Pengaruh Kebiasaan Intensitas Tinggi terhadap Kadar Kortisol Plasma pada Tikus Jantan Simon S. Marpaung Bagian Kimia Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara
Abstrak: Pertambahan penduduk, peningkatan iptek, dan pengotoran lingkungan menyebabkan pertambahan kebisingan. Pengaruh kebisingan ini terhadap kesehatan manusia memberikan efek pada pendengaran dan bukan pendengaran. Pengaruh pada bukan pendengaran menyebabkan stres dan ketegangan tinggi yang mengakibatkan kelainan psikosomatik. Jika berlangsung lama mengakibatkan kelainan fisik. Oleh karena itu, penelitian efek kebisingan intensitas tinggi pada tikus jantan menyebabkan pengaruh pada kadar kortisol plasma, berat badan, dan berat kelenjar adrenal. Penelitian eksperimental secara random meneliti tikus jantan (Rattus novergicus) berumur 40-60 hari dengan berat 250 – 350 g yang belum pernah diteliti. Selama 21 hari, 10 tikus jantan adalah group kontrol, 10 tikus jantan lainnya mendapat kebisingan dengan intensitas 90 dB(A)-95 dB(A), dan 10 ekor lagi dengan kebisingan 100 dB(A)-105 dB(A). Berat badan ditimbang setiap minggu dan pada hari ke-21 kebisingan dihentikan. Dilakukan penelitian pada kadar kortisol di dalam darah, berat badan, dan berat kelenjar adrenal. Data-data ini dianalisa dengan Analysis of Variance (ANOVA), menunjukkan perbedaan yang sangat berarti p < 0.05. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kebisingan menambah kadar kortisol dalam darah, mengurangi pertambahan berat badan tikus jantan, tetapi tidak mengakibatkan pertambahan berat kelenjar adrenal. Hubungan antara pertambahan kadar kortisol dan pertambahan berat badan dengan berat kelenjar adrenal dilakukan dengan analisa regresi dan hasilnya tidak berarti (p > 0.05). Kata kunci: kebisingan, kortisol, adrenal, berat badan
Abstract: The world population, the improvement of science and technology, and environmental pollution caused by noise are increasing day by day. The influence of the noise on people’s health brings an effect on both auditory and nonauditory senses. The influence on the nonauditory causes stress and high temper which result in psychosomatic weaknesses. If this condition lasts longer, it will be result physical disorder. Therefore, this study on the effect of noise with high intensity was done for male rats to in order to determine the change they experience in their cortisol level, body weight, and adrenal weight. This laboratory experimental study employed the Randomized Complete Block Design (RCBD) to examine 40-60 days old healthy male rats (Rattus novergicus) with body weight of 250 g – 350 g. In addition never be used in any experiment. For 21 days, 10 male rats are the control group, 10 male rats were heard the noise produced by using electric alarm with the intensity of 90 dB(A) – 95 dB(A). In the other 10 male rats were heard the noise with the intensity of 100 dB(A) – 105 dB(A). Their body weight was observed every week. On the 21st day, this treatment was stopped. Moreover their body weight, adrenal weight, and level of cortisol in their blood were studied. The data obtained were statistically analyzed by using the Analysis of Variance (ANOVA). In addition, the difference existing is significant if p < 0.05. The finding of this study reveals that the noise significantly increase the cortisol level in blood of the male rats [p = 0.0000 (p < 0.05)], significant reduce the increase of the male rats body weight [p = 0.0000 (p<0.05)], while the increase of adrenal weight is not significant [p = 0.353 (p>0.05)]. Correlation, regession analyse between the increase of cortisol level and the increase of body weight and adrenal weight are not significant (p > 0.05). This study proves that noise with high intensity is very influential on the cortisol level with the change in body weight of male Rattus novergicus, but is not influential on their adrenal weight. Keywords: noise, cortisol, adrenal, body weight
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebisingan adalah suatu bunyi intensitas tinggi, merupakan pencemaran yang mengganggu dan tidak disukai, dapat mengganggu percakapan, dan merusak alat 94
pendengaran (Albert, 1979).1 Anak-anak di daerah kebisingan intensitas tinggi lebih banyak menderita tekanan darah tinggi daripada anakanak di daerah kebisingan intensitas lebih rendah (Cohen, Krantz, 1982).2,3 Dalam penelitian Noise Exposure and Public Health (Passchier – Vermeer, 1933),4
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 2 y Juni 2006
Simon S. Marpaung
kebisingan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat yang meliputi kelainan pada kardiovaskuler, sistem hormonal, dan kekebalan.4,5 Kadar kortisol dan kolesterol serum darah meningkat pada tikus percobaan yang terpapar kebisingan dengan intensitas 85 dB(A) selama 30 hari (Abel, 1990). Efek ini menetap selama beberapa hari setelah kebisingan dihilangkan.6,7 Pengaruh kebisingan pada binatang percobaan akan menimbulkan stres ringan, menaikkan kadar kortikosteroid plasma 0 – 35 ng/ml setelah 10 – 20 jam pemaparan (Riley, 1981).8, 9,10 Efek keramaian dengan menambah tikus dalam satu kandang 640 ekor pada periode 6 jam/hari selama 8 hari, juga meningkatkan kadar kortikosteroid (Capel et al., 1980).11,12 Kebisingan pada suatu lingkungan, baik secara terus-menerus maupun tidak yang dikenakan pada tikus akan mempengaruhi kerja otak yang berhubungan dengan kelenjar endokrin. Keadaan ini disebabkan oleh adanya stimulus yang berasal dari kebisingan yang mempengaruhi kerja saraf otonom.13 Salah satu kelenjar endokrin yang terpengaruh oleh adanya suara bising adalah kelenjar korteks adrenal (Leake, 1985).13 Produksi akhir pada pembentukan kortikosteroid yang sangat penting adalah kortisol. Kortisol disekresi oleh korteks adrenal akibat pengaruh dari ACTH, stres, dan suatu ritme diurnal.14 Fungsi utama glukokortikoidsteroid adalah dalam metabolisme karbohidrat dan protein, mengatur sistem imun dan mekanisme adaptasi respons terhadap stres. Kadar kortisol diukur untuk evaluasi pituitary adrenal activity atau fungsi korteks adrenal.15,16 Aktivitas kelenjar korteks adrenal dapat dilihat dengan berbagai macam indikator meliputi kadar kortisol plasma dan pertambahan berat kelenjar adrenal (suprarenal gland).17 Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh kebisingan intensitas tinggi pada kadar kortisol plasma tikus jantan? Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh kebisingan intensitas tinggi terhadap kadar kortisol dalam darah tikus jantan dan untuk mengetahui perbedaan pengaruh berbagai intensitas kebisingan terhadap kadar kortisol dalam darah tikus jantan. CARA PENELITIAN Kegiatan penelitian dibagi 2 tahap, yaitu:
Pengaruh Kebiasaan Intensitas Tinggi …
Meliputi 30 ekor tikus jantan dewasa umur 40 - 60 hari, berat badan 250 g – 350 g. Pengelompokan dan pemberian perlakuan terhadap hewan percobaan dilaksanakan mengikuti pola Randomized Block Design (RBD). Di dalam pengelompokan hewan percobaan yang terdiri dari kelompok kontrol 10 ekor, kelompok eksperimental 10 ekor dengan kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) dan 10 ekor dengan kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A). Masing-masing 1 ekor tikus percobaan dalam kandang yang berukuran 900 cm². Selama penelitian hewan percobaan diberikan makanan pelet yang mengandung komponen-komponen nutrisi yang cukup untuk tikus laboratorium dan minum secara ad libitum yang diganti setiap hari selama penelitian berlangsung.17,23 Pengukuran berat badan hewan percobaan dilakukan sebelum dan sesudah penelitian, yakni minggu 0, minggu I, minggu II, dan minggu III. Pengukuran suhu dan kelembapan udara selama penelitian berkisar 20 oC – 25 oC dengan kelembaban 50% - 60% (Smith, 1988)18. 2. Tahap pelaksanaan Dilakukan selama 21 hari dengan ketentuan sebagai berikut: Sebelum perlakuan bising, semua hewan uji ditimbang berat badannya, masing-masing ditempatkan dalam ruang kontrol, ruang kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) dan 100 dB(A) – 105 dB(A). Kebisingan ruang perlakuan bersumber dari alat sirene elektrik yang sebelumnya telah diukur intensitasnya sesuai dengan yang dikehendaki. Perlakuan ini dilakukan selama 21 hari dan tiap harinya selama 8 jam. Setelah hari ke-21, kebisingan dihentikan 19. Cara memperoleh sampel adalah membunuh tikus dengan cara guillotine, darah ditampung dan langsung dimasukkan ke dalam tabung steril, ditutup, dan dibekukan selama ½ 1 jam, kemudian sentrifuge dan serum diambil dengan pipet eppendorf.20 Setelah itu hewan uji di-incisie dan diambil kelenjar adrenal (suprarenal) kanan dan kiri, dan dimasukkan ke dalam pengawet larutan formalin 10% untuk selanjutnya ditimbang berat kelenjar adrenal tersebut.21,22 ANALISA DATA Data yang diperoleh akan dipergunakan untuk menghitung nilai rata-rata berat badan, berat kelenjar adrenal, dan kadar kortisol plasma tikus laboratorium jantan.
1. Tahap persiapan penelitian
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 2 y Juni 2006
95
Karangan Asli
Untuk melihat pengaruh kebisingan intensitas tinggi terhadap kortisol dipergunakan uji statistik ANOVA (Analysis of Variance).22,23 Untuk melihat hubungan parameter pengaruh kebisingan intensitas tinggi terhadap kadar kortisol plasma dengan parameter lainnya, seperti pertambahan berat kelenjar adrenal dan berkurangnya pertambahan berat badan tikus jantan dilakukan analisis regresi dan korelasi.24 HASIL PENELITIAN Kadar Kortisol Hasil pengukuran kadar kortisol plasma tikus jantan menunjukkan kadar hormon yang bervariasi. Kadar hormon kortisol plasma pada kelompok kontrol tertinggi 18.10-1 ng/dl dan terendah 12.10-1 ng/dl. Rata-rata kadar kortisol plasma kelompok kontrol adalah 152.10-2 ± 215.10-3 ng/dl. Kadar hormon kortisol plasma kelompok hewan uji dengan kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) tertinggi adalah 26.10-1 ng/dl dan terendah adalah 18.10-1 ng/dl. Rata-rata kadar hormon kortisol plasma pada kelompok ini adalah 220.10-2 ± 249.10-3 ng/dl. Hasil pengukuran kadar hormon kortisol plasma tertinggi pada kelompok kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A) adalah 37.10-1 ng/dl dan terendah adalah 27.10-1 ng/dl. Rata-rata kadar hormon kortisol plasma kelompok kebisingan ini adalah 325.10-2 ± 389.10-3 ng/dl. Berat Kelenjar Adrenal Pengukuran berat kelenjar adrenal tikus jantan kanan dan kiri, pada berbagai kelompok menunjukkan jumlah yang bervariasi. Pada kelompok kontrol, berat kelenjar adrenal kanan tertinggi adalah 299.10-4 g dan terendah adalah 151.10-4 g. Rata-rata berat kelenjar adrenal kanan adalah 236.10-4 ± 50.10-4 g. Berat kelenjar adrenal kiri tertinggi adalah 334.10-4 dan terendah adalah 198.10-4 g. Rata-rata berat kelenjar adrenal kiri adalah 274.10-4 ± 79.10-4 g. Rata-rata berat kelenjar adrenal tikus jantan pada kelompok kontrol adalah 255.10-4 ± 53.10-4 g. Pada kelompok kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A), berat kelenjar adrenal kanan tertinggi adalah 322.10-4 g dan terendah adalah 230.10-4
g. Rata-rata berat kelenjar adrenal kanan adalah 265.10-4 ± 33.10-4 g. Berat kelenjar adrenal kiri tertinggi pada kelompok ini adalah 347.10-4 g dan terendah adalah 244.10-4 g. Rata-rata berat kelenjar adrenal kiri adalah 497.10-4 ± 68.10-4 g. Rata-rata berat kelenjar adrenal tikus jantan pada kelompok kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) adalah 381.10-4 ± 34.10-4 g. Pada kelompok kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A), berat kelenjar adrenal kanan tertinggi adalah 321.10-4 g dan terendah adalah 246.10-4 g. Rata-rata berat kelenjar adrenal kanan adalah 288.10-4 ± 31.10-4 g. Berat kelenjar adrenal kiri tertinggi adalah 396.10-4 dan terendah 234.10-4 g. Rata-rata berat kelenjar adrenal kiri adalah 295.10-4 ± 50.10-4 g. Ratarata berat kelenjar adrenal tikus jantan pada kelompok kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A) adalah 291.10-4 ± 38.10-4 g. Berat Badan Tikus Jantan Pengukuran berat badan tikus jantan pada berbagai kelompok dilakukan sebelum dan pengukuran berat badan kelompok kontrol mulai minggu 0, minggu I, minggu II, dan minggu III terjadi peningkatan. Rata-rata berat badan pada kelompok ini adalah 31152.10-2 g. Rata-rata berat badan tikus jantan pada minggu 0 adalah 28958.10-2 g dan pada minggu III adalah 32986.10-2 g. Rata-rata pertambahan berat badan tikus jantan pada kelompok ini adalah 4028.10-2 ± 276261.10-4 g. Hasil pengukuran berat badan tikus jantan pada kelompok kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) terjadi peningkatan. Rata-rata berat badan tikus jantan pada minggu 0 adalah 32184.10-2 g dan rata-rata berat badan tikus jantan pada minggu III adalah 33062.10-2 g. Rata-rata pertambahan berat badan tikus jantan pada kelompok ini adalah 8158.10-3 ± 35879.10-4 g. Hasil pengukuran berat badan kelompok kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A) terjadi peningkatan rata-rata berat badan pada minggu 0 adalah 30007.10-2 g dan pada minggu III adalah 30577.10-2 g. Rata-rata pertambahan berat badan tikus jantan pada kelompok ini adalah 498.10-2 ± 24254.10-4 g.
Tabel 1. Kadar hormon kortisol plasma tikus jantan Kelompok Kontrol Kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) Kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A)
N 10 10 10
X ± SD (ng/dl) 152.10-2 ± 215.10-3 220.10-2 ± 249.10-3 325.10-2 ± 389.10-3
P 0,000
Analisis variansi kadar hormon kortisol antara ketiga kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang bermakna p < 0,05.
96
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 2 y Juni 2006
Simon S. Marpaung
Pengaruh Kebiasaan Intensitas Tinggi …
Tabel 2 Berat kelenjar adrenal tikus jantan Kelompok Kontrol Kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) Kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A)
N 10 10 10
X ± SD (g) 255.10-4 ± 53.10-4 381.10-4 ± 34.10-4 291.10-4 ± 38.10-4
P 0,353
Analisis variansi berat kelenjar adrenal tikus jantan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) dan kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A) tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna, di mana p > 0,05. Pengukuran berat kelenjar adrenal ini cenderung menunjukkan pertambahan berat kelenjar adrenal, tetapi secara statistik tidak bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Tabel 3 Berat badan tikus jantan Rata-Rata Berat Badan (g) pada Minggu keKelompok
N
Kontrol Kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) Kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A)
0
I
II
III
10
28958.10-2
30826.10-2
31835.10-2
32986.10-2
10
32184.10-2
32303.10-2
32536.10-2
33062.10-2
10
30067.10-2
30170.10-2
30354.10-2
30577.10-2
Laju Pertambahan Berat Badan X ± SD (g) 4028.10-2 ± 276261.10-4 8158.10-3 ± 35879.10-4 498.10-2 ± 2425.10
P
0,000
Analisis variansi pertambahan berat badan tikus jantan pada ketiga kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang bermakna, di mana p < 0,05.
Tabel 4. Korelasi peningkatan kadar kortisol plasma dengan berat kelenjar adrenal Kelompok Kontrol Kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) Kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A)
Peningkatan Kadar Kortisol Plasma X ± SD (g) 152.10-2 ± 215.10-3 220.10-2 ± 249.10-3 325.10-2 ± 289.10-3
Peningkatan Berat Kelenjar X ± SD (g) 255.10-4 ± 53.10-4 381.10-4 ± 34.10-4 291.10-4 ± 38.10-4
P 0,507 0,434 0,547
Analisis regresi dan korelasi antara peningkatan kadar kortisol plasma dengan berat kelenjar adrenal pada semua kelompok tidak menunjukkan hubungan yang bermakna, di mana p > 0,05.
Tabel 5. Korelasi peningkatan kadar kortisol plasma dengan laju pertambahan berat badan Kelompok Kontrol Kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) Kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A)
Peningkatan Kadar Kortisol Plasma X ± SD (g) 152.10-2 ± 215.10-3 220.10-2 ± 249.10-3 325.10-2 ± 389.10-3
Laju Pertambahan Berat Badan X ± SD (g) 4028.10-2 ± 276261.10-4 8158.10-4 ± 35879.10-4 498.10-2 ± 2425.10-3
P 0,747 0,905 0,932
Analisis regresi dan korelasi antara peningkatan kadar kortisol plasma dengan berat badan pada semua kelompok tidak menunjukkan hubungan yang bermakna, di mana p > 0,05.
PEMBAHASAN Kenaikan kadar kortisol plasma disebabkan oleh kebisingan intensitas tinggi (stressor) mempengaruhi otak sekaligus menghasilkan CRH → ACTH ↑ → korteks adrenal → glukokortikoid (kortisol) ↑ (14, 16). Uji statistik ini menggambarkan adanya perbedaan nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 90 dB(A) – 95 dB(A) dan 100 dB(A) – 105 dB(A). Hasil analisis ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Riley (1981) dengan perlakuan yang berbeda penyebab stres. Penelitian terdahulu menggunakan hewan uji (tikus percobaan) dengan sumber kebisingan pada berbagai
keadaan pengelompokan dan waktu yang berbeda. Tingginya kadar hormon kortisol pada kelompok kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) dan kelompok kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A) dibanding kelompok kontrol ini sesuai dengan konsep kesadaran nonrefleks yang dikemukakan oleh Kryter (1985).5 Salah satu bagian teori tersebut menyatakan bahwa respons pada sistem nonauditorik pada dasarnya adalah berupa pengenalan kebisingan yang ada di lingkungannya. Besarnya respons yang diberikan oleh individu tergantung pada kemampuan dan pengetahuan individu serta oleh keadaan ketika terjadi terus menerus akan menyebabkan efek
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 2 y Juni 2006
97
Karangan Asli
yang merugikan terhadap kesehatan, baik fisiologis maupun psikologis.25 Kebisingan secara terus-menerus maupun terputus-putus yang dikenakan pada tikus akan mempengaruhi kerja otak yang berhubungan dengan fungsi kelenjar endokrin (Leake, 1985). Keadaan ini disebabkan oleh adanya stimulus berupa suara bising yang mempengaruhi kerja sistem saraf otonom. Armario (1984) menyatakan bahwa hubungan pituitary-adrenal dan pituitarythyroid diaktifkan juga oleh adanya stimulus kebisingan yang akut.9 Peningkatan kadar glukokortikoid (kortisol) plasma pada hewan normal menyebabkan korteks adrenal mengalami regresi sehingga berat kelenjar tidak bertambah akibat kebisingan. Adrenal tikus liar dan piaraan sangat berbeda. Apabila tikustikus liar dijinakkan, adrenal lambat laun menyusut ukurannya (Turner C.D., Bagnara J.T., 1988).15 Berkurangnya laju pertambahan berat badan pada kelompok pemaparan kebisingan intensitas tinggi diduga karena pada kelompok pemaparan bising kadar hormon tiroksin (T4) yang tinggi menyebabkan meningkatnya kecepatan metabolisme dan ekskresi nitrogen yang mengakibatkan protein endogen dan cadangan lemak di dalam tubuh akan dibongkar. Keadaan tersebut akan mengakibatkan turunnya berat badan. Meningkatnya kecepatan metabolisme diduga juga akan meningkatkan konsumsi oksigen (Greenspan dan Rapoport, 1983; Devin, 1982). Konsumsi oksigen akan meningkatkan pula penggunaan substrat energi seperti glukosa, asam lemak, dan protein (Con dan Stumps, 1976).19 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pengaruh kebisingan terhadap kadar kortisol plasma pada tikus jantan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pengaruh kebisingan selama tiga minggu terhadap kadar kortisol tikus jantan: ¾ Pada kelompok kontrol meningkat kadar kortisol plasma rata-rata sebanyak 1,5 ng/dl. Pada kelompok kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) meningkat kadar kortisol plasma rata-rata sebanyak 2,2 ng/dl. Pada kelompok kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A) meningkat kadar kortisol plasma rata-rata sebanyak 3,3 ng/dl. ¾ Pengaruh kebisingan terhadap kadar kortisol plasma tersebut di atas adalah bermakna (p < 0,05).
98
Pengaruh kebisingan selama tiga minggu terhadap berat kelenjar adrenal tikus jantan: ¾ Pada kelompok kontrol berat kelenjar adrenal rata-rata 0,0267 g. Pada kelompok kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A) berat kelenjar adrenal rata-rata sebanyak 0,0268 g. Pada kelompok kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A) berat kelenjar adrenal rata-rata sebanyak 0,0291 g. ¾ Pengaruh kebisingan terhadap berat kelenjar adrenal di atas tidak bermakna (p > 0,05). Pengaruh kebisingan selama tiga minggu terhadap laju pertambahan berat badan tikus jantan: ¾ Pada kelompok kontrol, laju -2 pertambahan berat badan 4028.10 ± 276261.10-4 g. ¾ Pada kelompok kebisingan 90 dB(A) – 95 dB(A), laju peningkatan berat badan tikus sebanyak 8158.10-3 ± 35879.10-4 g. ¾ Pada kelompok kebisingan 100 dB(A) – 105 dB(A), laju peningkatan berat badan tikus sebanyak 498.10-2 ± 2425.10-3 g. ¾ Pengaruh kebisingan terhadap laju pertambahan berat badan tikus jantan di atas bermakna (p < 0,05). Analisa regresi dan korelasi antara peningkatan kadar kortisol plasma dengan peningkatan berat kelenjar adrenal tikus jantan pada semua kelompok menunjukkan hubungan yang tidak bermakna (p > 0,05). Analisa regresi dan korelasi antara peningkatan kadar kortisol plasma dengan laju peningkatan berat badan tikus jantan pada semua kelompok menunjukkan hubungan yang tidak bermakna (p > 0,05). SARAN Dari hasil penelitian ini, dapat dilanjutkan penelitian pada tikus betina untuk dapat melihat perbedaan pengaruh kebisingan terhadap kadar kortisol plasma dan perbandingan ketahanan fisik antara tikus jantan dan tikus betina. Dapat dilanjutkan penelitian pengaruh kebisingan intensitas tinggi terhadap organ lain seperti pankreas, hati, atau lambung. DAFTAR PUSTAKA 1. Sumakmur PK (1992). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Cetakan ke-8 CV. Haji Masagung Jakarta 57-68.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 2 y Juni 2006
Simon S. Marpaung
Pengaruh Kebiasaan Intensitas Tinggi …
2.
Saenz LA, Stephenz RWB, Noise Pollution. New York: John Wiley and Sons, 1986. 201-246.
14. Ganong, WF. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Text Book of Medical Physiology), Jakarta, EGC, ed. 9;4-5.
3.
Wilda. 1999. Pengaruh Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Pekerja Masa Dewasa Dini Industri Karet Deli Medan, Tesis 1-67.
15. Turner C.D., Bagnara J.T. 1988. Endokrinologi Umum, Edisi VI. Penerbit Airlangga University Press, 425-430.
4.
Willy Passchier-Vermeer and Wim F. Passchier. 2000. Noise Exposure and Public Health, Environmental Health Perspectives Volume 108, Suplement.
5.
6.
Kryter KD. 1985. The Effects of Noises on Man, 2nd, Tokyo, Academic Press, 1985, 399-405. G Brandenberger, M Follnius, and C Trimolires. 1977. Failure of noise exposure to modify temporal patterns of plasma cortisol in man, Eur J Appl Physiol Occup Physiol May 10; 36 (4): 239-246.
7.
Juwairiyah Nasution. 2004. Uji Pengaruh Intensitas Kebisingan Tinggi Terhadap Kadar Kortisol Pada Tikus Betina, Tesis 136.
8.
Slaby AE, Tancreal LR, Lieb J. 1981. Clinical Psychiatric Medicine. Philadelphia Harper Row, Publisher: 68-69.
9.
Ann O’Leary. 1990. Stress, Emotion, and Human Immune Function, Rutgers – The State University of New Jersey, Psychological Bulletin, Vol. 108, No. 3, 365.
10. Sally French. 1992. Physiotherapy a Psychosocial Approach Linacre House, Jordan Hill, Oxford: 185-188. 11. Brannon L, Feist J. 1992. Health Psychology, Brooke/Cole Publishing Company Pacific Grove, California, second ed: 48-57.
16. Robert K Murray, [et al.], Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta Edisi 24, 1999;562-574. 17. Naiborhu A. 1997. Dampak Kebisingan, Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 7-12. 18. John B. Smith B. V. Sc. Soesanto Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan, Percobaan Di Daerah Tropis, Penerbit Universitas Indonesia, (VI-Press). 19. Tri Pitara M. Abdy Choliq C, Sri Kardarsih S. 2001. Pengaruh Kebisingan Intensitas Tinggi Terhadap Aktivitas Kelenjar Tiroid Mencit (Mus Musculus) Betina, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 223-224. 20. Gary P. Carlson. 1987. Factor Modifying Toxicity, Toxic, Toxic Subatances and Human Risk, Plenum Press, New York and London, 57-65. 21. Smith JB, dan Mangkoewidjojo (1988). Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia. 1-9, 37-57. 22. Mitruka, BM; Rawnsley, HM; Vandhera, DV, (1976). Animals for Medical Research, Models for The Study of Human Disease. A Wiley Medical Publication. Jhon Wiley and Son. New York. 23-27. 23. Kryter KD. 1994. Non Auditory Effect of Environmental Noise, American Journal of Epidemiology, Vol. 139, No. 4;380-389.
12. Frazetor TM. 1992. Human Stress, Wirk and Job Satistaction, Penterjemah Ny. Muliana, Jakarta, PT. Pustaka Binaman Pressindo, 3-10, 25-28.
24. Sarwono SW. 1994. Psikologi Lingkungan. Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan PT. Gramedia Indonesia: 92-97.
13. Vick RL. 1984. Contemporary Medical Physiology California: Addison Wesley Publishing Company: 327-332.
25. Robert WA, Michael DE, Andre WH, Industrial Hygiene, Prentice Hall Inc., New Jersey, 1976, 206.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 2 y Juni 2006
99