MT-50
0110: Didin S. Winatapura dkk.
PENGARUH KALSIUM TERHADAP SIFAT MAGNET BARIUM HEKSAFERIT HASIL SINTESIS DENGAN METODA KO-PRESIPITASI Didin S. Winatapura Sari H. Dewi, Wisnu Ari Adi dan Ridwan Pusat Teknologi Bahan Indusri Nuklir – BATAN Gd. 42. Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Telepon (021) 7562860, ext. 2013 e-mail:
[email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Bahan magnet Barium (Ba) heksaferit dengan komposisi Ba1-xCaxO.6Fe2O3 dengan x = 0 dan 0,1 hasil sintesis dengan metoda ko-presipitasi menggunakan larutan pengendap natrium hidroksia telah dilakukan. Prekursor hasil sintesis diberi perlakuan panas dengan variasi temperature 800, 900 dan 1000oC selama 3 jam di lingkungan atmosfir udara. Prekursor kemudian dianalisis dengan difraksi sinar-x (XRD), Transmission Electron microscope (TEM), Differential Thermal dan Thermogravimetric Analysis (DTA dan TGA) Vibrating Sample Magnetometer (VSM) dan specific surface area measurement (BET). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Prekursor heksaferit Ba1-xCaxO.6Fe2O3 dengan x = 0 dan 0,1 hasil sintesis dengan metoda ko-presipitasi, setelah sintering 800, 900 dan 1000oC telah membentuk fasa kristal Ba heksaferit dengan baik. Koersivitas magnet intrinsik Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 terukur sekitar Hci 5,06 kOe lebih besar bila dibandingkan dengan koersivitas magnet intrinsik BaO.6Fe2O3 dengan Hci 4,42 kOe setelah sintering 800oC. Nilai koersivitas yang tinggi ini sangat erat terkait dengan ukuran partikel Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 yang lebih halus. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan dengan TEM dan BET yang menunjukkan bahwa ukuran partikel Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 teramati sekitar 100nm dengan luas permukaan specific 12,294 m2/g lebih halus bila dibandingkan dengan ukuran partikel BaO.6Fe2O3 sekitar 200nm dan luas permukaan specific 9,556 m2/g. Sebaliknya, substitusi Ca ke dalam bahan BaO.6Fe2O3 menyebabkan magnet remanen Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 menjadi berkurang. Semakin tinggi temperatur sintering koersivitas magnet cenderung turun akibat pertumbuhan ukuran partikel. Kata kunci: Ba heksaferit, ko-presipitasi, koersivitas magnet, magnet remanen, sintering
I.
PENDAHULUAN
Bahan magnet heksaferit tipe M seperti (Ba,Sr)O.6Fe2O3 banyak diteliti dan dikembangkan oleh para peneliti karena memiliki sifat-sifat magnetik yang relatif kuat, seperti koersivitas intrinsik, medan anisotropis magnetik, magnetisasi saturasi dan suhu Curie yang tinggi, juga memiliki stabilitas kimia dan resistivitas korosi yang sangat baik [1]. Pemanfaatan bahan magnet dalam bidang microwave misalnya, banyak digunakan dalam peralatan militer sebagai Radar Absorbing Materials (RAM) yang dirancang untuk menyerap energi gelombang pendek yang diubah menjadi panas [2]. Di samping itu, pemanfaatan bahan magnet baik dalam industri rumah tangga maupun perkantoran yang
digunakan dalam berbagai peralatan dan sering dijumpai, bahkan juga penggunaan dalam teknologi fusi nuklir, peranan magnet sangat diperlukan sebagai pengungkung plasma yang merupakan partikel bermuatan dengan suhu >108 oC [2]. Bahan nanostruktur heksaferit energi tinggi dapat diperoleh apabila dapat dilakukan kontrol terhadap beberapa hal diantaranya: i) ukuran kristalit dapat diperkecil hingga dalam skala nanometer yakni melalui penyiapan serbuk prekursor yang homogen dengan ukuran nanometer, sehingga proses interdifusi dalam proses pembentukan fasa heksaferit berjalan dengan cepat pada suhu kalsinasi yang rendah ii) terbentuk sistem kristalit yang mendorong timbulnya efek magnetokristalin sehingga meningkatkan sifat anisotropi magnet bahan iii) mengurangi kemungkinan
MT-51
0110: Didin S. Winatapura dkk. terjadinya kontaminasi dalam proses pabrikasi, sehingga diperoleh sifat magnet yang maksimal [3]. Metoda wet chemical adalah salah satu cara yang paling mungkin untuk mendapatkan suatu sistem serbuk prekursor bahan heksaferit yang halus, homogen, dengan kontaminasi minimal [4,5]. Untuk menghindari aglomerasi yang berlebih selama proses presipitasi berlangsung akibat efek elekstrostatik, maka salah satu cara adalah dengan melakukan pengadukan larutan prekursor menggunakan magnetic strirrer. Proses wet chemical dengan metoda ko-presipitasi dalam proses sintesis bahan magnet memiliki keunggulan, yakni dapat menghasilkan bahan prekursor dalam jumlah yang cukup besar, dengan sifat-sifat kemagnetan bahan yang dihasilkan lebih baik dari pada menggunakan teknik preparasi yang relatif lebih sederhana seperti halnya proses metalurgi serbuk. Melalui metode wet chemical diharapkan dapat diperoleh ukuran serbuk prekursor magnet yang homogen, halus dan dengan kemurnian yang tinggi dengan sifat magnet bahan yang tinggi sehingga menghasilkan energi produk maksimum (BH)maks yang optimal. Homogenitas, ukuran serbuk yang halus dan dengan kemurnian tinggi memungkinkan untuk dilakukan proses pengontrolan pertumbuhan kristalit fasa heksaferit, sehingga diperoleh sifat magnet bahan yang optimal. Untuk mendapatkan bahan heksaferit energi tinggi, dalam penelitian ini komposisi bahan heksaferit BaO.6Fe2O3 akan dimodifikasi dengan melakukan proses substitusi sebagian Ba dengan unsur kalsium (Ca). Dari proses modifikasi yang dilakukan diharapkan diperoleh bahan selain mempunyai koersivitas magnet tinggi juga dapat dibuat bahan magnet yang bersifat anisotrop.
II.
Prekursor Ba1-xCaxO.6Fe2O3 dengan x = 0 dan 0,1 hasil pengendapan dicuci dengan air suling hingga diperoleh pH prekursor mendekati netral. Prekursor yang diperoleh dengan metoda ko-presitasi berupa fine powder berwarna dark brown dan tidak bersifat magnetik. Prekursor kemudian dikeringkan di dalam oven pada temperatur 100oC. Sebagian kecil dari prekursor yang telah dikeringkan diidentifikasi menggunakan Diffrential Thermal Analysis/Thermogravimetric Analysis (DTA/TGA), teknik difraksi sinar-x (XRD) dan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) Perlakuan panas (sintering) untuk pembentukan fasa BaO.6Fe2O3 dan Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 dilakukan pada variasi temperatur 800, 900 dan 1000⁰C selama tiga (3) jam dalam suasana atmosfir udara. Identifikasi fasa dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x (target: Cu-Kα). Sifat magnetik bahan dalam bentuk serbuk diukur menggunakan (VSM) dengan medan magnet luar maksimum 1 Tesla, yang terdapat di Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir- Batan. Sedangkan morfologi kristalit BaO.6Fe2O3 dan Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 diidentifikasi dengan Transmission Electron Microscope (TEM), yang terdapat di Departemen Kimia, UGM.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Gambar 1 dapat dilihat kurva DTA/TGA prekursor BaO.6Fe2O3 heksaferit sebelum dilakukan proses pemanasan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui temperatur transisi dari prekursor ke fasa heksaferit BaO.6Fe2O3 dan stabilitas termalnya. Berdasarkan hasil uji ini proses perlakuan panas bahan heksaferit Ba heksaferit dilakukan di atas suhu 710.
METODOLOGI
Prekursor Ba1-xCaxO.6Fe2O3 dengan x = 0 dan 0,1 disintesis dari bahan dasar serbuk FeCl3.6H2O, BaCl2.2H2O dan CaCl2.2H2O dengan kemurnian tinggi lebih besar dari 99,5% (katalog Merk). Proses diawali dengan melarutkan bahan FeCl3.6H2O, BaCl2.2H2O dan CaCl2.2H2O sebanyak 0 dan 1% berat dari BaCl2.2H2O di dalam 40 ml air suling dengan perbandingan molar Fe/Ba masing-masing adalah 8,9/1,1. Proporsi Ba sedikit dilebihkan untuk menjaga jumlah Ba di dalam sistem larutan tetap proporsional setelah proses pencucian. Proses homogenisasi larutan Fe dan Ba dilakukan menggunakan magnetic stirrer masing-masing selama 2 jam. Proses pengendapan (presipitasi) prekursor Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 dilakukan pada suhu sekitar 50oC menggunakan larutan pengendap basa natrium hidroksia (NaOH) yang ditambahkan secara perlahan (10ml/menit) sambil tetap dilakukan pengadukan hingga larutan kedua prekursor mencapai pH=12 [6].
Gambar 1. Kurva DTA/TGA prekursor BaO.6Fe2O3 hasil sintesis dengan metoda ko-presipitasi. Berdasarkan kurva DTA/TGA pada Gambar 1, memperlihatkan bahwa prekursor heksaferit memiliki dua (2) puncak endotermik, yaitu pada temperatur 239oC dan 710oC. Puncak endotermik pada 239oC merupakan penguapan dari pelarut yang masih tersisa (residual solvent) dan pelepasan uap air dari prekursor, sedang puncak
MT-52 endotermik kedua pada temperatur 710oC sangat mungkin terkait erat dengan proses pembentukan fasa barium heksaferit. Dari data Plot TGA pada Gambar 1 memperlihatkan weight loss cukup signifikan dari mulai temperatur 680oC sampai 750oC. Berdasarkan pada hasil pengujian ini, maka proses pemanasan prekursor heksaferit dilakukan dengan variasi temperatur 800, 900 dan 1000oC. Pada Gambar 2 profil b - d, diperlihatkan pola difraksi sinar-x bahan serbuk Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 hasil sintesis dengan metoda ko-presipitasi menggunakan larutan NaOH, setelah sintering pada temperatur 800, 900 dan 1000oC.
0110: Didin S. Winatapura dkk. Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 hasil sintesis dengan larutan NaOH setelah proses sintering 800oC sekitar 100 nm. Berdasarkan kurva histerisi Gambar 3, diperoleh bahwa koersivitas magnet intrinsik Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 setelah sintering 800oC terukur sebesar, Hci 5,06 kOe.
Gambar 3. Kurva histeresis serbuk magnet Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 hasil sintesis dengan NaOH setelah sintering 800, 900 dan 1000⁰C selama 3 jam.
Gambar 2. Pola difraksi sinar-x serbuk prekursor dan Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 heksaferit hasil proses presipitasi dengan NaOH setelah sintering 800, 900 dan 1000oC selama 3 jam. Puncak difraksi yang relatif sangat tajam menunjukkan bahwa bahan telah mengkristal dengan baik. Puncak difraksi yang relatif lebar, mencerminkan bahwa ukuran kristalit prekursor Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 sangat halus, yang mungkin mendorong terbentuknya fasa Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 berlangsung pada suhu rendah. Namun masih teramati adanya fasa non-magnetik hematit, -Fe2O3 (tanda x) dan fasa barium mono-ferit, BaFe2O4 (tanda 0) yang bersifat anti-feromagnetik dan mempengaruhi sifat magnetik partikel. Ukuran serbuk prekursor yang halus akan membantu proses interdifusi atomik menjadi lebih baik selama proses pemanasan. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran dengan VSM, yang memperlihatkan bahwa nilai koersivitas serbuk magnet Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 tinggi, lihat Gambar 3. Pengukuran sampel dengan VSM menghasilkan kurva histerisis yang menyatakan hubungan antara magnetisasi, σ (emu/g) terhadap medan magnet terpasang, H (kOe). Dari kurva magnetisasi diperoleh koersivitas magnet intrinsik, Hci, magnet saturasi, σs dan magnet remanen, σr. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan dengan TEM yang mememperlihatkan bahwa ukuran partikel
Berdasarkan image TEM pada Gambar 4, terlihat bahwa partikel Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 heksaferit hasil sintesis dengan larutan pengendap NaOH cenderung teraglomerasi membentuk kluster-kluster dengan bentuk dan ukuran berbeda.
Gambar 4. Bright field image TEM partikel Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 hasil sintesis dengan NaOH setelah sintering 800oC selama 3 jam. Hal ini karena NaOH merupakan basa kuat dan bersifat higroskopis yang mudah menyerap uap air, sehingga proses reaksi pengendapan berlangsung relatip cepat. Ini menunjukkan bahwa NaOH kurang berfungsi dengan baik dalam menstabilkan pengontrolan prekursor heksaferit dan pada akhirnya proses aglomerasi butiran mudah terjadi. Bila Gambar 3, diperhatikan lebih seksama, terlihat bahwa koersivitas magnet menyusut dengan meningkatnya temperature sintering sampai 1000oc. Fenomena ini sangat
0110: Didin S. Winatapura dkk.
MT-53
erat terkait dengan proses pertumbuhan butir. Seperti terlihat pada Gambar 5, Ukuran partikel Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 tumbuh menjadi tiga (2) hingga empat (3) kali lebih besar setelah sintering pada temperature 1000oC.
Gambar 5. Image TEM morfologi partikel Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 hasil sintesis dengan NaOH setelah sintering 1000oC selama 3 jam. Pola difraksi sinar-x BaO.6Fe2O3 hasil sintesis dengan metoda ko-presipitasi setelah sintering 800oC dapat dilihat pada Gambar 6. Puncak difraksi yang relatif sangat tajam mencerminkan bahwa bahan mengkristal dengan baik. Lebar puncak difraksi yang relatif sempit menunjukkan bahwa ukuran kristalit bahan relatif cukup besar. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan dengan TEM, seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 5. Pola difraksi sinar-x serbuk BaO.6Fe2O3 heksaferit hasil proses presipitasi dengan NaOH setelah sintering 800oC selama 3 jam. Tanda x adalah fasa Fe2O3. Pada Gambar 6 terlihat bahwa ukuran partikel BaO.6Fe2O3 setelah sintering 800oC sekitar 200nm, sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan ukuran partikel Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 setelah sintering 800oC sekitar 100nm, lihat Gambar 4. Hal ini didukung oleh hasil pengukuran luas permukaan spesific (BET) yang menunjukkan bahwa partikel Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 memiliki luas permukaan partikel lebih tinggi, sekitar 12,294 m2/g bila dinbandingkan dengan luas permukaan partikel BaO.6Fe2O3 yang hanya 9,556 m2/g.
Gambar 6. Image TEM dari partikel BaO.6Fe2O3 hasil presipitasi dengan NaOH setelah sintering 800oC selama 3 jam. Koersivitas magnet intrinsik yang terukur dari bahan Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 ini sedikit lebih tinggi, dengan Hci 5,06 kOe, bila dibandingkan dengan koersivitas magnet intrinsik BaO.6Fe2O3 yang tanpa substitusi Ca, dengan Hci 4,42 kOe, seperti diperlihatkan pada Gambar 7a dan 7b.
Gambar 7. Kurva histeresis serbuk magnet a). BaO.6Fe2O3 dan b). Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 hasil presipitasi dengan NaOH setelah sintering 800oC, selama 3 jam. Namun sebaliknya, magnet remanen BO.6Fe2O3 lebih tinggi, dengan σr 26,80 emu/g dari pada magnet remanen Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 dengan σr 21,34 emu/g, lihat Gambar 7. Fenomena turunnya magnet remanen Ba0,9Ca0,1O.6Fe2O3 heksaferit terkait erat dengan tergabungnya ion Ca ke dalam struktur heksagonal. Dalam hal ini, karena adanya perbedaan jari-jari antara ion Ca (1,14 Å) dengan ion Ba (1,49 Å) menyebabkan perpindahan dinding atau rotasi spin sangat mungkin terhambat oleh regangan kisi yang dihasilkan oleh ion–ion tersebut [7]. Mengingat medan magnet eksternal yang dimiliki peralatan VSM yang tersedia sangat terbatas, hanya 1 T atau 10 kOe, maka kondisi saturasi magnetik, σs sangat sulit
MT-54
0110: Didin S. Winatapura dkk.
untuk dicapai. Peneliti terdahulu [8] telah menentukan saturasi magnetik, σs melalui perhitungan dengan pendekatan metode Jiles-Atherto (J-A) [8], yang menghasilkan σs 102 emu/gr dari bahan magnet serbuk SrO.6Fe2O3 hasil proses sintesis dengan suhu sintering 800⁰C.
IV.
KESIMPULAN
Bahan magnet Ba1-xCaxO.6Fe2O3 dengan x = 0 dan 0,1 hasil sintesis dengan metoda ko-presipitasi menggunakan larutan pengendap NaOH telah berhasil disintesis. Hasil pengukuran dengan VSM menunjukkan bahwa koersivitas magnet intrinsik Bahan magnet Ba1-xCaxO.6Fe2O3 untuk x = 0,1 tertinggi dicapai sekitar Hci 5,06 kOe setelah sintering 800oC dan cenderung turun dengan semakin tingginya temperatur sintering oleh akibat pertumbuhan ukuran partikel. Koersivitas yang tinggi ini disebabkan oleh ukuran partikel yang halus mendekati single domain. Namun sebaliknya, magnet remanen Ba1-xCaxO.6Fe2O3 untuk x = 0,1 lebih rendah, yang terkait erat dengan tergabungnya ion Ca ke dalam struktur heksagonal yang menyebabkan rotasi spin terhambat oleh regangan kisi yang dihasilkan oleh ion–ion tersebut
DAFTAR PUSTAKA [1]. A. Firgali, M. K. Zayed, M. H. Kehdr dan A. F. Moustafa (2008), Phase and Conductivity Dynamics of Sr Hexaferrites Nanocrystals in a Hydrogen Gas Flow, Vol. 3 (5), pp. 131 – 139. [2]. RIDWAN, (2010), Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Zat Padat, Batan, Serpong. [3]. Vladimir J., A. Gruscova, Josep Slama dan R. Dasaudil, (2006), Study Sr and Ba Hexaferrites Prepared By Low Temperature Auto-Comstion Method, Vol. 57, No. 8/S, pp. 163-166. [4]. A. Drmota, A. Znidarsic dan A. Kosak, (2009), Synthesis of Sr Hexaferit Nanoparticles Prepares By Co-precipitation Method and Microemulsion Processing, onference Series 200 (2010) 082005. [5]. Hsing-I, Hsiang dan Ren Qian Yao, (2007), Hexagonal Ferrites Powder Synthesis Using Chemicals Coprecpitation, Materials Chemistry and Physics 104, pp. 1-4. [6]. P. D. Popa, E. Rezlescu, C. Doroftei, N., (2005), Influence of Calsium onProperties of Sr and Ba Ferrites For Magnetic Media Prepared By Combustion, Vol. 7 No. 3, pp. 1553-1556. [7]. H. Taguchi, F. Hirata, T. Takeishi, (1996), Synthesis of Ca Substituted Ba Hexaferrites BY co-precipitation
Method, Japan Soc. Powder and Powder Metallurgy Vol. 19, No. 43, pp 19-24. [8]. Ridwan dan Didin S. Winatapura, (2012), Karakterisasi SrO.6Fe2O3 Koersivitas Tinggi Hasil Sintesis dengan Metode Kimia Basah, Jurnal Sains Materi Indonesia, No. 1 Vol 3
. .