PENGARUH LAMA PERENDAMAN KAYU ALBASIA (Albizia falcataria L) DALAM MINYAK PIROLISIS SAMPAH PLASTIK TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Microtermes inspiratus Kemner)
Sri Yuliani Dewi1), Hery Pratiknyo2) dan Tata Brata Suparjana3) 1,2,3
Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto
Email korespondensi :
[email protected] ABSTRAKS Kayu albasia (Albizia falcataria L merupakan unsur penting bangunan namun mempunyai kelas awet rendah terhadap seranga rayap tanah (Microtermes insperatus Kemner). Salah satu alternatif mengatasinya yaitu dengan merendam kayu ke dalam minyak hidrokarbon hasil pirolisis sampah plastik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman minyak hasil pirolisis dalam meningkatkan keawetan kayu albasia terhadap serangan rayap tanah serta mengetahui lama perendaman minyak hasil pirolisis sampah plastik yang paling bagus terhadap serangan rayap tanah. Metode yang digunakan adalah eksperimental dengan pola Rancangan Acak Lengkap, 4 perlakuan dan 5 ulangan. Sampel yang digunakan berupa 20 balok kayu albasia ukuran 5 cm x 5 cm x 5cm, yang diberi perlakuan perendaman minyak hasil pirolisis sampah plastik dengan lama waktu berbeda yaitu kelompok K (kontrol), P1 (5 menit), P2 (10 menit), dan P3 (15 menit). Semua kayu uji diletakkan pada permukaan tanah yang berisi populasi rayap tanah.dengan posisi acak. Kemudian ditutup menggunakan karung plastik selama 2 bulan, Variabel yang diamati yaitu tingkat kewetan kayu albasia terhadap serangan rayap tanah, dan parameter yang diukur berupa selisih antara bobot kayu uji utuh sebelum dan setelah diserang rayap. Analisis data menggunakan uji F menunjukkan bahwa waktu perendaman minyak pirolisis berpengaruh sangat nyata terhadap keawetan kayu namun dari uji Duncan diantara perlakuan tidak ada perbedaan pengaruh. Kesimpulan penelitian yang diperoleh perendaman minyak pirolisis mampu meningkatkan keawetan kayu albasia dengan perendaman paling bagus selama 5 menit. Kata kunci: albasia, Microtermes insperatus, pirolisis, keawetan, perendaman, sampah plastik
PENDAHULUAN Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk kebutuhan kayu sebagai bahan baku pembuatan bangunan meningkat signifikan. Namun, ketersediaan kayu hutan Indonesia sebagian besar adalah kayu dengan tingkat keawetan rendah (Widiatmoko, 2013). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Dan Sosial Ekonomi Kehutanan (P3HHSEK) menyatakan 3.132 jenis sudah berhasil diklasifikasikan keawetannya, dan hanya 14,3% jenis kayu yang mempunyai keawetan tinggi. Sisanya 85,7% tergolong kurang awet (Sulistyowati, 1999). Menurut Dumanauw (1990) (Sulistyowati, 1999) keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaian, kayu dikatakan awet apabila mempunyai umur pakai lama dan mampu menahan berbagai faktor perusak kayu antara lain perusak biologis. Keawetan kayu menjadi faktor utama penentu penggunaan kayu dalam konstruksi. Ada lima penggolongan kelas awet kayu menurut Duljapar (1996), sebagai berikut : a).Kelas awet I (masa pakai sampai 25 tahun),II(5-25 tahun),III (10-15 tahun), IV(5-10 tahun)dan V (kurang dari 5 tahun).
Salah satu jenis kayu yang banyak dikenal dan disukai masyarakat adalah kayu albasia (A. falcataria L. Fosberg). Albasia merupakan tanaman dengan pertumbuhan yang relatif cepat (fast growing), masa panen yang pendek, budidaya yang relatif mudah, produktifitas tinggi, multi fungsi, dan berfungsi ganda sebagai tanaman produksi dan konservasi.(Anggraeni, 2010). Nilai ekonomi albasia adalah kayunya. Pohon albasia dapat mencapai tinggi sekitar 30-45 m dengan diameter batang sekitar 70-80 cm, dan termasuk kelas awet IV-V (Wiryadiputra, 2007). Rayap merupakan salah satu serangga yang menimbulkan kerusakan hebat dan kerugian besar pada produk-produk dari kayu (Eaton & Hale, 1993).dan meningkat dari waktu ke waktu. Rakhmawati (1995), menyatakan bahwa berdasarkan perkiraan, kerugian ekonomis yang ditimbulkan akibat serangan rayap di Indonesia mencapai 1,67 trilyun rupiah. Menurut Nandika et al. (2003), kemampuan rayap melakukan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan menyebabkan penyebaran rayap menjadi sangat luas. Di daerah tropis, rayap ditemukan mulai dari pantai sampai ketinggian 3000 mdpl. Aini (2005), menyatakan bahwa penyebaran rayap juga dipengaruhi oleh keberadaan vegetasi, suhu dan curah hujan. Salah satu spesies rayap yang sangat luas sebaran dan ganas serangannya adalah rayap tanah Microtermes insperatus. Di sisi lain, bertambahnya jumlah penduduk meningkatkan buangan sampah plastik. Sekitar 129 juta ton plastik setiap tahunnya diproduksi. Plastik merupakan bahan yang tidak mudah terurai (Nugraha et al., 2013). Sehingga perlu adanya alternatif proses daur ulang yang lebih berprospek ke depan (Ramadhan & Munawar, 2011). Kemajuan teknologi pengolahan sampah plastik melalui proses pirolisis menghasilkan minyak hidrokarbon. Selain mengurangi kuantitas sampah plastik, teknik daur ulang ini juga menghasilkan produk berupa hidrokarbon cair yang potensial untuk meningkatkan daya awet kayu kelas rendah dari serangan rayap. Panshin & de Zeeuw (1980), menyatakan bahwa awet kayu terhadap serangga dan organisme perusak kayu lainnya disebabkan oleh adanya kandungan zat ekstraktif. Zat ekstraktif dalam kayu berfungsi sebagai racun atau rappelent bagi perusakperusak kayu, sehingga perusak tersebut tidak sampai masuk dan tinggal di dalamnya. Ektraktif sebagai bahan pengawet yang larut dalam pelarut air digunakan untuk mengawetkan kayu kering dan kayu basah (Barly, 2009).
Bahan plastik merupakan senyawa polimer, yang terbentuk dari molekulmolekul kecil yang disebut monomer. Polyethylene terbentuk dari monomermonomer ethylene yang dipolimerisasi dengan mekanisme radikal bebas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan kantong plastik, botol plastik, atau pipa plastik (Fessenden, 1982). Secara umum, plastik bersifat halus, fleksibel, tahan air, mudah dibentuk dan diwarnai, serta harganya relatif murah. Vasile & Brebu (2002), menambahkan bahwa
komposisi, 46% polyethylene, 16% polypropylen, 16%
polystyrene, 7% polyvinyl chloride, 5% polyethylene terephthalate , 5% acrylonitrilebutadiene-styrene,
dan
5%
polimer
lainnya.
Sampah
plastik
ini
bersifat
nonbiodegradable, sehingga menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1999), teknik pengawetan kayu dapat dilakukan dengan pencelupan. Dengan cara ini, hasilnya lebih baik dibanding cara semprot karena bahan pengawet selain mengenai permukaan juga mampu meresap seluruh sel kayu bagian dalam. Lama waktu pencelupan dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Biasanya lama pencelupan dalam pengawet pelarut organik atau minyak lebih singkat, yaitu kurang dari satu jam, sedangkan dalam pengawet larut air lebih lama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Widiatmoko (2013), impregnasi larutan pengawet ke dalam media uji yang dilakukan dengan teknik pencelupan yaitu dengan lama rendam 30 menit, 60 menit, dan 120 menit. Maksud pengawetan yaitu memperpanjang umur pakai kayu tersebut (Sulistyowati, 1999). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi minyak hidrokarbon hasil pirolisis sampah plastik sebagai pengawet kayu, diharapkan hasilnya dapat membantu meningkatkan masa pakai kayu kelas awet rendah terhadap perusak kayu, khususnya rayap tanah. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan apakah perendaman minyak hidrokarbon hasil pirolisis sampah plastik dapat meningkatkan keawetan kayu albasia (Albizia falcataria L. Fosberg) terhadap serangan rayap tanah (Microtermes insperatus Kemner) dan berapa lama perendaman paling efektif dalam meningkatkan keawetan kayu albasia dari serangan rayap tersebut.
METODOLOGI 1. Materi Penelitian Materi dalam penelitian ini adalah rayap tanah (M. insperatus Kemner), kayu albasia (A. falcataria L. Fosberg) kelas awet IV, botol plastik, LPG (Liquid Petroleum Gas), dan alkohol 70%.dengan alat-alat yang meliputi :tabung pirolisis, kompor gas, luxmeter, thermohygrometer, soil tester, botol sampel, mikroskop stereo, buku identifikasi rayap, alat tulis, spidol penanda, timbangan, oven, toples plastik, karung plastik, stopwatch, dan kamera. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Purwokerto (7°26′ LU 109°14′ BT), di Kelurahan Arcawinangun dan Laboratorium Entomologi-Parasitologi, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman sejak bulan Januari 2015 – Maret 2015. A. Metode Penelitian 1.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan adalah eksperimental dengan pola RAL (Rancangan
Acak Lengkap), menggunakan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Variabel diamati yaitu tingkat keawetan kayu albasia terhadap serangan rayap tanah, dengan parameter berupa selisih antara bobot kayu uji sebelum dan setelah diserang rayap. 2.
Cara Kerja Pembuatan Minyak Hidrokarbon Minyak hidrokarbon diperoleh dari hasil konversi sampah plastik melalui
proses pirolisis. Sampah plastik dimasukkan ke dalam tabung pirolisis (modifikasi tabung gas LPG 15 kg), kemudian dipanaskan dengan cara dibakar pada suhu 600 0
C. Gas yang dihasilkan selanjutnya dikondensasikan di sepanjang tabung pengalir
sehingga dihasilkan distilat cair, yang kemudian dialirkan ke dalam botol penampung (Gbr.1.). Persiapan dan Perlakuan Kayu Uji Sampel berupa 20 balok kayu albasia ukuran 2 x 2 x 2 cm setelah ditandai dibagi dalam 4 kelompok perendaman dengan ulangan 5 kali. Balok dioven pada suhu 110o C selama 20 menit, dan ditimbang untuk mengetahui bobot awal kayu uji, lalu dicatat dalam tabel data pengamatan. Selanjutnya kayu uji direndam dalam minyak hidrokarbon murni hasil pirolisis sampah plastik sesuai kelompok perlakuan yaitu kelompok K (kontrol), P1 (5 menit), P2 (10 menit), dan P3 (15 menit). Impregnasi minyak hidrokarbon ke dalam kayu uji dilakukan dengan teknik pencelupan (dipping)
menurut Rismayadi & Arinana (2009). Kayu uji yang mengandung minyak hidrokarbon, segera dikeringanginkan. Pengumpanan Kayu Uji Semua balok kayu uji diletakkan pada permukaan tanah yang berisi populasi rayap dengan posisi acak. Jarak antar kayu uji 10 cm dan ditutup
plastik.
Pengamatan kayu uji dan pengambilan data penelitian dilakukan setelah 2 bulan. Analisis serangan rayap dan Identifikasi Jenis Rayap Setelah 2 bulan, kayu uji diambil dan dibersihkan dengan air mengalir lalu dioven pada suhu 60 0C, setelah mendapat bobot konstan balok ditimbang untuk mengetahui bobot akhir setelah diserang rayap, dan dicatat. Respon yang diukur adalah persen kehilangan bobot (KB) berdasarkan persamaan Sornnuwat (1996), sebagai berikut: Berat Awal – Berat Akhir
×_100%
KB (%) = Berat Awal
sedangkan sampel rayap dimasukkan ke dalam botol sampel berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi jenis rayap menggunakan kunci identifikasi rayap tanah menurut Ahmad (1959) dan Nandika et al. (2003). Pengukuran Faktor Abiotik 1. Intensitas cahaya, diukur menggunakan luxmeter yang diletakkan di area pengumpanan kayu uji (di bawah plastik penutup). 2. Temperatur, diukur menggunakan thermohygrometer, dengan cara digantung pada udara, dibiarkan 5 menit lalu diamati angka yang muncul. 3. pH dan kelembaban tanah, diukur menggunakan soil tester Metode Analisis Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F, dengan tingkat kesalahan 5% dan 1%, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN . Hasil analisis uji F terhadap perlakuan kayu uji disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis uji F terhadap pemberian perlakuan Sumber
dB
JK
KT
F hitung
Perlakuan
3
0,868
0,289
9,849**
Galat
16
0,470
0,029
Total
19
1.337
Keragaman
F tabel 0,05
0,01
2,120
2,921
Keterangan : (**) Berpengaruh sangat nyata Analisis data menunjukkan bahwa perendaman balok dalam minyak hidrokarbon berpengaruh sangat nyata pada tingkat kesalahan 1% dan 5%, dengan nilai F hitung > nilai F tabel. Hal ini diduga akibat adanya senyawa aktif yang bersifat anti feedant yang masuk kedalam kayu. terkandung
dalam
sampel
Menurut Anggono et al. (2009), senyawa yang asap
cair
plastik
adalah
2-propanon/aseton,
siklopentanon, asam asetat, dan asam borat. Hal ini sesuai pendapat Jannet et al. (2001), yang menyatakan bahwa senyawa asam asetat merupakan golongan asam alkanoat dan bersifat antifeedant sedangkan aseton dan siklopentanon merupakan golongan keton, yang juga mempunyai aktivitas antifeedant (Mateos et al., 2005). Menurut Miles et al. (1985), senyawa antifeedant didefinisikan sebagai suatu zat yang apabila diujikan terhadap serangga akan menghentikan aktivitas makan sementara atau permanen. Isman et al. (1996), juga menambahkan bahwa senyawa antifeedant mempengaruhi perilaku makan melalui aksi langsung pada organ perasa. Senyawa ini memiliki toksisitas subletal. Data rataan persentase kehilangan berat kayu uji sesuai persamaan Sornnuwat (1996). disajikan pada Grafik .1. sebagai berikut :
Kehilangan Berat Kayu Uji (%) 70 60
58,04%
50 40 28,03%
30 20 6,91%
10
11,12%
0 K (0 menit)
P1 (5 menit)
P2 (10 menit)
P3 (15 menit)
Grafik 1. Persentase kehilangan berat (KB) kayu uji Grafik 1. menunjukkan bahwa persentase kehilangan berat tertinggi setelah kayu kontrol (58,04%) disusul kayu uji P3 (perlakuan 15 menit) sebesar 28,03%, kemudian diikuti kayu uji P2 (perlakuan 10 menit) yaitu 11,12%, serta persentase kehilangan berat terendah adalah kayu uji P1 (perlakuan 5 menit) sebesar 6,91%. Suranto (2002), menyatakan bahwa semakin lama jangka waktu perendaman, akan menyebabkan kayu tersebut semakin rendah kekuatannya bila dibandingkan dengan kekuatan kayu yang direndam lebih singkat sebab matrik antar sel-sel penyusun kayu albazia akan semakin renggang dan akhirnya terurai Sel-sel kayu uji semakin renggang yang akan menyebabkan perluasan bidang penguapan dan pencucian oleh air, sehingga memungkinkan berkurangnya kuantitas minyak hidrokarbon yang sebelumnya diimpregnasikan ke dalam
kayu uji.
Perenggangan sel-sel kayu tersebut juga menyebabkan matrik antar sel kayu menjadi terurai sehingga menjadi lebih rapuh dari kondisi awal. Menurut Wiryadiputra (2007), bahwa berat jenis kayu albasia rata-rata sekitar 0,33. Menurut Haygreen et al. (2003), tingginya daya serap kayu terhadap larutan bahan pengawet kemungkinan terjadi karena pori-pori kayu dengan persentase rongga yang besar sehingga mampu menyerap secara optimal. Berat jenis kayu berhubungan langsung dengan porositas atau proporsi volume rongga kosong. Hong (1985), juga menambahkan bahwa semakin kecil nilai berat jenis kayu maka volume rongga dinding sel akan semakin besar, sehingga larutan bahan pengawet akan semakin mudah untuk masuk jauh ke dalam kayu. Kondisi demikian dapat meningkatkan kemungkinan perenggangan selsel kayu sehingga merusak struktur kayu uji dan menurunkan ketahanan kayu sehingga mudah dirusak oleh rayap tanah M. insperatus Kemner
Grafik 1. juga menunjukkan kehilangan berat kayu uji berkisar antara 11,1258,04%. Berdasarkan klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah yang dilihat dari persentase kehilangan berat menurut Sornnuwat et al. (1995), bahwa terdapat lima kelas ketahanan kayu. Kriteria kehilangan berat 0% (sangat tahan), kehilangan berat 1-3% (tahan), kehilangan berat 4-8% (cukup tahan), kehilangan berat 9-15% (rentan), dan kehilangan berat >15% (sangat rentan). Berdasarkan kriteria tersebut keseluruhan kayu baik kontrol maupun kayu yang diberi perlakuan termasuk golongan cukup tahan sampai sangat rentan. Berikut klasifikasi tingkat ketahanan kayu uji disajikan pada Tabel 2. : Tabel 2. Rata-rata kehilangan bobot (KB) kayu uji selama pengumpanan Perlakuan
Rata-rata KB
Kelas ketahanan
(%)
K (0 menit)
58,04
Sangat rentan
P1 (5 menit)
6,91
Cukup tahan
P2 (10 menit)
11,12
Rentan
P3 (15 menit)
28,03
Sangat rentan
Guna mengetahui perlakuan manakah yang paling memberikan perbedaan pengaruh kehilangan bobot maka diadakan uji lanjut Duncan. Hasil analisis uji Duncan disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3. Hasil analisis uji Duncan terhadap rata-rata kehilangan bobot (KB)_pada masing-masing perlakuan Perlakuan
Rata-rata selisih kehilangan berat kayu ± std. Deviasi
K (0 menit)
1,3453 ± 0,25029a
P1 (5 menit)
0,8118 ± 0,03399b
P2 (10 menit)
0,8671 ± 0,10073b
P3 (15 menit)
1,0513 ± 0,20858b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak __________.berbeda nyata pada analisis uji Duncan Uji lanjut Duncan, menunjukkan bahwa kayu uji K merupakan kayu yang paling
banyak dimakan rayap
dengan nilai hasil
analisis
tertinggi
yaitu
1,3453±0,25029 dan berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan lain. Hal ini karena kayu uji K tidak terlindungi bahan antifeedant yang dapat menurunkan tingkat kesukaan rayap tanah M. insperatus Kemner untuk memakan kayu uji. Sedangkan di antara perlakukan perendaman kayu uji P1, P2, dan P3, menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata walaupun secara nominal angka ada perbedaan. Berdasarkan identifikasi jenis rayap yang menyerang kayu uji dipastikan Microtermes insperatus Kemner ( O: isopteran, F: Termitidae). Dengan ciri morfologi yaitu caput berwarna kekuningan, jumlah keseluruhan segmen antenna sebanyak 14 segmen dengan segmen pedicel lebih panjang dibanding segmen flagellum. Abdomen berwarna kuning pucat dan ditumbuhi rambut-rambut halus, serta memiliki rata-rata panjang total tubuh 3,5 mm. Kasta prajuritnya memiliki sepasang mandibula yang tampak jelas di bagian anterior caput yang menyerupai sabit (Ahmad (1959). KESIMPULAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Perendaman kayu albasia (A. falcataria L. Fosberg) ke dalam minyak hidrokarbon hasil pirolisis sampah plastik dapat meningkatkan ketahanan terhadap serangan rayap tanah (M. insperatus Kemner).
2.
Perendaman kayu albasia (A. falcataria L. Fosberg) ke dalam minyak hidrokarbon hasil pirolisis sampah plastik yang paling tahan terhadap serangan rayap tanah (M. insperatus Kemner) dengan persentase kehilangan berat terendah yaitu pada kayu uji P1 (perlakuan 5 menit).
Saran Saran yang dapat diberikan peneliti adalah perlu adanya perbaikan pada tahap pirolisis untuk meminimalisir kebocoran gas saat proses pengaliran ke botol penampung. Serta perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai spesifikasi zat hasil pirolisis sampah plastik yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ketahanan kayu.
DAFTAR PUSTAKA
Agustriana, N. 2000. Identifikasi Jenis-jenis Rayap yang ditemukan pada Bangunan Rumah di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Laporan Kerja Praktek. Tidak dipublikasikan. Fakultas Biologi Unsoed Purwokerto. Ahmad, M. 1959. Key to The Indomalayan Termites. Departement of Zoology. University of The Punjabi, Lahore. Pakistan. Aini, N. 2005. Perlindungan Investasi Kontruksi terhadap Serangan Organisme Perusak
Kayu.
Kolokium
&
Open
House
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Permukiman. Departemen Pekerjaan Umum, Bandung. Anggono, Tri, E. Wahyu, Handayani, A. Rahmadani, & Abdullah. 2009. Pirolisis Sampah Plastik Untuk Mendapatkan Asap Cair Dan Penentuan Komponen Kimia Penyusunnya Serta Uji Kemampuannya Sebagai Bahan Bakar Cair. Jurnal Sains dan Terapan Kimia, 3(2), pp.164 – 173. Anggraeni, I. 2010. Pengendalian Penyakit Karat Tumor (Uromycladiu tepperianum (Sacc.) Mc. Alpin) Pada Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) Di Panjalu Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 7(5), pp. 273-278. Arthadi. 1989. Species Rayap (Ordo Isoptera) di Hutan Pinus KPH Banyumas Timur. Studi Kekerabatan dan Ciri-ciri Bioekologik. Thesis. Fakultas Pascasarjana UGM, Yogyakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1999. Pengawetan kayu untuk perumahan dan gedung. SNI 03-5010.1-1999. Jakarta. Barly. 2009. Standardisasi Pengawetan Kayu dan Bambu Serta Produknya. Prosiding PPI Standardisasi. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bignell, D.E, Eggleton P. 2000. Termites in ecosistem. In: Abe T, Bignell DE, Higashi M (eds). Termites: Evolution, sociality, symbioses, ecology. Kluwer, London. Borror, D.J. & D.M. De long, 1971. An Indroduction to The Study of Insects. United State of America. Di Blasi, C. 2008. Modeling Chemical and Physical Processes of Wood and Biomass Pyrolisis. Progress in Energy and Combustion Science 34, pp. 47–99. Duljapar, Khaerudin. 1996, Pengawetan Kayu. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Dumanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Yogyakarta: Kanisius.
Eaton, R.A. & M.D.C. Hale. 1993. Wood Decay, Pests, and Protection (Terjemahan). Chapman & Hall. London. Fessenden, R.J., & Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik jilid 2. Jakarta: Erlangga. Google map. 2014. https://www.google.com/maps/@7.4127092,109.2553596,1577 m/data=!3m1!1e3. Diakses tanggal 19 Desember 2014. Haverty M.I. & Nutting W.L. 1976. Environmental Factors Affecting the Geographical Distribution of Two Ecologically Equivalent Termite Species in Arizona American Midland Naturalist. Vol. 95, No. 1, pp. 20-27. Haygreen J.G, Smulsky R, & Bowyer J.L. 2003. Forest Products and Wood Science An Introduction. USA: The Lowa State University Press. Hong, L.T. 1985. Rubberwood Processing and Utilization. Forest Research Institute of Malaysia, Kepong, Selangor. Kuala Lumpur. Hudayya, Abdi. 2011. Keistimewaan Rayap. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2014. Hunt, G.M & G.A. Garrat. 1986. Pengawetan Kayu (Terjemahan). Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Jakarta: Akademika Pressindo. Isman, M.B., Matsuura, H., MacKinnon, S., Durst, T., Towers, G.H.N., & Arnason, J. T. 1996. Phytochemistry of the Meliaceae: So many terpenoids, so few insecticides. Recent Advances in Phytochemistry, 30, pp. 155–178. Jannet, H.B., F.H. Skhiri, Z. Mighri, M.S.J. Simmonds, & W.M. Blaney Antifeedant activity of plant extracts and of new natural diglyceride compounds isolated from Ajuga pseudoivaleaves against Spodoptera littoralislarvae. Indus. Crops Prod., 14: 213-222. Jouquet P, Mamou L, Lepage M, & Velde B. 2002. Effect of Termites on Clay Minerals in Tropical Soils: Fungus-Growing Termites as Weathering Agents. Martawijaya & Barly. 1991. Petunjuk Teknis Pengawetan Kayu Bangunan dan Gedung. No.01/Th.ǀ/91. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Mateos, Fernandez A., E.M. Martin, R.R. Clemente, R.R. Gonzalez, & M.S.J. Simmonds. 2005. Synthesis of the insect antifeedant CDE molecular fragment
of
12-ketoepoxyiazadiradione
Tetrahedron. 61:12264-12274.
and
related
compounds.
Miles, D.H., B.L Hankinson & S.A Randle. 1985. Insect antifeedant from the peruvian plant Alchornea triplinerva, dalam Paul Hedin (Editor): Bioregulator for pest control. Washington DC: American Chemical Society. Munawar, S. S. 2002. Preferensi Makan Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light) pada Empat Jenis Bambu. Wana mukti forestry research journal, 1(1), pp. 42-51. Nandika D, & Tambunan B. 1989. Deteriorasi Kayu Oleh Organisme Perusak. Bogor: Pusat Antar Universitas IPB. Nandika, D., Rismayadi, Y. & Diba, F. 2003. Rayap Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Nugraha, M. Fajri, A. Wahyudi, & I. Gunardi. 2013. Pembuatan Fuel dari Liquid Hasil Pirolisis Plastik Polipropilen Melalui Proses Reforming Dengan Katalis NiO/ΓAl2O3. Jurnal Teknik Pomits, 2(2) pp. 299-302. Panshin, A. J. & C. de Zeeuw. 1980. Textbook of wood technology. Fourth edition. New York: Mc. Graw-Hill Book Co. Prayitno, T.A. 1997. Penggunaan Kayu Bermutu Rendah. Buletin Kehutanan No. 32. Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta. Rakhmawati, D. 1995. Prakiraan Kerugian Ekonomis Akibat Serangan Rayap Pada Bangunan Perumahan Di Indonesia. Skripsi. Bogor : Jurusan Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Ramadhan, P. A. & Munawar Ali. Pengolahan Sampah Plastik Menjadi Minyak Menggunakan Proses Pirolisis. Progdi Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 4(1), pp. 44-53. Rismayadi, Y. & Arinana. 2009. Pengembangan Produk Formulasi Umpan Rayap Untuk Perlindungan Bangunan. Development of Termite Formulation Baiting for Building Protection. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, 2 (1), pp. 3239. Risnasari, Iwan. 2008. Kajian Sifat Fisis Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Pada Berbagai Bagian dan Posisi Batang. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara. Sornnuwat, Y., C. Vongkaluang, T. Yoshimura, K. Tsunoda, dan M. Takahashi. 1995. Wood Consumption and Survival of Subterrean Termite Coptotermes gestroi
Wassmann Using The Japanese Standardized Testing Method and Modified Wood Block Test in Bottle. Japanese Society of Environmental Entomologi and Zoologi. Sornnuwat, Y. 1996. Resistance of commercial timber and fast growing timber of Thailand for building construction to Coptotermes gestroi Wasmann. Proc. The 1996 Annual Meeting of The International Research Group on Wood Preservation, Stockholm Sweden. Subekti, Niken, D. Duryadi, D. Nandika, S. Surjokusumo, & S. Anwar. 2008. Sebaran Dan Karakter Morfologi Rayap Tanah Macrotermes gilvus Hagen Di Habitat Hutan Alam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, 1(1), pp. 27-33. Suhasman, M.Y. Massijaya, Y.S. Hadi, & A. Arif. 2007. Ketahanan Papan Komposit Dari Limbah Kayu Sengon Dan Karton Terhadap Rayap Kayu Kering Dan Rayap Tanah. Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Jurnal Perennial, 4(1), pp. 28-35. Sulistyowati, A. 1999. Pengawetan Kayu dan Bambu. Puspa Swara, Anggota Ikapi. Jakarta. Sumarni, G. & Ismanto, A. 1988. Komunitas Rayap Tanah Pada Empat Lokasi di Jakarta dan Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 5(1), pp. 1-5. Sumarni, & Ani Purwanti. 2008. Kinetika Reaksi Pirolisis Plastik Low Density Poliethylene (LDPE). Jurnal Teknologi, 1(2), pp. 135 -140. Supriana, N. 1983. Ekologi Rayap Perusak Kayu. Prosiding Pertemuan Ilmiah Pengawetan Kayu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Jakarta. Suranto, Y. 2002. Bahan dan Metode Pengawetan Kayu. Kanisius. Yogyakarta. Suwandi.
2012.
Kebutuhan
Kayu
Secara
Nasional
5
Tahun
Terakhir.
https://forestryinformation.wordpress.com/tag/5-tahun/. Diakses tanggal 19 Januari 2015. Tarumingkeng, R. C. 2001. Biologi dan Pengendalian Rayap Hama Bangunan di Indonesia.http://tumoutou.net/5 termite biology and control.htm. Diakses 19 Oktober 2014. Vasile, C. & Brebu. 2002. Solid Waste Treatment by Pyrolysis Methods. Journal of Environmental Protection and Ecology. No.1, pp. 230-235.
Widiatmoko, Ananto. 2013. Efisiensi Pengawetan Kayu Terhadap Serangan Rayap Dengan Menggunakan Bahan Pengawet Kimia Pro-Fos 400 Ec. Jurnal Teknik Sipil. Wiryadiputra, S. 2007. Epidemi Penyakit Tumor pada Sengon di Jawa Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember. A. Lampiran 1.Foto penelitian.
…
Gambar 1. Pirolisis Sampah Plastik.
Gambar 2 lubang kembara
rayap
Gambar 3. Microtermes insperatus ___________Kemner
Gambar 4. Microtermes insperatus Kemner (ventral)
Gambar 4.3. Saluran kembara menyerupai terowongan