i
PENGARUH KETERBUKAAN IMPOR ANTAR PROVINSI TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BALI
Dra.A.A.Ayu Suresmiathi D. MSi Dr. Drs. I Ketut Djayastra , SU
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2014
ii
Halaman Pengesahan:
PENELITIAN PENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN
Judul Penelitian
: Pengaruh Keterbukaan Impor Antar Provinsi Terhadap Laju Pertumbuhan Perekonomian Daerah Provinsi Bali.
Nama Mata Kuliah
: Ekonomi Makro
Ketua Peneliti
:
a. Nama Lengkap
: Dra. A.A. Ayu Suresmiathi, D., MSi.
b. NIP/NID
: 19510313197503 2 001.
c. Pangkat/Golongan : Pembina / IVa. d. Jabatan Funsional : Lektor Kepala. e. Jurusan
: Ekonomi Pembangunan.
f. Alamat Rumah
: Jln. Tukad Melangit. Gg. IX, Denpasar
g. Telp. Rumah / HP : 227 337 / 08123635913 Jumlah Anggota Peneliti
: dua (2) Orang.
Lama Penelitian
: tiga (3) Bulan.
Jumlah Biaya
: RP 5.000.000 (Lima Juta Rupiah).
Ketua Jurusan:
Ketua Peneliti:
(Prof. DR. Made Suyana Utama, SE., MS.)
(Dra. A.A.Ayu Suresmiathi, D., MSi)
(NIP: 19540429198303 1 002)
(NIP: 19510313197503 2 001)
Mengetahui Dekan
(Prof. DR. I Gusti Bagus Wiksuana, SE., MS) (NIP: 19610827198601 1 001)
iii
Identitas Peneliti 1. Judul Proposal:
Pengaruh Keterbukaan Impor
Antar Provinsi Terhadap
Laju Pertumbuhan Perekonomian Provinsi Bali. 2. Mata Kuliah : Ekonomi Makro. 3. Ketua Peneliti : a. Nama Lengkap
: Dra. A.A. Ayu Suresmiathi, D., MSi.
b. NIP/NID
: 19510313197503 2 001.
c. Pangkat/Golongan : Pembina / IVa. d. Jabatan Funsional : Lektor Kepala. e. Jurusan
: Ekonomi Pembangunan.
f. Alamat Rumah
: Jln. Tukad Melangit. Gg. Ix. Br. Antap, Denpasar
Selatan g. Telp. Rumah / HP : 227 337 / 08123635913 4. Anggota Peneliti: No. Nama
Bidang
Jurusan
Keahlian 1
Alokasi Waktu
Dr.Drs. I Ketut.
Ekonomi
Ekonomi
10 Jam
Djayastra,SU.
Makro
Pembangunan /Minggu
5. Objek Penelitian Yang Diteliti : Impor Antar Provinsi. 6. Masa Pelaksanaan Penelitian : tiga (3) bulan. 7. Lokasi Penelitian
: Daerah Provinsi Bali.
8. Hasil Yang Ditargetkan: Tren keterbukaan perekonomian Bali ke depan, Kecenderungan impor antar provinsi, dan Elastisitas pendapatan terhadap impor antar provinsi Bali.
iv
ABSTRAK Penelitian berjudul “
v
KATA PENGANTAR
Penelitian penunjang proses pembelajaran di danai Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana. Dengan dana tersebut penelitian ini terlaksana, untuk itu sudah sepantasnya peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak dan khususnya kepada bapak Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana, Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa di lingkungan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis , Universitas Udayana di dalam mengaplikasikan teori Ekonomi Makro dan Ekonomi Perdagangan Internasional. karena objek penelitian ini menekankan pada masalah tersebut khusunya impor antar provinsi dengan mengambil daerah Bali sebagai daerah penelitian. Sebagai akhir kata peneliti menyampaikan fuji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena penelitian ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang tersedia sesuai dengan perjanjian kontrak penelitian yang ditandatangani sebelumnya.
Denpasar, 20 Novemver 2014
Peneliti
vi
DAFTAR ISI Halaman ………………………
…………………………..i
HALAMAN PENGESAHAN ………………………
………………………….ii
IDENTITAS DIRI
………………………
……………………….....iii
ABSTRAK
………………………. ………………………….iv
KATA PENGANTAR
………………………
…………………………..v
DAFTAR ISI
………………………
.…………………………vi
DAFTAR TABEL
………………………
...………………………viii
DAFTAR GAMBAR
………………………
………………………viii
BAB I. PENDAHULUAN
……………………….
………………………….1
1.1. Latar Belakang Masalah
………………………
…………………………1
1.2. Pokok Permasalahan
………………………
…………………………2
1.3. Tujuan Penelitian
………………………
…………………………2
1.4. Kegunaan Penelitian
………………………
…………………………3
JUDUL PENELITIAN
BAB II. TEORI EKONOMI PENDUKUNG …….
…………………………4
2.1. Teori Perdagangan Antar Daerah ……………….
…………………………4
2.2. Hasil Penelitian Pembanding …………………….
………………………….9
BAB III.KERANGKA PEMIKIRAN KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 22 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian …………...…………………………………...22 3.2. Kerangka Konsep Penelitian ………………………………………………….. 25 3.3. Hipotesis Penelitian ……………………………………………………………27 BAB IV. METODA PENELITIAN …...………………………………………….. 29 4.1. Lokasi Penelitian ………………………………………………………………29 4.2. Jenis Dan Sumber Data Penelitian …………………………………………….29 4.3. Sampel Data Time Series ……………………………………………………...30
vii
4.4. Metoda Pengumpulan Data ……………………………………………………30 4.5. Metoda Analisis Data ………………………………………………………….31 BAB V. HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN EKONOMI………….35 5.1. PDRB Bali Dari Sisi Penggunaan ….…………………………………………..35 5.2. Estimasi Persamaan Tren Keterbukaan Perekonomian Bali …………………..38 5.3. Estimasi Persamaan Regresi – Pengaruh Derajat Keterbukaan Perekonomian Bali Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Bali ………………………………….…39 5.4.Estimasi Persamaan Regresi Berganda – Pengaruh PDRB (ADHB) Terhadap Impor Antar Provinsi Bali – Koefisien Elastisitas Pendapatan Terhadap Impor Komditas Antar Provinsi Bali ………………………………………………….42 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………46 6.1. Kesimpulan ……………………………………………………………………46 6.2. Saran …………………………………………………………………………..46
viii
DAFTAR TABEL No. 5.1
Judul Tabel
Halaman
Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali di Sisi Permintaan, 2011-2013 (yoy.%) ………………………………………………………….
36
DAFTAR GAMBAR No.
Judul Gambar
Halaman
2.1
Perdagangan Antar Daerah – Pendekatan Ekuilibrium Parsial…….
………..6
3.1
Alur Pemikiran Penelitian …………………………………………
………24
4
BAB II. TEORI EKONOMI PENDUKUNG
2.1. Teori Perdagangan Antar Daerah Dalam bagian ini dikemukakan teori perdagangan antar daerah (atau antara provinsi ), yang dikemukakan dalam model klasik, yakni sebagai berikut. Sektor perdagangan merupakan salah satu sendi perekonomian yang menyumbangkan pemasukan yang berpengaruh bagi suatu daerah apabila daerah tersebut memiliki potensi yang cukup besar. Dengan adanya keunggulan-keunggulan itu, maka sektor perdagangan sangat perlu untuk
dikembangkan semaksimal mungkin untuk
mendapatkan pemasukan yang maksimal bagi daerah setempat sehingga secara tidak langsung berpengaruh
terhadap tingkat kesejahteraan penduduknya. Kegiatan
perdagangan terdiri dari perdagangan ekspor dan impor baik antar negara maupun antar provinsi (daerah) atau perdagangan antar pulau, dengan jenis komoditi yang diperdagangkan meliputi komoditi hasil pertanian,
pertambangan, industri,
perkebunan, perikanan, perternakan dan kehutanan, sedangkan untuk impor adalah barang modal dan bahan baku industry dan lain-lain. Dengan adanya perbedaan antar daerah dalam hal jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, selera, maka kurva permintaannya akan berbeda tendensinya antar daerah. Untuk lebih jelasnya, suatu negara yang memiliki banyak pulau dan terbagi dalam daerah provinsi seperti negara Indonesia teori perdagangan internasional dapat diterapkan dengan menggunakan penjelasan sebagai berikut. Di misalkan di sini
4
5
bahwa antar pulau A dan B pada mulanya tidak ada kontak sama sekali antara masyarakat di antara pulau tersebut, yang ulasannya di dasarkan dengan menggunakan Gambar 1.
Pada gambar 1, kurva permintaan pasar masyarakat pulau A akan barang X sebagai kurva DA--DA, sedang kurva serupa untuk pulau B ditandai DB--DB, terlihat bahwa elastisitas kedua kurva berbeda. Sama halnya dengan kurva penawaran pasar akan suatu barang tendensinya juga berbeda antar daerah. Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan kuantitas, kualitas maupun komposisi sumber daya yang ada di daerah. Pada Gambar 1, kurva penawaran pasar akan barang X untuk penduduk pulau A di gambar sebagai kurva SA--SA, sedangkan penduduk pulau B sebagai kurva SB--SB, terlihat pula bahwa kedua kurva elastisitasnya berbeda.
6
Misalnya mula-mula sama sekali tidak ada kontak antara penduduk pulau A dan penduduk pulau B, maka antara pulau A dan B akan terbentuk ekuibrium dengan nilai-nilai : 1).
Pulau A a. Harga ekuilibrium barang X====== OPA / X b. Jumlah konsumsi barang X ====== OXA / bulan c. Jumlah produksi barang X ======= OXA / bulan
2).
Pulau B a. Harga ekuilibrium barang X====== OPB / X b. Jumlah konsumsi barang X ====== OXB / bulan c. Jumlah produksi barang X ======= OXB / bulan Dari contoh di atas jelas bahwa dalam keadaan tertutup, yaitu tidak ada
hubungan dagang dengan daerah lain, dalam keadaan ekuilbrium jumlah produksi selalu sama dengan jumlah konsumsi. Selanjutnya, ditinjau kalau suatu kontak dagang antara penduduk pulau A dengan penduduk pulau B. Dengan sendirinya dengan adanya kontak tersebut para konsumen di pulau A akan mengetahui bahwa harga barang X di pulau B lebih rendah bila dibandingkan dengan harga barang X di pulau tempat kediamannya sendiri, sehingga mereka akan berusaha untuk membeli barang X dan pulau B. Sebaliknya yang terjadi di pulau B ialah bahwa harga satuan barang X di pulau A lebih tinggi daripada harga per satuan barang X di pulau tempat tinggal mereka. Oleh karena itu para produsen di pulau B, didorong oleh keinginan memperoleh
7
keuntungan yang lebih tinggi, akan berusaha menjual hasil produksinya berupa barang X ke pulau A. Oleh karena ke inginan para konsumen di pulau A untuk membeli barang X dan pulau B mempunyai sifat komplementer dengan keinginan para produsen di B untuk menjual hasil produksinya ke pulau A, maka kiranya mudah difahami kalau kemudian terjadi jual beli barang X antara penduduk pulau B dengan penduduk pulau A. Terjadinya transaksi jual beli barang X antara penduduk pulau A dengan penduduk pulau B yang berupa mengalirnya barang X dan pulau B ke pulau A, mengakibatkan di satu fihak bertambahnya jumlah barang X yang dapat dibeli oleh para konsumen di pulau A, di lain fihak di pulau B terjadi pengurangan jumlah barang X yang dapat dibeli oleh konsumen setempat. Sebagai akibat dan kejadian mi maka harga barang X di pulau A mempunyai tendensi untuk turun sedangkan di pulau B bertendensi untuk naik. Akibat selanjutnya ialah, dikarenakan oleh menurunnya harga barang X di pulau A, maka jumlah barang X yang oleh para konsumen pulau A ingin dan sanggup untuk membelinya untuk dikonsumsi bertambah. Kejadian yang sebaliknya terjadi di pulau B. Sebagai akibat meningkatnya harga barang X di pulau B, maka kesediaan para konsumen untuk membeli barang X akan menurun. Bagi produsen dilain fihak akan memberikan reaksi yang berkebalikan dengan reaksi para konsumen. Sebagai akibat menurunnya harga barang X di pulau A maka para produsen barang X di pulau A akan mengurangi produksinya. Sebaliknya para
8
produsen di pulau B; melihat harga pasar barang yang dihasilkan naik, kesediaan mereka untuk menghasilkan barang X akan meningkat. Sebagai akibat bertambahnya konsumsi dan berkurangnya produksi barang X di pulau A rnenyebabkan adanya kelebihan konsumsi dan produksi. Sebaliknya di pulau B di mana terdapat peningkatan produksi dan penurunan konsumsi akan terjadi kelebihan produksi di atas konsumsi. Mudahlah kiranya difahami bahwa kelebihan konsumsi barang X di pulau A akan dipenuhi dan pengiriman kelebihan produksi di pulau B. Proses perubahan di atas, yaitu perubahan harga, perubahan kuantitas yang dihasilkan dan perubahan kuantitas yang dikonsumsi untuk barang X, baik di pulau A maupun pulau B akan berjalan terus dan akan berhenti hanya apabila jumlah kelebihan produksi barang X di pulau B telah sama dengan jumlah atau kuantitas kelebihan konsumsi barang X oleh penduduk pulau A. Dalam contoh Gambar:1. perubahan-perubahan tersebut di atas terhenti pada ketinggian harga baik di pulau A maupun di pulau B untuk barang X per unit setinggi OP sebab pada ketinggian harga tersebut besarnya kelebihan konsumsi barang X di pulau A, yang dapat pula disebut supply deficiency, kekurangan penawaran atau kelebihan permintaan barang X sebesar K sama dengan besarnya kelebihan penawaran barang X, yang biasa juga disebut adanya excess supply atau adanya surplus barang X di negara B, yang besar nya sama dengan L. Perlu di sini diketengahkan bahwa kesamaan harga ekuilibrium barang X di daerah minus barang X pulau A dengan harga ekuilibriuin barang X di daerah
9
surplus barang X pulau B adalah didasarkan kepada asumsi bahwa untuk memindahkan barang X dan pulau B ke pulau A, atau sebaliknya, sama sekali tidak dibutuhkan pengeluaran biaya transpor. Setelah kita menemukan harga ekuilibrium barang X yang baru, yaitu setinggi OP, baik di pulau A maupun di pulau B, maka kita akan dapat mengetahui pula besarnya produksi dan konsumsi barang X tersebut baik di A maupun di B. Di pulau A, jumlah produksi ekuilibrium barang X sebesar OX1A , dan jumlah konsumsi ekuilibrium barang X sejumlah OX2A . Di pulau B jumlah produksi ekuilibrium barang X sebesar 0X1B unit dan jumlah konsumsi ekuilibrium untuk barang yang sama sebanyak OX2b. Berdasarkan contoh di atas dapat dijelaskan bahwa, pada tingkat harga OP di kedua pulau yakni A dan B, akan terjadi hal-hal sebagai berikut: 1) Di Pulau A : di sini produksi adalah minus (DA>SA), dan kondisi ini dimanfaatkan oleh produsen di Pulau B dengan melakukan penjualan produksi surplus (SB>DB) ke Pulau A. 2) Di Pulau B : di sini produksi adalah surplus (SB>DB), dan kondisi ini dimanfaatkan oleh konsumen di Pulau A dengan melakukan pembelian untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dengan harga yang lebih murah dari Pulau B. 2.2. Hasil Penelitian Pembanding Ketua Tim Perekonomian Jatim yang juga Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Prov. Jatim, Hadi Prasetyo, bersefakat untuk membuka ruang konsolidasi dan memperluas jaringan perdagangan ekonomi antar provinsi dalam
10
menghadapi perdagangan bebas dalam sistem keterbukaan ekonomi di bidang perdagangan, investasi dan jasa. Ia menjelaskan, sasaran praktis dari kegiatan ini dalam jangka pendek yakni akan mengupayakan kesepakatan secara praktis dan taktis untuk mengurangi barang impor dan mensubstitusi perdangangan di masingmasing provinsi. Selanjutnya, kegiatan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan perdagangan antar provinsi dan antar pulau dalam negeri sehingga market atau pasar yang ada di Indonesia akan tetap terpelihara. Diharapkan, domestik market bisa dikuasai oleh para pelaku ekonomi yang ada di Indonesia “Kita menyadari neraca perdagangan kita defisit terhadap komoditi impor dari luar negeri. Maka perdagangan
antar
provinsi
dan
antar
pulau
menjadi
salah
satu
solusinya,”.(Kabargress, 2004). Bhirawa (2014) mengungkap perdagangan antara daerah Jatim,
yakni
Triwulan I-2014 perdagangan barang dan jasa antardaerah /ekspor Jatim ke provinsi lain di Indonesia atas harga berlaku mencapai Rp.97,357 triliun. Ini naik Rp 18,632 triliun dibandingkan periode yang sama 2013 sebesar Rp 78,722 triliun. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, M Sairi Hasbullah, di kantornya, Senin (19/5) mengatakan impor antar provinsi Jatim selama triwulan I-2014 mencapai Rp 76,422 triliun atau naik Rp 12,963 triliun dibandikan impor antar daerah periode yang sama 2013 yang hanya Rp 63,459 triliun. Selama triwulan I-2014 perdagangan antar pulau Jatim surplus Rp 20,932 triliun. Sedangkan ekspor antar negara Jatim selama triwulan I-2014 atas dasar harga berlaku Rp 60,685 triliun atau naik Rp 4,150 triliun dibanding periode yang sama 2013 yang hanya Rp 56,735 triliun. Sementara impor
11
Jatim dari luar negeri selama triwulan I-2014 sebesar Rp 64,615 triliun atau naik Rp 5,926 triliun dibandingkan impor periode yang sama 2013 yang hanya Rp 58,689 triliun. Perlu diketahui menurut data BPS pada 2013 perdagangan antar provinsi Jatim Rp 346,021 triliun. Sedangkan impor antar provinsi Jatim pada 2013 hanya 275,604 triliun. Jadi neraca perdagangan antarprovinsi Jatim sepanjang 2013 mengalami surplus Rp 70,417 triliun sedangkan tahun 2012 surplus Rp 62,85 triliun. “Ini sungguh luar biasa membuktikan kinerja ekonomi dan perdagangan Pemprov Jatim cukup membanggakan. Kondisi tersebut menunjukan kinerja perekonomian Jatim cukup baik. Terbukti perdagangan antar pulau terus surplus,” kata Sairi. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim, Budi Setiawan, menuturkan, ekspor antar provinsi Jatim dari tahun ke tahun terus naik. Pada 2009 perdagangan antar pulau Jatim hanya sekitar Rp 192 triliun naik menjadi Rp 204,2 triliun pada 2010 meningkat lagi menjadi Rp 222,7 triliun pada 2011, dan pada 2012 meningkat menjadi Rp 301,488 triliun. Pada 2013 perdagangan antar daerah Jatim lebih besar dari tahun lalu yakni mencapai Rp 346,021 triliun. Untuk mencapai target tersebut tidak mudah diperlukan kerja keras dengan membuka pasar baru dan melakukan kerjasama serta dan akan terus membuka perwakilan dagang baru di provinsi lain di Indonesia. Data dari Disperindag Jatim menunjukan pada awalnya 2010 Jatim hanya membuka perwakilan dagang di Sulawesi Selatan (Suksel), Kalimantan Timur (Kaltim) Nusatenggara Timur (NTT) dan Kalimantan Selatan (Kalsel). Pada 2011 Jatim terus melebarkan sayapnya dengan menambah perwakilan dagangnya dari empat perwakilan dagang menjadi 10 perwailan yakni Sulawesi
12
Utara (Sulsel), Sulawesi Tenggara, (Sulteng), Nusa Tenggara Barat (NTB), Gorontalo, Kalimantan Barat (Kalbar) dan Maluku. Pada 2012 hingga 2013 Jatim telah membuka 16 perwakilan dangan lagi didaerah lain di Indonesia yakni Kalimantan tengah (Kalteng), Kepulauan Riau, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Jambi, Sumatera Utara, Bangka-Belitung, Lampung, Bengkulu, Sumatera Barat, Bali, Sumatera Selatan, Aceh, Bapua Barat dan Papua. Jadi total perwakilan dagang Jatim di provinsi-provinsi di Indonesia sampai dengan akhir 2013 sebanyak 26 perwakilan. Dengan membuka perwakilan dagangnya diluar Provinsi Jatim membuat provinsi Jatim saat ini telah menguasai lebih 30 persen perdagangan di Indonesia (http://harianbhirawa.co.id/2014/05). Indonesia telah menjadi semakin global
terpadu selama setengah abad
terakhir, dengan rasio perdagangan terhadap PDB naik dari 30 persen pada tahun 1970 menjadi 60 persen di tahun 2000-an. Nilai ekspor Indonesia naik pesat pada awal tahun 1970 sejalan dengan pertama kali guncangan harga minyak. Dengan harga minyak dunia tersisa tinggi, ekspor minyak terus menjadi sumber penting pendapatan untuk Indonesia ekonomi melalui awal 1980-an dan di Indonesia rasio perdagangan naik meskipun pemerintah menggunakan kebijakan proteksionis (ADB et al 2010). Pada akhir 1980-an, ekspor (dan impor) telah mulai bangkit kuat lagi sebagai akibat penerapan kebijakan liberalisasi perdagangan Pemerintah dan sebagai industrialisasi Indonesia ekonomi yang dipercepat. Dari waktu ini sampai krisis Asia, rasio perdagangan Indonesia meningkat terus ( Stephen Elias and Clare Noone, 2011).
13
Sjamsu Rahardja and Gonzalo Varela (2014) mengemukakan tentang impor penyediaan dan penggunaan intermeadiate impor Indonesia, di mana antara produsen di Indonesia telah menghasilkan pertumbuhan yang lebih besar output, pertumbuhan yang lebih besar dalam nilai tambah, produktivitas yang lebih tinggi, dan, akibatnya, lebih punya kemampuan untuk membayar pekerja. Intermediatte impor juga telah dikaitkan dengan peningkatan kualitas input domestik dan dengan pelebaran lingkup produk perusahaan ', sehingga memberikan kontribusi bagi diversifikasi ekonomi Indonesia. Intermediate impor dapat meningkatkan proses produksi jika mereka menambahkan ke kelompok input yang tersedia dari mana perusahaan domestik dapat memilih. Perusahaan kemudian memiliki akses ke berbagai baik intermediate dengan nilai yang lebih baik untuk uang. Ini mungkin terjadi bahwa, dalam kasus tertentu, baik buruknya kinerja perusahaan adalah mereka yang mampu mengakses impor input antara, daripada mereka intermediate impor sendiri menjadi pendorong kinerja yang unggul. Namun demikian, yang jelas dari analisis ini adalah bahwa menerapkan pembatasan pada penggunaan intermediate impor akan merugikan perusahaan berkinerja yang paling terbaik. Sektor ekonomi yang negatif dan luas ini mungkin memiliki yang efek dalam hal produktivitas, dan akhirnya penciptaan lapangan kerja dan upah. Penggunaan intermediate impor belum dikaitkan dengan penurunan manufaktur di Indonesia. Sebaliknya, ini mungkin merupakan tanda bahwa manufaktur bergeser dari berbasis sumber daya dan produksi bernilaitambah rendah dan ke dalam proses produksi yang lebih canggih di mana produsen
14
cenderung untuk mengkhususkan diri dalam bagian-bagian tertentu dari tahap produksi secara keseluruhan. Doroodian (1994) memperkirakan elastisitas impor agregat Saudi Arabia dan menemukan elastisitas pendapatan dan elastisitas harga jangka panjang adalah sangat signifikan dibandingkan dengan jangka pendek. Ditemukan pula oleh peneliti bahwa elastisitas pendapatan riil adalah 0,22 dalam jangka pendek dan 0,47 dalam jangka panjang, yang menyiratkan bahwa impor dianggap sebagai barang yang diperlukan di Indonesia. Elastisitas impor terhadap harga sendiri adalah - 0,68 dalam jangka pendek dan - 1,45 dalam jangka panjang, menunjukkan bahwa permintaan impor cenderung elastis dalam jangka panjang. Di sisi lain, elastisitas impor terhadap harga barang-barang domestik adalah 1,3 dalam jangka pendek dan 2,9 dalam jangka panjang, menunjukkan bahwa konsumen lebih respon terhadap perubahan yang sama dalam harga domestik dibandingkan dengan perubahan yang sama dalam harga impor. Menurut Siddgcue (1994) dari hasil penelitian empirik membuktikan lebih lanjut bahwa pendapatan riil dan harga relatif yang menentukan sekali permintaan atas impor. Peneliti menemukan bahwa elastisitas pendapatan lebih besar daripada satu (1) mesikupun tidak begitu signifikan, yang menunjukkan bahwa secara umum dikatakan, ke Indonesia adalah elastis. Ketika pertumbuhan ekonomi impornya tumbuh pada tingkat yang tinggi. Ini membuktikan beberapa peluang bagi para eksportir Indonesia yang
potensial dan yang telah ada. Elastisitas harga
diketemukankurang daripada satu (1) dalam nilai absolute namun tidak begitu
15
signifikan, yang menunjukkan bahwa permintaan atas impor di Indonesia adalan bersifat inelastis. Samsumbar Saleh (2010) ekonomi terbuka tidak dapat dipisahkan dari kegiatan impor. Kesenjangan domestik
konsumsi dan investasi dapat dipenuhi
dengan mengimpor barang dan jasa asing. Di Indonesia impor adalah salah satu komponen yang paling penting dalam pembangunan ekonomi
terutama dalam
mempercepat industrialisasi berbasis pertumbuhan ekonomi. Awalnya industrialisasi strategi ini ditetapkan untuk mengimpor industri substitusi yang dikembangkan. Strategi substitusi impor selanjutnya menciptakan ketergantungan impor yang tinggi. Melalui pengembangan integrasi ekonomi ASEAN, impor Indonesia secara otomatis terpengaruh oleh perkembangan ini. Elastisitas impor akan berubah sehubungan dengan berbagai variabel yang mempengaruhi impor. Berdasarkan fakta-fakta itu perlu untuk lebih mempelajari bagaimana integrasi ASEAN mempengaruhi elastisitas faktor-faktor perdagangan dan investasi ASEAN. Integrasi ekonomi akan memungkinkan untuk penciptaan perdagangan atau pengalihan perdagangan terhadap negara-negara ASEAN. Jika ada peningkatan proporsi perdagangan dari luar daerah ke negara-negara ASEAN maka disebut sebagai ciptaan perdagangan. Sebaliknya, ketika ada pengalihan perdagangan dari negara-negara mitra dagang aslinya menuju luar daerah maka itu adalah trade diversion. Penelitian dari Samsumbar Saleh mengidentifikasi bagaimana pengaruh integrasi ekonomi ASEAN mempengaruhi variabel
elastisitas impor. Selain itu
penelitian nya juga akan dapat memastikan apakah ada penciptaan perdagangan atau
16
trade diversion impor manufaktur Indonesia sepanjang integrasi ekonomi ASEAN. Permintan impor (konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah) dari dalam negeri untuk barang dan jasa asing, dan permintaan domestik sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Dalam konteks makro, tingkat pendapatan dikenal sebagai Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga secara langsung mempengaruhi impor. Hal ini dapat dilihat dengan jelas ketika krisis melanda Indonesia pada tahun 1997-1998. Impor Indonesia mengalami penurunan drastis karena penurunan GDP riil Indonesia. Hafeez UR Rehman, 2007, mengemukakan tentang sektor perdagangan internasional dengan globalisasi dunia dalam beberapa tahun terakhir adalah semakin penting. Negara-negara yang memiliki tingkat keterlibatan yang lebih tinggi dalam ekonomi global melalui perdagangan dan investasi telah meningkatkan ekonomi mereka secara signifikan and mengurangi tingkat kemiskinan. Perdagangan Pakistan juga telah memainkan peran yang sangat penting dalam pengembangan ekonomi. Perdagangan Pakistan sebagai persentase dari PDB memiliki tren yang meningkat sejak 1999-2000 kecuali 2001-2002. Seperti negara berkembang lainnya, Pakistan telah mencoba untuk mencapai manfaat dari pertumbuhan ekonomi dunia. Pakistan telah mengalami pertumbuhan rata-rata ekspor hampir 16 persen ekspor dan impor 29 persen selama empat tahun terakhir. Kenaikan ekspor ini terutama disebabkan oleh peningkatan yang cepat dalam lingkungan perdagangan di tingkat internasional. Lingkungan perdagangan yang lebih sehat ini adalah produk dari yang paling berjuang dan yang dimenangkan dalam putaran negosiasi perdagangan multilateral di Uruguay di bawah payung Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan
17
(GATT). Kenaikan permintaan domestik karena pertumbuhan ekonomi yang kuat telah meningkatkan tingkat investasi, yang pada akhirnya meningkatkan permintaan impor negara itu. Total penyaluran impor Pakistan menunjukkan bahwa saham kelompok Petroleum dan bahan baku yang hampir sama (masing-masing 22,3% dan 22,7%). Selanjutnya berdasakan hasil penelitiannya, ia memperkirakan bahwa ada hubungan ekuilibrium jangka panjang antar variabel. Hasil tes stabilitas memprediksi bahwa fungsi permintaan impor tetap stabil selama periode sampel sehingga hasilnya sesuai untuk implikasi kebijakan. Elastisitas yang diperkirakan menunjukkan bahwa perubahan pendapatan riil dan harga impor secara signifikan mempengaruhi permintaan impor dalam jangka panjang. Tetapi variasi dalam tingkat harga domestik dan tingkat harga impor tidak signifikan mempengaruhi permintaan impor dalam jangka pendek. Elastisitas pendapatan jangka panjang inelastis menyiratkan bahwa impor dianggap sebagai barang yang diperlukan di Pakistan. Leonard Cheng Mayumi Fukumoto, (2006) dalam studinya ini mencoba untuk memperkirakan elastisitas jangka panjang dan jangka pendek yang memisahkan permintaan impor China sehubungan dengan harga relatif impor dan variabel macroeoconomic yang relevan, dengan menggunakan data dari periode 1988 -. 2005.Dengan menggunakan data yang disediakan oleh IDE, peneliti mengolah data perdagangan BEC untuk memperoleh tiga kelas SNA dan mengestimasi fungsi permintaan impor untuk masing-masing kelas. Peneliti mengadopsi variabel makroekonomi domestik yang berbeda, yaitu GDP, pendapatan, Konsumsi agregat, investasi agregat, dan ekspor agregat. Kami pertama meneliti
18
keberadaan kointegrasi antara impor, harga relatif dan variabel makroekonomi domestik dengan mengadopsi tes batas. Kemudian, berdasarkan hasil tes, peneliti memperkirakan jangka panjang dan koefisien jangka pendek dengan menggunakan pendekatan ARDL untuk persamaan terkointegrasi. Batas uji kointegrasi menunjukkan antara impor barang modal dan kedua GDP dan investasi agregat. Impor barang setengah ditemukan memiliki kointegrasi dengan ekspor, dan impor barang konsumsi berkointegrasi dengan GDP dan pendapatan disposable Kami memperoleh inelastis elastisitas harga jangka pendek yang konsisten dengan literatur tetapi perkiraan elastisitas harga jangka panjang kami berbeda di kelas SNA. Barang setengah jadi dan capit al barang inelastis memiliki elastisitas harga jangka panjang namun elastis untuk barang konsumsi. Penelitian yang didasarkan pada Goldsbrough (1981) 's yang elastisitas harga yang lebih rendah berhubungan dengan perdagangan intra perusahaan, kami berhipotesis bahwa impor barang modal dapat digerakkan oleh perdagangan intra perusahaan melalui perluasan FDI . Tiga studi awal agregat permintaan impor China menemukan panjang menjalankan elastisitas harga menjadi inelastis: - 0,52 (Moazzami dan Wong, 1988), - 0.30 (Senhadji, 1998), antara - 0,45 dan - 0,6 (Tang, 2003). Elastisitas harga jangka panjang kami untuk barang modal dan barang setengah jadi juga tidak elastis yang konsisten dengan perkiraan mereka. Apalagi jika kita menghitung elastisitas harga rata-rata tertimbang dari tiga jenis impor menggunakan pangsa impor rata-rata setiap kelas SNA sebagai berat badan, dan termasuk PDB sebagai variabel makroekonomi, itu adalah - 0.64 yang inelastis dan tidak terlalu berbeda dari perkiraan diperoleh di
19
atas tiga studi. 22 Dengan demikian, tampak bahwa temuan dari sifat kaku dalam studi sebelumnya adalah hasil dari agregasi dan kegagalan untuk menggunakan variabel makroekonomi yang paling relevan untuk berbagai jenis impor. Kecuali dalam hal barang modal menggunakan investasi sebagai variabel makroekonomi, elastisitas harga jangka pendek lebih kecil dari jangka panjang elastisitas, sebuah temuan yang konsisten dengan hasil literatur itu. Perlu dicatat bahwa elastisitas harga jangka panjang untuk barang-barang konsumsi adalah sekitar dua kali lebih tinggi sebagai yang jangka pendek rekan. Koefisien ECM t -1 menunjukkan bahwa sedikit kurang dari 50% dari ketidakseimbangan disesuaikan dalam satu tahun. Jangka pendek sifat kaku diikuti dengan elastisitas jangka panjang menyiratkan J - efek kurva penyusutan pada neraca perdagangan, i. e., depresiasi memperburuk neraca perdagangan
dalam
jangka
pendek
tetapi
meningkatkan
dalam
variabel
makroekonomi run.Domestic panjang seperti GDP, disposable income, investasi dan ekspor agregat agregat tampaknya penentu penting dari jenis yang relevan dari permintaan impor dalam jangka panjang dan jangka pendek. Elastisitas jangka panjang yang ditemukan elastis untuk semua kelas SNA, menyiratkan penurunan kemungkinan neraca perdagangan China sebagai ekonomi mengembang, jika ekspansi ekonomi tidak didorong oleh ekspor. Dalam jangka pendek, peningkatan ekspor meningkatkan neraca perdagangan karena impor meningkat dengan persentase yang lebih kecil. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang sangat bergantung pada investasi juga bisa menciptakan tekanan negatif terhadap neraca perdagangan.
20
Mustafa Öztürk, 2012, dalam penelitiannya mencoba untuk menentukan faktor-faktor ekonomi makro yang mempengaruhi impor untuk periode antara tahun 1998 dan 2012 di Turki, dan untuk mengembangkan proposal kebijakan untuk masa depan. Ekspor, Produk Domestik Bruto dan Nilai Tukar Reel Efektif adalah variabel independen dari model. Dan mencoba untuk menentukan dampak dari variabelvariabelimpor Turki ini, maka Metode perkiraan Engle-Granger Langkah Dua digunakan dalam estimasi model. Moran (1989) mengembangkan dua jenis model permintaan impor permintaan. Model pertama menganggap pendapatan riil, harga relatif, penerimaan devisa dan cadangan internasional sebagai penentu impor. Model ini mengikuti kedua model tradisional dan Hemphill. Dalam model kedua, baik volume impor dan harga relatif yang endogen ditentukan. Menurut model tersebut pendapatan riil dan harga relatif adalah penting dalam penentuan total impor. Tapi pengaruh kendala devisa sangat kuat pada perilaku impor di negara berkembang. Tuncer (2002) meneliti hubungan antara PDB, ekspor, impor dan investasi di Turki. Hasil analisis menunjukkan bahwa GDP memiliki salah satu cara mempengaruhi ekspor dan investasi. Ekspor tidak mempengaruhi GDP dan kausalitas dari investasi terhadap PDB lemah. Bayraktutan dan Bıdırdı (2010) berupaya mengidentifikasi faktor penentu utama impor di Turki. Dengan menggunakan metode peramalam dua langkah EngleGranger, mereka memperkirakan permintaan jangka panjang untuk impor. Analisis menunjukkan bahwa impor Turki lebih sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi
21
daripada nilai tukar riil. Yıldız dan Ay (2011) menyelidiki keberlanjutan pertumbuhan impor utama di Turki. Hasil tes mereka menunjukkan, impor modal dan barang setengah jadi terhadap PDB adalah kausalitas. Berdasarkan hasil penelitian peneliti lain terkait dengan masalah impor di sini nampak ada perbedaan namun juga ada sedikit persamaan dengan hasil penelitian kali ini. Persamaan penelitian antara lain ditinjau dari sudut pandang terjadinya kegiatan impor antar daerah baik di Indonesia yakni antar provinsi demikian pula di negara lain. Penelitian mereka pada umumnya menekankan pada masalah pengaruh perubahan pendapatan masyarakat di mana ada yang mengukur menggunakan pertumbuhan ekonomi disamping diukur berdasarkan pendapatan daerah/regional maupun nasional terhadap impor. Sedangkan dalam penelitian kali ini lebih menekankan derajat keterbukaan impor daerah Bali, mengingat Bali akhir-akhir ini sudah semakin terbuka dengan perdagangan internasional bilai dilihat semakin meningkatnya impor bali akhir-akhir ini.Disamping itu, penelitian yang dilakukan di daerah Bali lebih menekankan pada analisis kecenderungan impor daerah Bali dilihat dari sifat elastisitas pendapatan terhadap impor tersebut. Dan ternyata untuk impor daerah Bali dilihat atas dasar antar provinsi, yang dilakukan selama ini adalah berkisar pada impor kebutuhan pokok bagi pemenuhan konsumsi masyarakat yang sebagaian terbesar tidak dapat dihasilkan di daerah sendiri.
22
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Perekonomian Bali dari sisi tinjauan ekonomi makro yakni dilihat melalui PDRB menurut penggunaan diketahui terdiri dari komponen: pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi lembaga swata nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, ekspor dan impor. Memperhatikan komponen PDRB Bali, khusus untuk impor Bali, dibedakan menjadi dua yakni impor antar provinsi dan impor antar negara. Dalam penelitian ini lebih ditekankan pada impor antar provinsi Bali, karena penduduk Bali memiliki kecenderungan yang meningkat dalam mengimpor produk tersebut. Kondisi ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain peningkatan jumlah penduduk lokal, peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke Bali, peningkatan pendapatan per kapita penduduk Bali, dan sebagainya. Peningkatan pendapatan per kapita penduduk Bali diduga sebagai pemicu terjadinya impor antar provinsi Bali, mengingat keterbukaan perekonomian Bali akhir-akhir ini ada kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bali dikenal sebagai daerah pariwisata, sehingga dengan sendirinya kebutuhan akan konsumsi para wisatawan itu harus dipenuhi baik dari produk impor lokal dan tidak dapat lepas dari produk impor ini. Kenyataan juga menunjukkan kebutuhan konsumsi penduduk Bali sebagai terbesar memang harus dipenuhi melalui produk 22
23
impor terutama dari daerah provinsi lain di Bali, karena produksi semacam itu ada yang tidak dihasilkan di Bali dan ada juga yang mampu dihasilkan di Bali namun dalam jumlah yang masih kurang sesuai dengan kebutuhan penduduk. Mengetahui kondisi seperti yang diuraikan di atas maka dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk membahas impor antar provinsi, karena sampai saat ini tidak ada pembatasan yng dilakukan oleh pemerintah
seperti Peraturan Kementerian
Perdagangan dan Perda Provinsi Bali tentang Penggunaan Buah Lokal. Demikian pula apa yang dikatakan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali Ni Wayan Kusumawathi di Denpasar, (Bisnis Com, Minggu 11/5/2014), bahwa: "Tidak ada pembatasan secara khusus misalnya untuk buah impor, tetapi mengikuti aturan yang sudah ada. Implementasinya sesuai dengan pasar dan tidak mengesampingkan aturan yang sudah ada terkait dengan pengaturan masuknya buah impor ke Bali Keterbukaan produk impor antar provinsi nampak terus mengalami peningkatan sampai tahun terakhir ini sesuai dengan data Biro Pusat Statistik (BPS) Denpasar yang disajikan dalam analisis data berikutnya, Keterbukaan impor itu diduga banyak dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yakni pendapatan per kapita yang diukur melalui PDRB per kapita atas dasar harga berlaku (tahun 2000). Dengan melakukan impor dari daerah di luar Bali, berarti pendapatan masyarakat ada yang mengalir ke luar Bali, dan tentunya ini dapat kembali mempengaruhi perekonomian Bali sendiri ke depan. Untuk lebih jelas pembahasan materi di atas berikut disajikan Gambar 1 tentang alur pemikiran penelitian ini.
24
Gambar 3.1: Alur Pemikiran Penelitian
PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI BALI PERTUMBUHAN EKONOMI TINGGI
KETERBUKAAN EKONOMI BALI (PASAR BEBAS) PENINGKATAN IMPOR ANTAR PROVINSI
PENINGKATAN: JUMLAH PENDUDUK JUMLAH WISATAWAN PENDAPATAN PERKAPITA
TREND IMPOR ANTAR PROVINSI BALI KECENDERUNGAN IMPOR ANTAR PROVINSI BALI DAN PEREKONOMIAN BALI ELASTISTAS IMPOR TERHADAP PENDAPATAN
ALIRAN PENDAPATAN PENDUDUK KE LUAR BALI
KEBERLANJUTAN PERTUMBUHAN EKONOMI BALI
25
3.2. Kerangka Konsep Penelitian Agar dapat menganalisis alur pemikiran di atas maka selanjutnya dibahas beberapa konsep pemikiran yang diaplikasikan dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut: Pertama, dalam mengukur perekonomian Bali di sini digunakan yang namanya konsep pertumbuhan ekonomi. Bali selama ini secara teoritis nampak mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi yangmana ini dapat dibuktikan dari upaya pemerintah untuk mencapai tingkat pertumbuhan sekitar 6,05 persen (tahun 2013). Kedua, pertumbuhan ekonomi di Bali berpengaruh terhadap pendapatan per kapita yang berdasarkan data BPS Bali – Denpasar menunjukkan terjadi peningkatan hingga tahun 2013. Peningkatan pendapatan nampak mempengaruhi terjadinya peningkatan jumlah penduduk, apalagi kondisi ekonomi Bali banyak didukung oleh peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali selama ini. Ketiga, dengan kondisi ekonomi yang membaik dilihat dari peningkatan pendapatan per kapita maka ada kecenderungan peningkatan konsumsi penduduk untuk komoditas barang impor terutama komoditi impor antar provinsi guna memenuhi konsumsi penduduk yang meningkat baik akibat pertumbuhan penduduk yang naik maupun karena peningkatan jumlah wisatawan. Keempat, dengan kondisi ekonomi yang membaik ini pula yang mendorong trend impor antar provinsi Bali mengalami kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun hingga tahun 2013 ini. Untuk itu maka terjadinya trend impor antar
26
provinsi ini di analisis menggunakan analisis trend linier sederhana dengan persamaan garis lurus: Mt = a + b Tt (dimana Mt = jumlah komoditi impor antar provinsi Bali tahun t; Tt = waktu atau tahun t; dan b khususnya menunjukkan derajat perkembangan jumlah impor antar provinsi Bali selamam beberapa tahun terakhir). Kelima, persentase jumlah komoditas impor antar provinsi dengan pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan memiliki
hubungan yang saling
mempengaruhi dan disini diperkirakan derajat keterbukaan perekonomian Bali yang diukur dari persentase jumlah komoditas impor antar provinsi ini juga memiliki pengaruh yang positif terhada pertumbuhan ekonomi Bali Log LPPt = Log.a0 + a1 Log.Mt + a2 Log. KURSt+ a3 Log INFLt + Log. er (dimana : LPPt = Laju pertumbuhan PDRB Bali (atas dasar harga berlaku) pada tahun tertenu; Mt = persentase jumlah komoditas impor antar provinsi Bali pada tahun tertentu; KURS t = Rp/1 $ US pada tahun tertentu, INFLt = inflasi di Bali pada tahun t dan er = error term (kesalahan dalam penaksiran yang ada dalam model regresi). Keenam, pertumbuhan ekonomi Bali yang positif ini mengakibatkan terjadinya peningkatan pendapatan penduduk per kapita yang meningkat dan ini juga menyebabkan persentase jumlah komoditas impor antar provinsi Bali terus mengalami peningkatan. Untuk maksud tersebut kondisi ini dianalisis menggunakan persamaan regresi berganda dengan persamaan sebagai berikut; Log Mt = Log.a0 + a1 Log. PDRBt + a2 Log.JWBt+ a3 Log INFLt + Log er
27
(dimana : Mt = jumlah impor antar provinsi Bali tahun t; PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t atas dasar harga berlaku, JWBt = jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali pada tahun t, INFlt = inflasi di Bali pada tahun t dan er = erro term (kesalahan dalam penaksiran yang ada dalam model regresi). Dengan memanfaatkan persamaan regresi berganda di atas selanjutnya dapat dihitung koefisien elastisitas impor terhadap pendapatan penduduk yang diukur dengan PDRB per kapita atas dasar harga konstan, yakni dengan rumus sebagai berikut: """欠な 噺 " 磐
ッ鶏経迎稽建 警建 卑磐 卑 ッ警建 鶏経迎稽建
Di mana a1 adalah hasil estimasi koefisien regresi dalam persamaan di atas. Karena persamaan regresi ini dihitung menggunakan perhitungan logarithma (log). Berdasarkan koefisien a1 diketahui sebagai koefisien elastisitas pendapatan yang diukur dengan PDRB atas dasar harga berluku terhadap impor komoditas antar provinsi Bali. Kemudian melalui kriteria koefisien elastisitas tersebut secara teori mikro ekonomi dapat ditentukan sifat impor komditas antar provinsi Bali, yaitu bersifat inelastik, elastik atau unitari elastis, dan lain-lain.
3.3. Hipotesis Penelitian Dengan memperhatikan pokok permasalahan yang diajukan sebelumnya, maka di sini dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji kebenarannya dengn data penelitian. Hipotesis yang diajukan disesuaikan dengan pokok permasalahan pertama da kedua yang ada, yakni sebagai berikut:
28
1) Bahwa trend derajat keterbukaan impor komoditas antar provinsi Bali adalah positif atau mengalami peningkatan setiap tahun. 2) Bahwa derajat keterbukaan perekonomian Bali berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi Bali. 3) Bahwa koefisien elastisitas pendapatan penduduk terhadap impor komoditas antar provinsi Bali, diperkirakan bersifat inelastis atau besarnya koefisien tersebut lebih kecil dari satu. Kondisi ini terjadi karena impor komoditas antar provinsi Bali masih sebatas memenuhi kebutuhan pokok penduduk terutama komoditas yang belum dapat diproduksi atau yang sudah dapat diproduksi namun konsumsi penduduk masih lebih besar dari kemampuan produksi lokal.
29
BAB IV. METODA PENELITIAN
4.1. Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di ddaerah Bali. Daerah Bali ini dipilih karena pertama sebagai daerah pariwisata yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yakni lebih tinggi dari ukuran Nasional (Indonesia). Disamping itu pertambahan penduduk yang juga tinggi diikuti pertambahan PDRB yang senantiasa meningkat, yang menyebabkan kebutuhan barang impor total maupun antar provinsi juga meningkat. Dengan perkembangan seperti tersebut di atas, nampaknya Bali kini menjadi daerah perdagangan produk internasional untuk memenuhi kebutuhan wisatawan khususnya, disamping untuk memenuhi kebutuhan pokok penduduk yang memang tidak dapat diproduksi di daerah Bali. 4.2. Jenis Dan Sumber Data Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang dipublikasikan oleh berbagai sumber yang bukan sebagai pemilik data pertama. Data yang dimaksud terkait dengan kegiatan perdagangan yakni impor antara provinsi, PDRB Bali, dan lain-lain. Data sekunder ini bersumber dari instansi seperti; BPS Provinsi Bali, BI Denpasar, Dinas Perindustridan Perdagangan Provinsi Bali, yang diperoleh melalui media laporan bulanan, dan tahunan dan media Internet.data yang bersumber dari berbagai instansi yang sudah dipublikasikan oleh sumber bukan pemilik data asli. 29
30
4.3. Sampel Data Time Series Data time series digunakan dengan mengambil periode waktu yakni tahun 1998–2013. Periode data itu dipilih karena sejak tahun 1998 perekonomian Bali kembali pulih dari gangguan krisis ekonomi global dan sedikit mengalami pasang surut akibat berbagai kejadian baik ekonomi maupun non ekonomi. Non ekonomi misalnya dalam bentuk gangguan keamanan seperti pernah terjadi di Bali pada tahun 2002 dan 2004 yakni bom Kuta-Jimbaran. Sedangkan ganguan dari faktor ekonomi seperti inflasi, selama kurun waktu tersebut relatif gejolaknya tidak membuat shok kondisi ekonomi di daerah Bali.. 4.4. Metoda Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang digunakan dalam penelitian ini di sini digunakan metoda pengumpulan data yang disebut studi kepustakaan. Dalam pelaksanaan penerapan metoda ini, peneliti melakukan mengumpulkan data yang dibutuhkan melalui pencatatan data, mengcopy data yang didokumentasikan oleh beberapa instansi, ada juga dengan cara mengakses melalui internet, serta mengumpulkan buku laporan tahunan dari berbagai instansi dan perpustakaan. Data yang dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan itu adalah data yang sifatnya kualitatif maupun kuantitatif. Data kualitatif yakni data yang bentuknya bukan berupa angka tetapi berupa informasi, keterangan, penjelasan yang ada pada berbagai buku laporan, literature, dan lain-lain. Sedangkan data kuantitatif yang dikumpulkan dengan studi kepustakaan meliputi data dalam bentuk angka, yang
31
sudah disusun secara sistimatis oleh sumber data yakni dalam bentuk buku laporan tahunan. 4.5. Metoda Analisis Data Dalam membahas permasalahan yang diajukan di dalam sub bab ini dibicarakan tentang alat analisis, antara lain yang terkait dengan: 1) Permasalahan tren keterbukaan import antar provinsi Bali dianalisis sebagai berikut: a) Analisis keterbukaan impor antar provinsi Bali diukur menggunakan angka perbandingan dengan rumus sebagai berikut: PMt = (Mt/PDRBt) x 100% Di mana PMt = persentase impor antar provinsi Bali terhadap PDRB t ; t = tahun tertentu. Angka PMt tersebut digunakan untuk menaksir seberapa besar exposure impor antar provinsi Bali. Dengan demikian setelah dianalisis dengan analisis tren akan dapat diketahui besar kecenderungan persentase
perubahan
pendapatan
masyarakat
untuk
penggunaan
permintaan barang impor antar provinsi Bali dan juga dapat diketahui seberapa besar dampak dari efek demonstrasi yang harus dihadapi oleh daerah tersebut. Semakin besar angka kecenderungan persentase perubahan pendapatan masyarakat ini maka semakin besar exposure impor antar provinsi Bali bersangkutan. Ini diartikan pula bahwa daerah tersebut dari sisi penggunaan pendapatan masyarakat yang diukur dengan PDRB, penggunaan devisanya secara proporsi adalah semakin membesar.
32
Dengan kata lain penggunaan pendapatan masyarakat terkuras hanya untuk pembayaraan impor komditas antar provinsi, dan ini menandakan bahwa pintu masuk efek demonstrasi semakin melebar merasuki pola konsumsi masyarakat daerah. b) Selanjutnya, angka PMt ini diestimasi menggunakan analisis trend sederhana, dengan rumus sebagai berikut: PMt = a + b Tt. Di mana : PMt = persentase impor antar provinsi yang mengukur derajat keterbukaan perekonomian daerah, a = konstanta , b = koefisien tren yang menunjukkan kecenderungan keterbukaan perekonomian daerah yang diukur dengan perubahan PMt per tahun, Tt = waktu atau tahun tertentu. 2) Permasalahan bahwa laju pertumbuhan perekonomian Bali dipengaruhi oleh persentase jumlah komoditas impor antar provinsi, di sini dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi berganda sebagai berikut: Log LPPt = Log a0 + a1 Log PMt + a2 Log KURSt+ a3 Log INFLt + Log er Dimana : LPPt = Laju pertumbuhan PDRB Bali atas dasar harga berlaku diukur dalam pesentase pada tahun tertenu; PMt = persentase
jumlah
komoditas impor antar provinsi Bali pada tahun tertentu; KURS t = Rp/1 $ US pada tahun tertentu, INFLt = inflasi di Bali diukur dalam persentase pada tahun t dan er = error term (kesalahan dalam penaksiran yang ada dalam model regresi.
33
3) Permasalahan koefisien elastisitas pendapatan terhadap impor antar provinsi Bali di sini dianalisis dengan persamaan regresi berganda, dimana persamaan tersebut dihitung dengan menggunakan logarithma (Log). Adapun bentuk persamaan regresi berganda disusun sebagai berikut: Log Mt = Log.a0 + a1 Log. PDRBt + a2 Log.JWBt+ a3 Log INFLt + Log er dimana : Mt = jumlah impor antar provinsi Bali tahun t; PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t atas dasar harga berlaku, JWBt = jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali pada tahun t, INFlt = inflasi di Bali pada tahun t dan er = erro term (kesalahan dalam penaksiran yang ada dalam model regresi). Dengan
memanfaatkan
persamaan
regresi
berganda
di
atas
selanjutnya dapat dihitung koefisien elastisitas pendapatan terhadap impor antar provinsi Bali, yakni """欠な 噺 " 磐
ッ鶏経迎稽建 警建 卑磐 卑"""""""""""""" ッ警建 鶏経迎稽建
Di mana a1 diambil dari hasil estimasi koefisien regresi dalam persamaan di atas. Log Mt = a1 Log PDRBt Dengan menerapkan asumsi sebagai berikut: 1) Log. a0 ; 2) a2 Log. JWBt 3) a3 Log. INFLt ; dan Log er ; adalah sama dengan nol (0). Persamaan di atas ini kemudian dihitung dengan perhitungan diffrensial, maka hasilnya sebagai berikut: Diffrensial :
a1Log.PDRBt = a1(1/PDRBt)(∆PDRBt)……………….(1)
34
Diffrensial : Log Mt = (1/Mt)(∆MT) ……………………..………..…..(2) Persamaan (1) disamakan dengan persamaan (2) , hasilnya adalah:
Atau:"
な な 欠な"" 鶏経迎稽建 " 噺 " 警建 """""""""""""""""""" ッ鶏経迎稽建 ッ警建 "欠な 噺 " 磐
ッ鶏経迎稽建 警建 卑磐 卑""""""""""""" ッ警建 鶏経迎稽建
Di mana : a1 = elastisitas pendapatan terhadap impor antar provinsi Bali.
35
BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN BAHASAN EKONOMI
Dalam bagian BAB V di bahas beberapa hal utama yakni, pertama tentang tinjauan perekonomian Bali dari sisi aspek PDRB menurut penggunaan untuk impor, ke dua estimasi tren perkembangan impor antar daerah, ke tiga perkiraan regresi terkait pengaruh PDRB per kapita terhadap impor antar daerah Bali, dan ke empat perhitungan koefisien elastisitas PDRB terhadap impor antar daerah Bali 5.1. PDRB Bali Dari Sisi Penggunaan Impor Saat ini dunia sedang berada dalam era globalisasi, dimana perdagangan antar negara bergerak ke arah perdagangan bebas. Indonesia sebagai bagian dari komunitas dunia tidak dapat menghindar dari kenyataan tersebut. Terutama sekali, tantangan pasar bebas semakin nyata setelah terbentuknya ASEAN China Free Trade Area atau ACFTA yang mulai berlaku tanggal 10 Januari 2010. Konskwensi dari keberadaan AFCTA adalah produk dunia akan semakin membajiri pasar domestik dengan harga kompetitif. Sementara bagi Indonesia, dengan produktivitas tenaga kerja masih tergolong rendah (sesuai dengan catatan ILO yang masuk perinkat 59 dai negara di dunia) dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Adanya kebijakan perdagangan bebas tersebut cenderung dapat mengancam eksistensi industry dan perdagangan dalam negeri. Hal ini ditandai dengan semakin membanjirnya produk China dengan harga yang semakin murah. Tentu saja harga
35
36
yang semakin murah itu menjadikan produk China semakin digemari oleh konsumen di dalam negeri Indonesia. Provinsi Bali dengan potensi wisatanya, telah berkembang menjadi pusat perdagangan produk Indonesia kepada pembeli dari mancanegara. Selain itu, perkembangan pariwisata yang melibatkan industri pariwisata internasional dan banyaknya kunjungan wisatawan mancanegara menyebabkan meningkatnya permintaan akan produk impor sesuai dengan kebutuhan industri pariwisata dan wisatawannya. Posisi ini memberikan tempat yang strategis dari Bali dalam konteks perdagangan bebas. Perkembangan perdagangan yang pesat tersebut memberikan tantanan tersendiri bagi peran pemerintah dalam mengelola daerahnya. Bali bukan wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas, tetapi arus perdagangan barang dan jasa memiliki kemiripan dengan kawasan perdagangan bebas. Berdasarkan data Bank Indonesia tahun 2012 s/d 2013 memperlihatkan perkembangan perdagangan barang dan jasa daerah Bali Tabel 5.1. Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali di Sisi Permintaan, 2011-2013 (yoy.%) Komp onen
KW I
KW II
KW III
KW IV
Total 2012
Expor 7.36 5.93 4.34 4.78 5.56 Bali Impor 11.2 14.37 5.15 7.62 9.42 Bali 7 PDRB 6.09 6.76 6.79 6.94 6.65 Bali Sumber : Bank Indonesia , Denpasar, 2014.
KW I
KW II
KW III
KW IV
Tahun 2013
4.74
8.62
17.45
15.35
11.65
14.33
17.65
24.26
20.12
19.18
6.71
6.05
5.97
5.49
6.05
37
Data pada table 5.1
memberikan gambaran tentang ekspor impor Bali.
Pertumbuhan komponen ekspor dan impor pada Triwulan IV - 2013 menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan ekspor di Triwulan IV - 2013 melambat dari 17,45% menjadi 15,35% (yoy). Sedangkan untuk impor, impor di Triwulan IV - 2013 tumbuh melambat dari 24,26% menjadi 20,12% (yoy). Untuk sepanjang tahun 2013, komponen ekspor dan impor menunjukkan
peningkatan pertumbuhan
dibanding tahun sebelumnya. Ekspor di tahun 2013 tumbuh sebesar 11,65% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, sedangkan impor tumbuh 19,18% (yoy). Untuk impor luar negeri, sejalan dengan pertumbuhan impor di Triwulan IV2013, impor luar negeri Bali mengalami perlambatan di Triwulan IV-2013. Setelah tumbuh hingga 186,31% (yoy) pada triwulan sebelumnya, impor luar negeri Bali di Triwulan IV-2013 tumbuh melambat menjadi 139,22% (yoy), dengan nilai impor total sebesar 127,24 juta USD (Grafik 1.50). Sedangkan dari sisi volume, setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya, volume impor luar negeri kembali mengalami kontraksi di Triwulan IV-2013. Terkontraksi volume komoitas impor yang berasal dari luar negeri semakin dalam, dari sebelumnya 16,53% menjadi kontraksi hingga 31,81% (yoy).
Kontraksi volume komoditas impor dan
pertumbuhan positif nilai komoditas impor yang kembali terjadi tersebut menunjukkan bahwa komoditas impor luar negeri Bali lebih difokuskan kepada komoditas berbobot rendah, sedangkan memiliki nilai yang sangat tinggi, sebagai contoh di sini diberikan data tentang
komponen pada alat-alat
(transportation equipment) (BI. Denpasar, 2014).
transportasi
38
5.2. Estimasi Persamaan Tren Keterbukaan Perekonomian Bali Dalam bagian ini dibahas hasil estimasi persamaan trend yangmana koefisien trennya menunjukkan keterbukaan perekonomian Bali dilihat dari sisi jumlah komoditas impor antar provinsi Bali. Data yang digunakan dalam analisis tren tersebut yakni persentase jumlah komoditas impor antar provinsi Bali terhadap PDRB Bali atas dasar harga berlaku selama periode tahun terpilih, yakni 1998 -2013 seperti disajikan dalam Lampiran 1.1. Dengan data pada Lampiran 1.1. ini, selanjutnya data tersebut diolah menggunakan program SPSS.17.0. Hasil analisis data memberikan estimasi koefisien persamaan tren linier (garis lurus), sebagaimana disajikan dalam Lampiran 1.2. Hasil analisis koefisien persamaan tren linier berdasarkan data pada Lampiran 1.2 selanjutnya disusun persamaan tren estimasi dengan koefisien persamaan sebagai berikut: * Konstanta yang dinayatakan dengan : a = - 5700.087 * Koefisien variabel persamaan dengan : b = + 2,856 Data hasil estimasi di atas selanjutnya digunakan untuk menyusun persamaan tren impor antar provinsi Bali, sebagai berikut: Mt = a + b Tt (Di mana: Mt = jumlah komoditas impor antar provinsi Bali per tahun, Tt = tahun terpilih), a dan b koefisie tren, dan b sendiri adalah derajat perubahan dari jumlah komoditas impor antar provinsi Bali.
39
Dengan mensubstitusi hasil perhitungan data yang menghasilkan a da b seperti tersebut di atas maka persamaan estimasi tren dapat disajikan sebagai berikut: Mt =
-
5700.087
+ 2.856 Tt
th = - 4,261
th = 4,282
t(0,25; 15)
t(0,25; 15)
= - 2,131
= - 2,131
R = 0,753
R2 = 0,567
Sumber: Lampirn 1.2. Estimasi persamaan tren (Mt) di atas memberikan informasi bahwa setiap tahun di provinsi Bali telah terjadi peningkatan jumlah komoditas impor antar provinsi dengan perkiraan perubahan yang konstan yakni sebesar b = 2.856. Ini artinya bahwa perubahan jumlah impor komoditas antar provinsi Bali mencapai Rp 2.856 juta. Per tahun. Perubahan jumlah impor komoditas antar provinsi Bali ini dapat terjadi karena berbagai fakor, antara lain oleh faktor peningkatan PDRB masyarakat atas dasar harga berlaku di daerah Bali, perkembangan penduduk lokal dan kunjungan wisatawan ke Bali, yang diprediksi oleh BPS Bali-Denpasar sampai dengan tahun terakhir mengalami peningkatan setiap tahun. 5.3.
Estimasi
Persamaan
Regresi
–
Pengaruh
Derajat
Keterbukaan
Perekonomian Bali Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Bali Dalam upaya mengungkap bahwa derajat keterbukaan perekonomian Bali berpengaruh terhadap perekonomian Bali maka di sini digunakan model regresi berganda dngan persamaan double log sebagai berikut:
40
Log LPPt = Log.a0 + a1 Log.Mt + a2 Log.KURSt+ a3Log.INFLt+ Log er (dimana : LPPt = pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku tahun tertentu; Mt = derajat keterbukaan perekonomian Bali dilihat dari sisi persentase jumlah impor antar provinsi Bali tahun t; Kurs (Rp/ $ US) tahun t; Inflasi di Bali tahun t; er = erro term (kesalahan dalam penaksiran yang ada dalam model regresi); a0, a1,a2 dan a3 = koefisien regresi berganda. Hasil perhitungan data pada Lampiran 1.3 menyajikan estimasi terhadap koefisien regresi berganda, masing-masing sebagai berikut: ·
Untuk koefisien a0 = - 1.327.
·
Untuk koefisien a1 = 0,214
·
Untuk koefisien a2 = 1,932
·
Untuk koefisien a3 = 0,344
Koefisien regresi berganda tersebut di atas selanjutnya disusun dalam bentuk persamaan estimasi regresi berganda, memberikan hasil sebagai berikut: Log LPPt
= - 1,327
+ 0,214 Log.Mt
+ 1,932 Log.KURSt
+ 0,344 Log.INFLt
t hitung
t hitung
t hitung
t hitung
= 2,596
= 2,704
= 3,514
= 5,274
t 0,025(15)
t 0,025(15)
t 0,025(15)
t 0,025(15)
= 2.131 R
= 2.131
= 2.131 R2
= 2.131 Dw
= 0,928
= 2.498
= 0,861 Sumber : Lampiran 1.3
41
Dengan memperhatikan besarnya koefisien regresi yakni a1, a2 dan a3 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Bahwa varaibel derajat keterbukaan perekonomian Bali yang diukur dari persentase jumlah komoditas impor antar provinsi Bali, ternyata berpengaruh positif terhadap laju pertumbuhan perekonomian Bali yang diukur dengan PDRB (atas dasar harga berlaku). Adapun koefisien regresinya adalah a1 = 0,214 yang dapat diartikan bahwa jika terjadi peningkatan persentase komoditas impor antar provinsi Bali sebesar 1 persen per tahun maka diperkirakan akan meningkatkan penggunaan pendapatan masyarakat yang diukur dengan laju pertumbuhan PDRB (atas dasar harga berlaku) sebesar 0,214 persen, untuk membeli komoditas impor antar provinsi Bali guna memenuhi komsumsi penduduk di daerah Bali selama satu tahun. 2) Bahwa variabel kurs (Rupiah/ 1 $ US) ternyata berpengaruh positif terhadap laju pertumbuhan perekonomian Bali yang diukur dengan PDRB (atas dasar harga berlaku). Besar koefisien regresinya adalah a2 = 1,932 yang berarti bahwa apabilai terjadi kenaikan nilai Kurs tersebut sebesar 1 persen maka diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang diukur dengan laju pertumbuhan PDRB (atas dasar harga berlaku) sebesar 1,932 persen selama satu tahun. 3) Bahwa variabel inflasi yang terjadi di Bali ternyata berpangruh positif terhadap perekonomian Bali. Ini dibuktikan dari besarnya koefisien regresi a3
42
= 0,344 yang memiliki arti bahwa apabila terjadi kenaikkan inflasi sebesar 1 persen maka diperkirakan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Bali yang diukur dengan laju pertumbuhan PDRB (atas dasar harga berlaku) sebesar 0,344 persen dalam satu tahun. 5.4. Estimasi Persamaan Regresi Berganda – Pengaruh PDRB (ADHB) Terhadap Impor Antar Provinsi Bali – Koefisien Elastisitas Pendapatan Terhadap Impor Komditas Antar Provinsi Bali. Pada bahasan berikut disajikan hasil analisis estimasi koefisien persamaan regresi berganda yang menunjukkan pengaruh dari pendapatan masyarakat yang diukur dengan PDRB (atas dasar harga berlaku) . Persamaan regresi berganda yang dimaksud disajikan dalam bentuk sebagai berikut: Log Mt = Log a0 + a1Log PDRBt + a2Log JWBt + a3Log INFLt + Log er. Dimana : Mt = jumlah komoditas antar provinsi Bali pada tahun 1, PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto (atas dasar haga berlaku) pada tahun t, JWBt = jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali pada tahun t, INFLt = inflasi di Bali pada tahun t, dan er = error term (kesalahan pengganggu yang ada dalam model penaksir. Berdasarkan hasil analisis data pada Lampiran 1.4 diperoleh hasil estimasi terhadap koefisien regresi bergandat di atas, yakni: ·
Untuk koefisien a0 = - 10.265
·
Untuk koefisien a1 = + 0,758
·
Untuk koefisien a2 = + 1,717
·
Untuk koefisien a3 = + 0,330
43
Dengan menggunakan koefisien hasil estimasi di atas selanjutnya dapat disusun persamaan regresi berganda, sebagai berikut: Log Mt =
-10.265
+ 0,758 Log PDRBt
t hitung = - 7,086
t hitung = 3,167
t hitung = 4,695
t hitung = 0,308
t 0,025 (df=12 ) = 2,719
t 0,025 (df=12 ) = 2,719
t 0,025 (df=12 ) = 2,719
t 0,025 (df=12 ) = 2,719
R2 = 0,957
Dw = 1,481
R= 0, 978
+ 1,717 Log JWBt
+ 0,330 Log INFLt
Sumber: Lampiran 1.4. Kemudian dari masing-masing koefisien tersebut dalam persamaan regresi berganda di atas, selanjutnya dapat diartikan secara ekonomis sebagai berikut: 1) Untuk koefisien a1 = 0,758 diartikan sebagai berikut bahwa pendapatan masyarakat yang diukur dengan PDRB atas dasar harga berlaku ternyata berpengaruh positif terhadap jumlah komoditas impor antar provinsi Bali.Kemudian dapat diperkirakan pula bahwa jika pendapatan masyarakat tersebut mengalami kenaikkan sebesar Rp 1 000 000 per tahun maka impor komoditas antar provinsi diperkirakan meningkat sebesar Rp 758 000 per tahun, Artinya semakin meningkat pendapatan penduduk maka ada kecenderungan penduduk untuk mengimpor komiditas antar provinsi juga meningkat. Ini kemungkinan disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali, yang membutuhkan jenis komoduitas impor tersebut, atau dapat saja karena peningkatan jumlah penduduk setiap tahun baik penduduk lokal maupun penduduk pendatang, dan lain-lain.
44
2) Untuk koefisien a2 = 0,717 diartikan bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali ternyata berpengaruh positif terhadap impor komoditas antar provinsi Bali. Kondisi ini dimungkinkan karena kedatanga wisatawan ke Bali juga membutuhkan konsumsi sehari-hari, dan ini menyebabkan kebutuhan konsumsi tersebut harus terpenuhi dan didatangkan dari luar Bali seperti buah-buahan, daging sapi, dan lain-lain. 3) Untuk koefisien a3 = 0,330 berarti bahwa inflasi di Bali ternyata berpengaruh positif terhadap impor komoditas antar provinsi Bali, namun pengaruh tersebut belum dapat dikatakan meyakinkan. Yang dimaksud di sini yakni terjadinya kenaikkan harga komditas secara menyeluruh di Bali, ternyata tidak secara meyakinkan mempengaruhi terjadinya kenaikkan impor komditas antar provinsi Bali. Hal ini dapat saja terjadi
karena impor
komoditas tersebut adalah merupakan kebutuhan pokok penduduk untuk memenuhi konsumsi penduduk yang memang sangat diperlukan dan ada yang memang tidak dapat dihasilkan di daerah lokal atau kebuthan penduduk masih lebih besar dari produksi lokal (seperti gula pasir, garam, buah-buahan, dan sebagainya). Oleh karena itu, terjadi atau tidak terjadinya inflai di Bali, impor antara provinsi akan senantiasa meningkat dimasa mendatang. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis persamaan regresi tersebut di atas, selanjutnya dapat diketahui besarnya “ koefisien elastisitas pendapatan masyarakat yang diukur dengan PDRB atas dasar harga berlaku, terhadap impor komoditas antar provinsi Bali” . Koefisien elastisitas pendapatan terhadap
45
kuantitas impor komoditas antar provinsi Bali, adalah sama dengan besanya koefisien a1, yakni: 警建 ッ鶏経迎稽建 卑磐 卑 " 噺 ど ばのぱ""""""""""" 欠な 噺 " 磐 ッ警建 鶏経迎稽建
Dengan besar koefisien elastisitas pendapatan penduduk terhadap impor komoditas antar provinsi Bali sebesar 0,758 maka ini berarti bahwa sifat dari impor komoditas antara provinsi Bali adalah tergolong inelastisi (karena koefisien elastisitasnya lebih kecil adri 1). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa impor komoditas antar provinsi Bali selama ini adalah barang-barang yang masuk katagori kebutuhan pokok penduduk Bali.
46
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN Dengan mengambil makna dari hasil bahasan bab seblumnya maka berikut diberikan kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1) Sesuai dengan hasil analisis ternyata derajat keterbukaan impor antar provinsi adalah positif atau mengalami peningkatan setiap tahun di Bali 2) Demikian pula derajat keterbukaan ekonomi
Bali berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi Bali. 3) Dan terakhir diketahui bahwa koefisien elastisitas impor antar provinsi terhadap pendapatan penduduk di Bali, diperkirakan bersifat inelasti atau besarnya koefisien tersebut lebih kecil dari satu. Kondisi ini terjadi karena impor komoditas antar provinsi Bali masih sebatas memenuhi kebutuhan pokok penduduk terutama komoditas yang belum dapat diproduksi, bahkan ada kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang masih lebih besar dari produksi lokal di provinsi Bali.
6.2. SARAN Untuk kesempurnaan hasil penelitian ini maka diberikan beberapa saran berikut:
46
47
1) Selama impor komditas antara provinsi tersebut masih dapat diperoduksi di daerah lokal di Bali, memang sebaiknya ada upaya peningkatan produktivitas komoditas itu untuk mengurangi kecenderungan impor ke depan dan sekaligus mengurangi aliran penggunaan pendapatan masyarajat untuk impor produk luar Bal,i yang mana akhirnya dapat digunakan untuk investasi di daerah lokal. 2) Penelitian ini masih mengunakan model yang sangat sederhana maka disarankan bagi peneliti lain yang berkenan untuk meneliti hal yang sama, agar menggunakan model penaksiran yang lebih baik sehingga memperoleh hasil estimasi yang lebih realistis.
48
DAFTAR KEPUSTAKAAN Anne Booth dan Peter Mc Cawley, 1980, Ekonomi Orde Baru, Jakarta, Penerbit LP3ES. Bayraktutan, Y.Bıdırdı, H., 2010, The Basic Determinants of Turkish Import (19892004), Ege Academic Review, 10 (1), pp.351-369. Bui Trinh, Pham Le Hoa and Bui Chau Giang, 2008, Import multiplier in inputoutput analysis, Depocen, Working Paper Series No. 2008/23, Vietnam, http://www.depocenwp.org Boedino, 1983, Ekonomi Internasional, Yogyakarta, Penerbit BKFE.Universitas Gadjahmada. Dewi C., 2014, Tinggi, Ketergantungan pada Alat Produksi Impor, Denpasar, Antara, 21/6/2014. Deliarnov, 2006, Ekonomi Politik. Jakarta, Penerbit Erlangga. Doroodian, K.R.K. Khosal dan S. Al-Muhanna, 1994, An Aximination on the Traditional Aggreagate import Demand Fucntion for Saudi Arabia. Apllied Economics, 26, 909-915. Eko Atmadji, 2004, Analisis Impor Indonesia, Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian Ekonomi Negara Berkembang, Vol. 9 No. 1, Juni 2004, 33 – 46. Gerni, C.Emsen S.Deger K., 2008, İthalata Dayalı İhracat ve Ekonomik Büyüme: 1980-2006 Türkiye Deneyimi, 2. Ulusal İktisat Kongresi/20-22 Şubat 2008 / DEÜ İİBF İktisat Bölümü / İzmir -Türkiye Goldstein, M. and Khan, M.S. and L.H. Officer, “Prices of Tradable and Nontradable Goods in the Demand for Total Imports”, Review of Economics and Statistics, Vol.62, 1980. Gujarati, Damodar N., 1980, Dasar-Dasar-Ekonometrika,Jakarta, Penerbit Salemba Empat.
49
Hamdy Hady, 2001, Ekonomi Internasional – Teori Dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Buku I- Edsi Revisi , Ghalia Indonesia, Jakarta. Halit Yanikkaya, 2002, Trade openness and economic growth: a cross-country empirical investigation, Journal of Development Economics, No. 72 ,2003, 57– 89. Hafeez UR Rehman, 2007, An Econometric Estimation Of Traditional Import Demand Function For Pakistan, Pakistan Economic and Social Review, Volume 45, No. 2 (Winter 2007), pp. 245-256. Leonard Cheng Mayumi Fukumoto, 2006, Estimation of China’s Disaggregate Import Demand Functions, Hong Kong University of Science and Technology. Mustafa Öztürk, 2012, Macroeconomic Factors Affecting The Import In Turkey, Fatih University , UOT, 330.44, Number 34, 2012, Istanbul / Turkey. Mangkoesoebroto ,Guritno, dan Algifari, 1992, Teori Ekonomi Makro,SekolahTinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta, Yogyakarta. Moazzami, B., and Wong, E. (1988), Income and price elasticities of China's trade, Asian Economic Review, 30, pp.218–230. Moran, C., 1989, Imports Under A Foreign Exchange Constrain , The World Bank Economic Review, Vol.3,No.2,pp.279–295. Yılmaz Akyüz, 2011, Export – import Dependence and Sustainability of Growth in China, China & World Economy, 1 – 23, Vol. 19, No. 1. Yıldız, E. B., Berber M., 2011, Sustainability The Import-Led Growth: The Case Of Turkey (1989–2007), İİBF Dergisi, Cilt.25, Sempozyum Özel Sayısı, pp.165181. Samsumbar Saleh, 2010, Asean Economic Integration: Trade Creation Or Trade Divertion For Import Of Indonesia Manufactures?, Economic Journal Of Emergency Markets, April 2010, 2 (1), 31-45. Riccardo Faini, Lant Pritchett,and Fernando Clavijo, 1988, Import Demand in Developing Countries Country Economic Department The World Bank, November 1988, WPS 122 Sumitro, Djoyohadikusumo, 1982, Perekonomian Indonesia Menjelang Akhir Pelita v Dan Perspektif Pembangunan Jangka PanjangTahap II, Jakarta.
50
Siddigcue, 1994, Estimation of an Import Demand Function for Indonesia, 19711993, Paper, Departement of Economis The University of Western Australia, Sukirno, S., 1999, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada. Sjamsu Rahardja and Gonzalo Varela, 2014, Nothing to Fear but Fear Itself: Evidence on Imported Intermediates in Indonesia, Economic Premise-World Bank, No. 138. www.worldbank.org/economicpremise. Stephen Elias and Clare Noone, 2011, The Growth and Development of the Indonesian Economy, Bulletin, December Quarter 2011. http://www.rba.gov.au/publications/bulletin. Senhadji, A. (1998), Time - series estimation of structural import demand equations: A crosscountry analysis, IMF Staff Papers, Vol. 45, No. 2. Tang, T.C. (2003), An empirical analysis China’s aggregate import demand function, China Economic Review, 14, pp. 142-163. Tuncer, 2002,Türkiye’de İhracat, İthalat ve Büyüme: Toda-Yamamoto Yöntemiyle Granger Nedensellik Analizleri (1980-2000)”, Çukurova Üniversitesi, Sosyal Bilimler Enstitüsü, Enstitü Dergisi, 9 (9), pp.90-106. V. Jeníček, V. Krepl, 2009, The role of foreign trade and its effects, Faculty of International Relations, University of Economics, Prague,Czech Republic, Agric. Econ. – Czech, 55, 2009 (5): 211–220. ----------, 2014, Masyarakat Bali Masih Tergantung Buah Impor, Denpasar, Antara, 21/6/2014. ---------, 2014, Gubernur Kuatkan Kerjasama Bisnis Antar Provinsi, Surabaya, Kabargress, http://kabar gress.com. --------, 2014, Perdagangan Antar Daerah Jatim Tembus Rp 97 T, http://harian bhira wa. co.id/ 2014/05.
Surabaya,
51
LAMPIRAN Lampiran 1.1 : Data penelitian
52
Lampiran 1.2. ANALISIS TREN LINIER: DERAJAT KETERBUKAAN PEREKONOMIAN BALI Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
%-IMPOR-ap-adhb
27.8869
18.05789
16
TAHUN
2005.50
4.761
16
Coefficients
a
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Standardized Co
Std. Error
Beta
-5700.087
1337.701
2.856
.667
TAHUN
t
.753
Sig.
-4.261
.001
4.282
.001
a. Dependent Variable: %-IMPOR-ap-adhb
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
2773.547
1
2773.547
Residual
2117.763
14
151.269
Total
4891.311
15
a. Predictors: (Constant), TAHUN b. Dependent Variable: %-IMPOR-ap-adhb
F 18.335
Sig. .001
a
53
Correlations %-IMPOR-ap-adhb Pearson Correlation
%-IMPOR-ap-adhb
1.000
.753
.753
1.000
.
.000
.000
.
%-IMPOR-ap-adhb
16
16
TAHUN
16
16
TAHUN Sig. (1-tailed)
%-IMPOR-ap-adhb TAHUN
N
Lampiran
TAHUN
1.2. Regressi Berganda : Pengaruh Derajat Keterbukaan Perekonomian Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Bali Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
LOG LAJU PERTUMBUHAN PDRB
1.16170793
.169300701
16
LOG % IMPOR AP-BALI TAHUN t
1.37836068
.236969359
16
LOG KURS (RP/$ US) TAHUN t
.97713360
.037050690
16
LOG INFLASI TAHUN t
.88792406
.316953820
16
Correlations
Pear LOG LAJU PERTUMBUHAN PDRB son Corr LOG % IMPOR AP- BALI TAHUN t elati LOG KURS (RP/$ US) TAHUN t on LOG INFLASI TAHUN t
LOG LAJU LOG % PERTUMBU IMPOR APHAN PDRB BALI
LOG KURS (RP/$ US) TAHUN t
LOG INFLASI TAHUN t
1.000
.211
.715
.769
.211
1.000
.064
-.179
.715
.064
1.000
.423
.769
-.179
.423
1.000
.216
.001
.000
.
.407
.254
.407
.
.051
.254
.051
Sig. LOG LAJU PERTUMBUHAN PDRB . (1LOG % IMPOR AP- BALI TAHUN t .216 taile LOG KURS (RP/$ US) TAHUN t .001 d) LOG INFLASI TAHUN t
.000
.
54
b
Model Summary Mo del 1
Change Statistics
Adjusted R
R Sq
.928
a
.861
R Sq
Std. Er Est R Sq Ch F Change
.826 .070609203
df1
df2
.861
24.745
3
df
Mean Square
Sig. F Ch D.Watson
12
.000
2.498
ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
.370
3
.123
Residual
.060
12
.005
Total
.430
15
Coefficient Correlations
Model 1
F
Correlat LOG INFLASI TAHUN t ions
LOG % IMPOR AP- BALI TAHUN t LOG KURS (RP/$ US) TAHUN t
Covaria LOG INFLASI TAHUN t nces
LOG % IMPOR AP- BALI TAHUN t LOG KURS (RP/$ US) TAHUN t
Sig.
24.745
.000
a
LOG
LOG %
LOG KURS
INFLASI
IMPOR AP
(RP/$ US)
1.000
.228
-.443
.228
1.000
-.157
-.443
-.157
1.000
.004
.001
-.016
.001
.006
-.007
-.016
-.007
.302
a. Dependent Variable: LOG LAJU PERTUMBUHAN PDRB – adhb
a
55
Lampiran 1.3 Regressi Berganda: Pengaruh Pendapatan Penduduk (PDRB Atas Dasar Harga Berlaku) Terhadap Impor Komoditas Antar Provinsi Bali Descriptive Statistics Mean LOG IMPOR ANTAR PROVINSI
Std. Deviation
N
3.93517537
.474601353
16
LOG PDRB (ADHB) TAHUN t
4.56563965
.270093756
16
LOG JLH. WISMAN DI BALI
6.23571762
.162606314
16
.88792406
.316953820
16
TAHUN t
LOG INFLASI TAHUN t
Correlations
Pearson LOG IMPOR AP - TAHUN t
LOG
LOG PDRB
LOG JLH.
LOG
IMPOR AP
(ADHB)
WISMAN DI
INFLASI
TH t
TH t
BALI TH t
TH t
1.000
.932
.957
-.383
LOG PDRB (ADHB) TAHUN t
.932
1.000
.870
-.493
LOG JLH. WISMAN DI BALI
.957
.870
1.000
-.326
-.383
-.493
-.326
1.000
.
.000
.000
.072
LOG PDRB (ADHB) TAHUN t
.000
.
.000
.026
LOG JLH. WISMAN DI BALI
.000
.000
.
.109
LOG INFLASI TAHUN t
.072
.026
.109
.
Correlati on
LOG INFLASI TAHUN t Sig. (1- LOG IMPOR AP - TAHUN t tailed)
56
b
Model Summary
Change Statistics
Adjusted Mo
R
del
R
1
R
Std. Error of R Square
Square Square the Estimate Change
.978
a
.957
.946 .110362710
F Change
.957
88.466
df1
df2
3
12
Sig. F
Durbin-
Change
Watson
.000
1.481
a. Predictors: (Constant), LOG INFLASI TAHUN t, LOG JLH. WISMAN DI BALI, LOG PDRB (ADH b. Dependent Variable: LOG IMPOR ANTAR PROVINSI TAHUN t
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
3.233
3
1.078
.146
12
.012
3.379
15
F
Sig.
88.466
.000
a
a. Predictors: (Constant), LOG INFLASI TAHUN t, LOG JLH. WISMAN DI BALI, LOG PDRB (ADHB) b. Dependent Variable: LOG IMPOR ANTAR PROVINSI TAHUN t
Coefficientsa Unstandardized Model 1
(Constant) LOG PDRB LOG JLH.
B
Std. Er
Standard Beta
Correlations t
Sig.
Zero Parti
Collinearity
Part
Toler
VIF
-10.265
1.448
-7.086
.000
.758
.239
.431 3.167
.008
.932 .675
.190
.194
5.149
1.717
.366
.588 4.695
.001
.957 .805
.282
.229
4.358
.033
.106
.022
.763
-.383 .089
.018
.713
1.403
WISMAN LOG
.308
INFLASI a. Dependent Variable: LOG IMPOR ANTAR PROVINSI TAHUN t
57
Coefficient Correlations
a
Model
LOG JLH. LOG INFLASI WISMAN
LOG PDRB (ADHB)
1
1.000
-.241
.450
-.241
1.000
-.862
.450
-.862
1.000
.011
-.009
.011
-.009
.134
-.076
.011
-.076
.057
Correlat LOG INFLASI TAHUN t ions LOG JLH. WISMAN DI BALI LOG PDRB (ADHB) TAHUN t Covaria LOG INFLASI TAHUN t nces LOG JLH. WISMAN DI BALI LOG PDRB (ADHB) TAHUN t
a. Dependent Variable: LOG IMPOR ANTAR PROVINSI TAHUN t
Collinearity Diagnostics
a
Variance Proportions
Di Mo me Eigenva
Condition Index
(Constant)
LOG PDRB
LOG JLH.
LOG INFLASI
(ADHB) t
WISMAN
TAHUN t
del nsI
lue
1
1
3.910
1.000
.00
.00
.00
.00
2
.089
6.644
.00
.00
.00
.65
3
.001
58.358
.15
.29
.00
.30
4
9.707E
200.700
.85
.71
1.00
.04
a. Dependent Variable: LOG IMPOR ANTAR PROVINSI TAHUN t
Residuals Statistics
a
Minimum
Maximum
3.36131430
4.72616577
3.93517537 .464222470
16
-.145902142
.231765553
.000000000 .098711409
16
Std. Pred Value
-1.236
1.704
.000
1.000
16
Std. Residual
-1.322
2.100
.000
.894
16
Predicted Value Residual
Mean
Std. Dev.
a. Dependent Variable: LOG IMPOR ANTAR PROVINSI TAHUN t
N