PENGARUH KOMBINASI JUMLAH BIBIT PER RUMPUN DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI ( Oryza sativa L. ) The combination of number of seeds per build and varieties On Growth and yield The rice (Oryza sativa L) Fahri Rizwan 1) Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Prof. Dr. H. Rudi Priyadi., Ir. M.S.2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Rudi
[email protected] FitriKurniati., Ir. M.P. 3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] ABSRACT This study was to time out varieties and number of seed per hill and varieties suitable in Limbangan. The experiment was conducted in paddy fields in Kampung Cianten Ciwangi Limbangan Garut, with the altitude 545 meter above sea level. The research was conducted from July 2012 until November 2012. These experiment usied an experimental method with a simple randomized block design (RBD) repeated three times. The nine treatments simple tested, namely A1 F1 Hybrid Hipa 8 with 1 seed per hill, A2 F1 Hybrid Hipa 8 with 3 seed per hill, A3 F1 Hybrid Hipa 8 with 5 seedlings per hill, A4Inpari 5 with 1 seed per hill, A5Inpari 5 with 3 seed per hill, A6Inpari 5 with 5 seedlings per hill, A7Ciherang with 1 seed per hill, A8Ciherang with 3 seed per hill, A9Ciherang with 5 seed per hill. The research results showed that the number of seeds and varieties very significant give effect on rice growth and yield ( plant height, number of tillers per hill, number of panicles per hill, number of total grain per panicle, weight of 1000 grains pithy, Weight GKP ) however effect on per filled grain number. The best results in the area LimbanganGarut was per periode F1 Hybrid varieties Hipa 8 with 3 seed per hill, 9.8 ton / ha. Key Word : number of seeds per build and varieties ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui varietas padi dan jumlah bibit perumpun yang cocok di daerah Limbangan Garut. Percobaan ini dilaksanakan pada lahan sawah di Kampung Cianten Desa Ciwangi Kecamatan Limbangan Kabupaten Garut Jawa Barat. Dengan ketinggian tempat 545 meter di atas permukaan laut. Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan November 2012. Percobaan ini menggunakan metode eksperimen dengan
1
Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana yang diulang tiga kali, sembilan perlakuan yang diuji yaitu A1 F1 Hibrida Hipa 8 dengan 1 bibit per rumpun, A2 F1 Hibrida Hipa 8 dengan 3 bibit per rumpun, A3 F1 Hibrida Hipa 8 dengan 5 bibit per rumpun, A4Inpari 5 dengan 1 bibit per rumpun, A5 Inpari 5 dengan 3 bibit per rumpun, A6Inpari 5 dengan 5 bibit per rumpun, A7 Ciherang dengan 1 bibit per rumpun, A8 Ciherang dengan 3 bibit per rumpun, A9 Ciherang dengan 5 bibit per rumpun. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah bibit dan varietas memberikan pengaruh berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil padi (tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah total per malai, bobot 1000 butir gabah bernas, bobot gabah kering panen) tetapi berpengaruh yang sama terhadap jumlah gabah isi permalai. Hasil terbaik di daerah Limbangan Garut adalah varietas F1 Hibrida Hipa 8 dengan jumlah bibit 3 yaitu 9,8 ton per hektar. Kata kunci : Jumlah Bibit Dan Varietas I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan Negara agraris sehingga cocok untuk lahan pertanian, Petani kebanyakan menanam tanaman pangan khususnya padi. Namun kebanyakan petani dalam melakukan budidaya padi masih banyak kekurangan, sehingga hasil yang diperoleh belum maksimal. Untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan beras, salah satu upaya yang harus dilakukan yaitu intensifikasi pertanian. Intensifikasi pertanian adalah upaya peningkatan produksi padi per satuan luas. Salah satu upaya intensifikasi adalah penggunaan varietas unggul, telah banyak varietas-varietas baru yang telah dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, tetapi informasi tentang varietas-varietas baru tersebut tidak banyak yang diketahui petani ( Bambang Pikukuh, dkk., 2009 ). Menurut Suyamto,dkk. (2007) varietas unggul merupakan salah satu teknologi yang berperan penting dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian. Kontribusi nyata varietas unggul terhadap peningkatan produksi padi nasional antara lain tercermin dari pencapaian swasembada beras pada tahun 1984. Hal ini terkait dengan sifat-sifat varietas unggul padi, antara lain berdaya hasil tinggi, tahan terhadap penyakit utama, umur genjah sehingga sesuai dikembangkan dalam pola tanam tertentu, dan rasa nasi enak (pulen) dengan kadar protein relatif tinggi.
2
Varietas F1 Hibrida Hipa 8, Inpari 5, dan Ciherang merupakan varietas unggul padi baru yang berkembang pesat dan memiliki potensi hasil yang cukup tinggi. Selain itu, lingkungan merupakan faktor pendukung dari kemampuan suatu varietas untuk meningkatkan produktivitasnya. Menurut Sri Setyati (1993) bahwa interaksi antara padi dengan faktor lingkungan serta antara faktor lingkungan bisa mempengaruhi pertumbuhan padi. Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi dapat dibagi dua golongan yaitu pertama faktor alamiah seperti tanah, iklim, biologis, dll, faktor kedua yaitu sarana produksi seperti pupuk, pestisida, varietas, dll. Faktor lainnya yaitu jarak tanam dan jumlah populasi atau jumlah bibit per rumpunnya. Pada aplikasi teknis di lapangan penggunaan jumlah bibit perumpun dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, karena berhubungan dengan persaingan atau kompetisi antar sistem parakaran tanaman pada satu rumpun dalam konteks pemanfaatan unsur hara serta ruang tumbuh tanaman. Sedangkan pendapat Rudi Priyadi,dkk. (2010) hal ini disebabkan oleh karakteristik khusus yang dimiliki setiap varietas dalam pertumbuhan dan perkembangannya di lapangan,termasuk kemampuannya dalam beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Di Indonesia biasanya dianjurkan menanam 2 sampai 3 bibit per lubang tanam (Utomo dan Nazaruddin, 2000). Keberhasilan budidaya tanaman padi tidak hanya ditentukan oleh pemilihan varietas yang tepat, tetapi kesesuaian varietas terhadap faktor lingkungan merupakan penentu utama dalam peningkatan produktivitasnya. II. Bahan Dan Metode Percobaan dilaksanakan pada lahan sawah di Kampung Cianten Desa Ciwangi Kecamatan Limbangan Kabupaten Garut Jawa Barat. Dengan ketinggian tempat 545 diatas permukaan laut, dengan tipe curah hujan B berdasarkan data dari BP3K Kecamatan Limbangan, dan jenis tanah latosol berdasarkan laboraturium Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah padi varietas F1 Hibrida Hipa 8, Inpari 5, Ciherang ,pupuk kandang domba, pupuk NPK Kujang, dan pestisida.
3
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah seperangkat alat-alat budidaya tanaman padi, label, dan timbangan. Percobaan ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana yang diulang tiga kali, sembilan perlakuan yang diuji yaitu:
1. A1 = F1 HibridaHipa 8 dengan 1 bibit per rumpun 2. A2 = F1 HibridaHipa 8 dengan 3 bibit per rumpun 3. A3 = F1 HibridaHipa 8 dengan 5 bibit per rumpun 4. A4 = Inpari 5 dengan 1 bibit per rumpun 5. A5 = Inpari 5 dengan 3 bibit per rumpun 6. A6 = Inpari 5 dengan 5 bibit per rumpun 7. A7 = Ciherang dengan 1 bibit per rumpun 8. A8 = Ciherang dengan 3 bibit per rumpun 9. A9 = Ciherang dengan 5 bibit per rumpun Variabel yang diamati adalah pengamatan penunjang dan pengamatan utama ( tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah total per malai, jumlah gabah isi per malai, bobot 1000 butir, gabah kering panen ). III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengamatan Penunjang Tanah sawah di Desa Ciwangi Kecamatan Limbangan Kabupaten Garut termasuk kedalam jenis tanah latosol berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang domba, jerami padi, dengan cara dikombinasikan lalu dipermentasi agar menjadi porasi padat dengan menggunakan M-Bio, sebagai cairan yang membantu proses permentasi atau pembusukan agar pupuk kandang domba dan jerami tersebut bisa menjadi cepat busuk dan bisa digunakan sebagai pupuk dasar. Berdasarkan data curah hujan selama sepuluh tahun dari tahun 2001 sampai tahun 2010, curah hujan Desa Ciwangi Kecamatan Limbangan adalah 1598 mm pertahun, berdasarkan data yang diperoleh dari BP3K Kecamatan
4
Limbangan curah hujan tersebut termasuk daerah dengan tipe curah hujan B yaitu bersifat basah. Selama percobaan berlangsung terdapat serangan hama dan penyakit tetapi dapat ditanggulangi dengan baik,karena pemeliharaan dilakukan secara intensif. Malai padi mulai keluar pada umur 9 mst, dan mulai berbunga serempak pada umur 11 mst. Panen dilakukan secara serempak pada umur 16 mst. Padi sudah siap dipanen pada umur tersebut dengan ciri-ciri yaitu isi gabah sudah terasa keras dan susah untuk dipecahkan, 95% malai sudah menguning. Gulma merupakan tanaman yang tumbuh diluar tanaman pokok dan bersaing dengan tanaman pokok untuk mendapatkan cahaya, ruang tumbuh, unsur hara dan air. Jenis gulma yang ditemukan dilahan pertanaman adalah eceng sawah (Monochoria vaginalis), Jajagoan (Echinochloa crus-galli), Kayambang (Salvinia molesta). Gulma-gulma tersebut tidak menimbulkan gangguan yang begitu berarti terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah, karena dilakukan pengendalian yaitu dengan penyiangan sebanyak 2 kali yaitu pada umur 2 mst, dan mst. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, terdapat beberapa hama yang menyerang yaitu hama belalang (Valanga Nigricornis, pm). Langkah yang dilakukan untuk mengendalikan hama belalang yaitu dengan aplikasi insektisida dan hasilnya pun sebagian besar belalang mati dan berpindah ke lahan lain menghindari lahan percobaan karena bau yang menyengat dari insektisida tersebut. Walang Sangit (Leptocoriza acuta tumb) pada saat umur padi 8 mst atau mulai berbunga serempak, terjadi serangan walang sangit (Leptocoriza acuta tumb). Pengendalian walang sangit tersebut dilakukan dengan cara menggunakan insektisida. Hama tidak langsung mati setelah di semprot tetapi memerlukan waktu 2 sampai 3 hari untuk mati. 3.2
Pengamatan Utama
3.2.1
Tinggi Tanaman
5
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara berbagai kombinasi varietas dan jumlah bibit terhadap tinggi tanaman padi pada umur 3,5,dan 7 minggu setelah tanam. Tabel 1. Pengaruh Kombinasi Jumlah Bibit Per Rumpun Dan Varietas Terhadap Tinggi Tanaman Padi Pada Umur 3, 5 dan 7 mst (cm) Perlakuan Umur 3 mst 5 mst 7 mst F1 Hibrida Hipa 8 A1 ( 1 bibit ) 32,46 e 58,25 c 73,23 c A2 ( 3 bibit ) 33,01 e 59,37 c 73,13 c A3 ( 5 bibit ) 32,21 de 60,93 c 74,4 c Inpari 5 A4 ( 1 bibit ) 29,94 cd 49,08 b 60,65 b A5 ( 3 bibit ) 29,77 c 48,86 b 61,49 b A6 ( 5 bibit ) 29,31 bc 49,74 b 61,22 b Ciherang A7 ( 1 bibit ) 26 a 40,32 a 57,08 a A8 ( 3 bibit ) 26,39 a 42,30 a 57,4 a A9 ( 5 bibit ) 27,31 ab 43,26 a 57,82 a Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidakberbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Pada tabel 1 terlihat bahwa tinggi tanaman padi varietas F1 Hibrida Hipa 8 lebih tinggi dibandingkan dengan inpari 5 dan Ciherang. Hal ini diduga intensitas cahaya matahari yang masuk sangat baik sehingga memudahkan tanaman untuk melakukan proses fotosintesis, Sejalan dengan pendapat Zaeny (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman ternyata tidak hanya ditentukan oleh pengaruh kualitas cahaya matahari, tetapi ditentukan juga oleh intensitas cahaya yang diserap tanaman, karena pada umur 3, 5, dan 7 Mst tanaman sedang mulai masuk fase vegetatif cepat. Tinggi tanaman dapat digolongkan yaitu sangat rendah (kurang dari 70 cm), rendah (70-100 cm), sedang (101-130 cm), tinggi (101-130 cm), dan tinggi (131-160 cm). 3.2.2
Jumlah Anakan Dari hasil analisis statistik terjadi perbedaan yang nyata antara berbagai
kombinasi varietas padi yang ditanam dan jumlah bibit terhadap jumlah anakan per rumpun baik pada umur 3 , 5, maupun 7 minggu setelah tanam.
6
Tabel 2. Pengaruh Kombinasi Jumlah Bibit Dan Varietas Terhadap Jumlah Anakan Pada Umur 3, 5, 7 mst. Perlakuan Umur 3 mst 5 mst 7 mst F1 Hibrida Hipa 8 A1 ( 1 bibit ) 7,18 a 19,88 b 23,55 b A2 ( 3 bibit ) 12,33 b 27,88 c 32,1 c A3 ( 5 bibit ) 15,52 c 31,68 e 35,35 d Inpaari 5 A4 ( 1 bibit ) 5,05 a 15,1 a 19,85 a A5 ( 3 bibit ) 11,05 b 27,36 c 31,22 c A6 ( 5 bibit ) 15,08 c 28,58 cd 32,92 c Ciherang A7 ( 1 bibit ) 5,98 a 17,53 a 21,31 ab A8 ( 3 bibit ) 10,9 b 30,25 de 33,96 cd A9 ( 5 bibit ) 16,12 c 29,73 d 33,78 c Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidakberbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Pada tabel 2 terlihat bahwa jumlah anakan padi varietas F1 hibrida hipa 8 lebih banyak dibandingkan dengan inpari 5, dan ciherang, tetapi pada jumlah bibit tertentu memiliki kesamaan dari setiap varietas. Jumlah bibit yang ditanam memberikan pengaruh terhadap jumlah anakan per rumpun pada umur 3, 5, dan 7 minggu setelah tanam. Dari Tabel 2 terlihat bahwa semakin banyak jumlah bibit yang ditanam per rumpun cenderung menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak. Pada umur 3 minggu setelah tanam jumlah anakan terbanyak yaitu 16,12 pada perlakuan Ciherang bibit 5 per rumpun. Pada umur 5 minggu setelah tanam memberikan hasil yang sama dengan 3 minggu setelah tanam jumlah bibit 5 menghasilkan anakan terbanyak yaitu 31,68 pada perlakuan F1 hibrida hipa 8dan 7 minggu setelah tanam, sama dengan umur tanaman 3 minggu setelah tanam yaitu 35,35 pada perlakuan F1 hibrida hipa 8. Jumlah bibit 5 per rumpun menghasilkan jumlah anakan per rumpun terbanyak dari pada jumlah bibit 1 dan 3, karena apabila melihat kemampuan pembentukan anakan dari ketiga varietas yang dicoba masing-masing mempunyai kemampuan untuk menghasilkan jumlah anakan per rumpun yang relatif sama, meskipun kemampuan dari setiap varietas tidak berlipat ganda seperti pada Tabel
7
6 yang terlihat dari jumlah bibit 1 terbanyak adalah 23,55, tetapi dengan jumlah bibit 3 dan 5 hasilnya tidak terlalu banyak. Seperti yang dideskripsikan oleh Balai Penelitian Tanaman Padi (2007) bahwa varietas F1 Hibrida Hipa 8 memiliki kemampuan menghasilkan jumlah anakan produktif sampai 14 batang, varietas Inpari 5 jumlah anakan produktif 15 batang dan varietas Ciherang 14 sampai 17 batang. Untuk itu penambahan jumlah bibit per rumpun memberikan perbedaan terhadap jumlah anakan per rumpun dengan jumlah maksimal yang ditanam 5 bibit per rumpun. 3.2.3 Jumlah Malai Per Rumpun Hasil analisis statistik menunjukkan terjadi perbedaan yang nyata antara kombinasi varietas padi yang ditanam dan jumlah bibit per rumpun terhadap jumlah malai per rumpun. Hal ini berarti bahwa jumlah malai per rumpun setiap varietas bergantung terhadap jumlah bibit per rumpun yang ditanam dan jumlah anakan,karena semakin banyak jumlah bibit yang ditanam maka semakin banyak jumlah anakan yang keluar. Sesuai pendapat Zaeny ( 2007 ) bahwa mulai dari saat jumlah anakan maksimum sampai keluarnya premordia (bakal malai) disebut fase vegettif lambat. Premordia keluar pada umur 8 minggu setelah tanam. Tabel 3. Pengaruh Kombinasi Jumlah Bibit Dan Varietas Terhadap Jumlah Malai Per Rumpun. perlakuan Jumlah malai F1 Hibrida Hipa 8 A1 ( 1 bibit ) 19,38 a A2 ( 3 bibit ) 25,2 b A3 ( 5 bibit ) 27,9 c Inpaari 5 A4 ( 1 bibit ) 19,42 a A5 ( 3 bibit ) 25,73 b A6 ( 5 bibit ) 26,35 b Ciherang A7 ( 1 bibit ) 19,22 a A8 ( 3 bibit ) 27,32 bc A9 ( 5 bibit ) 28,32 c Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidakberbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
8
Jumlah bibit per rumpun yang ditanam pada masing-masing varietas mempengaruhi jumlah malai per rumpun. Terlihat pada table 3 dengan jumlah malai terkecil yaitu varietas ciherang 1 bibit menghasilkan jumlah malai per rumpun sebanyak 19,32 tangkai, sedangkan jumlah malai terbanyak juga varietas ciherang 5 bibit sebanyak 28,32 tangkai. Meskipun nilai terbanyak pada varietas ciherang, tetapi pada varietas F1 Hibrida Hipa 8 dan Inpari 5 pada jumlah bibit 3 dan 5 memiliki hasil yang sama. Jumlah malai per rumpun yang dihasilkan selaras dengan jumlah anakan. Pada hasil analisis jumlah anakan per rumpun terlihat bahwa hasil yang relatif sama dengan jumlah malai per rumpun. Setiap penambahan jumlah bibit per rumpun yang ditanam, maka jumlah malai per rumpun yang dihasilkan semakin banyak. Pada tanaman yang mempunyai jumlah anakan banyak, fotosintesis akan lebih banyak pada batas tertentu, sehingga fotosintat yang dihasilkan menjadi banyak yang dapat mempengaruhi pembentukan malai. Yos Sutiyoso (1999) menyatakan bahwa tanaman yang cukup dalam melakukan proses fotosintesis akan memiliki perakaran yang berkembang dengan baik, jumlah anakan yang banyak, serta pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap pembentukan malai yang lebih banyak. 3.2.4 Jumlah Gabah Total Per Malai. Hasil analisis statistik kombinasi varietas dan jumlah bibit terhadap jumlah gabah total per malai dapat dilihat pada Tabel 8. Varietas F1 Hibrida Hipa 8 tidak berbeda nyata secara analisis statistik menghasilkan gabah total per malai lebih baik dan berbeda nyata dengan Inpari 5 dan Ciherang. Hal ini diduga karena varietas F1 hibrida memiliki kemampuan menghasilkan jumlah biji yang lebih tinggi karena varietas ini merupakan varietas baru, sesuai pendapat Suyamto (2007) varietas baru merupakan salah satu terobosan untuk meningkatkan hasil, karena varietas baru tahan terhadap serangan hama dan penyakit, dan menghasilkan jumlah biji yang banyak.
9
Tabel 8. Pengaruh Kombinasi Jumlah Bibit Dan Varietas Terhadap Jumlah Gabah Total Per Malai. Perlakuan Gabah total per malai (butir) F1 Hibrida Hipa 8 A1 ( 1 bibit ) 158,57 b A2 ( 3 bibit ) 154,92 b A3 ( 5 bibit ) 154,2 b Inpaari 5 A4 ( 1 bibit ) 144,18 a A5 ( 3 bibit ) 145,52 a A6 ( 5 bibit ) 144,5 a Ciherang A7 ( 1 bibit ) 141,78 a A8 ( 3 bibit ) 138,67 a A9 ( 5 bibit ) 143,78 a Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidakberbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%. 3.2.5 Gabah Isi Per Malai Hasil analisis statistik kombinasi varietas dan jumlah bibit terhadap jumlah gabah isi per malai dapat dilihat pada tabel 5. Pada pengamatan jumlah gabah isi per malai bahwa dapat diketahui tidak ada perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan. Jumlah bibit per rumpun tidak berpengaruh terhadap jumlah gabah isi permalai, hal ini karena faktor lingkungan sekitar mampu menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman diperkirakan dapat membatasi tingkat kompetisi antar tanaman. Pemberian pupuk organik hasil permentasi dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan padi selama fase generatif, terutama dalam pengisian gabah isi. Sesuai pendapat Zaeny (2007) bahwa interaksi antara tanaman padi dengan faktor lingkungan serta antara faktor lingkungan itu sendiri bisa mempengaruhi pertumbuhan dan hasil padi. Salah satunya faktor lingkungan yaitu tanah,karena tanah merupakan media bagi tanaman yang mampu memberikan ketersediaan unsur hara yang menjadi sumber makanan dan nutrisi bagi tanaman.
10
Tabel 5. Pengaruh Kombinasi Jumlah Bibit Dan Varietas terhadap Jumlah Gabah Isi Per Malai. Perlakuan Gabah isi per malai (butir) F1 Hibrida Hipa 8 A1 ( 1 bibit ) 87,5 a A2 ( 3 bibit ) 87,62 a A3 ( 5 bibit ) 88,6 a Inpaari 5 A4 ( 1 bibit ) 85,37 a A5 ( 3 bibit ) 80,37 a A6 ( 5 bibit ) 81,25 a Ciherang A7 ( 1 bibit ) 84,2 a A8 ( 3 bibit ) 82,1 a A9 ( 5 bibit ) 81,75 a Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%. 3.2.6 Bobot 1000 Butir Gabah Bernas Hasil analisis statistik terhadap bobot 1000 butir dapat dilihat pada Tabel 6. Pada pengamatan bobot 1000 butir bahwa ada perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan. Tabel 6. Pengaruh Kombinasi Jumlah Bibit Dan Varietas terhadap Bobot 1000 Butir Gabah Bernas. Perlakuan Bobot 1000 butir (gram) F1 Hibrida Hipa 8 A1 ( 1 bibit ) 32,95 cd A2 ( 3 bibit ) 32,24 bc A3 ( 5 bibit ) 33,71 d Inpaari 5 A4 ( 1 bibit ) 31,55 b A5 ( 3 bibit ) 31,87 b A6 ( 5 bibit ) 30,64 a Ciherang A7 ( 1 bibit ) 31,03 a A8 ( 3 bibit ) 30,84 a A9 ( 5 bibit ) 31,3 a Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidakberbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
11
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai tertingi yaitu perlakuan A3 yaitu varietas F1 Hibrida Hipa 8 (bibit 5) dengan berat 33,71 gram dan terrendah yaitu perlakuan Inpari 5 bibit 5 dengan berat 30,64 gram, tetapi masing nilai tersebut melebihi nilai yang yang ada pada deskripsi masing-masing varietas, hal ini diakibatkan karekteristik varietas yang berbeda. Kemudian pendapat Syamsudin Djakamiharja (1994) bahwa bobot 1000 butir lebih ditentukan oleh kemampuan optimal dari masing-masing varietas yang ditanam, karena masing-masing varietas tersebut mempunyai faktor genetik yang berbeda. Sesuai pendapat Amir Amilin (2001) menyatakan bahwa setiap varietas mempunyai nilai duga hertabilitas tinggi, maka keragaman sifat tersebut disebabkan oleh genetik dan bukan oleh faktor lingkungan, dan biasanya dikendalikan oleh satu gen, sebaliknya jika suatu sifat mempunyai nilai duga heritabilitas rendah, maka keragaman sifat tersebut banyak dipengaruhi oleh factor lingkungan dan biasanya sifat ini dikendalikan oleh banyak gen. 2.4.7 Bobot Gabah Kering Panen (GKP) Per Plot Dan Per Hektar. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kombinasi varietas dan jumlah bibitberpengaruh yang nyata terhadap hasil gabah kering panen (GKP) Pada tabel 11 terlihat bahwa F1 Hibrida Hipa 8 bibit 3 menghasilkan gabah kering panen (GKP) lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain tetapi tidak berbeda nyata dengan F1 Hibrida Hipa 8 bibit 1. Dari hasil analisis jumlah malai per rumpun, jumlah gabah total per malai, jumlah gabah isi per malai dan bobot 1000 butir gabah bernas varietas F1 Hibrida Hipa 8 bibit 3 cukup baik dan pada hasil GKP lebih tinggi dari perlakuan lainnya yaitu 15 kg per plot atau 9,8 ton per hektar. Hal ini karena jumlah populasi per rumpun tanaman padi yang ditanam tidak terlalu banyak, sehingga populasi antar tanaman tidak ada persaingan dalam perebutan unsur hara.Dari deskripsi tanaman padi menunjukkan bahwa varietas F1 Hibrida Hipa 8 bibit 3 bibit berpotensi sangat tinggi.
12
Tabel 7. Pengaruh Jumlah Bibit Dan Varietas Terhadap Gabah Kering Panen (GKP) Per Plot Dan Per Hektar. Perlakuan GKP Per plot (kg)
Per hektar (ton)
A1 (bibit 1) A2 (bibit 3) A3 (bibit 5) Inpari 5
13,83 ab 15 b 13a
9,03 9,8 8,27
A4 (bibit 1) A5 (bibit 3) a6 (bibit 5) Ciherang
12,67 a 12,67 a 10,67 a
8,27 8,27 6,97
F1 Hibrida Hipa 8
A7 (bibit 1) 12,33 a 8,05 A8 (bibit 3) 11,5 a 8,17 A9 (bibit 5) 11,5 a 7,51 Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Sesuai pendapat Zaeny (2007) kemampuan suatu tanaman untuk menghasilkan potensi hasil yang optimal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantarannya faktor internal yaitu; ketahanan terhadap iklim, kapasitas cadangan makanan, respirasi, aktivitas enzim, dan sifat genetis, faktor eksternal yaitu; sinar matahari, air, CO2, unsur hara, serta serangan hama dan penyakit. IV.
KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut: 1. Perlakuan kombinasi jumlah bibit per rumpun dan varietas memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah malai per rumpun, gabah total per malai, gabah kering panen (GKP), tetapi berpengaruh yang sama terhadap jumlah gabah isi permalai. 2. Kombinasi jumlah bibit 3 per rumpun untuk ketiga varietas yang ditanam mempunyai potensi hasil yang tinggi dibandingkan dengan penanaman jumlah bibit 1 dan 5 per rumpun, tetapi dari ke tiga varietas tersebut,
13
varietas F1 Hibrida Hipa 8 bibit 3 memberikan hasil yang paling tinggi yaitu 9,8 ton per hektar. V. SARAN Berdasarkan penelitian ini, dapat disarankan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi yaitu : 1. Dianjurkan penanaman 3 bibit per rumpun untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi. 2. Untuk lebih memantapkan hasil dari penelitian ini, dilakukan lagi percobaan selanjutnya pada kondisi lingkungan yang berbeda. VI. DAFTAR PUSTAKA Amir Amilin. 2001 Pemuliaan Tanaman. Diklat Kuliah. Fakultas Pertanian Universitas siliwangi. Tasikmalaya. Bambang Pikukuh, Dwi Setyorini, Handoko, M.Purwoko. (2007). Inovasi Teknologi Varietas Padi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Departemen Pertanian. BP3K Kecamatan Limbangan 2012. Data Curah Hujan Kecamatan Limbangan. Departemen Pertanian. (1977). Pedoman Bercocok Tanam Padi Palawija SayurSayuran. Jakarta : Badan Pengendali Bimas. Departemen Pertanian. (2009). Inovasi Teknologi Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman Padi Secara Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Gomez dan Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hendro Sunaryono dan Rismunandar. (1981). Pengantar Pengetahuan Dasar Hortikultura. Bandung : CV. Sinar Baru. Ina Hasanah. (2007). Bercocok Tanam Padi. Jakarta : Azka Mulia Media. Muhajir Utomo dan Nazarudin. (2000). Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya.
14
Prasetyo. (1996). Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya. Rudi Priyadi, Ida Hodiyah, Suhardjadinata, Rina Nuryati, Iskandar Mamoen. (2010). Pengaruh Jumlah Rumpun Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Beberapa Varietas Pada Budidaya Padi Dalam Pot. Volume 2. No 1. Tasikmalaya : Universitas Siliwangi. Sri Setyati Harjadi. (1993). Pengantar Agronomi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Syamsudin Djakamiharja. 1994. Penanaman varietas padi untuk musim hujan dan musim kemarau disertifikasi atau wilayah pengembangan pertanian di Jawa Barat. Jurnal Penelitian Lemlit Unsil No. 27 Tahun 1997. Suyamto, Rachman Hidajat, Sri Wahyuni, Yamin Samaullah. (2007). Pedoman Bercocok Tanam Padi. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemmen Pertanian. Suyamto, Hasil Sembiring, Hermanto, Husni Kasim. (2007). Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Lebak. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemmen Pertanian. Warta. (2007). Hipa 5 Cepa Dan Hipa 6 Jete Padi Hibrida Aromati Dan Berdaya Hasil Tinggi. Volume 29. No 5. Sukamandi : Balai Penelitian Tanaman Padi. Yos Sutiyoso (1999). Pedoman menanam anggrek. P.D. Putra Kencana. Jakarta. Zaeny. D. S. (2007). Padi SRI. Pustaka Giratuna. Bandung.
15