PENGARUH KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP TEMPERATUR KRITIS PEMBENTUKAN FILM FeCO3 PADA KOROSI CO2 Muhammad Ali Permadi1, Budi Agung Kurniawan, ST., M.Sc2 1 Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi, 2Staf Pengajar Teknik Material dan Metalurgi
Abstrak Dalam dunia industri minyak bumi dan gas, baja merupakan salah satu material yang banyak diaplikasikan dalam bidang konstruksi, instalasi maupun sarana transportasi. Penggunaan baja ini tidak dapat dilepaskan pada fakta adanya serangan korosi pada baja. Ada bermacam-macam serangan korosi pada baja di industri migas. Serangan korosi CO2 pada instalasi perminyakan merupakan salah satu serangan korosi pada baja di bidang migas yang menimbulkan kerugian paling besar. Korosi CO2 dapat menyerang seluruh instalasi perminyakan yang berbahan dasar baja karbon, utamanya pipa transportasi minyak. Penelitian dilakukan dengan cara melakukan eksperimen di laboratorium. Material yang diteliti adalah material untuk pipa transportasi minyak, yaitu baja BS 970. Lingkungan korosi dibuat dengan menggunakan larutan 3% NaCl dan dialiri dengan gas CO2 secara kontinyu, dengan nilai pH = 6. Agar diperoleh data yang komprehensif, eksperimen dilakukan pada 5 jangkauan temperatur, masingmasing adalah 50, 55, 60, 65 dan 70oC dan konsentrasi asam asetat 1000 dan 2000 ppm. Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa produk korosi, FeCO3, telah mampu terbentuk walaupun dalam jumlah yang masih sedikit. FeCO3 yang terbentuk semakin bertambah seiring dengan naiknya temperatur. Kata Kunci : Korosi CO2, Asam Asetat , Baja BS 970, FeCO3
Abstract In oil and gas industry, steel is one of the most applied material in the scope of construction, installation, and transport means. The use of steel can’t be separated from the fact of the attack of corrosion on steel. There are many kinds of corrosion attack on oil and gas applied-steel. CO2 corrosion is one of the attacks which caused the biggest loss. CO2 corrosion is capable to attack all of oil and gas utilities which are carbon steel based, especially oil transport pipes. The research is conducted in a laboratory. The material which is researched is BS 970. Corrosion environment is settled by using 3% NaCl solution and purged with CO2 continually. The degree of acidity is set at 6. In order to get a more comprehensive data, research is conducted in 5 different temperatures, those are 50, 55, 60, 65, 70oC and acetic acid concentration those are 1000 and 2000 ppm. From the research it is known that the corrosion product, FeCO3, is able to be formed although the amount is not much. The amount of FeCO3 which is formed is increased along the increase of temperature. Keyword : CO2 corrosion, BS 970 Steel, Acetic Acid, FeCO3
I. PENDAHULUAN Baja telah dikenal sebagai logam yang paling banyak dimanfaatkan oleh manusia. Kemampuan untuk dimodifikasi sifat mekaniknya menjadikan baja sebagai material yang menjadi pilihan utama untuk berbagai macam aplikasi, termasuk dibidang perminyakan dan gas bumi. Pada bidang tersebut, baja karbon mendominasi pemakaian, baik untuk konstruksi, instalasi maupun sarana transportasi. Walaupun demikian, baja karbon memiliki beberapa kelemahan, termasuk adalah adanya serangan korosi pada baja. Dalam bidang migas, korosi karbon dioksida (korosi CO2) adalah salah satu penyebab kerusakan dan kegagalan komponen yang menyebabkan kerugian terbesar. Korosi CO2 ini menyerang hampir seluruh instalasi perminyakan yang berbahan dasar baja karbon, utamanya saluran pipa transportasi minyak. Dalam sejarahnya, korosi CO2 pertama kali ditemukan pada tahun 1940. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui temperatur kritis pembentukan produk lapisan film FeCO3 serta untuk mengetahui karakteristik lapisan film FeCO3 sebagai akibat dari konsentrasi asam lemah terhadap temperatur kritis pembentukan film FeCO3. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Korosi Korosi adalah kerusakan atau berkurangnya suatu material yang disebabkan oleh reaksi kimia dengan lingkungannya[10].Korosi dapat juga didefinisikan sebagai degradasi suatu bahan atau material karena bereaksi dengan lingkungannya. Korosi merupakan proses kembalinya material ke alam, atau kembalinya material ke tingkat energi yang paling rendah. Pengaruh reaksi dengan lingkungan akan mnegakibatkan perubahan karakteristik material tersebut, terutama kekuatannya. Laju korosi dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: CR = 3.27 x 10-3 icorr EW d
dimana : CR
: laju korosi (mm/tahun)
icorr
: corrosion current density (µA/cm2)
EW
: berat ekivalen (gram)
d
: density logam (g/cm3 )
2.2 Korosi CO2 Pada Baja Dalam korosi CO2, sejumlah proses kimia, elektrokimia, dan transport terjadi secara simultan. Pada saat larut dalam air, CO2 terhidrasi membentuk asam karbonat. CO2(g) → CO2 (aq) CO2(aq) + H2 O ↔ H2CO3(aq) Selanjutnya asam karbonat akan terdisosiasi menjadi ion karbonat dan bikarbonat H2CO ↔ H+ + HCO3HCO3- ↔ H+ + CO32Besi akan mengalami reaksi anodik sebagai berikut: Fe → Fe2+ + 2eSehingga reaksi sebagai berikut
keseluruhannya
adalah
Fe2+ + CO2(aq) + H2O ↔ FeCO3(aq) + H2(g) Fe2+ + HCO3- ↔ FeCO3(s) + H+
Gambar 2.1 Mekanisme Korosi CO2 2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Korosi CO2 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi korosi CO2 dan proses pembentukan produk
korosi pada permukaan logam yang terkorosi. Faktor-faktor tersebut antara lain temperatur, derajat keasaman (pH), dan tekanan parsial CO2
berkurang. Akibatnya, reaksi katodik akan melambat dan laju korosi akan menurun. 2.3.3 Tekanan Parsial CO2
2.3.1 Temperatur Crolet menunjukkan bahwa pada temperatur rendah, laju korosi akan meningkat karena kelarutan film FeCO3 yang tinggi[2]. Ketika temperatur naik (60-80oC), film FeCO3 yang ternbentuk akan lebih kuat menyokong permukaan logamnya dan menjadi lebih protektif, sehingga akan menurunkan laju korosi yang terjadi. Ueda dan Takabe menemukan bahwa laju korosi CO2 mencapai nilai maksimum pada temperatur kritis (Tmax) dan menurun baik pada baja karbon maupun baja kromium[11]. Untuk baja karbon, laju korosi tertinggi terjadi pada temperatur 80oC. Sun dan Nesic menyimpulkan bahwa pembentukan lapisan film FeCO3 akan terbentuk pada temperatur diatas 60oC, yang nilai laju pembentukannya adalah sama dengan laju korosi yang terjadi[9]. Eksperimen tersebut dilakukan pada temperatur antara 2090oC dan dengan melakukan pembandingan pada film FeCO3 yang terbentuk pada tiap-tiap besaran temperatur, diketahui bahwa luas area yang diselubungi oleh film FeCO3 semakin luas, sebanding dengan naiknya nilai temperatur. Peranan temperatur dalam menaikkan laju korosi akan semakin besar jika pH larutan juga tinggi. Memperbesar temperatur berarti akan terus menaikkan laju korosi sampai tercapainya temperatur kritis. Ketika temperatur kritis tercapai, film FeCO3 yang terbentuk akan mulai menurunkan laju korosi dengan cara bertindak sebagai lapisan pelindung. 2.3.2 Derajat Keasaman pH mempengaruhi laju korosi dengan cara mempengaruhi proses elektrokimia. Peningkatan pH akan diikuti oleh kenaikan konsentrasi HCO3- dan CO32- sesuai kesetimbangan kimia. Hal ini akan menyebabkan jumlah ion H+ akan semakin
Tekanan parsial CO2 juga memiliki peranan yang penting pada proses korosi CO2, baik pada kondisi ada film FeCO3 maupun tidak. Pada kondisi tidak terbentuk film FeCO3, kenaikan laju korosi akan menaikkan laju korosi. Namun secara umum, tekanan parsial CO2 yang tinggi tidak selalu akan menaikkan laju korosi. Hal ini terjadi karena laju korosi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan terjadinya korosi. Pada pH yang tinggi, tekanan parsial CO2 akan menaikkan konsentrasi ion karbonat dan bikarbonat pada tingkat kejenuhan yang sangat tinggi. Naiknya konsentrasi ion karbonat dan bikarbonat akan menaikkan laju pembentukan film FeCO3, sehingga akan dapat menurunkan laju korosi. 2.3.4 Asam Lemah Didalam minyak mentah terdapat banyak senyawa yang turut terlarut. Salah satunya adalah keberadaan asam lemah. Beberapa kandungan asam lemah yang paling banyak ditemukan adalah asam asetat, asam propionat, dan asam formid dalam jumlah 300-500 ppm. Asam asetat sendiri mendominasi jumlah asam lemah total dengan jumlah antara 50 – 90% kandungan asam lemah total. Asam asetat akan terdisosiasi menurut reaksi sebagai berikut CH3COOH ↔ H+ + CH3COOAsam asetat dapat bereaksi dengan baja karbon membentuk besi(II) asetat. Reaksinya adalah seperti berikut ini Fe2+ +2(CH3 COOH) ↔ Fe(CH3COO)2 + H2 Besi(II) asetat inilah yang masih diperdebatkan perannya terhadap proses korosi CO2.
reaksi katodiknya. Hal ini terjadi karena didalam larutan elektrolit terdapat banyak spesies yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pada reaksi katodik terjadi reaksi evolusi hydrogen yang membentuk gas H2. Reaksi evolusi hydrogen ini hanya dapat terjadi secara normal jika arus reduksi tidak mendekati batas difusi. Semakin mendekati batas difusi, laju evolusi hydrogen akan semakin rendah yang sampai akhirnya akan berhenti ketika laju reduksi sama dengan batas difusi. Jika kondisi ini telah tercapai maka rekasi yang terjadi bukanlah reaksi difusi melainkan reaksi paksaan. Batas difusi ini ditandai dengan adanya ekor reaksi katodik yang tegak lurus terhadap kepadatan arus (nilai potensial korosi menjadi konstan).
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian
0 -15
-5
-0.6 -0.8 -1 -1.2
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Potentiodynmic Polarization Sweep 50C 65C
0 -15
-10
-5
-0.2 0
Potential (V)
-0.4 -0.6 -0.8 -1 -1.2
50C 65C
Log I (A/cm2) 55C
-0.2 0 -0.4
Potential (V)
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
-10
-1.4 60C
70C
Gambar 4.1 Grafik Uji PPS 1000 ppm asam asetat Dengan menggunakan metode ini, yang diukur adalah polarisasi konsentrasi pada reaksi katodiknya, sehingga yang terpengaruh adalah
Log I (A/cm2 ) 55C
-1.4 60C
70C
Gambar 4.2 Grafik Uji PPS 2000 ppm asam asetat Dengan memperhatikan bentuk garis-garis reaksi katoda pada gambar 4.1 dan 4.2, dapat diketahui bahwa rekasi katoda yang terjadi masih terjadi secara normal. Artinya, reaksi yang berlangsung adalah reaksi difusi. Kecuali pada spesimen dengan konsentrasi asam asetat 2000 ppm dan temperatur 65oC. Pada spesimen tersebut, terlihat bahwa ekor reaksi katodik memiliki pola yang hampir tegak lurus. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi difusi yang terjadi semakin kecil Dari gambar 4.1 dan 4.2 juga diketahui bahwa reaksi yang terjadi mengalami pergeseran baik kekanan dan kekiri. Pergeseran ini menandakan perbedaan laju korosi yang terjadi. Semakin kekanan, laju korosi akan
4.2 Linier Polarization Resistance Setelah dilakukan penghitugan terhadap data yang diperoleh dari mesin potentiostat, diperoleh data seperti ditunjukkan pada tabel 4.1, dan diplot grafik temperatur vs laju korosinya seperti pada gambar 4. 3 dan 4.4 Tabel 4.1 Icorr dan Laju Korosi Hasil Uji LPR
temperatur 60 dan 70oC. Sedangkan pada temperatur 55 dan 65oC mengalami penurunan. Akan tetapi secara umum, laju korosinya membentuk tren yang mengalami penurunan.
Laju Korosi (mm/tahun)
semakin meningkat dan sebaliknya, semakin kekiri laju korosi akan semakin kecil.
1 0.5 0 45
55
65
75
Temperatur (oC)
Gambar 4.4 Grafik Temperatur vs Laju Korosi, konsentrasi HAc 2000 ppm
Laju Korosi (mm/tahun)
Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat mempengaruhi proses korosi CO2 yang terjadi. Kehadiran asam asetat akan menyebabkan naiknya laju korosi dengan cara menurunkan pH larutan secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh tingginya kelarutan asam asetat dalam air yang melebihi kelarutan CO2 dalam air. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai beikut: CH3COOH(aq) ↔ H+(aq) + CH3COO-(aq) 2H+(aq) + 2e- ↔ H2(g) Fe(s) ↔ Fe2+(aq) + 2eCH3COO-(aq) + Fe2+(aq) ↔ Fe(CH3COOH)2 (aq)
0.3 0.2 0.1 0 45
55
65
75
Temperatur (oC)
Gambar 4.3 Grafik Temperatur vs Laju Korosi, konsentrasi HAc 1000 ppm Pada konsentrasi asam asetat 1000 ppm, laju korosi cenderung mengalami kenaikan, kecuali pada temperatur 65oC yang mengalami penurunan secara tajam. Secara umum laju korosi pada konsentrasi 1000 ppm membentuk tren data yang mengalami kenaikan. Sedangkan pada konsentrasi asam asetat 2000 ppm terjadi kenaikan laju korosi pada
Hal ini akan menyebabkan terjadinya kompetisi antara ion-ion bikarbonat dengan ion-ion asetat yang sama-sama berikatan dengan ion Fe2+. Sebagai akibatnya, ketika ion-ion asetat yang berikatan dengan Fe2+ semakin banyak, ion bikarbonat akan kekurangan ion Fe2+, sehingga lapisan FeCO3 yang terbentuk semakin sedikit. Dengan sedikitnya lapisan FeCO3 yang terbentuk, akan semakin memudahkan terjadinya difusi ion H+ kedalam permukaan logam, sehingga laju korosi akan meningkat. Namun dalam konsentrasi asam asetat 2000 ppm, laju korosi cenderung mengalami penurunan, utamanya pada temperatur tinggi (> 65o C). Ada beberapa kemungkinan yang
dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena tersebut. Ion asetat dapat membentuk besi asetat yang memiliki kelarutan yang tinggi dalam air dengan cara berikatan dengan ion Fe2+. Dengan bertambahnya konsentrasi asamn asetat, seharusnya kandungan Fe2+ di lapis batas dan lapis difusi seharusnya juga bertambah banyak. Hal ini akan menyebabkan kandungan ion Fe2+ menjadi lewat jenuh dan akan mendorong terjadinya reaksi balik pembentukan FeCO3 sehingga laju korosi menjadi turun. Selain itu, pada saat ion asetat diubah menjadi besi asetat dalam konsentrasi asam asetat yang tinggi, ion asetat akan dikonsumsi sampai habis. Pada saat tersebut, dengan habisnya ion asetat maka reaksi yang selanjutnya terjadi adalah reaksi pembentukan FeCO3. Konsentrasi asam yang tinggi sebagai akibat dari tinginya konsentrasi asam asetat, akan menyebabkan permukaan logam menjadi lebih kasar. Dengan demikian, FeCO3 yang terbentuk juga akan memiliki daya lekat ke permukaan yang lebih tinggi dibandingkan pada FeCO3 yang terbentuk pada konsentrasi asam asetat yeng lebih rendah.
Pengujian XRD dilakukan pada dua buah spesimen LPR dengan parameter pH 6 dan temperatur 70o C, masing-masing dengan konsentrasi asam asetat 1000 dan 2000 ppm. Untuk perbandingan, dilakukan juga pengujian pada material awal. Hasil XRD dianalisa dengan menggunakan kartu PDF. Dari hasil analisa diketahui bahwa senyawa yang terbentuk adalah senyawa Fe-Ni-Cr dengan intensitas tinggi disudut 44 - 45o (ditunjukkan oleh tanda *). Senyawa tersebut adalah senyawa yang sama pada material awal. Sedangkan, senyawa FeCO3 tidak diketahui keberadaannya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan produk korosi yang terbentuk jumlahnya sangat sedikit atau karena sampel uji tidak memiliki permukaan yang benarbenar rata. 4.4 SEM EDAX Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode spot, yaitu dilakukan pada satu titik tertentu. Spesimen yang diuji EDAX adalah spesimen dengan parameter yang paling ekstrim terendah (temperatur 50oC dan konsentrasi asam asetat 1000 ppm). Titik yang diuji adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.6.
4.3 X-Ray Diffraction Analysis Data XRD yang telah dianalisa ditunjukkan pada gambar 4.5
Gambar 4.6 Lokasi dan hasil pengujian SEM EDAX Dari hasil pengujian tersebut diperoleh data bahwa 3 elemen dengan jumlah terbanyak adalah karbon (C), oksigen (O), dan besi (Fe) masing-masing sebesar 37.11%, 33.01%, dan 5.80%. Dengan demikian diyakini ada produk korosi, FeCO3, yang terbentuk. Gambar 4.5 Data hasil uji XRD
Tabel 4.2 Hasil pengujian SEM EDAX
asetat yang larut dalam air. Secara perlahanlahan, FeCO3 yang terbentuk bertambah banyak dan memiliki ukuran yang lebih besar, ditunjukkan oleh gambar 4.7 b.
Gambar 4.8 Hasil pengujian SEM konsentrasi asam asetat 2000 ppm dan temperatur (a) 50oC dan (b) 70oC
4.5 Scanning Electron Microscope Hasil pengujian SEM ditunjukkan oleh gambar 4.7 dan 4.8. Uji SEM dilakukan pada spesimen dengan yang telah diuji dengan temperatur 50 dan 70oC pada masing-masing konsenstrasi asam asetat. Adanya lapisan FeCO3 ditunjukkan dengan adanya titik-titik dan bentuk seperti kubus yang berwarna keputihputihan (terang). Sedangkan bagian yang berwarna kehitam-hitaman adala daerah yang telah terkorosi.
Sedangkan pada spesimen uji 50oC dengan konsentrasi asam asetat 2000 ppm (gambar 4.8 a ) terlihat bahwa lapisan FeCO3 yang terbentuk juga masih sedikit, namun jumlahnya masih lebih banyak jika dibandingkan sampel dengan konsentrasi asam aseta 1000 ppm pada temperatur yang sama. Sedangkan pada sampel dengan temperatur uji 70oC, terlihat FeCO3 yang terbentuk jauh lebih banyak dan memiliki ukuran yang jauh lebih besar. Adanya lapisan FeCO3 yang lebih merata ini akan berdampak pada menurunnya laju korosi yang terjadi. V. KESIMPULAN DAN SARAN
Gambar 4.7 Hasil pengujian SEM konsentrasi asam asetat 1000 ppm dan temperatur (a) 50oC dan (b) 70oC Pada sampel uji dengan konsentrasi asam asetat 1000 ppm dan temperatur 50oC (gambar 4.7 a), lapisan FeCO3 mulai terbentuk namun dalam jumlah yang sangat sedikit. Hal ini disebabkan karena terjadinya persaingan antara ion asetat dengan ion Fe untuk berikatan dengan ion-ion karbonat yang menyebabkan habisnya ion Fe2+ karena dikonsumsi oleh ion asetat membentuk besi
5.1 Kesimpulan 1. Pada konsentrasi 1000 ppm laju korosi mempunyai kecenderungan untuk naik seiring dengan naiknya temperatur. Laju korosi tertinggi dimiliki oleh sampel yang diuji dengan temperatur 70oC sebesar 0.205521 mmpy. Sedangkan pada konsentrasi asam asetat 2000 ppm, laju korosi mempunyai kecenderungan untuk mengalami penurunan dengan laju korosi terendah pada sampel 65oC, yakni sebesar 0.000096 mmpy. 2. Dari hasil pengujian XRD tidak menunjukkan adanya senyawa FeCO3 yang terbentuk, sedangkan dari uji SEM-EDAX diketahui ada unsur Fe,
C, dan O di permukaan logam. Hal ini diyakini bahwa lapisan film FeCO3 mampu terbentuk meskipun dalam jumlah yang masih sedikit. 3. Dari pengujian SEM dipermukaan sampel dapat disimpulkan bahwa produk korosi yang terbentuk, FeCO3, masih sedikit dan memiliki bentuk seperti kubus yang menempel dipermukaan logam sebagai endapan. Produk korosi yang terbentuk semakin banyak seiring dengan bertambahnya konsentrasi asam asetat dan kenaikan temperatur. 5.2 Saran 1. Pengujian laju korosi sebaiknya dilakukan dengan variasi waktu (long term) untuk mendapatkan hasil data laju korosi dan perilaku pembentukan lapisan FeCO3 yang lebih akurat. 2. Pengujian dilakukan lebih dari 2 kali, sehingga hasil yang didapatkan dapat dipastikan kevalidannya. 3. Pengujian SEM dilakukan pada surface dan penampang melintang sampel untuk melihat karakterisasi produk korosi lapisan FeCO3 beserta ketebalannya.
DAFTAR PUSTAKA 1. Crolet, J. L., Bonis, M. R. 1983. The Role of Acetates Ions in CO2 Corrosion. 2. Crolet, J. L., Thevenot, N. dan Nesic, S. 1996. Role of Conductive Corrosion Products in the Protectiveness of Corrosion Layers. Houston, Texas: NACE International 3. Fajardo, V., Canto, C., Brown, B., dan Nesic, S. 2007. Effect of Organic Acid in CO2 Corrosion. Houston, Texas: NACE International.
4. Fatah, M. C. dan Ismail, M. C. 2009. Effect of Low Concentration Acetic Acid On CO2 Corrosion in Turbulent Flow Conditions. Tronoh, Perak: Department of Mechanical Engineering Universiti Teknologi Petronas 5. Gulbrandsen, E. dan Bilkova, K. 2006. Solution Chemistry Effects on Corrosion of Carbon Steels in Presence of CO2 and Acetic Acid. Houston, Texas : NACE International 6. Hedges, B. dan McVeigh, L. 1999. The Role of Acetate in CO2 Corrosion: The Double Whammy. Houston, Texas: NACE International 7. Lyons, W. C., Plisga, G. J., 2005. Standard Handbook Of Petroleum And Natural Gas Engineering 2nd Edition. Massachusetts: Gulf Professional Publishing 8. Mars, G. Fontana. 1978. Corrosion Engineering 2nd Edition. New York: Mc Graw-Hill Book Company
9. Sun, W. dan Nesic, S. 2008. Kinetics of Corrosion Layer Formation. Part I – Iron Carbonate Layers in Carbon Dioxide Corrosion. Houston, Texas: NACE International 10.Trethewey, K.R. dan J. Chamberlain. 1991. Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 11.Ueda, M. dan Takabe, H. 1998. Effect of Organic Acid on CO2 Corrosion of Carbon and Cr Bearing Steel. Houston, Texas: NACE International 12.Uhlig, H. H., Revie, R. W., 2000. Uhlig’s Corrosion Handbook 2nd edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.