EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Juni 2012
Vol. 3, No. 1, Juni 2012, 1 - 10
Rahadi Setiawan dan Siti Rochmah Ika
1
PENGARUH KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PROPERTI DI INDONESIA: STUDI EMPIRIS MENGGUNAKAN Z-SCORE ALTMAN Rahadi Setiawan Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra Siti Rochmah Ika Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra ABSTRACT The objective of this study is to investigate the impact of global economic crisis on the performance of property industry in Indonesia. Specifically, the study attempts to compare the performance of the property companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) before and after global financial recession which triggered by the United States economic recession. Company performance is measured by Z-Score Altman (1968). During the crisis, the interest rate increased significantly which cause the decreasing of sales of property companies. Using wilcoxon signedrank test, the results show that the performance of the sample company in the period before global economic crisis is significantly different than those in the period after the crisis. Keywords: global economic crisis, performance, and Z-Score Altman (1968). PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Krisis keuangan yang melanda dunia pada tahun 2008, awalnya dipicu oleh krisis keuangan di Amerika Serikat (AS). Krisis keuangan di AS dimulai dengan bangkrutnya Lehman Brothers pada 15 September 2008, yang merupakan perusahaan investasi terbesar ke-4 di negara tersebut. Penyebab krisis ini adalah kredit macet perumahan dengan profil gagal bayar tinggi (subprime mortgage) yang berimbas pada gejolak investasi portofolio berupa saham, obligasi dan surat utang lainnya. Macetnya kredit menyebabkan suratsurat utang berbasis subprime mortgage yang nilainya sudah berlipat-lipat mendadak turun drastis. Permintaan perumahan juga turun drastis sehingga banyak perusahaan properti di Amerika Serikat berhenti beroperasi. Meskipun sudah di-bailout oleh kongres AS, dampak krisis ini terus meluas, bahkan dampak perekonomian dari krisis ini mirip dengan
depresi besar AS di tahun 1930 (Wijaya, 2008). Dampak krisis semakin parah karena tidak stabilnya harga komoditas dan tekanan nilai mata uang Euro. Pada tanggal 8 oktober 2008 perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) di-suspend karena hampir semua harga saham turun melebihi 10% dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun pada level 1,451 poin (Wijaya, 2008). Penurunan IHSG ini cukup besar jika dibandingkan dengan IHSG awal tahun, yaitu pada 2 Januari 2008 yang berada pada level 2,731 poin (turun 47 %) (vivanews. com, 2008). Hal ini diikuti dengan kenaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan suku bunga kredit perbankan. Gambar 1, menunjukkan IHSG cenderung menurun selama krisis, yang diikuti dengan kecenderungan naiknya suku bunga SBI seperti pada Gambar 2.
2
EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Juni 2012
IHSG 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Ja
n0 Ap 7 r-0 7 Ju l-0 O 7 kt -0 Ja 7 n0 Ap 8 r-0 8 Ju l-0 O 8 kt -0 Ja 8 n0 Ap 9 r-0 9 Ju l-0 O 9 kt -0 9
IHSG
Sumber: Witjaksono (2010)
Gambar 1. IHSG Tahun 2007, 2008 dan 2009
SBI 10 8 6
SBI
4 2
Ja
n0 Ap 7 r-0 7 Ju l-0 7 O kt -0 Ja 7 n0 Ap 8 r-0 8 Ju l-0 8 O kt -0 Ja 8 n0 Ap 9 r-0 9 Ju l-0 9 O kt -0 9
0
Sumber: Witjaksono (2010)
Gambar 2. Suku Bunga SBI Tahun 2007, 2008 dan 2009
Sebagai sektor industri yang sensitif terhadap kenaikan suku bunga perbankan, sektor properti juga terkena dampak krisis keuangan global (Wijaya, 2008). Suku Bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang berada pada kisaran 10% sebelum krisis melambung menjadi 16% setelah krisis. Akibatnya penjualan turun drastis sekitar 60% (merdeka.com, 2008). Sebagian besar penjualan perumahan dilakukan melalui kredit perbankan, sehingga sektor properti sangat rentan terhadap kenaikan suku bunga SBI.
Sektor properti berperan penting dalam pembangunan di Indonesia. Pertumbuhan sektor properti terkait erat dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Menurut Wijaya (2008) sektor properti merupakan stimulan perekonomian nasional sebab perkembangan sektor properti menimbulkan efek berantai bagi pertumbuhan sektor industri lainnya dan tingginya penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan mengukur dampak krisis keuangan global pada perusahaan properti di Indonesia dengan
Juni 2012
Rahadi Setiawan dan Siti Rochmah Ika
melakukan analisis resiko kebangkrutan. Salah satu metode analisis risiko kebangkrutan adalah analisis laporan keuangan dengan menggunakan diskriminan Z-Score Altman. Z-score merupakan suatu persamaan multi variabel yang digunakan oleh Altman (1968) dalam memprediksi kebangkrutan (Prihadi, 2009). 2. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah : a. Bagaimanakah trend kinerja perusahaan properti di Indonesia dengan menggunakan metode Z-Score Altman selama periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2009? b. Apakah terdapat perbedaan kinerja yang signifikan pada sektor properti di Indonesia pada periode sebelum (tahun 2007) dan selama krisis keuangan global (tahun 2008)? TINJAUAN PUSTAKA 1. Metode Z-Score Altman Altman model (1968) atau yang lebih dikenal dengan Z-Score adalah suatu persamaan multi variabel yang digunakan Altman dalam memprediksi kebangkrutan. Altman menggunakan model statistik yang disebut analisis diskriminan. Adapun rumus Z-Score Altman adalah sebagai berikut. Z = 1,2 (working capital / total asset) + 1,4 (retained earning / total asset) + 3,3 (EBIT / total asset) + 0,6 (market value of equity / book value of debt) + 1,0 (sales / total asset) Semakin tinggi Z-Score Altman menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik. Altman menggolongkan score menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : Z > 2,99 tergolong perusahaan tidak bangkrut. Z=1,81 sampai dengan Z=2,99 tergolong dalam grey area. Z < 1,81 tergolong perusahaan bangkrut.
3
Sedangkan rasio yang digunakan dalam model Altman adalah: (Sarjono, 2007) a. Net Working Capital to Total Assets Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimiliki. Rasio ini dihitung dengan membagi modal kerja bersih dengan total aktiva. Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban lancar. Modal kerja bersih yang negatif kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut. Sebaliknya, perusahaan dengan modal kerja bersih yang bernilai positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya. b. Retained Earnings to Total Assets Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk deviden pada para pemegang saham. Laba ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva, bukan aktiva per ekuitas pemegang saham. Laba ditahan terjadi dikarenakan pemegang saham biasa mengijinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba yang tidak didistribusikan sebagai dividen. Dengan demikian, laba ditahan yang dilaporkan dalam neraca bukan merupakan kas dan tidak tersedia untuk pembayaran dividen atau yang lain. c. Earning Before Interest and Tax to Total Assets Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak.
4
EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi
d. Market Value of Equity to Book Value of Debt Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibankewajiban dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar modal sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar dengan harga pasar per lembar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang. e. Sales to Total Assets Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup dibandingkan investasi dalam total aktivanya. Rasio ini mencerminkan efisiensi manajemen dalam menggunakan keseluruhan aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba. 2. Penelitian Sebelumnya tentang Krisis Machfoedz (1999) menguji pengaruh krisis ekonomi tahun 1997 terhadap efisiensi perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dari hasil uji hipotesis, ditemukan bahwa secara keseluruhan sampel menunjukkan perbedaan efisiensi antara sebelum krisis moneter dan sesudah krisis moneter. Sampel penelitian adalah 129 perusahaan manufaktur, yang dibagi menjadi 4 sektor. Sektor satu terdiri dari cement, ceramic and porcelain, metal and allied product, chemicals, plastics, wood industries, dan pulp and paper. Sektor dua terdiri dari machinery, automotive and components, textile, footwear, dan cable. Sektor tiga terdiri dari food and beverages, tobacco, pharmaceuticals, cosmetic and household, dan houseware. Sektor empat terdiri dari property and real estate, building construction, telecomunication, transportation, durable goods, dan computer. Rasio keuangan digunakan sebagai pengukur efisiensi perusahaan yang terdiri atas current ratio, inventory turn over, total assets to total liabilities, debt to equity ratio, return on assets dan return on equity. Penelitian ini menggunakan window period +1 dan -1 (tahun 1996 dan tahun 1997). Hasil penelitian
Juni 2012
menunjukkan bahwa krisis moneter ternyata sudah mulai menghantam efisiensi kinerja perusahaan yang listing di Jakarta Stock Exchange, meskipun jangka waktu krisis moneter baru berjalan selama enam bulan (mulai pertengahan tahun 1997). Konsisten dengan Machfoedz (1999), Ika (2006) juga menguji perbedaan kinerja perusahaan manufaktur pada waktu sebelum dan sesudah krisis dengan menggunakan rasio keuangan yang sama dengan Machfoedz (1999) dan menemukan bahwa semua rasio menunjukkan hasil yang signifikan. Sampel diambil pada seluruh perusahaan manufaktur go-public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama enam periode mulai tahun 1994 sampai dengan tahun 1999. Ika (2006) memperpanjang window period pengujian dari tahun 1994 sampai tahun 1996 yang dipilih sebagai wakil masa sebelum krisis sedangkan tahun 1997 sampai tahun 1999 digunakan sebagai wakil masa berlangsungnya krisis. Surifah (2002) menguji perbedaan kinerja perbankan di Indonesia pada waktu sebelum dan sesudah krisis moneter 1997 dengan menggunakan metode CAMEL (Capital adequacy, Assets quality, Management, Earning dan Liquidity). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata rasio Capital, Assets, Management, and Liquidity berbeda secara signifikan antara sebelum dan sesudah krisis. Akan tetapi kebanyakan rasio justru cenderung naik pada waktu krisis. Temuan ini juga menunjukkan bahwa perbankan yang sehat, pada saat krisis dapat menguntungkan karena mendapat limpahan dana dari bank bermasalah. Sampel diambil dari Bank Umum Swasta Nasional devisa (17 bank) maupun non devisa (15 bank) yang sehat selama periode 3 tahun sebelum krisis (1994-1996) dan 3 tahun setelah krisis berlangsung (1997 – 1999). 3. Penelitian Sebelumnya tentang Z-Score Altman Penelitian Altman (1968) menggunakan suatu model statistik yang disebut Z-Score. Z-score merupakan suatu model analisis statitistik berbentuk multiple discriminant analysis (MDA). Model ini akurat untuk memprediksi 1 tahun sebelum kebangkrutan
Juni 2012
Rahadi Setiawan dan Siti Rochmah Ika
5
dengan ketepatan 95% dan 72% untuk memprediksi 2 tahun sebelum kebangkrutan. Ketepatan prediksi menurun drastis untuk prediksi 3 tahun (48%), 4 tahun (29%), dan 5 tahun (36%). Penelitian menggunakan 33 sampel untuk prediksi 1 tahun, 32 sampel untuk prediksi 2 tahun, 29 sampel untuk prediksi 3 tahun, 28 sampel untuk prediksi 4 tahun, dan 25 sampel untuk prediksi 5 tahun. Secara keseluruhan Altman mengambil sampel 66 perusahaan manufaktur, terbagi dalam 2 kelompok masing-masing terdiri dari 33 perusahaan. Kelompok pertama adalah perusahaan bangkut (terdapat dalam Chapter X of the National Bankruptcy Act during the period 1946-1965) dan kelompok kedua adalah yang tidak bangkrut tahun 1966 yang dipilih secara acak. Model analisis statistik yang dibuat Altman adalah :
Altman dapat digunakan untuk melihat tren perkembangan laporan keuangan. Dari sampel 10 perusahaan, ditemukan 2 perusahaan sedang menghadapi masalah keuangan cukup serius (nilai Z dibawah 2,99), 5 perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan (nilai Z dibawah 1,81).
Z = 1,2 (working capital / total asset) + 1,4 (retained earning / total asset) + 3,3 (EBIT / total asset) + 0,6 (market value of equity / book value of debt) + 1,0 (sales / total asset)
4. Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Machfoedz (1999) dan Ika (2006) dengan menggunakan instrumen penelitian yang digunakan Altman (1968), Sarjono (2007), Komara (2009), dan Rosa dan Soenhadji (2010). Penelitian ini bertujuan mengukur pengaruh krisis keuangan terutama pada perusahaan properti akibat krisis keuangan global 2008 dengan menggunakan metode Z-Score Altman. Penelitian ini juga melihat trend Z-Score Altman pada perusahaan sampel. Sampel diambil pada perusahaan properti yang terdaftar pada BEI yang memiliki bidang usaha utama di bidang perumahan.
Nilai Z > 2,99 menunjukkan secara keseluruhan sampel perusahaan tidak bangkrut. Nilai Z < 1,81 menunjukkan keseluruhan sampel perusahaan bangkrut, sedangkan nilai Z antara 1,81 dan 2,99 dinamakan zone of ignorence atau grey area dimana terdapat perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut. Komara (2009) menggunakan metode Z-Score Altman pada penelitiannya untuk menganalisa laporan keuangan PT Asahimas Flat Glass Co., Ltd. dengan metode Z-Score Altman (1968). Analisis Z-Score menunjukkan bahwa kinerja perusahaan tersebut relatif menurun. Hasil analisis diperlukan untuk memprediksi kondisi dan kinerja keuangan perusahaan pada masa akan datang. Analisis ini diperlukan bagi manajemen perusahaan untuk mengantisipasi tindakan yang harus dilakukan di masa akan datang. Sarjono (2007) juga menggunakan metode Altman untuk melihat tren perkembangan sepuluh perusahaan properti yang terdaftar di BEI (tahun 2001-2005). Penelitian ini menemukan bahwa metode Z-Score
Kondisi kesehatan PT Bank Century Tbk juga dianalisis dengan menggunakan metode Z-Score Altman (1968) oleh Rosa dan Soenhadji (2010). Hasil perhitungan pada periode 2000–2008, bank mengalami kondisi bangkrut sesuai dengan indikasi Z-Score dengan indeks selalu dibawah 1,81. Hasil penghitungan Z-Score konsisten dengan perhitungan analisis kesehatan bank oleh Bank Indonesia dengan menggunakan rasio-rasio keuangan bahwa bank tersebut tidak sehat.
5. Perumusan Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah: H1: Terdapat perbedaan yang signifikan pada perusahaan properti di Indonesia sebelum dan selama krisis keuangan global 2008. METODOLOGI 1. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah perusahaan properti di Indonesia. Sampel diambil secara purposif, dengan persyaratan sebagai berikut: a. memiliki bidang usaha utama di bidang perumahan.
6
EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi
b. memiliki informasi yang cukup untuk dianalisis dengan metode Z-Score Altman, terutama pada laporan keuangan yang menampilkan data terkait net working capital. c. terdaftar di BEI selama tahun 2006 sampai dengan 2009. Tahun 2007 mewakili periode sebelum krisis, sedangkan tahun 2008 mewakili periode krisis. Data tahun 2006 dan 2009 digunakan sebagai data pelengkap statistik deskriptif. Berdasarkan persyaratan tersebut dapat diambil 15 sampel, yaitu laporan keuangan dari perusahaan: 1) PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) 2) PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) 3) PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK)
Juni 2012
4) PT Jakarta Setiabudi International Tbk (JSPT) 5) PT New Century Development Tbk (PTRA) 6) PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk (BIPP) 7) PT Royal Oak Development Asia Tbk (RODA) 8) PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) 9) PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) 10) PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk (RBMS) 11) PT Pudjiadi and Sons Tbk (PNSE) 12) PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) 13) PT Danayasa Arthatama Tbk (SCBD) 14) PT Sentul City Tbk (BKSL) 15) PT Ciputra Development Tbk (CTRA). Adapun pengambilan dalam Tabel 1.
sampel
Tabel 1. Detail Pengambilan sampel Total perusahaan properti dan real estate yang terdaftar pada BEI dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009
tersaji
35
(-) Perusahaan properti yang tidak menyajikan informasi terkait net working capital pada company profile dan annual report (tidak semua perusahaan membagi aktiva menjadi aktiva lancar dan aktiva tidak lancar)
(19)
(-) Perusahaan properti yang menyajikan informasi terkait net working capital pada company profile dan annual report tetapi bukan penyedia perumahan (bidang usaha utama bukan perumahan)
(1)
Total Sampel
2. Metode Pengumpulan Data Data penelitian ini diperoleh dari situs BEI yang mempublikasikan neraca dan laporan laba-rugi dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI. Data lain diperoleh dari annual report dan laporan keuangan teraudit dari perusahaan yang terdaftar tersebut. Jika diperlukan juga digunakan data pembantu berupa analisis laporan keuangan dari situs www.kontan.co.id dan data dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD). 3. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode Z-Score Altman (1968). Dalam
15
penghitungan Z-Score diperlukan data tentang net working capital, total assets, retained earnings, earning before interest and tax, market value of equity, book value of debt, dan sales. Data tersebut dapat diperoleh dari laporan keuangangan perusahaan. Nilai Z-score tahun 2006 sampai 2009 diambil sebagai data statistik deskriptif untuk melihat trend kinerja perusahaan properti, sedangkan tahun 2007 dan 2008 digunakan sebagai periode pengujian uji beda. Uji beda dilakukan dengan analisis statistik nonparametrik metode wilcoxon (wilcoxon signed-rank test), dengan dibantu perangkat lunak SPSS.
Juni 2012
Rahadi Setiawan dan Siti Rochmah Ika
Dipilihnya statistik nonparametrik dengan alasan jumlah sampel relatif kecil (<30) dan data di BEI cenderung tidak normal (Manurung, 1996). Sedangkan metode wilcoxon digunakan untuk menganalisis komparatif dua sampel yang berhubungan. PEMBAHASAN 1. Hasil Analisis Deskriptif perhitungan Z-Score Altman (1968) Tabel 2 menyajikan hasil perhitungan Z-Score perusahaan sampel dari tahun 2006 sampai dengan 2009 beserta penghitungan mean score setiap tahun. Berdasarkan Tabel 2 rata-rata Z-Score tahun 2006 adalah 0,9039. Tahun 2007 rata-rata Z-Score naik menjadi 2,4526. Pada saat terjadi krisis tahun 2008, Z-Score turun menjadi 0,4728. Rata-rata Z-Score tertinggi adalah pada tahun 2007 (2,4526) sedangkan rata-rata Z-Score terendah adalah pada tahun 2008 (0,4728). Tahun 2009 rata-rata Z-Score naik menjadi 0,9328, ini dimungkinkan telah terjadi pemulihan pasca krisis. Z-Score tertinggi di tahun 2007 adalah PT Bakrieland Development Tbk (9,9428), Z-Score terendah adalah PT New Century Development Tbk (-3,2680). Sedangkan pada saat krisis tahun 2008 Z-Score tertinggi adalah PT Bakrieland Development Tbk (4,3594), Z-Score terendah adalah PT New Century Development Tbk (-6,3477).
7
Pembahasan nilai Z-Score untuk masingmasing perusahaan sampel adalah sebagai berikut ini. PT Bakrieland Development Tbk sebelum krisis telah mengalami kenaikan kinerja, pada tahun 2006 tergolong perusahaan dalam grey area dan tahun 2007 termasuk perusahaan tidak bangkrut, tetapi cenderung menurun setelah terjadi krisis. Tahun 2008 menurun tetapi masih termasuk perusahaan tidak bangkrut sesuai Z-Score, dan tahun 2009 masuk dalam grey area. PT Lippo Karawaci Tbk sebelum terjadi krisis memiliki kinerja yang buruk, Z-Score tergolong perusahaan bangkrut, tetapi pada masa krisis terjadi perbaikan kinerja sehingga pada tahun 2009 tergolong dalam grey area. Sedangkan PT Dayaindo Resources International Tbk pada tahun 2006 adalah perusahaan bangkrut menurut metode Z-Score Altman, tetapi meningkat kinerjanya pada tahun 2007 termasuk dalam perusahaan tidak bangkrut. Pada tahun 2008 dan 2009 kinerjanya menurun drastis sehingga kembali tergolong perusahaan bangkrut. PT Jakarta Setiabudi International Tbk sebelum krisis (tahun 2006 dan 2007) termasuk dalam perusahaan bangkrut menurut Z-Score pada level negatif. Pada tahun 2008 kinerjanya meningkat tidak pada level negatif tetapi masih tergolong perusahaan bangkrut.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Z-Score No.
Perusahaan
1 PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) 2 PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) 3 PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK) 4 PT Jakarta Setiabudi International Tbk (JSPT) 5 PT New Century Development Tbk (PTRA) 6 PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk (BIPP) 7 PT Royal Oak Development Asia Tbk (RODA) 8 PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) 9 PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) 10 PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk (RBMS) 11 PT Pudjiadi and Sons Tbk (PNSE) 12 PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) 13 PT Danayasa Arthatama Tbk (SCBD) 14 PT Sentul City Tbk (BKSL) 15 PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Rata-rata (means)
Sumber: Data Diolah
2006 1,4678 1,7031 0,3804 -0,3358 -5,2405 -3,1318 6,3976 3,4253 2,4466 0,9595 1,0474 0,0631 0,8641 3,0979 0,4135 0,9039
Z-Score 2007 2008 9,9428 4,3594 1,3994 1,4797 6,5544 1,3411 -0,2980 0,0709 -3,2680 -6,3477 -0,0865 -5,4477 2,6952 0,2911 1,6061 1,3456 2,3550 1,8560 1,7734 1,1796 1,0691 1,5114 0,0540 0,3618 -0,3098 0,1048 3,7405 1,4687 9,5609 3,5172 2,4526 0,4728
2009 2,3273 2,3439 1,3762 0,3512 -6,6310 -5,8059 0,1697 1,2118 1,8213 7,7467 1,8040 0,4571 1,4638 1,6349 3,7210 0,9328
8
Juni 2012
EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Kinerja PT New Century Development Tbk dan PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk memiliki pola yang sama. Pada periode 2006 sampai 2009 termasuk perusahaan bangkut menurut Altman (1968) dan selalu menunjukkan level negatif. Kinerja tersebut semakin menurun sejak terjadi krisis tahun 2008.
PT Sentul City Tbk memiliki kinerja yang meningkat tahun 2006 ke tahun 2007, tetapi menurun kembali di tahun 2008, dan sedikit meningkat di tahun 2009. Tahun 2006 dan 2007 termasuk perusahaan sehat menurut Z-Score sedangkan tahun 2008 dan 2009 masuk dalam grey area.
PT Royal Oak Development Asia Tbk pada tahun 2006 tergolong perusahaan tidak bangkrut menurut Z-Score, tetapi tahun 2007 kinerjanya menurun menjadi grey area, dan terus menurun. Pada tahun 2008 dan 2009 perusahaan tersebut termasuk perusahaan bangkrut.
PT Ciputra Development Tbk termasuk perusahaan yang tidak sehat di tahun 2006, tetapi kinerjanya meningkat drastis di tahun 2007 dan menjadi perusahaan yang sangat sehat. Kinerja di tahun 2008 dan 2009 menurun dibanding 2007 tetapi masih tergolong dalam perusahaan sehat menurut Altman (1968).
Kinerja PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk dan PT Summarecon Agung Tbk memiliki kinerja cenderung menurun sejak tahun 2006. PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk di tahun tergolong dalam perusahaan tidak bangkut, sedangkan mulai tahun 2007 tergolong perusahaan bangkrut menurut Z-Score. PT Summarecon Agung Tbk masih tergolong dalam grey area di setiap periode pengujian.
Secara keseluruhan, Tabel 2 menunjukkan rata-rata Z-Score naik di tahun 2007 dibandingkan tahun sebelumnya (dari skor 0,9039 menjadi 2,4526). Di tahun 2008 Z-Score kemudian turun (0,4728) dan sedikit naik di tahun 2009 dengan rata-rata 0,9328 yang masih dalam kategori perusahaan tidak sehat.
Kinerja PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk tahun 2006 termasuk perusahaan bangkrut. Tahun 2007 terjadi peningkatan Z-Score tetapi masih tergolong perusahaan bangkrut. Tahun 2008 terjadi penurunan kinerja dibanding tahun 2007, tetapi tahun 2009 terjadi peningkatan Z-Score sehingga tergolong perusahaan tidak bangkrut. Sedangkan PT Pudjiadi and Sons Tbk memiliki kinerja yang cenderung meningkat meskipun tahun 2006 sampai 2009 tergolong perusahaan bangkrut menurut Z-Score.
2. Analisis Wilcoxon Sign Rank Test
PT Pakuwon Jati Tbk memiliki kinerja yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai 2009, meskipun sedikit menurun dari tahun 2006 ke tahun 2007. Walaupun terjadi kenaikan kinerja dari tahun 2007 s.d 2009 (dari score 0,054 menjadi 0,457), perusahaan ini masih tergolong perusahaan bangkrut menurut Altman (1968).
Sumber: Data Diolah
Pada PT Danayasa Arthatama Tbk terjadi penurunan kinerja pada periode 2006 sampai 2007, teapi meningkat pada tahun 2008 dan 2009. Secara keseluruhan pada periode 2006 sampai 2009 perusahaan ini tergolong perusahaan bangkrut.
Hasil uji Wilcoxon sign ranks test dengan SPSS 16 dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 3. Hasil Pengujian Wilcoxon Sign Rank Test Mean rank Z-Score sebelum krisis
Mean rank Z-Score setelah krisis
Z
Sig
10.10
3.80
-2.329
0.020
Dari hasil analisis pada Tabel 3, (tingkat signifikansi (α) = 5%), dapat diketahui nilai Asymp. Sig 0,02 < α (0,05) sehingga H1 diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan signifikan antara Z-Score sebelum krisis dan selama krisis. Hasil uji statistik konsisten dengan Tabel 2 yang menunjukkan rata-rata Z-Score terendah pada periode selama krisis (tahun 2008).
Juni 2012
Rahadi Setiawan dan Siti Rochmah Ika
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Dari hasil analisis dapat kesimpulan sebagai berikut.
C 5 8 9 % 3 A F R D A AT % 3 E 2 . 0 . CO%3B2-R Diakses 16/11/2011 15:11)
diambil
a. Ada kecenderungan (trend) Z-Score turun pada masa krisis keuangan global 2008. b. Ada perbedaan yang signifikan antara Z-Score sebelum terjadinya krisis dan selama terjadinya krisis. Hal ini sesuai dengan penelitian Machfoedz (1999) dan Ika (2006). 2. Kelemahan/keterbatasan a. Sedikitnya jumlah sampel dikarenakan tidak semua perusahaan mempublikasikan laporan keuangannya dengan pengungkapan laporan keuangan yang memenuhi kecukupan data untuk dianalisis dengan metode Z-Score Altman, terutama mengenai pengungkapan net working capital. b. Pengukuran kinerja perusahaan hanya berdasarkan rasio keuangan pada metode Z-Score Altman, yang didasarkan pada laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan. 3. Saran Untuk penelitian selanjutnya perlu dibuat penelitian dengan memperbanyak jenis rasio yang diuji tidak terbatas hanya menggunakan Z-Score Altman (1968), tetapi juga memperbanyak instrumen penelitian, dan sampel, untuk lebih dapat memahami seberapa besar dampak krisis terhadap perusahaan. Penelitian selanjutnya juga perlu meneliti sektor lain untuk melihat apakah hasil penelitian ini konsisten bila diujikan ke sektor yang lain. DAFTAR PUSTAKA Altman, Edward I., 1968, Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Bankruptcy, The Journal of Finance, American Finance Association. (links.jstor.org/sici?sici-002 %28196809%2923%3A4%3
9
Ika, Siti Rochmah, 2006, Evaluasi Kinerja Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta Sebelum dan Selama Krisis Moneter, Janavisi, Vol. 9, No. 2, 2006. Komara, Edi, 2009, Bankruptcy Model Altman Z-score Sebagai Alat untuk Memprediksi Kinerja Perusahaan, Diktata Ekonomi, Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YAI. Machfoedz,
Mas’ud, 1999, Pengaruh Krisis Moneter Pada Efisiensi Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No. 1.
Manurung, Adler Haymans, 1996, Asset Pricing on The Jakarta Stock Exchange: A Nonparametric Analysis, KELOLA, No. 12/V/1996. Prihadi, Toto, 2009, Investigasi Laporan Keuangan dan Analisis Rasio Keuangan, Jakarta: Pengembangan Eksekutif. Rosa, Agustin Andria dan Soenhadji, Imam Murtono, 2010, Analisis Altman Z (Zeta) – Score untuk Memprediksi Kebangkrutan PT Bank Century Tbk (Periode 2000 – 2008), Jakarta: Universitas Gunadarma. Sarjono, Haryadi, 2007, Analisis Laporan Keuangan Sebagai Prediksi Kemungkinan Kebangkrutan Dengan Model Diskriminan Altman Pada Sepuluh Perusahaan Properti di Bursa Efek Jakarta. Showbiz.vivanews.com/news/read/2248penurunan_ihsg_terendah_ kedua_di_dunia (2008) diakses 16/11/2011 15:19 Surifah, 2002, Kinerja Keuangan Perbankan Nasional Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi, Jurnal
10
EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Akuntansi dan Auditing Indonesia, Volume 6, No. 2, Desember. Wijaya, Ilham M., 2008, While Financial Crisis Risking The Property Indonesia. (riset-properti.blogspot. com/2008/10/while-financialcrisis-risking-property.html diakses pada 15/11/2011 14.33) Witjaksono, Ardian Agung, 2010, Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones Terhadap IHSG, tesis, Tidak Dipublikasikan, Semarang: Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. www.merdeka.com/ekonomi/nasional/krisishantam-bisnis-rumah-di-jateng6zgin9v.html (2008) diakses 16/11/2011 16:01
Juni 2012