PENGARUH TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES TEMPERING TERHADAP LAJU KOROSI BESI TUANG KELABU Aidil Zamri (1), Rahmat(2) (1)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang. Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Padang.
(2)
ABSTRAK Besi tuang(cast iron)adalah paduan antara besi dan karbon dengan kandungan karbon lebih tinggi dari 2,0 % yang banyak digunakan biasanya antara 2,5% - 4,0%. Kandungan karbon yang tinggi menyebabkan besi tuang menjadi rapuh dan memiliki kekuatan yang lebih rendah dari baja Besi tuang kelabu dalam pemakaiannya, tidak jarang terlebih dahulu mengalami proses perlakuan panas berupa annealing, normalizing, hardening, dan tempering dengan tujuan untuk meningkatkan sifat ketahanan mekanik. Akan tetapi pengaruh akibat perlakuan tersebut terhadap laju korosi kurang mendapat perhatian. Perlakuan panas yang diberikan berupa hardening dan tempering terhadap laju korosi bahan ditinjau dari struktur mikro yang terbentuk perlu untuk ditinjau , sehingga dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk laku panas yang diberikan terhadap bahan. Kriteria yang perlu dipenuhi oleh bahan sehinggga dapat menghasilkan produk yang berkualitas baik dan mempunyai life time yang cukup ABSTRACT Cast iron is combine between iron and carbon obstetrically is higher carbon from 2,0 % what is many used usually among between 2,5 - 4,0%.High Carbon content cause the iron decant to become brittle and have the power is lower the than Iron steel decant grey in its usage, not rarely beforehand experience of the hot treatment process in the form of annealing, normalizing, hardening, and tempering as a mean to improve the nature of mechanic resilience. However influence effect of the treatment to accelerateing corosi less getting attention. Heat treatment ,hardening and tempering to accelerateing corosi materials evaluated from micro structure formed by need to be evaluated, so that the purpose of consideration to be saleable heat given to materials. Criterions which require to be fulfilled by materials so that can yield the product which good with quality and have the life time which enough. Keywords: hardening, tempering, korosi I.PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Teknologi pencetakan logam paling tua yang pernah dikenal manusia adalah teknologi pengecoran logam. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya barang-barang bersejarah yang dibuat dengan proses pengecoran dengan usia lebih dari 5000 tahun. Salah satu bahan yang digunakan untuk coran saat ini adalah besi kelabu (gray cast iron). Karena material ini memiliki beberapa keuntungan terutama untuk bagian – bagian mesin. Produk yang dibuat dengan teknik pengecoran dan dengan bahan besi tuang kelabu diantaranya Brake Drum, Blok Silinder, Piston, Karburator, Pipa/sambungan pipa, Roda gigi, Kopling, Katup/Valve, Rumah mesin(Housing) dll Kriteria yang perlu dipenuhi oleh bahan sehinggga dapat menghasilkan produk yang berkualitas baik dan adalh mempunyai life time yang cukup. Salah satu
faktor yang dapat mengurangi lifetime suatu bahan adalah adanya interaksi dengan lingkungannya, yang diantaranya dapat menyebabkan korosi. Proses ini ditandai dengan hilangnya sebagian logam akibat bereaksi dengan lingkungannya. Dalam pemakaiannya, tidak jarang besi tuang kelabu terlebih dahulu mengalami proses perlakuan panas berupa annealing, normalizing, hardening, dan tempering dengan tujuan untuk meningkatkan sifat ketahanan mekanik. Akan tetapi pengaruh akibat perlakuan tersebut terhadap laju korosi kurang mendapat perhatian. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disusun rumusan masalah yang akan memmpengaruhi terjadinya korosi sebagai berikut: 1.
Bagaimana pengaruh variasi suhu pemanasan pada proses laku panas tempering terhadap laju korosi pada besi tuang kelabu?
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 3, No.1, Juni 2006
2.
Bagaimana pengaruh variasi holding time pada proses laku panas tempering terhadap laju korosi pada besi tuang kelabu?
3.
Bagaimana pengaruh perlakuan panas tempering yang diberikan besi tuang kelabu terhadap laju korosi pada besi kelabu ditinjau dari mikrostruktur yang terbentuk?
1.3 Batasan Masalah Dalam penelitian ini kami membatasi permasalahn sebagai berikut: 1.
Material yang digunakan adalah besi tuang kelabu JIS (FC 25) tanpa paduan.
2.
Temperatur hardening yang digunakan adalah 950 ºC dengan waktu penahanan 30 menit.
3.
Variasi temperature pemanasan untuk tempering (300 ºC, 400 ºC, 500ºC, 600ºC, dan 700ºC)
4.
Variasi holding time 30 dan 60 menit
5.
Media pendingin yang digunakan olie SAE 20
6.
Digunakan media pengkorosi asam sulfat (H2SO4) sebesar 87 – 93 % dengan waktu pengujian selama satu minggu (168 jam)
7.
Tidak membahas masalah pengecoran logam
8.
Tidak memebahas proses pegerjaan spesimen
9.
Tidak memebahas perubahan energi yang terjadi
10. 10.Tidak membahas sisi elektrokimia 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui laju panas yang diberikan berupa hardening dan tempering terhadap laju korosi bahan ditinjau dari struktur mikro yang terbentuk, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk laku panas yang diberikan terhadap bahan. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini akan memberi manfaat bagi peneliti sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang berguna untuk diterapkan dalam dunia industri dan sebagai referensi bagi khalayak umum dan dapat mengetahui informasi tentang akibat proses laku panas yang diberikan terhadap laju korosi yang terjadi dihubungkan dengan struktur mikro yang terbentuk. 2. TINJAUAN PUSTAKA Dengan laku panas berupa hardening terhadap besi tuang kelabu maka fasa yang terbentuk adalah martensite. Sedangkan laku panas berupa tempering maka akan menghasilkan banyak sel galvanik dan batas butir ferrit dan grafit sehingga laju korosi meningkat. Dan dengan semakin tinggi suhu pemanasan akan terjadi penggumpalan grafit
ISSN 1829-8958
sehingga sel galvanik dan batas butir berkurang, hal ini akan mengurangi laju korosi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Besi Tuang Besi tuang(cast iron)adalah paduan antara besi dan karbon dengan kandungan karbon lebih tinggi dari 2,0 % yang banyak digunakan biasanya antara 2,5% -4,0%. Kandungan karbon yang tinggi menyebabkan besi tuang menjadi rapuh dan memiliki kekuatan yang lebih rendah dari baja. Klasifikasi dari besi tuang didasarkan pada bentuk struktur metalographynya. Ada empat faktor yang mempengaruhi bentuk dari jenis besi tuang yang terbentuk, yaitu kandungan karbon, unsur paduan, laju pendinginan saat pendinginan dan perlakuan panas setelah pendinginan. Keempat variabel diatas sangat mempengaruhi kondisi dari karbon, dimana karbon dapat berupa bentuk bebas berupa grafit. Besi tuang yang paling banyak digunakan adalah besi tuang kelabu (gray cast iron) yaitu besi tuang dengan grafit dengan bentuk flake (serpih, berbentuk melengkung). Besi tuang ini kekuatannya rendah sekali (nill ductility) sehingga tidak dapat dibentuk dengan cara lain selain pengecoran dan machining. Ketangguhannya juga rendah, hal ini disebabkan karena bentuk grafit berupa flake, dimana grafit berbentuk flake akan mengganggu kontinuitas dari besi yang menurunkan ketangguhan besi tuang kelabu. Akan tetapi keberadaan grafit bebentuk flake ini sangat membantu dalam peredaman getaran. (Rao, P. N.,Manufakturing technology.1987. halaman 29) Secara tiga dimensional bentuk dimodelkan seperti “Gambar (1)”
flake
bisa
Mengingat kekuatan tariknya rendah maka hendaknya besi tuang kelabu ini digunakan pada bagian yang menerima beban tekan, bukan beban tarik atau bending. Tabel 1. Klasifikasi besi tuang kelabu menurut ASTM CARBO ASTM
N
CLASS
EQUIV ALEN
20 25 35 40 50 60
4,34 4,08 3,77 3,65 3,45 3,37
TENSILE STRENGTH (Psi)
22,000 26,000 36,500 42,500 52,500 62,500
COMPRESSI VE STRENGTH
BHN
(Psi)
26,000 32,000 48,500 57,000 73,000 88,500
170 190 220 225 250 270
Carbon equivalen (CE) = (0,3(%Si + %P) Sumber: Muh, M. Faraq, Material Selection for Enginering Design, 1997.
26
Pengaruh Temperatur Pemanasan pada Proses Tempering Terhadap Laju Korosi Besi Tuang Kelabu (Aidil Zamri)
2.2 Mikrostruktur Besi Tuang Kelabu
d. Pearlite (P)
Pada besi tuang kelabu tidak semua karbon berupa cementit (senyawa intersitital Fe3C, sebagian besar dari karbon akan berupa karbon bebas atau grafit. Pada transformasi besi tuang kelabu tidak digunakan diagram keseimbangan besi – besi karbida tetapi digunakan diagram keseimbangan besi grafit (seperti yang terlihat pada gambar 2.2)
Pearlite ( Fe + Fe3C) merupakan campuran eutektoid dari ferrite dan cementite dan terjadi pada temperature dibawah garis AC1. Sifat – sifat dari struktur ini adalah tidak lebih keras dan lebih kuat dari ferrite, tidak magnetis dan tahan karat.
Besi tuang kelabu mempunyai beberapa bentuk mikrostruktur, yang mana dari tiap-tiap bentuk mikrostruktur ini akan memberikan sifat yang berbeda-beda. Dari diagram kesetimbangan besi – grafit terlihat bahwa adanya beberapa bentuk struktur yang lazimnya ada dalam besi tuang kelabu ini, yaitu:
e. Martensite Matensite adalah fasa tunggal yang tidak stabil. Martensite merupakan hasil tranformasi austenite, tanpa sempat difusi karena pendinginan yang cepat. Martensite mempunyai struktur berbentuk BCT (Body Centeral Teteragonal). Sifat Martensite adalah keras, rapuh dan tidak stabil. f. Surbite / Tempered Martensite
a. Grafit (G) Grafit merupakan karbon bebas yang terdapat didalam besi tuang kelabu grafit ini mulai terbentuk dibawah garis transformasi eutektik (seperti yang terlihat pada diagram kesetimbangan besi grafit di atas). Bagaimanapun juga untuk paduan sederhana ada tiga tahapan dalam proses terbentuknya grafit, yaitu : Pertumbuhan grafit selama proses pendinginan
Surbite merupakan hasil penemperan dari Martensite yang keras dan rapuh adalah tidak baik bila digunakan dalam kebanyakan aplikasi sehingga diperlukan proses perlakuan panas lanjutan yang dinamakan tempering. 2.1 Pengaruh Unsur yang terkandung dalam besi tuang kelabu
Pertumbuhan grafit sebagai akibat perpitasi atom carbon pada fase austenite
Dalam besi tuang kelabu terdapat beberapa unsur utama yang masing–masing sangat menentukan terhadap struktur, maupun sifat fisik dan kimia dari besi tuang kelabu tersebut. Unsur – unsur itu adalah :
Pertumbuhan grafit selama transformasi eutektoid
1.
b. Cementite (C) Disebut juga dengan besi karbida (Fe3C) dengan karbon maksimal 6.67%. Cementite didalam diagram kesetimbangan besi – besi karbida merupakan fase menstabil, sehingga dalam proses pemanasan maupun pendinginancarbon yang terdapat didalamnya cenderung untuk melepaskan diri membentuk grafit. Pada suhu pemanasan diatas AC1 cementite ini akan mengalami reaksi Fe3C
γ+G
Sedangkan suhu pemanasan dibawah AC1 cementit ini akan mengalami reaksi Fe3C
α+G
Sifat – sifat cementit ini adalah keras (± 820 BHN) rapuh, magnetis pada suhu di bawah 210 ºC c. Ferrite (α) Disebut juga dengan besi alpha (α) yang merupakan larutan karbon pada besi murni dengan sel satuan Body Centeral Cubic (BCC). Fase ini terbentuk dibawah garis transformasi eutektoid (AC1). Sifat – sifat ferrite antara lain: lunak, sedikit liat, magnetis, mudah ditempa dan tahan karat. Kekerasannya antara 60 – 100 BHN.
Karbon (C)
Dengan adanya karbon yang tinggi akan meningkatkan kekerasan dari besi tuang kelabu dan juga meningkatkan penggrafitan. Selain bentuk grafit, carbon yang ada dalam besi tuang kelabu juga dapat berbentuk cementite (Fe3C) Unsur ini juga akan menyebabkan titik lumer dari akhir besi menurun dan sifat mampu tuangnya meningkat. 2.
Silikon (Si)
Unsur ini menggalakan terbentuknya grafit, sehingga dapat menurunkan kekuatan dari besi tuang kelabu. Silikon menyebabkan besi tuang tahan terhadap pengaruh asam, tapi kurang tahan terhadap beban kejut, selain itu dapat meningkatkan mampu alirnya. 3.
Mangan (Mn)
Mencegah penggrafitan dan menstabilkan cementite membentuk butir – butir halus pearlite dan menstabilkan ferrite. Sehingga kekuatan dan kekerasan besi tuang kelabu akan meningkat. 4.
Phospor (P)
Menyebabkan besi tuang cair menjadi encer, mengurangi kelarutan karbon dan memperbanyak terbentuknya cementite. Akibatnya kekuatan dan kekerasan besi tuang meningkat 27
Jurnal Teknik Mesin
5.
Vol. 3, No.1, Juni 2006
Sulfur (S)
Menyebabkan besi tuang cair menjadi kental juga menyebabkan cementite sehingga meningkatkan kekerasan dari besi tuang kelabu. 2.2 Perlakuan Panas pada Besi Tuang Kelabu Perlakuan panas (dalam hal ini hardening dan tempering) pada besi tuang kelabu digunakan untuk memperbaiki sifat – sifat mekanisnya dan juga menghasilkan struktur akhir seperti yang dikehendaki, utamanya dalah kekuatan dan ketahanan ausnya Setelah dihardening dan ditempering ketahanan aus besi tuang kelabu akan meningkat sampai mendekati lima kalinya. Furnace atau salt – bath hardening dapat berbagai macam besi tuang kelabu pada flame atau induction hardening. Pada flame atau induction hardening,kosenterasi kabon yang cukup besar dibutuhkan karena pada hardening tipe ini hanya memberikan waktu pendek bagi bagi karbon untuk terlarut dalam austenite. Sedangkan pada Furnace atau salt – bath hardening, waktu yang bisa diberikan untuk memberikan kesempatan karbon terlarut dalam austenite bisa diatur sesuai kebutuhan. 2.3 Austenisasi Pada proses perlakuan panas hardening untuk besi tuang kelabu, besi tuang kelabu dipanaskan sampai temperature yang cukup tinggi untuk mendapatkan struktur austenite, kemudian ditahan beberapa saat sampai karbon terlarut sesuai dengan yang diinginkan kemudian didinginkan dengan kecepatan tertentu. Temperatur pemanasan untuk mencapai suhu tranformasi austenite (A) adalah sangat dipengaruhi oleh presentase dari silicon dan mangan yang dirumuskan sebagai berikut : 1346 + 50.4 (%Si) – (% Mn)
(1)
dimana hasilnya adalah dalam satuan fahrenheit. Jadi penggunaan temperatur pemanasan harus lebih dari jumlah hasil perkalian tersebut diatas untu mendapatkan struktur austenite Sedanghkan proses penahanan penentuan waktu yang digunaklan adalah berdasarkan ketebalan minimal (H) dari material dengan rumusan sebagai berikut untuk baja karbon yaitu : Zmenit = 0.7 – 0.8 H mm dimana Z adalah waktu yang diperlukan dalam satuan menit (Zakharov,. B,. heatreatment of Metal. halaman 86) 2.4 Quenching Pada proses pencelupan oli lebih umum digunakan sebagai media quenching dari pada air. Umumnya quenching dengan air memuaskan bila dugunakan
ISSN 1829-8958
untuk mencelupkan besi tuang kelabu langsung dari dapur setelah pemanasan. Hal ini menyebabkan laju pendinginan yang terlalu besar dan dikhawatirkan menyebabkan crack atau retak pada besi tuang kelabu. Bila air harus digunakan sebaiknya gunakan lapisan oli tipis pada permukaan atas dari media quenching untuk menghindari thermal shock. Quenching dengan menggunakan udara adalah terkadang juga dapat dipakai, tetapi besi tuang kelabu tanpa paduan atau besi tuang kelabu paduan rendah seringnya tidak dapat di quenching menggunakan udara, karena kecepatan pendinginan tidak cukup tinggi untuk membentuk struktur martensite Akibatnya akan menghasilkan presentase martensite yang kecil atau tipis. 2.5 Tempering Besi tuang kelabu setelah hardening menjadi keras tapi rapuh, proses tempering setelah quenching akan meningkatkan kekuatan dan ketangguhan tetapi sisi lain menurunkan kekerasan. Untuk meningkatkan ketangguhan dan menurunkan tegangan sisa, besi tuang kelabu yang telah di quenching sebaiknya dipanaskan kembali dengan suhu antara 300 sampai 1200 ºF Pada suhu diberikan proses perlakuan panas terjadi 3 macam perubahan mikrostruktur pada besi tuang kelabu, yaitu : 1.
Perubahan metal matrix dari besi tuang itu sendiri
2.
Berkurangnya fraksi volume dari karbida karena proses destabilisasi dari grafit
3.
Perubahan bentuk, ukuran dan distribusi dari grafit yang ada.
2.6 Teori Korosi Korosi merupakan gejala yang timbul secara alami, jadi korosi akan ada dengan sendirinya pada suatu logam dan ini tidak dapat dihindarkan atau dihilangkan. Korosi adalah kerusakan atau memudarnya logam paduan oleh reaksi kimia atau elektrokimia dengan lingkungannya. Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih (ore) bijihbijih bisa berupa oksida, sulfida, karbonat atau senyawa lain yang lebih kompleks, dan secara thermodinamika bisa dikatakan bahwa bijih dan senyawa tersebut berada dalam keadaan energi terendahnya. Untuk memisahkan logam, misalnya besi dari salah satu bijihnya, umpamanya besi oksida, diperlukan energi yang besar. Ini biasanya dilakukan melalui pemanasan (dengan agen pereduksi) dalam sebuah tanur hembus (blast funace) dengan temperatur sekitar 1600 ºC. Karena itu logam-logam dalam keadaan tidak tergabung dengan bahan lain biasanya memiliki tingkat energi 28
Pengaruh Temperatur Pemanasan pada Proses Tempering Terhadap Laju Korosi Besi Tuang Kelabu (Aidil Zamri)
yang lebih tinggi. (Chamberlain, J,. Korosi, 1991, halaman 63) 2.6.1. Korosi pada besi tuang Pada mikrostruktur besi tuang kelabu terlihat adanya grafit Grafit yang ada pada besi tuang kelabu berfungsi sebagai katoda dan matrix disekitarnya menjadi anoda, maka terbentuklah sel galvanik. Istilah yang paling mewakili keadaan ini adalah graphitic corrosion atau korosi karena adanya grafit. Graphitic corrosion tidak berlangsung pada nodular ataupun malleable cast iron karena jaringan tidak hadir berbentuk flake seperti adanya besi tuang kelabu. Demikian juga untuk besi tuang putih karena secara esensi besi ini tidak memiliki karbon bebas akibatnya tidak ada alasan untuk terjadinya graphitic corrosion. Pada besi tuang kelabu graphitic corrosion sangat merugikan karena menyebabkan besi menjadi terkikis meninggalkan massa yang berpori terdiri dari grafit dan debu. Seringkali tampak tidak ada perubahan dimensi pada besi tuang kelabu tetapi telah kehilangan kekuatan dan sifat-sifat mekaniknya.
(Sumber : CallisterJr., William D., Material Science and Engineering, An Introduction, 1985, halaman 423).
3. METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekperimental nyata (real experimental research). Dimana dalam penelitian ini menggunakan dua variabel bebas yaitu : suhu pemanasan tempering dan holding time, sedangkan variabel terikatnya yaitu berat konsumsi korosi dan mikrostruktur yang terbentuk. 3.2 Alat dan Bahan yang digunakan 3.2.1. Alat yang digunakan Adapun alat yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. 2.
Graphitic corrosion adalah proses yang lambat tetapi jika besi tuang kelabu berada pada lingkungan yang menimbulkan percepatan korosi biasanya seluruh permukaan terangkat dan begitu selanjutnya. Akibatnya pengurangan permukaan seragam pada semua tempat. (Fontana, Mars. G., Corrosion Engineering, 1987, halaman 89) Jadi dasar perhitungan laju korosi hanya menggunakan selisih antara berat awal dengan berat akhir tanpa perlu pembersihan, dikarenakan hasil korosi terangkat seluruhnya.
3.
2.6.2. Laju korosi
9.
Laju korosi atau laju berat hilang material merupakan parameter korosi yang penting dan umum digunakan. Umumnya laju korosi diekpresikan sebagai corrosion Penetration Rate (CPR) dengan satuan mpy (mils per years) dimana 1 mil = 0.001 inchi yang dirumuskan sebagai berikut :
4. 5. 6. 7. 8.
10.
11. 12.
CPR = K W ρA t dimana : W = Berat hilang setelah waktu ekspos (mg) ρ = Berat jenis atau kerapatan bahan (g/ cm³)
13. 14. 15.
Mesin gergaji digunakan untuk memotong Mesin bubut digunakan untuk meratakan spesimen benda uji Dapur listrik, digunakan untuk proses melakukan proses heat treatment Oli SAE 20 digunakan untuk mencelupkan spesimen uji setelah dipanaskan Timer stock digunakan untuk mengukur waktu penahanan Kertas gosok digunakan untuk menggosok permukaan spesimen uji Kain halus digunakan untuk menghaluskan permukaan spesimen uji Mesin polishing digunakan untuk memoles spesimen uji Larutan nital 2 % digunakan untuk mengetsa spesimen uji Mikroskop logam dengan kemampuan perbesaran 50 kali, digunakan untuk mengamati mikrostruktur logam spesimen uji Kamera digunakan untuk mengambil gambar mikrostruktur logam spesimen uji Film negative digunakan untuk menyimpan gambar mikrostruktur logam spesimen uji Timbangan miligram digunakan untuk mengukur berat konsumsi korosi Tabung kaca volume 1 liter digunakan untuk tempat pencelupan Asam sulfat H2SO4 (87 – 93%), digunakan untuk larutan pemercepat laju korosi
A= Luas permukaan bahan (inchi²)
3.2.2. Bahan yang digunakan
t = waktu ekpos (jam)
Bahan yang digunakan sebagai spesimen uji dalam penelitian ini adalah besi tuang kelabu (gray cast iron) dengan lambang bahan (JIS) FC 25 dengan massa jenis sebesar 7.15 g/cm³ dan komposisi kimia sebagai berikut :
K = 534 untuk satuan mpy (mils per years) Untuk kebanyakan penerapan penetrasi korosi dibawah 20 mpy adalah masih bis ditoleransi.
29
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 3, No.1, Juni 2006
C = 3.1 – 3.4 % Mn = 0.4-0.5 % S<0.1% Si = 1.82.2% P< 0.1 %
sisanya Fe
3.3 Prosedur Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut : 1. Proses persiapan, pemotongan benda kerja sampai dimensi yang ditentukan, diratakan dan dibersihkan dari kotoran-kotoran yang melekat. 2. Proses Hardening, memasukan kedalam dapur listrik sampai diatas suhu austenisasi dan diholding selama 60 menit dan diquenching dengan media oli SAE 20. 3. Proses tempering, memasukan kedalam dapur listrik sampai suhu yang diinginkan (dibawah temperature rekristalisasi) dan diholding kemudian didinginkan dengan udara 4. Proses Fotomikro, menghaluskan permukaan benda lalu dilihat mikrostruktur yang terbentuk secara acak 5. Penimbangan pertama, benda uji dibersihkan kemudian ditimbang menggunakan timbangan milligram 6. Pengujian ketahanan korosi, benda kerja yang pada asam sulfat (H2SO4) sebesar 87-93 % dengan waktu pengujian selama satu minggu (168 jam) 7. Penimbanagn ketahanan korosi, benda uji dibersihkan kemudian ditimbang menggunakan timbangan milligram 8. Menganalisa data yang diperoleh 3.4 Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
2.
Variabel bebas, yaitu:
Temperatur pemanasan pada Tempering : 300ºC,400ºC,500ºC,600ºC dan 700ºC
Holding time pada tempering : 30 dan 60 menit
Variabel terikat, yaitu :
Laju korosi yang terjadi
Mikrostruktur yang terbentuk
3.5 Tempat Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian ini adalah Laboratorium Uji Material, jurusan mesin Politeknik Negeri Padang.
ISSN 1829-8958
3.6 Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian orde (2x5) dengan pengulangan tiga kali, dan satu kontrol perlakuan (hanya mengalami perlakuan panas Hardening) untuk maksud membandingkan bagaimanakah pengaruh dari spesimen yang telah diberi perlakuan dan spesimen kontrol yang tanpa diberi perlakuan . Tabel 2 Rancangan Penelitian Waktu penahanan (menit)
Temperatur pemanasan (ºC) 300 400 500 600 700
30
X11
X12
X13
X14
X15
60
X21
X22
X23
X24
X25
3.7 Analisa Statistik 3.7.1 Analisa Varian Penelitian ini menggunakan analisa varian dua arah, dimana akan dihitung pengaruh dari temperature pemanasan tempering, pengaruh dari waktu holding dan pengaruh interaksi keduanya. Laju korosi rata-rata dari spesimen yang telah diberi perlakuan dinotasikan sebagai μ1, μ2, μ3, μ4 dan μ5. Maka hipotesa dari penelitian ini dapat ditulis dengan Ho : μ1 = μ2 = μ3 = μ4 = μ5 (tidak ada perbedaan) Hi : μ1 ≠ μ2 ≠ μ3 ≠ μ4 ≠ μ5 perbedaan)
( terdapat
3.7.2 Analisa Regresi Analisa Regresi berguna untuk meramalkan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dari data yang diperoleh. Pada analisa regresi ini digunakan persamaan-persamaan sebagai berikut : 1.Regresi fungsi linear : γ = α + βT + γT² + δH dengan γ = 0 2.regresi fungsi kuadrat atau polynomial : γ = α + βT + γT² + δH dengan γ ≠ 0 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Hasil 4.1.1 Analisa Laju Korosi Pengujian laju korosi didapatkan dengan menggunakan selisih antara massa awal dan akhir spesimen uji didapatkan data laju korosi dari tiap spesimen (dengan satuan mils per years atau mpy) sebagai contoh untuk besi tuang kelabu dengan 30
Pengaruh Temperatur Pemanasan pada Proses Tempering Terhadap Laju Korosi Besi Tuang Kelabu (Aidil Zamri)
temperature pemanasan 400ºC dan holding sebesar 30 menit pengulangan pertama didapatkan selisih sebesar 1190 mg. Maka perhitungan laju korosinya adalah sebagai berikut : Laju korosi = K . W ρA t dimana: W = Berat hilang setelah waktu ekspos = 1190 mg ρ = Berat jenis atau kerapatan bahan = 7.15g/ cm³ A = Luas permukaan bahan = 5.875 inchi² t = waktu ekpos = 168 jam K = 534 untuk satuan mpy (mils per years) sehingga laju korosi didapatkan sebesar 90.049 mpy. dari tiap ulangan percobaan dimasukan kedalam rancangan percobaan sehingga didapatkan seperti tabel di bawah ini : Tabel 3 Laju korosi (mpy) dari Tiap Spesimen Uji Waktu Holding 30
60
300 43,889 34,052 36,322 28,755 27,243 21,188
Temperatur Pemanasan 400 500 600 88,536 40,106 21,188 90,049 46,916 27,998 86,266 37,836 26,485 73,401 32,536 25,728 69,618 42,376 21,945 77,185 31,782 27,242
700 15,134 21,188 24,972 18,918 26,485 21,945
sehingga untuk Ftabel (0,05;1;16) = 4,494 untuk sumber keragaman pengaruh temperatur, Ftabel (0,05;3;16) = 3,239 untuk sumber keragaman pengaruh holding dan Ftabel (0,05;3;16)3,239 untuk sumber keragaman interaksi temperatur dan waktu holding. Sedangkan dari hasil pengujian secara statik didapat Fhitung = 8,188 untuk sumber keragaman pengaruh temperatur, Fhitung = 264,874 untuk sumber keragaman pengaruh holding dan Fhitung = 5,067 untuk sumber keragaman interaksi antara keduanya. Dari tabel 4 Analisa Varian Dua Arah dapat dikatakan bahwa semua Fhitung > Ftabel, sehingga semua Ho ditolak yang artinya untuk pengaruh temperatur, pengaruh waktu holding serta pengaruh dari interaksi keduanya ada suatu perbedaan nyata pada laju korosinya dengan tingkat keyakinan = 95 4.1.2 Analisa Regresi Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, yang berarti hubungan antara variasi temperatur tampering dan holding material terhadap laju korosi besi tuang kelabu dilakukan pengujian analisa regresi. Dengan perhitungan analisa regresi, maka didapatkan tabel analisa regresi sebagai berikut : ANOVA Sumber
Dengan perhitungan antara varian dua arah, maka didapatkan tabel analisa varian sebagai berikut :
keraga
JK
db
KR
Fhitung
Ftabel
6,489
2,97
man
Tabel 4 Analisa Varian Dua Arah ANOVA Sumber keragaman
JK
db
KT
Fhit ung
P-valve
Ftab el
Holding
137,760
1
137,7
8,18
0,011
4,5
Temperatur
13369,1
3
4456.
264
7,62E-14
3,239
Interaksi
255,747
3
85,24
5,0
0,012
3,239
Galat/ sisa
269,192
16
16,82
Total
14031,8
23
Dimana hipotesa dari penelitian ini dapat ditulis dengan : Ho¹ : μ300 = μ400 = μ500 = μ600 = μ700 (tidak ada perbedaan) Ho² : μ30 = μ60 (tidak ada perbedaan) Ho³ : μ300 (30) = μ400(30) = μ500 (30) = μ600 (30) = μ700 (30) = μ300 (60) = μ400(60) = μ500 (60) = μ600 (60) = μ700 (60) (tidak ada perbedaan) H1¹ : μ300 ≠ μ400 ≠ μ500 ≠ μ600 ≠ μ700 (terdapat perbedaan) H1 ² : μ30 ≠ μ60 (terdapat perbedaan) H1³ : μ300 (30) ≠ μ400(30) ≠ μ500 (30) ≠ μ600 (30) ≠ μ700 (30) ≠ μ300 (60) ≠ μ400(60) = μ500 (60) ≠ μ600 (60) ≠ μ700 (60) (terdapat perbedaan). Pada perhitungan statistik analisa varian dua arah pada tabel 4.2 digunakan faktor kesalahan α = 5 %,
Regresi
6331,430
3
21110,477
Galat/
8455,848
26
325,225
sisa
14787,278
29
Total
Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
Konstanta
0,65434 0,42817 0,36219 18,034 30
Koifisien
Standard Error
t Stat
P-valve
-32,204
47,875
-0,789
0,432
Temperatur
0,469
0,198
2,369
0,026
Temperatur
-0,001
0,000
-2,775
0,010
2
-0,210
0,220
-0,958
0,347
Holding
Dimana hipotesa dari penelitian ini dapat ditulis dengan : Ho : γ = α + βT + γT² + δH dengan γ = 0 (persamaan linear) Hi : γ = α+βT+γT²+δH dengan γ ≠ 0 (persamaan non linear atau polinominal) 31
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 3, No.1, Juni 2006
Dengan menggunakan faktor kesalahan α = 5 % hasil pengujian data dengan analisa regresi menunjukkan bahwa nilai Fhitung (6,489) > Ftabel (2,97), dengan persamaan regresinya didapatkan γ = 38,204+0,469T-0,001T²-0,210H dimana: (γ = -0,001) sehingga Ho ditolak dan Hi diterima, yang artinya permodelan persamaan polynomial kuadratik sesuai untuk cara diatas, yang menunjukkan perbedaan dari masing-masing kelompok keragaman perlakuan dengan tingkat keyakinan 95%. Jika dilihat dari nilai R² = 0,428 dapat dikatakan bahwa pengaruh keragaman temperatur tempering dan holding pada material terhadap laju korosi besi tuang kelabu adalah sebesar 42,82 %
ISSN 1829-8958
kalau digunakan untuk foto martensite dengan presentase yang sedikit. Proses perlakuan panas tempering menyebabkan terbentuknya struktur (α + karbida) dalam matrik martensite temper hingga suhu 400ºC.Struktur ini mengandung banyak sel galvanik antara batas-batas butir ferrite dan karbida dimana karbida lebih katodik dari struktur disekitarnya sehingga menyebabkan meningkatnya laju korosi besi tuang kelabu. Penemperan suhu lebih tinggi dari 400ºC menyebabkan karbida kembali bergumpal dan mengurangi sel galvanik. Pengurangan sel galvanik menyebabkan turunnya laju korosi besi tuang kelabu.
4.2 Pembahasan Gambar 4.1 Laju Korosi pada Holding Time 30 menit
4.2.1 Laju Korosi 100.00
“Tabel (5)” analisa varian dua arah, didapatkan bahwa harga dari Fhitung > Ftabel hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh nyata dari keragaman temperatur pemanasan, keragaman waktu holding serta keragaman interaksi antara waktu holding dan temperatur pemanasan terhadap laju korosi.
90.00
88.28
Laju Korosi (Mpy)
80.00 70.00 60.00 50.00 41.62
40.00
38.09
30.00
“Gambar (6)” menunjukkan hubungan antara pemanasan temperatur tempering terhadap laju korosi pada holding time selama 30 menit diatas secara umum dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan panas tempering setelah hardening pada besi tuang akan meningkatkan laju korosi besi tuang kelabu dibandingkan besi tuang kelabu yang hanya mengalami hardening(as quenching). Pada temperatur 300ºC terlihat peningkatan laju korosi pada besi tuang kelabu, peningkatan ini mencapai puncaknya pada temperatur 400ºC, setelah melewati temperatur tersebut laju korosi cenderung menurun bahkan pada temperatur 700ºC laju korosi besi tuang kelabu mendekati keadaan as quenching yang pada penelitian ini juga telah dihitung besar rata-rata laju korosinya sebesar 15,387 mpy. Pengamatan uji mikrostruktur seperti terlihat pada gambar 4.2 terlihat adanya perubahan bentuk fasa antara besi tuang kelabu yang hanya mengalami perlakuan panas hardening (4.2a dan 4.2c) dengan besi tuang kelabu yang mengalami perlakuan panas tempering setelah hardening lalu mendapatkan holding 30 menit (4.2b). Foto mikrostruktur besi tuang kelabu sebelum ditempering memperlihatkan prosentase besar grafit flake (karbida dalam bentuk bebas yang terdapat pada besi tuang kelabu) dalam fasa martensite. Pada uji mikrostruktur fasa martensite terlihat tipis, hal ini disebabkan karena besi tuang kelabu yang digunakan adalah besi tuang kelabu tanpa paduan yang akan menghasilkan prosentase martensite jauh lebih sedikit dari pada besi tuang kelabu dengan paduan, ditambah lagi foto yang digunakan adalah hanya 50X yang kurang memadai
25.22 20.43
20.00 10.00 -
300
400 500 600 Temp.Pemanasan Tempering (C)
700
Gambar 1 Laju korosi pada holding time 30 menit Untuk persamaan regresi secara polinomial grafik pada gambar 4.1 adalah laju korosi besi tuang kelabu sedangkan x adalah suhu pemanasan tempering. Bila persamaan tersebut di integralkan dengan batas bawah 300 dan batas atas 700 akan menghasilkan harga mutlak sebesar 1730400.
a.
Gambar 2 Foto mikrostruktur Besi Tuang Kelabu as quenching (perbesaran 50 X, tanpa etsa)
32
Pengaruh Temperatur Pemanasan pada Proses Tempering Terhadap Laju Korosi Besi Tuang Kelabu (Aidil Zamri)
hardening(as quenching). Pada temperatur 300ºC terlihat kecenderungan peningkatan laju korosi pada besi tuang kelabu, peningkatan ini mencapai puncaknya pada temperatur 400ºC, setelah melewati temperatur tersebut laju korosi pada besi tuang kelabu cenderung menurun bahkan pada temperatur 700ºC laju korosi besi tuang kelabu mendekati keadaan as quenching yang pada penelitian ini juga telah dihitung besar rata-rata korosinya sebesar 15,387 mpy
b. di temper 400 C, holding 30 menit (perbesaran 50 X,etsa nital 2 %)
Pengamatan uji mikrostruktur seperti terlihat pada gambar 2 terlihat adanya perubahan kebentuk fasa antara besi tuang kelabu yang hanya mengalami hardening (gambar 2a dan 2b) dengan besi tuang kelabu yang mengalami perlakuan panas tempering setelah hardening kemudian di holding selama 60 menit(gambar 2d). Foto mikrostruktur besi tuang kelabu sebelum ditempering memperlihatkan prosentase besar grafit flake(karbida dalam bentuk bebas terdapat pada besi tuang kelabu) dalam fasa martensite. Pada uji mikrostruktur fasa martensite terlihat tipis, hal ini disebabkan karena besi tuang kelabu yang digunakan adalah besi tuang kelabu tanpa paduan yang menghasilkan prosentase martensite jauh lebih sedikit dari pada besi tuang kelabu dengan paduan, ditambah lagi perbesaran yang digunakan adalah hanya 50X yang kurang memadai kalau digunakan untuk foto martensite dengan persentase yang sedikit.
c. as quenching (perbesaran 50 X, etsa nital 2 %)
d. di temper 400 C, holding 60 menit (perbesaran 50 X, etsa nital 2 %) Gambar 4.3 Laju Korosi pada Holding Time 60 menit 80.00 73.40 70.00
Laju Korosi (Mpy)
60.00 50.00 40.00 35.56 30.00 25.73
24.97
22.45
20.00 10.00 -
300
400 500 600 Temp.Pemanasan Tempering (C)
700
Gambar 3 Laju korosi pada holding time 60 menit Gambar 3 menunjukkan hubungan antara pemanasan temperatur tempering terhadap laju korosi pada holding time selama 60 menit diatas secara umum bisa dinyatakan mempunyai pola yang sama dengan holding time selama 30 menit yang mana dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan panas tempering setelah hardening pada besi tuang akan meningkatkan laju korosi besi tuang kelabu bila dibandingkan dengan besi tuang kelabu yang hanya mengalami
Proses perlakuan panas tempering menyebabkan terbentuknya struktur (α + karbida) dalam matrik martensite temper hingga suhu 400ºC.Struktur ini mengandung banyak sel galvanik antara batas-batas butir ferrite dan karbida dimana karbida lebih katodik dari struktur disekitarnya sehingga menyebabkan meningkatnya laju korosi besi tuang kelabu. Penemperan suhu lebih tinggi dari 400ºC menyebabkan karbida kembali bergumpal dan mengurangi sel galvanik. Pengurangan sel galvanik menyebabkan turunnya laju korosi besi tuang kelabu. Untuk besi tuang kelabu yang mendapat holding, selama 60 menit seperti terlihat pada gambar 4.3. Sedangkan persamaan regresi secara polinomialnya adalah : y = -5E-08x + 0.0001x³ - 0.0922x² + 31.1x – 3736.7, bila persamaan di integralkan dengan batas bawah 300 dan batas atas 700 akan menghasilkan harga mutlak sebesar 842813 Hasil yang didapat dari integrasi keduanya dicari presentase perbedaan secara statistik dengan cara sebagai berikut % = 1730400 – 842813 x 100 % = 51,29 % 1730400 33
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 3, No.1, Juni 2006
Untuk pengaruh keragaman waktu holding terdapat perbedaan nyat antara laju korosi besi tuang kelabu yang mendapat holding 30 menit dan 60 menit keadaan ini diekspresikan dengan Fhitung(8,188) > Ftabel (4,494). Dikuatkan lagi dengan adanya persentase perbedaan luasan dari integrasi persamaan regresi sebesar 51.29% memperlihatkan bahwa holding time selama 30 menit lebih besar pengaruhnya terhadap peningkatan laju korosi besi tuang kelabu bila dibandingkan dengan holding 60 menit Pemanasan dengan holding yang lebih lama akan mengakibatkan presipitasi karbon dan menyebabkan turunnya kelarutan karbon dalam besi. Selain itu pula holding yang terlalu lama mengakibatkan karbon bereaksi dengan oksigen atau disebut juga dekarburisasi. Peristiwa dekarburisasi ini juga menurunkan kelarutan karbon dalam besi. Turunnya kelarutan karbon ini akan menurunkan juga sel galvanik yang terjadi karena berkurangnya batas butir ferrite dan karbida. Penurunan jumlah sel galvanik akan menurunkan laju korosi. 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Laju korosi terendah terjadi pada besi tuang kelabu yang hanya mengalami proses perlakuan panas hardening tanpa tempering. 5.2 Saran Perlunya penelitian lanjutan tentang pengaruh perlakuan panas yang lain semacam annealing, normalising,dll. terhadap laju korosi berbagai macam material. Perlunya mempertimbangkan efek laju korosi yang terjadi akibat proses perlakuan panas yang akan diberikan pada material pada saat pemilihan material. PUSTAKA 1.
Avner, Sidney H., Introduction to Physical Metallurgy, second edition, Mc Graw-Hill Inc . Singapore,1974
2.
Banga, T.R. Agarwal, R.T., Manghani, T., Foundry Engineering, Khanna Publisher, New Delhi, 1981
3.
Callister Jr., William D., Material Science and Engineering, An Introduction, John Wiley & Sons, Singapore,1985
4.
Chamberlain, J., Korosi, Gramedia. Jakarta, 1991
5.
Djaprie, Sriatie, Van Valck, Ilmu Teknologi Bahan, Erlangga, Jakarta, 1991
6.
Faraq, Muh, M., Material Selection for Enginering Design, Prentice Hall, Europe, 1997.
7.
Fontana, Mars. G., Corrosion Engineering, McGraw-Hill Book Inc, Singapore, 1987.
8.
Heine, R,W., C.R, Loper, P.C. Rosenthal, Principles of Metal Casting, McGraw –Hill , 1983.
9.
Hifni, M., Analisa Regresi, Kopma Press Universitas Brawijaya, Malang, 1992.
5.1 Kesimpulan Hasil penelitian tentang pengaruh variasi temperatur dan holding time pada perlakuan panas tempering terhadap laju korosi besi tuang kelabu, dapat ditarik kesimpulan Variasi temperatur pemanasan tempering memberikan pengaruh (perbedaan) yang nyata terhadap laju korosi besi tuang kelabu, dapat ditarik kesimpulan. Variasi temperatur pemanasan tempering memberikan pengaruh (perbedaan) yang nyata terhadap laju korosi besi tuang kelabu sebesar 96,89% untuk holding time selama 60 menit. Terdapat pengaruh (perbedaan) yang nyata antara holding time 30 menit dan 60 menit, dimana waktu holding 30 menit lebih besar pengaruhnya dalam meningkatkan laju korosi besi tuang kelabu dibanding holding time 60 menit. Variasi temperatur pemanasan tempering yang menyebabkan terjadi perubahan formasi(bentuk) mikrostruktur besi tuang kelabu, yaitu pada saat as quenching bentuk mikrostruktur besi tuang kelabu adalah martensite kemudian setelah diberi perlakuan panas tempering struktur yang terbentuk adalah temper martensite, dimana poerubahan bentuk mikrostruktur ini menyebabkan perubahan laju korosi yang terjadi Laju korosi terendah terjadi pada besi tuang kelabu yang mendapat perlakuan panas tempering dengan suhu 400ºC baik pada variasi holding time 30 menit maupun 60 menit
ISSN 1829-8958
dan
10. Jastrzebbski, Zbignew. D. The Nature and Properties of Engineering Materials.Third Edition, John Willey & Sons, Singapore,1987. 11. Smallman, R. E., Metalurgi Fisik Modern, Gramedia, Jakarta, 1991 12. Surdia, Tata, Pengetahuan Bahan Teknik, PT Pradnya Paramitha, Jakarta, 1985. 13. Rao, P. N., Manufakturing technology.1987. Tata McGraw – Hill Publishing Company Limited, New Delhi, 1987. 14. Zakharov,. B,. hea treatment of Metal. Foreign Language Publishing House. Moscow, 1961.
34