PENGARUH LAMA PENYINARAN ULTRAVIOLET-C DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP PEMATANGAN DAN NILAI ORGANOLEPTIK BUAH SAWO (Manilkara zapota (L.) van Royen) THE EFFECT OF DURATION OF UV-C IRRADIATION ON RIPENING AND ORGANOLEPTIC VALUE OF SAPODILLA (Manilkara zapota (L.) van Royen) Patmi Sera Wahyuni1, Sri Trisnowati2, Suyadi Mitrowiharjo2 ABSTRACT The objective of this research was to study the effect of duration of UV-C irradiation and storage temperature on ripening and organoleptic value of sapodilla fruits, and to obtain the best treatment combination between UV-C irradiation and storage temperature that capable of inhibiting ripening of sapodilla without reducing its quality. Sapodilla fruits were exposed to four levels of UV-C irradiation time i.e. no radiation, 5, 10, and 15 minutes, then stored at room temperature (27,13–28,11oC) and low temperature (16,70–18,13oC). The results showed that there was no interaction between the duration of UV-C irradiation and storage temperature to fruit ripening and organoleptic value of sapodilla fruit. The UV-C irradiation did not significantly inhibit fruit ripening. Low temperature storage inhibited fruit ripening and prolonged its shelf life 6 days longer than those stored at room temperature. There was no significant effect of UV-C and storage temperature on the organoleptic value of the fruit. Key words: Sapodilla, UV-C, room temperature, ripening, and storability. INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyinaran UVC dan suhu penyimpanan terhadap pematangan dan nilai organoleptik buah sawo, serta untuk mendapatkan kombinasi perlakuan lama penyinaran UV-C dan suhu ruang simpan yang dapat menunda pematangan buah sawo tanpa menurunkan mutunya. Penelitian menggunakan 4 aras lama penyinaran UV-C yaitu tanpa penyinaran, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Buah sawo yang telah disinari disimpan pada suhu kamar (27,13 – 28,11oC) dan suhu rendah (16,70 – 18,13oC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara lama penyinaran UV-C dengan suhu penyimpanan pada pematangan dan nilai organoleptik buah sawo. Penyinaran UV-C tidak menghambat pematangan. Penyimpanan pada suhu rendah menghambat pematangan buah sawo 6 hari lebih lama dibandingkan penyimpanan pada suhu kamar. Lama penyinaran UVC dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai organoleptik buah sawo. Kata kunci: Sawo, UV-C, suhu penyimpanan, pematangan, nilai organoleptik.
1Alumni 2
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Fakultas Pertanian Gadjah Mada, Yogyakarta
PENDAHULUAN Sawo merupakan buah yang mudah rusak (perishable). Penanganan setelah panen seperti pencucian, penggosokan, dan transportasi dari produsen ke pedagang pengepul atau konsumen dapat meningkatkan terjadinya kerusakan buah dan mempercepat pematangan sehingga umur simpannya pendek. Oleh karena itu upaya untuk menunda kerusakan buah sawo sangat diperlukan agar buah sawo dapat diterima oleh konsumen dengan baik. Berbagai metode untuk menunda pematangan buah telah banyak dicoba dan yang baru-baru ini cukup menarik perhatian adalah penggunaan sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet yang digunakan adalah sinar Ultraviolet C (UV-C) dengan panjang gelombang 254 nm (Gonzales et al., 2004 ; Pombo et al., 2009; Bal dan Kok, 2009; Maharaj et al., 2010). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata sinar UV-C dapat menunda pelunakan buah stroberi (Pombo et al., 2009), dan menunda penurunan kualitas buah kiwi (BAL and KOK, 2009). Sinar UV-C juga dapat digunakan sebagai disinfektan (germicide). Pada buah jeruk, penyinaran dengan sinar UV-C dapat menekan pertumbuhan jamur Penicillum digitatum yang merupakan musuh petani jeruk (Fernandez et al., 2004). Telah diketahui bahwa suhu rendah efektif menunda pematangan buah, jadi menunda pula kerusakannya. Namun penggunaannya untuk buah tropis harus diperhitungkan agar tidak menyebabkan chilling injury. Buah sawo termasuk buah tropis yang peka terhadap chilling injury. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa buah sawo yang disimpan pada lemari es pada suhu 90C menunjukkan gejala chilling injury berupa gagal matang, dan warna kecoklatan pada permukaan buah. Penyimpanan buah sawo, oleh karena itu, tidak pada suhu yang dapat menyebabkan chilling injury. Pada buah pisang, hasil penelitian Pangprasert et al. (2011) menunjukkan bahwa UV-C dapat menghambat kerusakan akibat chilling injury. Kombinasi penyinaran UV-C dan penyimpanan pada suhu rendah diharapkan dapat memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan jika buah disinari UV-C atau di simpan pada suhu rendah saja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyinaran UVC dan suhu ruang penyimpanan terhadap pematangan dan nilai organoleptik buah sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) dan mendapatkan kombinasi lama
penyinaran dan suhu ruang penyimpanan yang dapat menunda pematangan buah sawo tanpa menurunkan mutunya. Pengamatan mutu buah dapat dilakukan secara organoleptik kimiawi, fisik, dan visual. Uji organoleptik merupakan penilaian terhadap mutu komoditas menggunakan panca indra. Oleh karena itu uji organoleptik ini dilakukan berdasarkan rasa, aroma, penampilan, dan penerimaan (Anonim, 2013). BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hortikultura, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta sejak bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Bahan utama yang digunakan adalah buah sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) siap panen yang diperoleh dari Desa Pepe Tegal, Bogoran, kelurahan Trirenggo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan karakter awal buah masih mentah, belum mengeluarkan aroma khas sawo dan masih keras dengan nilai kekerasan 98,65 Newton, dan belum mengalami kerusakan. Laju respirasi buah mencapai 250,16 mgCO2/kg/jam. Kandungan padatan terlarut totalnya telah cukup tinggi (17,83%Brix) dan kandungan asam tertitrasinya rendah (0,0356%). Karakter ini menunjukkan bahwa buah telah masak fisiologis dan siap menjalani pematangan. Penelitian menggunakan Rancangan faktorial 4 x 2 yang diatur dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga blok sebagai ulangan. Faktor pertama adalah lama penyinaran UV-C yaitu 0 menit (Tanpa penyinaran), 5 menit, 10 menit dan 15 menit. Faktor kedua berupa suhu penyimpanan, terdiri atas Suhu kamar dan Suhu rendah (Ruangan ber-AC dengan suhu diatur 200C). Rerata
yang
diperoleh
dianalisis
dengan analisis
varian
pada tingkat
kepercayaan 5%. Apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf kepercayaan 5%. Buah sawo yang telah dipanen, dicuci dan digosok dengan sabut kelapa di lahan, kemudian dibawa ke Laboratorium Hortikultura. Setelah disortir berdasarkan ukuran dan penampilan yang seragam buah sawo dimasukkan dalam kotak UV-C yang berupa kotak kayu dengan ukuran tinggi 70 cm, lebar 30 cm, dan panjang 130 cm dengan lampu UV-C merk Superlight 30 Watt. Waktu penyinaran UV-C sesuai dengan perlakuan yang direncanakan. Pada saat
penyinaran UV-C berlangsung suhu kotak dan intensitas cahaya diukur dengan menggunakan termometer dan Luxmeter digital. Setelah penyinaran buah sawo disimpan dalam ruangan bersuhu kamar dan suhu rendah. Pengamatan dilakukan setiap hari, meliputi koefisien pematangan (Ripening coefisient (Rc) menggunakan metode penilaian berdasarkan Trisnowati et al. (2011), respirasi menggunakan metode titrasi menurut Anonim (2010), mutu visual (Visual Quality Rating/VQR) dengan menggunakan metode penilaian Kader et al. (1973) yang dimodifikasi, Padatan Terlarut Total (PTT) menggunakan Refactrometer Atago, Asam tertitrasi (AT) menggunakan metode titrasi dengan NaOH 0,1 N, dan uji organoleptik oleh 3 responden sebagai panelis. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap suhu di dalam kotak UV-C selama penyinaran menunjukkan bahwa penyinaran 5 menit menghasilkan suhu sebesar 29,440C, penyinaran 10 menit menghasilkan suhu 30,330C, dan penyinaran 15 menit menghasilkan suhu 31,110C. Rata-rata intensitas cahaya lampu UV-C saat perlakuan
penyinaran
berlangsung
sebesar
38,82
footcandle
atau
0,61 Joule/second. Rata-rata suhu dan kelembaban relatif selama penyimpanan pada suhu kamar berturut-turut sebesar 27,460C, dan 61,31%, dan pada suhu rendah, suhu dan kelembaban relatif berturut-turut sebesar 17,430C dan 64,08%. Variasi lama penyinaran UV-C tidak menghasilkan laju pematangan buah sawo yang berbeda nyata (Gambar 1). Buah sawo, baik tanpa penyinaran atau dengan penyinaran UV-C, matang optimum (Rc = 5) setelah 10-11 hari dalam penyimpanan. Kecuali pada PTT, AT dan aroma buah saat matang, hasil analisis varian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara lama penyinaran UV-C dengan suhu penyimpanan. Penundaan pematangan terlihat jelas pada buah sawo yang disimpan pada suhu rendah (Gambar 2). Buah yang disimpan pada suhu rendah (16,70 – 18,13oC) memperlihatkan laju pematangan yang nyata lebih lambat (mencapai matang optimum rata-rata 14 hari) dibandingkan buah sawo pada suhu kamar (27,13 – 28,11oC) yang mencapai matang optimum dalam waktu rata-rata 8 hari.
Ripening coefficient (Rc)
6 5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
Hari
Ripening coefficient (Rc)
Gambar 1. Laju pematangan buah sawo pada berbagai lama penyinaran UVC. Setelah disinari sengan sinar UV-C selama 0 menit atau tanpa penyinaran (♦), 5 menit (○). 10 menit (▲) dan 15 menit (×).
6 5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Hari
Gambar 2. Laju pematangan buah sawo pada suhu kamar (♦) dan suhu rendah (□). Seperti terhadap pematangan buah, pengaruh lama penyinaran UV-C terhadap laju respirasi buah tidak nyata (Gambar 3). Hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Gonzales-Aguilar et al. (2009) yang melaporkan bahwa penyinaran UV-C meningkatkan laju respirasi buah persik. Pada buah klimakterik seperti sawo, respirasi dapat menjadi indikator pematangan buah. Selama proses pematangannya, buah sawo akan memperlihatkan puncak respirasi klimakteriknya, seperti digambarkan oleh Zhong Qiuping et al. (2006). Dalam
penelitian ini, laju respirasi buah sawo fluktuatif, sehingga puncak klimakterik kurang jelas terlihat (Gambar 3 dan Gambar 4). Tabel 1. Pematangan dan respirasi buah sawo saat matang Perlakuan Koefisien pematangan Respirasi(mgCO2/kg/jam) Lama Penyinaran UV-C: 0 menit 5,1889 a 223,86 a 5 menit 5,1238 a 142,77 a 10 menit 5,1972 a 209,14 a 15 menit 5,0833 a 285,52 a Suhu penyimpanan: Suhu kamar 5,27718 p 267,98 p Suhu rendah 5,01944 p 162,67 p interaksi (-) (-) CV (%) 4,57 9,17 Keterangan: (-) tidak ada interaksi antara lama penyinaran dengan suhu ruang simpan. Rerata yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak terdapat beda nyata.
350
mgCO2/kg/jame
300 250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
Hari
Gambar 3. Respirasi buah sawo berbagai lama penyinaran UV-C. Setelah disinari dengan sinar UV-C selama 0 menit atau tanpa penyinaran (♦), 5 menit (○). 10 menit (▲) dan 15 menit (×). Pola respirasi lebih jelas terlihat pada pengaruh suhu penyimpanan (Gambar 4), walaupun juga fluktuatif. Pada suhu kamar, kecepatan respirasi buah cenderung menurun sampai hari keenam, kemudian naik dan mencapai puncaknya pada hari kedelapan, selanjutnya menurun. o
(16,70 – 18,13 C)
Pada suhu rendah
laju respirasi buah nyata lebih lambat. Setelah respirasi
menurun sampai hari kesembilan, puncak respirasi terlihat pada hari ke 13-14 sejalan dengan pematangan buah.
350 300 mgCO2/kg/jam
250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16
Hari
Gambar 4. Respirasi buah sawo pada suhu kamar (♦) dan suhu rendah (□). Tabel 2. Karakter fisiko-kimiawi dan aroma buah sawo saat matang Lama penyinaran Suhu AT(%) PTT(%Brix) Suhu kamar 0,023 a 0,023 a 0 menit Suhu rendah 0,018 abc 0,015 abc Suhu kamar 0,012 c 0,012 c 5 menit Suhu rendah 0,022 ab 0,022 ab Suhu kamar 0,014 c 0,014 c 10 menit Suhu rendah 0,015 bc 0,015 bc Suhu kamar 0,015 bc 0,015 bc 15 menit Suhu rendah 0,017 abc 0,017 abc CV(%) 22,82 5,23
Aroma 2,44 b 2,67 b 4,44 a 2,56 b 4,44 a 2,50 b 4,33 a 2,56 b 20,61
Keterangan: (-) tidak ada interaksi antara lama penyinaran dengan suhu ruang simpan. Rerata yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak terdapat beda nyata.
Hasil analisis varian terhadap AT, PTT, dan nilai aroma buah sawo disajikan dalam Tabel 2. terlihat bahwa terdapat interaksi antara perlakuan penyinaran
UV-C dengan suhu ruang simpan. Nilai AT tertinggi diperoleh pada
buah dengan perlakuan tanpa penyinaran yang disimpan pada suhu kamar dan nilai terendah pada buah sawo penyinaran UV-C 5 menit yang disimpan pada suhu
kamar.
Penyinaran
UV-C
dan
penyimpanan
pada
suhu
rendah
menghasilkan nilai AT yang lebih rendah. Hal ini dapat diasumsikan bahwa perombakan asam dalam buah sawo yang disimpan pada suhu rendah,
walaupun berlangsung lebih lama, namun secara konsisten menurun kadar asamnya lebih kecil daripada buah sawo pada suhu kamar. Hasil analisis terhadap PTT buah yang ditampilkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa ada interaksi antara lama penyinaran dengan suhu ruang simpan. Buah dengan lama penyinaran 5 menit dan disimpan pada suhu kamar dan lama penyinaran UV-C 15 menit dan disimpan dalam suhu rendah memiliki kadar gula yang paling tinggi daripada kombinasi perlakuan lainnya. Hal ini dapat dikaitkan dengan susut berat buah, yaitu buah yang diberi perlakuan penyinaran memiliki susut berat lebih tinggi daripada perlakuan tanpa penyinaran. Dengan susut berat yang lebih tinggi kandungan air buah lebih rendah, sehingga gula terkonsentrasi dan lebih memperlihatkan PTT yang lebih tinggi. Analisis varian terhadap hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa interaksi hanya terjadi pada aroma buah. Pada variabel organoleptik yang lain yaitu penampilan, kualitas rasa manis, dan penerimaan responden, penyinaran UV-C tidak memberikan pengaruh yang nyata. Suhu penyimpanan justru memberikan efek yang nyata terhadap nilai organoleptik buah sawo. Aroma buah merupakan salah satu indikator pematangan. Buah sawo akan mengeluarkan aroma khas pada saat matang. Dalam penelitian ini buah sawo yang diberi penyinaran UV-C dan disimpan pada suhu rendah matang lebih lambat daripada buah sawo dengan penyinaran UV-C yang sama dan disimpan pada suhu kamar, sehingga aroma yang terbentuk juga lebih lambat keluar. Tabel 3. Uji organoleptik buah sawo ketika matang Perlakuan Penampilan Lama Penyinaran UV-C 0 menit 2,61 a*) 5 menit 2,17 a 10 menit 2,19 a 15 menit 2,08 a Suhu Penyimpanan Suhu kamar 1,67 q Suhu rendah 2,86 p interaksi (-) CV(%) 11,27
Kualitas rasa manis
Penerimaan
3,89 a 3,94 a 3,75 a 3,92 a
3,14 a 2,31 ab 2,31 ab 2,01 b
4,53 p 3,22 q (-) 15,91
1,92 q 2,98 p (-) 13,79
Keterangan: (-) tidak didapat interaksi antara lama penyinaran dengan suhu ruang simpan. *) Rerata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak terdapat beda nyata.
Buah sawo yang disimpan pada suhu rendah memiliki nilai penampilan yang lebih baik daripada buah yang disimpan dalam suhu kamar ketika matang (Tabel 3). Buah sawo yang disimpan pada suhu rendah memiliki nilai penampilan yang lebih baik daripada buah sawo yang disimpan pada suhu kamar, sehingga lebih diterima oleh konsumen walaupun kualitas rasa manisnya lebih rendah (Tabel 3). KESIMPULAN 1. Penyinaran UV-C tidak berpengaruh nyata terhadap pematangan buah sawo. 2. Penyimpanan buah sawo pada suhu rendah (16,70 – 18,130C) mampu menunda pematangan 6 hari lebih lama daripada buah sawo yang disimpan dalam suhu kamar (27,13-28,110C). 3. Penyinaran UV-C tidak memberikan nilai organoleptik buah sawo yang berbeda nyata. 4. Buah sawo yang disimpan pada suhu rendah memiliki penampilan yang lebih baik, sehingga lebih disukai konsumen, walaupun kualitas rasa manisnya lebih rendah. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan kesempatan untuk penulis menerima dana hibah penelitian periode 2012. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian penelitian serta tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2010. Petunjuk praktikum dasar-dasar fisiologi tumbuhan. Laboratorium Ilmu Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UGM. Anonim. 2013. Organoleptic.
. Diakses tanggal 1 februari 2013. BAL, Erdinc and Demir KOK. 2009. Effects of UV-C treatment on kiwifruit quality during the storage period. Journal of CentralEuripean Agriculture 10 (4) : 375-382. [on line]. Diaksestanggal 15 Oktober 2011. Fernandez, Y. Janeth and David J. Hall. 2004. In vitro response of Penicilliumdigitatum and Geotrichumcandidum to ultraviolet (UV-C) exposure.Proc.Fla.State Hort. Soc. 117: 380381.. Diakses tanggal 15 Oktober 2011.
Gonzalez-Aguilar et al., 2004 Gonzales-Aguilar, G. Chien Y Wang and G.J.Buta. 2004. UV-C irradiation reduces breakdown and chilling injury of peaches during cold storage. J.Sci Food Agric 84:415-422.[on line].. Publish tanggal 13 november 2004. Diaksestanggal 15 Oktober 2011. Kader. A.A., W.J. Lipton and L.L. Morris, 1973. Systems for scoring quality of harvested lettuce. HORTSCIENCE 8(5) : 408-409.[on line] Diakses tanggal 15 Oktober 2011. Maharaj, Rohanie; Joseph Arul; and Paul Nadeau. 2010.UV-C Irradiation of Tomato and its Effects on Color and Pigments.Advances in Environmental Biology. 4(2): 308-315. 2010. Pombo, Marina A.; Marcela C. Dotto; Gustavo A. Martíneza; Pedro M. Civello. 2009. UV-C irradiation delays strawberry fruit softening and modifies the expression of genes involved in cell wall degradation. Postharvest Biology and Technology 51 (2009) 141–148.[on line] . Publish 8 Juli 2008. Diaksestanggal 15 Oktober 2011. Pongprasert, N., Sekozawa, Y., Sugaya, S. and Gemma, H. 2011. The role and mode of action of UV-C hormesis in reducing cellular oxidative stress and the consequential chilling injury of banana fruit peel, International Food Research Journal 18: 721-729 (2011). Trisnowati, S., Suyadi Mitrowihardjo, dan Suci Putranti. 2010. Induksi Pematangan Buah Sawo (Manilkara zapota (L,) van Royen) Dengan Penggosokan dan Pemeraman Menggunakan Daun Gliriside. Di dalam : Prosiding penelitian hibah Fak. Pertanian UGM 2010. ZhongQiuping, Xia Wenshui and Yueming Jiang. 2006. Effects of 1Methylcyclopropene Treatments on Ripening and Quality of Harvested Sapodilla Fruit.Food Technol. Biotechnol. 44 (4) : 535–539. [on line] .. diaksestanggal 20 November 2012