3.
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH KEJUTAN SUHU DAN SALINITAS TERHADAP PEMIJAHAN TIRAM (Crassostrea cucullata Born) Oleh : Priyo Santoso ABSTRAK Suatu penelitian tentang teknik rangsangan pemijahan tiram (Crassostrea cucullata Born) dengan menggunakan kejutan suhu dan salinitas yang telah dilaksanakan di Laboratorium Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana, mulai dari bulan Agustus sampai Oktober 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kejutan suhu dan salinitas terhadap pemijahan tiram. Penelitian terdiri dari dua percobaan yang terpisah yaitu percobaan kejutan suhu untuk pemijahan tiram dan percobaan kejutan salinitas untuk pemijahan tiram, yang masing-masing disusun dengan pola rancangan acak lengkap terdiri dari empat perlakuan dengan tiga ulangan. Hasil uji nonparametrik Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perlakuan kejutan suhu dan salinitas berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap pemijahan tiram. Pemijahan tiram tertinggi pada perlakuan kejutan suhu terjadi pada kejutan suhu dengan peningkatan suhu sebesar 2oC dari suhu awal, sedangkan pada perlakuan kejutan salinitas diperoleh pemijahan tiram tertinggi pada penurunan salinitas sebesar 4o/oo dari salinitas awal. ABSTRACT A study of stimulation techniques spawning oyster (Crassostrea cucullata Born) by using the shock temperature and salinity that have been conducted in the Laboratory of Fisheries and Marine Resources, Faculty of Agriculture, University of Nusa Cendana, starting from August through October 2010. The purpose of this study was to determine the effect of temperature and salinity shock on the spawning oysters. The study consisted of two separate experiments of experiments the temperature for spawning oysters surprise and shock experiment salinity for spawning oysters, each prepared with a complete randomized design pattern consists of four treatments with three replications. Kruskal Wallis nonparametric test results indicate that temperature and salinity shock treatment significantly (P <0.05) of spawning oysters. Spawning oysters with the highest temperature shock treatment occurs in shock temperature with increasing temperatures of 2oC from the initial temperature, while the salinity shock treatment obtained the highest oyster spawning in lower salinity of 4o/oo from initial salinity.
PREVALENIS DAN INTENSITAS PARASIT DAN PENYAKIT IKAN AIR TAWAR YANG DIBUDIDAYAKAN DI KUPANG Oleh : Yudiana Jasmanindar dan Priyo Santoso ABSTRAK Mendiagnosa suatu kejadian kematian ikan budidaya air tawar karena penyakit perlu diawali dengan mengetahui sejarah ikan budidaya tersebut. Salah satunya dengan mengetahui keberadaan dan intensitas parasit maupun kualitas air serta pernah tidaknya terjadi penyakit tertentu. Selama ini belum adanya data mengenai keberadaan dan jumlah penyakit dan parasit pada ikan budidaya air tawar di Kota/Kabupaten Kupang. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang prevalensi dan intensitas parasit dan penyakit ikan air tawar yang dibudidayakan di Kota/Kabupaten Kupang. Pengamatan dan pengambilan ikan sampel dilakukan pada kolam yang terdapat di Kelurahan Bakunase, Tarus, Tuatuka serta Desa Baumata. Gejala klinis diamati dilapangan dan di laboratorium serta dilakukan wawancara dengan pembudidaya ikan tersebut. Pemeriksaan parasit dilakukan di laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian Undana Kupang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi penyakit dan parasit ikan secara berturut-turut sebesar 66,7% dan 67,5 %. Sedangkan intensitas penyakit ikan adalah 1 untuk setiap jenis ikan budidaya dan intensitas parasit ikan berkisar antara 1 hingga 245 parasit ABSTRACT Diagnose death of cultured freshwater fish because disease need early given the conducting fish history. One of them given the parasite intensity and existence and also quality water and also have do not it happened certain disease. During the time there is ,no data, concerning disease amount and existence and parasite at freshwater culturing fish in City/Regency Kupang. Based on the mentioned above hence require to be conducted research about prevalence and intensity parasite and disease of cultured freshwater fish in City/Regency of Kupang. Investigation and intake of fish sample conducted at ponds sample which there are in Sub-District Of Bakunase, Tarns, Tuatuka and also village of Baumata. Symptom of clinic investigated on location at farm site and in laboratory and also interview with aquaculturist. Examination of parasite conducted in the Majors Fishery laboratory and Marine Of Faculty of Agriculture of Undana Kupang. Result of research irrdicate that prevalence disease and parasite of fish i.e 66,7% and 67,5 % , respectively. While intensity disease of fish is 1 to each every cultured fish species and intensity fish parasite range from1 till 245 parasites.
UJI DAYA ADAPTASI DAN STABILITAS BEBERAPA VARIETAS KOMPOSIT PADI GOGO LOKAL TERHADAP KERAGAMAN LINGKUNGAN NTT Oleh : Ir.I.G.B.Adwita Arsa, MP; Ir. Titik Sri Harini, MP Abstract Penelitian ini dilaksanakan sebagai bagian dari penelitian multi years untuk memperoleh calon varietas padi gogo yang tahan terhadap penyakit utama padi gogo dan stabil terhadap keragaman lingkungan di NTT. Pada tahap ini dilakukan uji multilokasi terhadap varietas komposit terpilih (tahap sebelumnya) dan varietas pembanding di tiga lokasi. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah: 1. Kemampuan adaptasi varietas-varietas komposit yang dievaIuasi di TTU dan di Sumtim dipengaruhi oleh faktor varietas atau faktor genetik, namun pengaruhnya tidak muncul bersamaan di kedua lokasi. Hal ini terlihat pada keragaan jumlah anakan per rumpun, umur 50 % tanaman berbunga, jumlah maIai per rumpun, bobot 1000 butir gabah dan karakter kualitatif tanaman. 2. Jumlah anakan tertinggi dari varietas-varietas yang dievaIuasi di TTU ditunjukkan oleh varietas K8, umur 50% tanaman tergenjah (90 hst) di Sumtim ditunjukkan oleh : K7, K3, K9 dan K12, jumlah maIai per rumpun tertinggi (> 8 malai) di TTU ditunjukkan oleh varietas K6, Kl, K2, dan K8, dan bobot 1000 butir gabah tertinggi di TTU ditunjukkan oleh varietas K3 dan Pare Wangi. 3. Perbedaan stabilitas karena pengaroh inte.raksi varietas dan lokasi pada varietas-varietas komposit yang dievaluasi terlihat pada beberapa karakter tanaman. Varietas yang stabil antar lokasi dilihat dari karakter tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun ditunjukkan oleh varietas: K1, K2, dan K5, yang stabil berdasarkan umur 50 % berbunga hanya ditunjukkan oleh Kl, yang stabil berdasarkan jumlah malai per rumpun ditunjukkan oleh varietas: K2, K3, K5, K6, K8 dan K9, dan yang stabil berdasarkan bobot 1000 butir gabah ditunjukkan oleh varietas: K3, K7, K9 dan Pare Wangi. 4. Terdapat hubungan yang jelas antara posisi daun yang tegak dengan stabilitas bobot 1000 butir gabah yang ditunjukkan oleh varietas K3, K7, K9 dan Pare Wangi. ABSTRACT Aim of this research is forming a composite-varieties of dry land rice that is resistance to the rice important pathogen and stable. to NTT's environment variations, The research execution is divided by three steps. In this step, it is conducted multi locations evaluation of yield potential of the selected composite-varieties and it is accompanied by compared varieties. The research results showed that: 1. Adaptation of composite-varieties evaluated both in TTU and East Sumba are affected by variety or genetic factor, even though the effect were not come out together in the same characters in both locations. They were expressed in the following characters : number tillers per clump, time of 50 % plant flowering, number of spike per clump, 1000 grain weight, and in qualitative characters. 2. Variety evaluated in TTU that had the greatest number of tillers was K8, those evaluated in East Sumba that showed 50 % of plants flowering to be earlier (<90 dap) were K7, K3, K9 and K12, those evaluated in TTU that had the greatest number of spikes per clump (> 8 spikes) were K6, KI, K2, and K8 and the greatest of 1000 grains weight of varieties evaluated in TTU were K3 and Pare Wangi. 3. The. diffe.rence of varietie.s stability due. to V x L could be see.n in some characters. Those stable in both plant height and number of tillers per clump were Kl, K2 and K5, in 50 % of plants flowering was K1, in number of spikes per clump were K2, K3, K5, K6, K8 and K9, and in 1000 grain weight were KJ, K7, K9 and Pare Wangi. 4. There was correlation between leaves position and 1000 green weight as shown by varieties: K3, K7, K9 and Pare Wangi.
EVALUASI KETAHANAN BEBERAPA KLON UNGGUL UBI JALAR LOKAL NTT TERHADAP HAMA LANAS (CYLASFORMICARIUS FAB.) DAN PENYAKIT KUDIS (SPHACELOMA BATATAS SAW.) Oleh: Yosep Seran Mau, Antonius S.S. Ndiwa, I G.B. Adwita Arsa. ABSTRAK Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa klon unggul ubi jalar lokal asal NTT telah diseleksi, ada di antaranya yang memiliki daya hasil dan kandungan nutrisi yang tinggi, sehingga berpotensi untuk diusulkan sebagai calon varietas unggul. Pengusulan sebagai calon varietas unggul memerlukan informasi tentang tingkat ketahanan terhadap hama dan penyakit utama ubi jalar seperti hama lanas dan penyakit kudis. Informasi ini belum tersedia, dan oleh karena itu, penelitian ini bertujuan memperoleh informasi tentang: 1) tingkat ketahanan klon unggul ubi jalar asal NTT terhadap hama lanas, 2) konsistensi ketahanan di lapang dan di laboratorium, 3) klon yang memiliki ketahanan yang baik terhadap hama lanas, yang kemudian dapat diuji lanjut ketahanannya terhadap penyakit kudis. Penelitian ini direncanakan dalam dua tahap (dua tahun), penelitian tahap pertama telah dilakukan untuk mengevaluasi ketahanan klon harapan ubi jalar terhadap hama lanas. Penelitian dilakukan di lapang di dua lokasi dan di laboratorium menggunakan Rancangan Acak Kelompok (percobaan lapang) dan Rancangan Acak Lengkap (percobaan laboratorium). Perlakuan yang diberikan berupa 10 jenis klon ubi jalar terdiri 7 klon unggul asal NTT dan 2 varietas pembanding, masing-masing terdiri dari dua ulangan. Data kuantitatif dianalisis ragam sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan, dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan, sedangkan data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk mengelompokkan tingkat ketahanan klon ubi jalar terhadap hama lanas. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi yang cukup besar antar klon yang diuji pada variabel kuantitatif yang diamati yakni persentase umbi terserang, tingkat kerusakan umbi dan skor ketahanan, serta jumlah larva, pupa dan imago hama lanas. Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh interaksi klon dan lokasi yang nyata terhadap semua variabel penelitian di lapang, namun tidak nyata di laboratorium. Persentase umbi terserang paling rendah diperoleh pada klon NBN-Ol (22,49%), dan persentase tertinggi pada klon NPL-02 (80,37%). Sarna halnya, klon NBN-Ol dan NPL-02 menunjukkan tingkat kerusakan umbi terendah dan tertinggi, berturut-turut sebesar 5,42% dan 67,92%. Hasil klasifikasi tingkat ketahanan menunjukkan bahwa dari 10 klon ubijalar yang diuji, hanya klon lokal NBN-Ol yang Tahan, dan klon lokal NPI-02 yang Peka terhadap hama lanas. Enam klon lokallain, SEO-Ol, EBS-Ol, LB01, ON-07, ON-6 dan ORM-Ol serta varietas pembanding Kidal dan P.Solossa masuk dalam kategori Agak Tahan. HasH analisis korelasi menunjukan adanya keterkaitan yang erat antara jumlah larva+pupa di lapang serta larva+pupa+imago di laboratorium dan tingkat kerusakan umbi dengan koefieisn korelasi 0.8 dan 0,87; yang berarti bahwa makin tinggi jumlah larva+pupa dan larva+pupa+imago, makin tinggi pula tingkat kerusakan umbi. Analisis kualitatif terhadap karakteristik umbi menunjukkan tidak ada keterkaitan yang erat antara warna daging dan warna kulit umbi, ketebalan kulit umbi, bentuk umbi, produksi getah dan rasa umbi dengan tingkat ketahanan terhadap hama lanas. Kata kunci: ubi jalar, klon, hama lanas, tahan, peka.
ABSTRACT A number of promising sweet potato clones from West Timor have been selected during the last several years, and a few of which were high yielding and high in nutritional content. These clones are, therefore, potential to be proposed as superior varieties. For this purpose, information on their level of resistance to major pests and diseases, the sweet potato weevil and scab disease, is required. This information is unavailable yet, therefore, this study was carried out to gather information on: 1) resistance level of these promising clones on SPW, 2). consistency of resistance levels in the field and in the laboratory, 3) the most SPW resistant clones to be further tested for scab disease resistance. This study was planned for two stages (two years), the first has been carried out in the field and laboratory, employing Randomized Block Design (in the field) and Completely Randomized Design (in laboratory). The treatments applied were 10 sweet potato clones (7 local NTT clones and 2 check varieties), each consisted of two replicates. Quantitative data were subjected to variance analysis followed by post hoc test using DMRT at 5% significant level, meanwhile tuber damage intensity (%) was scored qualitatively and were used to group the clones into various resistance levels. Results of the study revealed highly significant variation among the clones on all variable observed, including damaged tuber incidence, intensity of tuber damage, resistance level score, and number of larva, pupae and imago. Results of combined variance analysis revealed significant interaction effect of clone by location on all variables observed in the field but the interaction effect was not significant in laboratory experiment. The lowest damaged tuber incidence was observed on clone NBNOI (22.49%), while the highest incidence was observed on other clone NPL-02 (80.37%). The two clones also exhibited the lowest and the highest tuber damage intensity, respectively, 5.42% and 67.92%. Based on the resistance level score provided, only one of the 10 clones tested was classified Resistant, i.e. local clone NBN-OI, and similarly, only one clone was classified Susceptible, i.e. local clone NPL-02. The other six local clones, i.e. SEO-OI, EBS-OI, LB-OI, ON-07, ON-6, ORM-OI' and the two check varieties, i.e. Kidal and P.Solossa were classified Moderately Resistant. There was a strong correlation between number of larva+pupae in the field and larva+pupae+imago in laboratory and tuber damage intensity with correlation coefficient of 0.8 and 0.86, respectively, which implies that the higher the number of larva+pupae and larva+pupae+imago, the higher the tuber damage intensity they caused. Qualitative analysis on tuber characteristics revealed no strong relationship between tuber morphological and physiological properties such as tuber flesh color, tuber skin color, tuber skin thickness, latex production, tuber shape and tuber taste with sweet potato weevil resistance level. Key Words: sweet potato, clone, sweet potato weevil, resistant, susceptible.
PEMANFAATAN KACANG TANAH LOKAL SUMBA TIMUR SEBAGAI VARIETAS SPESIFIK LOKASI YANG TAHAN CEKAMAN KEKERINGAN DAN PENYAKIT PENTL'NG DI NTT (TAHUN I : MENGEVALUASI KERAGAMAN FENOTIPIK BARIS-BARIS FAMILI KACANG TANAH LOKAL SUMBA TIMUR HASIL SELEKSI GALUR). Oleh: Ir. Titik Sri Harini, .MP; Ir.G.B.Adwita Arsa,MP; Ir.Tarus Vincentius,M.Sc.,Ph.D ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh varietas kacang tanah spesifik lokasi yang tahan ce~aman kekeringan dan penyakit penting di NTT. Pelaksanaan penelitian dibagi dalam tiga tahap. Pada tahap pertama (tahun pertarna) dilakukan untuk rnengevaluasi keragaan 100 kantung kacang tanah hasil seleksi secara individual yang dilakukan pada tahun 2009 dari populasi kacang tanah yang tersedia. Populasi tersebut telah diseleksi dengan rnetode seleksi massa selama tiga kali rnusim tanam dalam kurun waktu 2006-2008. Evaluasi dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok sebanyak dua ulangan. Penanarnan 100 kantung kacang tanah hasil seleksi individual dilakukan dalam ernpat set penanarnan, masing-rnasing 25 kantung. Pengamatan dilakukan terhadap kornponen vegetatif maupun generatif tanarnan. Data pengamatan kemudian dianalisis statistik deskriptif dilanjutkan dengan analisis varians dan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Baris-baris famili digabung jika rnemiliki tingkat kerniripan cukup tinggi (di atas 95%). Setiap kelompok hasil penggabungan tersebut kernudian dijadikan satu galur. Pada tahap kedua dilakukan pengujian di lapangan dalam Rancangan Acak Kelompok dan di lingkungal1 terkontrol dalam Rancangan Acak Lengkap, menggunakan setiap galur yang dibentuk sebagai perlakuan. Percobaan pertarna adalah pengujian ketahanan terhadap cekaman kekeringan dengan berbagai rnetode pengujian dan percobaan kedua adalah pengujian ketahanan terhadap penyakit karat daun, serta terhadap bercak daun menggunakan sumber inokulan campuran dari beberapa lokasi sentra produksi kacang tanah. Pengamatan dilakukan terhadap variabel vegetatif dan generatif tanaman, serta variabel sifat ketahanan terhadap penyakit. Data pengamatan dianalisis dengan Analisis Varians dan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5%. Pada tahap ketiga dilakukan pengujian lapangan terhadap sejumlah galur terbaik (diperkirakan antara 3-5 galur) dari pengujian tahap kedua di atas pada sistem penanaman berbasis penerapam teknologi lokal petani dan teknologi perbaikannya di tiga lokasi sentra penanaman kacang tanah di NTT. Pada tahun pertama ini (2010) dilaksanakan penelitian tahap pertama. Kesimpulan hasil penelitian adalah: 1. Galur-galur yang dievaluasi masih menunjukkan keragarnan antar tanarnan yang cukup tinggi (nilai KK>25%) pada karakter jumlah cabang primer, jumlah polong per tanaman dan jumlah biji per polong, dan sudah menunjukkan keseragaman pada karakter tinggi tanaman, umur berbunga, dan umur panen. 2. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat sejumlah galur yang dapat digabung sebagai satu galur carnpuran, atas dasar kornponen hasil tanarnan yang sarna, sehingga dihasilkan tujuh galur campuran dari pengujian di Set 1, lima galur campuran dari pengujian di Set 2, . lima galur carnpuran di Set 3, dan tiga galur campuran di Set 4.
ABSTRACT
This experiment was conducted to obtain site-specific peanut varieties that withstand drought stress and major diseases in East Nusa Tenggara. The experiment was divided into three stages. The first stage (first year) was to evaluate the performance of 100 bags of peanuts resulted from individual selection of the available peanut population conducted in 2009. The population had been selected by mass selection method for three planting seasons in the period of 2006 to 2008. The evaluation was done with randomized block design in two replications. 100 bags of peanut of the selected individuals were planting in four sets, each 25 bags. Observations were conducted on the components of vegetative and generative characters of plants. Observational data were analyzed with descriptive statistics followed by analysis of variance and Duncan Multiple Range Test (DMRT) at 5% level. The family lines would be merged if it has a fairly high level of similarity (above 95%). Each group was then merged into one strain. In the second phase, the field testing was conducted in randomized block design and in a controlled environment in completely randomized design, using each strain that was formed as ~ treatment. The first experiment was a test for resistance to drought stress by various methods of testing and the second experiment was a test for resistance against leaf rust disease, ~s well as resistance against leaf spot disease, by having the inoculants of diseases from several locations of peanut producing area. Observations were carried out on vegetative and generative plant variables, and on the variable of disease resistant characters. Observation data were analyzed with analysis of variance and followed by Dtv1RT test at 5% level. In the third phase, the field testing was conducted on numbers of the best strains (estimated at between 3-5 strains) resulted from the second phase of testing on cropping systems based on the local technology application by farmers and the teclmology improvements in three central locations of peanut cultivation in East Nusa Tenggara. In this first year (2010), the first phase of research was being conducted. The conclusions of this study are: 1. Strains, which were evaluated, were still showing high diversity among the plants (KK values> 25%) on the character of the number of primary branches, number of pods per plant and number of seeds per pod, and had shown uniformity in plant height, flowering age, and age harvest. 2. The results showed that there were a number of strains that could be combined as a single mixture strain, on the basis of the same crop yield components, so that there were a mixture of seven strains of testing in Set 1, mixture of five strains of testing in Set 2, mixture of five strains in Set 3, and mixture of three strains in Set 4.