EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Juni 2012
Vol. 3, No. 1, Juni 2012, 47 - 56
Harimurti Prawirohardjo
47
PENGARUH KEJELASAN PERAN, MOTIVASI KERJA DAN NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI TERHADAP EFEKTIVITAS PELAKSANAAN TUGAS KARYAWAN (Studi Kasus pada Pegawai Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta) Harimurti Prawirohardjo Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra
ABSTRACT
The main objective of this study is to determine the relationship between the title role, work motivation and organizational culture of the effectiveness of performance Secretariat chief in the province of Yogyakarta Special Region. The sampling method is a survey of the entire head, amounting to 56 people. The analysis tool used is multiple regression. Research results indicate that the variable does not affect the clarity of roles / insignificant, work motivation positively affect and significant, organizational and cultural variables have a positive and significant impact on the effectiveness of the respondents. Keywords: Job Role, Work Motivation, Organizational Culture, Performance
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tahun 1999 merupakan momentum penting dalam sejarah desentralisasi di Indonesia. Pemerintahan yang sentralistis dikombinasikan dengan sistem politik otoriter ternyata semakin sulit dipertahankan. Sejalan dengan momentum tersebut, ketidak puasan daerah yang pada awalnya hanya dilakukan secara terselubung, mulai ditunjukkan secara terbuka. Pada saat itu, tidak kurang dari masyarakat Kalimantan Timur, Aceh, Irian Jaya, dan Riau telah melontarkan protes keras terhadap gaya sentralistis dan sekaligus eksploitatip yang dilakukan “Jakarta”. Hasilnya, pemerintah pusat pun kala itu bersedia untuk mendesentralisasikan kewenangannya melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Akhirnya kedua UU ini diamandemen menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dan UU Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dampak berlakunya kedua UU tersebut, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota secara cepat dan tanggap melakukan perubahan-perubahan di bidang pemerintahan dan pembangunan yang selama ini diselenggarakan secara centralistic system. Perubahan dari centralistic system ke decentralistic system lazim disebut dengan “Otonomi Daerah”. Otonomi daerah adalah kewenangan pemerintah di tingkat daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (lihat UU Nomor 32 Tahun 2004).
48
EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Perubahan paling signifikan yang terjadi di seluruh Pemerintah Daerah yaitu dilakukannya penataan kembali Organisasi Perangkat Daerah berdasarkan pada UU Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 (terakhir PP Nomor 8 Tahun 2003). Dalam peraturan tersebut, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota diberi kebebasan untuk mengatur Organisasi Perangkatnya sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Sebelum diberlakukannya UU Otonomi Daerah, terdapat dua tipe instansi di lingkungan Pemerintah Daerah yaitu pertama, instansi/lembaga yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat atau daerah di tingkat atasnya. Sebagai contoh Kantor Wilayah di Provinsi dan Kantor Cabang Biro di Kabupaten atau Kota. Kedua, instansi/Biro/badan/lembaga milik pemerintah Provinsi, kabupaten/kota itu sendiri, contoh Biro Ketentraman dan Ketertiban. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004, organisasi perangkat daerah yang dapat dibentuk Pemerintah Daerah terdiri dari tiga jenis organisasi, yaitu: (1) Sekretariat Daerah Provinsi atau Sekretariat Daerah Kabupaten/ Kota (2) Biro Provinsi, atau Biro Kabupaten/ Kota, dan (3) Lembaga Teknis Daerah Provinsi, atau Kabupaten/Kota yang masingmasing mempunyai tugas dan fungsi tertentu. Organisasi perangkat daerah yang akan menjadi subyek dalam penelitian ini adalah pejabat struktural eselon yakni kepala Bagian di lingkungan pemerintah propinsi DIY. Pemilihan subyek, didasarkan pada pertimbangan bahwa para pejabat inilah yang berperan sebagai frontline manager dalam organisasi, dimana mereka langsung berhadapan dengan staf atau anak buahnya. Namun karena terdapat banyak jabatan di lingkungan pemerintah DIY, maka penelitian ini hanya difokuskan pada para Kepala Sub Bagian di Lingkungan Sekretariat Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam upaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah yang efektif, diperlukan karyawan yang memiliki kemampuan tertentu sesuai dengan bidang tugasnya. Dalam hal ini Pegawai Negeri sebagai Aparatur Pemerintah,
Juni 2012
merupakan motor penggerak pembangunan. Mereka adalah perencana, pelaksana dan sekaligus diharapkan menjadi motivator atau pendorong semangat keikutsertaan masyarakat dalam gerak usaha memperbaiki seluruh aspek tata kehidupannya. Sebagai pendorong pembaharuan dan pembangunan masyarakat, dituntut perilaku keteladanan antara lain berupa sikap kreatif, inovatif, bertanggung jawab yang akan terukur melalui efektivitas kerja mereka dalam melaksanakan tugas di Struktur Birokrasi Pemerintahan. Dalam kehidupan berorganisasi selalu terjadi interaksi antara seseorang dengan lingkungan pekerjaannya. Lingkungan pekerjaan seseorang meliputi berbagai hal, seperti: (a) Pemimpin dan kepemimpinannya, (b) Suasana kerja, (c) Tempat kerja, kelengkapan dan sarana kerja, (d) Waktu serta jam-jam kerja dan sebagainya. Lingkungan pekerjaan ini pada suatu ketika dapat menimbulkan tekanan psikologis, misalnya: rasa cemas, tegang, khawatir, tersinggung, merasa tidak diperhatikan, dan sebagainya. Akibat lebih jauh dari tekanan psikologis tersebut, bisa merusak rasa kebersamaan, dan keutuhan kehidupan organisasi (Muchlas, 2005). Apabila hal ini terjadi, berarti derajat tekanan psikologis sudah sampai pada tingkat yang membahayakan sehingga bisa mematikan lahirnya motivasi seseorang. Penelitian ini ingin mengetahui efektivitas pelaksanaan tugas Kepala Sub Bagian di Lingkungan Sekretariat Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: a.
b.
Apakah ada pengaruh kejelasan peran terhadap efektivitas pelaksanaan tugas Kepala Sub Bagian di Lingkungan Sekretariat Pemerintah Provinsi DIY. Apakah ada pengaruh motivasi kerja terhadap efektivitas pelaksanaan tugas Kepala Sub Bagian di Lingkungan Sekretariat Pemerintah Provinsi DIY.
Juni 2012 c.
d.
Harimurti Prawirohardjo
Apakah ada pengaruh nilai-nilai budaya organisasi terhadap efektivitas pelaksanaan tugas Kepala Sub Bagian di Lingkungan Sekretariat Pemerintah Provinsi DIY. Faktor apakah yang paling dominan, diantara kejelasan peran, motivasi kerja dan nilai-nilai budaya organisasi terhadap efektivitas pelaksanaan tugas Kepala Sub Bagian di Lingkungan Sekretariat Pemerintah Provinsi DIY
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 1. Tinjauan Pustaka a. Motivasi pegawai dalam kerangka good governance Persoalan motivasi kerja pegawai dalam menciptakan birokrasi yang good governance perlu dikelola secara serius. Memotivasi karyawan dalam birokrasi yang good governance perlu dirancang dan dilaksanakan susun secara jelas dan terprogram. Jika program untuk memotivasi karyawan disampaikan secara baik, maka hal tersebut akan menjadi energi baru yang mendorong daya gerak atau karsa pegawai semakin tinggi. Semangat ini diperlukan agar supaya semua tugas pokok dan fungsi pegawai dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien di sisi lain pegawai yang bekerja dengan motivasi kerja tinggi akan memperoleh kepuasan kerja yang tinggi pula. Efek positif selanjutnya adalah pelayanan yang selalu berorientasi pada kepuasan para nasabah/klien/ masyarakat/publik. Sebaliknya jika pegawai memiliki motivasi kerja yang rendah, maka pelayanan yang diberikanpun menjadi tidak berorientasi pada kepuasan nasabah, masyarakat. Pelayanan publik di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh pemerintah. Sehingga pelayanan publik masih menjadi monopoli pemerintah. Hal tersebut mengakibatkan jika motivasi dan kualitas pegawai rendah maka pelayanan yang diberikan pun kepada publik menjadi tidak memuaskan.
49
b. Kejelasan Peran (Role Clarity) Pandangan seseorang mengenai bagaimana seseorang seharusnya bertindak dalam suatu situasi disebut dengan persepsi peran. Berdasarkan penafsiran bagaimana seseorang meyakinkan, berperilaku, akan menunjuk-kan tipe-tipe tertentu perilaku itu. Persepsi Seseorang diperoleh dari semua rangsangan di sekitarnya, teman, buku, film, televisi. Harapan seseorang atas suatu peran didefinisikan sebagai bagaimana seharusnya seseorang bertindak dalam situasi tertentu. Bagaimana seseorang berperilaku sebagian besar ditentukan oleh peran yang didefinisikan dalam konteks tindakannya. Contoh: Peran seorang senator Amerika diharapkan memiliki kesopanan dan harga diri, sedangkan seorang pelatih sepak bola dipandang memiliki agresivitas, dinamis, dan menginspirasi para pemainnya. Seorang karyawan akan dapat melaksanakan pekerjaannya secara efektif jika mereka mengetahui secara pasti tentang peran yang akan dilakukan dalam organisasi tempat bekerja. Dengan uraian tugas yang jelas, diharapkan setiap orang akan memahami dan menerima peran yang ditetapkan baginya, sehingga dapat dan mau melaksanakan tugas dengan baik. c. Nilai-Nilai Budaya Organisasi Menurut Robins (2002) budaya organisasi adalah suatu sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkatan bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang menjadi pedoman sumberdaya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga tiap anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku. Pemerintah Provinsi DIY telah mengeluarkan panduan budaya birokrasi yang disebut dan disingkat dengan
50
EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Si Sapta: “Selaras, Ahli-Profesional, Pelayanan Prima, Teladan-Keteladanan, Akal Budi Luhur”. Dalam konteks pelayanan publik, indikator perilaku Si Sapta itu sulit diukur. Tentu saja model budaya birokrasi yang tertuang dalam Si Sapta sangat dibutuhkan, namun juga perlu diperjelas indikator dan pertanggungjawaban terhadap publik secara transparan dan terukur. Harapannya adalah panduan budaya birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Si Sapta itu, tidak hanya menjadi panduan bagi penyelenggara pemerintah, tetapi melalui panduan budaya birokrasi itu, kinerja dan responsibilitas terhadap publik dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat diukur dan dipertanggungjawabkan. Dengan penerapan nilai-nilai budaya organisasi ini diharapkan dapat membangun organisasi yang berkarakter kuat sehingga mampu mengemban misi mensejahterakan masyarakat dengan berpegang pada sikap serta perilaku yang menekankan pada pelayanan berkualitas. Secara rinci penjabaran dari SAPTA adalah sebagai berikut: Selaras, yaitu karyawan diharapkan mampu menjaga kelestarian dan keselarasan hubungan dengan Tuhan, alam dan manusia. Ahli-Profesional, karyawan diharapkan mempunyai kompetensi dan komitmen terhadap pekerjaannya. Pelayanan prima, karyawan diharapkan mampu memberikan pelayanan lebih dari yang diharapkan masyarakat. Teladan, dimaknai sebagai karyawan diharapkan memiliki panutan/suri tauladan bagi lingkungannya. Akal budi luhur yaitu karyawan diharapkan memiliki kepribadian yang berbudi luhur yang terlebih karena perikemanusiaannya kepada masyarakat. d. Efektivitas Pelaksanaan Tugas Efektivitas organisasi pada dasarnya adalah efektivitas individu para anggotanya di dalam melaksanakan tugas sesuai dengan kedudukan dan peran mereka masing-masing dalam organisasi
Juni 2012
tersebut. Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai. Untuk mengukur efektivitas organisasi pemerintahan (birokrasi), bukanlah hal yang mudah. 2. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: a.
b.
c.
d.
Kejelasan peran berpengaruh positif terhadap efektivitas pelaksanaan tugas kepala Bagian (eselon IV) di Lingkungan Sekretariat Pemerintah Provinsi DIY Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap efektivitas pelaksanaan tugas kepala bagian (eselon IV) di Lingkungan Sekretariat Pemerintah Provinsi DIY. Nilai-nilai budaya organisasi berpengaruh positif terhadap efektivitas pelaksanaan tugas kepala bagian (eselon IV) di Lingkungan Sekretariat Pemerintah Provinsi DIY. Nilai budaya organisasi berpengaruh posistif terhadap efektivitas pelaksanaan tugas kepala bagian (eselon IV) di Lingkungan Sekretariat Pemerintah Provinsi DIY
METODA PENELITIAN 1. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah seluruh pejabat struktural tingkat eselon IV yang bertugas di Sekretariat Daerah Provinsi DIY. Berdasarkan data dari Biro Kepegawaian Pemerintah Provinsi DIY, jumlah pejabat tersebut berjumlah 56 orang. Penelitian ini merupakan survei karena seluruh populasi menjadi responden penelitian. 2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian Variabel penelitian, meliputi variabel dependent (terikat) dan independent (bebas). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah Efektivitas Pelaksanaan Tugas Kepala bagian. Sementara variabel independent adalah: kejelasan peran, motivasi kerja dan nilai-nilai budaya organisasi.
Juni 2012
Harimurti Prawirohardjo
Definisi operasional variabel penelitian ini, adalah sebagai berikut: a.
b.
c.
d.
Efektivitas pelaksanaan tugas, adalah kinerja yang melekat pada Kepala Bagian dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas sesuai dengan target tupoksi yang ditetapkan organisasi. Efektivitas pelaksanaan tugas jabatan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari White, J.R. dan R.R. Ruh. (1973) “Effects of Personal Value on the Relationship between Participation and Job Attitude” dalam Mas’ud (2004) Kejelasan peran, (sebagai lawan dari kekaburan peran) adalah suatu keadaan dimana Kepala Sub Bagian mempunyai informasi yang cukup memadai tentang apa yang menjadi tugas, batas-batas wewenang, tanggungjawab, hak, serta sifat pekerjaannya. Penerimaan peran adalah kesesuaian antara harapan seseorang yang didasarkan atas persepsi mengenai potensi dan kompetensi yang dimilikinya dengan jabatan atau posisi yang didudukinya dalam organisasi. Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan J. Rozzo, R.J. House dan S.I. Lirtzman (1970) “Role Conflict and Ambiguity in Complex Organization” dalam Mas’ud (2004). Motivasi kerja, adalah kekuatan yang mendorong semangat Kepala Sub Bagian agar melaksanakan tugas secara efektif. Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Purek, Udai (1985), “Motivational Analysis of Organizational Behaviour” dalam Mas’ud (2004) Nilai-nilai Budaya organisasi, adalah nilai-nilai yang mendasari bagaimana Kepala Bagian melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang disarikan dari buku saku budaya organisasi terbitan Pemerintah Provinsi DIY “Si Sapta”.
51
3. Pre-test atau Uji Coba Terhadap Kuesioner Pre-test diadakan untuk menyempurnakan kuesioner, dari sisi isi, desain, validitas, dan keandalan. Ada dua pre-test yang perlu dilakukan. Tes pertama terhadap isi, desain, dan tampilan, sedangkan test kedua terhadap keandalan pertanyaan (validity and reliability test). HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL ANALISIS 1. Profil Responden Jumlah kuesioner yang dikirimkan sebanyak 56 kuesioner dan yang kembali sebanyak 56 kuesioner atau 100%, serta kuesioner yang kembali semuanya terisi dengan lengkap sehingga semuanya dapat diolah. Karakteristik responden penelitian ini terdiri dari: Jenis Kelamin, Usia, Masa Kerja Jabatan dan Pendidikan Formal. 2. Uji Instrumen Penelitian a.
Uji validitas Dengan jumlah responden (n) . sebanyak 30 dan tingkat signifikansi 5% diperoleh nilai rtabel sebesar 0,2407. Hasil pengujian seperti terlihat di Tabel 1. menunjukkan korelasi yang relatif tinggi untuk semua pertanyaan, dimana semua nilai rhitung lebih besar daripada rtabel. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sudah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
52
Juni 2012
EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Tabel 1. Hasil Uji Validitas Butir pertanyaan Nilai r hitung 01 02 03 04 05
Nilai r tabel
Kritik pengujian
Variabel Kejelasan Peran r hitung > r tabel 0,6601 0,2407 r hitung > r tabel 0,6469 0,2407 r hitung > r tabel 0,8079 0,2407 r hitung > r tabel 0,6808 0,2407 r hitung > r tabel 0,4512 0,2407
01 02 03 04 05
Variabel Motivasi r hitung > r tabel 0,6914 0,2407 r hitung > r tabel 0,2416 0,2407 r hitung > r tabel 0,5547 0,2407 r hitung > r tabel 0,6456 0,2407 r hitung > r tabel 0,2771 0,2407 Variabel Budaya Organisasi r hitung > r tabel 0,7582 0,2407 r hitung > r tabel 0,8310 0,2407 r hitung > r tabel 0,6934 0,2407 r hitung > r tabel 0,7100 0,2407 r hitung > r tabel 0,6275 0,2407
01 02 03 04 05
Variabel Efektivitas r hitung > r tabel 0,2407 r hitung > r tabel 0,2407 r hitung > r tabel 0,2407 r hitung > r tabel 0,2407 r hitung > r tabel 0,2407
01 02 03 04 05
0,4635 0,5737 0,7802 0,7646 0,5412
Kesimpulan Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih Sahih
Sumber: Data Diolah
b. Uji Reliabilitas Pertanyaan dinyatakan reliabel jika nilai rhitung lebih besar dari nilai rtabel, dengan jumlah responden (n) sebanyak 30 dan tingkat signifikansi 5% diperoleh nilai rtabel sebesar
0,2407. Sedangkan rhitung didapatkan dengan metode Alpha Cronbach (Azwar, 2004) sehingga diperoleh hasil pengujian sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Nilai r hitung
Nilai r tabel
Kritik pengujian
Kesimpulan
Kejelasan Peran Motivasi Budaya Organisasi Efektivitas
0,8407 0,7073 0,8827 0,8186
0,2407 0,2407 0,2407 0,2407
r hitung > r tabel r hitung > r tabel r hitung > r tabel r hitung > r tabel
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Sumber: Data Diolah
Juni 2012
Harimurti Prawirohardjo
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa untuk semua variabel: kejelasan peran, motivasi, nilai-nilai budaya organisasi dan efektivitas memiliki reliabilitas yang baik dengan nilai alpha lebih dari 0,6 yang berarti instrumen kuesioner yang digunakan konsisten dalam melakukan pengukuran. PEMBAHASAN Hasil analisis Uji Regresi Linier Berganda menunjukkan adanya hubungan positif antara efektivitas pelaksanaan tugas jabatan dengan motivasi, kejelasan peran dan nilai-nilai budaya organisasi. Hubungan positif ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien regresi: nilai budaya organisasi = 0,742; kejelasan peran = 0,73; motivasi = 0,202. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima. Namun demikian, dari hasil analisis menunjukkan bahwa hanya variabel kejelasan peran yang tidak signifikan. Dalam persamaan model regresi ditunjukkan nilai thitung = 0,849, artinya bahwa nilai kejelasan peran tidak berarti pengaruhnya terhadap efektivitas pelaksanaan tugas jabatan. Hal ini sejalan dengan sinyalemen peneliti bahwa masih sering tampak adanya “tumpang tindih” tugas pokok dan fungsi yang dibebankan kepada pejabat yang bersangkutan. Pengamatan di lapangan masih menunjukkan bahwa bagianbagian tertentu dalam suatu bagian organisasi sekretariat daerah (dalam hal ini, Biro), tampak memiliki volume pekerjaan yang cukup besar, Sementara pada bagian lain (dalam suatu Biro) volume pekerjaan sangat sedikit, bahkan ada karyawan yang nampak tidak menerima tugas pekerjaan secara baik. Dalam hal ini, sikap sendiko dawuh atau menunggu perintah dari atasan, takut ambil risiko, rendahnya inisiatif untuk menyelesaikan pekerjaan masihsering terjadi. Dengan demikian, analisis peneliti atas fakta ini adalah kurang meratanya pembagian beban kerja di instansi tersebut. Hasil analisis lainnya yaitu motivasi (thitung = 2,466) dan nilai-nilai budaya organisasi (thitung = 8,989) signifikan. Kedua variabel tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap efektivitas pelaksanaan jabatan, namun nilai-nilai budaya organisasi lebih
53
signifikan daripada motivasi kerja. Fenomena ini dapat dipahami sebagai motivasi kerja kepala Bagian belum optimal, apabila ditinjau dan dibandingkan dengan tugas pokok dan fungsinya. Sementara nilai budaya organisasi masih sangat dipengaruhi oleh nilai budaya keraton dimana budaya ini menjunjung tinggi atasannya sehingga para pegawai tidak berani “nglancangi” atau mendahului melakukan pekerjaan sebelum diperintah oleh pimpinan mereka. Inilah yang sering dinamakan budaya sendiko dawuh. Adjusted R square menghasilkan koefisien determinan (R2) = 0,817 menunjukkan bahwa besar Sumbangan Efektif variabel motivasi, kejelasan peran dan nilai-nilai budaya organisasi secara bersama terhadap efektivitas kerja Kepala Bagian adalah sebesar 81,7%. Selebihnya 18,3% dipengaruhi oleh variabelvariabel lain yang tidak diteliti. Dengan kata lain variabel motivasi, kejelasan peran dan nilai-nilai budaya organisasi mempunyai andil sebesar 81,7% dalam mempengaruhi efektivitas pelaksanaan tugas jabatan Kepala Bagian. Sementara 18,3% dipengaruh faktorfaktor lain diluar variabel yang diteliti. SIMPULAN, REKOMENDASI, KETERBATASAN PENELITIAN 1. Simpulan Dari analisis yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: a.
Variabel kejelasan peran berpengaruh positif akan tetapi variabel tersebut tidak signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan pekerjaan Kepala Bagian. b. Variabel motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan pekerjaan Kepala Bagian. c. Variabel nilai budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan Kepala Bagian. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel independent motivasi kerja dan nilai budaya mempunyai pengaruh positif terhadap efektivitas pelaksanaan pekerjaan kepala bagian baik secara parsial maupun secara
54
EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi
simultan, namun variabel kejelasan peran yang tidak berpengaruh (signifikansi > 0.05). Nilai-nilai budaya organisasi mempunyai pengaruh yang terkuat atau dominan diantara ketiga variabel tersebut. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa hipotesis penelitian yang kedua, ketiga dan keempat adalah terdukung. 2. Rekomendasi a. Untuk meningkatkan kejelasan peran dalam Sekretariat Daerah Provinsi DIY, perlu dilakukan penataan pejabat yang memiliki potensi, kompetensi yang teruji, sehingga Pemerintah Provinsi DIY perlu melakukan reposisi atau penataan pada pengisian jabatan dan penyelarasan tugas pokok dan fungsi dalam struktur organisasi yang ada. b. Untuk meningkatkan apresiasi karyawan pada nilai-nilai budaya organisasi sekaligus meningkatkan kinerja karyawan perlu dilakukan sosialisasi dan pendalaman terhadap nilai-nilai budaya organisasi si SAPTA yang telah ditetapkan sebagai panduan kerja bagi seluruh pegawai Sekretariat Daerah Istimewa Yogyakarta. c. Untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai (Kepala Bagian) maka perlu dilakukan: 1) Meningkatkan dan memberikan porsi kepada para pejabat untuk lebih parsitipatif dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang mempengaruhi tugas pokok dan fungsi mereka. Misalnya mengikutsertakan dalam rapat, memberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat serta menerima usulan-usulan dari orang lain. 2) Memberikan kesempatan yang luas kepada para pejabat untuk mengembangkan diri melalui pendidikan formal dan informal. 3) Menumbuhkan rasa bangga pejabat terhadap pekerjaan atau jabatan yang diemban.
Juni 2012
4) Menciptakan lingkungan kerja yang dapat mendukung peningkatan kinerja, misalnya penciptaan lingkungan kerja yang memberikan rasa aman dalam bekerja, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan lingkungan kerja, menciptakan kondisi kenyamanan lingkungan kerja yang dapat mendukung kesuksesan dalam bekerja. 3. Keterbatasan Penelitian Peneliti ini mengalami keterbatasan. Pertama, secara teknis responden yang digunakan dalam penelitian ini relatif kecil dan terbatas (hanya di Sekretariat Daerah Provinsi DIY), sehingga power of test-nya dan tingkat generalisasinya rendah. Kedua, indikator yang digunakan sebagai variabel untuk mengukur efektivitas pelaksanaan tugas jabatan terbatas pada tiga variabel, yaitu kejelasan peran, motivasi kerja dan nilai budaya organisasi, sehingga banyak yang hal-hal terpendam atau tidak dapat digali secara mendalam. Secara konseptual, atau teoritis penelitian ini juga mengalami keterbatasan. Peneliti merasakan bahwa referensi yang membahas masalah topik/tema penelitian ini masih belum banyak. Kalaupun ada, pembahasan topik ini hanyalah merupakan bagian kecil dari suatu penelitian, jadi tidak secara mendalam membahas masalah ini. Sebagai akibatnya penulis secara pribadi merasa kurang puas dalam mengkaji masalah penelitian ini secara teoritis. Oleh karena itu, diharapkan peneliti lain yang berminat mengangkat topik ini sebagai tema penelitian dapat memperdalam pembahasannya, sehingga topik ini menjadi mengemuka dan sejajar dengan tema-tema manajemen sumberdaya manusia lainnya, seperti, kepemimpinan, manajemen karir, manajemen kinerja dan lain sebagainya. BIBLIOGRAFI Azwar, Saifuddin, 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Juni 2012 Gibson,
Harimurti Prawirohardjo
2003. Organizations: Behavior. Structure and Processes. Homewood. Richard D. Irwan and Mc Graw Hill.
Mas’ud, Fuad, 2004. Survei Diagnosis Organisasional: Konsep dan Aplikasi, Semarang: Badan Penerbit UNDIP Muchlas,
Makmuri, 2005. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gama Press
Pemerintah
55 Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.2005. SISAPTA, budaya pemerintahan
Robbins, Stephen P. and Barnwell, Neill. 2002. Organization Theory. 4th ed. New South Wales: Prentice Hall. Sugiyono, 2003, Statistik Untuk Penelitian, AlfaBeta, Bandung.
56
EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Juni 2012