eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (4): 693- 706 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2015
PENGARUH MALAYSIA DAN SINGAPURA TERHADAP INDONESIA DALAM PROSES RATIFIKASI ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION (AATHP) Noor Falah1
Abstrak This study aimed to describe the influence of Malaysia and Singapore to Indonesia in the process of ratification of the ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. This type of research is descriptive, where the authors describe how the influence of Malaysia and Singapore to Indonesia in the process of ratification of the ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. The data presented are the primary and secondary data obtained through interviews and review of the literature and literature such as books, internet situt and others. The data analysis technique used is qualitative analysis. The results showed that the influence of Malaysia and Singapore to the Indonesia ratified a significant influence on smog events in 2013. Of the various actions undertaken Malaysia and Singapore among which a letter of protest, accusations and denials and propaganda. Furthermore, with economic losses and health experienced by the two countries, namely Malaysia and Singapore make Indonesia ratified the trans-boundary haze or ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. If Indonesia did not ratify the agreement then Malaysia and Singapore will request liability for losses and incorporate transboundary haze problem to the UN General Assembly. Judging from the actions taken by Malaysia and Singapore it is a problem that is low politics or is still weak because it would not cause a war so that this problem can still be solved together. Kata Kunci: conflict of interest, decision-making Pendahuluan Diantara negara-negara yang ada di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki hutan terbesar pada tahun 2011 sebesar 98. 072,7 juta hektar atau sebesar (52,2 %) dari total daratan. Indonesia juga merupakan negara yang memiliki 70% lahan gambut di Asia Tenggara (http://haze.asean.org/?page_id=1 13). Hal ini membuat Indonesia sangat rawan mengalami kebakaran hutan dan menghasilkan kabut asap. 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 693 - 706
Peristiwa kabut asap berasal dari kebakaran hutan yang terjadi karena faktor alam maupun faktor manusia yaitu masyarakat dan pengusaha dengan tujuan untuk membuka lahan baru. Teknik pembukaan lahan baru dengan membakar hutan bagi masyarakat dan petani dinilai lebih hemat, praktis dan menyuburkan tanah. Umumnya, masyarakat Indonesia membuka lahan dengan cara membakar alang-alang tinggi yang tumbuh di lahan gambut sebab tidak mungkin dicangkul atau dibabat menggunakan mesin atau alat pemotong. Selain boros tenaga dan waktu, petani tidak memiliki dana untuk membersihkan lahan itu secara mekanik. Kejadian dan pola penggarapan lahan seperti inilah yang terjadi dari tahun ke tahun sehingga kabut asap yang terjadi tidak bisa hanya dianggap sebagai bencana alam biasa, melainkan sebagai bencana alam yang terjadi dengan sengaja atau tidak sengaja mengakibatkan terancamnya lingkungan Indonesia serta negara tetangga seperti Malaysia maupun Singapura. Contohnya, adalah kabut asap di Provinsi Riau sudah menjadi bencana tahunan disaat musim kemarau panjang melanda. Asapnya berasal dari pembakaran lahan kelapa sawit yang dilakukan masyarakat dan perusahaan pemilik perkebunan, ditambah lagi kondisi tanah gambut, sehingga api sulit untuk dipadamkan. Dampak kabut asap di Provinsi Riau yang terjadi pada tahun 2013 antara lain: pertama, dampak ekonomi, terjadinya kerugian dalam sektor pariwisata, gangguan penerbangan dan aktifitas masyarakat sehari-hari (sekolah, bekerja dan mencari kebutuhan hidup) tidak hanya di Provinsi Riau, tetapi juga berdampak bagi Malaysia dan Singapura. Kedua, dampak kesehatan, timbulnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagi masyarakat yang terjadi di Provinsi Riau pada tanggal 28 Agustus 2013 mencapai 19.862 orang (http://www.jpnn.com). Ketiga, dampak sosial, adanya penurunan kualitas udara dan jarak pandang penglihatan masyarakat pada tanggal 27 Juni 2013, di wilayah Riau, Malaysia dan Singapura menghasilkan ketebalan kabut asap sebanyak 300-370 PSI ( Pollution Standard Index ) di atas normal. Keempat, dampak politik, adanya ketegangan hubungan antar negara-negara tetangga khususnya Malaysia dan Singapura yang menjadi negara penerima kabut asap dari Indonesia. Pertemuan para Menteri Lingkungan Hidup negara-negara anggota ASEAN merumuskan pola penanganan permasalahan kabut asap di Asia Tenggara dan dibentuklah suatu kesepakatan yaitu ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Kesepakatan ini ditandatangani pada tanggal 10 Juni 2002 dan diberlakukan sejak tanggal 25 November 2003, setelah enam negara meratifikasinya. Malaysia merupakan negara pertama untuk berkomitmen menjalankan perjanjian kabut asap dengan meratifikasi AATHP (ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution) ratifikasi disusul oleh Singapura, Brunei 694
Pengaruh Malaysia-Singapura Terhadap Indonesia dalam Ratifikasi AATHP (Noor F)
Darussalam, Myanmar, Vietnam, Thailand, Laos PDR, Kamboja dan yang terakhir Philipina. Adapun Indonesia yang merupakan negara penghasil kabut asap lintas batas hingga tahun 2014 masih belum meratifikasi AATHP (ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution). Sebagaimana terlihat pada tabel berikut. Tabel 1. 1 Negara yang telah meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution Member Country
Malaysia Singapore Brunei Darussalam Myanmar Vietnam Thailand Laos PDR Cambodia Philippines
Date of Ratification/Approval 3 December 2002 13 January 2003 27 February 2003 5 March 2003 24 March 2003 10 September 2003 19 December 2004 24 April 2006 1 February 2010
Date of Deposit of Instrument of Ratification/Approval with the Secretary-General of ASEAN 18 February 2003 14 January 2003 23 April 2003 17 March 2003 29 May 2003 26 September 2003 13 July 2005 9 November 2006 4 March 2010
Sumber : Haze Online. ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution.2010 ( http://haze.asean.org/hazeagreement/status). Secara umum ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) merupakan perjanjian yang mengikat secara hukum mengatur mengenai penanggulangan pencemaran kabut asap agar tidak menyebar keluar lintas batas wilayah suatu negara yang diakibatkan oleh bencana kebakaran hutan. Lambatnya respon Indonesia untuk meratifikasi ini bertentangan dengan kebijakan regional yaitu adanya keinginan utama ASEAN untuk menjadi kawasan yang bersih dan hijau, dengan mengacu pada mekanisme pembangunan berkelanjutan, ramah lingkungan serta melakukan sumber daya alam secara lestari (http://www.deplu.go.id/download/asean-selayangpandang.pdf). Karena itu, dunia internasional bersatu menekan Indonesia agar segera meratifikasi AATHP (ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution).
695
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 693 - 706
Hasilnya adalah Indonesia akhirnya meratifikasi kesepakatan tersebut pada sidang paripurna pada tanggal 16 September 2014 yang di tandangani oleh pimpinan sidang paripurna Priyo Budi Santoso, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Luar Negeri, dan Direktur Perancangan Kementrian Hukum dan HAM serta seluruh Fraksi di DPR RI. Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptifanalitik, yaitu menjelaskan bagaiman proses dan bentuk tekanan Malaysia dan Singapura terhadap Indonesia dalam proses ratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution 2002-2013. Jenis data yang disajikan adalah data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan telaah pustaka (library research), yaitu teknik pengumpulan data dengan menelaah sejumlah literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik dari buku-buku, e-book, dokumen, dan artikel yang dinilai sesuai dengan tema yang diangkat dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis data hasil penelitian adalah teknik analisis kualitatif, yaitu penelitian yang menganalisa sumber-sumber pustaka yang telah diperoleh dari pernyataan pejabat yang berkompeten, sumber-sumber tertulis dan data yang terkumpul akan dihubungkan demi mendukung masalah yang diteliti, tentunya data tersebut saling berhubungan terkait dengan judul yang diambil peneliti, tanpa menggunakan perhitungan dengan sistem statistik (hanya menjelaskan dari angka statistik yang tersedia). Landasan Teori atau Konsep Teori Pengambilan Keputusan Menurut Holsti, salah satu jenis dari teori liberalisme yang berusaha memaparkan peranan faktor-faktor domestik dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri adalah model pengambilan keputusan (decision making model). Model pengambilan keputusan ini menentang negara sebagai satusatunya aktor rasional pengambil keputusan, dengan alasan bahwa individu maupun kelompok juga peka terhadap tekanan-tekanan selain tekanan internasional, seperti pendapat umum, kegiatan kelompok kepentingan, ideologi, politik pemilihan serta politik birokrasi. Dengan demikian, menurut analisis decision-making, perilaku eksternal negara hanya dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan proses politik yang berlangsung di tingkat domestik (Winter,1994-95,hlm.124). Menurut Easton konsep-konsep kekuasaan, pengambilan keputusan, kewenangan dan kebijakan adalah esensial dalam gagasan kehidupan politik Easton sebagaimana alokasi nilai-nilai kewenangan dalam masyarakat. Penggunaan sistem memungkinkan pemisahan kehidupan politik dari seluruh bagian-bagian masyarakat lainnya, yang disebut Easton sebagai lingkungan. Pemisahan ini ditandai dengan satu garis batas. Kasus sistem politik, misalnya, didefinisikan oleh tindakan yang berhubungan dengan “tindakan-tindakan politik.” Input dalam bentuk permintaan dan dukungan 696
Pengaruh Malaysia-Singapura Terhadap Indonesia dalam Ratifikasi AATHP (Noor F)
menjadi masukan sistem politik. Permintaan meningkat baik di dalam lingkungan ataupun di dalam sistemnya sendiri. Apakah dirangsang secara internal ataupun eksternal, permintaan menjadikan “anggota-anggota sistem politik sebagai suatu hal yang sangat signifikan untuk ditangani menggunakan saluran-saluran yang diakui di dalam sistem”. Out put berasal dari sistem politik dalam bentuk keputusan dan tindakan politik. Ini menjadi umpan balik bagi lingkungan lewat permintaan dan menerima konsekuensi-konsekuensi negatif, yang menghasilkan permintaan baru kepada sistem sebagaimana ditampilkan dalam gambar 1. Sebagaimana terlihat berikut ini. Gambar1. Diagram Sistem Politik Easton
Melihat gambar di atas dikaitkan dengan permasalahan kabut asap tuntutan dan dukungan dari dalam negeri terdiri dari Lembaga Swadaya Masyrakat Indonesia yaitu Walhi dan WWF Indonesia yang mendukung adanya proses ratifikasi AATHP. Sedangkan Lingkungan luarnya yang mempengaruhi proses ratifikasi Indonesia adalah Malaysia dan Singapura. Konflik Kepentingan Konflik melibatkan sangat banyak tujuan yang berlawanan sehingga tidak mungkin menyebut salah satu diantaranya mempunyai arti penting dan utama. Konflik dalam hubungan internasional meliputi segala tindakan berupa ancaman maupun hukuman (bersifat diplomatik, propaganda, komersial dan militeristik) yang selalunya diakibatkan oleh perbedaan atau benturan kepentingan antara negara yang satu dengan negara lainnya. Menurut pandangan Ralf Dahrendorf teori Konflik adalah suatu perspektif yang memandang masyarakat sebagai sistem sosial yang terdiri atas kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda di mana ada suatu usaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingan lainnya atau memproleh kepentingan sebesar-besarnya.
697
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 693 - 706
Timbulnya konflik kepentingan berawal dari orang-orang yang tinggal bersama dan meletakkan dasar-dasar bagi bentuk-bentuk organisasi sosial, di mana terdapat posisi-posisi para elit yang mempunyai kekuasaan memerintah dalam konteks-konteks tertentu dan menguasai posisi-posisi tertentu, serta terdapat posisi lain di mana para penghuni menjadi sasaran perintah. Adapun menurut KJ. Holsti bentuk-bentuk tindakan yang umum meliputi: 1. Nota protes. 2. Penyangkalan dan tuduhan. 3. Memanggil pulang duta besar untuk konsultasi. 4. Menarik duta besar yang ditugaskan di ibu kota negara lawan. 5. Ancaman konsekuensi serius jika tindakan tertentu lawan tidak diakhiri. 6. Ancaman boikot atau embargo ekonomi secara terbatas atau secara total. 7. Propaganda di dalam dan di luar negeri. 8. Penerapan Boikot dan Embargo. 9. Pemutusan resmi hubungan diplomatik 10. Tindakan militer tanpa kekerasan. Ex: latihan militer 11. Gangguan atau penutupan perjalanan dan komunikasi di antara para warga negara yang bermusuhan 12. Blokade formal 13. Penggunaan kekutan terbatas sebagai pembalasan 14. Perang Untuk memahami penyelesaian masalah kabut asap lintas batas pemerintah Malaysia dan Singapura melakukan tindakan melalui tiga tahap yaitu nota protes, Penyangkalan dan tuduhan dan Propaganda. Masalah ini merupakan masalah yang bersifat sedang di mana tidak sampai terjadi peperangan dan proses negosiasi antar pemerintah Indonesia, Malaysia dan Singapura terus menjadi jalan damai untuk masalah kabut asap lintas batas sehingga penundaan ratifikasi ini bisa menjadi persiapan matang oleh negara Indonesia. Perjanjian Internasional Menurut Mochtar Kusumaatmadja bahwa : ”Perjanjian internasional adalah suatu perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu. Perjanjian internasional dapat dinamakan perjanjian internasional jika perjanjian internasional dilakukan oleh subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasioal dimana subjek hukum internasional tersebut adalah negara, tahta suci, Palang Merah Internasional, organisasi internasional, orang-perorangan(individu) dan kelompok pemberontak (belligerent). Ada banyak istilah-istilah untuk menyebut perjanjian internasional, seperti traktat (treaty), persetujuan (agreement), konvensi (convention), 698
Pengaruh Malaysia-Singapura Terhadap Indonesia dalam Ratifikasi AATHP (Noor F)
protocol, arrangement, general act, convenant, piagam (statuta), charter, deklarasi (declaration), modus vivendi, accord, final act, pakta (pact). Dalam prakteknya, perjanjian internasional dibagi menjadi dua golongan. Pada satu pihak terdapat perjanjian internasional yang diadakan menurut tiga tahap pembentukan yakni, perundingan, penandatanganan dan ratifikasi. Di pihak lain perjanjian internasional melewati dua tahap yakni, perundingan dan penandatanganan. Perjanjian internasional yang termasuk dalam golongan yang pertama biasanya bersifat penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian. Sedangkan golongan yang kedua bersifat lebih sederhana dan memerlukan penyelesaian yang cepat seperti perjanjian perdagangan yang memiliki jangka pendek. Dalam hal ini permasalahan mengenai kabut asap lintas batas telah dibuat suatu persetujuan bersama yaitu terbentuknya ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Secara kronologis dalam pembuatan perjanjian internasional melalui dengan prosedur normal, yaitu : Perundingan, Penandatanganan dan Ratifikasi. Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan kabut asap lintas batas telah melakukan perundingan dan penandatanganan ASEAN Agreement on Tansboundary Haze Pollution, namun hingga tahun 2013, Indonesia masih belum meratifikasinya. Teori Sekuritisasi Sekuritisasi pertama kali dicetuskan oleh pemikir dari Copenhagen School yakni Barry Buzan, Ole Waever dan Jaap de Wilde. Securitization menawarkan pendekatan kajian keamanan di luar wacana negara dan militer sebagaimana dipahami oleh realpolitik. Kerangka teori ini mengungkapkan dua proses, pertama mencitrsksn isu tertentu sebagai ancaman eksistensial terhadap referent object (suatu yang dipandang terancam dan memiliki tuntutan sah untuk dilindungi. Kedua, melibatkan aktor (lebih lanjut disebut securitizing actor) yang mensekuritisasi isu dengan mendeklarasikan sesuatu, referent object, yang secara eksistensial terancam. Menurut teori ini, proses penyelesaian umumnya dibawa ke ranah di luar normal politik, yakni tidak melalui mekanisme arbitrasi internasional jika berkaitan dengan perusahaan multinasional sebelum maju ke tindakan hukum. Securitizing actors (aktor-aktor sekuritisasi) adalah aktor-aktor yang melakukan sekuritisasi. Speech act adalah tindakan sang aktor dalam rangkan melakukan sekuritisasi. Existential threat adalah ancaman eksistensial yang diwacanakan oleh sang aktor akan muncul dari isu tersebut. Referent object adalah entitas yang akan terancam dengan adanya isu tersebut jika tidak ditangani secara serius. Audience adalah pihak-pihak yang coba dipengaruhi oleh sang aktor agar mempercayai adanya existential threat. Sekuritisasi dikatakan memiliki tiga komponen yaitu eksistensial ancaman, tindakan darurat, dan efek hubungan interunit dengan melanggar 699
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 693 - 706
bebas aturan. Karena isu tertentu dianggap ancaman eksistensial, maka penanganannya harus spesial. Ancaman eksistensial dijadikan legitimasi bagi pihak-pihak tertentu untuk mengambil langkah-langkah di luar jalur normal dalam rangka menangkal ancaman eksistensial. Langkah-langkah tidak normal ini berupa pengabaian aturan dan prosedur yang biasanya ditaati dalam kondisi normal. Pembahasan Pada musim kemarau panjang, bencana kebakaran hutan dan lahan menjadi pusat perhatian publik karena menimbulkan kabut asap yang dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan, ekonomi, sosial, dan hubungan luar negeri antar tetangga. Selama ini kebakaran hutan dan lahan akan selalu terulang selama cara persiapan lahan pertanian dan hutan tanaman industri (HTI) masih dilakukan dengan teknik pembakaran.Seiring berjalannya waktu, kebakaran hutan di Indonesia terjadi setiap tahunnya dari tahun 1997 sampai 2013. Hasil data menunjukan bahwa taksiran luas kebakaran hutan mengalami fluktuasi. Tabel 1.2 memberikan taksiran luas kebakaran hutan Indonesia pada tahun 1997-2013 mengalami peningkatan dan penurunan. Pada tahun 1997 kebakaran hutan mencapai angka 263.991 Ha. Hal ini merupakan kebkaran hutan yang besar dan menyebabkan besarnya luas hutan yang terbakar dan pada tahun 2013, kebakaran hutan seluas 4.768 Ha (http://www.ditjenphka.dephut.go.id/wp-content/uploads/.../LAKIP-PHKA2013.pdf). Adanya perbedaan jauh luas hutan yang terbakar. Terlihat sebagai berikut. Tabel 1.2 Taksiran Kebakaran Hutan Tahun 1997-2013 TAHUN KEBAKARAN HUTAN LUAS HA 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
263.991 24.253 49.640 43.648 17.968 45.527 7.090 4.868 5.502 4.241 6.974 6.793 7.619 3.500 2.612 8.268 4.768
Sumber: Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PHKA Republik Indonesia.
700
Pengaruh Malaysia-Singapura Terhadap Indonesia dalam Ratifikasi AATHP (Noor F)
Tabel di atas memberikan taksiran luas kebakaran hutan Indonesia pada tahun 2013, kebakaran hutan seluas 4.768 Ha. Dibandingkan dari tahun sebelumnya kebakaran hutan di Indonesia mengalami peningkatan dan penurunan. Hal ini yang menjadi tindak keseriusan pemerintah Indonesia dalam menangani kebakaran hutan. Adapun dampak yang cukup besar di bidang ekonomi, sosial, dan kesehatan. Dampak langsung dari kebakaran hutan tersebut antara lain: Pertama, timbulnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagi masyarakat. Kedua, berkurangnya efesiensi kerja karena saat terjadi kebakaran hutan dalam skala besar, sekolah-sekolah dan kantor-kantor akan diliburkan. Ketiga, terganggunya transportasi di darat, laut maupun udara. Keempat, timbulnya persoalan internasional, asap dari kebakaran hutan tersebut menimbulkan kerugian materiil dan imateriil pada masyarakat setempat dan sering kali menyebabkan pencemaran asap lintas batas (transboundary haze pollution) ke wilayah negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Asap dari kebakaran hutan dan lahan itu ternyata telah menurunkan kualitas udara dan jarak pandang di wilayah Sumatera dan Kalimantan, termasuk Malaysia, Singapura. Pengaruh Malaysia dan Singapura Sebagaimana telah diketahui kebakaran hutan sering melanda Indonesia dari tahun 1997-2013, mengakibatkan timbulnya kabut asap lintas batas dan berdampak pada hubungan antar negara tetangga, ekonomi, kesehatan dan lingkungan hidup. Hal ini sudah menjadi agenda tahunan di Indonesia namun kebakaran pada tahun 2013, merupakan puncak penanganan kebakaran hutan yang berdampak besar setelah tahun 1997 Pada tahun 2013, sebuah kejadian kabut asap dikaitkan dengan peningkatan kasus rawat inap sebesar 2,4 per 10.000 penduduk, meningkat dari 31 persen dari hari biasa. Pada tahun 2013, kerugian ekonomi dari dampak kesehatan rawat inap senilai MYR 273,000 ($ 91,000 USD) (http://earthsecurity.org/earth-security-index/south-east-asias-transboundaryhaze-health-risk-liabilities/). Di mana tahun 2013 ini merupakan tahun yang menjadi puncak kekhawatiran pemerintah dan masyarakat Singapura kualitas udara mencapai angka PSI 401 (https://www.mlaw.gov.sg/.../parliamentary-speeches-andresponses/oral-a...). Akibat dari kabut tersebut pemerintah Malaysia dan Singapura memberikan tekanan berupa tindakan yang diambil yaitu dengan menggunakan nota protes, penyangkalan dan tuduhan dan propaganda. Hal ini didasari atas kepentingan negara Malaysia dan Singapura. Kepentingan kedua negara tersebut adalah kerugian ekonomi, kesehatan, dan terganggunya aktifitas masyarakat sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini.
701
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 693 - 706
Tabel 1.3 Kerugian Ekonomi Akibat Kabut Asap Tahun 2013 Negara Indonesia Malaysia Singapura
Angka PSI (Pollutant Standards Index) 776 700 401
Kerugian Ekonomi Rp 20 Triliun MYR 273.000 SGD 342.000.000
USD 1.495.662,58 USD 91.000* USD 249.901.435,84
Dari data di atas kerugian setiap negara berbeda-beda, Indonesia sebagai penghasil kabut asap mengalami kerugian sekitar 20 Triliun Rupiah atau USD 1.495.662,58 (www.bnpb.com). Sedangkan negara Malaysia yang menjadi negara penerima kabut asap mengalami kerugian di biaya kesehatan sekitar MYR 273,000 atau USD 91.000, dan negara Singapura yang juga negara penerima mengalami kerugian yaitu sekitar SGD 342,000,000 atau USD 249.901.435,84. Adapun kerugian Singapura pada tahun 2013 diperkirakan mencapai USD 1 milyar seminggu (www.ijern.com). ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution merupakan sebuah kesepakatan negara anggota ASEAN untuk penyelesaian masalah polusi asap lintas batas. Perjanjian polusi asap lintas batas ini ditandatangani sejak tahun 2002 dan berlaku sejak tahun 2003 setelah enam negara meratifikasi yaitu Brunei Darussalam, Cambodia, Laos PDR, Malaysia, Myanmar dan Singapura. Adapun Indonesia dari tahun berlakunya AATHP hingga tahun 2013 masih belum meratifikasi karena adanya kepentingan para aktor untuk mempengaruhi suatu keputusan. Indonesia merupakan negara demokrasi memberikan proses ratifikasi melalui Undang-undang sehingga proses tersebut berjalan lama. Oleh karena itu untuk mengambil suatu keputusan dalam ratifikasi AATHP, Indonesia dipengaruhi negara Malaysia dan Singapura serta Walhi dan WWF Indonesia. ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution ditandatangani pada tahun 2002 dan berlaku pada tahun 2003 setelah enam negara meratifikasinya. Sampai pada tahun 2013, Indonesia merupakan negara penghasil masih belum meratifikasi perjanjian tersebut karena adanya hambatan-hambatan didalam sistem pemerintahan Indonesia sehingga pemerintah Malaysia berencana membawa isu kabut asap lintas batas ke dalam pertemuan dunia di PBB. Namun berbeda pemerintah Singapura telah membuka isu tersebut dalam pertemuan PBB pada tahun 2006 sehingga hubungan Indonesia- Singapura menjadi tegang. Kabut asap Indonesia masih berlajut sampai tahun 2013 dan Indonesia pun masih belum meratifikasi. Hal ini menjadi kekhawatiran negara tetangga karena kabut yang terjadi merupakan peristiwa yang paling buruk setelah kebakaran hutan tahun 1997. Pemerintah Malaysia yang dilanda kabut dan menutupi udara di daerah johor sampai melebihi dari kualitas udara normal 702
Pengaruh Malaysia-Singapura Terhadap Indonesia dalam Ratifikasi AATHP (Noor F)
yaitu PSI 700. Singapura juga mengalami hal yang sama dan Menteri Lingkungan Hidup Singapura mengatakan bahwa kabut tahun ini lebih parah dari tahun 1997 karena kualitas udara mencapai PSI401. Akibat dari kabut asap ini kedua negara penerima yaitu Malaysia dan Singapura memberikan suatu tindakan untuk mempengaruhi Indonesia agar secepatnya meratifikasi perjanjian kabut asap lintas batas dengan memberikan pengaruh berupa nota protes, penyangkalan dan tuduhan dan propaganda. Kemudian untuk merespon tindakan negara Malaysia dan Singapura secara resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan maaf kepada Malaysia dan Singapura atas polusi asap yang terjadi. Namun negara Malaysia dan Singapura belum merasa puas karena Indonesia sampai saat ini belum meratifikasi perjanjian polusi asap lintas batas. Proses Indonesia dalam meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution Indonesia yang menganut sistem demokrasi tidak bisa memproses suatu perjanjian internasional secara cepat karena perlu adanya pertimbangan dari pemerintah Indonesia dan yang diberi kewenangan secara penuh dalam ratifikasi ini adalah DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia). Sistem pemerintah Indonesia sendiri memproses perjanjian internasional dengan mempertimbangkan masukan dari luar dan dalam negeri. Secara langsung tekanan yang dilakukan dan proses negosiasi yang dilakukan pemerintah Malaysia dan Singapura itu merupakan suat masukan dari luar negeri sedangkan dari dalam negeri adalah kelompok kepentingan atau lembaga swadaya masyarakat. Dalam masalah kabut asap lintas batas Lembaga Swadaya Masyarakat yang memberikan pengaruh itu adalah WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) dan WWF Indonesia yang menyatakan untuk mendukung proses ratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution karena adanya kekurangan sumberdaya manusia dan pengadaan peralatan serta memiliki visi dan misi yang terhadap AATHP yaitu melestarikan keanekaragaman hayati dengan mengurangi aktifitas membakar hutan untuk pembukaan lahan baru. Dari bentuk persoalan kabut asap ini telah memicu ketegangan antara negara tetangga Indonesia (Renny Candradewi Jurnal Issue: Vol.1/No.03). Pemerintah Indonesia dinilai lamban dalam menangani persoalan kabut asap sehingga pengaruh yang diberikan terhadap Indonesia sangat signifikan. Melihat hal ini pemerintah Indonesia sebagai securitizing actor untuk mengatasi persoalan internal ini telah menjadi isu kawasan. Pemerintah Indonesia dinilai bertanggung jawab terkait penanganan kabut asap. Namun, pemerintah Indonesia juga memiliki pilihan untuk menuntut perusahaanperusahaan pemegang HTI (Hutan Taman Industri) yang sebagian besar merupakan perusahaan asing tak lain milik Malaysia dan Singapura untuk bertanggung jawab. 703
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 693 - 706
Adapun pemerintah sebagai securitizing actor lalu mendeklarasikan urgensi penanggulangan dan posisi negara atas isu yang dimaksud dan opsi yang dimiliki Indonesia ialah mengetahui perusahaan yang terbukti terlibat aksi pembakaran hutan. sayangnya belum banyak NGO yang mengangkat urgensi isu ini menjadikan sekuritisasi tidak sepenuhnya dilakukan. NGO yang memberikan perhatian terhadap penanganan kebakaran hutan masih terbatas pada Walhi semata. Skema 1. Ilustrasi Proses Pengesahan AATHP LEMBAGA PEMRAKARSA KEMENLINGKUP (KLH)
KONSULTASI & KOORDINASI DENGAN MENLU Melalui satuan kerja regional
SURAT MENYURAT antara KLH dan Kemnlu+ ASEAN
RAPAT INTERKE M antara KLH dan Kemlu + ASEAN
PEDOMAN DELEGASI RI DRAFT, COUNTERDRAF
NOTIFIKASI KEPADA COUNTERPART ATAU PENYAMPAIAN INSTRUMENT OF RATIFICATION RATIFIKASI
Dengan UU PENGESAHAN DENGAN UU Perjanjian internasional yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait beban keunagan negara dan mengharuskan perubahan atau pembentukan UU dalam pelaksanaannya. Pengesahan UU untuk kerjasama 1.Politik,Perdamaian, Hankam negara, 2.Perubahan Wilayah atau Penetapan Batas Wilayah RI 3.Kedaulatan & Hak Berdaulat negara 4.HAM &Lingkungan Hidup 5.Pembentukan Kaidah Hukum Baru 6.Pinjaman atau Hibah Luar negeri *Pembahasan UU dapat dilakukan Prolegnas maupun Non-prolegnas
PENJAJAKAN, PERUNDINGAN, PERUMUSAN NASKAH, PENERIMAAN
DRAFT FINAL PI
TANPA PERSYARATAN kerjasama teknik yang merupakan pelaksanaan PI yang telah berlaku dengan materi subtansi berada di kementerian
DENGAN PERSYARATAN Meminta penerbitan FULL POWERS kecuali PI yang akan di tandatangani oleh Presiden/Menlu
melalui
PENGESAHAN PI OLEH PEMRI DILAKUKAN SEPANJANG DIPERSYARATKAN OLEH PI, Untuk proses pengesahan, lembaga pemakarsa menyiapkan. 1. Salinan naskah resmi+salinan naskah perjanjian+terjemahan+RUU atau rancangan Perpres(RPP) tentang pengesahan dan dokumen lain, 2. Fasilitasi pembahasan interkem RUU/perpres dengan intansi terkait 3. Surat pengantar menlu kepada presiden. PENANDATANGANAN
Sumber: Diadaptasi dari buku pedoman praktis oleh Kemenlu. 704
Pengaruh Malaysia-Singapura Terhadap Indonesia dalam Ratifikasi AATHP (Noor F)
Dengan adanya pengaruh yang diberikan terhadap pemerintah Indonesia, Salah satu lembaga yang berwenang mengesahkan perjanjian internasional yaitu DPR RI, seperti tertuang didalam UU. No.37, Pasal 6. Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa perjanjian internasional diberikan kepada lembaga legislatif yaitu DPR untuk mengesahkan sebelum disahkan oleh presiden sendiri. Dalam proses perjanjian kabut asap lintas batas ini DPR RI memiliki kewenangan untuk meratifikasinya. Terlihat dari skema di atas untuk proses ratifikasi AATHP tidak melalui keputusan presiden melainkan dengan jalur Undang-Undang yaitu disahkan oleh DPR RI melalui sidang paripurna. Dalam proses ratifikasi AATHP Lembaga pemrakarsa adalah lembaga Kementerian Lingkungan Hidup. Menteri Lingkungan Hidup selalu konsultasi dan berkoordinasi dengan menteri luar negeri. Selanjutnya Menteri Lingkungan Hidup melakukan tindakan surat menyurat dan pertemuan informal ASEAN oleh para menteri lingkungan hidup negara-negara anggota ASEAN yang disebut Meeting Conference of the Parties untuk proses perundingan. Selama 12 tahun pemerintah Indonesia baru meratifikasi perjanjian kabut asap tersebut setelah menerima masukan dari dalam dan luar negeri. Pengaruh yang besar adalah dari luar negeri karena adanya permintaan pertanggungjawaban negara atas masalah lintas batas yang sesuai dengan peraturan hukum internasional jika tidak mengikuti keinginan pihak luar untuk kenyamanan hidup bertetangga. Akhirnya pada tanggal 16 September 2014 resmi pemerintah Indonesia meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution dengan menimbang beberapa kepentingan dan menerima konsekuensi perjanjian tersebut. Kesimpulan Dalam masalah kabut asap lintas batas ini masih merupakan tahap yang sedang karena dalam teori konflik yang telah dijelaskan di atas ada beberapa tindakan yang bisa mencapai sampai ke titik hubungan antar negara yang begitu parah yaitu perang sedangkan permasalahan penyebaran kabut asap lintas batas ini hanya memiliki tiga kriteria tindakan dari negara lain yaitu, nota protes, Penyangkalan dan tuduhan, dan Propaganda di dalam dan luar negeri. Tidak begitu masalah untuk sebuah kasus antar negara namun bermasalah di masyarakatnya yang berakibat akan kesehatan para penduduk Malaysia dan Singapura. Selama 12 tahun Indonesia baru meratifikasi perjanjian polusi asap karena adanya pengaruh kepentingan Malaysia dan Singapura yang sama-sama mengalami kerugian yang besar dan mengingat adanya butir perjanjian regional yang menyatakan menjalin solidaritas dalam menyelesaikan permasalahan antar negara di kawasan. Permasalahan ini menjadi bertentangan antar negara tetangga yaitu Malaysia dan Singapura karena Indonesia membiarkan proses ratifikasi 705
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 693 - 706
AATHP begitu lama sehingga Indonesia terkesan harus ditekan dahulu dengan Haze Bill (peraturan bencana asap) yang dibuat Singapura. DAFTAR PUSTAKA ASEAN Selayang Pandang. 2007. Jakarta: Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN, Departemen Luar Negeri Indonesia. ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution 2010, tersedia di http://haze.asean.org/hazeagreement/status, 25 Februari 2014. Bambang Cipto. 2003. “ Tekanan Amerika Tehadap Indonesia”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Buzan Barry, etc. 1998.”Security: A New Framework for Analysis”. Colorado. Lynne Riener Publisher inc. Data Pemantauan Api, tersedia di www.mnlh.go.id/, 22 Maret 2015. Haze Action Online. 2013. “Combating Haze in ASEAN: Frequently Asked Questions”, tersedia di http://haze.asean.org/?page_id=1 13, 29 September 2014. Hutan Malaysia, tersedia di http://www.statistics.gov.my, 24 Maret 2015. Index
Pollution Singapore, tersedia di http://www.haze.gov.sg/hazeupdates/historical-psi-readings/, 24 Maret 2015.
Keohane O Robert. 1984. “After Hegemony: Cooperation and discord in the world economy”. Princeton. Keadaan Hutan Indonesia, tersedia di http://fwi.or.id/publikasi/potret-keadaanhutan-indonesia-periode-2009-2013/, 20 Maret 2015. Kepentingan dan Konsekuensi, tersedia di www.dpr.go.id, 28 Maret 2015. Kondisi
Asap Asia Tenggara, tersedia di http://www.hazeonline.or.id/news.php/ID=20030702100607.htm, 17 Februari 2015.
Lahan Gambut Penyumbang Asap, tersedia di www.dephut.go.id/, 22 Maret 2015.
706