada periode tertentu dihadapkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut”.
2.1.6.2 Tujuan Laba Tujuan pelaporan laba menurut Sofyan Syafri Harap (2011:300) adalah sebagai berikut: “1. Perhitungan pajak, berfungsi sebagai dasar pengenaan pajak yang akan diterima negara. 2. Menghitung dividen yang akan dibagikan kepada pemilik dan yang akan ditahan dalam perusahaan 3. Menjadi pedoman dalam menentukan kebijaksanaan investasi dan pengambilan keputusan. 4. Menjadi dasar dalam peramalaan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan lainnya dimasa yang akan datang. 5. Menjadi dasar dalam perhitungan dan penilaian efisiensi. 6. Menajdi prestasi atau kinerja perusahaan/segmen perusahaan/divisi. 7. Perhitungan zakat sebagai kewajiban manusia sebagai hamba kepada Tuhannya melalui pembayaran zakat kepada masyarakat”.
19
2.1.7
Manajemen Laba
2.1.7.1 Pengertian Manajemen Laba Sejalan dengan berkembangnya penelitian akuntansi keuangan dan keperilakuan saat ini ada beberapa definisi manajemen laba yang berbeda antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan pemahaman dan penilaian orang yang mendefinisikan terhadap aktivitas pengelolaan dan pengaturan laba. Namun, apabila dicermati sebenarnya ada benang merah yang menghubungkan satu dengan yang lain. Artinya, meski menggunakan terminologi yang berbeda namun secara garis besar definisi-definisi itu mempunyai arti yang serupa. Beberapa pendapat ahli tentang definisi manajemen laba yang dikutip oleh Sri Sulistyanto (2008:48) definisi-definisi tersebut adalah: Menurut Davidson, Stickney, dan Weil (1987), “Earnings Mangement is the process of taking deliberate steps within the constrains of generally accepted accounting principles to bring about desired level of reported earnings (Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batasbatas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan)”. Menurut Schipper (1989), “Earnings management is a purposes intervention in the external financial reporting process, with the intent of obtaining some private gain (a opposed to say, merely faciliting the neutral operation of the process) (Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi (pihak yang tidak setuju mengatakan bahwa hal ini hanyalah upaya untuk memfasilitasi operasi yang tidak memihak dari sebuah proses))”. Menurut National Association of Certified fraud Examiners (1993), “Earnings management is the intentional, deliberate, misstatement or omission of material facts, or accounting data, which is misleading and,
20
when considered with all the information made available, would cause the reader to change or alter his or judgement or decision (Manajemen laba adalah kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang akhirnya akan menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya)”. Menurut Fisher dan Rosenzweig (1995), “Earnings management is a actions of a manager which serve to increase (decrease) current reported earnings of the unit which the manager is responsible without generating a corresponding increase (decrease)in long-term economic profitability of the unit (Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikan (menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang)”. Menurut Lewitt (1998), “Earingns management is flexibility in accounting allows it to keep pace with business innovations. Abuses such as earnings occur when people exploit thus pliancy. Trickery is employed to abscure actual financial volatility. This in turn, make the true consequences of management decisions (Manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyertakan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer)”. Menurut Healy dan Wahlen (1999), “Earnings management occurs when managers uses judgement in financial reporting and structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about underlying economics performance of the company or to influence contractual outcomes that depend on the reported accounting numbers (Manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu)”.
21
2.1.7.2 Motivasi Manajemen Laba Faktor-faktor pendorong tindakan manajer dalam melakukan kegiatan manjemen laba menurut Scott (1997) dalam Diah Fika adalah : “a. Kontrak Bonus b. Stock Price Effect c. Faktor Politik d. Faktor Pajak e. Pergantian Chief Executive Officer (CEO) f. Penawaran Saham Perdana (IPO)” Faktor-faktor pendorong tindakan manajemen laba di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Kontrak Bonus. Laba sering dijadikan indikator penilaian prestasi manajer perusahaan. Oleh karena itu, jika manajer perusahaan yang memperoleh laba di bawah target laba, maka akan melakukan manipulasi laba agar memperoleh bonus yang maksimal di periode mendatang. b. Stock Price Effect. Manajer melakukan manajemen laba dalam laporan keuangan bertujuan untuk mempengaruhi pasar. c. Faktor Politik. Untuk mengurangi biaya politis dan pengawasan dari pemerintah, dilakukan dengan cara menurunkan laba, untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah misalnya, dilakukan dengan cara menurunkan laba untuk meminimalkan tuntutan serikat buruh. d. Faktor Pajak . Pada perioda terjadi kenaikan harga (inflasi), penggunaan LIFO akan menghasilkan laba yang dilaporkan lebih rendah dan pajak yang dibayarkan juga menjadi lebih rendah. Jadi manajer perusahaan berusaha
22
menurunkan laba dengan tujuan untuk mengurangi beban pajak yang dikenakan perusahaan. e. Pergantian Chief Executive Officer (CEO). Pada bonus plan hypothesis memprediksikan bahwa semakin mendekati periode pensiun seorang CEO akan cenderung melakukan strategi income maximization untuk meningkatkan bonus mereka. Selain itu, dalam kasus pergantian CEO biasanya diakhir tahun tugasnya, manajer akan melaporkan laba yang tinggi, sehingga CEO yang baru akan merasa sangat berat untuk mencapai tingkat laba tersebut. f. Penawaran Saham Perdana (IPO). Pada umumnya, perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana (IPO) melakukan aktivitas manajemen laba pada periode terakhir sebelum IPO. Saat perusahaan go public, informasi keuangan yang ada dalam prospektus merupakan sumber informasi yang penting dan utama
2.1.7.3 Bentuk Manajemen Laba Menurut Scott (2000) dalam Rahmawati (2012: 146) terdapat empat bentuk manajemen laba yaitu: “1. Taking a Bath 2. Income Minimization 3. Income Maximazation 4. Income Smoothing”. Empat bentuk manajemen laba di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Taking a Bath. Terjadinya taking a bath pada periode stres atau reorganisasi termasuk peningktan CEO baru. Bila perusahan harus melaporkan laba yang tinggi, manajer merasa dipaksa untuk melaporakan laba yang tinggi,
23
kosekuensi manajer akan menghapus aktiva dengan harapan laba yang akan datang meningkat. Bentuk ini mengakui adanya beban pada periode mendatang dan kerugian pada periode berjalan, ketika kondisi buruk yang tidak menguntungkan tidak dapat dihindari pada periode tersebut. Untuk itu, manajemen harus menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan laba mendatang serta melakukan clear the desk, sehingga laba yang dilaporakan di periode yang akan datang meningkat. 2. Income Minimization. Bentuk ini hampir sama dengan “taking a bath”, namun lebih sedikit lunak, yakni dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tidak berwujud dan mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai beban. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa penghapausan atas barang modal dan aktiva tidak berwujud, beban iklan dan pengeluaran Research and Development, hasil akuntansi untuk beban eksplorasi minyak,gas, dan sebagainya. 3. Income Maximazation. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang mungkin akan memaksimalkan pendapatan. Jadi income maximization dilakukan pada saat laba menurun. 4. Income Smoothing. Perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja umtuk mencapai trend atau level tertentu. Menurut Beidelman
24
(1973) dalam Suyatmin dn Suwarno (2002) income smoothing merupakan usaha yang sengaja umtuk meratakan atau memfluktuasikan tingkat laba sehingga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini perataan laba menunjukan suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi batas-batas yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar.
2.1.7.4 Teknik-Teknik Manajemen Laba Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na'im (2000) dalam Sugeng dan Apriliya dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu: “1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi. 2. Mengubah metode akuntansi 3. Menggeser periode biaya atau pendapatan”.
Teknik dan pola manajemen laba di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi. Manajemen dapat mempengaruhi laba melalui perkiraan terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dll. 2. Mengubah metode akuntansi. Manajemen laba dapat dilakukan dengan mengubah metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi. Contohnya mengubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
25
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan. Manajemen laba dapat dilakukan dengan menggeser periode atau pendapatan. Contohnya mempercepat/ menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai.
2.1.7.5 Praktik Manajemen Laba Praktik earnings management yang sering kali dilakukan perusahaan menurut Abdelghany (2005) dalam Werner R (2009) adalah sebagai berikut: “1. Big Bath, 2. Abuse of Materiality, 3. Cookie Jar, 4. Round Tripping, back to back dan Swap, 5. Voluntary accounting changes, 6. Conservative Accounting, 7. Using the Derivative”. Praktik earnings management di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Big Bath, yang berarti pengakuan terhadap biaya dilakukan melalui one time restructuring charge. Dimana hal ini akan berakibat perusahaan akan mengalami pembebanan biaya secara besar-besaran pada tahun ini, dan dampaknya pada tahun berikutnya perusahaan akan mengalami profit yang besar. 2. Abuse of Materiality, yakni dengan memanipulasi earnings melalui penerapan prinsip materiality, dimana tidak terdapat range yang spesifik mengenai material atau tidaknya suatu transaksi.
26
3. Cookie Jar, kadang disebut rainy jar atau contingency reserves dimana dalam periode kondisi keuangan yang baik maka perusahaan dapat mengurangi earnings melalui melakukan pencadangan yang lebih banyak, pembebanan biaya yang lebih besar dan menggunakan satu kali write offs. Bila kondisi keuangan memburuk maka akan dilakukan hal sebaliknya. 4. Round Tripping, back to back dan Swap, dimana hal ini dilakukan dengan menjulan suatu aset/unit usaha ke perusahaan lain dengan perjanjian untuk membelinya kembali pada harga tertentu, dimana hal ini akan memberikan dampak pada peningkatkan pemasukan perusahaan. 5. Voluntary accounting changes, dilakukan dengan mengubah kebijakan akuntansi yang digunakan perusahaan. 6. Conservative Accounting, dilakukan dengan memilih metode akuntansi yang paling konservatif seperti LIFO dan pembebanan biaya R&D dari pada mengkapitalisasinya. 7. Using the Derivative, dimana manajer dapat memanipulasi earning melalui pembelian instrument hedging.
2.1.7.6 Metode pendeteksian Manajemen Laba Menurut Sri Sulistiyanto (2008:211) secara umum ada tiga pendekatan yang telah dihasilkan para peneliti untuk mendeteksi manajemen laba yaitu: “1. Model yang berbasis aggregate accruals 2. Model berbasis Specific accruals 3. Model berbasisi Distribution of earnings after management”.
27
Pendekatan untuk mendeteksi manajemen laba di atas dapat dijelaskan sebagai beikut: 1. Model berbasisi aggregate accrual yaitu model yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas rekayasa ini dengan menggunakan discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba. Model ini pertama kali dikembang oleh Healy, DeAngelo,
dan
Jones.
Selanjutnya
Dechow,
Sloan
dan
Sweeney
mengembangkan model Jones menjadi model jones yang di modifikasi (modified Jones model). Model-model ini menggunakan total akrual dan model regresi untuk menghitung akrual yang diharapkan (expected accruals) dan akrual yang tidak diharapkan (unexpected accruals). 2. Model Berbasis Spesific Accruals Model kedua merupakan model yang berbasis akrual khusus (specific accruals), yaitu pendekatan yang menghitung akrual sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item atau komponen laporan keuangan tertentu dari industri tertentu, misalnya piutang tak tertagih dari sektor industri tertentu atau cadangan kerugian piutang dari industri asuransi. Model ini dikembangkan oleh McNicholos dan Wilson, Pettroni, Beaver dan Engel, Beaver dan McNichols. 3. Model Berbasis Distributin Of Earnings After Management Sementara model distributin of earnings after management dikembangkan oleh Burgtahler dan Dichev, Degeorge, Patel dan Zeckhauser serta Myers dan Skinner. Pendekatan ini dikembangkan dengan melakukan pengujian secara statistik terhadap komponen-komponen laba untuk mendeteksi faktor-faktor
28
yang mempengaruhi pergerakan laba. Model ini terfokus pada pergerakan laba disekitar benchmark yang dipakai. Menurut Utami (2005) untuk mendeteksi ada tidaknya manajemen laba sebagai berikut: “Untuk mendeteksi ada tidaknya manajemen laba, maka pengukuran atas akrual adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi. Total akrual dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: (1) bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusuanan laporan keuangan disebut normal accruals atau non discretionary accrual, dan (2) bagian akrual yang merupakan manipulasi data akuntansi disebut dengan abnormal accruals atau discretionary accruals”. Berdasarkan pada kajian McNichols (2000) serta Dechow dan Skinner (2000) dalam Utami (2005) maka proksi manajemen laba yang digunakan penulis adalah model spesifik akrual yaitu akrual modal kerja. Penggunaan akrual modal kerja lebih tepat sebagaimana yang telah dikaji oleh Peasnell et al (2000). Akrual diskresioner tidak diestimasi berdasarkan kesalahan residual karena teknik tersebut dianggap relatif rumit, oleh karena itu digunakan proksi rasio akrual modal kerja dengan penjualan. Alasan pemakaian penjualan sebagai deflator akrual modal kerja adalah karena manajemen laba banyak terjadi pada akun penjualan sebagaimana yang diungkapkan oleh Nelson et al. (2000). Penggunaan penjualan sebagai deflator juga dilakukan oleh Friedlan (1994) yang memodifikasi model DeAngelo (1986) menjadi rasio antara perubahan total akrual dengan penjualan. Menurut Wiwik Utami (2005) secara sistematis, manajemen laba untuk periode t dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
29
Manajemen laba (ML) = Akrual Modal kerja (t) Penjualan periode (t) Akrual modal kerja = ∆AL - ∆HL - ∆Kas Keterangan: ∆AL = Perubahan aktiva lancar pada periode t ∆HL = Perubahan hutang lancar pada periode t ∆Kas = Perubahan kas dan ekuivalen kas pada periode t Data akrual modal kerja dapat diperoleh langsung dari laporan arus kas aktivitas operasi, sehingga investor dapat langsung memperoleh data tersebut tanpa melakukan perhitungan yang rumit.
2.1.8 Biaya Modal 2.1.8.1 Pengertian Biaya Modal Modal yang dibutuhkan untuk membiayai operasi perusahaan terdiri atas modal asing dan modal sendiri. Modal asing merupakan modal yang berasal dari pinjaman para kreditur, supplier, dan perbankan. Sedangkan modal sendiri merupakan modal yang berasal dari pihak perusahaan baik dari pemilik perusahaan (pemegang saham) maupun laba yang yang tidak dibagikan atau ditahan. Di dalam memenuhi modal yang dibutuhkan tersebut perusahaan dapat menerbitkan dan menjual surat berharga berupa obligasi (modal pinjaman) dan saham (modal sendiri). Surat berharga tersebut dijual kepada para investor, maka perusahaan berkewajiban memberikan hasil (return) yang dikehendaki oleh investor tersebut. Bagi perusahaan, hasil yang dikehendaki tersebut merupkan biaya yang disebut biaya modal seperti biaya bunga, biaya penurunan nilai surat
30
berharga dan biaya lain yang berkaitan dengan perolehan modal tersebut. (Martono dan Harjito, 2005:201) Pengertian biaya modal menurut Martono dan Harjito (2005:201) adalah sebagai berikut: “Biaya modal (cost of capital) adalah biaya rill yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik yang berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi atau operasi perusahaan”. Menurut Dermawan Sjahrial (2008:217) biaya modal (cost of capital) adalah : “Biaya modal secara menyeluruh dari suatu perusahaan akan menggambarkan tingkat pengembalian yang diharapakan terhadap aset perusahaan secara keseluruhan”. Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010:97) biaya Modal (cost of capital) adalah: “Cost of capital dimaksud unuk menghitung besarnya ongkos rill yang harus dikeluarkan untuk menggunakan dana dari alternatif sumber dan yang ada”. Menurut Lawrence J. Gitman (2000:451) mendefinisikan biaya modal adalah: “Cost of capital is the rate of return that a firm must earn on the projectsin which it invests to maintainthe market value of its stock (Tingkat pengembalian (rate of return) yang harus diperoleh perusahaan dalam proyek investasinya untuk menjaga nilai pasar saham mereka. Ataupun dapat pula didefinisikan sebagai tingkat pengembalian (rate of return) yang diminta oleh para investor untuk menarik dana mereka ke dalam perusahaan)”.
31
Menurut Stice Stice Skousen (2009 : 387) biaya modal adalah : “Biaya modal (Cost of capital) adalah biaya yang haru ditanggung oleh perusahaan untuk mendapatkan pendanaan eksternal”.
2.1.8.2 Fungsi Biaya Modal Menurut Martono dan Harjito (2005:201) Fungsi biaya modal adalah: “Biaya modal biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menentukan diterima atau ditolaknya suatu usulan investasi (sebagai discount rate), yaitu dengan membandingkan tingkat keuntungan (rate of return) dari usulan investai tersebut dengan biaya modalnya”.
2.1.8.3 Sumber Dana Biaya Modal Dalam Utami (2005) biaya modal dihitung atas dasar sumber dana jangka panjang yang tersedia bagi perusahaan. Ada empat sumber dana jangka panjang yaitu: “1. Hutang jangka panjang. Biaya hutang jangka panjang adalah biaya hutang sesudah pajak saat ini untuk mendapatkan dana jangka panjang melalui pinjaman 2. Saham preferen. Biaya saham preferen adalah dividen saham preferen tahunan dibagi dengan hasil penjualan saham preferen. 3. Saham biasa. Biaya modal saham biasa adalah besarnya rate yang digunakan oleh investor untuk mendiskontokan dividen yang diharapkan diterima di masa yang akan datang. 4. Laba ditahan. Laba ditahan adalah bagian dari laba tahunan yang diinvestasikan kembali dalam usaha selain dibayarkan dalam kas sebagai deviden dan bukan merupakan akumulasi surplus suatu neraca. Alasan mengapa biaya modal diterapkan pada laba ditahan adalah menyangkut prinsip biaya oportunities (opportunity cost principle).
2.1.8.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Modal
32
Faktor-faktor biaya modal yang berada di luar kendali perusahaan menurut Brigham Houston (2011:3) adalah sebagai berikut: “1. Tingkat bunga 2. Kebijakan perpajakan pemerintah daerah dan pusat 3. Lingkungan perundang-undangan”. Faktor-faktor biaya modal yang dapat dikendalikan perusahaan menurut Brigham Houston (2011:25) adalah sebagai berikut: “1. Mengubah struktur modal perusahaan 2. Mengubah pembayaran dividen 3. Mengubah keputusan penganggran modalnya untuk menerima proyek-proyek dengan risiko yang lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan masa lalu”. Menurut Stice Stice Skousen (2009:387) faktor penting dalam menentukan biaya modal suatu perusahaan adalah: “Salah satu faktor penting dalam menentukan biaya modal suatu perusahaan adalah risiko yang berkaitan dengan perusahaan. Satu faktor risiko adalah risiko informasi yang dihubungkan dengan ketidakpastian prospek perusahaan di masa yang akan datang. Suatu perusahaan menghasilkan laporan keuangan guna menginformasikan dengan lebih baik kepada para pemberi pinjaman dan investor mengenai kinerja masa lalunya, sehingga mereka dapat menggunakan informasi ini untuk membuat perkiraan kinerja perusahaan di masa yang akan datang lebih baik.” Menurut Etty (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi biaya modal adalah : “1. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) 2. Asimetri informasi 3. Manajemen laba 4. Size 5. Return kumulatif 6. Karakteristik perusahaan 7. Beta saham 8. Kualitas audit”
33
Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya modal (Cost of Capital) menurut Mulyadi (2001:350) adalah : “Besarnya cost of capital sangat dipengaruhi oleh sumber aktiva yang ditanamkan dalam perusahaan”.
2.1.9 Biaya Modal Ekuitas 2.1.9.1 Pengertian Biaya Modal Ekuitas Biaya modal saham biasa dan laba ditahan atau sering disatukan menjadi biaya modal sendiri (biaya modal ekuitas) merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang memperoleh dana dengan menjual saham biasa atau menggunakan laba ditahan untuk investasi. Biaya modal ekuitas (cost of equity) dapat mengalami peningkatan secara internal dengan menahan laba atau secara eksternal dengan menjual atau mengeluarkan saham biasa baru. (Martono dan Harjito,2005:201) Menurut Dermawan Sjahril (2008:217) memberikan pengertian biaya modal ekuitas, yaitu: “Biaya modal sendiri merupakan tingkat pengembalian yang pemilik modal sendiri harapkan atas investasi mereka dalam perusahaan” Menurut Stice Stice Skousen (2009:2005) biaya modal ekuitas adalah : “ Biaya pendanaan dengan ekuitas (cost of equity financing) adalah tingkat pengembalian modal yang diharapkan (baik berupa dividen maupun peningkatan harga pasar dari investasi) yang digunakan untuk menarik investor agar mau memberikan modal ekuitas”. Menurut Lukman Syamsuddin (2007:314) memberikan definisi biaya modal ekuitas adalah:
34
“Biaya modal sendiri merupakan tingkat keuntungan yang diinginkan oleh pemilik modal sendiri sewaktu mereka bersedia menyerahkan dana tersebut ke perusahaan”. Menurut Utami (2005) menjelaskan biaya modal ekuitas adalah: “Biaya modal ekuitas adalah besarnya rate yang digunakan oleh investor untuk mendiskontokan deviden yang diharapkan diterima di masa yang akan datang, yang diukur dengan model penilaian perusahaan”.
2.1.9.2 Pengukuran Biaya Modal Ekuitas Dalam Utami (2005) pengukuran biaya modal saham biasa (biaya modal ekuitas), dipengaruhi oleh model penilaian perusahaan yang digunakan. Ada beberapa model penilaian perusahaan, antara lain: “1. Model penilaian pertumbuhan konstan (constant growth valuation model) 2. Capital Asset Pricing Model (CAPM) 3. Model Ohlson”. Model penilaian perusahaan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Model penilaian pertumbuhan konstan (constant growth valuation model). Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa nilai saham sama dengan nilai tunai (present value) dari semua deviden yang akan diterima di masa yang akan datang (diasumsikan pada tingkat pertumbuhan konstan) dalam waktu yang tidak terbatas ( Model ini dikenal dengan sebutan Gordon model).
35
2. Capital Asset Pricing Model (CAPM). Berdasarkan model CAPM, biaya modal saham biasa adalah tingkat return yang diharapkan oleh investor sebagai kompensasi atas risiko yang tidak dapat dideversifikasi yang diukur dengan beta. 3. Model Ohlson. Model Ohlson digunakan untuk mengestimasi nilai perusahaan dengan mendasarkan pada nilai buku ekuitas ditambah dengan nilai tunai dari laba abnormal. Model yang digunakan Botosan (1997) dalam Utami (2005) memakai model Ohlson untuk mengestimasi biaya modal ekuitas. Botosan (1997) menghitung ekspektasi biaya modal ekuitas dengan menggunakan estimasi laba per lembar saham untuk periode empat tahun ke depan (t = 4) dan memakai data forecast laba per saham yang dipublikasikan oleh Value Line. Biaya modal ekuitas dihitung berdasarkan tingkat diskonto yang dipakai investor untuk menilai tunaikan future cash flow (Ohlson:1995, Botosan:1997, Botosan dan plumlee: 2002).
Keterangan: Pt
= harga saham pada periode t
Bt
= nilai buku per lembar saham periode t
Xt+1
= laba per lembar saham pada periode t + 1
r
= biaya modal ekuitas
36
Untuk mengestimasikan laba per lembar saham pada periode t + 1 digunakan model Random Walk sebagai berikut: E (Xt+1) = Xt + …………………………………………… 2 Keterangan: E (Xt+1)
= Estimasi laba per lembar saham pada periode t + 1
Xt
= Laba per lembar saham aktual pd periode t
= Drift term yang merupakan rata-rata perubahan laba per lembar saham selama 5 tahun Untuk tujuan estimasi laba satu tahun ke depan (t +1) digunakan data rata-
rata perubahan laba per lembar saham untuk lima tahun atau sejak go public jika emiten belum genap lima tahun menjadi perusahaan publik. Dengan demikian estimasi biaya modal ekuitas pada persamaan (1) dapat disederhanakan menjadi sebagai berikut:
Xt + 1 = laba per saham periode t + 1 yang diestimasi dengan model random walk seperti pada persamaan (2) Setelah disederhanakan secara matematik maka persamaan (3) menjadi:
Dalam penelitian ini untuk menentukan biaya modal ekuitas menggunakan model Ohlson (1995) yang telah dimodifikasi oleh wiwik utami (2005) sesuai
37
dengan pola distribusi laba emiten di bursa efek Indonesia yang mengikuit pola random walk. Dalam Utami (2005) secara matematis biaya modal ekuitas untuk periode t dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan: r
= Biaya modal ekuitas
Bt
= Nilai buku per lembar saham periode t
Xt+1
= Laba per saham pada periode t+1
Pt
= Harga saham pada periode t
2.2
Kerangka pemikiran Pasar modal berkembang menjadi salah satu alternatif sumber pembiayaan
strategis yang dipilih oleh para pelaku bisnis. Pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari pemodal ke perusahaan yang membutuhkan dana melalui sumber mekanisme untuk penciptaan dan perdagangan asset financial perusahaan. Bursa efek Indonesia sebagai salah satu penyelanggara bursa di Indonesia yang bertugas untuk menyelanggarakan perdagangan efek yang teratur, wajar dan efesien. Pasar modal juga merupakan tempat pengambilan keputusan investasi. keputusan investasi bagi seorang investor mengungkit masa akan datang yang mengandung ketidakpastian, yang berarti mengandung risiko bagi investor.
38
Sebelum
mengambil
keputusan
investasi,
seorang
investor
harus
mempertimbangkan dua hal, yaitu pendapatan yang diharapkan (expected return) dan risiko yang terdapat pada alternatif investasi yang ada. Pada umumnya investor menggunakan laporan keuangan sebagai dasar dalam menganalisa bisnis yang ada. laporan keuangan disusun oleh manajemen, sehingga dapat disimpulkan bahwa earnings diterbitkan oleh manajemen yang lebih tahu kondisi di dalam perusahaan, dan merekapun menyadari kecenderungan perilaku investor yang cenderung memberikan perhatian yang lebih akan laba perusahaan. Kondisi tersebut akan mendorong timbulnya benturan kepentingan yang menyebabkan perilaku penyimpangan (dysfunctional behaviour), yang salah satu bentuknya manajemen laba. Pengertian manajemen laba menurut Healy dan Wahlen (1999) yang dikutip oleh Sri Sulistyanto (2008:48) adalah : “Earnings management occurs when managers uses judgement in financial reporting and structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about underlying economics performance of the company or to influence contractual outcomes that depend on the reported accounting numbers (Manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu)”. Dalam penelitian ini, untuk pendeteksian manajemen laba menggunakan manajemen laba yang digunakan penulis adalah model spesifik akrual yaitu akrual modal kerja. Scott (1997) dalam Julia Halim et al (2005) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dan
39
secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontak utang, dan political costs (Opportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Dengan demikian menurut Stolowy dan Breton
(2000) dalam Utami
(2005) tujuan manajemen laba itu sendiri adalah untuk memperbaiki ukuran kedua risiko tersebut. Semakin tinggi tingkat manajemen laba menunjukkan semakin tinggi risiko imbal hasil saham dan konsekuensinya investor akan menaikkan rate biaya modal ekuitas. Menurut Stice Stice Skousen (2009:2005) biaya modal ekuitas adalah : “ Biaya pendanaan dengan ekuitas (cost of equity financing) adalah tingkat pengembalian modal yang diharapkan (baik berupa dividen maupun peningkatan harga pasar dari investasi) yang digunakan untuk menarik investor agar mau memberikan modal ekuitas”. Biaya modal adalah merupakan konsep yang dinamis yang dipengaruhi oleh beberapa faktor ekonomi. Biaya modal dihitung atas dasar sumber dana jangka panjang yang tersedia bagi perusahaan. Ada empat sumber dana jangka
40
panjang, yaitu hutang jangka panjang, saham preferen, saham biasa dan laba ditahan. Dalam Utami (2005) pengukuran biaya saham biasa (biaya modal ekuitas) dipengaruhi oleh model penilaian perusahaan yang digunakan. (1) Model penilaian pertumbuhan konstan (constant growth valuation model), dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa nilai saham sama dengan nilai tunai (present value) dari semua deviden yang akan diterima di masa yang akan datang (diasumsikan pada tingkat pertumbuhan konstan) dalam waktu yang tidak terbatas ( Model ini dikenal dengan sebutan Gordon model). (2) Capital Asset Pricing Model (CAPM), berdasarkan model CAPM, biaya modal saham biasa adalah tingkat return yang diharapkan oleh investor sebagai kompensasi atas risiko yang tidak dapat dideversifikasi yang diukur dengan beta. (3) Model Ohlson,Model Ohlson digunakan untuk mengestimasi nilai perusahaan dengan mendasarkan pada nilai buku ekuitas ditambah dengan nilai tunai dari laba abnormal. Dalam penelitian ini penulis menggunakan model Olshon yang dimodifikasi oleh Utami. Dechow et al. (1996) dalam Utami (2005), meneliti penyebab dan konsekuensi dari tindakan manipulasi laba, di mana salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana dampak manipulasi laba terhadap biaya modal. Sampel yang digunakan adalah perusahaan yang mendapat sangsi dari Securities Exchange
Commission
(SEC)
karena
diduga
keras
telah
melakukan
penyimpangan terhadap standar akuntansi yang berlaku, dengan tujuan untuk memanipulasi laba. Motif manajemen melakukan manipulasi laba adalah untuk memperoleh pendanaan eksternal dengan biaya murah. Proksi yang digunakan
41
untuk mengukur biaya modal adalah (1) harga saham, (2) bid ask spread, dan (3) number of analyst following. Dari hasil analisis komparatif antara perusahaan yang mendapat sangsi dari Securities Exchange Commission SEC karena dugaan manipulasi laba dan perusahaan lain yang tidak bermasalah (sampel kontrol) diperoleh kesimpulan bahwa, biaya modal perusahaan yang terkena sangsi SEC lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan sampel kontrol. Stolowy dan Breton (2000) dalam Utami (2005) melakukan studi pustaka tentang manipulasi akun (account manipulation), yang mencakup manajemen laba, perataan laba, big bath accounting, dan creative accounting. Stolowy dan Breton (2000) menjelaskan bahwa manipulasi akun dilakukan semata-mata didasarkan pada keinginan manajemen untuk mempengaruhi persepsi investor atas risiko perusahaan. Risiko tersebut dapat dipecah dalam dua komponen yaitu: (1) risiko yang dihubungkan dengan variasi imbal hasil, yang diukur dengan laba per lembar saham (earning per share), dan (2) risiko yang dihubungkan dengan struktur keuangan perusahaan, yang diukur dengan debt equity ratio. Dengan demikian tujuan manajemen laba itu sendiri adalah untuk memperbaiki ukuran kedua risiko tersebut. Semakin tinggi risiko imbal hasil saham dan konsekuiensinya investor akan menaikan rate biaya modal ekuitas. Salah satu faktor penting dalam menentukan biaya modal suatu perusahaan adalah risiko yang berkaitan dengan perusahaaan. Untuk suatu perusahaan yang sangat berisiko, para pemberi pinjaman dan investor akan meminta suatu tingkat pengembalian yang cukup tinggi yang memungkinkan mereka untuk memberikan pendanaan ke perusahaan itu. Oleh karena itu, semakin tinggi risiko yang
42
berkaitan dengan perusahaan, maka akan semakin tinggi pula tingka biaya modal. Satu faktor risiko adalah risiko
informasi
yang dihubungkan dengan
ketidakpastian prospek perusahaan di masa yang akan datang. Suatu perusahaan menghasilkan laporan keuangannya guna menginformasikan dengan lebih baik kepada para pemberi pinjaman dan investor mengenai kinerja masa lalunya, sehingga mereka dapat menggunakan informasi ini untuk membuat perkiraan kinerja perusahaan di masa yang akan datang dengan lebih baik. Sebagai konsekuensinya, laporan keuangan yang baik mengurangi ketidakpastian pemberi pinjaman dan investor, sehingga mereka mau memberikan pendanaan dengan biaya yang rendah. Meskipun demikian, ketika laporan keuangan kehilangan kredibilitasnya, laporan keuangan itu tidak akan berfungsi apa-apa dalam mengurangi risiko atas informasi yang melingkupi perusahaan, dan pada akhirnya akan membuat biaya modal perusahaan semakin tinggi. ( Stice Stice Skosen, 2009:387) Menurut Etty (2012), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi cost of capital yaitu diantaranya adalah pengungkapan sukarela (voluntary disclosure), asimetri informasi, manajemen laba, size, return kumulatif, karakteristik perusahaan, dan beta saham serta kualitas audit. Dalam penelitian Utami (2005) membuktikan bahwa manajemen laba mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap biaya modal ekuitas, artinya bahwa semakin tinggi tingkat akrual, maka semakin tinggi biaya modal ekuitas. Jika investor menyadari bahwa praktik manajemen laba banyak dilakukan oleh
43
emiten, maka ia akan melakukan antisipasi risiko dengan cara menaikkan tingkat imbal hasil saham yang dipersyaratkan. Sloan (1996) dan Xie (2001) dalam Utami (2005) yang menyatakan bahwa investor tidak mengantisipasi dengan baik informasi yang terkait dengan akrual (mispricing akrual). Investor cenderung overestimate terhadap besarnya komponen akrual, serta underestimate terhadap besarnya komponen arus kas. Dari kerangka pemikiran dapat digambarkan alur antara manajemen laba dengan biaya modal ekuitas sebagai berikut: Gambar 2.1 Paradigma Penelitian
Manajemen Laba (X)
Biaya Modal Ekuitas (Y)
Berdasarkan kerangka pemikiran dan juga didasari oleh penelitian sebelumnya, penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian sebelumnya yang bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas. Dengan demikian, maka kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dirumuskan dalam tabel berikut.
44
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya No 1.
Peneliti Botosan
Tahun 1997
Variabel Penelitian Pengungkapan sukarela, cost equity capital, ukuran perusahaan dan tingkat pengungkapan
2.
Green at al.
2001
3.
Komalasi dkk
2001
Biaya modal ekuitas, Comparable Accounting Earnings Model (CAE), Discounted Cash Flow Method (DCF), dan Capital Asset Pricing Model (CAPM) asimetri informasi dan cost of equity capital
4.
Halim dkk.
2005
Manajemen laba pada tingkat pengungkapan laporan keuangan
5.
Utami
2005
Manajemen laba dan biaya modal ekuitas (pada perusahaan manufaktur)
Sumber : Dhiba, e-Journal. Univesitas Diponegoro Semarang
45
Hasill Penelitian adanya hubungan antara tingkat pengungkapan dengan cost of capital pada perusahaan yang diikuti oleh sedikit analis biaya modal ekuitas dapat diukur dalam perusahaan perbankan dengan menggunakan tiga model pengukuran di atas, namun model yang paling signifikan adalah model CAPM (Capital Asset Pricing Model) Asimetri informasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap cost of equity capital Manajemen laba berpengaruh signifikan positif pada tingkat pengungkapan laporan keuangan sejalan dengan perspektif efficient earnings management dan sebaliknya tingkat pengungkapan berpengaruh signifikan negatif pada manajemen laba dengan perspektif opportunistic earnings management. manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya modal ekuitas
2.3
Hipotesis Berdasarkan kajian pustaka, maka hipotesis yang akan diuji adalah: Jika manajemen laba naik maka biaya modal ekuitasnya menjadi tinggi.
46
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian yang Digunakan
3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian adalah objek yang diteliti dan dianalisis. Objek penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini yang menjadi unit penelitian adalah Manajemen laba dan Biaya Modal Ekuitas.
3.1.2 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian perlu adanya suatu metode, cara atau taktik sebagai langkah-langkah yang harus ditempuh oleh peneliti dalam memecahkan suatu permasalahan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2008:5) metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang bisnis. Untuk pengujian diperlukan langkah-langkah penelitian yang dimulai dari penetapan variabel penelitian, sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, model penelitian, analisis data dan rancangan pengujian hipotesis serta metode pengolahan data dan pengolahan analisis. Data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut dengan dasar-dasar teori yang telah dipelajari. 47
Sedangkan analisis dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan mengunakan statistik yang relevan untuk menguji hipotesis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan verifikatif. Analisis deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel independen dan variabel dependen, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain yang diteliti dan dianalisis sehingga menghasilkan kesimpulan. Sedangkan analisis verifikatif adalah analisis model dan pembuktian yang berguna untuk mencari kebenaran dari hipotesis yang diajukan. Sesuai dengan tujuan penelitian yang menyangkut masalah manajemen laba dan biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2011, maka untuk menjawab identifikasi masalah pertama
yaitu:
Bagaimana
manajemen
laba
pada
perusahaan
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dan identifikasi masalah kedua yaitu: Bagaimana biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, digunakan analisis deskriptif guna menyajikan variabel yang terstruktur, faktual, dan akurat mengenai permasalahan yang ada. Sedangkan untuk menjawab rumusan yang ketiga yaitu: Seberapa besar pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa efek Indonesia, digunakan analisis verifikatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari hasil publikasi laporan keuangan 2005-2011.
48
3.1.3 Model Penelitian Model penelitian merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena yang sedang diteliti. Dalam hal ini sesuai dengan judul skripsi yaitu “Pengaruh Manajemen Laba terhadap Biaya Modal Ekuitas”, maka model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 3.1 Model Penelitian
Manajemen Laba (X)
Biaya Modal Ekuitas (Y)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah manajemen laba (X). Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah biaya modal ekuitas (Y), maka hubungan dari variabel-variabel tersebut dapat digambarkan secara sistematis sebagai berikut: Y = f (X) Dimana: X
: Manajemen Laba
Y
: Biaya Modal Ekuitas
49
Dari pernyataan tersebut di atas artinya manjaemen laba mempunyai pengaruh terhadap terhadap biaya modal ekuitas.
3.2
Definisi Variabel dan Operasional Variabel
3.2.1 Definisi variabel Dalam penelitian desktiptif verifikatif, penelitian umumnya melakukan pengukuran terhadap kebenaran suatu variabel, kemudian peneliti melakukan analisis untuk mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Pengertian Variabel menurut Sugiyono (2008:58) adalah sebagai berikut : “Variabel penelitian adalah segala suatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya”. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan satu variabel bebas dan satu variable terikat. Berdasarkan judul penelitian, yaitu “Pengaruh Manajemen Laba terhadap Biaya Modal Ekuitas” maka akan diuraikan mengenai definisi masingmasing variabel yang terdapat dalam penelitian ini. 1. Variabel bebas (Independen) Merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Maka yang menjadi variabel bebas adalah Manajemen Laba yang diukur dengan menggunakan model spesifik akrual yaitu akrual modal kerja. Menurut Davidson, Stickney, dan Weil (1987) yang dikutip oleh Sri Sulistyanto (2008:48) manajemen laba adalah: 50
“Earnings Mangement is the process of taking deliberate steps within the constrains of generally accepted accounting principles to bring about desired level of reported earnings (Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan)”. Cara menghitung manajemen laba : a. Menghitung Akrual Modal Kerja Menghitung akrual modal kerja dengan persamaan sebagai berikut: Akrual modal kerja = ∆AL - ∆HL - ∆Kas
Dimana akrual modal kerja pada periode t, ∆AL adalah perubahan aktiva lancar pada periode t, ∆HL adalah perubahan hutang lancar pada perode t, ∆Kas adalah perubahan kas dan ekuivalen kas pada periode t. b. Menghitung Manajemen Laba Mengitung manajemen laba dengan menggunakan model yang digunakan Utami (2005) dengan persamaan sebagai berikut:
Manajemen laba (ML) = Akrual Modal kerja (t) Penjualan periode (t)
Dimana manajemen laba pada periode t, akrual modal kerja pada periode t, penjualan bersih pada periode t.
51
2. Variabel Terikat (Dependen) Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Maka yang menjadi variabel terikat adalah Biaya Modal Ekuitas yang dihitung berdasarkan tingkat diskonto yang dipakai investor untuk menilaitunaikan Future cash flow. Menurut Stice Stice Skousen (2009:2005) biaya modal ekuitas adalah : “ Biaya pendanaan dengan ekuitas (cost of equity financing) adalah tingkat pengembalian modal yang diharapkan (baik berupa dividen maupun peningkatan harga pasar dari investasi) yang digunakan untuk menarik investor agar mau memberikan modal ekuitas”. Cara menghitung Biaya Modal Ekuitas : Menghitung biaya modal ekuitas dengan menggunakan model Ohlson (1995) yang sudah di sederhanakan oleh Utami (2005) sebagai berikut:
Dimana r adalah biaya modal ekuitas, Bt adalah nilai buku perlembar saham periode t, Xt+1 adalah laba perlembar saham pada periode t+1, P t adalah harga saham pada periode t.
3.2.2 Variabel Operasional Operasionalisasi variabel menjelaskan mengenai variabel yang diteliti, konsep, indikator, satuan ukuran, serta skala pengukuran yang akan dipahami dalam operasionalisasi variabel penelitian. Sesuai dengan judul yang dipilih, maka dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:
52
1.
Manajemen Laba variabel independen (X)
2.
Biaya Modal Ekuitas variabel dependen (Y) Tabel 3.1 Operasional Variabel Manajemen Laba
Variabel
Konsep Variabel
Variabel X:
Manajemen Laba adalah
Manajemen
Earnings Mangement is the
Laba
process of taking deliberate
Indikator
Manajemen Laba = Akrual modal kerja (t) Penjualan (t)
steps within the constrains of
Akrual Modal Kerja =
generally accepted accounting
∆AL - ∆HL - ∆Kas
principles to bring about desired level of reported earnings (Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan). Menurut Davidson, Stickney, dan Weil (1987) yang dikutip oleh Sri Sulistyanto (2008:48)
53
Skala
Rasio
Tabel 3.2 Operasional Variabel Biaya Modal Ekuitas
Variabel
Konsep Variabel
Variabel Y:
Biaya modal ekuitas adalah Biaya pendanaan dengan ekuitas (cost of equity financing) adalah tingkat pengembalian modal yang diharapkan (baik berupa dividen maupun peningkatan harga pasar dari investasi) yang digunakan untuk menarik investor agar mau memberikan modal ekuitas. Menurut Stice Stice Skousen (2009:2005)
Biaya Modal Ekuitas
Indikator-indikator
ini
Indikator
selanjutnya
Skala
Rasio
akan diuraikan dalam
bentuk
pengolahan data berupa laporan keuangan menggunakan analisis rasio. Sugiyono (2008:132) mengemukakan bahwa : “Macam-macam skala pengukuran dapat berupa: skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio, dari skala pengukuran itu akan diperoleh data nominal, ordinal, interval, dan rasio”.
54
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Dari kegiatan yang berhubungan dengan judul skripsi, maka penulis menentukan populasi sasaran. Pengertian populasi menurut pendapat Sugiyono (2008:115) sebagai berikut: “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan go public .populasi sasaran adalah perusahaan pertambangan yang go public selama periode tahun 2006 sampai dengan 2011 dan memiliki ukuran populasi (population size) berjumlah sebanyak 28 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Daftar perusahaan pertambangan yang menajdi populasi dapat disajikan pada tabel 3.3.
55
Tabel 3.3 Daftar Perusahaan Pertambangan yang menjadi Populasi No
Nama Perusahaan
Kode Perusahaan
1.
PT Adaro Energy Tbk
ADRO
2.
PT Aneka Tambang (Persero) Tbk
ANTM
3.
PT Apexindo Pratama Duta Tbk
4.
ATPK
5.
PT ATPK Resources Tbk (Formerly Anugrah Tambak Perkasindo Tbk) PT Benakat Petroleum Energy
6.
PT Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk
BORN
7.
PT Berau Coal Energy Tbk
BRAU
8.
BUMI
9.
PT Bumi Resources Tbk (Formerly PT Bumi Modern) PT Bayan Resources Tbk
BYAN
10.
PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk
CNKO
11.
PT Indo Setu Bara Resources Tbk (Formerly PT Cipendawa Tbk) PT Citatah Industri Marmer Tbk
CPDW
DOID
14.
PT Delta Dunia Makmur Tbk (Formerly PT Delta Dunia Petroindo Tbk) PT Elnusa Tbk
15.
PT Energi Mega Persada Tbk
ENRG
16.
PT Garda Tujuh Buana Tbk
GTBO
17.
PT Harum Energy Tbk
HRUM
18.
PT Vale Indonesia Tbk
INCO
19.
PT Indika Energy Tbk
INDY
20.
ITMA
21.
PT Sumber Energi Andalan Tbk (Formerly PT Itamaraya Tbk) PT Indo Tambang raya Megah Tbk
22.
PT Medco Energi International Tbk
MEDC
23.
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
PGAS
24.
PT Perdana Karya Perkasa Tbk
PKPK
25.
PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk
PTBA
26.
PT Albond Makmur Usaha Tbk (d/h Sanex Qianjiang Motor International) PT Sugih Energy Tbk (Formerly PT Sugi Samapersada Tbk) PT Timah (Persero) Tbk
SQMI
12. 13.
27. 28.
APEXINDO
BIPI
CTTH
ELSA
ITMG
56
SUGI TINS
3.3.2 Teknik Sampling Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Menurut Sugiyono (2008:117) teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling yang akan dijelaskan sebagai berikut. Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi, simple random, proportionate stratified, random sampling, disproportionate stratified random, sampling area (cluster). Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengambil sampel adalah nonprobability sampling dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Alasan pemilihan sampel dengan menggunakan teknik Purposive Sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria yang sesuai dengan yang telah penulis tentukan. Oleh karena itu, penulis memilih teknik Purposive Sampling dengan menetapkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-sampel yang digunakan dalam penelitian ini.
57
Adapun kriteria yang digunakan dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan yang masuk sebagai sampel dipilih dari perusahaan yang termasuk ke dalam perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 2005-2011 2. Laporan keuangan tahun tahun 2005-2011 tersedia 3. Perusahaan pertambang yang listing setelah 2005 4. Perusahaan pertambang yang delisiting pada tahun 2005-2011 5. Perusahaan yang melakukan manajemen laba. Perusahaan selalu melakukan manajemen laba dalam mencatat dan menyusun infomasi keuangannya. Nilai nol menunjukan manajemen laba dilakukan dengan pola perataan laba (Income smoothing), sedangkan nilai positif menunjukan bahwa manajemen laba dilakukan dengan dengan pola penaikan laba (income increasing), dan nilai negatif menununjukan manajemen laba dengan pola penurunan laba (income decreasing). (Sri Sulsityanto,2008:165) 6. Perusahaan yang memiliki nilai buku ekuitas positif, karena emiten dengan nilai buku ekutas negatif berarti insolvent, sehingga dapat mengakibatkan kondisi sampel tidak homogen.
58
Tabel 3.4 Kriteria Sampel Kriteria
Jumlah
Perusahaan yang terdaftar sebagai Perusahaan Pertambangan
28
Pelanggaran Kriteria : 1. Tidak menyajikan laporan keuangan yang lengkap dari tahun 2006-2010
0
2. Perusahaan yang listing setelah tahun 2005
12
3. Perusahaan yang diselisting pada saat periode tahun 2005-2011
5
4. Perusahaan yang tidak melakukan manajemn laba
0
5. Perusahaan yang memiliki nilai buku ekuitas negatif Perusahaan Pertambangan yang menjadi sampel
1 10
3.3.3 Sampel Menurut Sugiyono (2008:116) sampel adalah: “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakterikstik yang dimiliki oleh populasi”. Dalam
penelitian
ini,
sampel
yang
terpilih
adalah
perusahaan
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010
secara berturut-turut dan memiliki kriteria tertentu yang
mendukung penelitian. Daftar yang menjadi sampel dalam perusahaan pertambangan disajikan pada tabel 3.5.
59
Tabel 3.5 Daftar Sampel Perusahaan Pertambangan No
Nama Perusahaan
Kode Perusahaan
1.
PT Aneka Tambang (Persero) Tbk
ANTM
2.
ATPK
4.
PT ATPK Resources Tbk (Formerly Anugrah Tambak Perkasindo Tbk) PT Bumi Resources Tbk (Formerly PT Bumi Modern) PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk
CNKO
5.
PT Energi Mega Persada Tbk
ENRG
6.
PT Vale Indonesia Tbk
INCO
7.
PT Medco Energi International Tbk
MEDC
8.
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
PGAS
9.
PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk
PTBA
10.
PT Timah (Persero) Tbk
TINS
3.
3.4
BUMI
Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu data yang dinyatakan dalam angka-angka, yang menunjukan nilai terhadap besaran atau variabel yang diwakilinya. Data yang diteliti merupakan data sekunder, yang artinya data tersebut diperoleh dari laporan-laporan yang memuat berbagai informasi mengenai masalah yang diteliti. Menurut Sugiyono (2008:402) pengertian data sekunder adalah: “Sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.”
60
Data sekunder tersebut bersumber dari data yang terdapat di Bursa Efek Indonesia dengan periodisasi dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 yang diperoleh dari perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Peneltian Kepustakaan (Library Research) Pada tahap ini, penulis berusaha untuk memperoleh berbagai informasi sebanyak-banyaknya untuk dijadikan sebagai dasar teori dan acuan dalam mengolah data, dengan cara membaca, mempelajari, menelaah dan mengkaji literatur-literatur berupa buku-buku, jurnal, makalah, dan penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penulis juga berusaha mengumpulkan, mempelajari, dan menelaah data-data sekunder yang berhubungan dengan objek yang akan penulis teliti.
2.
Riset Internet (Online Research) Pada tahap ini, penulis berusaha untuk memperoleh berbagai data dan informasi tambahan dari situs-situs yang berhubungan dengan penelitian.
61
3.
Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian lapangan ini dilakukan dengan cara survey langsung ke Pusat Informasi Pasar Modal untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini.
3.5
Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
3.5.1 Metode Analisis Data Setelah data itu dikumpulkan, maka kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik pengolahan data. Analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang tercantum dalam identifikasi masalah. Analisis data merupakan salah satu kegiatan penelitian berupa proses penyusunan dan pengolahan data guna menafsirkan data yang telah diperoleh. Sugiyono (2008:206) menjelaskan bahwa: “Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam menganalisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data setiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan”. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, lebih jelasnya akan dibahas berikut ini.
3.5.1.1 Analisis Deskriptif Sugiyono (2008:206) menjelaskan bahwa: “Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
62
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”. Analisis
deskriptif
merupakan
penelitian
yang
dilakukan
untuk
mengetahui nilai variabel independen dan variabel dependen. Dalam analisis ini dilakukan pembahasan mengenai bagaimana manajemen laba dan biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI, dengan rumus sebagai berikut: a. Rata-rata hitung (mean) Mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Rata-rata hitung (mean) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan: X = Mean (rata-rata) ∑xi = Jumlah nilai X ke i sampai ke n n
= Jumlah sampel atau banyak data
b. Standar deviasi Standar deviasi atau simpangan baku dari data yang telah disusun dalam tabel distribusi frekuensi atau data bergolong, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 63
Keterangan: S : Simpangan Baku Me : Rata-rata nilai Xi : Nilai X ke i sampai ke n n : Jumlah sampel atau banyak data
3.5.1.2 Analisis Verifikatif Analisis verifikatif merupakan analisis untuk membuktikan dan mencari kebenaran dari hipotesis yang diajukan. Analisis ini bermaksud untuk mengetahui hasil penelitian berkaitan pengaruh tingkat manajemen laba terhadap tingkat biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2005-2011. 1. Uji Asumsi Klasik Ada beberapa pengujian yang harus dijalankan terlebih dahulu untuk menguji apakah model yang dipergunakan tersebut mewakili atau mendekati kenyataan yang ada. Untuk menguji kelayakan model regresi yang digunakan, maka harus terlebih dahulu memenuhi uji asumsi klasik. Terdapat empat jenis pengujian pada uji asumsi klasik ini, diantaranya:
64
a) Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk
mengkaji kenormalan variabel yang
diteliti apakah data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Hal tersebut penting karena bila data setiap variabel tidak normal, maka pengujian hipotesis tidak bisa menggunakan statistik parametrik (Sugiyono, 2008:39). Dalam suatu penelitian, sebelum pengujian dilakukan terlebih dahulu ditentukan taraf signifikan atau taraf
nyata. Hal ini dilakukan untuk
membuat suatu rencana pengujian agar dapat diketahui batas-batas untuk menetukan pilihan antara Ho dan Ha. Dalam penelitian ini, taraf nyata yang dipilih adalah 0,05 atau 5% karena dapat mewakili hubungan antara variabel yang diteliti dan merupakan suatu signifikansi yang sering digunakan dalam penelitian bidang ilmu-ilmu sosial. Jadi tingkat kebenaran yang dikemukakan oleh penulis adalah 0,95% atau 95%. Menurut Stanislaus. Singgih Susanto (2012:393), uji normalitas data menggunakan
statistik
pengambilan
keputusan
SPSS
Kolmogrov Smirnov dengan dasar
bisa
dilakukan
probabilitas
(asymptotic
significancy) yaitu: 1. Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah normal. 2. Jika probabilitas < 0,05 maka distribusi dari model regresi tidak normal.
65
b) Uji Autokorelasi Uji autokorelasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Tentu saja model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Singgih Santoso, 2012:241). Pada prosedur pendeteksian masalah autokorelasi dapat digunakan besaran Durbin-Watson. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, dari data residual terlebih dahulu dihitung nilai statistik Durbin-Watson (D-W):
Kriteria uji: Bandingkan nilai D-W dengan nilai d dari tabel DurbinWatson: Jika DU < DW < 4-DU maka Ho diterima, artinya tidak terjadi autokorelasi Jika DW < DL atau DW > 4-DL maka Ho ditolak, artinya terjadi autokorelasi Jika DL < DW < DU atau 4-DU < DW < 4-DL, artinya tidak ada kepastian atau kesimpulan yang pasti
66
c) Uji Heteroskedastisitas Situasi heteroskedastis akan menyebabkan penaksiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien dan hasil taksiran dapat menjadi kurang atau melebihi dari yang semestinya. Dengan demikian, agar koefisien-koefisien regresi tidak menyesatkan, maka situasi heteroskedastis tersebut harus dihilangkan dari model regresi. Menurut
Gujarati
heteroskedastisitas
(2012:406) digunakan
untuk
uji-rank
menguji Spearman
ada yaitu
tidaknya dengan
mengkorelasikan variabel independen terhadap nilai absolut dari residual hasil regressi. Jika nilai koefisien korelasi antara variabel independen dengan nilai absolut dari residual signifikan, maka kesimpulannya terdapat heteroskedastisitas (varian dari residual tidak homogen).
2.
Analisis Regresi Linear Sederhan Analisis regresi digunakan untuk mempelajari hubungan dalam bentuk persamaan yang ada diantara variabel-variabel sehingga dari hubungan yang diperoleh, kita dapat menaksir harga variabel yang satu apabila harga variabel yang lainnya diketahui. Dampak dari analisis regresi ini dapat digunakan untuk memutuskan apakah naik dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui menaikkan dan menurunkan keadaan variabel independen, atau untuk meningkatkan variabel independen atau sebaliknya. Persamaan
67
regresi menurut dua variabel di atas dapat diperoleh dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1.
Bentuk persamaan regresi linear Y = a + bx +
X = Taksiran dari nilai variabel X (Manajemen Laba) Y = Nilai variabel Y (Biaya modal ekuitas) ε : Error, variabel gangguan
2. Menentukan nilai koefisien a dan b dengan menggunakan rumus sebagai berikut: a = (∑y) (∑x2) – (∑x)( ∑xy) n∑xy – (∑x)2 b = n∑xy – ∑x (∑y) n∑xy – (∑x)2 Keterangan : X : Variabel independen Y : Variabel dependen a : Konstanta b : Koefisien regresi linear n : anyaknya sampel
68
3. Korelasi Product Moment Analisis korelasi menujukkan arah dan derajat hubungan antara variabel X dan variabel Y. Ukuran yang digunakan untuk mengetahui seberapa kuat atau lemahnya
hubungan dinyatakan dalam
besarnya koefisien korelasi.
Sedangkan arahnya dinyatakan dalam bentuk hubungan positif dan negatif. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel independen (manajemen laba) dengan variabel dependen (biaya modal ekuitas), maka dalam penelitian ini penulis akan menggunakan analisis Korelasi Product Moment Pearson sebagai penentu koefisien korelasi karena data yang digunakan berbentuk rasio. Menurut Sugiyono (2008:276) rumus korelasi sebagai berikut:
Keterangan: r : Koefisien Korelasi Pearson n : Banyaknya sampel yang diobservasi Xi : Variabel independen Yi : Variabel dependen Koefisien korelasi (r) menunjukan derajat korelasi antara variabel independen (x) dan variabel dependen (y) dengan catatan nilai koefisien korelasi (r) haruslah terdapat dalam batas-batas negatif 1 dan positif 1 (-1 < r < 1), maka:
69
Tanda positif (+) dan negatif (-) pada koefisien korelasi sebenarnya memiliki arti yang khas. Bila r positif maka koefisien korelasi antara kedua variabel yang diteliti tersebut X dan Y, bersifat searah. Dengan kata lain setiap kenaikkan nilai X akan diikuti dengan kenaikkan nilai Y, sedangkan tanda negatif menunjukkan korelasi atau hubungan negatif antara variabelvariabel yang diuji berarti setiap kenaikkan nilai-nilai X akan diikuti dengan penurunan nilai-nilai Y dan setiap penurunan nilai-nilai X akan diikuti dengan kenaikkan nilai-nilai Y. a. Bila nilai r = 0 atau mendekati 0, maka dikatakan bahwa hubungan antara kedua variabel yang diteliti sangat lemah atau tidak ada korelasi antar variabel. b. Bila nilai r = -1 atau mendekati r = -1, maka dikatakan bahwa korelasi antara kedua variabel yang diteliti sangat lemah dan negatif. c. Bila nilai r = 1 atau mendekati r = 1, maka dikatakan bahwa korelasi antara kedua variabel yang diteliti sangat kuat dan positif. Untuk lebih jelasnya penentuan kriteria dapat diinterprestasi dengan menggunakan ketentuan sebagai berikut:
70
Tabel 3.6 Pedoman Untuk Memberikan Interprestasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Sangat rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono (2008:250)
3.5.2 Rancangan Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian secara parsial (Uji t). Hipotesis yang akan diuji dan dibuktikan dalam penelitian ini berkaitan dengan pengaruh variabel-variabel yaitu manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas. Menurut Nazir (2003:394), tingkat signifikan (significant level) yang sering digunakan adalah sebesar 5% atau 0,05 karena dinilai cukup ketat dalam menguji hubungan variabel-variabel yang diuji atau menunjukan bahwa kolerasi antara kedua variabel cukup nyata. Disamping itu tingkat signifikansi ini umum digunakan dalam ilmu-ilmu sosial. Tingkat signifikan 0,05 artinya adalah kemungkinan besar dari hasil penarikan mempunyai probabilitias 95% atau toleransi kesalahan sebesar 5%.
71
Dalam pengujian hipotesis dari penelitian ini, penulis menetapkan dengan menggunakan uji signifikan, dengan penetapan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis nol (Ho) adalah suatu hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara variabel independen dan variabel dependen. Hipotesis alternatif (Ha) adalah suatu hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. 1. Uji t Untuk pengujian Uji t digunakan rumus hipotesis sebagai berikut: Ho : β1 = 0
: Tidak terdapat pengaruh manajemen laba terhadap tingkat Biaya modal ekuitas
Ha : β ≠ 0
: Terdapat pengaruh manajemen laba terhadap tingkat Biaya modal ekuitas
Dengan asumsi bahwa pasangan X dan Y berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka uji signifikan terhadap nilai r tersebut dilakukan dengan menggunakan uji signifikan t dengan rumus statistik sebagai berikut:
Keterangan: t : Nilai koefisien dengan derajat kebebasan n-2 r : Nilai koefisien Pearson n : Banyaknya sampel yang diobservasi
72
Kriteria pengujian apakah hipotesis itu ditolak atau tidak ditolak sebagai berikut: a) Jika nilai t hitung < nilai t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. b) Jika nilai t hitung > nilai t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
2.
Koefisien Determinasi Koefisien Determinasi (KD) merupakan besarnya persentase pengaruh variabel independen (X) terhadap variabel independen (Y). Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel X terhadap variabel Y, maka nilai koefisien (r) dikuadratkan (r2). Nilai r2 atau koefisien determinasi ini menunjukkan besarnya model variabel Y yang akan dipengaruhi variabel X. Uji determinasi ini hanya dapat dilakukan apabila terdapat pengaruh yang signifikan antara dua variabel di atas. Koefisien determinasi dapat dicari dengan menggunakan rumus: KD = r2 x 100%
Keterangan : KD : Koefisien Determinasi r2
: Koefisien korelasi dikuadratkan
73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan Asuransi di Bursa Efek Indonesia Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2011. Pada periode ini terdapat 28 perusahaan yang terdaftar, akan tetapi setelah dilakukan purposive sampling maka diperoleh sampel yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini sebanyak 10 perusahaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia, Laporan keuangan dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Berikut ini akan disajikan profil singkat dari perusahaan asuransi yang menjadi sampel dalam penelitian ini. 1. PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk merupakan perusahaan Pertambangan da pengolahan mineral terkemuka di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada 5 Juli 1968 sebagai Perusahaan Milik Negara “PN Aneka Tambang”. Tujuh perusahaan independen yang bergabung dalam membentuk Aneka Tambang terdiri dari PT Nikel Indonesia, PN Tambang Bauksit Indonesia, PN logam Mulia, BPU Perusahaan-perusahaan Tambang Umum Negara, Proyek Pertambangan Intan Martapura, PN Tambang Emas Tjikotok, dan Proyek Emas Logam. Pada 21 Mei 1975 sesuai dengan keputusan Menteri 74
Kehakiman Republik Indonesia, status Aneka Tambang berubah dari perusahaan milik Negara menjadi perusahaan terbatas, PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. Setelah tiga puluh tahun beroperasi, perusahaan ini telah membuktikan pencapaian yang signifikan. Dari tahun ke tahun perusahaan terus meningkatkan kualitas dari berbagai aspek, dari operasi dan pengembangan keuangan, hal-hal yang bersifat umum dan sumber daya manusia.
2. PT. ATPK Resources Tbk Perseroan didirikan pada tahun 1988 di Medan dengan nama PT Anugrah Tambak Perkasindo. Pada tahun 2002, Perseroan melakukan Penawaran Umum Saham Perdana dan selanjutnya mencatatkan seluruh saham yang telah dikeluarkan dan disetor penuh pada Bursa Efek Jakarta (Company Listing) pada tanggal 17 April 2002. Keputusan RUPSLB Perseroan yang diselenggarakan pada tanggal 7 Juni 2006 menyetujui perubahan nama Perseroan semula dari PT Anugrah Tambak Perkasindo Tbk. menjadi PT ATPK Resources Tbk., perubahan domisili Perseroan dari Medan ke Jakarta, dan diversifikasi bidang usaha Perseroan ke bidang usaha pertambangan umum dan pembangunan infrastruktur. Keputusan RUPSLB Perseroan yang diselenggarakan pada tanggal 30 Nopember 2006 menyetujui penambahan kegiatan usaha utama Perseroan ke bidang pertambangan batu bara, pertambangan minyak dan gas bumi
75
dan bidang industri pembangkit tenaga listrik swasta sebagai usaha turunannya. Perseroan memulai investasi pada bidang batubara dengan mengakuisisi PT Modal Investasi Mineral (MIM) dimana pada saat terjadinya investasi oleh Perseroan, MIM telah memiliki 6 (enam) anak perusahaan yaitu: PT Saptajaya Menjak Sengewari (SMS), PT Mega Alam Sejahtera (MAS), PT Sarana Mandiri Utama (SMU), PT Damanka Prima (Damanka), PT Tuhup Coal Mining (TCM) dan PT MIM Geoservices Technology (MGT). Keputusan RUPSLB Perseroan yang diselenggarakan pada tanggal 30 Juni 2007 menyetujui peningkatan modal ditempatkan dan disetor Perseroan melalui Penawaran Umum Terbatas I dengan menerbitkan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu dan memberikan secara cuma-cuma Waran kepada pemegang saham yang berhak. 3. PT. Bumi Resources Tbk PT Bumi Resources Tbk (“Perusahaan”) didirikan pada tanggal 26 Juni 1973 berdasarkan Akta No. 130 dan No. 103 tanggal 28 Nopember 1973, keduanya dibuat dihadapan Djoko Soepadmo, S.H., notaris di Surabaya dan mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia pada tanggal 12 Desember 1973 melalui surat keputusan No. Y.A.5/433/12 dan didaftarkan di Buku Register Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surabaya dibawah No. 1822/1973, No. 1823/1973, No. 1824/1973 tanggal 27 Desember 1973, serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 1 tanggal 2 Januari 1974, Tambahan No. 7. Sesuai
76
dengan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi kandungan batubara (termasuk Pertambangan dan penjualan batubara) dan eksplorasi minyak. Kantor pusat Perusahaan beralamat di Gedung Wisma Bakrie 2 Lantai 7, Jalan H. R. Rasuna Said Kav. B-2, Jakarta 12920. Pada tanggal 30 September 2005, Direksi Perusahaan menyetujui untuk merubah mata uang pelaporan dari Rupiah (Rp) menjadi Dolar Amerika Serikat (US$) untuk mencerminkan mata uang fungsional perusahaan. Perubahan tersebut mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan Republik Indonesia pada tanggal 9 Nopember 2005. Berdasarkan surat Ketua Bapepam No. SI-117/SHM/MK.10/1990 tanggal 18 Juni 1990, atas nama Menteri Keuangan, Bapepam telah memberikan surat pernyataan efektif atas penawaran saham perdana 10.000.000 saham perusahaan atas nama dengan harga nominal Rp 1.000 per saham (setara dengan AS$ 0,54) kepada masyarakat pada tanggal 25 Juni sampai 30 Juni 1990 dengan harga perdana Rp 4.500 (setara dengan AS$ 2,44) per saham. Saham tersebut telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Surabaya pada tanggal 30 Juli 1990.
4. PT. Exploitasi Energi Indonesia Tbk PT. Exploitasi Energi Indonesia Tbk (dahulu PT Central Korporindo Internasional Tbk) didirikan tanggal 13 September 1999 dan memulai kegiatan operasi komersialnya sejak 2001. Kantor pusat CNKO terletak di
77
World Trade Centre Lantai 8, Jl. Jend. Sudirman Kav. 29-31, Jakarta. PLTU CNKO terletak di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Rengat, Riau dan Tembilahan Riau. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan CNKO terutama bergerak dalam bidang pertambangan dan perdagangan batubara, pembangunan pembangkit tenaga listrik dan mengelola dan mengusahakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pada tanggal 31 Oktober 2001, CNKO memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) Perusahaan kepada masyarakat sebanyak 800.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan harga penawaran Rp105,- per saham dan disertai 640.000.000 Waran seri I dan periode pelaksanaan mulai dari 21 Mei 2002 sampai dengan 22 Nopember 2004 dengan harga pelaksanaan sebesar Rp125,- per saham. Saham dan Waran Seri I tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 21 Nopember 2001.
5. PT. Energi Mega Persada Tbk Perseroan didirikan dengan nama PT. Energi Mega Persada, berkedudukan di Jakarta, berdasarkan Akta No. 16, tanggal 16 oktober 2001, dibuat di hadapan Rakhmat Syamsul Rizal, SH., MH., Notaris di Jakarta yang telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Perusahaan ini didaftarkan dalam Daftar Perusahaan dengan No. 195/BH.09.03/I/2002 di kantor Pendaftaran Perusahaan Kodya Jakarta
78
Selatan pada tanggal 31 Januari 2002 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 31, tanggal 16 April 2002, Tambahan No. 3684. Dalam Anggaran Dasarnya, ruang lingkup kegiatan usaha Perseroan adalah bidang jasa manajemen perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi. Berdasarkan hal tersebut, sejak pendiriannya, perseroan telah melakukan berbagai macam langkah persiapan untuk lebih memantapkan pengembangan kegiatan usahanya di sektor industri pertambangan minyak dan gas bumi. Kegiatan usaha perseroan dilakukan dengan peranannya sebagai induk perusahaan (holding company) bagi anak-anak perusahaan yang bergerak di sektor industri pertambangan minyak dan gas bumi.
6. PT. Vale Indonesia Tbk. (INCO) PT Vale Indonesia Tbk (Vale Indonesia) sebelumnya dikenal sebagai PT International Nickel Indonesia Tbk (PTI), adalah sebuah perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang mendapatkan izin usaha dari pemerintah Indonesia untuk melakukan eksplorasi, kegiatan penambangan, pengolahan dan produksi nikel. PT International Nickel Indonesia Tbk. (“PT Inco” atau “Perseroan”) didirikan pada tanggal 25 Juli 1968. Perseroan melakukan pemecahan satu saham menjadi sepuluh yang disetujui oleh pemegang saham pada tanggal 17 Desember 2007 dan berlaku efektif pada tanggal 15 Januari 2008, saat ini terdapat 9.936.338.720 lembar saham yang beredar. Saham PT INCO pertama kali tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 16 Mei 1990.
79
7. PT. Medco Energi International Tbk PT Medco Energi Internasional merupakan perusahaan energy terpadu yang didirikan pada tahun 1980 oleh Arifin Panigoro, dengan kegiatan usaha yang terdiri dari eksplorasi dan produksi (E&P) minyak dan gas, kegiatan minyak dan gas industri hilir (downstream), pembangkit tenaga listrik, dan jasa pemboran. Saat ini Medco Energi memperkerjakan sekitar 3.000 karyawan di seluruh dunia yang mencakup Asia Tenggara, Timur Tengah sampai Afrika Utara dan Amerika Serikat. Perseroan memulai usahanya melalui jasa pemboran pada tahun 1980, sebagai kontraktor pemboran swasta pertama di Indonesia. Kegiatan hulu minyak dan gas dimulai dengan pengambilalihan kontrak eksplorasi dan produksi milik Tesoro di Kalimantan Timur (TAC dan PSC) pada tahun 1992 dan akuisisi PT Stanvac Indonesia dari Exxon dan Mobil Oil pada tahun 1995. Medco Energi bermaksud untuk memantapkan pertumbuhan dan kesinambungan
jangka
panjang
Perseroan
dengan
melakukan
pengembangan lebih lanjut atas diversifi kasi portofolio usaha energi, secara konsisten dan berkelanjutan untuk meningkatkan nilai bagi pemangku kepentingan dengan memastikan bahwa Perseroan secara bertanggung jawab dan berkesinambungan, mengacu pada praktik kerja terbaik secara global untuk mencapai tiga hasil lini utama (triple bottom line) pada aspek keuangan, sosial dan lingkungan.
80
8. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau sering disebut PGN dengan kode transaksi perdagangan di Bursa Efek Indonesia “PGAS”, merupakan sebuah perusahaan milik negara yang dirintis sejak tahun 1859, ketika masih bernama Firma LJN Enthoven & Co. Kemudian pada tahun 1950, oleh Pemerintah Belanda, perusahaan tersebut diberi nama NV Overzeese Gas en Electriciteit Maatschapij (NV OGEM). Namun, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih kepemilikan firma tersebut dan mengubah namanya menjadi Penguasa Perusahaan Peralihan Listrik dan Gas (P3LG). Seiring dengan perkembangan Pemerintahan Indonesia, pada tahun 1961 status perusahaan itu beralih menjadi BPUPLN. Pada tanggal 13 Mei 1965, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19/1965, perusahaan ditetapkan sebagai perusahaan negara dan dikenal sebagai Perusahaan Gas Negara (PGN). Kemudian, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1984, perseroan berubah status hukumnya dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perusahaan Umum (Perum). Setelah itu, status perusahaan diubah dari Perum menjadi Perseroan Terbatas yang dimiliki oleh negara berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1994 dan Akta Pendirian Perusahaan No. 486 tanggal 30 Mei 1996 yang diaktakan oleh notaris Adam Kasdarmaji, S.H.. Seiring dengan perubahan status perseroan menjadi perusahaan terbuka, anggaran dasar perusahaan diubah dengan Akta Notaris No.5 dari Fathiah Helmi, S.H. tanggal 13
81
November 2003, yang antara lain berisi tentang perubahan struktur permodalan. Perubahan ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. C26467 HT.01.04 Th. 2003 tanggal 4 November 2003, dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dengan No.94 Tambahan No. 11769 tanggal 24 November 2003. Pada tanggal 5 Desember 2003, Perseroan memperoleh pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal untuk melakukan penawaran umum saham perdana kepada masyarakat sebanyak 1.296.296.000 saham, yang terdiri dari 475.309.000 saham dari divestasi saham Pemerintah Republik Indonesia, pemegang saham perseroan dan 820.987.000 saham baru. Sejak saat itu, nama resmi Perseroan menjadi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Saham perusahaan telah dicatatkan di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 15 Desember 2003 dengan kode transaksi perdagangan ”PGAS”.
9. PT. Tambang Batu Bara Bukit Asam (Persero) Tbk Sejarah Pertambangan batubara di Tanjung Enim dimulai sejak zaman kolonial Belanda tahun 1919 dengan menggunakan metode penambangan terbuka (open pit mining) di wilayah operasi pertama, yaitu di Tambang Air
Laya.
Selanjutnya
mulai
1923
beroperasi
dengan
metode
penambangan bawah tanah (underground mining) hingga 1940, sedangkan produksi untuk kepentingan komersial dimulai pada 1938. Seiring dengan
82
berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di tanah air, para karyawan Indonesia kemudian berjuang menuntut perubahan status tambang menjadi Pertambangan
nasional.
Pada
1950,
Pemerintah
RI
kemudian
mengesahkan pembentukan Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA). Pada 1981, PN TABA kemudian berubah status menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk, yang
selanjutnya
disebut
Perseroan. Dalam
rangka
meningkatkan
pengembangan industri batubara di Indonesia, pada 1990 Pemerintah menetapkan
penggabungan
Perum
Tambang
Batubara
dengan
Perseroan. Sesuai dengan program pengembangan ketahanan energi nasional,
pada
1993
Pemerintah
menugaskan
Perseroan
untuk
mengembangkan usaha briket batubara. Pada 23 Desember 2002, Perseroan mencatatkan diri sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia dengan kode “PTBA”.
10. PT. Timah (Persero) Tbk Di masa kolonial, pertambangan timah di Bangka dikelola oleh badan usah pemerintah kolonial "Banka Tin Winning Bedrijf" (BTW). Di Belitung dan Singkep dilakukan oleh perusahaan swasta Belanda, masing-masing Gemeeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Biliton (GMB) dan NV Singkep Tin Exploitatie Maatschappij (NVSITEM). Setelah
kemerdekaan
R.I,
ketiga
83
perusahaan
Belanda
tersebut
dinasionalisasikan antara tahun 1953-1958 menjadi tiga Perusahaan Negara yang terpisah. Pada tahun 1961 dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Tambangtambang Timah Negara (BPU PN Tambang Timah) untuk mengkoordinasikan ketiga perusahaan negara tersebut, pada tahun 1968, ketiga perusahaan negara dan BPU tersebut digabung menjadi satu perusahaan yaitu Perusahaan Negara (PN) Tambang Timah. Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 9 Tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1969, pada tahun 1976 status PN Tambang Timah dan Proyek Peleburan Timah Mentok diubah menjadi bentuk Perusahaan Perseroan (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan namanya diubah menjadi PT Tambang Timah (Persero) berdasarkan Akta Nomor 1 tahun 1976 oleh notaries Imas Fatimah, SH tanggal 2 Agustus 1976. PT Timah (Persero) Tbk melakukan penawaran umum perdana di pasar modal Indonesia dan internasional, dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya, dan the London Stock Exchange pada tanggal 19 Oktober 1995 Sejak itu, 35% saham perusahaan dimiliki oleh masyarakat dalam dan luar negeri, dan 65% sahamnya masih dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. Komisaris dan direksi tidak memiliki saham timah, kecuali Bapak Wachid Usman yang memiliki 1.000 saham biasa seri B yang diperoleh saat masih menjadi karyawan dalam rangka penawaran umum perdana. Untuk memfasilitasi strategi pertumbuhan melalui diversifikasi usaha, pada tahun 1998 PT Timah (Persero) Tbk
84
melakukan reorganisasi kelompok usaha dengan memisahkan operasi perusahaan ke dalam 3 (tiga) anak perusahaan, yang secara praktis menempatkan PT Timah (Persero) Tbk menjadi induk perusahaan (holding company) dan memperluas cakupan usahanya ke bidang pertambangan, industri, keteknikan, dan perdagangan. Saat ini PT Timah (Persero) Tbk dikenal sebagai perusahaan penghasil logam timah terbesar di dunia dan sedang dalam proses mengembangkan usahanya di luar penambangan timah dengan tetap berpijak pada kompetensi yang dimiliki dan dikembangkan.
4.1.2 Gambaran Data Manajemen Laba Perusahaan Pertambangan Manajemen laba dapat dikatakan sebagai upaya untuk mengintervensi informasi dalam laporan keuangan dengan cara memanfaatkan kebebasan dalam memilih dan menggunakan metode akuntansi. Upaya rekayasa inilah yang membuat informasi dalam laporan keuangan menjadi tidak relevan dengan kebutuhan pemakainya. Pada penelitian inimanajemen laba dihitung menggunakan rumus model spesifik akrual yaitu akrual modal kerja. Perhitungan manajemen laba menggunakan model spesifik akrual yaitu akrual modal kerja dengan rumus sebagai berikut: a. Menghitung Akrual Modal Kerja Menghitung akrual modal kerja dengan persamaan sebagai berikut: Akrual modal kerja = ∆AL - ∆HL - ∆Kas 85
b. Menghitung Manajemen Laba Mengitung manajemen laba dengan menggunakan model yang digunakan Utami (2005) dengan persamaan sebagai berikut:
Manajemen laba (ML) = Akrual Modal kerja (t) Penjualan periode (t)
Untuk
mengetahui
besarnya
manajemen
laba
pada
perusahaan
pertambangan yang dijadikan sampel penelitian pada periode 2005-2011 dapat dilihat pada tabel 4.1.
86
Tabel 4.1 Akrual Modal Kerja pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011
Emiten
Tahun
ANTM
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2005 2006
ATPK
BUMI
CNKO
ENRG
INCO
MEDC
PGAS
AL
2,087,512 3,317,603 8,048,100 5,819,532 5,313,146 7,593,630 8,217 11,469 134,331 126,797 115,989 132,416 5,681,353 9,536,458 11,344,139 17,876,685 22,045,950 28,700,181 49,809 130,465 155,119 174,985 248,542 570,787 1,419,436 1,913,638 2,405,702 2,859,584 2,015,040 1,924,741 4,513,077 8,170,513 5,995,344 5,306,490 5,914,818 6,398,850 5,099,923 5,112,837 7,000,537 9,447,666 7,463,601 9,174,078 5,071,205 1,977,087
∆AL
1,230,091 4,730,497 -2,228,568 -506,386 2,280,484 3,252 122,862 -7,534 -10,808 16,427 3,855,105 1,807,681 6,532,546 4,169,265 6,654,231 80,656 24,654 19,866 73,557 322,245 494,202 492,064 453,882 -844,544 -90,299 3,657,436 -2,175,169 -688,854 608,328 484,032 12,914 1,887,700 2,447,129 -1,984,065 1,710,477 -3,094,118
HL
779,406 1,179,516 1,798,817 718,198 747,531 1,989,071 485 15,550 18,995 32,775 41,311 56,539 6,485,828 7,244,271 8,002,723 23,026,643 20,719,965 18,390,889 10,590 42,302 50,838 39,482 121,896 390,960 1,126,509 1,031,184 3,688,450 1,439,264 4,197,312 3,141,048 1,238,069 1,776,689 2,371,346 1,113,681 817,443 1,421,450 2,329,350 2,262,697 3,556,598 4,246,172 4,802,935 4,491,859 7,682,306 8,980,245
87
∆HL
400,110 619,301 -1,080,619 29,333 1,241,540 15,065 3,445 13,780 8,536 15,228 758,443 758,452 15,023,920 -2,306,678 -2,329,076 31,712 8,536 -11,356 82,414 269,064 -95,325 2,657,266 -2,249,186 2,758,048 -1,056,264 538,620 594,657 -1,257,665 -296,238 604,007 -66,653 1,293,901 689,574 556,763 -311,076 1,297,939
Kas
740,493 1,194,088 4,743,875 3,442,768 8,773,583 4,308,243 648 3,147 36,364 9,904 410 702 562,455 462,450 1,353,468 1,882,823 564,578 2,278,449 891 6,741 6,384 319 4,437 9,040 323,123 60,896 455,088 230,618 49,102 183,233 2,451,961 4,312,650 2,772,068 1,816,872 2,453,870 3,633,524 1,496,744 1,698,637 2,509,015 3,816,620 2,386,794 1,605,800 3,972,335 670,943
∆ kas
Akrual modal kerja
453,595 3,549,787 -1,301,107 5,330,815 -4,465,340
376,386 561,409 153,158 -5,866,534 5,504,284
2,499 33,217 -26,460 -9,494 292
-14,312 86,200 5,146 -9,850 907
-100,005 891,018 529,355 -1,318,245 1,713,871
3,196,667 158,211 -9,020,729 7,794,188 7,269,436
5,850 -357 -6,065 4,118 4,603
43,094 16,475 37,287 -12,975 48,578
-262,227 394,192 -224,470 -181,516 134,131
851,754 -2,559,394 2,927,538 -3,421,076 831,834
1,860,689 -1,540,582 -955,196 636,998 1,179,654
1,258,127 -1,229,244 1,524,007 267,568 -1,299,629
201,893 810,378 1,307,605 -1,429,826 -780,994
-122,326 -216,579 449,950 -1,111,002 2,802,547
-3,301,392
-1,090,665
Emiten
PTBA
TINS
Tahun
2007 2008 2009 2010 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2005 2006 2007 2008 2009 2010
AL
∆AL
HL
∆HL
Kas
∆ kas
3,715,443 5,196,658 9,263,401 13,858,679 2,088,957 2,347,761 3,080,350 4,949,517 6,783,391 6,645,953 1,638,683 2,227,128 3,922,668 4,305,906 3,173,159 4,108,890
1,738,356 1,481,215 4,066,743 4,595,278
13,311,532 3,297,977 3,729,795 4,035,777 463,035 431,533 695,010 1,352,990 1,380,908 1,147,728 896,153 1,488,816 1,350,230 1,640,906 1,103,074 1,269,482
4,331,287 -10,013,555 431,818 305,982
1,232,204 3,499,801 6,593,237 11,065,595 1,229,290 1,295,035 2,222,819 3,041,720 4,709,104 5,054,075 324,213 178,158 1,734,159 460,588 501,949 844,218
561,261 2,267,597 3,093,436 4,472,358
Akrual modal kerja -3,154,192 9,227,173 541,489 -183,062
65,745 927,784 818,901 1,667,384 344,971
224,561 -458,672 392,286 138,572 -249,229
-146,055 1,556,001 -1,273,571 41,361 342,269
141,837 278,125 1,366,133 -636,276 427,054
258,804 732,589 1,869,167 1,833,874 -137,438 588,445 1,695,540 383,238 -1,132,747 935,731
-31,502 263,477 657,980 27,918 -233,180 592,663 -138,586 290,676 -537,832 166,408
Sumber : Bursa Efek Indonesia, Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Perusahaan Pertambangan
88
Tabel 4.2 Manajemen Laba pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011 emiten ANTM
ATPK
BUMI
CNKO
ENRG
INCO
MEDC
PGAS
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007
Akrual modal kerja 376,386 561,409 153,158 -5,866,534 5,504,284 -14,312 86,200 5,146 -9,850 907 3,196,667 158,211 -9,020,729 7,794,188 7,269,436 43,094 16,475 37,287 -12,975 48,578 851,754 -2,559,394 2,927,538 -3,421,076 831,834 1,258,127 -1,229,244 1,524,007 267,568 -1,299,629 -122,326 -216,579 449,950 -1,111,002 2,802,547 -1,090,665 -3,154,192
89
penjualan 5,629,401 12,008,202 9,591,981 8,711,370 8,744,300 1,529 2,819 3,524 283 61,168 16,710,247 21,338,444 36,993,404 34,451,217 39,289,958 262,697 267,401 281,638 351,513 762,187 1,459,460 1,137,543 1,859,071 1,444,369 1,249,710 12,073,058 21,907,257 14,367,462 7,152,949 11,475,420 7,147,497 9,248,295 14,085,289 6,299,370 8,348,224 6,632,006 8,801,822
manajemen laba 0.066860755 0.046752128 0.015967296 -0.673434144 0.629471084 -9.360366252 30.57821923 1.460272418 -34.80565371 0.014828015 0.191299805 0.007414364 -0.243846957 0.226238394 0.185020203 0.164044508 0.061611587 0.132393356 -0.036911864 0.063735015 0.583609006 -2.249931651 1.574731681 -2.368560943 0.665621624 0.104209472 -0.056111269 0.106073501 0.03740667 -0.113253284 -0.017114523 -0.023418263 0.031944676 -0.176367161 0.335705774 -0.164454767 -0.358356713
emiten
PTBA
TINS
Tahun 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010
Akrual modal kerja 9,227,173 541,489 -183,062 224,561 -458,672 392,286 138,572 -249,229 141,837 278,125 1,366,133 -636,276 427,054
penjualan 12,793,849 18,024,279 19,765,716 3,533,480 4,123,855 7,216,228 8,947,854 7,909,154 4,076,434 8,542,393 9,053,082 7,709,856 8,339,254
manajemen laba 0.72121947 0.0300422 -0.009261592 0.063552362 -0.111224085 0.054361642 0.015486618 -0.031511461 0.034794382 0.032558207 0.150902532 -0.082527611 0.051210096
Sumber : Bursa Efek Indonesia, Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Perusahaan Pertambangan
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut
diperoleh gambaran data
manajemen laba selama periode tahun 2005-2011. Manajemen laba yang bernilai positif menunjukan bahwa manajemen laba dilakukan dengan penaikan laba sedangkan manajemen laba yang bernilai negatif menunjukan manajemen laba dengan pola menurunkan laba. Pada data di atas tidak ada perusahaan yang bernilai nol yang menunjukan manajemen laba dengan cara perataan laba.
4.1.3 Gambaran Data Biaya Modal Ekuitas Perusahaan Pertambangan Biaya modal suatu perusahaan adalah bagian yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memberi kepuasaan kepada investor pada tingkat resiko tertentu. Biaya modal ekuitas banyak diartikan sebagai ekspektasi pemegang saham akan pengembalian dari modal yang sudah ditanamkan di perusahaan.
90
Berikut gambaran data biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2005 hingga tahun 2011. Perhitungan biaya modal ekuitas menggunakan Model yang digunakan Botosan (1997) dalam Utami (2005) dengan rumus sebagai berikut:
Besarnya biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang dijadikan sampel penelitian pada periode 2005-2011 dapat dilihat pada tabel 4.3.
91
Tabel 4.3 Perkembangan Biaya Modal Ekuitas Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011 Emiten ANTM
ATPK
BUMI
CNKO
ENRG
INCO
MEDC
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010
Bt 2,244 4,594 845 854 1,004 130 227 198 155 104 167 545 658 656 700
Xt+1 538 143 63 176 201.79 -54 -31 -43 -31 -13.73 382.99 209.75 92.26 134.68 93.9
Pt 8,000 4,475 1,090 2,200 2,450 85 1,230 210 225 187 900 6,000 910 2,425 3,025
Biaya modal ekuitas -0.65225 0.05855 -0.16697 -0.53182 -0.50784 -0.10588 -0.84065 -0.26190 -0.44889 -0.51727 -0.38890 -0.87421 -0.17554 -0.67395 -0.73755
2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010
158 142 153 154 171 132 233 258 121 144 15,297 12,604 1,672 1,739 1,847 1,558 1,526 2,409.04 2,006.26 2,117.72
0.33 0.39 0.65 16.61 21.54 8 -2 -120 -2 6.23 10,663 395 187 481 304.6 19 920.71 54.44 223.77 1,323.48
160 210 50 60 154 520 1,490 84 193 124 31,000 96,250 1,930 3,650 4,875 3,550 5,150 1,870 2,450 3,375
-0.01044 -0.32195 2.07300 1.84350 0.25026 -0.73077 -0.84497 0.64286 -0.38342 0.21153 -0.16258 -0.86495 -0.03679 -0.39178 -0.55865 -0.55577 -0.52491 0.31737 -0.08978 0.01961
92
Emiten PGAS
PTBA
TINS
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010
Bt 1,229 1,389 308.00 484.00 572.00 996 1,215 1,735 2,474 2,736 3,331 6,674 759 682 835
Xt+1 346 28 257 257 254.25 330 741 1,184 872 1,339.27 3,546 267 62 188 178.25
Pt 11,600 15,350 2,650 3,900 4,425 3,525 12,000 6,900 17,250 22,950 4,425 28,700 1,080 2,000 2,750
Biaya modal ekuitas -0.86422 -0.90769 -0.78679 -0.81000 -0.81328 -0.62383 -0.83700 -0.57696 -0.80603 -0.82243 0.55412 -0.75815 -0.23981 -0.56500 -0.63155
Bursa Efek Indonesia, Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Perusahaan Pertambangan
Berdasarkan perhitungan biaya modal ekuitas banyak perusahaan yang memiliki nilai biaya modal ekuitas negatif. Tanda negatif berarti investor mendapatkan rerutrn negatif, atau dengan kata lain menanggung kerugian atas investasi yang dilakukan.
93
4.2
Pembahasan
4.2.1 Analisis Manajemen Laba pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tabel 4.4 Gambaran Data Manajemen Laba Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Emiten ANTM ATPK BUMI CNKO ENRG INCO MEDC PGAS PTBA TINS Negatif Positif
2006 0.0669 -9.3604 0.1913 0.1640 0.5836 0.1042 -0.0171 -0.1645 0.0636 0.0348 3 7
Indeks Manajemen Laba 2007 2008 2009 0.0468 0.0160 -0.6734 30.5782 1.4603 -34.8057 0.0074 -0.2438 0.2262 0.0616 0.1324 -0.0369 -2.2499 1.5747 -2.3686 -0.0561 0.1061 0.0374 -0.0234 0.0319 -0.1764 -0.3584 0.7212 0.0300 -0.1112 0.0544 0.0155 0.0326 0.1509 -0.0825 5 1 6 5 9 4
2010 0.6295 0.0148 0.1850 0.0637 0.6656 -0.1133 0.3357 -0.0093 -0.0315 0.0512 3 7
Bursa Efek Indonesia, Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Perusahaan Pertambangan
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut
diperoleh gambaran data
manajemen laba selama periode tahun 2005-2011. Tanda positif dan negatif hanya menunjukkan sifat dari praktek manajemen laba tersebut, jika bertanda positif berarti perusahaan cenderung
menaikkan laba,
sebaliknya
jika negatif
menunjukkan perusahaan cenderung menurunkan laba. Dari 10 perusahaan pertambangan yang diteliti dapat dilihat bahwa nilai manajemen laba pada tahun 2006, 2008 dan tahun 2010 lebih banyak yang bertanda positif dibanding yang bertanda negatif. Artinya pada tahun tersebut
94
kebanyakan dari perusahaan pertambangan lebih sering melakukan praktik menaikkan laba dibanding dengan menurunkan laba. Secara grafik nilai manajemen laba dari ke-10 perusahaan pertambangan yang terdaftar di Burasa Efek Indonesia selama periode tahun 2005-2011 dapat dilihat pada gambar berikut. 40.0
ANTM
30.0
ATPK
20.0
BUMI
10.0
CNKO
0.0
ENRG
-10.0
INCO MEDC
-20.0
PGAS
-30.0
PTBA
-40.0 2006
2007
2008
2009
2010
TINS
Gambar 4.1 Grafik Manajemen Laba
Berdasarkan gambar 4.1 Berdasarkan Grafik 4.1 di atas dapat dilihat perrusahaan pertambangan yang mempunyai nilai manajemen laba positif atau dengan cara menaikan laba yang tertinggi untuk tahun 2006 yaitu pada PT. Bumi Resources Tbk sebesar 0.1913, sedangkan perusahaan pertambangan yang mempunyai nilai negatif atau dengan cara menurunkan laba yang terendah untuk tahun 2006 yaitu PT. ATPK Resources Tbk sebesar -9.3604. Perusahaan ATPK Resources Tbk memiliki nilai manajemen laba yang ekstrim karena pada tahun 2007 nilai akrual modal kerja manejemen laba lebih besar dibandingkan penjualannya. 95
Pada tahun 2007 perusahaan pertambangan yang mempunyai nilai positif atau dengan cara menaikan laba yang tertinggi yaitu pada PT. ATPK Resources Tbk sebesar 30.5782, sedangkan perusahaan pertambangan yang mempunyai nilai negatif atau dengan cara menurunkan laba yang terendah yaitu PT. Energi Mega Persada Tbk sebesar -2.2499. Pada tahun 2008 perusahaan pertambangan yang mempunyai nilai positif atau dengan cara menaikan laba yang tertinggi yaitu pada pada PT. Energi Mega Persada Tbk sebesar 1.5747, sedangkan perusahaan pertambangan yang mempunyai nilai negatif atau dengan cara menurunkan laba yang terendah yaitu PT. Bumi Resources Tbk sebesar -0.2438. Pada tahun 2009 perusahaan pertambangan yang mempunyai nilai positif atau dengan cara menaikan laba yang tertinggi yaitu pada pada PT. Bumi Resources Tbk sebesar 0.2262, sedangkan perusahaan pertambangan yang mempunyai nilai negatif atau dengan cara menurunkan laba yang terendah yaitu PT. ATPK Resources sebesar -34.8057. Pada tahun 2010 perusahaan pertambangan yang mempunyai nilai positif atau dengan cara menaikan laba yang tertinggi yaitu pada pada PT Energi Mega Persada Tbk sebesar 0.6656, sedangkan perusahaan pertambangan yang mempunyai nilai negatif atau dengan cara menurunkan laba yang terendah yaitu PT Vale Indonesia Tbk sebesar -0.1133. Pada grafik diatas dapat dilihat PT ATPK Resources Tbk paling ekstrim dalam melakukan manajemen laba, baik dalam menurunkan dan juga menaikkan laba. Berdasarkan data nilai manajemen, selanjutnya dihitung nilai statistik
96
deskriptif yang meliputi jumlah sampel (N), rata-rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi untuk variabel praktik manajemen laba. Hasil perhitungan dengan menggunakan software IBM SPSS Statistics 20 didapat hasilnya sebagai berikut : Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Praktik Manajmen Laba (EM) Tahun 2005-2011 Report EM Emiten ANTM ATPK BUMI CNKO ENRG INCO MEDC PGAS PTBA TINS Total
N 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Mean .0171 -2.4225 .0732 .0770 -.3589 .0157 .0302 .0438 -.0019 .0374 -.2489
Std. Deviation .46238 23.48865 .19667 .07751 1.82288 .09780 .18783 .40835 .07173 .08290 6.77489
Minimum -.67 -34.81 -.24 -.04 -2.37 -.11 -.18 -.36 -.11 -.08 -34.81
Maximum .63 30.58 .23 .16 1.57 .11 .34 .72 .06 .15 30.58
Berdasarkan tabel deskriptif diketahui bahwa nilai manajemen laba bervariasi dengan nilai minimum sebesar -34,81 yaitu terjadi pada PT ATPK Resources Tbk tahun 2009 dan nilai maksimum sebesar 30,58 yang juga terjadi pada PT ATPK Resources Tbk pada tahun 2007. Secara rata-rata selama periode tahun 2006-2010 nilai manajemen laba PT ATPK Resources Tbk menjadi yang terendah dan nilai manajemen laba PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk menjadi yang tertinggi.
97
4.2.2 Analisis Biaya Modal Ekuitas pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tabel 4.6 Perkembangan Biaya Modal Ekuitas Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011
Emiten ANTM ATPK BUMI CNKO ENRG INCO MEDC PGAS PTBA TINS
2006 -0.65225 -0.10588 -0.38890 -0.01044 -0.73077 -0.16258 -0.55577 -0.86422 -0.62383 0.55412
2007 0.05855 -0.84065 -0.87421 -0.32195 -0.84497 -0.86495 -0.52491 -0.90769 -0.83700 -0.75815
Tahun 2008 -0.16697 -0.26190 -0.17554 2.07300 0.64286 -0.03679 0.31737 -0.78679 -0.57696 -0.23981
2009 -0.53182 -0.44889 -0.67395 1.84350 -0.38342 -0.39178 -0.08978 -0.81000 -0.80603 -0.56500
2010 -0.50784 -0.51727 -0.73755 0.25026 0.21153 -0.55865 0.01961 -0.81328 -0.82243 -0.63155
Bursa Efek Indonesia, Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Perusahaan Pertambangan
Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat biaya modal ekuitas antar perusahaan sangat bervariasi, demikian juga dalam satu perusahaan untuk periode tahun 2005-2011 biaya modal ekuitasnya sangat bervariasi. Semakin besar biaya ekuitas berarti semakin besar perusahaan berkorban untuk memberi kepuasaan kepada investor. Sebaliknya semakin kecil biaya ekuitas berarti semakin kecil perusahaan berkorban untuk memberi kepuasaan kepada investor. Bagi investor sendiri biaya modal ekuitas dapat merangsang untuk membeli saham tertentu karena dengan biaya ekuitas yang tinggi berarti investor akan memperoleh keuntungan yang lebih besar. 98
Secara grafik nilai biaya modal ekuitas dari ke-10 perusahaan pertambangan yang terdaftar di Burasa Efek Indonesia selama periode tahun 2005-2011 dapat dilihat pada gambar berikut. 2.5
ANTM
2.0
ATPK
1.5
BUMI
1.0
CNKO
0.5
ENRG
0.0
INCO
-0.5
MEDC
-1.0
PGAS
-1.5
PTBA
2006
2007
2008
2009
2010
TINS
Gambar 4.2 Grafik Biaya Modal Ekuitas Berdasarkan Grafik 4.2 di atas dapat dilihat perusahaan pertambangan yang memiliki nilai biaya modal ekuitas tertinggi untuk tahun 2006 yaitu pada PT. Timah (Persero) Tbk sebesar 0.55412 sedangkan perusahaan pertambangan yang memiliki nilai biaya modal ekuitas terendah untuk tahun 2006 yaitu PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk sebesar -0.86422. Pada tahun 2007 perusahaan pertambangan yang memilki nilai biaya modal ekuitas tertinggi yaitu PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk sebesar 0.05855, sedangkan perusahaan pertambangan yang memiliki nilai biaya modal ekuitas terendah yaitu PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) sebesar -0.90769. Pada tahun 2008 perusahaan pertambangan yang memilki nilai biaya modal ekuitas tertinggi yaitu PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk sebesar 2.07300,
99
sedangkan perusahaan pertambangan yang memiliki nilai biaya modal ekuitas terendah yaitu PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) sebesar -0.78679. Pada tahun 2009 perusahaan pertambangan yang memilki nilai biaya modal ekuitas tertinggi yaitu PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk sebesar 1.84350, sedangkan perusahaan pertambangan yang memiliki nilai biaya modal ekuitas terendah yaitu PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) sebesar -0.81000. Pada tahun 2010 perusahaan pertambangan yang memilki nilai biaya modal ekuitas tertinggi yaitu PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk sebesar 0.25026, sedangkan perusahaan pertambangan yang memiliki nilai biaya modal ekuitas terendah yaitu PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk sebesar -0.82243. Berdasarkan perhitungan biaya modal ekuitas banyak perusahaan yang memiliki nilai biaya modal ekuitas negatif . Tanda negatif berarti investor mendapatkan rerutrn negatif, atau dengan kata lain menanggung kerugian atas investasi yang dilakukan. Pada grafik diatas dapat dilihat trend biaya modal ekuitas perusahaan cenderung sama dari tahun ke tahun selama periode tahun 2005-2011 kecuali pada PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk yang terlihat ekstrim pada tahun 2008 dan tahun 2009. Secara rata-rata selama periode tahun 2005-2011 PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk memiliki biaya modal ekuitas yang jauh lebih tinggi dibanding 10 perusahaan lainnya. Artinya PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk berkorban jauh lebih besar untuk memberi kepuasaan kepada investor dibanding perusahaan lainnya.
100
Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 4.6, selanjutnya dapat dihitung nilai statistik deskriptifnya yang meliputi jumlah sampel (N), rata-rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi untuk variabel biaya modal ekuitas. Hasil perhitungan dengan menggunakan software IBM SPSS Statistics 20 didapat hasilnya sebagai berikut : Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Biaya Modal Ekuitas (BME) Tahun 2005-2011 Report BME Emiten ANTM ATPK BUMI CNKO ENRG INCO MEDC PGAS PTBA TINS Total
N 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Mean -.3601 -.4349 -.5700 .7669 -.2210 -.4030 -.1667 -.8364 -.7333 -.3281 -.3286
Std. Deviation .29548 .27830 .28276 1.10925 .63422 .32774 .37237 .04886 .12290 .52897 .61214
Minimum -.65 -.84 -.87 -.32 -.84 -.86 -.56 -.91 -.84 -.76 -.91
Maximum .06 -.11 -.18 2.07 .64 -.04 .32 -.79 -.58 .55 2.07
Berdasarkan tabel deskriptif diketahui bahwa nilai biaya modal ekuitas bervariasi dengan nilai minimum sebesar -0,91 yaitu terjadi pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk tahun 2007 dan nilai maksimum sebesar 2,07 yang juga terjadi pada PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk pada tahun 2008. Secara rata-rata selama periode tahun 2006-2010 biaya modal ekuitas PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk menjadi yang terendah dan biaya modal ekuitas PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk menjadi yang tertinggi.
4.2.3 Analisis Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan analisis regresi linier untuk pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian keabsahan persamaan regresi berdasarkan uji 101
asumsi klasik. Secara teoritis, model yang digunakan akan menghasilkan nilai parameter penduga yang sahih bila memenuhi asumsi normalitas, tidak terjadi autokorelasi, tidak terjadi multikolinearitas, dan tidak terjadi heterokedastisitas. Data yang digunakan dalam analisis regresi berdasarkan data tahunan selama 5 tahun pengamatan sehingga total unit analisis yang akan digunakan adalah 50 data yang tercatat dari 10 perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2005-2011. Namun karena terdapat data outlier (data pencilan) pada dua perusahaan, maka data yang digunkan dalam analisis regresi hanya sebanyak 40 data dari 8 perusahaan. Pengujian asumsi klasik dilakukan dengan bantuan software IBM SPSS Statistics 20.0. 1) Hasil Pengujian Asumsi Normalitas Asumsi normalitas merupakan syarat yang sangat penting pada pengujian kebermaknaan koefisien regresi, apabila model regresi tidak berdistribusi normal maka kesimpulan dari uji t masih diragukan, karena statistik uji t dalam analisis regresi diturunkan dari distribusi normal. Pada penelitian ini digunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk menguji normalitas model regresi dan berdasarkan hasil pengolahan diperoleh output pada tabel 4.8.
102
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Asumsi Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 40 a,b Normal Parameters Mean 0E-7 Std. Deviation .38994314 Most Extreme Differences Absolute .148 Positive .148 Negative -.114 Kolmogorov-Smirnov Z .935 Asymp. Sig. (2-tailed) .346 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (asymp.sig.) yang diperoleh pada uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,346. Karena nilai probabilitas pada uji Kolmogorov-Smirnov masih lebih besar dari tingkat kekeliruan 5% (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi dari model regresi berdistribusi normal.
2) Pengujian Asumsi Autokorelasi Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antar observasi yang diukur berdasarkan deret waktu dalam model regresi atau dengan kata lain error term dari observasi yang satu dipengaruhi oleh error term dari observasi yang sebelumnya. Akibat dari adanya autokorelasi dalam model regresi, koefisien regresi yang diperoleh menjadi tidak effisien, artinya tingkat kesalahannya menjadi sangat besar dan koefisien regresi menjadi tidak stabil.
103
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Asumsi Autokorelasi b
Model Summary Model 1
R
R Square .286
a
Adjusted R Square
.082
.058
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
.39504
1.610
a. Predictors: (Constant), EM b. Dependent Variable: BME
Dari hasil pengolahan pada tabel 4.8 diperoleh nilai statistik Durbin-Watson (D-W) sebesar 1,610, kemudian dari tabel Durbin-Watson pada tingkat kekeliruan 5%, untuk jumlah variabel bebas = 1 dan jumlah pengamatan n = 40 diperoleh batas bawah nilai tabel (dL) = 1,442 dan batas atasnya (d U) = 1,544. Karena 1,610 jatuh diantara dU (1,544) dan 4-dU (2,456), yaitu daerah tidak ada autokorelasi, maka dapat disimpulkan tidak terdapat gejala autokorelasi pada model regressi. Setelah ketiga asumsi regressi terpenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi model regressi pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas memenuhi syarat BLUE (best linear unbias estimation) sehingga dapat dilanjutkan pada pengujian hipotesis. 3) Pengujian Asumsi Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan indikasi bahwa varian antar error term tidak homogen yang mengakibatkan nilai taksiran yang diperoleh tidak efisien. Untuk menguji apakah varian dari error term homogen atau tidak, digunakan uji korelasi rank Spearman, yaitu dengan mengkorelasikan variabel bebas terhadap nilai absolut dari error term. Apabila koefisien korelasi signifikan pada tingkat kekeliruan 5%, mengindikasikan adanya heteroskedastisitas.
104
Pada tabel 4.7 berikut dapat dilihat nilai signifikansi koefisien korelasi variabel bebas dengan nilai absolut error term. Tabel 4.10 Hasil Pengujian Asumsi Heteroskedastisitas Correlations
Absolut_error Spearman's rho EM
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Absolut_error 1.000 . 40 .150 .354 40
EM .150 .354 40 1.000 . 40
Berdasarkan hasil olahan seperti yang terlihat pada tabel 4.10 diatas dapat dilihat nilai signifikansi dari koefisien korelasi variabel bebas dengan nilai absolut error term (0,354) masih lebih besar dari 0,05. Karena nilai korelasi variabel bebas dengan nilai absolut error term tidak signifikan maka dapat disimpulkan bahwa error term dari persamaan regresi mempunyai varians yang sama (tidak terjadi heteroskedastisitas).
4.2.4
Analisis Pengaruh Manajemen Laba terhadap Biaya Modal ekuitas Pada analisis ini akan dijelaskan hasil persamaan regresi linier sederhana
untuk mengetahui pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas. Adapun langkah pengujian statistik dilakukan sebagai berikut:
105
4.2.4.1 Analisis Korelasi Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan antara manajemen laba dengan biaya modal ekuitas. Berdasarkan hasil pengolahan data manajemen laba dan data biaya modal ekuitas diperoleh koefisien korelasi seperti disajikan pada tabel berikut. Tabel 4.11 Koefisien Korelasi Manajemen laba Dengan Biaya modal ekuitas Correlations BME Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
EM
BME
1.000
.286
EM BME EM BME
.286 . .037 40
1.000 .037 . 40
40
40
EM
Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antar variabel, dapat digunakan tabel interpretasi nilai koefisien di sajikan pada tebl 4.12. Tabel 4.12 Kategori Koefisien Korelasi Interval Korelasi 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000 (Sumber: Sugiyono (2008:250)
Tingkat Hubungan Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat
Pada tabel 4.11 dapat dilihat nilai koefisien korelasi sebesar 0,286, nilai ini menunjukkan kekuatan hubungan antara manajemen laba dengan biaya modal ekuitas. Jadi hubungan antara manajemen laba
106
dengan biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia termasuk lemah atau rendah. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan bahwa peningkatan praktik manajemen laba diikuti dengan meningkatnya biaya modal ekuitas.
4.2.4.2 Analisis Regresi Linier Sederhana Analisis regresi sederhana digunakan untuk melihat perubahan yang terjadi pada biaya modal ekuitas yang disebabkan oleh tindakan/praktik manajemen laba. Koefisien regresi manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dihitung menggunakan software IBM SPSS Statistics 20 dan hasilnya disajikan pada tabel 4.13. Tabel 4.13 Hasil Regresi Antara Manajemen laba Terhadap Biaya modal ekuitas Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients B
1
(Constant) EM
Standardized Coefficients
Std. Error -.449
.062
.183
.099
t
Sig.
Beta
.286
-7.186
.000
1.843
.073
a. Dependent Variable: BME
Berdasarkan hasil pengolahan data seperti terlihat pada tabel 4.13 dapat dibentuk sebuah persamaan regresi dengan model matematis sebagai berikut; Y = -0.449 + 0.183X
107
keterangan : X
= Manajemen laba (EM)
Y
= Nilai estimasi biaya modal ekuitas (BME)
Pada persamaan tersebut dapat dilihat nilai koefisien regresi variabel manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas sebesar 0,183. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan/peningkatan praktik manajemen laba sebesar 1 satuan diprediksi akan meningkatkan biaya modal ekuitas sebesar 0,183. Kemudian nilai konstanta bernilai negatif sebesar 0,449 pada persamaan diatas merupakan nilai estimasi rata-rata biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia apabila manajemen laba hasilnya 0 atau terjadi income smoothing.
4.2.4.3 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) Selanjutnya untuk menguji apakah manajemen laba memiliki pengaruh yang signifikan terhadap biaya modal ekuitas maka dilakukan pengujian secara statistik dengan hipotesis sebagai berikut: Ho :
Manajemen laba tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan
=0
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Ha:
Manajemen laba memiliki pengaruh yang signifikan terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang
0
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
108
Tabel 4.14 Hasil Regresi Antara Manajemen laba Terhadap Biaya modal ekuitas Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients B
1
(Constant) EM
Standardized Coefficients
Std. Error -.449
.062
.183
.099
t
Sig.
Beta
.286
-7.186
.000
1.843
.073
a. Dependent Variable: BME
Pada tabel 4.14 diperoleh nilai t hitung koefisien variabel manajemen laba sebesar 1,843 dengan nilai signifikansi sebesar 0,073. Kemudian dari tabel distribusi t pada tingkat signifikansi 5% ( = 0.05) dan derajat bebas 40-2 = 38 diperoleh nilai t tabel untuk pengujian dua arah sebesar 2,024. Karena thitung (1,843) lebih kecil dari ttabel (2,024), maka pada tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk menerima Ho sehingga Ha ditolak. Jadi berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen laba tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Secara visual daerah penerimaan dan penolakan Ho dapat digambarkan sebagai berikut.
109
Daerah Penolakan Ho
Daerah Penolakan Ho
Daerah Penerimaan Ho
0 thitung = 1 ,843
- t0 ,975 ;38 = - 2, 024
t0,975;38 = 2,024
Gambar 4.3 Grafik Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho
Pada grafik diatas dapat dilihat nilai t hitung (1,843) jatuh pada daerah penerimaan Ho sehingga disimpulkan bahwa praktik manajemen laba tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Regina (2012) dan Agus Purwanto yang menunjukan bahwa manajemen laba bernilai positif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya modal ekuitas. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu Utami (2005) yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi biaya modal ekuitas (cost of equity capital). Menurut Regina (2012) hal ini berarti tingkat manajemen laba belum dapat menjelaskan secara signifikan pengaruhnya terhadap biaya modal ekuitas (cost of equity capital) itu sendiri. Investor telah mengantisipasi adanya manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan, sehingga investor tidak hanya melihat hasil laporan keuangan tetapi melihat faktor lain dalam mengambil keputusan untuk menanamkan uang dalam perusahaan tersebut. Bukti empirik yang diungkapkan oleh Sloan (1996) dan Xie (2001) dalam Utami
110
(2005) menunjukkan bahwa pasar tidak mengantisipasi dengan baik informasi yang terkait dengan akrual (mispricing akrual). Dalam penelitian ini menunjukan bahwa manajemen laba bernilai positif dan tidak dipengaruh signifikan terhadap biaya modal ekuitas sehingga analisis koefisien determinasi tidak dibuat.
111
Tabel 4.15 Rekapitulasi Hasil Penelitian Uji Asumsi Klasik No
Analisis
Hasil
Keterangan Dari hasil yang
1.
Uji Normalitas Data
asymp.sig. (2-tailed) =
didapatkan maka data
0,346
yang akan diolah
Probabilitas > 0,05
berdistribusi normal dan memenuhi uji normalitas data. Dari hasil yang
2.
Uji Autokolerasi
Durbin-Watson (D-W)
didapatkan maka data
sebesar 1,610
yang akan diolah tidak terjadi autokorelasi di
Probabilitas > 0,05
antara variabel independen yang diteliti sehingga memenuhi uji autokorelasi. Dari hasil yang
3.
Uji Heteroskedastisitas
asymp.sig. (2-tailed) =
didapatkan maka data
0,354
yang akan diolah memenuhi uji
Probabilitas > 0,05
heterokedastisitas, sehingga data layak untuk dipakai dalam penelitian.
112
Tabel 4.16 Rekapitulasi Hasil Penelitian Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas No
Analisis
Hasil
Keterangan Korelasi antara
1.
Analisis Kolerasi
r = 0,286
manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas adalah lemah atau rendah, dimana nilai r = 0,286 Rumus disamping
2.
mempunyai arti bahwa
Analisis Linier regresi sederhana
Y = -0,449 + 0,183X
setiap kenaikan/peningkatan praktik manajemen laba sebesar 1 satuan diprediksi akan meningkatkan biaya modal ekuitas sebesar 0.183
3.
Analisis secara parsial (Uji t)
thitung < dari ttabel yaitu
Manajemen laba (X1)
1,843 < 2,024
bernilai positif dan
sig. 0,073 > 0,05
tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya modal ekuitas (Y)
113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistik serta pengujian hipotesis mengenai pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2011, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai manajemen laba bervariasi dengan nilai minimum sebesar -34,81 yaitu terjadi pada PT ATPK Resources Tbk tahun 2009 dan nilai maksimum sebesar 30,58 yang juga terjadi pada PT ATPK Resources Tbk pada tahun 2007. Secara rata-rata selama periode tahun 2006-2010 nilai manajemen laba PT ATPK Resources Tbk menjadi yang terendah dan nilai manajemen laba PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk menjadi yang tertinggi. 2. Nilai biaya modal ekuitas bervariasi dengan nilai minimum sebesar -0,91 yaitu terjadi pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk tahun 2007 dan nilai maksimum sebesar 2,07 yang juga terjadi pada PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk pada tahun 2008. Secara rata-rata selama periode tahun 2006-2010 biaya modal ekuitas PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk menjadi yang
114
terendah dan biaya modal ekuitas PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk menjadi yang tertinggi. 3. Manajemen laba tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Regina (2012) dan Agus Purwanto dan tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2005) yang menunjukan manajemen laba bepengaruh signikfikan positif terhadap biaya modal ekuitas.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Perusahaan Go Public Walaupun praktik manajemen laba masih dalam perdebatan, perusahaan go public harus tetap berjalan dalam batas-batas standar akuntansi yang berlaku umum dan jangan sampai tindakan manajemen laba ini mengarah kepada fraudulent financial reporting yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan dan meruntuhkan kepercayaan para pemakai laporan keuangan termasuk di dalamnya investor. 2. Bagi Investor Ketika investor akan melakukan investasi disuatu perusahaan maka investor harus jeli melihat informasi tingkat akrual yang disajikan dalam
115
laporan keuangan emiten terkait dengan praktik manajemen laba untuk mengurangi kerugian. 3. Bagi peneliti selanjutnya Bagi pihak lain yang berkepentingan dengan penelitian ini, penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut untuk penelitian lebih lanjut: a. Untuk mendeteksi manajemen laba penelitian ini menggunakan Model Berbasis Spesific Accruals. Keakuratan model ini perlu dikaji lagi dengan menggunakan Model Berbasisi Aggregate Accrual dan Model Berbasis Distributin Of Earnings After Management. b. Penelitian ini menggunakan Model Ohlson (1995) yang dimodifikasi oleh Utami (2005) dalam menetukan biaya modal ekuitas. Keakuratan model ini perlu dikaji lagi dengan menggunakan model alternatif penilaian perusahaan yang lain seperti CAPM, Gordon Model. c. Penelitian lanjutan dengan menggabungkan perusahaan yang bernilai buku ekuitas negatif dan positif.
116