PENGARUH KONSUMSI MINUMAN FUNGSIONAL TERHADAP TEKANAN DARAH DAN KONSENTRASI ELEKTROLIT URIN PEREMPUAN DEWASA PRAHIPERTENSI
SRI YUNI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengaruh Konsumsi Minuman Fungsional terhadap Tekanan Darah dan Konsentrasi Elektrolit Urin Perempuan Dewasa Prahipertensi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Sri Yuni NIM I162110011
RINGKASAN SRI YUNI. Pengaruh Konsumsi Minuman Fungsional terhadap Tekanan Darah dan Konsentrasi Elektrolit Urin Perempuan Dewasa Prahipertensi. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH, BUDI SETIAWAN dan SRI ANNA MARLIYATI. Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang banyak diderita penduduk seluruh dunia. Hipertensi tidak terjadi secara langsung dan biasanya diawali dengan kenaikan tekanan darah secara bertahap dan terus menerus. Hipertensi diawali oleh prahipertensi, merupakan hipertensi tahap satu yang mempunyai tekanan darah sistolik berkisar antara 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolik berkisar antara 80-89 mmHg. Prevalensi hipertensi di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dengan demikian maka prahipertensi harus segera dikontrol untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah secara berkelanjutan. Pola makan yang tidak seimbang, terutama asupan tinggi natrium dan rendah kalium dapat meningkatkan risiko hipertensi. Asupan tinggi natrium mengakibatkan keseimbangan elektrolit tubuh terganggu dan meningkatkan eksresi kalium dari dalam sel sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Meningkatkan asupan kalium, magnesium dan serat dapat membantu mengontrol tekanan darah. Peningkatan asupan kalium yang terbaik dilakukan dengan meningkatkan konsumsi makanan yang tinggi kalium seperti buah dan sayur. Pisang termasuk jenis pangan sumber kalium yang murah dan mudah diperoleh. Selain pisang, kedelai juga merupakan pangan yang kaya gizi dan merupakan sumber protein nabati yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh konsumsi minuman fungsional dari bahan pisang Raja Bulu dan susu kedelai Varietas Wilis terhadap tekanan darah dan konsentrasi elektrolit urin perempuan dewasa yang mengalami prahipertensi. Penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu tahap satu dilakukan penelitian untuk mengetahui proporsi Prahipertensi berdasarkan jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT) dan kategori usia untuk melakukan seleksi subjek prahipertensi perempuan dewasa pada empat Posbindu di Kelurahan Sindangbarang Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Desain penelitian yang digunakan pada tahap pertama adalah Cross sectional. Tahap kedua adalah pengembangan minuman fungsional dari bahan pisang Raja Bulu dan susu kedelai Varietas Wilis. Penelitian pengembangan produk minuman fungsional menggunakan desain eksperimen randomized completely design dan pada penelitian tahap ketiga dilakukan intervensi dengan memberi minuman fungsional pada subjek penelitian dengan desain penelitian quasi experiment dengan desain pre test-post test. Tahap identifikasi dan seleksi terhadap 180 subjek peserta Posbindu di Kelurahan Sindangbarang menunjukkan bahwa rerata tekanan sistolik subjek laki-laki tidak berbeda signifikan dengan subjek perempuan, masing masing sebesar 126.73+16.81 mmHg dan 130.48+21.86 mmHg. Rerata tekanan diastolik subjek laki-laki tidak berbeda signifikan dengan subjek
perempuan, masing-masing sebesar 79.67+13.47 mmHg dan 81.09+13.74 mmHg. Proporsi prahipertensi masing-masing subjek laki-laki sebesar 36.4% dan perempuan sebesar 34.7%. Prahipertensi terjadi pada semua kelompok umur (>20 tahun). Proporsi prahipertensi tertinggi pada kelompok usia 41-50 tahun yaitu sebesar 40%. Prahipertensi terjadi pada semua kategori IMT dan proporsi prahipertensi tertinggi pada kategori kurus berat (IMT<17.0) yaitu sebesar 60%. Ada korelasi positif yang signifikan antara umur dengan tekanan sistolik (p≤0.05), kategori hipertensi (p≤0.01) dan tekanan diastolik (p≤ 0.05). Ada korelasi positif antara IMT, lingkar lengan atas (LILA) (p≤ 0.05), lingkar pinggang (p≤0.01), lingkar panggul dan rasio lingkar pinggang terhadap panggul (RLPP) (p≤0.05) dengan tekanan darah. Disimpulkan bahwa umur, IMT, LILA, lingkar pinggang, lingkar panggul dan RLPP berkorelasi positif dengan tekanan darah subjek. Tahap pengembangan produk menunjukkan bahwa hasil Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa rerata kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma dan kekentalan produk minuman fungsional tidak berbeda nyata (p>0.05). Formula minuman fungsional yang dipilih terbanyak adalah formula F3 sebesar 88%. Satu sajian (340 g) minuman fungsional F3 mengandung energi sebesar 148.58 kkal, karbohidrat 34.68 g; protein 1.91 g, lemak 0.24 g, serat pangan 3.95 g, total gula 26.76 g, natrium 7 mg, kalium 401.2 mg, kalsium 13.84 mg dan 42.16 mg magnesium, maka produk formulasi ini dapat menjadi alternatif minuman fungsional, khususnya bagi penderita prahipertensi. Tahap ketiga merupakan tahap intervensi terhadap 23 orang perempuan dewasa berusia 25-59 tahun yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (n=10) diberi air minum dan kelompok intervensi (n=13) diberi 300 ml minuman fungsional serta air minum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minuman fungsional selama 14 hari berpengaruh signifikan meningkatkan konsentrasi kalium (K) urin sebesar 7.00 +7.55 mmol/24 jam, cenderung menurunkan konsentrasi kalsium (Ca) urin sebesar 4.55 + 37.50 mg/24 jam, cenderung menurunkan tekanan sistolik sebesar 4.77+ 10.87 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 9.84+ 27.75 mmHg Disimpulkan bahwa pemberian minuman fungsional pada penderita prahipertensi signifikan meningkatkan K urin dan dapat mengontrol tekanan darah serta mencegah terjadinya hipertensi. Kata kunci: minuman fungsional, perempuan dewasa, prahipertensi, elektrolit urin
SUMMARY SRI YUNI. Effect of Functional Beverage Based on Raja Bulu Banana (Musa paradisiaca L.) and Soybean (Glycine max L) Var.Wilis Consumption on Blood Pressure and Urinary Electrolytes‟ Concentrations in Adult Women with Prehypertension. Supervised by SITI MADANIJAH, BUDI SETIAWAN and SRI ANNA MARLIYATI. Hypertenson is the most common degenerative disease affecting many people worldwide. It is not immediately happened, but it usually begins with a gradual and continuous rise in blood pressure. It is preceded by prehypertension, an early stage of hypertension where systolic blood pressure (SBP) ranges from 120 to 139 mmHg and diastolic blood pressure (DBP) ranges from 80 to 89 mmHg. The prevalence of hypertension in Indonesia continues to increase year after year; thus, prehypertension should be controlled immediately to prevent a chronic increase in blood pressure. An imbalanced diet, especially high sodium and low potassium intakes, may increase the risk of hypertension. High sodium intakes can lead to impaired body‟s electrolyte balance and can increase potassium excretions from the cells; thus, increasing the blood pressure. Increasing of potassium, magnesium and fiber intakes can helps control the blood pressure. The best way to increase potassium intakes is by increasing highin-potassium food consumption, such as fruits and vegetables. Banana is one of natural potassium source, it is cheap and easy to obtain. Banana and soybeans are rich in nutrients and natural sources of vitamin and mineral (potassium and magnesium), which are useful for lowering blood pressure. The aim of this study was to analyze the effect of functional beverage consumption on blood pressure and urinary electrolytes‟ concentrations in adult women with prehypertension. This study consisted of three stages. In the first stage, identification and selection of participants in four Integrated Health Service and Promotion Posts (Posbindu) were held in Sindangbarang City Block (Kelurahan), which was located in West Bogor Sub-district, Bogor City. Cross-sectional study design was applied in this stage of study. The second stage was the development of functional beverage, made from banana and soybeans. The study on the development of functional beverage product was performed using a completely randomized design. In the third stage, the intervention was carried out by giving the functional beverages to the participants. This stage was a quasi-experimental study using pretestposttest design. Identification and selection on 180 participants indicated that the proportion of prehypertension among male participants was not significantly different from the one among female participants. The proportion of prehypertension in men and women were 36.4% and 34.7%, respectively. Prehypertension occurred in all age groups (>20 years). The highest proportion (40%) was found in the age group of 41-50 years. Prehypertension was found in all BMI categories, and the highest proportion (60%) was found among severe-underweight participants. Age had a significant positive correlation with SBP, categories of hypertension
(p≤0.01) and DBP (p≤0.05). Blood pressure had a positive correlation with BMI, MUAC (p≤0.05), waist circumference (p≤0.01), hip circumference and WHR (p≤0.05). In conclusion, the age, BMI, MUAC, waist circumference, hip circumference and WHR had positive correlations with the participants‟ blood pressure. Kruskal-Wallis test performed in product development stage showed that panelists‟ average preferences on color, taste, aroma and viscosity of the functional beverage product were not significantly different (p>0.05). The most preferred functional beverage formula was the F3 (88%). One serving size (300 mL) of F3 functional beverage contained 148.58 kcal energy, 34.68 g carbohydrates, 1.91 g protein, 0.24 g fat, 3.95 g fiber, 26.76 g total sugars, 7.00 mg sodium, 401.20 mg potassium, 13.84 mg calcium and 42.16 mg magnesium. Therefore, this product formulation can be a functional beverage alternative, especially for people with prehypertension. The third stage was the intervention stage, performed on 23 adult women aged 25-59 years, that were divided into two groups; i.e. control group (n=10) that was given drinking water, and intervention group (n=13) that was given 300 mL of functional beverage and drinking water. The results showed that functional beverage consumption for a 14-day period without controlling the sodium intakes had a significant effect in increasing urinary potassium concentrations by 7.00 +7.55 mmol mmol/24 hours, tended to decrease urinary calcium concentrations by 4.55 ± 37.50 mg/24 hours, tended to decrease SBP by 4.77+ 10.87 mmHg, tended to decrease DBP by 9.84+ 27.75 mmHg. In conclusion, the intervention using functional beverage on people with prehypertension was proven significant in increasing urinary potassium concentrations, and it could be used to control blood pressure and prevent hypertension. Keywords: adult women, banana, functional beverage, prehypertension, electrolite urine
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH KONSUMSI MINUMAN FUNGSIONAL TERHADAP TEKANAN DARAH DAN KONSENTRASI ELEKTROLIT URIN PEREMPUAN DEWASA PRAHIPERTENSI
SRI YUNI
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Gizi Manusia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof Dr Ir. Ali Khomsan, MS 2. Nunik Kusumawardani, Ph.D
Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof Dr Ir. Ali Khomsan, MS 2. Dr. Arum Atmawikarta, MPH
Judul Disertasi : Pengaruh Konsumsi Minuman Fungsional terhadap Tekanan Darah dan Konsentrasi Elektrolit Urin Perempuan Dewasa Prahipertensi Nama : Sri Yuni Nim : I162110011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir. Siti Madanijah, MS Ketua
Dr Ir Budi Setiawan, MS Anggota
Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Gizi Manusia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian Tertutup : 9 Juni 2016 Tanggal Sidang Promosi : 4 Agustus 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas segala limpahan dan karuniaNya sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Pengaruh Konsumsi Minuman Fungsional terhadap Tekanan Darah dan Konsentrasi Elektrolit Urin Perempuan Dewasa Prahipertensi. Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada Tim Pembimbing yaitu Ibu Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS, Bapak Dr Ir Budi Setiawan, MS dan Ibu Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS, atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan penelitian ini. Di samping itu penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr drh Clara Meliyanti Koesharto,MSc dan Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN selaku penguji pada prelim lisan, Prof Dr Ir Deddy Muchtadi, MS dan Dr Ir Hadi Riyadi, MS sebagai pembahas pada kolokium, Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS dan Nunik Kusumawardani, Ph.D, selaku penguji dalam ujian tertutup, Dr Arum Atmawikarta MPH, sebagai penguji dalam sidang promosi, atas koreksi dan saran yang telah diberikan demi penyempurnaan laporan disertasi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, Direktur Politeknik Negeri Jember, Pudir I, II, III, Ketua Jurusan Kesehatan dan Ketua Program Studi Gizi Klinik atas kesempatan, ijin dan beasiswa yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan S3 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Departemen Gizi Masyarakat, Ketua Program Studi Ilmu Gizi Manusia, Guru besar dan Dosen pada Program Studi Ilmu Gizi Manusia, atas segala bekal ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada pengelola dan staff di lingkungan IPB khususnya pengelola Program Studi Ilmu Gizi Manusia, atas bantuan, fasilitas dan pelayanan bagi penulis selama menempuh pendidikan S3. Penulis menghaturkan terima kasih kepada Dinas Kesehatan Kota Bogor, Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Bogor, Kepala Kelurahan Sindangbarang dan Kepala Puskesmas Sindangbarang Kota Bogor atas ijin yang diberikan untuk melakukan penelitian pada peserta Posbindu di Kelurahan Sindangbarang. Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ibu Evi Mustika Dewi selaku kepala bagian penanganan PTM di Puskesmas Sindangbarang, ibu-ibu kader Posbindu, Bu Neng Ida, Bu Neng Rusdi, Bu Nien, Bu Juwarsih, Bu Deni, Bu Lilis, dan Bu Sopiah yang telah banyak membantu pelaksanaan di lapang serta ibu-ibu peserta Posbindu atas kerjasama dan kesediaannya ikut terlibat sebagai subjek dalam penelitian ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu dr. Yekti Hartati Effendi, S. Ked., atas dukungan, perhatian dan sumbangan buku-buku yang beliau berikan kepada penulis, semoga Allah SWT membalas kebaikan beliau dengan kebaikan yang lebih besar (Jazakumullah Khairan Katsira). Tak lupa
penulis juga menyampaikan rasa terima kasih untuk sahabat setia, Doktor Rastina yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberi dukungan pada penulis sejak awal perjuangan. Terima kasih kepada pengelola dan teknisi Laboratorium Departemen Gizi IPB, Ibu Nunuk dan laboran laboratorium BBIA Bogor, Mbak Diana, Mas Fakhril serta petugas lapang dari Laboratorium Klinik Prodia Bogor atas pelayanan selama pengambilan dan analisis sampel penelitian. Terima kasih penulis sampaikan untuk teman-teman seperjuangan GMA 2011, Bu Dara, Bu Nurul dan Bu Trini atas kebersamaan, persahabatan dan dukungan selama menjalani studi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada senior angkatan GMA 2007-2010 dan adik-adik kelas angkatan 2012-2015 atas kebersamaan, diskusi dan saling menguatkan langkah, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian studi. Terima kasih dan rasa hormat kepada orangtua penulis, ayahanda Hidayat P. (Alm) dan ibunda Rutini (Alm) atas doa, kasih sayang, nasihat dan pengajaran yang telah diberikan kepada penulis sepanjang hayat mereka. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar penulis atas pengertian dan dukungannya. Ucapan terima kasih yang tak terhingga khusus penulis sampaikan kepada suami tercinta Z. Hidayat dan kepada ananda tersayang Akbar Kurnia Wicaksono, Arga Abid Hutomo dan Adinda Nabila Rafifa atas pengertian, kasih sayang, dukungan dan doa yang diberikan selama penulis menempuh studi sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S3. Akhirnya saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca. Semoga disertasi ini bermanfaat bagi pengembangan IPTEKS dan dapat memberi kontribusi dalam pemecahan masalah kesehatan masyarakat.
Bogor, Agustus 2016 Sri Yuni
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1. PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Hipotesis Penelitian
4
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
6
Faktor Risiko Hipertensi
6
Hubungan Cairan Tubuh, Elektrolit dan Tekanan Darah
11
Pengembangan Minuman Fungsional untuk Menangani
15
Prahipertensi Kerangka Pemikiran Penelitian 3. METODE
17 19
Waktu dan Lokasi Penelitian
19
Bahan dan Alat
19
Desain dan Tahap Penelitian
19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
22
Prosedur Analisa data
25
Etik Penelitian
25
4. PROPORSI PRAHIPERTENSI DAN HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR RISIKO DENGAN TEKANAN DARAH TINGGI
26
Pendahuluan
26
Metode
27
Hasil dan Pembahasan
30
Simpulan
38
5. PENGEMBANGAN MINUMAN FUNGSIONAL UNTUK PENDERITA HIPERTENSI
39
Pendahuluan
39
Metode
40
Hasil dan Pembahasan
42
Simpulan
47
6. PENGARUH MINUMAN FUNGSIONAL TERHADAP TEKANAN DARAH DAN ELEKTROLIT URIN PEREMPUAN DEWASA PRAHIPERTENSI
48
Pendahuluan
48
Metode
49
Hasil dan Pembahasan
51
Simpulan
59
7. PEMBAHASAN UMUM
60
Implikasi Hasil Penelitian
64
Keterbatasan Penelitian
65
8. SIMPULAN DAN SARAN
66
Simpulan
66
Saran
66
DAFTAR PUSTAKA
67
LAMPIRAN
81
RIWAYAT HIDUP
83
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Klasifikasi Hipertensi Jenis dan cara pengumpulan data tahap I Jenis dan cara pengumpulan data tahap II Jenis dan cara pengumpulan data tahap III Kategori indeks massa tubuh di Indonesia Kategori lingkar pinggang orang dewasa Risiko komplikasi metabolik berdasarkan RLPP Karakteristik umum subjek Posbindu Karakteristik antropometri dan tekanan darah berdasarkan jenis kelamin Proporsi hipertensi berdasarkan karakateristik usia Proporsi hipertensi berdasarkan kategori IMT Hubungan jenis kelamin, umur dan antropometri dengan tekanan darah sistolik dan diastolik Rerata kandungan gizi pisang Raja Bulu Rerata kandungan mineral pada kedelai dan pisang Proporsi susu kedelai dan pisang Data kekentalan formula produk Rerata kesukaan panelis terhadap produk Penerimaan dan modus kesukaan panelis terhadap produk Kandungan gizi produk formula F3 Karakteristik umum subjek penelitian Karakteristik kesehatan subjek sebelum intervensi Tekanan darah dan konsentrasi elektrolit urin setelah intervensi Perubahan tekanan darah dan konsentrasi elektrolit urin Hubungan Na,K,Ca sebelum intervensi dengan tekanan darah Hubungan Na,K,Ca sebelum intervensi dengan tekanan darah dan minuman fungsional Hubungan antara Na, K, Ca urin
6 22 23 24 29 29 29 31 33 35 35 37 42 43 43 44 45 45 46 52 53 54 56 57 57 58
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 2.
Faktor risiko dan mekanisme terjadinya hipertensi Mekanisme terjadinya hipertensi Kerangka pemikiran penelitian
10 13 18
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2.
Surat keterangan lolos kaji etik Dokumentasi penelitian
79 80
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang banyak diderita penduduk seluruh dunia. Hipertensi memengaruhi sekitar 25% dari populasi orang dewasa di seluruh dunia. Pada tahun 2025, prevalensinya diperkirakan akan meningkat sebesar 60% atau 1,56 miliar orang (Kearney et al. 2005). Hipertensi juga merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung dan penyebab sebagian besar kematian di seluruh dunia (Ezzati et al. 2002). Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan arteri sistemik secara kronis di atas nilai ambang tertentu (Giles et al. 2009). Hipertensi diawali oleh prahipertensi, merupakan hipertensi tahap satu yang mempunyai tekanan darah sistolik berkisar antara 120139 mmHg dan tekanan darah diastolik berkisar antara 80-89 mmHg (Lenfant et al. 2003). Peningkatan tekanan darah yang tidak dikontrol dan tidak ditangani dapat berlanjut menjadi hipertensi dan meningkatkan risiko 2.03 kali untuk terkena penyakit jantung (Iqbal et al. 2012; Zuraidah dan Apriliadi 2012; Babatsikou dan Zavitsanou 2010). Dengan demikian, maka prahipertensi harus segera dikontrol untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah secara berkelanjutan. Prevalensi hipertensi di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data Riskesdas 2013 menunjukkan rerata nasional prevalensi hipertensi sebesar 25.8%, prevalensi hipertensi di kota Bogor adalah 28.6%. Hipertensi merupakan masalah yang kompleks, berkaitan dengan pola makan tidak seimbang, rendahnya aktifitas fisik, kelebihan berat badan, ras, faktor genetik, kebiasaan merokok, jenis kelamin, stress dan menurunnya kemampuan metabolik dan fungsional karena proses penuaan yang dikaitkan dengan usia (Adrogué dan Madias 2007; Hammami et al. 2011). Pola makan yang tidak seimbang, terutama asupan tinggi natrium dan rendah kalium dapat meningkatkan risiko hipertensi (Tobian 1997; Zhang et al. 2013). Balitbangkes (2015) menunjukkan data bahwa, prevalensi hipertensi meningkat dengan meningkatnya asupan garam individu. Prevalensi hipertensi di jawa barat pada perempuan sebesar 33.6% dan laki-laki 25.3% dengan asupan natrium masing–masing (g/orang/hari) adalah 6.66 dan 7.05. Asupan tinggi natrium (Na) mengakibatkan keseimbangan elektrolit tubuh terganggu dan meningkatkan eksresi kalium (K) dari dalam sel sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (Adrogué dan Madias 2007) Penderita prahipertensi tidak perlu mengonsumsi obat tetapi dianjurkan untuk memperbaiki gaya hidup. Salah satu gaya hidup sehat yang dianjurkan adalah menerapkan pola makan (diet) sehat. Penerapan Diet DASH dapat meningkatkan asupan kalium, magnesium (Mg) dan serat dan membantu mengontrol tekanan darah (Sacks et al. 2001; Nguyen et al. 2013). Peningkatan asupan kalium yang terbaik dilakukan dengan meningkatkan konsumsi makanan yang tinggi kalium seperti buah dan sayur (Stolarz et al. 2013). Kalium yang terdapat pada sayur, buah dan biji-bijian merupakan prekursor kalium bikarbonat (Morris et al. 1999). Kalium berfungsi sebagai diuretik, vasodilator dan dapat menjaga keseimbangan konsentrasi natrium dan kalium pada ekstraseluler, yang bermanfaat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Treasure dan
2 Ploth 1983; Haddy et al. 2006). Selain dapat menurunkan tekanan darah, konsumsi kalium juga dapat mengurangi eksresi kalsium (Ca) pada urin dan bermanfaat untuk kesehatan tulang. Magnesium mempunyai efek vasodilatasi dan hipotensi, serta melawan efek hipertensi dari konsumsi natrium yang berlebihan (Karppanen 1991; Houston dan Harper 2008). Pisang termasuk salah satu jenis pangan diet DASH yang kaya akan kalium, murah dan mudah diperoleh. Di Indonesia produksi pisang menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pisang menduduki urutan pertama produksi buahbuahan yang paling banyak di Indonesia dengan produksi mencapai 7 008 407 ton pada tahun 2014. Jawa Barat merupakan sentra produksi pisang ketiga setelah Lampung dan Jawa Timur, produksinya mencapai 1 234 273 pada tahun 2014 (BPS 2015). Dengan berlimpahnya produksi pisang di Jawa Barat, maka akses masyarakat terhadap pisang sebagai sumber kalium akan selalu tersedia. Hal ini sesuai dengan penyataan Imam dan Akter (2011), yang mengatakan bahwa pisang merupakan sumber vitamin dan mineral alami (kalium dan magnesium) yang selalu tersedia sepanjang musim. Lim (2012), menyatakan bahwa konsumsi dua buah pisang setiap hari selama seminggu dapat menurunkan tekanan darah. Sebaliknya penelitian yang dilakukan Penggalih et al. (2012), menyatakan pemberian 500 ml minuman isotonik (100 ml mengandung 28.66 g tepung pisang, 0.117 g garam dapur, 4 g gula )dari pisang kepok kuning pada 16 subjek sehat yang mengalami dehidrasi selama 7 hari, dapat meningkatkan toleransi ortostatis dan meningkatkan aktifitas jantung namun tidak berpengaruh terhadap tekanan sistolik dan diastolik. Namun penelitian Griep et al. (2013), menyimpulkan bahwa asupan pisang berbanding terbalik dengan tekanan darah pada orang Asia, tetapi tidak berkorelasi dengan orang Barat. Hasil penelitian Dayanand et al. (2015) juga menyimpulkan bahwa wanita yang mengonsumsi dua buah pisang sehari selama 20 hari mengalami penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik. Sebaliknya penelitian Afriani et al. (2015), mengatakan bahwa minuman isotonik tersebut berpengaruh signifikan terhadap elektrolit pada plasma (Na, K dan Cl), signifikan menurunkan natrium (p<0.001) dan klorida (p<0.05) urin, tetapi tidak meningkatkan kalium pada urin. Beberapa hasil penelitian terkait pisang, memberikan hasil yang berbeda, sehingga memerlukan kajian lebih lanjut dengan mengkombinasikan pisang dan bahan pangan lain juga dapat menurunkan tekanan darah. Dengan mengkombinasikan komponen-komponen alami pada buah pisang dan bahan pangan lain maka diharapkan dapat mensinergikan pengaruh beberapa komponen terhadap tekanan darah (Griep et al. 2013). Selain pisang bahan pangan yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah adalah kacang kedelai (Yang et al. 2005). Penelitian Yang et al. (2005) menyatakan bahwa tekanan darah sistolik dan diastolik pada perempuan berbanding terbalik dengan asupan kedelai dan produk olahannya. Menurut Rivas et al. (2002), konsumsi dua kali 500 ml susu kedelai selama tiga bulan dapat menurunkan tekanan sistolik sebesar 18.4 + 10.7 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 15.9 + 9.8 mmHg. Isoflavonoid, genistein, merupakan komponen antihipertensi yang dapat menurunkan tekanan darah (Rivas et al. 2002) Dampak hipertensi jangka panjang yang kompleks, mendorong upaya pencegahan sejak dini dengan memanfaatkan sumber mineral kalium alami dari pisang dan mengkombinasikannya dengan kedelai yang juga mempunyai
3 komponen antihipertensi, sehingga dapat menjadi alternatif pencegahan hipertensi jangka panjang. Penelitian ini menganalisis pengaruh konsumsi minuman fungsional yang dibuat dari pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca L.) dan susu kedelai varietas Wilis (Glycine max L.) terhadap tekanan darah dan konsentrasi elektrolit urin perempuan dewasa yang mengalami prahipertensi. Perumusan Masalah Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang dapat ditemui di pedesaan dan perkotaan, pada laki-laki dan perempuan, pada berbagai tingkat usia dan status ekonomi. Penyebab terjadinya hipertensi antara lain kurangnya aktifitas fisik, genetik, kebiasaan merokok, tingkat stress, bertambahnya usia, serta pola makan yang tidak seimbang. Perubahan pola makan tradisional ke makanan modern, sering dianggap menjadi faktor utama penyebab meningkatnya penyakit hipertensi. Disisi lain seiring meningkatnya usia terjadi juga berbagai perubahan fisiologis pada manusia khususnya pada pembuluh darah mengalami vascular aging, yaitu menurunnya elastisitas pembuluh darah yang dapat meningkatkan risiko hipertensi. Dari banyak penelitian dinyatakan bahwa prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan prevalensi hipertensi pada perempuan dan laki-laki disebabkan karena faktor hormonal terutama saat perempuan telah memasuki masa menopause. Hipertensi sering tidak terdeteksi karena tidak menunjukkan gejala yang spesifik, sehingga penggunaan prediktor hipertensi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap hipertensi. Upaya pencegahan hipertensi juga dapat dimulai dengan pengontrolan tekanan darah sejak mengalami prahipertensi. Prahipertensi tidak dianjurkan mengonsumsi obat, namun harus segera ditangani dengan berbagai upaya, salah satunya dengan pengaturan pola makan dan pemilihan jenis makanan. Menurut Pradono (2013), kurangnya pengetahuan tentang faktor risiko hipertensi serta akibat yang ditimbulkan menyebabkan tingkat kepedulian untuk melakukan pengobatan dan mengontrol tekanan darah menjadi rendah, hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan prevalensi hipertensi. Disisi lain perempuan memegang peranan yang penting dalam pemeliharaan kesehatan keluarga dan pembentukan generasi bangsa. Dengan meningkatkan pengetahuan perempuan tentang hipertensi, dan hubungannya dengan pola makan dan diet diharapkan dapat menurunkan prevalensi hipertensi pada perempuan khususnya dan masyarakat pada umumnya. Penanganan hipertensi dimulai dengan memberi informasi praktis agar perempuan lebih peduli mengontrol tekanan darah, mencegah dan berperan aktif menangani hipertensi awal (prahipertensi). Upaya mengembangkan produk yang praktis, mudah dan murah menjadi dasar pemikiran peneliti untuk memformulasikan minuman fungsional menggunakan bahan pangan lokal yang murah, mudah dan tersedia sepanjang musim dalam upaya menurunkan tekanan darah pada perempuan dewasa yang mengalami hipertensi. Berdasarkan permasalahan tersebut muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut :
4 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Menganalisis proporsi prahipertensi berdasarkan karakteristik individu dan IMT Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan antropometri (IMT, LILA, lingkar pinggang, lingkar panggul dan RLPP dengan tekanan darah Bagaimana kandungan gizi dari bahan bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman fungsional. Bagaimana proporsi campuran bahan-bahan dalam pembuatan minuman fungsional. Bagaimana cara pengolahan minuman fungsional yang optimal. Bagaimana uji organoleptik, sifat fisik dan kandungan gizi minuman fungsional. Bagaimana pengaruh konsumsi minuman fungsional terhadap tekanan darah dan konsentrasi elektrolit urin.
Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh konsumsi minuman fungsional terhadap tekanan darah dan konsentrasi elektrolit urin pada perempuan dewasa yang mengalami prahipertensi. Adapun tujuan khusus dari penelitian: 1. Menganalisis proporsi prahipertensi berdasarkan karakteristik individu dan IMT. 2. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan antropometri (IMT, LILA, lingkar pinggang, lingkar panggul dan RLPP dengan tekanan darah 3. Menganalisis kandungan gizi bahan yang digunakan untuk pembuatan minuman fungsional. 4. Melakukan formulasi pembuatan minuman fungsional. 5. Menganalisis sifat organoleptik, sifat fisik dan kandungan gizi minuman fungsional. 6. Menetapkan formula minuman fungsional dengan daya terima terbaik . 7. Menganalisis pengaruh konsumsi minuman fungsional terhadap penurunan tekanan darah dan konsentrasi elektrolit urin.
Hipotesis Penelitian Hipotesis Penelitian H0: 1. Konsumsi minuman fungsional tidak berpengaruh terhadap tekanan darah. 2. Konsumsi minuman fungsional tidak berpengaruh terhadap elektrolit pada urin. H1: 1. Konsumsi minuman fungsional berpengaruh menurunkan tekanan darah . 2. Konsumsi minuman fungsional berpengaruh terhadap elektrolit urin
5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang minuman fungsional untuk menangani prahipertensi pada perempuan dewasa dengan menggunakan bahan-bahan yang banyak tersedia, murah dan mudah cara pengolahannya sehingga perempuan dewasa dan masyarakat dapat berperan aktif menangani hipertensi secara mandiri dan berkelanjutan. Disamping itu pengembangan produk minuman fungsional akan meringankan beban pemerintah dalam pengadaan obat hipertensi untuk menangani penderita hipertensi. Penelitian ini juga dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk mengoptimalkan pengembangan produk untuk menangani hipertensi pada semua usia.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi (1) menganalisis proporsi prahipertensi dan hubungan antara karakteristik individu dan antropometri dengan tekanan darah, (2) memformulasikan produk minuman fungsional berbahan baku pisang dan kedelai, (3) menganalisis kandungan gizi, sifat organoleptik dan daya terima produk minuman fungsional, dan (4) menganalisis pengaruh minuman fungsional terhadap tekanan darah dan konsentrasi elektrolit urin.
6
2 TINJAUAN PUSTAKA Faktor Risiko Hipertensi Hipertensi merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia yang dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Hipertensi atau tekanan darah tinggi, tidak memiliki gejala spesifik, dan sering disebut "silent killer" karena bisa tidak terdeteksi dalam waktu yang cukup lama. Banyak penderita hipertensi yang tidak terdiagnosis sejak dini, namun dari jumlah penderita yang terdeteksi hanya sekitar dua pertiga yang dikontrol secara optimal (Nguyen et al. 2013). Peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol akan menyebabkan hipertensi yang semakin parah (Appel 1999). Hipertensi yang tidak ditangani sejak dini dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan komplikasi kesehatan lainnya seperti stroke, gagal ginjal, gangguan penglihatan, serangan jantung, atau gagal jantung (Bellows dan Moore 2013). Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan arteri sistemik secara kronis di atas nilai ambang tertentu (Giles et al. 2009). Pada orang dewasa yang berusia 18 tahun keatas, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP) sama atau lebih dari 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (DBP) sama atau lebih dari 90 mmHg di dasarkan pada rata-rata dua atau lebih pengukuran (Nguyen et al. 2013). Sedangkan Individu yang mengalami prahipertensi mempunyai tekanan darah sistolik berkisar antara 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolik berkisar antara 80-89 mmHg. Secara lengkap klasifikasi hipertensi menggunakan kriteria JNC 7 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Klasifikasi hipertensi JNC7 (2004) Klasifikasi
TDS (mmHg)
TDD (mmHg)
Normal <120 Prahipertensi 120-139 Hipertensi tahap I 140-159 Hipertensi Tahap II ≥160 TDS = tekanan darah sistolik, TDD = tekanan darah diastolik
<80 80-89 90-99 ≥100
Banyak faktor risiko hipertensi yang telah diidentifikasi yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu jenis kelamin, usia, faktor genetik dan ras, serta faktor-faktor yang dapat dimodifikasi antara lain kelebihan berat badan, asupan natrium yang tinggi, asupan kalium yang rendah, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, aktfitas fisik yang rendah dan adanya faktor stress (Slama et al. 2002; Hammami et al. 2011). Data Riskesdas (2013), menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin untuk laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 22.8% dan 28.8%, data tersebut menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hormon seks atau jenis kelamin memiliki peran penting dalam hipertensi yang dikaitkan dengan berat badan dan konsentrasi kolesterol (Coylewright et al. 2008). Tekanan darah pada pria lebih
7 tinggi dibandingkan dengan wanita seusianya, namun kondisi ini akan berubah ketika wanita telah memasuki masa pascamenopause (Dubey et al. 2002). Kejadian hipertensi pada wanita pascamenopause mengalami peningkatan 40% dibandingkan dengan wanita premenopause (Staessen et al. 1994). Hal ini disebabkan oleh hormon seks eksogen dan endogen yang memengaruhi respon ginjal terhadap garam. Wanita pascamenopause lebih sensitif terhadap garam karena perubahan hormon seks dan proses penuaan yang dialaminya (Pechère dan Burnier 2004). Hormon seks juga berhubungan dengan kenaikan berat badan dan kadar kolesterol (Coylewright et al. 2008). Bertambahnya usia dapat meningkatkan risiko hipertensi karena adanya peningkatan tekanan pembuluh darah yang tidak meregang lagi. Seiring dengan bertambahnya usia terjadi pula berbagai perubahan-perubahan fisiologi antara lain; perubahan jumlah, susunan dan struktural dari sel endotel, peningkatan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) dan terjadinya inflamasi. Peningkatan stres oksidatif dapat menyebabkan inaktivasi fungsional oksida, berkurangnya relaksasi, pengurangan vasodilatasi, berkurangnya jumlah reseptor vasodilator dan menurunkan kemampuan untuk menghasilkan NO. Semua perubahan yang terjadi merupakan faktor risiko yang potensial untuk meningkatkan tekanan darah (Mateos et al. 2011). Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan prevalensi seiring dengan bertambahnya usia dan biasanya setelah berusia ≥ 40 tahun (Anderson 1999; Gasperin et al. 2009; Venezia et al. 2010; Virdis et al. 2011; Pradono et al. 2013; Sirajuddin dan Jafar 2013; Mannan 2013). Data Riskesdas (2013) menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi hipertensi berturut turut berdasarkan golongan umur masing masing adalah: untuk golongan usia 4554 tahun sebesar 35.6% , untuk usia 55-64 tahun sebesar 45.9%, untuk usia 65-74 tahun adalah 57.6% sedangkan untuk yang berusia >75 tahun adalah 63.8%. Kebiasaan merokok merupakan pemicu terjadinya hipertensi. Ada perbedaan tekanan darah antara perokok dan bukan perokok. Rokok mengandung nikotin, karbon monoksida dan gas oksidan sebagai kontributor untuk penyakit jantung. Nikotin mempunyai efek hemodinamik yang menyebabkan peningkatan denyut jantung sebesar 10-15 kali/menit. Komponen-komponen pada rokok juga merusak dinding pembuluh darah, dan meningkatkan pembentukan platelet pada dinding, semua hal tersebut mengurangi elastisitas dari pembuluh darah yang menyebabkan kekakuan sehingga tekanan darah meningkat (Salahuddin et al. 2012). Obesitas (kelebihan berat badan) berhubungan dengan disfungsi endotel dan gangguan fungsional ginjal berperan penting dalam pengembangan hipertensi (Rahmouni et al. 2005). Kelebihan berat badan memberikan kontribusi terhadap peningkatan tekanan darah. Beberapa mekanisme perubahan fungsi ginjal, aktivasi sistem saraf simpatik dan terjadinya hipertensi pada orang gemuk terjadi karena adanya peningkatan kadar adiposit yang dihasilkan oleh hormon leptin (Rahmouni et al. 2005; Hall et al. 2010). Obesitas sering dikaitkan dengan aktifitas fisik yang rendah. Aktifitas fisik yang rendah juga merupakan faktor risiko hipertensi. Hasil penelitian Haapanen et al. (1997), menunjukkan bahwa total aktifitas fisik berbanding terbalik dengan risiko Cardiovascular Heart Disease (CHD) dan
8 hipertensi. Orang yang mempunyai tingkat aktifitas rendah mempunyai risiko 1.98 kali terkena CHD dan 1.73 kali terkena hipertensi. Menurut Wang et al. (2011), tekanan darah individu 50% dipengaruhi oleh faktor genetik. Selanjutnya Xu et al. (2013), melakukan penelitian terhadap 891 orang kembar yang berusia 12–34 tahun, menunjukkan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan umum memberikan kontribusi terhadap variasi tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik masing-masing sebesar 18-40 % dan 23– 31%, sedangkan lingkungan khusus berkontribusi paling besar terhadap perubahan tekanan darah yaitu 77-82%. Selanjutnya Nozoe dan Munemoto (2002), menyatakan bahwa meningkatnya hipertensi di masyarakat dipicu oleh faktor stress dan obesitas. Meskipun efek stress terhadap hipertensi relatif kecil namun dari hasil meta analisis yang dilakukan oleh Gasperin et al. (2009), menunjukkan bahwa pengontrolan stress memberikan hasil yang signifikan untuk menangani hipertensi. Kadar kolesterol yang tinggi di dalam darah (Hiperkolesterolemia), mempunyai peran penting dalam proses aterosklerosis yang selanjutnya akan menyebabkan kelainan kardiovaskuler. Hiperkolesterolemia dapat mengurangi sintesis NO pada sel endotel sehingga memengaruhi pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah (Ivanovic dan Tadic 2015). Penelitian cross-over secara acak yang dilakukan terhadap 30 remaja hiperurisemia dengan hipertensi, menunjukkan bahwa pemberian obat allopurinol selama 4 minggu untuk menurunkan kadar asam urat juga menurunkan tekanan darah (Feig et al. 2008). Meta analisis yang dilakukan Grayson et al. (2011), menyimpulkan bahwa hiperurisemia dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk kejadian hipertensi tidak dipengaruhi dari faktor risiko hipertensi lainnya dan risiko ini muncul lebih besar pada individu dengan usia lebih muda dan wanita. Hasil penelitian Midha et al. (2015) terhadap 185 orang dewasa muda berusia 17 - 19 tahun, menunjukkan korelasi antara tekanan darah sistolik dan glukosa plasma puasa secara statistik tidak signifikan. Namun, korelasi antara tekanan darah diastolik dan glukosa plasma puasa adalah signifikan. Rata-rata tekanan darah diastolik pra-diabetes (82 ± 5 mmHg) secara signifikan lebih tinggi daripada kadar gula orang normal (79± 6 mmHg). Selanjutnya disimpulkan bahwa prevalensi pra-diabetes berhubungan signifikan dengan pra-hipertensi pada orang dewasa muda. Faktor yang berperan cukup penting dan dominan dalam perkembangan hipertensi adalah pola konsumsi pangan. Selain pola konsumsi pangan, kurangnya asupan air minum juga merupakan faktor risiko hipertensi. Kurang konsumsi air minum dapat menyebabkan dehidrasi. Penelitian Khamnei et al. (2004), menyimpulkan bahwa dehidrasi dapat meningkatkan konsentrasi Na dalam serum dan Arginin vasopresin Plasma (AVP) yang dapat meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya konsumsi air sesuai kebutuhan dengan perhitungan 5 ml/Kg berat badan dapat menurunkan AVP setelah 15 menit mengonsumsi air. Shin et al. (2013), melakukan penelitian mengenai pengaruh pola makan terhadap kejadian hipertensi menurut usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, indeks massa tubuh (IMT), merokok, aktivitas fisik, dan asupan energi. Pola makan tradisional diidentikkan dengan banyak konsumsi tahu, kacang-kacangan, buah, sayuran dan ikan. Pola makan barat diidentikkan dengan banyak konsumsi
9 sosis, makanan cepat saji, lemak dan minyak, minuman berkarbonasi, daging, mie, alkohol, kurang konsumsi serat dan kacang-kacangan. Sedangkan pola konsumsi susu dan karbohidrat diidentikkan dengan tingginya konsumsi kue beras, roti, makanan ringan, ubi jalar, dan produk susu dan konsumsi alkohol yang rendah. Hasil penelitian Shin et al., menyimpulkan bahwa pola makan barat berhubungan signifikan dengan prevalensi hipertensi, total kolesterol dan trigliserida, namun sebaliknya terhadap high-density lipoprotein (HDL). Pola makan tradisional menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik dengan prevalensi hipertensi, BMI dan tekanan darah namun berhubungan positif dengan serum HDL. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa individu dengan pola tradisional dengan skor tinggi, memiliki asupan natrium lebih tinggi dari orangorang dengan pola tradisional yang memiliki skor lebih rendah, dan mengindikasikan bahwa tingginya asupan natrium menyebabkan penyakit kardiovaskular dan hipertensi. Tinggi asupan natrium dan rendah asupan kalium dapat meningkatkan risiko meningkatnya tekanan darah, risiko penyakit jantung dan stroke (Babatsikou dan Zavitsanou 2010; WHO 2013). Pada penelitian observasional yang dilakukan oleh Appel et al. (1997) diperoleh hasil bahwa tekanan darah mempunyai hubungan yang berbanding terbalik dengan asupan magnesium, kalium,kalsium, serat dan protein. Konsumsi alkohol berlebihan terbukti meningkatkan tekanan darah dan mengganggu kerja obat antihipertensi. Berdasarkan studi di Australia prevalensi hipertensi yang disebabkan oleh alkohol sebesar 58.7% . Ditemukan bahwa semakin besar jumlah konsumsi alkohol, semakin tinggi prevalensi hipertensi (MacMahon et al. 1984). Berbagai obat terapi atau zat kimia dapat menginduksi peningkatan tekanan darah atau mengganggu efek antihipertensi penurun tekanan darah. Beberapa obat terapi dapat menyebabkan retensi natrium dan ekspansi volume ekstraseluler atau langsung atau secara tidak langsung mengaktifkan sistem saraf simpatik. Beberapa contoh jenis obat yang dapat menginduksi naiknya tekanan darah adalah oral kontrasepsi, oral cortisol, obat anastesi, suplemen herbal yang mengandung ephedra alkaloids, Cocaine, narkotika, caffeine dan lain-lain (Grossman and Messerli 2008). Banyak faktor yang terlibat dalam terjadinya hipertensi esensial: peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik, hal tersebut terkait dengan tingginya paparan atau respon terhadap stres psikososial; kelebihan hormon penahan natrium dan vasokonstriktor; asupan tinggi natrium dalam waktu yang lama; asupan kalium, kalsium yang tidak memadai kalium ; meningkatnya sekresi renin akibat dari peningkatan produksi angiotensin II dan aldosteron; kekurangan vasodilator (seperti prostasiklin, (NO) nitrat oksida, dan peptida natriuretik); perubahan dalam ekspresi dari sistem kallikrein-kinin yang memengaruhi tonus pembuluh darah dan penanganan garam oleh ginjal; kelainan resistensi pembuluh darah, termasuk lesi dalam microvasculature ginjal; diabetes mellitus; resistensi insulin; kegemukan; peningkatan aktivitas faktor pertumbuhan pembuluh darah; perubahan dalam reseptor adrenergik yang memengaruhi denyut jantung, sifat inotropik jantung, dan tonus pembuluh darah; dan berubahnya sistim transpor ion seluler. Konsep baru patologi hipertensi membahas mengenai kelainan struktural dan fungsional pada pembuluh darah, termasuk disfungsi endotel, meningkatnya stres oksidatif, renovasi vaskular, dan penurunan elastisitas pembuluh darah
10 (Oparil et al. 2003). Secara singkat faktor risiko dan mekanisme terjadinya hipertensi ditunjukkan pada Gambar 1.
Faktor risiko hipertensi Tidak dapat di modifikasi
Mekanisme patologi
Usia
Vascular R- A- A System
Sistem saraf Genetik Sel endhotheliumNO
Hormon: ADH Etnis
Cortisol Jenis kelamin
Keseimbangan elektrolit
Dapat dimodifikasi
Pola Makan : natrium, trans fatty acids, dan gula sayur, buah, K Ca, Mg Kurang konsumsi air
hiperuricemia, hiperkolesterol, hiperglikemi Berat badan berlebih Aktifitas fisik rendah Stress
Estrogen, pituitary hormones Oxidative stress
Drug-induced or other causes Kebiasaan merokok Konsumsi alkohol
Hipertensi Gambar 1 Faktor risiko dan mekanisme terjadinya hipertensi
11 Hubungan cairan tubuh, elektolit dan tekanan darah Rasa haus, elektrolit, protein dan albumin, hormon, enzim, limfatik, kulit, dan ginjal merupakan regulator utama keseimbangan cairan tubuh. Rasa haus merangsang orang untuk meningkatkan asupan air untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Respon terhadap mekanisme haus pada orang tua dan anak anak kurang efektif sehingga kelompok ini cenderung kehilangan cairan dan mudah mengalami dehidrasi. Dehidrasi dapat terjadi karena kehilangan cairan ekstraseluler atau asupan cairan menurun. Beberapa senyawa kimia dalam cairan tubuh dan air minum yang yang merupakan elektrolit utama yang berpengaruh terhadap isu-isu klinis adalah kalium, natrium, klorida, kalsium, magnesium, dan fosfor. Komposisi elektrolit cairan dibedakan dalam dua kelompok utama cairan tubuh (cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Elektrolit yang melimpah dalam cairan ekstraseluluer (plasma dan cairan interstitial) adalah natrium dan kalium (K) lebih banyak dalam cairan intraseluler (Kee et al. 2000). Kotchen dan McCarron (1998), dalam review tentang pengaruh asupan elektrolit dan tekanan darah menyatakan bahwa pola diet terkait dengan asupan tinggi natrium dan rendah kalium, kalsium, serta magnesium berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi. Dampak dari asupan NaCl pada tekanan darah mungkin dipengaruhi oleh konsumsi potasium atau kalsium. Rasio natriumkalium adalah berkorelasi kuat dengan tekanan darah dibandingkan dengan natrium atau kalium saja. Selain itu, asupan tinggi natrium tinggi dikaitkan juga dengan tekanan darah yang lebih tinggi pada orang mengkonsumsi rendah kalsium. Kotchen dan McCarron juga menyatakan bahwa buah-buahan dan sayuran merupakan sumber utama kalium, magnesium, dan serat, dan produk susu merupakan sumber utama kalsium. Tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan berkurang sebesar 2.8 / 2.1 mmHg dengan menerapkan diet yang kaya dengan buah-buahan dan sayuran. Selanjutnya hasil penelitian Sack et al. (1998), menyimpulkan bahwa pemberian suplemen kalium pada orang yang rendah asupan kaliumnya dapat menurunkan tekanan darah, tetapi memberikan hasil yang signifikan pada perlakuan pemberian suplemen kalsium atau magnesium suplemen. Penelitian Sack et al. tersebut memperkuat bukti pentingnya kalium untuk regulasi tekanan darah. Kalium merupakan kation yang paling melimpah di dalam tubuh manusia terutama di dalam sel yang terlibat dalam mekanisme homeostatis yang memengaruhi tekanan darah. Keseimbangan konsentrasi kalium ekstraseluler merupakan hal yang kompleks dan merupakan hasil dari keseimbangan antara asupan, eksresi dan distribusi kalium antara ruang intraseluler dan ekstraseluler. Kalium pada prinsipnya terdapat dalam sel-sel tubuh. Fungsi kalium adalah melengkapi fungsi natrium, dalam keadaan normal, ginjal memegang peranan penting dalam pengaturan kalium dalam tubuh (Beck 1995). Kalium yang bersumber dari makanan hampir seluruhnya diserap dari saluran pencernaan. Dalam keadaan normal, hanya sedikit kalium yang dieksresikan melalui usus. Asupan kalium dengan kadar yang tinggi dapat menyebabkan kalium pada serum sedikit meningkat, namun dengan segera dieksresikan melalui urin. Karakteristik kalium untuk menurunkan tekanan darah dikaitkan beberapa sifat kalium sifat diuretik, aktivitas kalium yang merubah
12 sistem renin angiotensin, mempunyai sifat vasodilator, sebagia antagonisme dari hormone natriuretik, dan memengaruhi sistem saraf pusat yang berperan dalam keseimbangan konsentrasi ekternal antara natrium dan kalium (Lufi dan Weinberg 1987). Penelitian Khaw dan Barrett (1988), menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik dan diastolik berkorelasi positif dengan rasio asupan natrium / kalium. Rasio asupan natrium / kalium yang tinggi dapat menyebabkan hipertensi, namun sebaliknya jika rasio asupan natrium /kalium menurun maka tekanan darah juga ikut menurun (Treasure dan Ploth 1983). Rasio natrium/kalium dapat diketahui dengan mengukur kadar natrium dan kalium yang diekresikan melalui urin. Wang et al. (2013), menyatakan bahwa untuk menilai asupan natrium dapat dilakukan dengan menguji kandungan natrium urin 1 hari (24 jam). Meningkatnya ekskresi natrium pada urin 24 jam mempunyai hubungan yang signifikan dengan peningkatan rasio asupan natrium/ kalium yang juga berhubungan dengan kejadian hipertensi (Jan et al. 2006; Munehiro et al. 2012; Kara et al. 2013). Ekskresi natrium urin juga berhubungan dengan risiko terjadinya Cardiovaskular (CV). Sedangkan ekskresi kalium yang tinggi dikaitkan dengan penurunan risiko stroke (O'Donnell et al. 2011). Reddy dan Katan (2004), meneliti hubungan ekskresi elektrolit urin 24 jam terhadap tekanan darah pada subjek berusia 20 - 59 tahun, menyimpulkan bahwa ada hubungan positif antara kadar natrium urin dengan tekanan darah. Demikian pula hasil penelitian Dallas Heart Study pada 3303 subjek yang berusia 35-65 tahun dengan menggunakan metode Cross Sectional juga menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik berhubungan dengan kenaikan rasio Na/K yang dihubungkan dengan asupan natrium yang tinggi dan Kalium yang rendah (Hedayati et al. 2012). Natrium terutama ditemukan dalam plasma darah dan cairan yang menyelimuti jaringan. Unsur mineral ini memainkan peranan penting dalam menghasilkan tekanan osmotik yang mengatur pertukaran cairan antara sel dan dan cairan jaringan disekitarnya. Jumlah natrium dalam cairan ekstraseluler menentukan volumenya. Natrium harus terdapat dalam jumlah yang cukup pada makanan agar kecukupan mineral ini dapat terjamin. Konsumsi natrium yang berlebihan dapat menganggu keseimbangan cairan tubuh dan meningkatkan ekresi kalium dari dalam sel. Disisi lain jika asupan kalium sangat rendah maka dapat menyebabkan defisit kalium pada seluler dan memicu sel mengambil natrium untuk mempertahankan tonisitas dan volume sel sehingga meningkatkan konsentrasi natrium dan menurunkan konsentrasi kalium dalam cairan intraseluler (Adrogué dan Madias 2007). Peneliti INTERSALT memperkirakan penurunan eksresi kalium urin sebesar 50 mmol per hari dikaitkan dengan peningkatan tekanan sistolik sebesar 3.4 mm Hg dan peningkatan tekanan diastolik 1.9 mm Hg (Pietinen et al. 1988) Menurut Adrogué dan Madias (2007), interaksi dari natrium dan kalium terbukti dianggap sebagai faktor yang paling dominan dalam patogenesis hipertensi primer dan risiko kardiovaskular, dibandingkan dengan kelebihan asupan natrium atau defisit kalium saja. Asupan rendah kalium dapat menyebabkan retensi natrium oleh ginjal retensi dengan melalui beberapa mekanisme: diet rendah kalium menyebabkan tubuh mengalami defisit kalium dan kehilangan kalium melalui tinja dapat melebihi kehilangan kalium melalui
13 urin. Selain itu, asupan tinggi natrium meningkatkan kaliuresis, terutama ketika reabsorpsi natrium dan terjadi sekresi kalium. Retensi natrium, dengan cara pelepasan digitalis like factor, dan defisit kalium atau hipokalemia menghambat pompa natrium ke arteri dan sel arteriol pembuluh darah otot polos, sehingga meningkatkan konsentrasi natrium dan penurunan konsentrasi kalium dalam cairan intraseluler. Makanan Modern Asupan Kalium Rendah
Asupan Garam tinggi
Penyimpanan Kalium tidak efektif
Adaptasi ginjal berkurang dan efek lain pada ekresi Natrium
Kehilangan kalium berlebihan Retensi natrium oleh ginjal Defisit kalium Di dalam tubuh Kelebihan natrium dalam tubuh
Ekspansi volume cairan ekstraseluler
Release of digitalis like factor
Na+/K-ATPase
Natrium seluler berlebihan
Defisit kalium seluler Kontraksi sel pembuluh darah
Peningkatan resistensi pembuluh darah perifer
Hipertensi
Gambar 2 Mekanisme terjadinya hipertensi (Adrogué dan Madias 2007).
14 Homeostasis natrium dan kalium berperan penting dalam sel endotelium yang berpengaruh terhadap vasodilatasi. Retensi natrium akan mengurangi sintesis oksida nitrat pada sel endotel, sedangkan pengurangan natrium memiliki efek yang berlawanan. Diet tinggi kalium menyebabkan peningkatan kalium serum, yang memberikan efek vasodilatasi yang dapat menurunkan tekanan darah (Adrogué dan Madias 2007). Mekanisme terjadinya hipertensi karena asupan natrium yang berlebih dan kekurangan kalium dijelaskan pada Gambar 2. Peningkatan asupan kalium dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik (WHO 2012). Peningkatan asupan kalium harian terbukti dapat menurunkan tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi maupun pada orang dengan tekanan darah normal (Geleijnse et al. 2003; Adrogué dan Madias 2007). Meningkatkan asupan kalium1g/hari dapat menurunkan tekanan sistolik sebesar 0,9 mmHg dan tekanan sistolik sebesar 0.8 mmHg (Geleijnse et al. 1996). Kalium diabsorpsi dengan mudah dalam usus halus. Sebanyak 80-90% kalium yang dikonsumsi dieksresikan melalui urin, feses dan sedikit melalui keringat dan cairan lambung (Almatsier 2009). Kemenkes (2013), menetapkan angka kecukupan mineral yang dianjurkan untuk perempuan yang berusia 30-49 tahun adalah 1500 mg untuk natrium dan 4700 mg kalium dan untuk perempuan berusia 50-64 adalah 1300 mg untuk natrium dan 4700 mg untuk mineral kalium. Tubuh sendiri dapat mengatur kadar natrium dalam tubuh dengan mengeluarkan kelebihan natrium lewat urin. Akan tetapi pada penyakit-penyakit tertentu, natrium tetap tertahan dalam tubuh dengan jumlah yang berlebihan. Pada keadaan ini diperlukan pembatasan asupan natrium. Ditemukan ada hubungan antara hipertensi dan asupan natrium yang tinggi, sehingga pasien hipertensi dianjurkan untuk membatasi asupan garam (Beck 1995). Data Riskesdas (2013), menunjukkan rerata nasional proporsi penduduk umur ≥10 tahun dengan perilaku konsumsi makanan asin >1 kali sehari sebanyak 26.2 %, sedangkan Jawa Barat menduduki urutan pertama perilaku mengonsumsi makanan asin >1 kali sehari sebanyak 45.3 %. Data Survei Diet Total (2014), menunjukkan bahwa proporsi penduduk yang mengonsumsi natrium melebihi 2000 mg rerata nasional 18.3%, tertinggi adalah jawa barat paling tinggi 28.7%. Rerata asupan natrium nasional pada penduduk usia > 18 tahun adalah tahun 2014 adalah 2702 mg, rerata asupan Na di Jawa Barat adalah 2757 mg, dengan proporsi penduduk yang mengkonsumsi lebih dari 5 g /hari sebanyak 55.4% . Angka ini melebihi batasan konsumsi garam yang dianjurkan oleh WHO. WHO merekomendasikan asupan natrium < 2 g/hari (setara dengan 5g garam/hari) dan kalium minimal 3510 mg/hari dengan rasio asupan natrium: kalium adalah 1:1 untuk mencegah terjadinya hipertensi (WHO 2012). Selain natrium dan kalium, air juga memiliki peran sangat penting dalam pengaturan tekanan darah manusia. Air merupakan unsur utama dari tubuh dan mempunyai banyak fungsi antara lain sebagai pelarut, media berbagai reaksi dalam tubuh, pembawa zat gizi dan produk-produk limbah, berperan dalam pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), sebagai pelumas dan shock absorber (Jéquier dan Constant 2010). Kecukupan cairan setiap hari untuk perempuan dewasa kira-kira 2000 ml, meskipun hal ini sangat bervariasi namun masih dianggap dalam kisaran normal (Agostoni et al. 2010). Orang dewasa sehat harus minum rata-rata sekitar 1500ml/hari (J‟equier dan Constant 2010).
15 Pemasukan air minimal adalah jumlah yang dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan air dari semua sumber pada tubuh, dan pemasukan maksimal adalah jumlah yang dapat dieksresikan oleh ginjal (Price dan Wilson 2006). Air yang hilang melalui urin selama 1 hari diperkirakan sekitar 1-2 liter.. Total asupan air meliputi air minum, berbagai jenis minuman (jus, sari buah, kopi dan lain-lain) dan air yang terdapat pada makanan (Price dan Wilson 2006). Total asupan air pada manusia salah satunya ditentukan oleh rasa haus yang dipengaruhi oleh hormon ADH (antidiuretic hormone) dan berhubungan dengan keseimbangan cairan tubuh ( J‟equier dan Constant 2010). Melalui mekanisme keseimbangan, tubuh berusaha menjaga agar cairan tubuh selalu dalam jumlah yang tetap namun mekanisme ini tidak berjalan, bila seseorang tidak minum air dalam jumlah yang cukup (Almatsier et al. 2011). Menurunnya kepekaan terhadap rasa haus sering menyebabkan orang mengalami kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi. Dehidrasi berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada tubuh yang pada akhirnya memengaruhi tekanan darah (Lavizzo 1987). Bossingham et al. (2005), menyatakan ada 3 metode yang direkomendasikan untuk menghitung asupan air yaitu 1) 30 mL/kg berat badan; 2) 1mL/energi kkal yang dikonsumsi; 3) 100 mL/kg untuk 10 kg berat badan pertama, 50 mL/kg untuk 10 kg berikutnya, dan 15 mL untuk setiap kilogram tambahan berat badan. Pengembangan Minuman Fungsional untuk Menangani Prahipertensi Prevalensi prahipertensi didunia yang cukup tinggi harus segera ditangani agar tidak berlanjut menjadi hipertensi. Idealnya, target penanganan hipertensi adalah penurunan tekanan darah mencapai keadaan normal setiap saat. Namun, beberapa percobaan telah membuktikan bahwa penanganan hipertensi secara optimal dapat mencegah kenaikan tekanan darah atau setidaknya mencegah berkembangnya kerusakan organ target sekunder akibat hipertensi (Al-Nozha dan Khalil 2008). Penelitian Mancia et al. (2013), menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup (pembatasan garam, penurunan berat badan, latihan fisik, mengurangi konsumsi alkohol, diet sehat, dan berhenti merokok) sangat efektif dalam penurunan tekanan darah dengan kombinasi dengan terapi obat pada pasien dengan hipertensi Perubahan gaya hidup pada pasien hipertensi tidak hanya terkait dengan penurunan tekanan darah, tetapi juga dengan rendahnya risiko kejadian kardiovaskular (Diaz et al. 2014). Penangan hipertensi lebih efektif dengan mengombinasikan penggunaan obat hipertensi dan perubahan gaya hidup (Manolis et al, 2015). Obat antihipertensi konvensional sering dikaitkan dengan efek samping yang negatif dari konsumsi obat dalam jangka waktu yang lama (Tabassum dan Ahmad 2011). Untuk menjaga kesehatan primer, sekitar 75 sampai 80% dari populasi dunia lebih menyukai menggunakan obat-obatan herbal, terutama di negaranegara berkembang karena penerimaan obatan-obatan dari bahan herbal lebih baik untuk tubuh manusia dan efek negatif lebih rendah. Dalam tiga dekade terakhir, banyak upaya terpadu untuk meneliti tanaman lokal yang mempunyai sifat hipotensi dan antihipertensi. Efek hipotensi dan antihipertensi dari beberapa tanaman obat telah divalidasi dan dikembangkan namun perlu ditambah dengan
16 pengolahan modern dan diteliti secara untuk memverifikasi efektivitas, dan menjelaskan profil keamanan obat herbal tersebut untuk potensi antihipertensi mereka (Tabassum dan Ahmad 2011). Dewasa ini terutama di negara-negara maju, minat konsumen terhadap makanan dan minuman fungsional meningkat karena konsumen tidak hanya menilai kandungan zat gizi serta lezatnya suatu produk, tetapi juga mempertimbangkan pengaruh makanan terhadap kesehataan tubuh (Goldberg 2012). Kesadaran akan besarnya pengaruh makanan dan timbulnya penyakit, mengubah pandangan bahwa makanan bukan sekedar mengenyangkan, tetapi juga harus menyehatkan. Konsep “Makanan sebagai obat” dikembangkan di beberapa Negara Asia yaitu Jepang, Korea dan Tiongkok dan memunculkan istilah pangan fungsional (Winarti 2010). Istilah pangan fungsional digunakan untuk menggolongkan makanan dan minuman yang mengandung bahan-bahan yang diperkirakan atau telah dibuktikan dapat meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit tertentu (Muchtadi 2012). Sesuai dengan namanya, makanan fungsional harus berupa makanan konsumsi sehari-hari. Jadi suplemen dalam bentuk tablet, kapsul, kaplet dan bubuk tidak tergolong makanan fungsional. Berdasarkan cara pengolahannya, makanan fungsional digolongkan menjadi 3 kelompok (Subroto 2008): 1) makanan fungsional alami merupakan makanan fungsional yang sudah tersedia di alam tanpa perlu pengolahan terlebih dahulu. Contohnya buah-buahan dan sayuran segar yang bisa langsung dimakan; 2) makanan fungsional tradisional merupakan makanan fungsional yang diolah secara tradisional mengikuti cara pengolahan yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Contohnya tempe, dadih, yoghurt, beras merah, susu dan teh; 3) makanan fungsional modern yaitu makanan fungsional yang dibuat khusus menggunakan resep-resep baru. Makanan fungsional dibuat untuk tujuan khusus melalui beberapa pendekatan, salah satu pendekatannya adalah menambahkan suatu komponen yang memiliki efek baik terhadap kesehatan yang sebelumnya tidak terdapat dalam makanan tersebut (Subroto 2008). Penderita prahipertensi tidak perlu mengonsumsi obat tetapi dianjurkan untuk memperbaiki gaya hidup. Salah satu gaya hidup sehat yang dianjurkan adalah menerapkan pola makan (diet) sehat. Penerapan Diet DASH dapat meningkatkan asupan kalium, magnesium (Mg) dan serat dan membantu mengontrol tekanan darah (Sacks et al. 2001; (Nguyen et al. 2013). Peningkatan asupan kalium yang terbaik dilakukan dengan meningkatkan konsumsi makanan yang tinggi kalium seperti buah dan sayur (Stolarz et al. 2013). Kalium yang terdapat pada sayur, buah dan biji-bijian merupakan prekursor kalium bikarbonat (Morris et al. 1999). Kalium berfungsi sebagai diuretik, vasodilator dan dapat menjaga keseimbangan konsentrasi natrium dan kalium pada ekstraseluler, yang bermanfaat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Treasure dan Ploth 1983; Haddy et al. 2006). Selain dapat menurunkan tekanan darah, konsumsi kalium juga dapat mengurangi eksresi kalsium (Ca) pada urin dan bermanfaat untuk kesehatan tulang. Pisang merupakan salah satu sumber mineral alami terutama kalium dan magnesium yang banyak tersedia di masyarakat (Imam dan Akter 2011). Satu buah pisang (dengan kulit) seberat 115 g mengandung berbagai mineral antara lain 451 mg kalium, 32 mg magnesium, 22 mg fosfor (Fennema 1996). Bahan
17 pangan lain yang juga mempunyai banyak manfaat kesehatan adalah kedelai (Welty et al. 2007). Kedelai dapat menurunkan tekanan darah, mencegah terjadinya hipertensi serta mengurangi stress oksidatif (Vasdev dan Stuckless 2010). Kedelai (Glycine max L.) merupakan sumber protein nabati dan mineral yang cukup tinggi serta dapat diolah menjadi berbagai produk. Pisang dan kedelai merupakan bahan makanan yang telah banyak diteliti dan terbukti mempunyai kandungan gizi yang baik dan mempunyai efek yang menguntungkan bagi kesehatan, salah satunya dapat menurunkan tekanan darah sehingga dapat dikatakan sebagai pangan fungsional dan dapat dikembangkan menjadi minuman fungsional. Minuman fungsional adalah satu produk makanan fungsional yang banyak dihasilkan industri pangan. Komponen-komponen fungsional pada minuman dapat dengan mudah diabsorbsi serta dapat digunakan dengan cepat oleh tubuh setelah dikonsumsi. Meskipun demikian, hanya komponen-komponen yang kelarutannya tinggi atau dapat didispersikan secara merata yang dapat diformulasikan ke dalam minuman fungsional (Winarti 2010). Pisang dan kedelai dapat dikonsumsi langsung atau diolah menjadi berbagai produk makanan. Diversifikasi pengolahan serta mengembangkan kedua jenis pangan tersebut menjadi produk baru dapat menambah pilihan untuk konsumen. Pisang dan kedelai dapat juga dikembangkan menjadi produk baru yang mempunyai manfaat kesehatan. Salah satu produk yang mulai banyak dikembangkan dan digemari masyarakat adalah minuman siap konsumsi, yang dapat menghemat waktu tanpa mengabaikan rasa dan asupan gizi yang dibutuhkan (Endrizzi et al. 2009). Salah satunya produk siap konsumsi yang mulai banyak dikembangkan adalah minuman fungsional. Kerangka Pemikiran Penelitian Prahipertensi merupakan hipertensi tahap awal, terjadi disebabkan oleh banyak faktor. Pola makan merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang dapat dimodifikasi. Tingginya asupan natrium, rendahnya asupan kalium serta kurangnya konsumsi air dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit tubuh yang dapat menyebabkan prahipertensi. Disisi lain prahipertensi akibat konsumsi natrium yang berlebihan akan meningkatkan ekresi kalsium, sehingga akan meningkatkan risiko osteoporosis pada perempuan dewasa. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan meningkatkan asupan kalium alami dan asupan air yang cukup. Pisang merupakan sumber kalium, sedangkan susu kedelai dapat menambah asupan kalsium dan air. Pisang dan susu kedelai yang diformulasikan menjadi minuman fungsional dan diberikan pada perempuan prahipertensi diharapkan dapat meningkatkan asupan kalium, menurunkan eksresi kalsium dan memenuhi kebutuhan air. Kalium berperan dalam pengaturan homeostatis cairan tubuh dan dapat memberikan efek antihipertensi. Kalium berfungsi sebagai diuretik/natriuresis yaitu meningkatkan ekresi natrium, menurunkan hormon renin-angiotensin-aldosterone (R-A-A) dan norepinephrine, meningkatkan hormon vasodilator yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. Demikian juga konsumsi air minum yang cukup akan menjaga keseimbangan cairan tubuh yang dapat menurunkan hormon norepinephrine yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. Secara ringkas
18 kerangka pemikiran penelitian Pengaruh Konsumsi Minuman Fungsional disajikan pada Gambar 3.
Pola Konsumsi Pangan Minuman Fungsional Pisang Ca Kedelai K Air Konsumsi Pangan
K, Ca, Mg
Konsumsi alkohol
Asupan Na
Obesitas
Air minum
Aktifitas fisik
Genetik
Kenaikan tekanan darah (Prahipertensi/Hipertensi
Usia
Stress Inflamasi Vaskuler Merokok
Jenis Kelamin
Ekskresi Ca Tekanan Darah Risiko osteoporosis Na, Ca dan K
Keterangan : =Variabel yang diteliti =Variabel yang tidak diteliti
Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian
19
3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai April 2015. Survei karakteristik dan seleksi subjek dilaksanakan pada empat Pos Binaan Terpadu (Posbindu) di Kelurahan Sindangbarang Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Tempat yang digunakan adalah Laboratorium Percobaan Makanan Departemen Gizi IPB, Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro (BBIA), Laboratorium Klinik Prodia, Bogor. Intervensi berupa pemberian minuman fungsional di berikan pada subjek penelitian di dua Posbindu di Kelurahan Sindangbarang Kecamatan Bogor Barat, Bogor, Jawa Barat. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan produk ini adalah pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca L.) dengan tingkat kematangan optimal dan susu kedelai dari varietas Wilis (Glycine max L.), gula pasir dan air. Beberapa bahan kimia yang digunakan untuk pengujian kandungan gizi dan mineral adalah HCl, aquades, CaCO3, KCl, NaOH, H3BO3, AgNO3 dan bahan kimia lainnya. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis elektrolit urin antara lain Reagen R1 (Ethanolamine buffer 0.69 mol/L, Sodium azide 0.02%) dan R2 (oCresolphthalein complexon 0.338 mmol/L, 8-Hydroxyquinoline 13.78 mmol/L), ISE Buffer (Formaldehyde 0.5% Sodium 1 mmol/L. Potassium 0.05 mmol/L, Chloride 1 mmol/L, Buffer Preservative. Alat yang digunakan untuk penimbangan berat badan menggunakan timbangan digital, pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise, pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter digital OMRON Type HEM-7200. Alat untuk pembuatan produk antara lain blender, kompor, panci, kain penyaring, cup sealer, gelas plastik ukuran 300 ml, termometer. Peralatan untuk uji organoleptik yaitu gelas plastik ukuran 50 ml, sendok plastik kecil dan nampan saji dan label. Peralatan untuk analisis kimia dan fisika produk adalah erlenmeyer, gelas piala, pipet, gelas ukur, cawan, oven, tanur, labu kjeldahl, hot plate, penangas uap, desikator, timbangan analitik, AAS dan Viscometer Brookfield (Type RVDNII+). Pengumpulan urin menggunakan kantong Collector Cat No. Sy 8020 dengan kapasitas tampung 3500 ml. Alat yang digunakan untuk Analisis elektrolit urin menggunakan alat ADVIA 1800® Clinical Chemistry System (Siemens).
Desain dan Tahap Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dibagi dalam tiga tahap penelitan. Pada tahap pertama dilakukan identifikasi karakteristik dan tekanan darah peserta Posbindu di Kelurahan Sindangbarang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Desain penelitian yang akan digunakan pada tahap pertama adalah Cross sectional. Tahap kedua adalah pengembangan minuman fungsional
20 dari bahan pisang dan kedelai. Penelitian pengembangan produk minuman fungsional menggunakan desain eksperimen randomized completely design dan pada tahap ketiga dilakukan intervensi dengan memberi minuman fungsional pada subjek penelitian dengan desain penelitian quasi experiment dengan desain pre test-post test. Penelitian Tahap I Penelitian diawali dengan pemilihan lokasi penelitian. Penarikan sampel daerah (Kecamatan dan Kelurahan ) menggunakan metode Cluster Sampling. Untuk penentuan lokasi Posbindu dengan menggunakan teknik Probability sample. Penarikan sampel subjek penelitian sebanyak 180 orang dengan metode Sampling Quota. Persiapan form pengukuran dan kuisioner digunakan pada saat observasi subjek di lapangan. Pada subjek dilakukan pengukuran tekanan darah, berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LILA), Lingkar Pinggang, dan lingkar panggul. Selanjutnya dilakukan wawancara untuk mengumpulkan data jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan subjek. Selanjutnya dilakukan analisis data prevalensi prahipertensi berdasarkan karakteristik individu dan IMT serta melakukan analisis hubungan antara karakteristik individu dan antropometri (IMT, LILA, lingkar pinggang, lingkar panggul dan RLPP dengan tekanan darah. Penelitian Tahap II Pada penelitian tahap pertama dilakukan pengembangan minuman fungsional menggunakan bahan pangan lokal. Penelitian ini dimulai dengan persiapan bahan baku yaitu pisang Raja Bulu dan susu kedelai varietas Wilis. Selanjutnya dilakukan pengukusan pisang dengan memodifikasi hasil penelitian Oluwalana et al. (2011). Pembuatan susu kedelai dibuat dengan memodifikasi dari penelitian Ginting dan Antarlina (2002). Formulasi minuman fungsional dikembangkan dengan percobaan skala laboratorium yang diulang sebanyak 3 kali (Abu-Ghoush et al. 2009). Penentuan formula produk berdasarkan proporsi penambahan pisang dan kandungan kalium persaji minuman fungsional (300 ml). Percobaan pendahuluan dilakukan untuk menetapkan kisaran proporsi susu kedelai dan pisang dalam pembuatan produk. Selanjutnya dilakukan uji hedonik dan penerimaan produk oleh 40 panelis wanita berusia 25-60 tahun. Uji hedonik dan penerimaan produk terhadap parameter warna, rasa, aroma dan kekentalan, diberikan pada rentang penilaian antara 1-3, yaitu 1 untuk nilai tidak suka, 2 untuk nilai biasa dan 3 untuk nilai suka (Setyaningsih et al. 2010). Setelah diperoleh produk terpilih, dilakukan analisis fisik dan gizi produk dengan 3 kali ulangan, kemudian dihitung reratanya. Analisis fisik yang dilakukan adalah pengukuran viskositas (kekentalan). Analisis kandungan zat gizi produk terpilih meliputi analisa air (SNI.01-2891-1992, butir 5.1), kadar abu (SNI.01-2891-1992, butir 6.1), kadar protein (SNI.01-2891-1992, butir 7.1), kadar lemak (SNI.01-2891-1992, butir 8.1), karbohidrat (metode by difference), serat pangan (AOAC.985.29.2005), total gula (SNI.01-2892-1992, butir 3.1) dan
21 mineral (kalium, natrium, kalsium dan magnesium) (AOAC.985.35/50.1.14.2005 dan SNI. 06-6989-11-2004). Penelitian Tahap III Berdasarkan hasil survey, wawancara dan pengukuran tekanan darah subjek pada penelitian tahap I dipilih subjek dengan kriteria inklusi sebagai berikut: jenis kelamin wanita, berusia 20-59 tahun, mengalami prahipertensi dengan tekanan darah sistolik 120 – 139 mmHg dan diastolik 80 -89 mmHg, dapat berkomunikasi dengan baik, tidak mengalami hypercholesterolemia, hyperuricemia dan hyperglikemia, tidak mengonsumsi obat hipertensi dan tidak mengalami gangguan penyakit kronis lainnya, tidak mengonsumsi obat hipertensi, tidak mengonsumsi vitamin atau suplemen, bersedia terlibat dalam penelitian dan menanda tangani Informed Consent. Pada penelitian tahap ketiga ini subjek dibagi menjadi 2 kelompok : 1. Kelompok perlakuan kontrol, subjek diberi air kemasan. 2. Kelompok perlakuan intervensi, subjek diberi air kemasan dan minuman fungsional. Jumlah subjek penelitian ditentukan dengan perhitungan perkiraan besar sampel untuk dua kelompok independen, menggunakan rumus (Ismael dan Sastroasmoro 2008) : n1=n2 = 2 [(Zα + Zβ) x S/d]2. Keterangan : n = jumlah subjek Zα = deviat baku normal untuk α, α = besarnya kesalahan tipe I atau hasil positif palsu = tingkat kemaknaan, α ditetapkan peneliti Zβ = deviat baku normal untuk β β = kesalahan tipe II atau hasil negatif palsu, β ditetapkan peneliti S = simpangan baku populasi standar (dari pustaka) d = tingkat ketepatan absolut yang diinginkan, ditetapkan oleh peneliti Standard deviasi diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yaitu penelitian Muniroh et al. (2007), S = +11.51 mmHg dan penelitian Lestari dan Rahayuningsih (2012), S = +7.276 mmHg. Selanjutnya peneliti menetapkan standar deviasi yang digunakan adalah S = 10 mmHg, d = perbedaan klinis yang diinginkan (clinical judgment). Penelitian ini akan menggunakan taraf signifikansi 5% atau Z1-α/2 = 1.96 dan kekuatan uji 80% atau Z1-β = 0.842, (S)= 10, d = 10. Hasil perhitungan perkiraan jumlah subjek penelitian berdasarkan rumus perhitungan jumlah sampel diperoleh jumlah subjek yang digunakan untuk masing-masing kelompok adalah 8 subjek. Untuk mengantisipasi adanya peserta drop out selama pelaksanaan penelitian maka masing masing kelompok perlakuan ditambah 6 subjek, sehingga jumlah subjek masing-masing kelompok adalah 14 dan total jumlah subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah 28 orang. Dari hasil seleksi, subjek kelompok intervensi sebanyak 14 orang, 1 subjek dikeluarkan dari penelitian karena mengalami hiperglikemi sehingga total subjek kelompok
22 intervensi adalah 13 orang. Kelompok kontrol sebanyak 10 orang, selanjutnya subjek menyetujui informed consent. Jadi subjek yang mengikuti penelitian sebanyak 23 orang, Kelompok intervensi sebanyak 13 subjek dan kelompok kontrol sebanyak 10 orang. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pada tahap I dikumpulkan data karakteristik semua peserta Posbindu di kelurahan Sindangbarang menggunakan metode wawancara dan kuesioner. Jenis data dan cara pengumpulan diringkas pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data Tahap I No
Variabel
Cara pengukuran
Alat Pengukuran
1.
Jenis kelamin
Wawancara
Kuisioner
2.
Umur
Wawancara
3.
Pekerjaan
Wawancara
4.
Tingkat pendidikan terakhir
Wawancara
5.
Tekanan Darah
Pengukuran
6.
Berat badan
Penimbangan
7.
Tinggi Badan
Pengukuran
8.
LILA
Pengukuran
9.
Lingkar pinggang Lingkar panggul
Pengukuran
10.
Pengukuran
Skala pengukuran
1. Laki-laki 2. Perempuan Kuisioner 1.21-30 tahun 2.31-40 tahun 3.41-59 tahun 4.≥60 tahun Kuisioner 1. Tidak Bekerja /IRT 2. PNS 3. Pensiunan 4. Karyawan 5. Buruh Pabrik 6. Petani/nelayan 7. Pedagang 8. Lainnya (wiraswasta) Kuisioner 1. Tidak pernah sekolah 2. Sekolah non formal 3. Tidak tamat SD 4. Tamat SD 5. Tamat SMP 6. Tamat SMA 7. Tamat Diploma/sSarjana Tensimeter Kriteria JNC 7 Digital 1. Normal (120 Hg /<80 mm Hg 2. Prahipertensi (120-139mmHg/80-89 mmHg 3. Hipertensi Tahap I (140-159mmHg/90-mHg) 4, Hipertensi Tahap II (>160mmHg/>100mmHg Timbangan pegas Kg dengan ketelitian 0.1 kg Mikrotoa dengan ketelitian 0.1 cm cm Pita LLA dg ketelitian 0.1 cm cm Meteran pita dengan ketelitian 0.1 cm Meteran Pita dengan ketelitian 0.1 cm
cm cm
23 Data anthropometri dikumpulkan dengan pengukuran berat badan (kg) dan tinggi badan (m) untuk menghitung Indeks Massa Tubuh. Pengukuran BB menggunakan timbangan injak digital dengan ketelitian 0.1 kg dan kapasitas 100 kg, pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm dan kapasitas 200 cm. Pengukuran LILA lingkar pinggang, lingkar panggul menggunakan pita meteran. Tahap pengembangan produk meliputi pengujian sifat fisik, analisis proximat (kadar air, kadar abu, kadar karbohidrat, kadar lemak, kadar protein), serat pangan, kadar mineral (NA, K, Ca dan Mg). Secara ringkas jenis dan cara pengumpulan data pengujian komposisi bahan baku dan produk terpilih disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data tahap II No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Jenis Data Cara pengumpula Data Data sifat organoleptikl(warna, aroma, rasa Uji hedonik (adopsi dari dan tekstur produk) Setyaningsih, 2010) Kadar Air Metode Pengeringan Kadar abu Metode pengabuan Kadar Lemak Metode Soxhlet Kadar Protein Metode mikrokjedahl Kadar Karbohidrat By different Mineral Metode AAS Kadar serat pangan Enzymatic-Gravimetric Kekentalan Viscometer pH pH meter
Data yang akan dikumpulkan selama penelitian tahap ketiga (intervensi) meliputi karakteristik subjek penelitian yang terdiri dari: nama, tanggal lahir/umur,data aktifitas fisik (lama, jenis dan frekuensi) yang dilakukan di rumah. Data konsumsi pangan dikumpulkan dengan metode food record. Data antropometri meliputi berat badan (BB). Pengukuran BB menggunakan timbangan injak digital dengan ketelitian 0.1 kg dan kapasitas 100 kg, pengukuran tinggi badan menggunakan mikrotoa dengan ketelitian 0.1 cm dan kapasitas 200 cm. Lingkar Perut, lingkar panggung dan Lingkar lengan atas diukur menggunakan pita LILA berskala cm dengan kapasitas 33 cm. Pengukuran tekanan darah meliputi tekanan sistolik dan diastolik dilakukan di awal dan akhir intervensi. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter digital. Pengukuran urin yang dilakukan meliputi: 1) pengukuran kadar elektrolit urine dilakukan dua kali yaitu sebelum intervensi dan setelah intervensi yaitu pada hari ke 0 dan 10 ; 2) Volume urin 24 jam selama diawal dan akhir penelitian; 3) pH urin di ukur diawal dan akhir penelitian. Jenis data dan cara pengumpulan data pada penelitian tahap III diringkas pada Tabel 4.
24 Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data tahap III No Variabel 1. 2.
Umur Pola makan dan minum
3.
Kepatuhan konsumsi minuman fungsional Aktifitas Fisik
4.
5.
Tekanan Darah
6
Pengujian darah
7. 8. 9.
Berat badan LILA Lingkar pinggang 10. Lingkar Panggul 11. Kadar elektrolit urin
12. Volume urin pH urin
Cara pengukuran Wawancara Wawancara
Observasi dan Wawancara
Alat Pengukuran
Skala pengukuran
Kuisioner Kuisioner Food Record (adopsi dari Supariasa et al. 2002) Catatatan konsumsi
25-59 tahun
Wawancara
Kuisioner (modifikasi dari IPAQ, 2005) Pengukuran Tensimeter Digital (Rerata dari minimal 3 x pengukuran dengan perbedaan terkecil ±10mmHg Analisis Peralatan di Laboratorium Puskesmas
Persen (%)
1) Rendah 2) Sedang 3) Tinggi 1) Sistolik (mmHg) 2) Diastolik (mmHg)
Penimbangan Timbangan pegas Pengukuran Meteran pita Pengukuran Meteran pita
1) Kadar kolesterol < 240 mg/dL 2) Kadar asam urat < 6.5 mg/dL 3) Kadar gula puasa < 100 mg/dL Kg cm cm
Pengukuran
cm
Meteran pita
Analisis ADVIA mmol/24 jam Laboratorium 1800® Clinical Chemistry System (Siemens). Pengukuran Kantung Plastik ml ukur Pengukuran pH meter 0-14
25 Prosedur Analisis Data Proses pengolahan data penelitian menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) dengan data yang terdiri atas beberapa kategorik. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisa data menggunakan komputer. Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana. Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah dientri, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada saat menginput data ke komputer. Analisis data dilakukan dengan menggunakan software IBM SPSS versi 21 dan Microsoft Excell. Data yang dikumpulkan dari penelitian tahap I berupa data kualitatif (data ordinal) kuantitatif (interval). Semua data yang diperoleh dijuji normalitasnya. Untuk mempermudah pengolahan, data ordinal dikonversikan dulu menjadi data interval atau kuantitatif. Data di sajikan secara deskriptif dalam bentuk persen (%) dan rerata (x±sd). Uji perbedaan antara dua kelompok diuji dengan t-independet test untuk data yang terdistribusi normal, sedangkan data yang tidak terdistribusi normal dengan Mann Whitney test. Uji bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dua variabel dengan Chi Square test, Pearson Correlation dan Spearman rho correlation. Data sifat organoleptikl dianaliss dengan uji Kruskal Wallis. Penyajian data dan hasil analisa data menggunakan bentuk tabel dan grafik. Pada studi efikasi konsumsi minuman fungsional semua data kontinyu akan disajikan dalam bentuk rerata, dan simpangan baku, sementara data kategorikal dengan proporsi. Subjek yang dapat mengikuti penelitian sampai selesai akan dianalisa secara statistik. Semua data akan dianalisis untuk menentukan nilai rata-rata, standar deviasi, median modus dan range untuk data numerik dan persentase untuk data kategori. Perubahan variabel respon (tekanan darah, kandungan elektrolit urin sebelum dan sesudah perlakuan dianalisis dengan menggunakan uji beda (paired t test) untuk membandingkan antara kelompok perlakuan dianalisis dengan menggunakan uji beda (t- independet test). Etik Penelitian Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan RSCM nomor: 92/UN2.F1/etik/1/2015 tanggal 02 Februari 2015.
26
4 PROPORSI PRAHIPERTENSI DAN HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR RISIKO DENGAN TEKANAN DARAH TINGGI Pendahuluan Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang banyak diderita penduduk seluruh dunia. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan arteri sistemik secara kronis di atas nilai ambang tertentu (Giles et al. 2009). Pada orang dewasa yang berusia 18 tahun keatas, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP) sama atau lebih dari 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (DBP) sama atau lebih dari 90 mmHg di dasarkan pada rata-rata 2 atau lebih pengukuran (Nguyen et al. 2013). Prevalensi hipertensi di Indonesia pada penduduk berusia ≥ 18 tahun sebesar 25.8 %. Jawa Barat merupakan propinsi ke-4 setelah Bangka Belitung, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur yang memiliki prevalensi hipertensi lebih tinggi dari rerata nasional. Prevalensi hipertensi Propinsi Jawa Barat adalah 29.4 % (Kementerian Kesehatan 2013). Data ini didukung oleh hasil penelitian Pradono et al. (2013), yang meneliti faktor-faktor risiko hipertensi dan menyampaikan bahwa prevalensi hipertensi pada kelompok umur ≥ 15 tahun di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat sebesar 30.7 %. Selanjutnya Widjaya et al. (2013) telah meneliti 111 pasien di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menyimpulkan bahwa dari 111 orang dewasa muda (18 – 25 tahun ), 34% mengalami prahipertensi dan 17.1 % mengalami hipertensi. Hipertensi merupakan masalah yang kompleks, berkaitan dengan pola makan yang kurang baik, kurangnya aktifitas fisik, kelebihan berat badan, ras, faktor genetik, kebiasaan merokok, jenis kelamin, stress dan menurunnya kemampuan metabolik dan fungsional karena proses penuaan yang dikaitkan dengan usia (Adrogué dan Madias 2007; Hammami et al. 2011; Widjaja et al. 2013). Hipertensi tidak segera terdiagnosis karena tidak menampakkan gejala yang spesifik. Disisi lain penyakit ini sering diabaikan, terbukti dari jumlah penderita hipertensi yang terdeteksi hanya dua pertiga yang melakukan pengontrolan secara optimal (Nguyen et al. 2013). Hipertensi tidak terjadi secara langsung dan biasanya diawali dengan kenaikan tekanan darah secara bertahap dan terus menerus. Hipertensi diawali oleh prahipertensi, merupakan hipertensi tahap satu yang mempunyai tekanan darah sistolik berkisar antara 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolik berkisar antara 80-89 mmHg. Menurut Kung dan Xu (2015), tingkat kematian akibat hipertensi terkait usia mencapai 23.1%, dengan demikian diperlukan berbagai upaya untuk mendeteksi hipertensi sejak dini dengan cara yang murah, mudah dan cepat. Selama beberapa dekade terakhir, di banyak negara dan kelompok etnis telah diteliti mengenai hubungan langsung antara hipertensi dan antropometrik indeks sebagai upaya untuk mengidentifikasi risiko hipertensi. Silva et al. (2013), menyatakan bahwa antropometri merupakan cara mudah, ekonomis dan efektif untuk digunakan sebagai skrining awal untuk hipertensi. Selanjutnya hasil penelitian Lee dan Kim (2014), menyimpulkan penggabungan beberapa indikator antropometri dapat meningkatkan kekuatan prediktor faktor risiko hipertensi.
27 Kegemukan sering dikaitkan langsung dengan kejadian hipertensi, karena merupakan penentu penting dari kesehatan yang dapat menyebabkan perubahan metabolik termasuk terjadinya peningkatan tekanan darah. Beberapa indeks antropometri yang dapat digunakan sebagai prediktor risiko hipertensi adalah Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar pinggang (Li-Pi), rasio pinggang-pinggul (RLPP) (Guo et al. 2011; Khanna et al. 2011; Martanggo 2013). Selanjutnya hasil penelitian Anas (2013), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara lingkar lengan atas (LILA) pada ibu hamil dengan angka kejadian preeklampsia. Hasil-hasil penelitian tersebut dikuatkan pula dengan penelitian Haque dan Jahan (2015), yang menyimpulkan bahwa tekanan darah berhubungan langsung dengan usia, berat badan, IMT, LP dan RLPP. Dari uraian-uraian tersebut maka dilakukan analisis mengenai proporsi prahipertensi dan hipertensi berdasarkan jenis kelamin, umur, IMT dan hubungan antara indikator antropometri (IMT, LILA, RLPP) dengan tekanan darah subjek peserta Posbindu di kelurahan Sindangbarang, Kota Bogor.
Metode Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan Cross-Sectional (Ismael dan Sastroasmoro 2008; Sugiyono 2015). Penelitian dilaksanakan pada empat POSBINDU yang ada di wilayah RW 4 dan RW 5 di wilayah kerja Puskesmas Sindangbarang Kelurahan Sindangbarang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pengumpulan data dilakukan bulan Februari 2015. Posbindu PTM di Kelurahan Sindangbarang Kota Bogor Pos Binaan Terpadu (Posbindu) PTM adalah kegiatan monitoring dan peran serta masyarakat dalam melakukan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM utama yang dilaksanakan secara terpadu, rutin dan periodik. Pengembangan Posbindu PTM merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan, diselenggarakan berdasarkan permasalahan PTM yang ada di masyarakat dan mencakup berbagai upaya promotif dan preventif serta pola rujukannya (Kemenkes 2013). Posbindu PTM yang dipilih menjadi lokasi penelitian merupakan Posbindu dalam wilayah kerja Puskesmas Sindangbarang. Keempat Posbindu terpilih adalah Posbindu Melati A, Melati B, Semboja I dan II. Setiap Posbindu memiliki rata-rata 5 orang kader yang secara rutin mendapat pelatihan dari Puskesmas maupun Dinas Kesehatan Kota Bogor. Posbindu PTM tersebut memiliki beberapa fasilitas antara lain rumah pelayanan Posbindu yang telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas yaitu ruang periksa berisi tempat tidur yang ditutup dengan kain pembatas, meja pelayanan, timbangan digital, microtoise, meteran pita, rak dokumen berisi ATK dan kartu KMS peserta Posbindu, lemari dokumen. Kader Posbindu merupakan masyarakat setempat dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA, mempunyai kemampuan komunikasi yang baik dengan masyarakat setempat dan mampu menerima materi materi pelatihan yang diberikan secara rutin. Pelatihan diprogramkan oleh Dinas kesehatan dan dilaksanakan oleh Puskesmas Sindangbarang dengan tujuan untuk
28 meningkatkan peran kader dalam membantu pelayanan di Posbindu PTM. Materi pelatihan diberikan oleh petugas lapang Posbindu PTM yang merupakan tenaga medis lulusan D3 kebidanan dan S1 Gizi. Petugas lapang tersebut secara rutin dan periodik mengikuti training dan pelatihan ditingkat daerah maupun nasional. Pelayanan di setiap Posbindu dilaksanakan sebulan sekali dengan jenis pelayanan meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan, IMT, pengukuran tekanan darah dan konsultasi. Jika subjek memiliki keluhan yang memerlukan penanganan dokter maka petugas akan memberi rujukan rawat jalan ke Puskesmas Sindangbarang yang mempunyai cakupan layanan kesehatan yang lebih lengkap. Sebelum penelitian kader Posbindu diberi pelatihan tambahan meliputi cara pengukuran lingkar perut, lingkar panggul, LILA dan cara pengukuran tekanan darah sesuai standar pengukuran tekanan darah. Populasi dan Subjek Penelitian Subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah populasi terjangkau (accessible population), merupakan peserta Posbindu RW4 dan RW5 di kelurahan Sindangbarang. Dengan demikian maka populasi terjangkau adalah bagian dari populasi target yang dibatasi oleh tempat dan waktu sehingga subjek dapat dipilih atau langsung menjadi subjek penelitian (Ismael dan Sastroasmoro 2008). Peserta Posbindu berusia > 20 tahun keatas dan tercantum sebagai target sasaran pelayanan Posbindu terdekat dengan wilayah tempat tinggal subjek. Berdasarkan data Puskesmas Sindangbarang tahun 2014, Prevalensi hipertensi di wilayah Sindangbarang adalah 25.41%, kunjungan aktif setiap bulan adalah 2030 orang, jumlah rata-rata peserta yang tercatat resmi pada setiap Posbindu adalah 45 orang. Subjek penelitian diambil pada 4 Posbindu (@45) di 2 RW kelurahan Sindangbarang sehingga jumlah subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah 180. Tahapan Penelitian Penelitian diawali dengan pemilihan lokasi penelitian. Penarikan sampel daerah (Kecamatan dan Kelurahan ) menggunakan metode Cluster Sampling. Untuk penentuan lokasi Posbindu dengan menggunakan teknik Probability sample. Dalam hal menarik sample dilakukan dengan cara sampling without replacement, yaitu lokasi Posbindu yang telah ditarik tidak dimasukkan kembali dalam kelompok dalam melakukan penarikan lokasi berikutnya. sedangkan penarikan sampel subjek penelitian dengan metode Sampling Quota (Ismael dan Sastroasmoro 2008; Sugiyono 2015). Pada subjek dilakukan pengukuran tekanan darah, berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LILA), lingkar pinggang (Li-Pi), dan lingkar panggul (Li-Pi). Selanjutnya dilakukan wawancara untuk mengumpulkan data jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan subjek. Jenis dan Cara pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh dengan dua cara, yakni data primer (pengukuran, wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner) dan data sekunder diperoleh dari Puskesmas Sindangbarang, Dinas Kesehatan Kota Bogor. Data yang dikumpulkan dengan pengukuran meliputi tekanan darah, berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LILA), Lingkar Pinggang, dan lingkar panggul. Data yang dikumpulkan lewat wawancara adalah jenis
29 kelamin, usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan subjek. Sedangkan jumlah peserta Posbindu (populasi terjangkau) diperoleh dari data sekunder dari Laporan Penanganan Penyakit Tidak Menular Puskesmas Sindangbarang tahun 2014. Alat yang digunakan : timbangan digital, mikrotoa, meteran pita, tensimeter digital OMRON Type HEM-7200. Pengukuran antropometri: berat badan (kg), tinggi badan (cm), lingkar lengan atas (cm), lingkar pinggang (cm) dan lingkar panggul. Hasil perhitungan IMT selanjutnya dikategorikan mengikuti Tabel 5. Selanjutnya perhitungan rasio lingkar pinggang terhadap panggung menggunakan rumus (2). Hasil pengukuran Dan RLPP dianalisis tingkat risiko metabolik sindrom sesuai dengan Tabel 6 dan Tabel 7. Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung menggunakan rumus (WHO 2000).
IMT (kg/m2) = BB (kg)/[TB (m)2]
(1)
Tabel 5 Kategori indeks massa tubuh (IMT) Indonesia (Kemenkes 2014) Kurus Normal Gemuk
Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan
IMT < 17.0 17.0 – 18.4 18.5 – 25.0 25.1 – 27.0 > 27.0
Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat
Rasio Lingkar pinggang terhadap panggul dihitung menggunakan rumus (Ghosh 2007) : RLPP = lingkar pinggang (cm)/ lingkar panggul (cm)
(2)
Tabel 6 Kategori lingkar pinggang orang dewasa adalah (Lean 1995) Tingkat risiko metabolik sindrom Sangat rendah Rendah Tinggi
Lingkar pinggang (cm) Laki-laki Perempuan < 94 < 80 94-102 80-88 >102 >88
Tabel 7 Risiko komplikasi metabolik berdasarkan RLPP (WHO 2011) Faktor risiko komplikasi Lingkar pinggang metabolik (cm) Laki- Perempuan laki Cenderung meningkat ≥94 ≥ 80 Meningkat signifikan ≥ 102 ≥88
RLPP Lakilaki
Perempuan
≥0.90
≥0.85
Keterangan:WHR >1.0 pada pria dan >0.85 pada wanita mengindikasikan adanya penumpukan lemak pada perut.
30
Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh petugas kesehatan menggunakan tensimeter digital. Pengukuran dilakukan 3 kali dengan selang waktu 10 menit. Nilai tekanan darah sistolik dan diastolik disajikan sebagai nilai rata-rata dan dikategorikan menggunakan acuan pada Tabel 1. Pengolahan dan analisa data Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensial dengan menggunakan taraf signifikansi 0.05. Analisis univariat untuk menghitung nilai rata-rata, standar deviasi dan nilai minimum dan maximum untuk data numerik dan persentase untuk data kategorik. Uji normalitas data dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Uji perbedaan antara dua kelompok dengan t independent test untuk data yang terdistribusi normal dan menggunakan uji Mann whitney untuk data yang tidak terdistribusi normal. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan (korelasi) antara dua variabel dengan menggunakan uji Chi square test (contingency tables), Pearson Correlation dan Spearman rho correlation.
Hasil dan Pembahasan Hipertensi menjadi salah satu faktor risiko pintu masuk berbagai penyakit degeneratif antara lain penyakit jantung koroner, stroke dan penyakit pembuluh darah lainnya (Kemenkes 2013). Kecenderungan prevalensi hipertensi diagnosis oleh tenaga kesehatan meningkat dari 7.6% (2007) menjadi 9.5% (2013). Berdasarkan Kemenkes (2013), upaya pengendalian penyakit tidak menular khususnya hipertensi, dilakukan terhadap semua orang berusia 18 tahun ketas. Penemuan kasus melalui skrining merupakan salah satu kegiatan pengendalian penyakit. Skrining risiko PTM khususnya penemuan kasus hipertensi dapat dilakukan baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh masyarakat secara mandiri. Kegiatan skrining untuk deteksi dini hipertensi dapat dilakukan di masyarakat melalui kegiatan, seperti Posbindu PTM. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh kader kesehatan yang telah dilatih. Pemeriksaan tekanan darah dengan tensimeter digital maupun air raksa. Monitoring tekanan darah juga dapat dilakukan secara mandiri di rumah, sehingga tidak perlu datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Upaya pengendalian hipertensi dapat berhasil secara optimal dengan melibatkan peran aktif dan partisipasi masyarakat. Peran serta masyarakat dalam mencegah hipertensi dapat dilaksanakan melalui kegiatan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dengan membentuk dan mengembangkan Pos Pembinaan Terpadu PTM (Posbindu PTM). Pada Posbindu PTM dapat dilaksanakan kegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan di bawah pembinaan Puskesmas. Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan PTM dilakukan terhadap upaya: a) pencegahan, dengan indikator menemukan faktor risiko PTM; b) pengendalian, dengan indikator tidak ada penambahan kasus baru; dan/atau c. penanganan, dengan indikator mengurangi angka kecacatan atau kematian akibat penyakit (Kemenkes 2015)
31 Dengan demikian perlu dilakukan berbagai upaya pengendalian hipertensi antara lain dengan melakukan skrining dan deteksi sejak dini. Deteksi dini faktor risiko sederhana, dilakukan dengan wawancara terarah, melalui penggunaan instrumen untuk mengidentifikasi riwayat penyakit tidak menular dalam keluarga yang telah diderita sebelumnya, perilaku berisiko, pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, Indeks massa tubuh (IMT), alat analisa lemak tubuh dan pengukuran tekanan darah (Kemenkes 2012). Karakteristik subjek Karakteristik umum subjek Posbindu di Kelurahan Sindangbarang meliputi jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, pekerjaan yang disajikan pada Tabel 8. Hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, jumlah subjek perempuan 81.67% lebih banyak dibandingkan subjek jenis kelamin lakilaki. Perbedaan jumlah subjek peserta Posbindu laki-laki dan perempuan disebabkan karena hanya sedikit subjek laki-laki yang dapat mengikuti kegiatan Posbindu karena umumnya mereka bekerja. Tabel 8 Karakteristik umum subjek Posbindu Parameter Umur (tahun) 21-30 (%) 31-40 41-50 51-60 >60 Pekerjaan Jenis Pekerjaan (%) Tidak bekerja PNS/ABRI Pensiunan Karyawan Swasta Buruh Pabrik Petani/Nelayan Pedagang (wiraswasta) Tingkat Pendidikan Tidak pernah sekolah Sekolah non formal Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Sarjana
Laki-laki (n=33) Rerata + SD 49.61+8.35a 0 12.1 45,5 33,3 9.1 5.52+ 2.18c
Perempuan (n=147) Rerata + SD 47.48+10.37a 2.0 23.1 37.4 28.6 8.8 1.82+ 2.10d
0 6.06 18.18 18.18 9.1 6.06 9.1 33.33 4.94 +1.42c 3.0
85.71 0.68 0.68 0.68 0 1.36 5.44 5.44 % 4.18+1.41d 4.1
3.0 12.1 12.1 21.2 45.5 3.0
5.4 25.2 24.5 15.0 25.2 0.7
Nilai P 0.272
0.000*
0.022*
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (a,b, Uji indenpendent T test),( c, d Uji Mann –Whitney )
32 Rerata usia subjek laki-laki tidak beda signifikan dengan rerata usia subjek perempuan. Jumlah subjek terbanyak pada kelompok umur 41-50 tahun, subjek laki-laki sebesar 45.45% dan subjek perempuan sebanyak 37.41%. Pekerjaan subjek laki-laki berbeda signifikan dengan pekerjaan subjek perempuan. Semua subjek laki-laki bekerja sedangkan 85.71% perempuan berprofesi sebagai ibu rumah tangga (tidak bekerja) Proporsi tertinggi pekerjaan laki-laki adalah wiraswasta yaitu sebesar 33.33%. Hasil penelitian ini didukung oleh data yang disajikan dalam laporan Jawa Barat dalam Angka (2014), yang menunjukkan bahwa proporsi pekerja pria sebanyak 68% dan hanya 32% perempuan bekerja (BPS 2014). Berdasarkan tingkat pendidikan, ada perbedaan signifikan antara pendidikan subjek laki-laki dan pendidikan subjek perempuan. Proporsi tingkat pendidikan subjek laki-laki tertinggi adalah SMA sebesar 45.45%. Berdasarkan tingkat pendidikan, subjek perempuan sebanyak 25.17% tidak Lulus SD dan 25.17% lulus SMA. Perbedaan proporsi tingkat pendidikan subjek laki-laki dan perempuan tidak memengaruhi proporsi hipertensi pada subjek laki-laki dan perempuan seperti yang disajikan pada Tabel 9. Karakteristik antropometri dan tekanan darah subjek Karakteristik antropometri menjadi salah satu prediktor faktor risiko hipertensi. Karakteristik antropometri seluruh subjek ditampilkan pada Tabel 9. Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata tekanan darah sistolik dan diastolik subjek laki-laki dan perempuan tidak berbeda signifikan. Proporsi subjek lakilaki dan perempuan yang mempunyai tekanan darah normal masing-masing sebanyak 42.4% dan dan 36.7%. Subjek laki laki dan perempuan yang mengalami kenaikan tekanan darah masing-masing sebesar 57.6% dan 63.2%. Proporsi prahipertensi subjek laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 36.4% dan 34.7%. Proporsi hipertensi I pada subjek laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 12.1% dan 19.0%. Proporsi hipertensi tipe II pada subjek laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 9.1% dan 9.5%. Menurut Kemenkes (2013), jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai risiko sekitar 2.3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan dengan perempuan karena pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung kurang sehat yang dapat meningkatkan tekanan darah. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat akibat faktor hormonal. Hal tersebut juga telah dijelaskan dalam penelitian Coylewright et al. (2008), yang menyatakan hormon seks atau jenis kelamin memiliki peran penting dalam hipertensi yang dikaitkan dengan berat badan dan konsentrasi kolesterol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi hipertensi pada subjek laki-laki dan perempuan pada penelitian ini tidak berbeda karena jumlah subjek laki-laki dan perempuan yang terlibat dalam penelitian ini tidak sama, sedangkan kelompok usia yang banyak terlibat dalam penelitian ini mempunyai rentang usia yang cukup luas yaitu berusia > 20 tahun keatas, dengan proporsi tertinggi pada golongan usia 4150 tahun. Rerata IMT subjek laki-laki berbeda signifikan dengan rerata IMT subjek perempuan, namun kedua jenis kelamin masih dalam kisaran normal (18.5 – 25.0). Berdasarkan kategori IMT, persen masing-masing kategori IMT subjek
33 laki-laki tidak berbeda signifikan dengan persen masing-masing kategori IMT subjek perempuan. Proporsi subjek laki laki dan perempuan kurus ringan dan berat masing masing 6.0% dan 7.5 %. Subjek laki-laki dan perempuan yang mempunyai IMT normal masing-masing sebesar 72% dan 51.02%. Subjek lakilaki dan perempuan gemuk ringan dan gemuk berat masing-masing adalah 21.2% dan 41.5%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IMT berlebih pada perempuan 1.96 kali lebih banyak dibanding dengan subjek laki-laki. Temuan Ranasinghe et al. (2013), dalam penelitian Cross sectional untuk mengetahui hubungan antara IMT dan persentase lemak tubuh pada berbagai kelompok etnis terhadap 1114 orang dewasa dari 18-83 tahun, menyatakan pentingnya usia dan jenis kelamin ketika menggunakan IMT untuk memprediksi persen lemak tubuh / obesitas, dalam suatu populasi. Tabel 9 Karakteristik antropometri dan tekanan darah berdasarkan jenis kelamin Variabel Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg) Kategori Tekanan darah (%) Normal (%) Prahipertensi Hipertensi I Hipertensi II IMT Kategori IMT (%) Kurus berat Kurus ringan Normal Gemuk ringan Gemuk berat LILA (cm) Li-Pi (cm) Li-Pa (cm) RLPP
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan c 126.73+ 16.81 130.48 +21.86 c (100-169) (91-234) c 79.67 + 13.47 81.09 + 13.74 c (64-102) (55-178)
42.4 36.4 12.1 9.1 22.98+3.30a (15.94-29.78)
36.7 34.7 19.0 9.5 24.50+3.67b (15.15-33.33)
3.0 3.0 72.7 12.1 9.1 28.06 +2.94a 80.54+10.27a 89.94 + 8.02a 0.91 + 0.11c (0.74-1.38)
2.7 4.8 51.0 17.0 24.5 28.88+3.19a 82.86+10.22a 93.71+ 9.02b 0.89+0.09 c (0.62-1.34)
Nilai P 0.432 0.710
0.03*
0,150 0.241 0.028* 0.302
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf subscript yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (a,b, Uji indenpendent T test),( c, d Uji Mann –Whitney )
Hasil penelitian Ranasinghe et al., menemukan bahwa IMT perempuan signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan laki.laki. IMT berkorelasi positif dengan usia ( laki-laki r =0.47, perempuan r =0.64; p < 0.000), dengan demikian IMT akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Gierach et al. (2014) meneliti 839 pasien dengan sindrom metabolik, 345 orang (41.1%) dan 494
34 perempuan (58.9%) berusia 32-80 tahun, menyimpulkan lingkar pinggang secara signifikan berkorelasi sangat kuat dengan IMT (R = 0.78, P <0.01). Menurut Pio-Magalhaes et al. (2008), menyimpulkan bahwa variabel antropometri seperti LILA, distribusi lemak tubuh secara signifikan terkait dengan parameter ekokardiografi, khususnya pada wanita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata LILA, Lingkar pinggang dan rasio pinggang-panggul subjek lakilaki dan perempuan tidak beda signifikan. Namun berdasarkan rerata lingkar pinggang, perempuan (≥ 80) lebih berisiko menderita hipertensi dibandingkan dengan laki-laki (< 94). Sedangkan berdasarkan nilai RLPP pada laki-laki > 0.90 dan perempuan > 0.85, sehingga kedua jenis kelamin sangat berisiko mengalami kompilkasi metabolik. Pengukuran faktor risiko PTM dengan menggunakan alat (pengukuran kegemukan/obesitas). Untuk menentukan kegemukan diperlukan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dan lingkar perut. Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan penderita hipertensi ditemukan 20-33% mengalami overweight (Kemenkes 2013). Proporsi Prahipertensi berdasarkan kategori usia Proporsi hipertensi berdasarkan kategori usia disajikan pada Tabel 10. Hasil analisis menunjukkan dari seluruh subjek yang terlibat dalam penelitian ini, subjek terbanyak adalah kelompok usia 41-50 tahun yaitu sebesar 38.9% dan terendah pada kelompok usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 1.7%. Berdasarkan kategori hipertensi, terlihat bahwa kenaikan tekanan darah terjadi pada semua kelompok umur dengan persentase berbeda. Proporsi subjek kelompok usia 21-30 tahun yang mempunyai tekanan darah normal sebanyak 66.7% dan prahipertensi sebesar 33.3 %. Pada kelompok 31-40 tahun sebanyak 55.3% mempunyai tekanan darah normal dan sebanyak 44.7% subjek mengalami kenaikan tekanan darah, proporsi prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 28.9% dan 15.8%. Subjek kelompok usia 41-50 tahun yang memiliki tekanan darah normal sebesar 35.7% dan 64,3 % subjek mengalami kenaikan tekanan darah, proporsi prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 40.0% dan 24.2%. Proporsi subjek kelompok usia 51-60 tahun yang mempunyai tekanan darah normal sebanyak 32.1%, subjek yang mengalami kenaikan tekanan darah sebesar 67.9%, proporsi prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 31.2% dan 36.8%. Sedangkan pada subjek berusia > 60 tahun, hanya 18.8 % subjek mempunyai tekanan darah normal. Sebanyak 81.2 % subjek mengalami kenaikan tekanan darah, proporsi prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 37.5% dan 43.8%. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa semakin meningkat usia semakin besar persentase kenaikan tekanan darah baik pada kategori prahipertensi maupun hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Haque dan Jahan (2015), yang menyimpulkan tekanan darah berhubungan dengan usia.
35 Tabel 10 Proporsi hipertensi berdasarkan kategori usia (%) Kategori Usia (tahun) 21-30 31-40 41-50 51-60 >60
Normal (n=68) 66.7 55.3 35.7 32.1 18.8
Persentase Prahipertensi H-I (n=63) (n=32) 33.3 0 28.9 7.9 40.0 17.1 32.1 26.4 37.5 18.8
H-II (n=17) 0 7.9 7.1 9.4 25.0
Total (n= 180) 1.7 (n=3) 21.1 (n=38) 38.9 (n=70) 29.4 (n=53) 8.9 (n=16)
Proporsi Hipertensi berdasarkan kategori IMT Hipertensi sering dikaitkan dengan obesitas, sehingga IMT dapat digunakan sebagai indikator awal adanya hipertensi. Penelitian Pang et al. (2008), menyimpulkan kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko prahipertensi dan hipertensi pada laki laki dan perempuan. Hasil analisis berdasarkan kategori IMT menunjukkan, secara keseluruhan 7.2% subjek tergolong kurus, 55% subjek tergolong normal dan 37.8% tergolong gemuk ringan dan gemuk berat. Proporsi hipertensi berdasarkan kategori IMT disajikan pada Tabel 11. Hasil analisis menunjukkan bahwa subjek sangat kurus, mempunyai tekanan darah normal dan prahipertensi masing-masing sebanyak 40% dan 60%. Subjek kurus ringan mempunyai tekanan darah normal, prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 25%, 25% dan 50%. Subjek dengan IMT normal, mempunyai tekanan darah normal, mengalami prahipertensi dan hipertensi masing-masing adalah 39.4 %, 37.4 dan 23.3%. Subjek gemuk ringan, mempunyai tekanan darah normal, yang mengalami prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 41.4%, 27.6% dan 31%. Subjek gemuk berat mempunyai tekanan darah normal, mengalami prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 33.3%, 33.3% dan 33.3%. Tabel 11 Proporsi hipertensi berdasarkan kategori IMT Kategori IMT Kurus Berat kurus ringan Normal Gemuk ringan Gemuk berat
Normal 40.0 25.0 39.4 41.4 33.3
Persentase Prahipertensi H-I 60.0 25.0 37.4 27.6 33.3
0 25.0 15.2 13.8 28.2
H-II 0 25.0 8.1 17.2 5.1
Jumlah (%) 5 (2.8) 8 (4.4) 99 (55) 29 (16.1) 39 (21.7)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan tekanan darah berdasarkan kategori IMT, terjadi pada semua kategori IMT. Hal ini disebabkan karena tekanan darah tidak hanya dipengaruhi IMT namun dipengaruhi juga oleh faktorfaktor lain yaitu usia, umur, pola makan, aktifitas fisik. Hal tersebut sesuai pendapat Adrogué dan Madias (2007), yang menyatakan bahwa hipertensi merupakan masalah yang kompleks, berkaitan dengan pola makan yang kurang
36 baik, kurangnya aktifitas fisik, kelebihan berat badan, ras, faktor genetik, kebiasaan merokok, jenis kelamin, stress dan menurunnya kemampuan metabolik dan fungsional karena proses penuaan yang dikaitkan dengan usia. Hubungan Jenis kelamin, Umur dan Antropometri dengan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik. Faktor-faktor risiko hipertensi yang telah diidentifikasi digolongkan menjadi dua yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu jenis kelamin, usia, genetik dan ras, serta faktor-faktor yang dapat dimodifikasi antara lain kelebihan berat badan, asupan natrium yang tinggi, asupan kalium yang rendah, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, aktfitas fisik yang rendah dan adanya faktor stress (Slama et al. 2002; Hammami et al. 2011; Pantea et al. 2011). Hasil analisis hubungan antropometri sebagai prediktor faktor risiko hipertensi terhadap tekanan darah disajikan pada Tabel 12. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tekanan darah sistolik dan diastolik (p >0.05). Meskipun jenis kelamin tidak memengaruhi tekanan sistolik dan diastolik, namun rerata tekanan darah sistolik dan diastolik dan jumlah penderita hipertensi pada subjek perempuan cenderung lebih tinggi dari subjek laki-laki. Hasil penelitian Yang et al. (2015), menyatakan prevalensi hipertensi pada lakilaki menurun dengan meningkatnya usia (p<0.001), sebaliknya prevalensi hipertensi untuk wanita meningkat seiring meningkatnya usia (p<0.001). Pernyataan tersebut senada pula dengan temuan Cifkova et al. (2008), yang menyimpulkan bahwa prevalensi hipertensi pada perempuan sebelum menopause lebih rendah dari laki-laki, namun setelah menopause hipertensi pada perempuan akan lebih tinggi dari laki-laki. Hal tersebut terjadi karena menurunnya estrogen, meningkatnya stress oksidatif, disfungsi sel endotel, meningkatnya aktivasi sistem renin angiotensin dan sistim saraf simpatik. Selanjutnya Balan dan Popescu (2014), menyatakan bahwa hipertensi pada wanita lebih banyak tidak dikontrol diakibatkan karena ketidak patuhan dalam mengonsumsi obat, gaya hidup yang tidak sehat dan kurangnya pemahaman tentang hipertensi. Selanjutnya hasil analisis juga menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan sangat signifikan antara umur dan tekanan sistolik subjek (p ≤ 0.01), namun tidak mempunyai hubungan signifikan dengan tekanan diastolik (p > 0.05). IMT tidak mempunyai hubungan dengan tekanan darah sistolik (p> 0.05), namun mempunyai hubungan yang signifikan dengan tekanan darah diastolik (p ≤ 0.05). Hubungan antara tekanan darah diastolik dan IMT juga telah dijelaskan dalam laporan WHO tahun 2000, bahwa meningkatnya tekanan diastolik terjadi seiring dengan meningkatnya IMT dan prevalensi hipertensi akan meningkat 2.9 kali pada subjek dengan berat badan berlebih dibandingkan subjek dengan berat badan normal. LILA tidak berhubungan dengan tekanan sistolik (p>0.05), tetapi mempunyai hubungan signifikan dengan tekanan diastolik (p≤0.05). Lingkar pinggang berhubungan sangat signifikan dengan tekanan darah sistolik (p≤ 0.01) dan tekanan darah diastolik (p≤ 0.01). Lingkar Panggul mempunyai hubungan signifikan dengan tekanan darah sistolik ((p≤0.05), tetapi tidak mempunyai berhubungan dengan tekanan darah diastolik (p>0.05).RLPP tidak mempunyai hubungan dengan tekanan darah sistolik dan diastolik (p>0.05). Hasil analisis secara keseluruhan menunjukkan bahwa tekanan darah tidak berhubungan dengan jenis kelamin, namun berhubungan dengan umur, IMT,
37 LILA, Lingkar panggul dan RLPP. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Haque dan Jahan (2015), yang menyimpulkan tekanan darah berhubungan dengan usia, berat badan, IMT, lingkar perut dan rasio pinggang terhadap panggul. Menurut Khanam et al. (2015), hasil analisis multivariat menunjukkan bertambahnya usia dapat meningkatkan risiko kejadian hipertensi 2.3 kali (OR = 2.3; 95% CI: 1.84-2.87), dan peningkatan IMT meningkatkan risiko prahipertensi 4,67 kali (OR = 4.67; 95% CI: 3.35-6.51). Sebelumnya Mateos et al. (2011), juga menjelaskan bahwa bertambahnya usia dapat meningkatkan risiko hipertensi karena adanya peningkatan tekanan pembuluh darah yang tidak meregang lagi. Seiring dengan bertambahnya usia terjadi pula berbagai perubahanperubahan fisiologi antara lain; perubahan jumlah, susunan dan struktural dari sel endotel, peningkatan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) dan terjadinya inflamasi. Demikian juga penelitian Yadav et al. (2008), menyatakan bahwa bertambahnya umur, IMT, obesitas sentral terkait secara signifikan dengan prevalensi prahipertensi dan hipertensi. Pang et al. (2008), menyimpulkan bahwa ada hubungan yang kuat antara IMT dan hipertensi, sehingga faktor obesitas dan kelebihan menjadi salah satu faktor risiko yang mendapat perhatian saat ini. Pernyataan Pang et al. tersebut didukung pula dengan hasil penelitian Mungreiphy et al. (2011), yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara BMI dan tekanan darah. Tabel 12 Hubungan jenis kelamin, umur dan antropometri dengan tekanan darah sistolik dan diastolik Parameter Pengukuran
Jenis Kelamin Umur IMT LILA Lingkar Pinggang (Li-Pi) Lingkar Panggul (Li-Pa) RLPP
Tekanan Darah Sistolik Koefisien Nilai P Korelasi 0.049 0 .571a
Tekanan Darah Diastolik Koefisien Nilai P Korelasi -0.028 0.711
Kategori Hipertensi
0.296 0.110 0.143 0.236
0.000** 0.140 0.056 0.001**
0.021 0.173 0.159 0.193
0.779 0.020* 0.033* 0.009**
0.266 0.056 0.095 0.256
0.000** 0.452 0.202 0.001**
0.152
0.041*
0.136
0.069
0.118
0.115
0.131
0.079
0.133
0.074
0.158
0.035*
Koefisien Nilai P Korelasi 0.058 0.442
Keterangan : aChi Square Test),p<0,05, Pearson Correlation,*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed),**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Ϯ Spearman rho
Selanjutnya hasil penelitian Dien et al. (2014) juga menyimpulkan bahwa ada hubungan indeks massa tubuh dengan tekanan darah pada penderita hipertensi. Menurut Dhall et al. (2011), IMT dan RLPP mempunyai hubungan yang kuat dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Hasil penelitian Nkeh et al.
38 (2015), menyimpulkan bahwa lingkar pinggang juga berkorelasi secara signifikan dengan tekanan darah, hipertensi dan prahipertensi pada wanita tapi tidak pada laki-laki. Menurut White et al. (1988), korelasi parsial terhadap subjek perempuan dan laki-laki menunjukkan bahwa variabel Umur, IMT dan rasio pinggang terhadap panggul RLPP) mempunyai pengaruh terhadap tekanan darah diastolik. RLPP merupakan faktor kedua setelah IMT. RLPP memiliki korelasi yang positif secara signifikan dengan hipertensi bila dibandingkan dengan semua parameter antropometrik lainnya. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian John (2009). Hasil penelitian Saeed dan Al-Hamdan (2013), menyatakan RLPP adalah prediktor yang paling penting untuk tingkat tekanan darah dan penyakit hipertensi. Indikator antropometri yang dapat dijadikan prediktor hipertensi berbeda antar jenis kelamin. Beck et al. (2011), lebih menyarankan lingkar pinggang digunakan untuk memprediksi tekanan darah tinggi. Menurut Akamo et al. (2015), RLPP merupakan prediktor sedikit lebih baik pada pria, sedangkan pada wanita, lingkar pinggang sedikit lebih baik daripada yang lain. Dengan demikian maka pengukuran anthropometri bermanfaat sebagai langkah awal untuk memprediksi risiko terjadinya hipertensi. Simpulan Proporsi prahipertensi pada subjek laki-laki tidak berbeda signifikan dengan proporsi prahipertensi pada subjek perempuan. Prahipertensi terjadi pada semua umur. Proporsi prahipertensi tertinggi pada kelompok usia 41-50 tahun. Prahipertensi terjadi pada semua kategori IMT, proporsi prahipertensi tertinggi pada kategori kurus berat (IMT<17.0), sedangkan proporsi hipertensi tertinggi pada subjek dengan kategori IMT gemuk berat (IMT>27.0). Ada korelasi positif yang sangat signifikan antara umur dan lingkar pinggang dengan tekanan darah, kategori hipertensi (p≤ 0.01), maka semakin besar lingkar pinggang, bertambah usia maka semakin tinggi pula tekanan darah subjek. Ada korelasi positif antara IMT, LILA, lingkar panggul dan RLPP (p≤0.05) dengan tekanan darah, artinya semakin besar IMT, LILA, lingkar panggul dan RLPP maka semakin tinggi pula tekanan darah subjek.
39
5 PENGEMBANGAN MINUMAN FUNGSIONAL UNTUK PENDERITA PRAHIPERTENSI Pendahuluan Prahipertensi merupakan tahap awal terjadinya peningkatan tekanan darah. Prahipertensi mempunyai tekanan darah sistolik berkisar antara 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolik berkisar antara 80-89 mmHg. Prahipertensi sebaiknya ditangani sejak dini agar tidak berlanjut menjadi hipertensi. Penanganan dini prahipertensi dengan diet DASH dianjurkan sebagai upaya untuk menghindari konsumsi obat (Svetkey et al. 1999; Lichtenstein et al. 2006; Weber et al. 2014). DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) merupakan diet yang dirancang untuk mengobati atau mencegah hipertensi (Svetkey et al. 1999; Akita et al. 2003). Diet DASH mengandung tinggi kalium, magnesium serta serat (Lenfant et al. 2003; Al-Solaiman et al. 2009). Kalium dan serat banyak terdapat pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Pisang merupakan salah satu sumber mineral alami terutama kalium dan magnesium yang banyak tersedia di masyarakat (Imam dan Akter 2011). Satu buah pisang (dengan kulit) seberat 115 g mengandung berbagai mineral antara lain 451 mg kalium, 32 mg magnesium, 22 mg fosfor (Fennema 1996). Menurut Griep et al. (2013), kebiasaan mengonsumsi pisang dapat membantu mengontrol tekanan darah. Pisang juga mudah dijumpai pada sebagaian besar wilayah Indonesia. Di Indonesia terdapat kurang lebih 230 jenis pisang, tetapi hanya beberapa yang dapat diolah. Pisang Raja Bulu merupakan salah satu jenis pisang yang dapat dikonsumsi langsung dan dapat juga diolah menjadi produk lain (Prabawati dan Setyabudi 2011). Pisang Raja Bulu disukai karena rasanya yang enak dan penampakannya yang juga menarik. Daging buah pisang yang telah matang berwarna kuning kemerahan, bila dimakan terasa legit, manis dan mempunyai aroma harum (Soeseno 2007). Bahan pangan lain yang juga mempunyai banyak manfaat kesehatan adalah kedelai (Welty et al. 2007). Kedelai dapat menurunkan tekanan darah, mencegah terjadinya hipertensi serta mengurangi stress oksidatif (Vasdev dan Stuckless 2010). Kedelai (Glycine max L.) merupakan sumber protein nabati dan mineral yang cukup tinggi serta dapat diolah menjadi berbagai produk. Produk olahan kedelai antara lain tempe, tahu, tauco, kecap, kembang tahu dan susu kedelai. Susu kedelai merupakan salah satu olahan yang merupakan hasil ekstraksi kedelai oleh air (Muchtadi 2010). Susu kedelai sering kurang disukai karena citarasa yang langu. Citarasa langu pada susu kedelai dipengaruhi oleh sifat genetis dan cara pengolahannya. Kedelai varietas Wilis yang diolah menjadi susu kedelai mempunyai sifat organoleptik yang disukai kedua setelah varietas Ponorogo (Ginting dan Antarlina 2002). Pisang dan kedelai dapat dikonsumsi langsung atau diolah menjadi berbagai produk makanan. Diversifikasi pengolahan serta mengembangkan kedua jenis pangan tersebut menjadi produk baru dapat menambah pilihan untuk konsumen. Pisang dan kedelai dapat juga dikembangkan menjadi produk baru yang mempunyai manfaat kesehatan. Salah satu produk yang mulai banyak dikembangkan dan digemari masyarakat adalah minuman siap konsumsi, yang dapat menghemat waktu tanpa mengabaikan rasa dan asupan gizi yang dibutuhkan
40 (Endrizzi et al. 2009). Salah satunya produk siap konsumsi yang mulai banyak dikembangkan adalah minuman fungsional. Minuman fungsional merupakan produk minuman non alkohol, dapat berupa minuman berenergi, minuman herbal, jus dan berbagai minuman yang diperkaya dengan gizi dan non gizi yang bermanfaat meningkatkan kesehatan (Duyff 2012). Penelitian Penggalih et al. (2012), menyimpulkan bahwa pemberian 500 ml minuman isotonik pisang pada subjek dehidrasi, berpengaruh terhadap tekanan darah dan dapat memperbaiki toleransi ortostatik. Toleransi ortostatik merupakan suatu kondisi yang sering dikaitkan dengan status dehidrasi seseorang dengan memantau denyut jantung dan tekanan darah. Selanjutnya minuman cincau hijau dikembangkan oleh Sundari et al. (2014), dapat menurunkan tekanan sistolik setelah intervensi selama 14 hari. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan minuman fungsional untuk penderita hipertensi menggunakan bahan pisang Raja Bulu Bulu dan Kedelai varietas Wilis, menganalisis uji kesukaan produk, serta menganalisis sifat fisik dan gizi produk yang terpilih.
Metode Desain, waktu dan tempat Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu perlakuan proporsi susu kedelai (ml) dan pisang (g) dengan tiga formula yaitu F1(1000:250), F2 (1000:350) dan F3 (1000:500). Pelaksanaan penelitian dimulai Oktober 2014 sampai Februari 2015. Uji penerimaan dilakukan oleh 40 panelis wanita berusia 25-60 tahun dan bertempat tinggal di RT IV, Kelurahan Sindangbarang, Bogor. Analisis kandungan Gizi dan fisik dilakukan di Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro, Bogor. Bahan dan alat Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan produk ini adalah pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca L.) dengan tingkat kematangan optimal dan susu kedelai dari varietas Wilis (Glycine max L.), gula pasir dan air. Beberapa bahan kimia yang digunakan untuk pengujian kandungan gizi dan mineral adalah HCl, aquades, CaCO3, KCl, NaOH, H3BO3, AgNO3 dan bahan kimia lainnya. Alat yang digunakan untuk pembuatan produk antara lain blender, kompor, panci, kain penyaring, cup sealer, gelas plastik ukuran 300 ml, termometer. Peralatan untuk uji organoleptik yaitu gelas plastik ukuran 50 ml, sendok plastik kecil dan nampan saji dan label. Peralatan untuk analisis kimia dan fisika produk adalah erlenmeyer, gelas piala, pipet, gelas ukur, cawan, oven, tanur, labu kjeldahl, hot plate, penangas uap, desikator, timbangan analitik, AAS dan Viscometer Brookfield (Type RVDNII+).
41 Pembuatan minuman fungsional (produk) Pembuatan produk dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari proses pembuatan minuman sari buah pisang hasil penelitian Prabawati dan Setyabudi (2011). Pembuatan produk meliputi tiga tahap yaitu persiapan bahan, formulasi dan pencampuran Persiapan bahan. Persiapan bahan dalam pembuatan produk persiapan bahan kedelai dan pisang serta pembuatan susu kedelai. Prosedur pembuatan susu kedelai merupakan modifikasi dari penelitian Ginting dan Antarlina (2002). Susu kedelai dibuat dengan tahapan : kedelai disortasi, ditimbang, dicuci dan direndam menggunakan air panas selama 10 jam. Setelah itu, kedelai dikupas dan dibersihkan kulit ari, hilum dan bagian embrio sampai bersih. Biji kedelai yang sudah bersih dikukus selama 20 menit lalu dipindahkan ke dalam baskom dan dibiarkan selama 10 menit. Kedelai kukus yang masih hangat diblender sedikit demi sedikit dan ditambahkan air matang dengan perbandingan kedelai dan air adalah 1 : 8 (b/v). Bubur kedelai yang telah halus disaring menggunakan penyaring yang dilapisi kain saring sehingga diperoleh cairan ekstrak kedelai. Cairan hasil ekstrasi ditambahkan dengan 2% gula pasir, dimasak sambil diaduk sampai mendidih. Susu kedelai yang telah matang kemudian didinginkan 5 menit. Persiapan bahan lain adalah pengukusan pisang dengan memodifikasi hasil penelitian Oluwalana et al. (2011). Pisang dikupas, dibersihkan, dikukus selama 15 menit. Pisang kukus dipindahkan ke baskom, didinginkan 10 menit dan selanjutnya dibersihkan dari kulit ari, dibelah dan dibuang bagian biji pisang. Formulasi produk. Formulasi produk meliputi pengukuran volume susu kedelai dan penimbangan pisang kukus untuk masing-masing formula produk yaitu yang merupakan perbandingan susu kedelai (ml) dan pisang (g), yaitu F1(1000:250), F2 (1000:350) dan F3 (1000:500). Selanjutnya dilakukan pencampuran bahan minuman untuk masing-masing formula dilakukan secara terpisah. Perlakuan satu formula diulang sebanyak tiga kali, masing-masing dimasak pada suhu 90oC selama 10 menit. Minuman yang telah masak dimasukkan dalam wadah panci stainless bersih, kemudian direndam pada baskom berisi air (suhu kamar) selama 10 menit. Selanjutnya minuman dituang pada wadah gelas plastik ukuran 300 ml, disealer dan direndam dalam baskom berisi air (suhu kamar) selama 10 menit. Uji hedonik dan penerimaan produk Uji hedonik dan penerimaan produk dilakukan oleh 40 panelis wanita berusia 25-60 tahun. Uji hedonik dan penerimaan produk terhadap parameter warna, rasa, aroma dan kekentalan, diberikan pada rentang penilaian antara 1-3, yaitu 1 untuk nilai tidak suka, 2 untuk nilai biasa dan 3 untuk nilai suka (Setianingsih et al. 2010). Uji hedonik produk ditampilkan dalam nilai mean dan modus (persentase panelis). Sedangkan uji daya terima ditampilkan dalam persentase. Analisis fisik dan gizi produk Setelah diperoleh produk terpilih, dilakukan analisis fisik dan gizi produk dengan 3 kali ulangan, kemudian dihitung reratanya. Analisis fisik yang dilakukan adalah pengukuran viskositas (kekentalan). Analisis kandungan zat gizi produk terpilih meliputi analisa air (SNI.01-2891-1992, butir 5.1), kadar abu
42 (SNI.01-2891-1992, butir 6.1), kadar protein (SNI.01-2891-1992, butir 7.1), kadar lemak (SNI.01-2891-1992, butir 8.1), karbohidrat (metode by difference), serat pangan (AOAC.985.29.2005), total gula (SNI.01-2892-1992, butir 3.1) dan mineral (kalium, natrium, kalsium dan magnesium) (AOAC.985.35/50.1.14.2005 dan SNI. 06-6989-11-2004). Pengolahan dan analisis data Data hasil analisisi fisik, zat gizi produk dan uji organoleptik dianalisis secara deskriptif berdasarkan nilai rata-rata. Untuk mengetahui pengaruh formula produk terhadap tingkat kesukaan sensoris dan daya terima produk digunakan uji Kruskal Wallis. Analisa data menggunakan perangkat lunak IBM SPSS 21.
Hasil dan Pembahasan Kandungan gizi bahan dasar untuk pembuatan produk Bahan pembuatan produk dalam penelitian ini adalah kedelai varietas Wilis dan pisang Raja Bulu. Hasil analisis rerata kandungan gizi kedelai dan pisang yang digunakan dalam pembuatan produk ditampilkan pada Tabel 13. Tabel 13 Rerata kandungan gizi pisang Raja Bulu dan kedelai varietas Wilis (100 g) Bahan
Pisang Analisis TKPIϯ
Kadar Air (% bk) Kadar Abu (% bk) Protein N X 6,25 (% bk) Lemak (% bk) Karbohidrat (% bk)
63.60 0.78 1.36 0.18 34.10
65.80 1.20 0.20 33.60
Kedelai Analisis Hasil Penelitian* 3.72 6.70 5.23 5.90 42.60 37.70 12.90 18.60 35.60 34.80
Keterangan :*Penelitian Ginting & Antarlina (2002), Ϯ TKPI (Mahmud & Zulfianto 2009)
Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata kandungan protein, lemak dan karbohidrat pisang Raja Bulu hampir sama dengan data komposisi gizi pisang Raja yang tercantum pada TKPI (Tabel Komposisi Pangan Indonesia). Kandungan gizi kedelai varietas Wilis yang digunakan dalam penelitian ini dibandingkan dengan kedelai yang digunakan pada penelitian Ginting dan Antarlina (2002). Hasil analisa menunjukkan kandungan gizi pada kedelai yang digunakan untuk pembuatan produk mempunyai rerata kadar air dan kadar lemak lebih kecil dibandingkan hasil penelitian Ginting dan Antarlina (2002). Rerata kadar abu kedelai hampir sama, sedangkan rerata kadar protein kedelai yang digunakan dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan protein kedelai yang digunakan pada penelitian Ginting dan Antarlina (2002). Perbedaan kandungan gizi kedelai dapat disebabkan karena perbedaan faktor geografis dan teknik budidaya tanaman tersebut (DeMan 1999; Kuntyastuti et al. 1999).
43 Analisis mineral dilakukan pada bahan mentah dan setelah bahan diproses untuk pembuatan produk. Rerata kandungan mineral pisang Raja Bulu dan kedelai varietas Wilis ditampilkan pada Tabel 14. Tabel 14 Rerata kandungan mineral pada kedelai varietas Wilis dan pisang Raja Bulu (mg/100 g) Bahan Pisang Raja Bulu segar Pisang Raja Bulu kukus Kedelai Susu kedelai
Kandungan mineral Na K Ca 14.90 351.00 21.20 <0.01 428.00 44.20 119.00 495.00 168.00 1.41 18.10 2.41
Mg 33.40 44.00 83.20 2.22
Kandungan gizi pada pisang dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah dan cara pengolahannya (Baiyeri et al. 2013). Pengukusan pisang dilakukan untuk menginaktifkan enzim fenolase (Nurhuda et al. 2013). Menurut (Sims dan Bates 1994), pemanasan suhu 80oC selama 1-2 menit dapat mencegah terjadinya pencoklatan (browning) yang disebabkan adanya enzim fenolase (polyphenol oxidase) pada pisang. Selain menginaktifkan enzim fenolase, pengukusan juga dapat mengurangi kehilangan zat gizi akibat pengolahan (Yuan et al. 2009). Menurut Lazar et al. (1972), pengukusan merupakan pengolahan makanan menggunakan blanching uap, dengan kehilangan zat gizi terendah. Hasil analisa kandungan mineral kalium, kalsium dan magnesium pisang yang digunakan pada penelitian ini meningkat setelah proses pengukusan. Peningkatan kandungan mineral pada pisang kukus disebabkan oleh berkurangnya kadar air pada bahan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Marimuthu et al. (2012), yang menunjukkan bahwa kandungan air pada bahan yang dimasak lebih rendah dibandingkan dengan bahan mentah. Sebaliknya kandungan mineral pada kedelai menurun setelah diolah menjadi susu kedelai, hal ini disebabkan karena terjadi pengenceran kedelai dengan menggunakan air. Formulasi produk Formulasi minuman fungsional dikembangkan dengan percobaan skala laboratoriumyan yang diulang sebanyak 3 kali (Abu-Ghoush et al. 2009). Penentuan formula produk berdasarkan proporsi penambahan pisang dan kandungan kalium persaji minuman fungsional (300 ml). Percobaan pendahuluan dilakukan untuk menetapkan kisaran proporsi susu kedelai dan pisang dalam pembuatan produk. Selanjutnya formulasi produk yang dikembangkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Proporsi susu kedelai dan pisang Bahan Susu kedelai (ml) Pisang Raja Bulu kukus (g) Gula pasir (g)
F1 1000.00 250.00 20.00
F2 1000.00 350.00 20.00
F3 1000.00 500.00 20.00
44 Kekentalan produk dipengaruhi oleh jumlah pisang yang ditambahkan pada susu kedelai dalam volume yang sama. Semakin banyak proporsi pisang yang ditambahkan dalam satu liter susu kedelai maka semakin tinggi kekentalan produk minuman fungsional tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zahn et al. (2013), proporsi bahan dalam memodifikasi formula produk dapat memengaruhi viskositas (kekentalan) dan sangat terkait dengan atribut sensoris tekstur, aroma dan rasa produk. Proporsi pisang yang kurang dari 250 g/liter susu kedelai akan menyebabkan kandungan kalium menjadi rendah, sedangkan penambahan pisang lebih dari 500 g/liter susu kedelai menyebabkan produk sangat kental dan menyerupai pasta. Selanjutnya terhadap semua produk dilakukan pengujian viscositas untuk mengetahui kekentalan produk. Data kekentalan 3 formula produk ditampilkan pada Tabel 16. Hasil pengujian kekentalan produk menunjukkan bahwa formula F1 mempunyai tingkat kekentalan paling rendah dan tingkat kekentalan tertinggi pada formula F3. Tabel 16 Data kekentalan formula produk Formula
F1 F2 F3
Suhu Pengukuran (oC) 22.7 23.0 23.0
RPM
Ukuran Spindle
50 50 100
SO3 SO4 SO6
Viscositas (centipoise) Cp 48 92 120
Hasil uji organoleptik dan penerimaan produk Faktor yang memengaruhi penerimaan suatu produk pangan pada dasarnya merupakan interaksi antara karakteristik produk dan persepsi individu terhadap produk. Persepsi individu dipengaruhi oleh karakteristik demografi, kebiasaan konsumen dan preferensi individu. Karakteristik produk meliputi sifat fisik dan gizi produk serta sifat organoleptik produk (Villegas et al. 2009). Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Menrad dan Sparke (2006), bahwa selain sifat fisik dan gizi produk, sifat organoleptik juga merupakan faktor penting dalam penerimaan produk pangan yang baru dikembangkan. Analisis sensoris (uji organoleptik) merupakan instrumen penting yang dapat memberi informasi signifikan untuk pengembangan produk fungsional baru. Hasil analisis dapat memberikan pemahaman yang jelas tentang karakteristik produk dan dapat meningkatkan kepercayaan peneliti mengenai kualitas produk serta mengidentifikasi atribut sensori produk sesuai dengan preferensi konsumen (Profir dan Vizireanu 2013). Deskripsi organoleptik produk minuman fungsional yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah mempunyai warna putih kuning sampai kuning cerah, aroma spesifik dari campuran pisang dan kedelai, rasa minuman unik dan spesifik karena merupakan perpaduan rasa manis dari pisang dan rasa gurih dari susu kedelai dengan tekstur lembut. Warna, aroma, rasa dan kekentalan sangat dipengaruhi oleh proporsi pisang dan susu kedelai yang digunakan dalam formula produk. Semakin banyak proporsi pisang yang digunakan semakin kuat intensitas warna, aroma dan rasa dari minuman.
45 Uji kesukaaan dan daya terima produk dilakukan oleh 40 panelis wanita berusia 25-60 tahun. Parameter kesukaan yang dinilai adalah warna, rasa, aroma, kekentalan. Hasil uji kesukaan panelis disajikan dalam bentuk skor rata-rata kesukaan terhadap warna, rasa, aroma dan kekentalan yang ditampilkan pada Tabel 17. Tabel 17 Rerata kesukaan panelis terhadap produk Formula F1 F2 F3
Warna 2.90+0.30a 2.90+0.20a 3.00+0.00a
Rasa 2.50+0.80a 2.70+0.60 a 2.60+0.80a
Aroma 2.70+0.40a 2.90+0.30a 2.80+0.60a
Kekentalan 2.40+0.60a 2.60+0.70a 2.60+0.80a
Keterangan: Huruf superscript yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam kelompok pada uji Kruskal Walis (p>0.05).
Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, kekentalan ketiga formula minuman fungsional tidak berbeda nyata. Persentase kesukaan dan penerimaan panelis terhadap produk untuk parameter warna, rasa, aroma dan kekentalan masing-masing formula minuman fungsional ditampilkan pada Tabel 18. Tabel 18 Penerimaan dan modus kesukaan panelis terhadap produk (%)
Atribut
Warna Rasa Aroma Kekentalan Penerimaan Keseluruhan
Formula 1 Jumlah Modus panelis kesukaan (%)* (%)** 100.00 3 (90.00) 80.00 3 (67.50) 75.00 3 (75.00) 95.00 3 (47.50) 88.25 3 (76.4)
Formula 2 Jumlah Modus panelis kesukaan (%)* (%)** 100.00 3 (95.00) 92.50 3 (77.50) 100.00 3 (87.50) 85.00 3 (72.50) 96.62 3 (86.5)
Formula 3 Jumlah Modus panelis kesukaan (%)* (%)** 100.00 3 (100.00) 82.50 3 (82.50) 92.50 3 (87.50) 82.50 3 (77.50) 92.00 3 (90.2)
* banyaknya panelis (%) yang memberikan skor penilaian 2&3 ** 1= tidak suka, 2= biasa, 3 = suka
Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara keseluruhan hampir semua atribut sensoris produk disukai oleh panelis. Persentase penerimaan produk semua formula secara keseluruhan lebih dari 80 %. Persentase penerimaan produk tertinggi adalah formula 2 sebesar 96.62% dan terendah adalah formula 1 sebesar 88%. Selanjutnya masing-masing panelis diminta memilih satu formula yang paling disukai untuk dikonsumsi. Produk yang paling banyak dipilih adalah formula F3 sebanyak 88% panelis, sedangkan formula F2 dipilih oleh 12% panelis. Produk formula 3 mempunyai proporsi pisang yang paling banyak. Alasan panelis yang memilih produk F3 karena dapat memberi manfaat kesehatan (kandungan antihipertensi) yang paling besar. Selain manfaat kesehatan produk F3 juga mempunyai rasa dan aroma pisang yang paling kuat, serta warna
46 minuman kuning muda cerah. Hasil analisis sensoris produk dalam ini sesuai dengan pernyataan Villegas et al (2008), bahwa produk yang mempunyai intensitas warna, rasa dan kekentalan yang lebih kuat banyak dipilih oleh individu. Demikian juga hasil penelitian Annunziata dan Vecchio (2011), menyimpulkan bahwa alasan utama konsumen untuk membeli dan mengonsumsi makanan fungsional adalah keinginan menggunakan makanan sebagai upaya pencegahan penyakit kronis. Selanjutnya Bornkessel et al. (2014), menyampaikan bahwa informasi potensi kesehatan dan komponen spesifik yang terkandung pada produk dapat meningkatkan minat konsumen terhadap produk pangan fungsional. Selanjutnya dilakukan analisis zat gizi produk formula F3. Kandungan gizi produk terpilih Kandungan gizi produk F3 disajikan pada Tabel 19. Zat gizi yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, serat pangan, kalium, natrium, kalsium dan magnesium. Kandungan energi dihitung berdasarkan kandungan karbohidrat 4 kkal/g bahan, protein 4 kkal/g bahan dan lemak 9 kkal/g bahan. Satu sajian produk minuman fungsional sebanyak 300 ml (340 g) mengandung energi sebesar 148.58 kkal, serat pangan sebesar 3.95 g, kalium sebesar 401.20 mg, magnesium sebesar 42.16 mg. Tabel 19 Kandungan gizi produk Formula F3 Zat Gizi
Kandungan persaji (340 g)
Energi total (kkal)
148.58
Kontribusi terhadap ALG (%) 7.43
Kadar air (mg) Kadar abu (g) Karbohidrat (g ) Kadar Protein (g Kadar lemak (g) Total gula (g) Kadar serat pangan (g) Natrium (mg) Kalium (mg) Kalsium (mg) Magnesium(mg)
266.00 1.19 34.68 1.90 0.24 26.76 3.94 7.00 401.20 13.84 42.16
11.56 3.20 0.39 15.76 0.30 8.54 1.73 15.62
*% Angka Label Gizi (ALG) berdasarkan jumlah kebutuhan energi 2000 kkal untuk kelompok umum (BPOM 2007). Analisis zat gizi berdasarkan berat basah (bk)
47 Simpulan Rerata kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, kekentalan semua produk minuman fungsional tidak berbeda nyata (p>0.05). Secara keseluruhan semua atribut sensoris ketiga produk formula disukai oleh panelis. Produk yang paling banyak dipilih oleh panelis adalah formula F3 dengan persentase 88%. Produk Formula F3 mempunyai proporsi 1000 ml susu kedelai; 500 g pisang; 20 g gula pasir. Produk ini bebas lemak, mengandung natrium sangat rendah, serat pangan 3.95 g, kalium 401.20 mg dan magnesium 42.16 mg, maka produk formula F3 ini dapat menjadi alternatif minuman fungsional, khususnya bagi penderita hipertensi.
48
6 PENGARUH MINUMAN FUNGSIONAL TERHADAP TEKANAN DARAH DAN ELEKTROLIT URIN (Na,K dan Ca) WANITA DEWASA YANG MENGALAMI PRAHIPERTENSI Pendahuluan Prahipertensi merupakan hipertensi tahap awal dengan tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolik 80-89 mmHg (Lenfant et al. 2003). Penelitian Widjaja et al. (2013) terhadap 111 pasien di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menyimpulkan bahwa dari 111 orang dewasa muda (18–25 tahun ), 34% mengalami prahipertensi dan 17.1 % mengalami hipertensi. Prahipertensi harus dikontrol untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah secara berkelanjutan (Appel 1999). Prahipertensi yang tidak segera ditangani dapat berlanjut menjadi hipertensi dan meningkatkan risiko 2.03 kali untuk terkena penyakit jantung (Babatsikou dan Zavitsanou 2010; Zuraidah dan Apriliadi 2012). Salah satu faktor penyebab terjadinya prahipertensi adalah pola makan yang tidak seimbang, terutama asupan tinggi natrium dan rendah kalium (Tobian 1997; Zhang et al. 2013). Asupan tinggi natrium mengakibatkan keseimbangan elektrolit tubuh terganggu dan meningkatkan eksresi kalium dari dalam sel sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (Adrogué dan Madias 2007). Penerapan Diet DASH dapat meningkatkan asupan kalium, magnesium dan serat dan membantu mengontrol tekanan darah (Sacks et al. 2001; Nguyen et al. 2013). Peningkatan asupan kalium yang terbaik dilakukan dengan meningkatkan konsumsi makanan yang tinggi kalium seperti buah dan sayur (Stolarz et al. 2013). Kalium yang terdapat pada sayur, buah dan biji-bijian merupakan prekursor kalium bikarbonat (Morris et al. 1999). Kalium berfungsi sebagai diuretik, vasodilator dan dapat menjaga keseimbangan konsentrasi natrium dan kalium pada ekstraseluler, yang bermanfaat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Treasure dan Ploth 1983; Haddy et al. 2006). Selain dapat menurunkan tekanan darah, konsumsi kalium juga dapat mengurangi eksresi Ca pada urin dan bermanfaat untuk kesehatan tulang. Magnesium mempunyai efek vasodilatasi dan hipotensi, serta melawan efek hipertensi dari konsumsi natrium yang berlebihan (Karppanen 1991; Houston dan Harper 2008). Metode yang dapat dan sering digunakan memperkirakan asupan Na dan K subjek adalah dengan menganalisis Na dan K urin/24 jam (Kristbjornsdottir et al. 2012; Lean 2014). Pengukuran ekresi Na urin 24 jam menjadi metode yang disukai untuk survei populasi karena kesulitan untuk memperkirakan intake Na menggunakan survei diet (Brown et al. 2013). Pisang termasuk salah satu jenis pangan diet DASH yang murah dan mudah diperoleh. Pisang kaya akan gizi dan merupakan sumber vitamin dan mineral alami (kalium dan magnesium) yang selalu tersedia sepanjang musim (Imam dan Akter 2011). Selain pisang bahan pangan yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah adalah kacang kedelai (Yang et al. 2005). Pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca L.) dan susu kedelai varietas Wilis (Glycine max L.) telah diolah menjadi minuman fungsional pada penelitian sebelumnya. Minuman fungsional
49 merupakan produk minuman non alkohol, dapat berupa minuman berenergi, minuman herbal, jus dan berbagai minuman yang diperkaya dengan gizi dan non gizi yang bermanfaat meningkatkan kesehatan (Duyff 2012). Penelitian ini menganalisis pengaruh konsumsi minuman fungsional terhadap tekanan darah dan konsentrasi elektrolit urin perempuan dewasa yang mengalami prahipertensi. Metode Cara pemilihan subjek Jumlah subjek penelitian ditentukan dengan perhitungan perkiraan besar sampel untuk dua kelompok independent, menggunakan rumus (Ismail dan Sastroasmoro 2008) : n1=n2 = 2 [(Zα + Zβ) x S/d]2. Keterangan : n = jumlah subjek Zα = deviat baku normal untuk α, α = besarnya kesalahan tipe I atau hasil positif palsu = tingkat kemaknaan, α ditetapkan peneliti Zβ = deviat baku normal untuk β β = kesalahan tipe II atau hasil negatif palsu, β ditetapkan peneliti S = simpangan baku populasi standar (dari pustaka) D = tingkat ketepatan absolut yang diinginkan, ditetapkan oleh peneliti Standard deviasi diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yaitu penelitian Muniroh et al. (2007), S = +11.51 mmHg dan penelitian Lestari dan Rahayuningsih (2012), S = +7.276 mmHg. Selanjutnya peneliti menetapkan standar deviasi yang digunakan adalah S = 10 mmHg, d = perbedaan klinis yang diinginkan (clinical judgment). Penelitian ini akan menggunakan taraf signifikansi 5% atau Z1-α/2 = 1.96 dan kekuatan uji 80% atau Z1-β = 0.842, (S)= 10, d = 10. Hasil perhitungan perkiraan jumlah subjek penelitian berdasarkan rumus perhitungan jumlah sampel dari Ismail dan Sastroasmoro (2008), diperoleh jumlah subjek yang digunakan untuk masing-masing kelompok adalah 8 subjek. Pengambilan subjek dengan consecutive sampling, dimana semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. Seleksi subjek dilakukan terhadap 180 subjek peserta Posbindu aktif pada 2 Posbindu di Kelurahan Sindangbarang Bogor, Indonesia. Kriteria inklusi yang telah ditentukan yaitu: Jenis kelamin perempuan, usia 20-59 tahun, mengalami prahipertensi, tidak mengalami hypercholesterolemia, hyperuricemia dan hyperglikemia, tidak mengonsumsi obat hipertensi, tidak mengalami gangguan penyakit kronis lainnya dan bersedia mengikuti penelitian. Dari hasil seleksi subjek yang sebanyak 28 orang, selanjutnya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi sebanyak 14 orang, 1 subjek dikeluarkan dari penelitian karena mengalami hiperglikemia. Kelompok kontrol sebanyak 14 orang, pada tahap penandatanganan informed consent, 4 subjek pada kelompok
50 kontrol mengundurkan diri dengan alasan pribadi. Jadi subjek yang mengikuti penelitian sebanyak 23 orang, kelompok intervensi sebanyak 13 subjek dan kelompok kontrol sebanyak 10 orang. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan RSCM nomor: 92/UN2.F1/etik/1/2015 tanggal 02 Februari 2015.
Persiapan produk intervensi. Produk intervensi merupakan produk yang terpilih dari 3 formula minuman fungsional pada penelitian pengembangan produk minuman fungsional untuk penderita prahipertensi. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan minuman fungsional ini adalah pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca L.) dengan tingkat kematangan optimal dan susu kedelai dari varietas Wilis (Glycine max L.), gula pasir serta air. Penelitian pembuatan minuman fungsional merupakan penelitian tersendiri namun merupakan satu rangkaian penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Produk ini telah diuji kandungan gizi dan organoleptik oleh panelis umum. Satu cup minuman fungsional (300 ml) mengandung energi sebesar 148.58 kkal, karbohidrat 34.68 g, protein 1.91 g, lemak 0.24 g, serat pangan 3.95 g, total gula 26.76 g, natrium 7.00 mg, kalium 401.20 mg, kalsium 13.84 mg dan 42.16 mg magnesium. Produk ini bebas lemak, mengandung natrium sangat rendah, serat pangan 3.95 g yang dapat memenuhi 15.80% AKG serat, kalium 401.20 mg yang dapat memenuhi 8.54% AKG kalium dan magnesium 42.16 mg yang dapat memenuhi 15.63 AKG magnesium, maka produk formulasi ini dapat dikategorikan sebagai minuman fungsional, khususnya bagi penderita hipertensi. Pengumpulan dan pengujian urin 24 jam. Pengumpulan urin. Pengumpulan urin dilakukan oleh subjek sebelum intervensi dan setelah intervensi. Pengumpulan urin menggunakan kantong Collector Cat No. Sy 8020 dengan kapasitas tampung 3500 ml. Urin dikumpulkan selama 24 jam dan dihitung volumenya. Selanjutnya urin dibawa ke laboratorium dan dilakukan pengujian meliputi pengukuran volume, pH dan kadar elektrolit urin. Analisis elektrolit urin menggunakan alat ADVIA 1800® Clinical Chemistry System (Siemens) di Laboratorium Klinik PRODIA (sertifikasi international), Bogor, Indonesia . Penanganan dan persiapan sampel : Untuk sampel urin yang mengandung endapan atau lipemik atau keruh ditambah 10 mL hydrochloric acid (6 mol/L) pada botol, atau pengasam (pH <2.0), disentrifuge menggunakan Ultracentrifugasi (3000 rpm, 10 menit). Pemeriksaan Ca. Panjang Gelombang: 545/658 nm. Standarisasi: Reagent Code:74061. Cara pengujian: 100 – 200 µl urin dimasukkan dalam botol sampel ditambah Reagen R1 (Ethanolamine buffer 0.69 mol/L, Sodium azide 0.02%) dan R2 (o-Cresolphthalein complexon 0.338 mmol/L, 8-Hydroxyquinoline 13.78 mmol/L), dikocok dan dimasukkan dalam lemari sampel yang merupakan rangkaian alat ADVIA 1800. Pemeriksaan K dan Na. Standarisasi Flame photometric : Urine Standard. Reagent Code N/A. Cara pengujian : 50 – 100 µl sampel ditambah ISE Buffer (Formaldehyde 0.5%, Sodium 1 mmol/L. Potassium 0.05 mmol/L, Chloride 1 mmol/L, Buffer Preservative)
51 Pengukuran tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh petugas Kesehatan menggunakan tensimeter digital OMRON Type HEM-7200. Pengukuran dilakukan 3 kali dengan selang waktu 10 menit. Nilai tekanan darah sistolik dan diastolik disajikan sebagai nilai rata-rata. Intervensi subjek Penelitian ini merupakan Quasi experiment, menggunakan desain pre testpost test. Lama intervensi terhadap subjek penelitian dilakukan selama 14 hari. Subjek penelitian sebanyak 23 orang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol (n=10) diberi air minum antara 1200-1680 ml per hari, sedangkan kelompok intervensi (n=13) diberi air minum antara 1440-1920 ml dan 300 ml minuman fungsional perhari. Perhitungan pemberian air minum berdasarkan berat badan.(Bossingham et al. 2005) Kebutuhan rata-rata air minum untuk wanita sebanyak 1600 ml (IOM 2005; Perrier et al. 2013). Makanan harian dan asupan Na subjek kedua kelompok tidak dikontrol, namun semua subjek diberi edukasi tentang gaya hidup sehat. Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensial dengan nilai p<0.05. Uji beda menggunakan independent t test dan Mann Whitney. Pengaruh perlakuan intervensi dianalisis dengan uji paired t test. Analisis data menggunakan IBM SPSS Statistic 21 statistical package for Windows. Hasil dan Pembahasan Karakteristik subjek yang terbagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 20. Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik subjek yang meliputi umur, pendidikan, tingkat kecemasan, aktifitas fisik pada kelompok intervensi tidak berbeda signifikan dengan kelompok kontrol (p>0.05). Rerata usia kelompok intervensi adalah 49.4+5.9 tahun dan rerata usia subjek kelompok kontrol 43.9+8.5 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar subjek kelompok intervensi berpendidikan rendah. Sebanyak 42.9 % subjek kelompok intervensi tidak tamat SD dan 42.0% subjek hanya lulusan SD. Pendidikan subjek pada kelompok kontrol lebih tinggi yaitu 20 % pendidikan SMP dan 40% berpendidikan SMA, namun statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0.05). Lebih dari 90% subjek kedua kelompok tidak bekerja di luar rumah dan hanya melakukan pekerjaan rumah tangga (IRT). Secara umum, tingkat kecemasan semua subjek masih dalam kisaran normal, dan hanya 10 % dari subjek kontrol yang mempunyai tingkat kecemasan ringan. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kecemasan subjek intervensi tidak berbeda signifikan dengan subjek kelompok kontrol. Menunjukkan. Tingkat stress diukur menggunakan kuisioner yang dimodifikasi dari kuisioner DASS (Depression Anxiety Stress Scales) dimodifikasi oleh Damanik dan Potangaroa yang mengutip Lovibond dan Lovibond (2004) dengan mengelompokkan tingkat stress berdasarkan skor yaitu 0-14 (kondisi normal), 15-18 (stress ringan), 19-25 (stress sedang), 26-33 (stres berat), > 33 (stress berat sekali). Dari hasil analisis ini dapat dinyatakan bahwa faktor stress tidak berkontribusi terhadap kenaikan tekanan darah subjek. Demikian pula tingkat
52 aktifitas subjek kelompok intervensi dan subjek kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang signifikan. Kondisi awal subjek yang sama sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam penelitian ini bahwa semua subjek yang terlibat pada penelitian ini harus mempunyai karakteristik yang sama, sehingga dengan meminimalkan faktor penganggu diawal dan selama penelitian dapat diminimalkan dan perubahan selama penelitian diharapkan merupakan pengaruh dari intervensi selama penelitian. Tabel 20 Karakteristik umum subjek penelitian Variabel
Umur (tahun) Pendidikan Tidak tamat SD (%) SD SMP SMA Pekerjaan (%) IRT Wiraswasta Aktifitas fisik (%) Tinggi Sedang Kecemasan (DASS) Normal Ringan
Kelompok MF (n=13) Rerata + SD 49.4+5.9
Kelompok Kontrol (n=10) Rerata + SD 43.9+ 8.5
42.9 42.0 7.1 7.1
20.0 20.0 20.0 40.0
92.9 7.2
90.0 10.0
Nilai P
0.075 0.132 ϯ
0.325 57.1 42.9 16.8+7.0 100.00
60.0 40.0 21+9.7 90.0 10.0
0.255
Keterangan : *Uji Independent T test, ϯ uji Mann Whitney Test. Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antar kelompok subjek (p<0.05). Tingkat kecemasan diukur menggunakan kuisioner Depression Anxiety Stress Scale DASS (Test DASS dimodifikasi dari terjemahan Damanik dan Potangaroa yang mengutip dari Lovibond & Lovibond, 2004). Pengukuran aktifitas Fisik 7 hari (1minggu) adopsi dari Guidelines for the data processing and analysis of the "International Physical Activity Questionnaire, 2005
Selain karakteristik umum, dilakukan juga analisis darah dan urin untuk mengetahui karakteristik kesehatan subjek sebelum intervensi, ditampilkan pada Tabel 21. Hasil analisis menunjukkan hampir semua karakteristik kelompok intervensi tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol dimana nilai p>0.05. Sebelum penelitian tekanan darah sistolik dan diastolik, Indeks Massa Tubuh (IMT), rasio pinggang terhadap panggul, Lingkar Lengan (LILA), konsumsi energi, kebutuhan cairan, pH urin dan elektrolit urin kelompok intervensi dan kontrol masih dalam kisaran normal dan tidak ada perbedaan signifikan diantara dua kelompok. Hasil analisis darah juga menunjukkan bahwa rerata kadar gula, asam urat dan kolesterol subjek kelompok intervensi tidak berbeda signifikan dengan kelompok kontrol. Secara umum semua subjek memenuhi kriteria inklusi subjek
53 penelitian yaitu tidak mengalami hypercholesterolemia, hyperuricemia dan hyperglikemia. Hal tersebut juga sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam penelitian ini bahwa semua subjek yang terlibat pada penelitian ini harus mempunyai karakteristik yang sama sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan. Table 21 Karakteristik kesehatan subjek sebelum intervensi
Parameter Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan darah diastolik (mmHg) IMT (kg/m2) RLPP Lingkar Lengan (cm) Gula darah puasa ( mg/dL) Asam urat ( mg/dL) Kolesterol ( mg/dL) Konsumsi energi (kkal) Kebutuhan cairan (ml/24jam) Volume urin (ml/24 jam) Nilai pH Na urin (mmol/24 jam) K urin (mmol/24 jam) Ca urin (mg/24 jam)
Nilai rujukan Normal
Kelompok intervensi
Kelompok Kontrol
Nilai P
Rerata + SD 129.46+9.32
Rerata + SD 129.20 +7.46a
0.939
80.38+8.56a
82.30+4.52a
0.529
26.36+3.15a 0.95+0.48a 30.21+2.61a
26.16 + 3.15a 0.90 + 0.64a 30.70 + 2.94a
0.752 0.555 0.674
60-100 +
98.00 +38,.00a
93.60 + 6.30a
0.203
2.7–7.3+
5.48+ 2.05a
6.40 + 1.64a
0.261
140–245+
223.29 + 34.42a
211.80 + 31.41a
0.419
2212.5+ 373 a
2370.70+418.55a
0.279
2246+189a
2325+175a
0.308
1126+505b
0.004*
1000–2000 # 1801.43+508.7a 5.0-7.5+ 30–280+
5.93+0.47a 145.15+42.17
5.6+0.84a 143.00+47.09a
0.236 0.909
40–80 +
20.86+5.98a
22.81+7.38a
0.492
100-320+
107.55+34,08
142.70+75.38
0.148
Keterangan : *Uji Independent T test, Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antar kelompok subjek (p<0.05).+Cavanaugh (2003), #Riebl &Davy (2013)
Rerata konsumsi energi (kkal) dan kebutuhan cairan subjek kelompok intervensi tidak berbeda signifikan dengan subjek kelompok kontrol. Namun ratarata volume urin kelompok kontrol lebih kecil daripada kelompok intervensi. Walaupun volume urin subjek pada kedua kelompok masih dalam kisaran normal, namun ada perbedaan signifikan diantara kedua kelompok (p<0.05). Perbedaan
54 volume urin diduga disebabkan karena perbedaan asupan air, walaupun subjek tidak mengingat jumlah air minum yang dikonsumsi setiap hari sebelum penelitian. Untuk meminimalkan faktor penganggu lain, yaitu konsumsi air kurang, maka selama pelaksanaan penelitian, semua subjek diberi air minum sesuai kebutuhan masing-masing subjek pada kedua kelompok perlakuan. Kebutuhan air minum diberikan berdasarkan perhitungan Bossingham et al. (2005) yaitu 100 mL/kg untuk 10 kg berat badan pertama, 50 mL/kg untuk 10 kg berikutnya, dan 15 mL untuk setiap kilogram tambahan berat badan. Dengan pemberian air minum sesuai kebutuhan diharapkan akan memgurangi pengaruh perbedaan konsumsi air minum terhadap tekanan darah dan elektrolit urin. Tekanan darah dan konsentrasi elektrolit urin pada subjek kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah penelitian disajikan pada Tabel 22. Hasil analisis menunjukkan tekanan darah sistolik dan diastolik, volume dan pH urin, konsentrasi Ca dan Na urin antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak berbeda nyata. Konsentrasi K urin kelompok intervensi yang berbeda signifikan dengan kelompok kontrol. Setelah penelitian terjadi penurunan tekanan sistolik dan diastolik pada subjek kelompok intervensi, namun tidak berbeda signifikan dengan penurunan tekanan sistolik dan diastolik pada kelompok kontrol. Sebelum penelitian volume urin kelompok intervensi berbeda signifikan dengan volume urin subjek kelompok kontrol. Setelah penelitian volume urin subjek pada kedua kelompok meningkat dibanding sebelum penelitian, dan volume urin kedua kelompok tidak berbeda signifikan, hal ini disebabkan karena semua subjek mendapatkan air minum dengan jumlah sesuai kebutuhan yang dihitung berdasarkan berat badan. Tabel 22 Tekanan darah dan konsentrasi elektrolit urin setelah intervensi Parameter
Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan darah diastolik (mmHg) Volume urin (ml/24 jam) pH urin Na (mmol/24jam) K (mmol/24 jam) Ca (mg/24jam)
Kelompok intervensi Rerata + SD 124.69+10.33
Kelompok Nilai p Kontrol Rerata + SD 121.00+16.63 0.519
70.54+21.58
81.00+8.82
0.165
2025+539.49 6.29+0.73 152.38+52.22 29.00+9.90a 103.01+44.75
1750+594 6.2+0.78 105.20+58.42 16.88+8.82b 94.30+47.57
0.250 0.786 0.063 0.009* 0.584
Keterangan : a& b, *Uji Independent T test, angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antar kelompok subjek (p<0.05).
Menurut Mill et al. (2012), rendah natrium dan tinggi kalium, telah direkomendasikan sebagai tambahan untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi dan analisis nutrisi dalam urin 24 jam telah diterima sebagai metode untuk memperkirakan asupan harian mineral ini. Pemberian minuman fungsional bertujuan meningkatkan asupan kalium pada kelompok perlakuan (intervensi).
55 Mizéhoun et al. (2015), yang menyimpulkan bahwa pengukuran urin 24 jam merupakan gold standart untuk menentukan dan menghitung jumlah asupan Na dan K. Hasil analisis menunjukkan bahwa setelah penelitian, konsentrasi K pada urin pada kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini disebabkan karena kelompok intervensi mendapatkan tambahan asupan K yang bersumber dari minuman fungsional yang diberikan. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil uji korelasi konsumsi minuman fungsional menunjukkan hubungan signifikan dengan konsentrasi K urin ( r (23)= 0.55; p< 0.01). Setelah intervensi, Konsentrasi Na urin subjek kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi Na urin sebelum penelitian, namun tidak berbeda signifikan dengan konsentrasi Na urin subjek kelompok kontrol. Peningkatan konsentrasi Na urin pada kelompok intervensi menunjukkan bahwa asupan Na pada subjek kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan sebelum intervensi. Sebaliknya asupan Na pada subjek kelompok kontrol cenderung menurun. Perbedaan asupan Na harian pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol karena tidak ada perlakuan pembatasan asupan Na dan asupan Na pada kedua kelompok tidak dikontrol. Meskipun asupan Na pada kelompok intervensi sedikit meningkat dibanding sebelum penelitian tetapi tidak meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolik, bahkan cenderung menurunkan tekanan darah. Hal ini disebabkan karena subjek mengonsumsi minuman fungsional yang mengandung kalium dan magnesium yang dapat melawan efek dari asupan Na yang tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Karpannen (1991), yang menyatakan bahwa peningkatan asupan kalium dan magnesium dapat melawan dan menahan kenaikan tekanan darah akibat asupan Na yang tinggi, hal senada juga dinyatakan oleh Mervaala et al. (1992). Penurunan tekanan sistolik dan diastolik pada kelompok kontrol setelah penelitian disebabkan karena menurunnya asupan Na. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Sack et al. (2001) dan Appel et al. (2006), yang menunjukkan bahwa penurunan asupan Na dapat menurunkan tekanan darah. Selain asupan Na menurun, asupan air yang cukup juga membantu penurunan tekanan darah subjek, karena konsumsi air minum secara teratur sejumlah kebutuhan, berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Menurut Geelen et al. (1996), keseimbangan cairan tubuh yang baik dapat menghambat keluarnya hormon Vasopresin Arginin (AVP). Penurunan AVP dapat terjadi 3 menit setelah mengonsumsi air minum. Hormon AVP berperan sebagai antidiuretik dan berfungsi mengatur homeostatis antara Na dan air sehingga tekanan darah akan stabil (Khamnei et al. 2004). Perubahan tekanan darah dan konsentrasi Na, K dan Ca urin subjek penelitian ditampilkan pada Tabel 23. Konsentrasi Na urin sebelum penelitian pada kelompok intervensi adalah 145.15+42.17 mmol/24 jam, meningkat setelah intervensi menjadi 152.38+52.22 mmol/24 jam. Sehingga dengan menggunakan asumsi bahwa konsentrasi Na urin 100 mmol/24 jam setara dengan asupan garam 6 g /hari, maka diperkirakan ada kenaikan asupan garam pada kelompok intervensi dari 8.7 g/hari menjadi 9.1g/hari atau 0.4 g/hari. Konsentrasi Na urin Kelompok kontrol sebelum penelitian adalah 143.00+47.09 mmol/ 24 jam menurun menjadi 105.20+58.42 mmol/hari, terjadi penurunan 37.8 mmol/hari atau setara dengan penurunan asupan garam sebesar 2.3 g/hari. Erdem et al. (2010), menyimpulkan bahwa setiap penurunan 100 mmol Na urin dapat
56 menurunkan sistolik 2.2 mmHg, sedangkan Xu et al. (2014), menemukan bahwa penurunan 100 mmol Na Urin dapat menurunkan tekanan sistolik sebesar 4.0 mmHg. Pada penelitian ini penurunan 100 mmol Na urin pada kelompok kontrol dapat menurunkan 3.4 mmHg, tetapi peningkatan konsentrasi Na urin 7.23+58.53 mmol/24 jam kelompok intervensi, bahkan terjadi penurunan tekanan sistolik dan diastolik pada subjek kelompok intervensi tidak berbeda nyata dengan penurunan tekanan sistolik dan diastolik pada kelompok kontrol. Kenaikan Sebelum penelitian volume urin kelompok intervensi berbeda signifikan dengan volume urin subjek kelompok kontrol, namun setelah penelitian volume urin kedua kelompok tidak berbeda signifikan, hal ini disebabkan karena semua subjek mendapatkan air minum dengan jumlah sesuai kebutuhan yang dihitung berdasarkan berat badan. Konsumsi minuman fungsional berpengaruh signifikan terhadap konsentrasi K urin pada kelompok intervensi. Minuman fungsional dapat meningkatkan asupan kalium, yang dibuktikan dengan meningkatnya konsentrasi kalium urin subjek kelompok intervensi. Minuman fungsional yang diberikan pada kelompok intervensi dapat meningkatkan K urin sebesar 7.00 +7.55 mmol/24 jam atau setara dengan 266 mg/24 jam. Sebaliknya konsentrasi K urin pada kelompok kontrol setelah penelitian mengalami penurunan sebesar 5.93+11.37 mmol/24 jam. Tabel 23 Perubahan tekanan darah dan konsentrasi elektrolit urin subjek Parameter
Tekanan darah Sistolik (mmHg) Tekanan darah diastolik (mmHg) Volume urin (mL) pH urin
Kelompok intervensi Rerata + SD -4.77+ 10.87
Kelompok Kontrol Rerata + SD -8.20+12.48
Nilai p*
-9.84+ 27.75
-1.3 + 7.97
0.358
490.71+518.88
784.00 +684.20
0.244
0.29 +0.83
0.6+0.84
0.372
50.13+ 73.20
0.065
-2.55 + 12.70
0.035*
37.80+70.14
0.108
Konsentrasi Ca urin 4.55 + 37.50 (turun)(mg/24jam) Konsentrasi K urin (naik) 7.00 +7.55 (mmol/24jam) Konsentrasi Na urin -7.23+58.53 (turun)(mmol/24jam)
0.489
Keterangan : a,*Uji Independent T test; angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antar kelompok subjek (p<0.05).
Peningkatan konsentrasi K urin pada kelompok intervensi menunjukkan bahwa konsumsi minuman fungsional dapat meningkatkan asupan K pada subjek. Sebaliknya kelompok kontrol yang tidak diberi minuman fungsional, asupan K hanya bersumber dari makanan harian yang dikonsumsi oleh subjek. Asupan K bersumber dari sayuran dan buah-buahan. Terjadi penurunan konsentrasi K urin pada subjek kontrol menunjukkan berkurangnya asupan K harian selama
57 penelitian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hollbrok et al. (1984), yang menyimpulkan bahwa ekskresi Na dan K berkaitan erat dengan asupan Na dan K baik pada pria maupun wanita. Na yang diserap adalah 98% dari total asupan sedangkan jumlah K yang diserap 85% dari total asupan. Jumlah Na yang diekskresikan melalui urin adalah 86% dan kalium yang dieksresikan 77% dari total asupan. Selanjutnya untuk mengetahui hubungan antara elektroli urin (Na, K dan Ca dengan tekanan darah, dilakukan analisis korelasi yang hasilnya disajikan pada Tabel 24 dan 25, sedangkan hubungan antara komponen elektrolit Na, K dan Ca disajikan pada Tabel 26. Dari Tabel 24, terlihat bahwa konsentrasi Na urin sebelum penelitian berhubungan signifikan dengan tekanan darah sistolik, namun tidak berhubungan dengan tekanan diastolik. Sedangkan konsentrasi Ca dan K tidak berhubungan signifikan dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Setelah penelitian, ternyata konsentrasi Na, K dan Ca berhubungan sangat signifikan (p<0.01) dengan tekanan sistolik. Tabel 24 Hubungan Na, K, Ca urin sebelum intervensi dengan tekanan darah Korelasi
Na K Ca
Tekanan Darah Sistolik Koefisien Nilai P Korelasi 0.438 0.032* 0.157 0.465 0.132 0.540
Tekanan Darah Diastolik Koefisien Nilai Korelasi P 0.345 0.099 0.049 0.822 0.216 0.305
Keterangan : aChi Square Test),p<0.05, Pearson Correlation,*. Korelasi signifikan pada p <0.05,**. Korelasi signifikan pada p < 0.01.
Konsumsi minuman fungsional mempunyai korelasi positif dan sangat signifikan meningkatkan konsentrasi K urin, seperti yang disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Hubungan Na, K, Ca urin setelah intervensi dengan tekanan darah dan minuman fungsional Korelasi
Na K Ca
Tekanan Darah Sistolik Koefisien Nilai P Korelasi 0.531 0.001** 0.571 0.004** 0.678 0.000**
Tekanan Darah Diastolik Koefisien Nilai Korelasi P 0.221 0.299 -0.081 0.707 0.270 0.201
Minuman Funggsional Koefisien Nilai P Korelasi 0.422 0.040* 0.549 0.005** 0.211 0.322
Keterangan : aChi Square Test),p<0.05, Pearson Correlation,*. Korelasi signifikan pada p <0.05,**. Korelasi signifikan pada p < 0.01.
Hubungan antara konsentrasi Na, K dan Ca disajikan pada Tabel 26. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Na berhubungan sangat signifikan dengan K dan Ca (p<0.01), sedangkan Ca berhubungan signifikan dengan K (p<0.05).
58 Tabel 26 Hubungan antara Na, K, Ca urin Korelasi Na Koefisien
Nilai P
Na K Ca
0.000** 0.000**
0.702 0.738
K Koefisien Nilai Korelasi P
0.478
Ca Koefisien Nilai Korelasi P
0.018
Keterangan : aChi Square Test),p<0.05, Pearson Correlation,*. Korelasi signifikan pada p <0.05,**. Korelasi signifikan pada p < 0.01.
Menurut Munehiro et al. (2012), eksresi Na, K, Ca, Mg berkorelasi signifikan dengan asupan harian mineral-mineral tersebut. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Mill et al. (2012), yang menyatakan bahwa ada korelasi signifikan (P <0.001) antara jumlah total natrium dan kalium diekskresikan dalam urin yang dikumpulkan di malam hari (24 jam) dengan koefisien korelasi Spearman masing-masing adalah rs = 0.76 dan 0.74. Mente et al. (2014), melakukan penelitian urin 24 jam 102.216 orang dewasa dari 18 negara, menyimpulkan bahwa asosiasi asupan natrium dan kalium ditentukan dari pengukuran ekskresi kation ini, dengan tekanan darah adalah nonlinear. Hasil penelitian Xu et al. (2014), menemukan rerata ekresi Na dan K lebih dari 24 jam berkisar 201.5 ± 77.7 mmol / hari dan 46.8 ± 23.2 mmol / hari, masing-masing (setara dengan dengan 11.8 g NaCl dan 1.8 g K). Secara keseluruhan, 92.1% dari subjek memiliki asupan lebih dari 6 g garam (NaCl) / hari. Ada korelasi linear positif antara asupan garam dengan tekanan darah sistolik (r = 0.16, p = 0.01) dan Peningkatan asupan natrium setiap 100 mmol / hari dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 4.0 mmHg. Peningkatan konsentrasi Na urin subjek kelompok intervensi setelah penelitian, tidak meningkatkan tekanan darah pada kelompok tersebut, karena asupan kalium subjek juga meningkat. Pengaruh Na terhadap kenaikan tekanan darah dapat ditahan dan diimbangi dengan bertambahnya asupan K yang berasal dari minuman fungsional yang dikonsumsi. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian Sellmeyer et al. (2002), yang membuktikan bahwa pemberian suplemen kalium sitrat dapat menurunkan eksresi Ca perempuan dengan asupan tinggi Na. Geleijnse et al. (2003), menyimpulkan bahwa peningkatan asupan K berkontribusi mencegah hipertensi, khususnya pada populasi yang mempunyai tekanan darah tinggi. Demikian juga penelitian Aburto et al. (2013), menyimpulkan bahwa peningkatan asupan kalium dapat menurunkan tekanan darah, sedangkan pengurangan asupan Na < 2 gr/hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik (Aburto et al. 2013). Konsentrasi Ca urin kelompok intervensi sebelum penelitian tidak berbeda signifikan dengan konsentrasi Ca urin subjek kelompok kontrol. Setelah penelitian, konsentrasi Ca urin pada kedua kelompok juga tidak berbeda signifikan, meskipun konsentrasi Ca urin kelompok intervensi dan kelompok kontrol cenderung menurun. Penurunan eksresi Ca pada kelompok intervensi disebabkan karena adanya peningkatan asupan K dan penurunan konsentrasi Ca urin kelompok kontrol disebabkan oleh menurunnya asupan Na.
59 Na dan K merupakan mikronutrien yang mempunyai pengaruh terhadap metabolisme Ca dan berpotensi menganggu hubungan antara asupan Ca dan kepadatan tulang, dimana rasio eksresi dan intake relatif konstan(Uusi et al. 1999). Asupan Na dan K memengaruhi eksresi Ca pada urin. Asupan Na tinggi dapat meningkatkan eksresi Ca pada urin, sebaliknya asupan K tinggi dapat menurunkan eksresi K urin (Shortt dan Flynn 1990). Menurut Lemann et al. (1993), pemberian suplement KHCO3 pada orang sehat dapat menurunkan eksresi Ca pada urin (He et al. 2010). Hasil yang lebih baik dapat dicapai jika dibarengi dengan pengurangan asupan Na. Selanjutnya penelitian Jones et al. (2001) juga menyatakan asupan kalium berkorelasi signifikan dengan kepadatan tulang (Bone Mineral Density). Simpulan Setelah penelitian terjadi penurunan tekanan sistolik pada subjek kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing 4.77+10.87 mmHg dan 8.20+12.48 mmHg, namun kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan (p>0.05). Tekanan diastolik menurun pada masing-masing kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing sebesar 9.84+ 27.75 mmHg dan 1.3 + 7.97 mmHg, namun tidak berbeda signifikan antara kedua kelompok. Ada penurunan konsentrasi Ca urin kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing adalah 4.55 + 37.50 mg/24 jam dan 50.13+ 73.20 mg/24jam, namun tidak berbeda signifikan antara kedua kelompok. Konsentrasi K urin kelompok intervensi berbeda signifikan dengan kelompok kontrol (p<0,05). Minuman fungsional meningkatkan K urin sebesar 7.00 +7.55 mmol/24 jam. Sedangkan konsentrasi K urin kelompok kontrol cenderung menurun 2.55+12.70 mmol/24 jam. Konsentrasi Na kelompok intervensi mengalami kenaikan sebesar 7.23+58.53 mmol/24jam, sedangkan konsentrasi Na urin kelompok kontrol menurun sebesar 37.80+70.1. Disimpulkan bahwa pemberian minuman fungsional dan pemberian air minum dapat mengontrol tekanan darah dan mencegah hipertensi.
60
7 PEMBAHASAN UMUM Hipertensi sering kali tidak terdiagnosis karena tidak menunjukkan gejala khusus, sehingga penderita sering mengabaikan dan tidak melakukan pengontrolan tekanan darah. Disisi lain hipertensi yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan komplikasi kesehatan lainnya seperti stroke, gagal ginjal, gangguan penglihatan, serangan jantung, atau gagal jantung (Bellows dan Moore 2013). Deteksi dini dapat dilakukan dengan mencari prediktor hipertensi yang murah dan mudah dilakukan oleh masyarakat, yaitu dengan mengenali faktor-faktor risiko hipertensi. Faktor-faktor risiko hipertensi yang telah diidentifikasi digolongkan menjadi dua yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu jenis kelamin, usia, genetik dan ras, serta faktor-faktor yang dapat dimodifikasi antara lain kelebihan berat badan, asupan natrium yang tinggi, asupan kalium yang rendah, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, aktfitas fisik yang rendah dan adanya faktor stress (Slama et al. 2002; Hammami et al. 2011). Obesitas (kelebihan berat badan) berhubungan dengan disfungsi endotel dan gangguan fungsional ginjal dan berperan penting dalam pengembangan hipertensi. Kelebihan berat badan memberikan kontribusi terhadap peningkatan tekanan darah. Peningkatan reabsorpsi natrium pada ginjal dan adanya gangguan natriuresis memegang peran penting. Beberapa mekanisme perubahan fungsi ginjal, aktivasi sistem saraf simpatik dan terjadinya hipertensi pada orang gemuk terjadi karena adanya peningkatan kadar adiposit yang dihasilkan oleh hormon leptin (Rahmouni et al. 2005; Hall et al 2010). Kelebihan berat badan merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang dapat dideteksi dengan mengukur antropometri (berat badan, tinggi badan, LILA, lingkar pinggang, lingkar panggung) dan menghitung IMT dan RLPP. Silva et al. (2013), menyatakan bahwa antropometri merupakan cara mudah, ekonomis dan efektif untuk digunakan sebagai skrining awal untuk hipertensi. Kelebihan berat badan (obesitas) dapat disebabkan karena pola makan yang tidak seimbang. Selain obesitas, pola makan tidak seimbang terutama asupan tinggi natrium dan rendah kalium juga dapat meningkatkan risiko hipertensi (Tobian 1997; Zhang et al. 2013). Asupan tinggi natrium mengakibatkan keseimbangan elektrolit tubuh terganggu dan meningkatkan eksresi kalium dari dalam sel sehingga dapat meningkatkan tekanan darah ( Adrogué dan Madias 2007). Penelitian ini bertujuan menghasilkan produk minuman fungsional menggunakan bahan pangan lokal sumber kalium, murah, dan mudah diakses masyarakat serta dapat diterima secara organoleptik, aman dikonsumsi jangka panjang dan bermanfaat mengontrol tekanan darah. Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap seleksi subjek, pengembangan produk minuman fungsional dan intervensi minuman fungsional untuk mengetahui efikasi produk terhadap subjek perempuan dewasa yang mengalami prahipertensi. Subjek prahipertensi dipilih karena tidak mengonsumsi obat dan lebih dianjurkan untuk menerapkan diet DASH yang mengandung kalium tinggi, rendah garam serta serat tinggi. Pada penelitianTahap I telah dilakukan survey terhadap 180 subjek untuk mengetahui prevalensi prahipertensi di kelurahan Sindangbarang. Hasil analisis hubungan antara beberapa faktor risiko hipertensi terhadap tekanan darah
61 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tekanan darah sistolik dan diastolik (p>0.05). Meskipun jenis kelamin tidak memengaruhi tekanan sistolik dan diastolik, namun rerata tekanan darah sistolik dan diastolik dan jumlah penderita hipertensi pada subjek perempuan cenderung lebih tinggi dari subjek laki-laki. Hasil penelitian Yang et al. (2015), menyatakan prevalensi hipertensi pada laki-laki menurun dengan meningkatnya usia (p <0.001), sebaliknya prevalensi hipertensi untuk wanita meningkat seiring meningkatnya usia (p<0.001). Pernyataan tersebut senada pula dengan temuan Cifkova et al. (2008), yang menyimpulkan bahwa prevalensi hipertensi pada perempuan sebelum menapause lebih rendah dari laki-laki, namun setelah menapause hipertensi pada perempuan akan lebih tinggi dari laki-laki. Hal tersebut terjadi karena menurunnya estrogen, meningkatnya stress oksidatif, disfungsi sel endotel, meningkatnya aktivasi sistem renin angiotensin dan sistim saraf simpatik. Selanjutnya Balan dan Popescu (2014), menyatakan bahwa hipertensi pada wanita lebih banyak tidak dikontrol diakibatkan karena ketidak patuhan dalam mengonsumsi obat, gaya hidup yang tidak sehat dan kurangnya pemahaman tentang hipertensi. Selanjutnya hasil analisis juga menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan sangat signifikan antara umur dan tekanan sistolik subjek (p ≤ 0.01), namun tidak mempunyai hubungan signifikan dengan tekanan diastolik (p > 0.05). IMT tidak mempunyai hubungan dengan tekanan darah sistolik (p > 0.05), namun mempunyai hubungan yang signifikan dengan tekanan darah diastolik (p ≤ 0.05). Hubungan antara tekanan darah diastolik dan IMT juga telah dijelaskan dalam laporan WHO tahun 2000, bahwa meningkatnya tekanan diastolik terjadi seiring dengan meningkatnya IMT dan prevalensi hipertensi akan meningkat 2.9 kali pada subjek dengan berat badan berlebih dibandingkan subjek dengan berat badan normal. LILA tidak berhubungan dengan tekanan sistolik (p>0.05), tetapi mempunyai hubungan signifikan dengan tekanan diastolik (p≤0.05). Lingkar pinggang berhubungan sangat signifikan dengan tekanan darah sistolik (p≤ 0.01) dan tekanan darah diastolik (p≤ 0.01). Lingkar panggul mempunyai hubungan signifikan dengan tekanan darah sistolik ((p≤0.05), tetapi tidak mempunyai berhubungan dengan tekanan darah diastolik (p>0.05).RLPP tidak mempunyai hubungan dengan tekanan darah sistolik dan diastolik (p>0.05). Hasil analisis secara keseluruhan menunjukkan bahwa tekanan darah tidak berhubungan dengan jenis kelamin, namun berhubungan dengan umur, IMT, LILA, Lingkar panggul dan RLPP. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Haque dan Jahan (2015), yang menyimpulkan tekanan darah berhubungan dengan usia, berat badan, IMT, lingkar perut dan rasio pinggang terhadap panggul. Menurut Khanam et al. (2015), hasil analisis multivariat menunjukkan bertambahnya usia dapat meningkatkan risiko kejadian hipertensi 2.3 kali (OR = 2.3; 95% CI: 1.84-2.87) dan peningkatan IMT meningkatkan risiko prahipertensi 4.67 kali (OR = 4.67; 95% CI: 3.35-6.51). Demikian juga penelitian Yadav (2008), menyatakan bahwa bertambahnya umur, IMT, obesitas sentral terkait secara signifikan dengan prevalensi prahipertensi dan hipertensi. Hasil penelitian Saeed dan Hamdan (2013), menyatakan RLPP adalah prediktor yang paling penting hipertensi. Indikator antropometri yang dapat dijadikan prediktor hipertensi berbeda antar jenis kelamin. Beck et al. (2011), lebih menyarankan lingkar pinggang digunakan untuk memprediksi tekanan darah
62 tinggi. Menurut Akamo et al. (2015), RLPP merupakan prediktor sedikit lebih baik pada pria, sedangkan pada wanita, lingkar pinggang sedikit lebih baik dari prediktor yang lain. Dengan demikian maka pengukuran anthropometri bernanfaat sebagai langkah awal untuk memprediksi risiko terjadinya hipertensi. Pada penelitian tahap kedua telah dilakukan pengembangan produk dengan mengembangkan Formulasi minuman fungsional dikembangkan dengan percobaan skala laboratoriumyan yang diulang sebanyak 3 kali (Abu-Ghoush et al. 2009). Penentuan formula produk berdasarkan proporsi penambahan pisang dan kandungan kalium persaji minuman fungsional (300 ml). Percobaan pendahuluan dilakukan untuk menetapkan kisaran proporsi susu kedelai dan pisang dalam pembuatan produk. Hasil uji organoleptik dan penerimaan produk. Faktor yang memengaruhi penerimaan suatu produk pangan pada dasarnya merupakan interaksi antara karakteristik produk dan persepsi individu terhadap produk. Persepsi individu dipengaruhi oleh karakteristik demografi, kebiasaan konsumen dan preferensi individu. Karakteristik produk meliputi sifat fisik dan gizi produk serta sifat organoleptik produk (Villegas et al. 2009). Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Menrad dan Sparke (2006), bahwa selain sifat fisik dan gizi produk, sifat organoleptik juga merupakan faktor penting dalam penerimaan produk pangan yang baru dikembangkan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara keseluruhan hampir semua atribut sensoris produk disukai oleh panelis. Persentase penerimaan produk semua formula secara keseluruhan lebih dari 80%. Persentase penerimaan produk tertinggi adalah formula 2 sebesar 96.62% dan terendah adalah formula 1 sebesar 88%. Selanjutnya masing-masing panelis diminta memilih satu formula yang paling disukai untuk dikonsumsi. Produk yang paling banyak dipilih adalah formula F3 sebanyak 88% panelis, sedangkan formula F2 dipilih oleh 12% panelis. Hasil analisis sensoris produk dalam ini sesuai dengan pernyataan Villegas et al. (2008), bahwa produk yang mempunyai intensitas warna, rasa dan kekentalan yang lebih kuat banyak dipilih oleh individu. Demikian juga hasil penelitian Annunziata and Vecchio (2013), menyimpulkan bahwa alasan utama konsumen untuk membeli dan mengonsumsi makanan fungsional adalah keinginan menggunakan makanan sebagai upaya pencegahan penyakit kronis. Selanjutnya Bornkessel et al. (2014), menyampaikan bahwa informasi potensi kesehatan dan komponen spesifik yang terkandung pada produk dapat meningkatkan minat konsumen terhadap produk pangan fungsional. Selanjutnya dilakukan analisis zat gizi produk formula F3. Satu sajian produk minuman fungsional sebanyak 300 ml (340 g) mengandung energi sebesar 148.58 kkal, serat pangan sebesar 3.95 g, kalium sebesar 401.20 mg, magnesium sebesar 42.16 mg. Pada penelitian tahap tiga telah dilakukan intervensi terhadap 23 subjek yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu: kelompok intervensi sebanyak 13 orang dan kelompok kontrol sebanyak 10 orang. Hasil analisis menunjukkan hampir semua parameter antara kelompok intervensi tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol dimana nilai p>0.05. Sebelum penelitian tekanan darah sistolik dan diastolik, Indeks Massa Tubuh (IMT), rasio pinggang terhadap panggul, Lingkar Lengan (LILA), konsumsi energi, kebutuhan cairan, pH urin dan elektrolit urin kelompok intervensi dan kontrol masih dalam kisaran normal dan
63 tidak ada perbedaan signifikan diantara dua kelompok. Demikian juga dengan hasil analisis darah menunjukkan bahwa semua subjek memenuhi kriteria inklusi subjek penelitian yaitu tidak mengalami hypercholesterolemia, hyperuricemia dan hyperglikemia. Namun hasil analisis menunjukkan rata-rata volume urin kelompok kontrol lebih kecil daripada kelompok intervensi. Ada perbedaan signifikan diantara kedua kelompok (p<0.05), namun volume urin subjek pada kedua kelompok masih dalam kisaran normal. Perbedaan volume urin disebabkan karena perbedaan asupan air. Untuk memenuhi asupan air maka subjek diberi air minum sesuai kebutuhan masing-masing subjek pada kedua kelompok perlakuan. Hasil analisis menunjukkan konsentrasi K urin kelompok intervensi berbeda signifikan dengan kelompok kontrol. Konsentrasi K pada urin pada kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini disebabkan karena kelompok intervensi mendapatkan tambahan asupan K yang bersumber dari minuman fungsional yang diberikan. Setelah penelitian volume urin kedua kelompok tidak berbeda signifikan, walaupun volume urin subjek pada kedua kelompok meningkat dibanding sebelum penelitian. Hal ini disebabkan karena semua subjek mendapatkan air minum dengan jumlah sesuai kebutuhan yang dihitung berdasarkan berat badan. Peningkatan konsentrasi K urin pada kelompok intervensi menunjukkan bahwa konsumsi minuman fungsional dapat meningkatkan asupan K pada subjek. Sebaliknya kelompok kontrol yang tidak diberi minuman fungsional, asupan K hanya bersumber dari makanan harian yang dikonsumsi oleh subjek. Asupan K bersumber dari sayuran dan buah-buahan. Terjadi penurunan konsentrasi K urin pada subjek kontrol menunjukkan berkurangnya asupan K harian selama penelitian. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Hollbrok et al. (1984), yang menyimpulkan bahwa ekskresi Na dan K berkaitan erat dengan asupan Na dan K baik pada pria maupun wanita. Na yang diserap adalah 98% dari total asupan sedangkan jumlah K yang diserap 85% dari total asupan. Jumlah Na yang diekskresikan melalui urin adalah 86% dan kalium yang dieksresikan 77% dari total asupan. Peningkatan asupan Na pada kelompok intervensi tekanan darah sistolik dan diastolik, namun tidak berbeda signifikan dengan kelompok kontrol. Hal ini disebabkan oleh asupan kalium subjek juga meningkat karena mengonsumsi minuman fungsional yang mengandung kalium dan magnesium yang dapat melawan efek dari asupan Na yang tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Karpannen (1991), yang menyatakan bahwa peningkatan asupan kalium dan magnesium dapat melawan dan menahan kenaikan tekanan darah akibat asupan Na yang tinggi, hal senada juga dinyatakan oleh Mervaala et al. (1992). Pengaruh Na terhadap kenaikan tekanan darah dapat ditahan dan diimbangi dengan bertambahnya asupan K yang berasal dari minuman fungsional yang dikonsumsi (Sellmeyer et al. 2002). Selanjutnya Geleijnse et al. (2003), menyimpulkan bahwa peningkatan asupan K berkontribusi mencegah hipertensi. Demikian juga penelitian Aburto et al. (2013), menyimpulkan bahwa peningkatan asupan kalium dapat menurunkan tekanan darah, sedangkan pengurangan asupan Na < 2 gr/hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Penurunan tekanan sistolik dan diastolik pada kelompok kontrol setelah penelitian disebabkan karena menurunnya asupan Na dan konsumsi air yang cukup pada kelompok tersebut. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Sack et
64 al. (2001) dan Appel et al. (2005), yang menunjukkan bahwa penurunan asupan Na dapat menurunkan tekanan darah. Selain asupan Na menurun, asupan air yang cukup juga membantu penurunan tekanan darah subjek, karena konsumsi air minum secara teratur sejumlah kebutuhan, berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Menurut Geelen et al. (1996), keseimbangan cairan tubuh yang baik dapat menghambat keluarnya hormon Vasopresin Arginin (AVP). Penurunan AVP dapat terjadi 3 menit setelah mengonsumsi air minum. Hormon AVP berperan sebagai antidiuretik dan berfungsi mengatur homeostatis antara Na dan air sehingga tekanan darah akan stabil (Khamnei et al. 2004). Konsentrasi Ca urin kelompok intervensi sebelum penelitian tidak berbeda signifikan dengan konsentrasi Ca urin subjek kelompok kontrol. Setelah penelitian, konsentrasi Ca urin pada kedua kelompok juga tidak berbeda signifikan, meskipun konsentrasi Ca urin kelompok intervensi dan kelompok kontrol cenderung menurun. Penurunan eksresi Ca pada kelompok intervensi disebabkan karena adanya peningkatan asupan K dan penurunan konsentrasi Ca urin kelompok kontrol disebabkan oleh menurunnya asupan Na. Na dan K merupakan mikronutrien yang mempunyai pengaruh terhadap metabolisme Ca dan berpotensi menganggu hubungan antara asupan Ca dan kepadatan tulang, dimana rasio eksresi dan asupan relatif konstan(Uusi et al. 1999). Asupan Na dan K memengaruhi eksresi Ca pada urin. Asupan Na tinggi dapat meningkatkan eksresi Ca pada urin, sebaliknya asupan K tinggi dapat menurunkan eksresi K urin (Shortt dan Flynn 1990). Menurut Lemann et al.(1993), pemberian suplement KHCO3 pada orang sehat dapat menurunkan eksresi Ca pada urin (He et al. 2010). Hasil yang lebih baik dapat dicapai jika dibarengi dengan pengurangan asupan Na. Selanjutnya penelitian Jones et al. (2001), menyatakan asupan kalium berkorelasi signifikan dengan kepadatan tulang (Bone Mineral Density). Implikasi Hasil Penelitian Penerima manfaat langsung dari penelitian ini adalah perempuan dewasa yang mengalami prahipertensi. Prahipertensi merupakan tahap awal kenaikan tekanan darah sesorang melebihi tekanan darah normal. Prahipertensi dapat terjadi pada remaja sampai orang tua karena pola makan yang tidak seimbang, aktifitas yang rendah, pertambahan usia, berat badan berlebih, faktor genetik dan faktor stress. Dengan banyaknya faktor risiko hipertensi maka prahipertensi ditangani sejak dini untuk mencegah terjadinya hipertensi. Hasil penelitian ini dapat berimplikasi terutama pada pencegahan hipertensi dengan meningkatkan partisipasi masyarakat. Salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi masyarakat adalah dengan menumbuhkan kesadaran untuk memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya, menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko hipertensi dan cara-cara praktis untuk melakukan deteksi dini penyakit hipertensi. Selain meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan secara umum dan hipertensi khususnya, masyarakat juga diberi pengetahuan untuk mencegah hipertensi dengan menerapkan hidup sehat. Salah satu upaya menerapkan hidup sehat adalah merubah pola makan dengan membatasi jumlah asupan garam dan meningkatkan asupan kalium. Sumber kalium alami dapat diperoleh dari berbagai buah dan sayuran. Pisang merupakan
65 salah satu buah yang mudah dijumpai dimasyarakat baik di semua tempat baik di pedesaan maupun perkotaan. Pisang juga selalu tersedia sepanjang musim dengan harga terjangkau. Produksi pisang yang terus meningkat merupakan potensi pangan lokal yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan melakukan upaya diversifikasi olahan. Salah satu diversifikasi olahan baru yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah pembuatan produk minuman fungsional berbahan pisang dan kedelai yang bermanfaat untuk mencegah terjadinya hipertensi. Dengan memanfaatkan pisang sebagai salah satu alternatif bahan pangan yang bermanfaat menurunkan tekanan darah dan meningkatnya partisipasi masyarakat untuk mencegah hipertensi secara mandiri maka beban pemerintah untuk penyediaan obat hipertensi akan dapat dihemat untuk penanganan masalah kesehatan lainnya. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini masih memiliki keterbatasan antara lain (1) penelitian ini menggunakan desain Quasi Experiment, sebaiknya True Experiment. Desain Quasi Experiment dipilih karena pertimbangan beberapa kendala tekait teknis pemberian minuman fungsional, pembagian air minum setiap hari, koordinasi pengumpulan urin subjek dan batasan wilayah pelayanan kader Posbindu untuk kegiatan pengukuran tekanan darah; (2) pengontrolan konsumsi garam tidak dilakukan dengan asumsi ingin mengetahui pengaruh pemberian minuman fungsional dan pemberian air minum tanpa merubah pola makan subjek penelitian, hal ini dapat memengaruhi asupan natrium dan eksresi urin di akhir penelitian; (3) subjek masih terbatas pada jenis kelamin perempuan dengan rentang umur yang cukup luas.
66
8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Prahipertensi terjadi pada semua kelompok umur, proporsi tertinggi pada kelompok usia 41-50. 2. Prahipertensi terjadi pada semua kategori IMT, proporsi prahipertensi tertinggi pada kategori kurus berat. 3. Ada korelasi positif yang sangat signifikan antara umur dan lingkar pinggang dengan tekanan darah, kategori hipertensi (p≤ 0.01), maka semakin tinggi usia maka semakin tinggi tekanan darah subjek yang sangat berisiko terkena hipertensi. 4. Ada korelasi positif antara IMT, LILA, lingkar panggul dan RLPP (p≤ 0.05) dengan tekanan darah, artinya semakin besar IMT, LILA, lingkar panggul dan RLPP maka semakin tinggi pula tekanan darah subjek yang juga meningkatkan risiko hipertensi. 5. Rerata kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, kekentalan semua produk minuman fungsional tidak berbeda nyata (p>0.05). 6. Produk yang paling banyak dipilih oleh panelis adalah formula F3 dengan persentase 88%. 7. Produk Formula F3 mempunyai proporsi 1000 ml susu kedelai: 500 g pisang; 20 g gula pasir. Produk ini mengandung 7.00 mg natrium, serat pangan 3.95 g, kalium 401.20 mg dan magnesium 42.16 mg, maka produk formula F3 ini dapat menjadi alternatif minuman fungsional, khususnya bagi penderita prahipertensi. 8. Konsumsi minuman fungsional berpengaruh signifikan meningkatkan K urin, cenderung menurunkan eksresi ca urin , namun tidak signifikan. 9. Konsumsi minuman fungsional dapat menurunkan tekanan sistolik dan diastolik namun tidak signifikan dibandingkan dengan kontrol Saran Penelitian ini masih memiliki keterbatasan sehingga disarankan (1) penelitian sebaiknya dilanjutkan dengan menggunakan desain True Experiment; (2) melakukan pengontrolan konsumsi garam untuk meminimalkan pengaruh perbedaan asupan natrium terhadap eksresi urin; (3) melibatkan subjek laki-laki dengan rentang umur tertentu.
67
DAFTAR PUSTAKA Abu-Ghoush M, Al-Mahasnehb MA, Samhouric M, Al-Holy M, Herald T. 2009. Formulation and fuzzy modeling of viscosity of orange beverages fortified with carboxymethylcellulose-whey protein isolate emulsions. Jordan J Biol Sci 2: 109-118. Aburto NJ, Hanson S, Gutierrez H, Hooper L, Elliott P, Cappuccio FP. 2013. Effect of increased potassium intake on cardiovascular risk factors and disease: systematic review and meta-analyses. BMJ 346. Aburto NJ, Ziolkovska A, Hooper L, Elliott P, Cappuccio FP, Meerpohl JJ. 2013. Effect of lower sodium intake on health: systematic review and meta-analyses. BMJ 346. Adrogué HJ, Madias NE. 2007. Sodium and potassium in the pathogenesis of hypertension. N Engl J Med 356(19): 1966-1978. Agostoni C, Bresson J, Fairweather-Tait S. 2010. Scientific opinion on dietary reference values for water. EFSA J 8(3). Akamo AJ, Ademuyiwa O, Ojo DA, Talabi OA, Erinle CA, Ugbaja RN, Balogun EA. 2015. Anthropometric indicators and their correlation with hypertension comorbidly occurring with diabetes in some residents of Abeokuta, Nigeria. J Invest Biochem 4(2): 50-57. Akita S, Sacks FM, Svetkey LP, Conlin PR, Kimura G, Group D-STCR. 2003. Effects of the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) diet on the pressure-natriuresis relationship. J Hypertens 42(1): 8-13. Al-Nozha MM, Khalil MZ. 2008. Recent advances in the management of hypertension. Saudi Med J 29(8):1083-7. Al-Solaiman Y, Jesri A, Mountford WK, Lackland DT, Zhao Y, Egan BM. 2010. DASH lowers blood pressure in obese hypertensives beyond potassium, magnesium and fibre. J Hum Hypertens 24(4): 237-246. Almatsier S, Soetardjo S, Soekatri M. 2011. Gizi seimbang dalam daur kehidupan. Jakarta: Gramedia pustaka utama. Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta; PT SUN. Almatsier S. 2010. Penuntun Diet (Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia). Jakarta; PT Kompas Gramedia. h 267. Anas MN. 2013. Hubungan Lingkar Lengan Atas (LILA) Ibu Hamil dengan Angka Kejadian Preeklampsia di RS [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Anderson GH. 1999. Effect of age on hypertension: analysis of over 4,800 referred hypertensive patients. Saudi J Kidney Dis Transpl 10(3): 286. Annunziata A, Vecchio R. 2011. Functional foods development in the European market: A consumer perspective. J Funct Foods. 3(3): 223-228. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Total Dietary Fiber Determinan. AOAC. 985.52.29. Washington DC: Official Methods of Analysis. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Minerals Determinan. AOAC.985.35/50.1.14. Washington DC: Official Methods of Analysis.
68 Appel LJ. 1999. Nonpharmacologic therapies that reduce blood pressure: a fresh perspective. Clinical cardio 22(S3): 1-5. Appel LJ, Brands MW, Daniels SR, Karanja N, Elmer PJ, Sacks FM. 2006. Dietary approaches to prevent and treat hypertension a scientific statement from the American Heart Association. J Hypertens 47(2): 296-308. Appel LJ, Moore TJ, Obarzanek E, Vollmer WM, Svetkey LP, Sacks FM, Bray GA, Vogt TM, Cutler JA, Windhauser MM. 1997. A clinical trial of the effects of dietary patterns on blood pressure. N Engl J Med 336(16): 1117-1124. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Jawa Barat Dalam Angka 2014. Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Babatsikou F, Zavitsanou A. 2010. Epidemiology of hypertension in the elderly. Health Sci J. 4(1): 24-30. Baiyeri K, Aba S, Otitoju G, Mbah O. 2013. The effects of ripening and cooking method on mineral and proximate composition of plantain (Musa sp. AAB cv.‘Agbagba‟) fruit pulp. Afr. J. Biotechnol 10(36): 6979-6984. Balan H, Popescu L. 2014. “Gender Specific Medicine”: a Focus on GenderDifferences in Hypertension. Eur J Heart Fail 1: 5. [Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2015. Gambaran Konsumsi Pangan, Permasalahan Gizi dan Penyakit Tidak Menular di Jawa Barat. Jakarta. Beck ME. 1995. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan penyakit-penyakit: untuk Perawat dan Dokter. Andry H dan Kristiani,penerjemah. Yogyakarta (ID); Penerbit Yayasan. Essentia Medica. Yogyakarta dari :Nutrition and Dietetics for Nurses Beck CC, Lopes AdS, Pitanga FJG. 2011. Anthropometric indicators as predictors of high blood pressure in adolescents. Arq. Bras. Cardiol. 96(2): 126-133 Bellows L, Moore R. 2013. Diet and Hypertension. Updated Thursday. Bornkessel S, Bröring S, Omta SO, van Trijp H. 2014. What determines ingredient awareness of consumers? A study on ten functional food ingredients. Food Qual Prefer 32: 330-339. Bossingham MJ, Carnell NS, Campbell WW. 2005. Water balance, hydration status, and fat-free mass hydration in younger and older adults. Am J Clin Nutr 81(6): 1342-1350. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2007. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor: HK.00.05.52.6291 tentang Acuan Label Gizi Produk Pangan. Jakarta: BPOM RI. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Indonesia 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia. h 231-232. Brown I, Dyer A, Chan Q, Cogswell M, Ueshima H, Stamler J, Elliott P. 2013. INTERSALT Co-Operative Research Group Estimating 24-hour urinary sodium excretion from casual urinary sodium concentrations in western populations: The INTERSALT study. Am. J. Epidemiol. 177: 1180-1192. Cavanaugh BM. 2003. Nurse's Manual of Laboratory and Diagnostic Tests. United States of America: F. A. Davis Company. Cifkova R, Pitha J, Lejskova M, Lanska V, Zecova S. 2008. Blood pressure around the menopause: a population study. J Hypertens 26(10): 1976-1982.
69 Cohen JJ. 1991. The role of potassium in the pathogenesis and treatment of hypertension. Kidney Int 39:771-86. Coylewright M, Reckelhoff JF, Ouyang P. 2008. Menopause and hypertension an age-old debate. J Hypertens. 51(4): 952-959. Damanik ED dan Potangaroa. 2014. Kuisiner Tess DASS. Download dari http://www2.psy.unsw.edu.au/groups/dass/Indonesia. Dayanand G, Sharma A, Ahmed M, PP J, M R. 2015. Effect of banana on blood pressure of hypertensive individuals: a cross sectional study from Pokhara, Nepal. J Med Sci 3(2). DeMan JM. 1999. Principles of Food Chemistry3thEdition. Maryland: Aspen Publishers, Inc. Dhall M, Gupta S, Bhuker M, Sharma P, Kapoor S. 2011. Effectiveness of various anthropometric indices in prediction of cardiovascular risk among adult Jains. Open Anthropol J 4: 33-39. Diaz KM, Booth JN, Calhoun DA, Irvin MR, Howard G, Safford MM, Muntner P, Shimbo D. 2014. Healthy lifestyle factors and risk of cardiovascular events and mortality in treatment-resistant hypertension: the Reasons for Geographic and Racial Differences in Stroke study. Hypertens 64:465–71. doi: 10.1161/HYPERTENSIONAHA.114.03565 Dien NG, Mulyadi N, Kundre R. 2014. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Poliklinik Hipertensi dan Nefrologi BLU RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado. Jurnal Keperawatan 2(2). Dubey RK, Oparil S, Imthurn B, Jackson EK. 2002. Sex hormones and hypertension. Cardiovasc Res 53(3): 688-708. Duyff RL. 2012. American dietetic association complete food and nutrition guide: Houghton Mifflin Harcourt. Endrizzi I, Pirretti G, Calò DG, Gasperi F. 2009. A consumer study of fresh juices containing berry fruits. J. Sci. Food Agr 89(7): 1227-1235. Erdem Y, Arici M, Altun B, Turgan C, Sindel S, Erbay B, Derici U, Karatan O, Hasanoglu E, Caglar S. 2010. The relationship between hypertension and salt intake in Turkish population: SALTURK study. Blood Press 19(5):313–318 Ezzati M, Lopez AD, Rodgers A, Vander Hoorn S, Murray CJ. 2002. Selected major risk factors and global and regional burden of disease. Lancet 360:134760. Feig DI, Soletsky B, Johnson RJ. 2008. Effect of allopurinol on blood pressure of adolescents with newly diagnosed essential hypertension: a randomized trial. Jama 300(8):924-32. Gasperin D, Netuveli G, Dias-da-Costa JS, Pattussi MP. 2009. Effect of psychological stress on blood pressure increase: a meta-analysis of cohort studies. Cad 25(4): 715-726. Geelen G, Greenleaf JE, Keil LC. 1996. Drinking-induced plasma vasopressin and norepinephrine changes in dehydrated humans. J. Clin. Endocrinol. Metab 81(6): 2131-2135. Geleijnse J, Kok F, Grobbee D. 2003. Blood pressure response to changes in sodium and potassium intake: a metaregression analysis of randomised trials. J Hum Hypertens . 17(7): 471-480.
70 Geleijnse JM, Witteman JC, den Breeijen JH, Hofman A, de Jong PT, Pols HA, Grobbee DE. 1996. Dietary electrolyte intake and blood pressure in older subjects: the Rotterdam Study. J Hypertens 14(6): 737-741. Ghezelbash S, Ghorbani A. 2012. Lifestyle modification and hypertension prevention. Atheroscler S202-S207. Ghosh A. 2007. Comparison of anthropometric, metabolic and dietary fatty acids profiles in lean and obese dyslipidaemic Asian Indian male subjects. Eur J Clin Nutr 61(3): 412-419. Gierach M, Gierach J, Ewertowska M, Arndt A, Junik R. 2014. Correlation between body mass index and waist circumference in patients with metabolic syndrome. ISRN Endocrinol http://dx.doi.org/10.1155/2014/514589 Giles TD, Materson BJ, Cohn JN, Kostis JB. 2009. Definition and classification of hypertension: an update. J Clin Hypertens 11(11): 611-614. Ginting E, Antarlina SS. 2002. Pengaruh varietas dan cara pengolahan terhadap mutu susu kedelai. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 21(2): 48-57. Goldberg I. 2012. Functional foods: designer foods, pharmafoods, nutraceuticals: Springer Science & Business Media. Grayson PC, Kim SY, LaValley M, Choi HK. 2011. Hyperuricemia and incident hypertension: a systematic review and meta‐analysis. Arthritis Care Res 63(1):102-10. Griep LMO, Stamler J, Chan Q, Van Horn L, Steffen LM, Miura K, Ueshima H, Okuda N, Zhao L, Daviglus ML. 2013. Association of raw fruit and fruit juice consumption with blood pressure: the INTERMAP Study. Am J Clin Nutr 97(5): 1083-1091. Grossman E, Messerli FH. 2008. Secondary hypertension: interfering substances. J Clin Hypertens 10(7):556-66. Guo X, Zou L, Zhang X, Li J, Zheng L, Sun Z, Hu J, Wong ND, Sun Y. 2011. Prehypertension a meta-analysis of the epidemiology, risk factors, and predictors of progression. Tex Heart Inst J 38(6). Haapanen N, Miilunpalo S, Vuori I, Oja P, Pasanen M. 1997. Association of leisure time physical activity with the risk of coronary heart disease, hypertension and diabetes in middle-aged men and women. Int. J. Epidemiol 26(4): 739-747. Haddy FJ, Vanhoutte PM, Feletou M. 2006. Role of potassium in regulating blood flow and blood pressure. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 290(3): R546-R552. Hall JE, da Silva AA, do Carmo JM, Dubinion J, Hamza S, Munusamy S, Smith G, Stec DE. 2010. Obesity-induced hypertension: role of sympathetic nervous system, leptin, and melanocortins. J. Biol. Chem 285(23): 17271-17276. Hammami S, Mehri S, Hajem S, Koubaa N, Frih MA, Kammoun S, Hammami M, Betbout F. 2011. Awareness, treatment and control of hypertension among the elderly living in their home in Tunisia. BMC Cardiovasc Disord 11(1): 1. Hammami S, Mehri S, Hajem S, Koubaa N, Frih MA, Kammoun S, Hammami M, Betbout F. 2011. Awareness, treatment and control of hypertension among the elderly living in their home in Tunisia. BMC Cardiovasc Disord 11(1): 65. Hardiyansyah. 2011. Analisis konsumsi lemak gula dan garam penduduk Indonesia. Giz. Indon 34 (2): 92-100.
71 Haque M, Jahan W. 2015. A Study of Relationship of Waist Circumference and Waist-to-Hip Ratio with Blood Pressure Levels in Young Obese Adults. IJIRD 4(5). He FJ, Marciniak M, Carney C, Markandu ND, Anand V, Fraser WD, Dalton RN, Kaski JC, MacGregor GA. 2010. Effects of potassium chloride and potassium bicarbonate on endothelial function, cardiovascular risk factors, and bone turnover in mild hypertensives. Hypertens 55(3): 681-688. Hedayati SS, Minhajuddin AT, Ijaz A, Moe OW, Elsayed EF, Reilly RF, Huang C-L. 2012. Association of urinary sodium/potassium ratio with blood pressure: sex and racial differences. Clin J Am Soc Nephrol 7(2): 315-322. Holbrook J, Patterson K, Bodner J, Douglas L, Veillon C, Kelsay J, Mertz W, Smith J. 1984. Sodium and potassium intake and balance in adults consuming self-selected diets. Am J Clin Nutr 40(4): 786-793. Houston MC, Harper KJ. 2008. Potassium, magnesium, and calcium: their role in both the cause and treatment of hypertension. J Clin Hypertens 10(7): 3-11. Imam MZ, Akter S. 2011. Musa paradisiaca L. and Musa sapientum L.: a phytochemical and pharmacological review. JAPS 1(05): 14-20. [IOM] Institute of Medicine. 2005. DRI, dietary reference intakes for water, potassium, sodium, chloride, and sulfate: National Academy Press. Iqbal R, Ahmad Z, Malik F, Mahmood S, Shahzadi N, Mehwish S, Zahra A. 2012. A Statistical Analysis of Hypertension as Cardiovascular Risk Factor. Middle East J Sci Res 12(1): 19-22. Ismael S, Sastroasmoro S. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto. Ivanovic B dan Tadic M. 2015. Hypercholesterolemia and Hypertension: Two Sides of the Same Coin. Am J Cardiovasc Drugs 15(6):403-14. Jan R, Shah S, Saleem S, Waheed A, Mufti S, Lone+ M, Ashraf M. 2006. Sodium and potassium excretion in normotensive and hypertensive population in Kashmir. JAPI 54: 22-26. Jéquier E, Constant F. 2010. Water as an essential nutrient: the physiological basis of hydration. Eur J Clin Nutr 64(2): 115-123. John CB. 2009. Body mass index, waist to hip ratio and the prevalence of hypertension among university lecturers in Tanzania: a case study of University of Dar Es Salaam. Jones G, Riley MD, Whiting S. 2001. Association between urinary potassium, urinary sodium, current diet, and bone density in prepubertal children. Am J Clin Nutr 73(4): 839-844. Jones DW, Hall JE. 2006. Racial and ethnic differences in blood pressure biology and sociology. Circ 114(25):2757-2759. Kara PS, Erkoc R, Soyoral YU, Begenik H, Aldemir MN. 2013. Correlation of 24-hour urine sodium, potassium and calcium measurements with spot urine. EJGM 10(1). Karppanen H. 1991. Minerals and blood pressure. Annals of medicine 23(3): 299305. Kearney PM, Whelton M, Reynolds K, Muntner P, Whelton PK, He J. 2005. Global burden of hypertension: analysis of worldwide data. Lancet 365:217-23. Kee JL, Paulanka BJ, Polek C. 2000. Handbook of Fluids, Electroyles and Acid Base Imbalances. Cengage Learning; Canada.
72 [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2012. Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM). Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Tidak Menular. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2013. Penyelenggaraan Posbindu PTM (Buku Pintar Kader Sei Ke- 1). Jakarta. Direktorat Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Direktorat Pengendalian penyakit Tidak Menular Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2014. Buku Survei Konsumsi Makanan Individu dalam Studi Diet Total 2014. Jakarta; Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular. Khamnei S, Hosseinlou A, Ibrahimi H. 2004. The effect of volume of consumed water on drinking-induced sweating and plasma levels of arginine vasopressin, epinephrine and norepinephrine. J Endocrinol Metab: 19-28. Khanam MA, Lindeboom W, Razzaque A, Niessen L, Milton AH. 2015. Prevalence and determinants of pre-hypertension and hypertension among the adults in rural Bangladesh: findings from a community-based study. BMC public health 15(1): 1. Khanna N, Sharma R, Sidhu R. 2011. A study of the basic and derived anthropometric indices among the healthy adults (20–30 years of age) of amritsar city (punjab) having family history of hypertension. Int J Biol Med Res 2(3): 743-746. Khaw K, Barrett-Connor E. 1988. The association between blood pressure, age, and dietary sodium and potassium: a population study. Circulation 77(1): 5361. Kristbjornsdottir OK, Halldorsson TI, Thorsdottir I, Gunnarsdottir I. 2012. Association between 24-hour urine sodium and potassium excretion and diet quality in six-year-old children: a cross sectional study. Nutr J 11(1): 94-94. Kotchen TA, McCarron DA. 1998. Nutrition Committee. Dietary electrolytes and blood pressure a statement for healthcare professionals from the American Heart Association Nutrition Committee. Circ 98(6):613-7. Kung H-C, Xu J. 2015. Hypertension-related Mortality in the United States, 20002013. NCHS data brief (193): 1-8. Kuntyastuti H, Antarlina EG dan Utomo JS. 1999. Pengaruh pemupukan dan pengairan terhadap kadar protein dalam biji kedelai.Dalam F.R. Zakaria, M. Astawan, S. Koswara dan M.T. Suhartono ( Eds). 1999 12-13 Oktober. Jakarta: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan hlm 228-236. Lavizzo-Mourey RJ. 1987. Dehydration in the elderly: a short review. J Natl Med Assoc 79(10): 1033.
73 Lazar M, Lund DB, Dietrich W. 1972. IQB-a new concept in blanching. Food trade review. Lean M, Han T, Morrison C. 1995. Waist circumference as a measure for indicating need for weight management. Bmj 311(6998): 158-161. Lee BJ, Kim JY. 2014. A comparison of the predictive power of anthropometric indices for hypertension and hypotension risk. PloS one 9(1): e84897. Lemann Jr J, Pleuss JA, Gray RW. 1993. Potassium causes calcium retention in healthy adults. J. Nutr. 123(9): 1623-1626. Lenfant C, Chobanian AV, Jones DW, Roccella EJ. 2003. Seventh report of the Joint National Committee on the Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) resetting the hypertension sails. Circulation 107(24): 2993-2994. Lestari AP, Rahayuningsih HM. 2012. Pengaruh Pemberian Jus Tomat (Lycopersicum commune) terhadap Tekanan Darah pada Wanita Postmenopause Hipertensif Diponegoro University. Lichtenstein AH, Appel LJ, Brands M, Carnethon M, Daniels S, Franch HA, Franklin B, Kris-Etherton P, Harris WS, Howard B. 2006. Diet and lifestyle recommendations revision 2006 A scientific statement from the American Heart Association nutrition committee. Circulation 114(1): 82-96. Lovibond, SH dan Lovibond, P F. 2004. Manual for The Deprresion Anxiety Stress Scales 2nd. School of Psychology University of New South Wales. Australian Research Council. Australia Luft F, Weinberger M. 1987. Potassium and blood pressure regulation. Am J Clin Nutr 45: 1289-94. MacMahon SW, Blacket RB, Macdonald GJ, Hall W. 1984. Obesity, alcohol consumption and blood pressure in Australian men and women The National Heart Foundation of Australia Risk Factor Prevalence Study. J Hypertens 2(1):85-91. Mahan LK, Escott-Stump S. 2008. Krause's food & nutrition therapy: Saunders/Elsevier St. Louis, Mo. Mancia G, Fagard R, Narkiewicz K, Redón J, Zanchetti A, Böhm M, Christiaens T, Cifkova R, de Backer G, Dominiczak A, Galderisi M, Grobbee DE, Jaarsma T, Kirchhof P, Kjeldsen SE, Laurent S, Manolis AJ, Nilsson PM, Ruilope LM, Schmieder RE, Sirnes PA, Sleight P, Viigimaa M, Waeber B, Zannad F. 2013. ESH/ESC Guidelines for the management of arterial hypertension: the Task Force for the management of arterial hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). J Hypertens 31:1281–357. doi: 10.1097/01.hjh.0000431740.32696.cc Mannan H. 2013. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto Tahun 2012. Manolis AJ, Kallistratos MS, Doumas M, Pagoni S, Poulimenos L. 2015. Recent advances in the management of resistant hypertension. F1000Prime Rep 7: 03. Marimuthu K, Thilaga M, Kathiresan S, Xavier R, Mas R. 2012. Effect of different cooking methods on proximate and mineral composition of striped snakehead fish (Channa striatus, Bloch). Int J Food Sci 49(3): 373-377. Martonggo H. 2013. Hubungan Rasio Lingkar Pinggang–Panggul Dengan Tekanan Darah Pada Guru SMA N 1 Wonosari Klaten Universitas Muhammadiyah Surakarta.
74 Mateos-Cáceres PJ, Zamorano-León JJ, Rodríguez-Sierra P, Macaya C, LópezFarré AJ. 2011. New and old mechanisms associated with hypertension in the elderly. Int J Hypertens. McLean RM. 2014. Measuring population sodium intake: a review of methods. Nutrients 6(11): 4651-4662. Menrad K, Sparke K. 2006. Consumers‟ attitudes and expectations concerning functional food. Kai Sparke University of Applied Sciences of Weihenstephan. Mente A, O'Donnell MJ, Rangarajan S, McQueen MJ, Poirier P, Wielgosz A, Morrison H, Li W, Wang X, Di C, Mony P. 2014. Association of urinary sodium and potassium excretion with blood pressure. N Engl J Med 371(7):601-11. Mervaala E, Himberg J-J, Laakso J, Tuomainen P, Karppanen H. 1992. Beneficial effects of a potassium-and magnesium-enriched salt alternative. J Hypertens. 19(6): 535-540. Midha T, Krishna V, Shukla R, Katiyar P, Kaur S, Martolia DS, Pandey U, Rao YK. 2015. Correlation between hypertension and hyperglycemia among young adults in India. World J Clin Cases 3(2):171. Mill JG, da Silva AB, Baldo MP, Molina MC, Rodrigues SL. 2012. Correlation between sodium and potassium excretion in 24-and 12-h urine samples. Braz. J. Med. Biol. Res 45(9):799-805. Mizéhoun‐Adissoda C, Houehanou C, Chianéa T, Dalmay F, Bigot A, Preux PM, Bovet P, Houinato D, Desport JC. 2015. Estimation of Daily Sodium and Potassium Excretion Using Spot Urine and 24‐Hour Urine Samples in a Black Population (Benin). J Clin Hypertens. Morris Jr RC, Schmidlin O, Tanaka M, Forman A, Frassetto L, Sebastian A (1999). Differing effects of supplemental KCl and KHCO3: pathophysiological and clinical implications. Seminars in nephrology. Muchtadi D. 2012. Pangan Fungsional dan Senyawa Bioaktif. Bandung ; Alfabeta. Muchtadi, D. 2010. Kedelai Komponen untuk Kesehatan. Bandung: Alfabeta. Munehiro Y, Tsutomu F, Junya S, Tomiko T, Katsumi S. 2012. Correlation between mineral intake and urinary excretion in free-living Japanese young women. J Nutr Food Sci. 2012. Mungreiphy N, Kapoor S, Sinha R. 2011. Association between BMI, blood pressure, and age: study among Tangkhul Naga tribal males of Northeast India. J Anthropol. 2011. Nguyen H, Odelola OA, Rangaswami J, Amanullah A. 2013. A review of nutritional factors in hypertension management. Int J Hypertens. 2013. Nkeh-Chungag BN, Mxhosa TH, Mgoduka PN. 2015. Association of waist and hip circumferences with the presence of hypertension and pre-hypertension in young South African adults. Afr Health Sci 15(3): 908-916. Nozoe S, Munemoto T. 2002. Stress and hypertension. JMAJ 45(5): 187-191. Nurhuda H, Maskat MY, Mamot S, Afiq J, Aminah A. 2013. Effect of blanching on enzyme and antioxidant activities of rambutan (Nephelium lappaceum) peel. IFRJ 20(4): 1725-1730. Nurifadah, C.S. and Candra, A. 2012. Status Yodium Penderita Hipertensi dengan Diet Rendah Garam Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Disertasi: Universitas Diponegoro: Semarang
75 O'Donnell MJ, Yusuf S, Mente A, Gao P, Mann JF, Teo K, McQueen M, Sleight P, Sharma AM, Dans A. 2011. Urinary sodium and potassium excretion and risk of cardiovascular events. Jama 306(20): 2229-2238. Oluwalana I, Oluwamukomi M, Fagbemi T, Oluwafemi G. 2011. Effects of temperature and period of blanching on the pasting and functional properties of plantain (Musa parasidiaca) flour. J. Stored Prod. Postharvest Res.. 2(8): 164169. Oparil S, Zaman MA, Calhoun DA. 2003. Pathogenesis of hypertension. Ann Intern Med. 139(9):761-76. Pang W, Sun Z, Zheng L, Li J, Zhang X, Liu S, Xu C, Li J, Hu D, Sun Y. 2008. Body mass index and the prevalence of prehypertension and hypertension in a Chinese rural population. J. Intern. Med 47(10): 893-897. Pantea I, Andreescu O, Valcu M, Brezean I. 2011. Pehypertension A New Disease? Bulletin of the Transilvania University of Brasov, Seriels VI: J. Med. Sci. 4(1). Pechère-Bertschi A, Burnier M. 2004. Female sex hormones, salt, and blood pressure regulation. Amj Hypertens 17(10): 994-1001. Penggalih M, Gardjito M, Sofro Z. 2012. Banana isotonic drink improves orthostatic tolerance in voluntary dehydration subject. IFRJ. 19(3): 883-887. Perrier E, Rondeau P, Poupin M, Le Bellego L, Armstrong L, Lang F, Stookey J, Tack I, Vergne S, Klein A. 2013. Relation between urinary hydration biomarkers and total fluid intake in healthy adults. Eur J Clin Nutr 67(9): 939943. Pietinen P, Uusitalo U, Nissinen A. 1988. Intersalt Cooperative Research Group. INTERSALT: an international study of electrolyte excretion and blood pressure. Results for 24 hour urinary sodium and potassium excretion. Bmj. Pio-Magalhaes JA, Cornelio M, Leme Jr CA, Matos-Souza JR, Garlipp CR, Gallani MC, Rodrigues RC, Franchini KG, Nadruz Jr W. 2008. Upper arm circumference is an independent predictor of left ventricular concentric hypertrophy in hypertensive women. Hypertension Res 31(6):1177. Prabawati S, Setyabudi D. 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. Pradono J, Indrawati L, Murnawan T. 2013. Permasalahan dan Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Terjadinya Hipertensi di Kabupaten Bogor, Prov Jawa Barat. Buletin Penelitian Kesehatan. 41(2 Jun): 61-71. Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi. 6 Volume 1: 417-433. Brahm U, Huriawati H, Pita W, dewi AM, penerjemah. Jakarta (ID). Penerbit buku Kedokteran EGC;Terjemahan dari Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes. Profir AG, Vizireanu C. 2013. Sensorial analysis of a functional beverage based on vegetables juice. Acta Biologica Szegediensis. 57(2): 145-148. Rahmouni K, Correia ML, Haynes WG, Mark AL. 2005. Obesity-associated hypertension new insights into mechanisms. J Hypertens 45(1): 9-14. Ranasinghe C, Gamage P, Katulanda P, Andraweera N, Thilakarathne S, Tharanga P. 2013. Relationship between Body mass index (BMI) and body fat percentage, estimated by bioelectrical impedance, in a group of Sri Lankan adults: a cross sectional study. BMC Public Health. 13(1):1-8
76 Reddy KS, Katan MB. 2004. Diet, nutrition and the prevention of hypertension and cardiovascular diseases. Public Health Nutr 7(1a): 167-186. Riebl SK, Davy BM. 2013. The hydration equation: update on water balance and cognitive performance. ACSMS Health Fit J 17(6): 21. Rivas M, Garay RP, Escanero JF, Cia P, Alda JO. 2002. Soy milk lowers blood pressure in men and women with mild to moderate essential hypertension. J Nutr 132(7): 1900-1902. Sacks FM, Svetkey LP, Vollmer WM, Appel LJ, Bray GA, Harsha D, Obarzanek E, Conlin PR, Miller ER, Simons-Morton DG. 2001. Effects on blood pressure of reduced dietary sodium and the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) diet. N Engl J Med 344(1): 3-10. Saeed AA, Al-Hamdan NA. 2013. Anthropometric risk factors and predictors of hypertension among Saudi adult population–a national survey. J Epidemiol Glob Health 3(4): 197-204. Sainani G. 2003. Non-drug therapy in prevention and control of hypertension. J Assoc Physicians Indi . 51: 1001-1006. Salahuddin S, Prabhakaran D, Roy A. 2012. Pathophysiological mechanisms of tobacco-related CVD. Glob Heart 7(2): 113-120. Sellmeyer DE, Schloetter M, Sebastian A. 2002. Potassium citrate prevents increased urine calcium excretion and bone resorption induced by a high sodium chloride diet. J Clin Endocrinol Metab 87(5): 2008-2012. Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis sensori untuk industri pangan dan agro. Bogor :IPB-Press. Shin JY, Kim JM, Kim Y. 2013. Associations between dietary patterns and hypertension among Korean adults: the Korean National Health and Nutrition Examination Survey (2008-2010). Nutr Res Pract 7(3):224-232. Shortt C, Flynn A. 1990. Sodium-calcium inter-relationships with specific reference to osteoporosis. Nutr Res Rev. 3(1): 101-115. Silva DAS, Petroski EL, Peres MA. 2013. Accuracy and measures of association of anthropometric indexes of obesity to identify the presence of hypertension in adults: a population-based study in Southern Brazil. Eur J Clin Nutr 52(1): 237-246. Simbolon D, Suryani D. Yandrizal. 2016. Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular (PTM). Yogyakarta; Deepublish. Sims CA, Bates RP (1994). Challenges to processing tropical fruit juices: banana as an example. Proceedings-Florida State Horticultural Society, Florida. Sirajuddin S, Jafar N. 2013. Faktor Risiko Pola Konsumsi Natrium Kalium Serta Status Obesitas Terhadap Kejadian Hipertensi di Puskesmas Lailangga. Slama M, Susic D, Frohlich ED. 2002. Prevention of hypertension. Current Opinion in Cardiology. 17(5): 531-536. Staessen JA, Bulpitt CJ, Fagard R, Lijnen P, Amery A (1994). The influence of menopause on blood pressure. Hypertension in postmenopausal women, Springer: 15-26. Stolarz-Skrzypek K, Bednarski A, Czarnecka D, Kawecka-Jaszcz K, Staessen JA. 2013. Sodium and potassium and the pathogenesis of hypertension. Curr Hypertens Rep 15(2): 122-130.
77 Soeseno A. 2007. Kajian karakteristik gelombang ultrasonik untuk deteksi tingkat kematangan buah pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca sp) [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Subroto MA. 2008. Real Food True Health: Makanan Sehat untuk Hidup Lebih Sehat. Jakarta: PT. Agro Media Pustaka Sugiyono D. 2015. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. Sundari F, Amalia L, Ekawidyani KR. 2014. Minuman Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) dapat Menurunkan Tekanan Darah pada Wanita Dewasa Penderita Hipertensi Ringan dan Sedang. Jurnal Gizi dan Pangan. 9(3). Svetkey LP. 2005. Management of prehypertension. J Hypertens. 45(6): 10561061. Svetkey LP, Simons-Morton D, Vollmer WM, Appel LJ, Conlin PR, Ryan DH, Ard J, Kennedy BM. 1999. Effects of dietary patterns on blood pressure: subgroup analysis of the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) randomized clinical trial. Arch Intern Med 159(3): 285-293. Lim TK. 2012. Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants. Volume 3 (Fruits). Netherlands: Springer Science. Tabassum N, Ahmad F. 2011. Role of natural herbs in the treatment of hypertension. Pharmacogn Rev 5(9): 30. Tayie, FA, Jourdan K. 2010. Hypertension, dietary salt restriction, and iodine deficiency among adults. Am J Hypertens 23(10), pp.1095-1102. Tobian L. 1997. Dietary sodium chloride and potassium have effects on the pathophysiology of hypertension in humans and animals. Am J Clin Nutr 65(2): 606S-611S. Treasure J, Ploth D. 1983. Role of dietary potassium in the treatment of hypertension. J Hypertens 5(6): 864-872. Uusi-Rasi K, Fogelholm M, Nenonen A, Pasanen M. 1999. The accuracy of estimating calcium, sodium and potassium intake with a food record. J Food Nutr Res 43: 56-62. Vasdev S, Stuckless J. 2010. Antihypertensive effects of dietary protein and its mechanism. Int J Angiol 19(1): e7. Venezia A, Barba G, Russo O, Capasso C, De Luca V, Farinaro E, Cappuccio FP, Galletti F, Rossi G, Strazzullo P. 2010. Dietary sodium intake in a sample of adult male population in southern Italy: results of the Olivetti Heart Study. Eur J Clin Nutr 64(5): 518-524. Vicente AR, Manganaris GA, Sozzi GO, Crisosto CH. 2009. Nutritional quality of fruits and vegetables. Postharvest handling: a system approach. Florkowski, WJ. 58-93. Villegas B, Carbonell I, Costell E. 2009. Acceptability of milk and soymilk vanilla beverages: demographics consumption frequency and sensory aspects. Food Sci Technol Int 15(2): 203-210. Virdis A, M Bruno R, Fritsch Neves M, Bernini G, Taddei S, Ghiadoni L. 2011. Hypertension in the elderly: an evidence-based review. Curr Pharm Des 17(28): 3020-3031. Wang X, Ding X, Su S, Harshfield G, Treiber F, Snieder H. 2011. Genetic influence on blood pressure measured in the office, under laboratory stress and during real life. Hypertension Res. 2011 Feb 1;34(2):239-44.
78 Wang X, Ding X, Su S, Yan W, Harshfield G, Treiber F, Snieder H. 2009. Genetic influences on daytime and night-time blood pressure: similarities and differences. J Hypertens 27(12):2358. Wang C-Y, Cogswell ME, Loria CM, Chen T-C, Pfeiffer CM, Swanson CA, Caldwell KL, Perrine CG, Carriquiry AL, Liu K. 2013. Urinary excretion of sodium, potassium, and chloride, but not iodine, varies by timing of collection in a 24-hour calibration study. J Nutr 143(8): 1276-1282. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG, Flack JM, Carter BL, Materson BJ, Ram CVS. 2014. Clinical practice guidelines for the management of hypertension in the community. J Clin Hypertens 16(1): 14-26. White F, Pereira L, Garner J. 1986. Associations of body mass index and waist: hip ratio with hypertension. CMAJ: Can Med Ass 135(4): 313. [WHO] World Health Organization. 2000. Obesity: preventing and managing the global epidemic. Tersedia dari: http://www.who.int /mediacentre/ factsheets/ fs117/en/ index.html. [WHO] World Health Organization. 2011. Waist circumference and waist-hip ratio. [Internet]. [Diaju 4 Mei 2016]. [WHO] World Health Organization. 2012. Guideline: Sodium intake for adults and children. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. Geneva.ISBN 978 92 4 150483 6 [WHO] World Health Organization. 2013. WHO issues new guidance on dietary salt and potassium. . [Internet]. [Diacu 19 Mei 2014]. Geneva. Widjaja FF, Santoso LA, Barus NR, Pradana GA, Estetika C. 2013. Prehypertension and hypertension among young Indonesian adults at a primary health care in a rural area. Med J Indones 22(1): 39. Winarti S. 2010. Makanan fungsional. Yogyakarta: Graha Ilmu. Xu X, Ding X, Zhang X, Su S, Treiber FA, Vlietinck R, Fagard R, Derom C, Gielen M, Loos RJ, Snieder H. 2013. Genetic and environmental influences on blood pressure variability: a study in twins. J hypertens (4). Xu J, Wang M, Chen Y, Zhen B, Li J, Luan W, Ning F, Liu H, Ma J, Ma G. 2014. Estimation of salt intake by 24-hour urinary sodium excretion: a crosssectional study in Yantai, China. BMC Public Health. 14(1):1. Yadav S, Boddula R, Genitta G, Bhatia V, Bansal B, Kongara S, Julka S, Kumar A, Singh H, Ramesh V. 2008. Prevalence & risk factors of pre-hypertension & hypertension in an affluent north Indian population. Indian J Med Res. 128(6): 712. Yang G, Ma Y, Wang S, Su Y, Rao W, Fu Y, Yu Y, Kou C. 2015. Prevalence and Correlates of Prehypertension and Hypertension among Adults in Northeastern China: A Cross-Sectional Study. Int. J. Environ. Res. Publ. Health 13(1): 82. Yang G, Shu X-O, Jin F, Zhang X, Li H-L, Li Q, Gao Y-T, Zheng W. 2005. Longitudinal study of soy food intake and blood pressure among middle-aged and elderly Chinese women. Am J Clin Nutr 81(5): 1012-1017. Yuan G-f, Sun B, Yuan J, Wang Q-m. 2009. Effects of different cooking methods on health-promoting compounds of broccoli. J Zhejiang Univ Sci B. 10(8): 580-588.
79 Zahn S, Hoppert K, Ullrich F, Rohm H. 2013. Dairy-based emulsions: Viscosity affects fat difference thresholds and sweetness perception. Foods 2(4): 521533. Zhang Z, Cogswell ME, Gillespie C, Fang J, Loustalot F, Dai S, Carriquiry AL, Kuklina EV, Hong Y, Merritt R. 2013. Association between usual sodium and potassium intake and blood pressure and hypertension among US adults: NHANES 2005–2010. PLoS One 8(10): e75289. Zuraidah M, Apriliadi N. 2012. Analisis Faktor Risiko Penyakit Hipertensi pada Masyarakat di Kecamatan Kemuning Kota Palembang Tahun 2012. Riset Pembinaan Tenaga Kesehatan.
80
LAMPIRAN
81 Lampiran 1. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik
82 Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian
Bahan Baku
Produk Minuman Fungsional
Konsumsi Minuman Fungsional
Pengukuran Tekanan Darah
Pengumpulan Urin
83
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ampenan, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, pada 19 Juni 1968 sebagai anak kesembilan dari pasangan Hidayat P dan Rutini. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Kesuma, Cakranegara Mataram pada 1987 dan menyelesaikan Pendidikan S1 dari Program Studi Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Mataram pada 1993. Selama kuliah penulis mendapat mendapat beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID) dan setelah lulus mengabdi di Politeknik Negeri Jember sejak 1994. Penulis diangkat menjadi PNS pada April 1995 dan bertugas sebagai pengajar di Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Jember. Penulis mendapatkan beasiswa BPPS untuk melaksanakan tugas belajar S2 di Program Magister Teknik Lingkungan, Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung pada tahun 1997-1999. Pada Agustus 2008 penulis ditugaskan mengajar di Program Studi Gizi Klinik yang baru didirikan di Politeknik Negeri Jember dan ditunjuk sebagai Ketua Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Teknologi Industri Pangan. Pada Juli 2010 ditugaskan menjadi Ketua Program Studi Gizi Klinik Politeknik Negeri Jember. Pada Februari 2011 penulis mengikuti Train of Trainer Workshop on Food Safety for Nutritionist and Health Professionals, SEAMEO-TROPMED RCCN, Jakarta. Pada tahun 2011 penulis mendapat kesempatan tugas belajar (S3) di Program Studi Ilmu Gizi manusia sejak tahun 2011. Publikasi ilmiah selama mengikuti tugas belajar S3 di Pascasarjana IPB, Judul”Pengembangan minuman fungsional untuk penderita prahipertensi” diterbitkan pada Jurnal Gizi dan Pangan Volume 11, No. 2, Juli 2016. Jurnal kedua telah diterbit pada International Journal of Science and Basic and Applied Research (IJSBAR) vol 27, no 3 (2016): 159-173 dengan judul “Anthropometry as the Predictor of Hypertension and Proportion of Prehypertension among Posbindu‟s Participants in Sindangbarang City Block, Bogor City”. Jurnal ketiga sedang dalam proses review pada International journal of Applied Research in Natural Product (IJARNP), terindeks Scopus dan Scimago dengan impact factor 1.02 sejak 22 juni 2016, dengan judul „Effect of Functional Beverage on Blood Pressure and Urinary Electrolytes (Na, K and Ca) in Adult Women with Prehypertension”.