0969: Eduard Fransisco Tethool dkk.
PG-331
PENGARUH KONSENTRASI HYDROGEN PEROXIDA DAN IRRADIASI ULTRAVIOLET TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN BAKING EXPANSION PATI SAGU Eduard Fransisco Tethool *) Abadi Jading Budi Santoso Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua Jl. Gunung Salju – Amban, Manokwari, Papua Barat 98314 Telepon (0986) 214991; 212830 *) e-Mail:
[email protected] Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Potensi sagu di Indonesia sangat besar, namun pemanfaatannya masih sangat kurang karena keterbatasan sifat fisikokimia, terutama pengembangan pati pada saat pemanggangan (baking expansion). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi hydrogen peroksida serta irradiasi ultraviolet (UV) sebagai katalisator oksidasi terhadap sifat fisikokimia dan baking expansion pati sagu teroksidasi. Penelitian menggunakan metode experimental, dengan perlakuan 5 taraf konsentrasi hydrogen peroksida yaitu 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% dari total berat pati, disertai perlakuan dengan dan tanpa irradiasi UV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa oksidasi pati dengan hydrogen peroksida berpengaruh terhadap sifat fisikokimi dan baking expansion pati sagu. Daya pengembangan dan kelarutan pati, kadar amilosa, serta kadar karbonil dan karboksil dari pati teroksidasi meningkat hingga konsentrasi 3%, namun kemudian menurun pada konsentrasi 4% dan 5%. Perlakuan irradiasi UV sebagai katalisator oksidasi menyebabkan proses oksidasi pati lebih efektif, dengan rata-rata sifat fisikokimia lebih tinggi dibanding oksidasi tanpa irradiasi UV. Analisis baking expansion menunjukkan bahwa oksidasi dengan konsentrasi hydrogen peroksida 3% disertai irradiasi UV menghasilkan pati teroksidasi dengan volume spesifik tertinggi, yaitu 8,65 mL/g, atau derajat pengembangan meningkat 65,6% dibanding pati alami (5,22 mL/g). Kata Kunci: pati sagu, oksidasi, hydrogen peroksida, irradiasi UV.
I. PENDAHULUAN Pati telah digunakan sejak lama sebagai bahan baku dalam pembuatan berbagai produk, dalam industri pangan maupun non pangan. Pati sagu merupakan salah satu jenis pati alami yang diperoleh dari batang pohon sagu (Metroxylon sago). Sagu merupakan salah satu tanaman penting yang bernilai ekonomis tinggi, karena memiliki hasil rendemen pati yang tinggi dengan biaya produksi yang rendah dari setiap hektar luasan lahannya. Sagu tumbuh di beberapa Negara tropis, seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand [1]. Flach [2] menyebutkan bahwa dari 2,2 juta ha lahan sagu diseluruh dunia, 1,4 juta ha terdapat di hutan Indonesia dan 0,9 juta ha terdapat di Papua. Meskipun potensi sagu di Indonesia sangat tinggi namun pemanfaatannya masih terbatas sebagai bahan pangan tradisional masyarakat Papua. Pati sagu lebih sulit
dimanfaatkan sebagai bahan baku produk olahan dalam industri pangan karena keterbatasan sifat fisikokimianya [3]. Tethool et al. [4] melaporkan bahwa pati sagu memiliki daya pengembangan yang terbatas, padahal sifat ini dibutuhkan oleh industri pangan, terutama mi dan bakeri. Keterbatasansifat fisikokimia pati dapat diatasi dengan memodifikasi pati tersebut, baik dengan metode kimia, fisik maupun enzimatis [5]. Oksidasi pati merupakan salah satu bentuk modifikasi kimia, dan menjadi metode modifikasi yang penting dan banyak digunakan. Hal ini disebabkan pati yang dihasilkan memiliki viskositas yang rendah, stabilitas pasta yang tinggi, sifat ikatan dan pembentukan film yang baik serta kejernihan yang lebih tinggi [6]. Pati teroksidasi juga dapat diaplikasikan secara lebih luas dalam berbagai industri seperti kertas, tekstil, laundry, serta sebagai bahan pelapis permukaan [7]. Salah satu sifat penting pati teroksidasi
PG-332 untuk diaplikasikan dalam industri pangan adalah pengembangan pada saat pemanggangan (baking expansion) [8, 9]. Hidrogen peroksida merupakan salah satu senyawa oksidator yang banyak digunakan dalam praktek komersial untuk oksidasi pati. Dalam proses oksidasi, hydrogen peroksida tidak menghasilkan senyawa atau residu yang berbahaya, karena akan terurai menjadi oksigen dan air. Oleh karena itu senyawa ini lebih aman dan bersifat ramah lingkungan, sehingga cocok diaplikasikan dalam industri pangan [5]. Beberapa studi tentang oksidasi pati disertai pemaparan sinar ultraviolet (UV) telah dilakukan. [10,11,12]. El-Sheikh et al. [13] melaporkan bahwa oksidasi pati singkong dengan hydrogen peroksida disertai irradiasi UV berpengaruh terhadap sifat fisikokimia pati yang dihasilkan. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa irradiasi UV penting untuk sifat pengembangan pada saat pemanggangan dari pati singkong dan produk biskuitnya [8,10,11]. Hal ini disebabkan karena ketika hydrogen peroksida dipaparkan sinar UV maka akan terbentuk gugus radikal yang memicu proses oksidasi [13]. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi hydrogen peroksida serta irradiasi UV sebagai katalisator oksidasi terhadap sifat fisikokimia, khususnya baking expansion pati sagu. Dengan demikian pati sagu dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan untuk berbagai produk olahan dalam industri pangan.
II. METODOLOGI Oksidasi Pati Oksidasi pati dilakukan dengan menggunakan alat katalisator UV (Gambar 1). Perlakuan yang digunakan yaitu 5 konsentrasi hydrogen peroksida (1%, 2%, 3%, 4% dan 5%) dari berat pati, dikombinasikan dengan perlakuan irradiasi UV dan tanpa irradiasi. Slurry pati dengan rasio 1:6 (pati:air) dimasukkan ke tangki reaktor (no.2), kemudian ditambahkan hydrogen peroksida sesuai perlakuan konsentrasi. Selanjutnya slurry di pompa (no. 3) dan dialirkan ke tabung irradiasi UV (no. 5). Dalam tabung irradiasi, lampu UV dinyalakan untuk memberikan radiasi kepada slruy pati yang mengalir. Untuk perlakuan tanpa irradiasi, lampu UV tidak dinyalakan. Proses oksidasi ini dilakukan selama 15 menit. Untuk mencegah terjadi pengendapan pati selama proses oksidasi, dilakukan pengadukan secara mekanis (no.1). Setelah proses oksidasi, slurry pati dikeluarkan kemudian dilakukan pencucian dan pembilasan dengan aquades sebanyak 3 kali untuk menghentikan proses oksidasi. Pati sagu teroksidasi kemudian dikeringkan pada suhu 50oC.
0969: Eduard Fransisco Tethool dkk.
Gambar 1. Alat katalisator UV Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati Sagu Teroksidasi Pati sagu teroksidasi selanjutnya dikarakterisasi sifat fisikokimianya berupa kadar amilosa [14]; daya pengembangan dan kelarutan [15]; kadar karbonil dan karboksil [16]. Pati alami (tidak dioksidasi) digunakan sebagai pembanding. Penentuan Baking expansion Baking expansion pati sagu ditentukan menggunakan metode yang dijelaskan Demiate et al. [9], dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 24 gram pati ditambah 30 ml aquades, lalu digelatinisasikan. Adonan dibagi rata menjadi 3 bagian, lalu dioven pada suhu 200oC selama 25 menit. Hasil panggangan kemudian didinginkan, ditimbang, kemudian dlapisi permukaannya dengan pencelupan dalam parafin. Volume hasil panggangan ditentukan dengan mencelupkan sampel dalam gelas ukur berisi air, hingga seluruh bagian terndam, dan peningkatan volume tercatat. Sifat baking expansion dinyatakan dalam volume spesifik, dengan membagi volume dengan massa hasil panggangan (mL/g).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Pengembangan dan kelarutan Gambar 2 menunjukkan hasil analis daya pengembangan dan kelarutan pati sagu teroksidasi. Daya pengembangan dan kelarutan pati oksidasi meningkat hingga konsentrasi hydrogen peroksida 3 % dan kemudian menurun pada konsentrasi 4% dan 5%.
0969: Eduard Fransisco Tethool dkk.
PG-333 Kandungan amilosa pati sagu teroksidasi ditampilkan pada Gambar 3. Kandungan amilosa pati sagu meningkat seiring meningkatnya konsentrasi hydrogen peroksida. Peningkatan kandungan amilosa ini disebabkan terjadinya depolimerisasi rantai molekul pati, di mana rantai panjang polimer pati diputus menjadi polimer dengan rantai molekul yang lebih pendek dalam jumlah yang lebih banyak [7].
Gambar 3. Kadar Amilosa Pati Sagu Teroksidasi
Gambar 2. Daya Pengembangan dan Kelarutan Pati Sagu Teroksidasi Peningkatan daya pengembangan pati disebabkan peningkatan gugus hidrofilik (-COOH) selama proses oksidasi [17]. Sedangkan penurunan daya pengembangan pati pada konsentrasi oksidator tinggi diduga karena terjadi oksidasi berlebih mengakibatkan terjadinya photo-croslinking. Photo-croslinking mengakibatkan peningkatan ikatan intramolekul pati dan menghambat daya pengembangan pati [12,18]. Kelarutan pati menunjukkan banyaknya jumlah molekul pati yang terlarut pada suhu tertentu. Peningkatan kelarutan pati setelah oksidasi merupakan hasil dari depolimerisasi molekul pati dan lemahnya struktur granula menyebabkan terlarutnya fraksi amilosa ke medium [12, 15]. Penurunan kelarutan pada konsentrasi peroksida 4% dan 5% kemungkinan disebabkan akibat terjadinya photo-crosslinking selama oksidasi. Adanya ikatan silang antar molekul pati menyebabkan pengembangan granula menjadi terbatas serta menghambat depolimerisasi pati. [7, 18]. Gambar 2 menunjukkan bahwa pati sagu yang dioksidasi dengan hydrogen peroksida disertai irradiasi UV memiliki daya pengembangan dan kelarutan yang lebih tinggi dibanding oksidasi pati tanpa irradiasi UV. Kadar Amylosa
Wang dan Wang [18] melaporkan bahwa oksidasi pati menyebabkan terjadinya degradasi dan pemecahan molekul amilosa dan amilopektin pada ikatan α-1,4-glikosidik. Oksidasi dengan hydrogen peroksida disertai irradiasi UV menghasilkan kadar amilosa pati yang lebih tinggi dibanding oksidasi pati tanpa irradiasi UV, menunjukkan bahwa UV berperan memicu terjadinya oksidasi pati secara maksimal sehingga degradasi molekul pati lebih tinggi [10, 13]. Kadar Karbonil dan karboksil Selama proses oksidasi, gugus hidroksil dari molekul pati akan dioksidasi menjadi gugus karbonil dan karboksil. Kuakpetoon dan Wang [7] serta El-Sheikh et al. [13] mengemukakan urutan reaksi dari gugus hidroksil pada molekul pati adalah pertama-tama dioksidasi menjadi gugus karbonil dan selanjutnya gugus karboksil. Hal ini dipengaruhi oleh tipe oksidator yang digunakan dan kondisi reaksi oksidasi. Reaksi pararel dari gugus karbonil dan karboksil terjadi secara selektif dari oksidasi gugus hidroksil pada atom C-2, C-3 dan C-6 [5].
0969: Eduard Fransisco Tethool dkk.
PG-334
Tabel 1. Sifat baking expansion pati sagu teroksidasi Derajat Volume PengemSampel Spesifik bangan *) (mL/g) (%)
Gambar 4. Kadar Karbonil dan Karboksil Pati Sagu Teroksidasi Gambar 4 menunjukkan hasil analisis kadar karbonil dan karboksil dari pati sagu teroksidasi. Kandungan karbonil dari pati yang dioksidasi dengan irradiasi UV hingga konsentrasi hydrogen peroksida 3% lebih tinggi dibandingkan pati alami, namun lebih rendah pada konsentrasi 4 dan 5%. Hal ini disebabkan karena pada awal proses oksidasi terbentuk gugus karbonil, namun oksidasi lebih lanjut mengubahnya menjadi gugus karboksil [13,16,19]. Kandungan karboksil meningkat seiring peningkatan konsentrasi hydrogen peroksida hingga 2 % dan kemudian menurun. Peningkatan kandungan karboksil disebabkan oksidasi lebih lanjut dari gugus karbonil menjadi gugus karboksil, sedangkan penurun kandungan karboksil setelah konsentrasi 3% disebabkan karena terjadi reaksi dekarboksilasi [13]. Sifat Baking Expansion Tabel 1 menunjukkan sifat baking expansion dari pati sagu teroksidasi setelah proses pemanggangan. Oksidasi dengan konsentrasi hydrogen peroksida 3% disertai irradiasi UV menghasilkan pati teroksidasi dengan volume spesifik tertinggi, yaitu 8,7 mL/g, atau derajat pengembangan meningkat 65,6% dibanding pati alami (5,2 mL/g). Sedangkan oksidasi dengan konsentrasi hydrogen peroksida 1% tanpa irradiasi UV menghasilkan pati sagu teroksidasi dengan volume spesifik terendah, yaitu 5,8 mL/g, atau meningkat 11,7% dibanding pati alami.
Pati Alami
5.2 ± 0.42a
-
H2O2-1% tanpa UV
5.8 ± 0.17
b
11.7
H2O2-1% dengan UV
7.4 ± 0.18e
41.2
H2O2-2% tanpa UV
6.3 ± 0.08c
19.7
H2O2-2% dengan UV
7.8 ± 021f
49.6
H2O2-3% tanpa UV
6.9 ± 0.16d
31.8
H2O2-3% dengan UV
8.7 ± 0.29h
65.7
H2O2-4% tanpa UV
6.9 ± 0.20d
32.6
H2O2-4% dengan UV
8.2 ± 0.03g
57.5
H2O2-5% tanpa UV
6.8 ± 0.38d
31.0
H2O2-5% dengan UV
8.4 ± 0.06gh
60.3
Notasi yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan uji Duncan pada taraf 95% *) berdasarkan perbanidngan terhadap pati alami Peningkatan volume spesifik pati teroksidasi disebabkan pembentukan gugus karbonil dan karboksil selama reaksi oksidasi. Gugus karbonil dan karboksil berkontribusi terhadap peningkatan kapasitas hidrasi dari pati sagu teroksidasi [18]. Peningkatan kapasitas hidrasi menyebabkan jumlah air terikat dalam pati semakin banyak, sehingga penguapan air dan tekanan dari dalam bahan selama proses pemanggangan semakin meningkat, dan pengembangan produk menjadi semakin besar karena pembentukan struktur matrix amorph melalui ikatan hidrogen [8]. Oksidasi dengan hydrogen peroksida disertai irradiasi UV menghasilkan volume spesifik yang lebih besar dibandingkan tanpa irradiasi UV. Hal ini disebabkan karena irradiasi UV menyebabkan proses oksidasi berlangsung lebih efektif dan menghasilkan gugus karbonil dan karboksil yang lebih banyak sehingga kemampuan pati mengikat air dan mengembang pada saat pemanggangan menjadi lebih besar [11, 16].
IV. KESIMPULAN Oksidasi pati sagu dengan hydrogen peroksida yang dikatalis irradiasi UV berpengaruh terhadap sifat fisikokimia dan baking expansion pati sagu. Reaksi oksidasi pada beberapa level konsentrasi hydrogen peroksida meningkatkan kandungan daya pengembangan dan kelarutan pati, kadar amilosa serta kadar karbonil dan
0969: Eduard Fransisco Tethool dkk. karboksil hingga konsentrasi 3% dan kemudian menurun pada konsentrasi 4% dan 5%. Oksidasi dengan konsentrasi hydrogen peroksida 3% disertai irradiasi UV menghasilkan pati teroksidasi dengan volume spesifik tertinggi, yaitu 8,7 mL/g, atau daya pengembangan meningkat 65,6% dibanding pati alami (5,2 mL/g).
DAFTAR PUSTAKA [1] Lim, E.T., Ahmad,B., Tie,Y.L., Hueh,H.S., and Jong,F.C. (1991). Utilization of tropical peats for teh cultivation of Sago. Paper presented at the Internasional Symposium on Tropical Peat Land, Kuching, 12-18. [2] Flach, M. 1997. Sago Palm. Metroxylon Sagu Rottb. International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI). Rome, Italy [3] Limbongan, J. 2007. Morfologi Beberapa Jenis Sagu Potensial di Papua. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 26 (1):16-24. [4] Tethool, E.F., Z.L. Sarungalo, dan B. Santoso. 2009. Sifat Fisikokimia dan Daya Cerna Empat Kultivar Pati Sagu Asal Sentani Papua. Laporan Penelitian IRN 2008. Universitas Negeri Papua. Manokwari. [5] Ketola, H., and Hagberg, P. (2003). Modified Starch. US Patent Office, Pat. No. 6,670,470 [6] Sanchez-Rivera, M.M., Garcia-Suarez, F.J.L., Velazquez V.M., Gutierrez-Meraz, F., and Bello-Perez, L.A. (2005). Partial Characterization of banana starchesoxidized by different levels of sodium hypochlorite. Carbohydrate Polymers,62:50-56. [7] Kuakpetoon, D. and Wang, Y.J. 2006. Structural Characteristics and physicochemical properties of oxidized corn starches varying in amylose content. Carbohydrate Research 341: 1896-1915. [8] Bertolini, A.C., Mestres, C., Lourdin, D., Valle, G.D., and Colonna, P. 2001. Relationship between Thermomechanical Properties and Baking Expansion of Sour Cassava Starch. Journal of the Science of Food and Agriculture 81: 429–435. [9] Demiate, I.M., Dupuy, N., Huvenne, J.P., Cereda, M.P., and Wosiacki, G. 2000. Relationship Between Baking Behavior of Modified Cassava Starches and Starch Chemical Structure Determined by FTIR Spectroscopy. Carbohydrate Polymer 42: 149-158. [10] Vatanasuchart, N., Naivikul, O., Charoenrein, S., and Sriroth, K. 2003. Effect of different UV irradiations on properties of cassava starch and biscuit expansion. Kasetsart Journal (Natural Science), 37:334-344. [11] Vatanasuchart, N., Naivikul, O., Charoenrein, S., and Sriroth, K. 2005. Molecular Properties of Cassava Starch Modified With Different UV Irradiation to Enhance Baking Expansion. Carbohydrate Polymers,61:80-87.
PG-335 [12] Lorlowhakarn, K., dan O. Naivikul. 2005. Modification of Rice Flour by UV Irradiation to Improve Rice Noodle Quality. Proceeding The 3rd Conference of Starch Technology. [13] El-sheikh, M. A., Ramadan, M. A., and El-shafie, A. (2010). Photo-oxidation of rice starch. Part I: Using hydrogen peroxide. Carbohydrate Polymers, 80:266-269. [14] Association of Official Agricultural Chemists (AOAC). (2005). Official Methods of Analysis of AOAC International. Arlington. Virginia. USA. [15] Adebowale, K.O., T.A. Afolabi, O.S. Lawal. 2002. Isolation, chemical modification and physicochemical characterisation of Bambarra groundnut starch and flour. Food Chemistry 78: 305–311. [16] Sangseethong, K., Termvejsayanon, N., and Sriroth, K. (2010). Characterization of physicochemical properties of hypochlorite- and peroxide-oxidized cassava starches. Carbohydrate Polymers, 82:446-453. [17] Lee, J.S., R.N. Kumar, H.D. Rozman, B.M.N. Azemi. 2005. Pasting, Swelling, and Solubility Properties of UV initiated Starch-graft-Poly(AA). Food Chemistry 91:203211. [18] Wang, Y.J., and Wang, L. 2003. Physicochemical properties of Common and Waxy corn starch oxidized by different level of sodium hypochlorite. Carbohydrate Polymers, 52:207-217. [19] Zavareze, elessandra da Rossa, Ana Clara Klung Tavares, Elton Z., Elizabete H., Alvaro Renato G.D. 2010. The Effects of Acids and Oxidative Modification on The Expansion Properties of Rice Flour with Varying Levels of Amylose. LWT Food Science and Technology 93: 1213-1219.