Tahun XXII, No. 2 Agustus 2012
Majalah Ekonomi
PENGARUH INTRINSIC GOALS PADA COMPULSIVE BUYING (STUDI PADA MAHASISWI DI SEMARANG) Euis Soliha, Pudji Utomo dan Suzy Widyasari Fakultas Ekonomi Universitas Stikubank Semarang ABSTRAK Penelitian ini mencoba mempelajari fenomena perilaku pembelian negatif dalam dunia pemasaran yaitu tentang pembelian kompulsif. Pembelian kompulsif didefinisikan sebagai kondisi kronis, dimana seseorang melakukan pembelian berulang yang terjadi sebagai peristiwa negatif atau perasaan (Faber dan O "Guinn, 1989). Dalam penelitian ini, peneliti meneliti bagaimana pengaruh tujuan intrinsik dari pembelian kompulsif. Tujuan intrinsik adalah tujuan nyata seseorang, seperti self-acceptance, affiliation, and community feeling. Populasi dalam penelitian ini adalah pelajar di Kota Semarang dengan jumlah sampel sebanyak 104 responden. Peneliti menggunakan Regresi Linier berganda untuk menjawab permasalahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Self-penerimaan Turun (SAC), Afiliasi Turun (AFC), dan Komunitas Pentingnya Merasa (CFI) mempengaruhi pembelian kompulsif . Kata kunci: pembelian kompulsif, tujuan intrinsik, penerimaan diri, afiliasi, perasaan masyarakat.
ABSTRACT This research tries studies phenomenon behavior of negative purchasing in marketing world that is about compulsive buying. Compulsive buying defined as a chronic condition, where someone does repetitive purchasing that occurs as a negative events or feeling (Faber and O"Guinn, 1989). In this research, researcher examines how influence intrinsic goals at compulsive buying. Intrinsic goals are purpose of real person, like as self-acceptance, affiliation, and community feeling. Population in this research is students in Kota Semarang, with 104 respondents as sample. Researcher applies Multiple Linier Regression for answer the problem. Result of research indicates that Self-Acceptance Chance (SAC), Affiliation Chance (AFC), and Community Feeling Importance (CFI) influence compulsive buying. Keywords: compulsive buying, intrinsic goal, self-acceptance, affiliation, community feeling.
1.
PENDAHULUAN
Penelitian-penelitian yang mempelajari fenomena perilaku pembelian yang negatif sangatlah penting dalam perkembangan dunia pemasaran, khususnya terhadap ilmu perilaku konsumen. Dittmar (2005) menyatakan terdapat empat tipe kelainan terkait dengan perilaku pembelian, yaitu: impulse control, compulsive, addiction, dan depression. Salah satu yang penting untuk dibahas adalah compulsive buying, karena perilaku ini dapat menimbulkan pengaruh yang negatif pada individu dan masyarakat (Gwin, et al., 2005). Dampak yang kemungkinan besar dapat muncul dari compulsive buying meliputi berbagai aspek, misalnya dari sisi finansial adalah tingginya hutang kartu kredit dan rendahnya dana yang bisa ditabung. Sementara dari sisi psikologis
muncul rasa gelisah, depresi, frustasi, dan bahkan konflik interpersonal (Roberts, 1998). Compulsive buying didefinisikan sebagai suatu kondisi kronis, di mana seseorang melakukan aktivitas pembelian berulang sebagai akibat dari adanya peristiwa yang tidak menyenangkan ataupun perasaan yang negatif (Faber dan O'Guinn, 1998). Bagi sebagian besar orang, membeli sesuatu atau berbelanja merupakan kegiatan yang normal dan rutin dilakukan seharihari. Namun untuk mereka yang memiliki kecenderungan sebagai compulsive buyer , ketidakmampuan mengendalikan hasrat untuk membeli sesuatu akan mendorong mereka untuk melakukan apa saja asalkan hasrat tersebut dapat terpenuhi.
- 173 -
Tahun XXII, No. 2 Agustus 2012
Majalah Ekonomi
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi compulsive buying. Faktor pertama adalah keluarga. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa compulsive behaviors dipengaruhi oleh perilaku dari anggota keluarga yang lain (Robert, 1998). Faktor kedua adalah psychological (penghargaan diri, status sosial yang dipersepsikan, dan fantasi). Faktor ketiga adalah sociological (tayangan televisi, teman sebaya, frekuensi berbelanja, serta kemudahan mengakses dan menggunakan kartu kredit pada compulsive buying). Selain dari faktor-faktor tersebut, terdapat juga pengaruh dari personal goals pada compulsive buying. Roberts dan Pirog (2004) melakukan penelitian tentang pengaruh personal goals pada compulsive buying. Personal goals terdiri dari intrinsic dan ekstrinsic goals (Robert dan Pirog, 2004). Intrinsic goals merupakan tujuan pribadi
2.
yang hakiki, seperti self-acceptance, affiliation, dan community feeling. Extrinsic goals merupakan tujuan pribadi yang tidak hakiki, seperti financial success, attractive, appearance, dan social recognition. Beberapa bukti penelitian empirik menyatakan bahwa mayoritas dari compulsive buyer adalah wanita. Wanita lebih mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan kesenangan dari kegiatan berbelanja. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Intrinsic Goals pada Compulsive Buying (Studi pada Mahasiswi di Semarang). Adapun permasalahan yang ingin diteliti adalah: apakah terdapat pengaruh intrinsic goals pada compulsive buying?
KERANGKA TEORITIS
Personal Goals Banyak perilaku konsumen yang muncul diakibatkan karena adanya tujuan yang ingin dicapai konsumen tersebut (Robert dan Pirog, 2004). Assael (2001) juga menyatakan tujuan adalah sesuatu hal yang dapat menggerakkan perilaku konsumen dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Tujuan yang dimiliki seorang konsumen dapat mempengaruhi dorongan untuk berperilaku dalam rangka untuk memuaskan dirinya (Roberts dan Pirog, 2004). Assael (2001) juga menyatakan bahwa semakin besar hasrat yang dimiliki seorang konsumen untuk mencapai tujuan, maka semakin tinggi juga motivasi untuk memuaskan kebutuhannya. Perilaku yang tidak konsisten atau kontra produktif dengan pencapaian tujuan secara umum dipandang sebagai sesuatu yang tidak rasional dan dapat menimbulkan perasaan yang buruk. Compulsive Buying Setiap konsumen pasti mempunyai keinginan untuk membeli sesuatu secara terus menerus. Namun jika pembelian ini berlebihan, maka hal inilah yang biasa disebut sebagai compulsive buying (Kwak et al., 2003). Kwak et al. (2003) menyatakan bahwa definisi apapun untuk menjelaskan compulsive buying haruslah memasukkan dua kriteria, yaitu: 1) Perilakunya haruslah terjadi berulang-ulang, dan; 2) Perilakunya haruslah menimbulkan masalah bagi individu tersebut.
Berdasarkan dua kriteria di atas, maka Kwak et al. (2003) mendefinisikan compulsive buying sebagai ”pembelian yang terus menerus, berulang-ulang yang menjadi sebuah respon utama dari peristiwa-peristiwa dan perasaan-perasaan yang negatif.” Di mana aktivitas pembelian tersebut mungkin akan memberikan penghargaan dalam jangka pendek, dan sangat sulit untuk dihentikan serta akan menimbul-kan konsekuensi yang berbahaya. Intrinsic Goals dan Compulsive Buying Intrinsic goals seperti self-acceptance, affiliation, dan community feeling fokus pada pemuasan kebutuhan psikologis. Seseorang yang fokus pada intrinsic goals biasanya mempunyai tingkah laku yang baik, bahagia, puas dengan kehidupannya, mempunyai citra diri yang tinggi, tidak egois dan kecil kecenderungannya untuk kecanduan alkohol dan obat-obatan (Roberts dan Pirog, 2004). Hubungan antara intrinsic goals dan compulsive buying dapat dijelaskan dengan beberapa argumen berikut. Pertama sesuai dengan definisinya compulsive buying adalah suatu respon dari peristiwa-peristiwa dan perasaan-perasaan negatif. Seseorang yang fokus pada instrinsic goals tidak berusaha untuk mendapatkan barang-barang yang mewah untuk meningkatkan citra dirinya atau membuat hidupnya menjadi lebih bermakna. Lebih lanjut, seseorang yang fokus pada instrinsic goals tidak mengharapkan kebutuhan psikologisnya terpuaskan karena perilaku pembelian. Kedua, seseorang yang memiliki citra diri yang tinggi dan
- 174 -
Tahun XXII, No. 2 Agustus 2012
Majalah Ekonomi
puas dengan kehidupannya sekarang dapat mencegah dirinya untuk berperilaku seperti compulsive buyer. Model dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Self-Acceptance Importance
Hipotesis 1 H 1a : Self-acceptance importance berpengaruh negatif pada compulsive buying H 1b : Self-acceptance chance berpengaruh negatif pada compulsive buying Hipotesis 2 H 2a : Affiliation importance berpengaruh negatif pada compulsive buying H 2b : Affiliation chance berpengaruh negatif pada compulsive buying
Self-Acceptance Chance Affiliation Importance
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Compulsive Buying
Hipotesis 3 H 3a : Community feeling importance berpengaruh negatif pada compulsive buying H 3b : Community feeling chance berpengaruh negatif pada compulsive buying
Affiliation Chance Community Feeling Importance Community Feeling Chance
3.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian Untuk menguji hipotesis, peneliti melakukan survei. Survei merupakan proses pengukuran yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan menggunakan kuesioner ataupun dengan wawancara (Cooper dan Schindler, 2006) Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah mahasiswi Universitas Stikubank Semarang. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Sampel yang dipilih adalah mahasiswa S1 yang berusia antara 18-24 tahun, dengan alasan sebagai berikut: a. Beberapa tulisan mengatakan bahwa anggota generasi X (20-32 tahun) memiliki sifat materialistis yang tinggi, dan Assael (2001) juga menyatakan bahwa umur belasan tahun atau teens (13-19 tahun) lebih materialistik daripada generasigenerasi sebelumnya. Roberts (2000) menunjukkan adanya hubungan positif antara materialisme dan compulsive buying. Oleh karena itu mereka yang berusia 18-24 tahun memiliki kecenderungan untuk melakukan compulsive buying.
b. Penelitian yang dilakukan Roberts (2000) menunjukkan bahwa adanya sebuah peningkatan dari tingkat compulsive buying pada anggotaanggota generasi X dibandingkan generasigenerasi sebelumnya. c. Assael (2001) menyatakan bahwa remaja usia belasan tahun (13-19 tahun) lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman sebaya dan menonton tayangan televisi. Roberts (1998) menyatakan bahwa terdapat pengaruh dari teman sebaya dan tayangan televisi pada compulsive buying. Oleh karena itu mereka dapat mempunyai kecenderungan untuk melakukan compulsive buying. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden secara langsung. Instrumen Penelitian Instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Dimensi Importance - Self-Acceptance Importance (SAI): pandangan mengenai penting atau tidaknya penerimaan
- 175 -
Tahun XXII, No. 2 Agustus 2012
Majalah Ekonomi
diri yang mengarah pada keinginan untuk mengembangkan kejiwaan, penghargaan diri, dan otonomi. - Affiliation Importance (AFI): pandangan mengenai penting atau tidaknya affiliasi dengan keluarga dan teman. - Community Feeling Importance (CFI): pandangan mengenai penting atau tidaknya sense of community. b. Dimensi Chance - Self-Acceptance Chance (SAC): kesempatan untuk mencapai penerimaan diri yang mengarah pada keinginan untuk mengembangkan kejiwaan, penghargaan diri, dan otonomi. - Affiliation Chance (AFC): kesempatan untuk beraffiliasi dengan keluarga dan teman. - Community Feeling Chance (CFC): kesempatan untuk merasakan sense of community. Masing-masing dimensi diukur dengan skala Likert. Dimensi intrinsic goals importance diukur dengan skala 5 point: sangat tidak penting (1), tidak penting (2), netral (3), penting (4), dan sangat penting (5). Dimensi chance diukur dengan skala 5 point: sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), netral (3), setuju (4), dan sangat setuju (5).
4.
c. Compulsive Buying Compulsive buying diukur dengan menggunakan 11 item pertanyaan compulsive buying scale (CBS) yang dikembangkan oleh D'Astous, et al. (1990). Skala yang digunakan adalah skala Likert dengan skala 6 point, dari sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (6). Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas digunakan untuk mengukur ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur konstruk yang seharusnya diukur. Uji validitas dilakukan dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran berulang kali terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama. Dalam penelitian ini uji reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha. Metode Analisis Data Untuk menguji pengaruh intrinsic goals pada compulsive buying digunakan regresi linier berganda (Multiple Linier Regression).
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 104 orang mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Stikubank Semarang. Adapun karakteristik responden berdasarkan umur sebagai berikut: Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Umur 17 tahun 18 tahun 19 tahun 20 tahun 21 tahun 22 tahun 23 tahun Total
Frekuensi Persentase 2 6 24 34 28 8 2 104
1,9 5,8 23,1 32,7 26,9 7,7 1,9 100
Sumber: data primer yang diolah (2009)
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa dari 104 orang responden berusia antara 17- 23 tahun. Persentase terbesar adalah mahasiswi berusia 20
tahun yaitu sebanyak 34% dan yang terkecil adalah mahasiswi usia 17 tahun dan 23 tahun yang masingmasing sebesar 2%. Hasil Uji Validitas Pengujian validitas dilakukan melalui Confirmatory Factor Analysis (CFA) melalui Software SPSS 15. Pengujian Validitas pertama menunjukkan nilai KMO MSA sebesar 0,590>0,50. Sedangkan Barlett Test dengan Chi Square 2087,455 maka dapat disimpulkan bahwa uji analisis faktor dapat dilanjutkan. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa semua item pertanyaan valid karena semua item mempunyai faktor loading lebih dari 0,40 (Riyanto, 2006) kecuali untuk item-item SAI1, SAC8, AFI9, AFI10, AFC14, CFI19, CFC24, CFC25, CB35, CB36, CB37, dan CB38 mempunyai faktor loading kurang dari 0,40 sehingga didrop. Pengujian validitas kedua setelah mengeluarkan item-item yang mempunyai faktor loading kurang dari 0,40 menunjukkan nilai KMO MSA sebesar 0,677>0,50. Sedangkan nilai Barlett Test dengan
- 176 -
Tahun XXII, No. 2 Agustus 2012
Majalah Ekonomi
Chi Square 1329,880 dan signifikan pada 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa uji analisis faktor dapat dilanjutkan. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa semua item pertanyaan valid karena semua item mempunyai faktor loading lebih dari 0,40 (Riyanto, 2006) serta indikator SAI2 sampai SAI4 mengelompok pada faktor 5, indikator SAC5 sampai SAC7 mengelompok pada faktor 6, indikator AFI11 sampai AFI13 mengelompok pada faktor 3, indikator AFC15 sampai AFC18 mengelompok pada faktor 2, indikator CFI20 sampai CFI23 mengelompok pada faktor 4, indikator CFC26 sampai CFC28 mengelompok pada faktor 7, serta indikator CB29, CB30, CB31, CB32, CB33, CB34 dan CB39 mengelompok pada faktor 1 sebagaimana terlihat pada Tabel 2.
Tabel 3 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Cronbach's Alpha Rule of Thumb Keterangan SAI SAC AFI AFC CFI CFC CB
SAI2 SAI3 SAI4 SAC5 SAC6 SAC7 AFI11 AFI12 AFI13 AFC15 AFC16 AFC17 AFC18 CFI20 CFI21 CFI22 CFI23 CFC26 CFC27 CFC28 CB29 CB30 CB31 CB32 CB33 CB34 CB39
2
3
4
5
6
7
-.110 -.064 -.036 -.105 -.068 -.078 .095 .057 .032 .160 .058 .194 .096 .062 .194 .189 -.029 .114 .035 -.341 .644 .489 .706 .777 .760 .738 .574
-.030 .074 .081 .052 .045 .051 .204 .188 .179 .730 .883 .792 .889 -.018 -.023 -.067 .365 -.016 .034 .115 .219 .178 .127 .024 -.046 .186 .006
.004 .203 .049 .000 .094 .037 .905 .881 .815 .140 .171 .318 .069 .240 .033 -.033 -.177 .038 .010 -.102 -.178 .085 .207 -.069 .104 -.051 .120
-.010 .019 -.007 -.014 .099 .076 .039 -.013 .096 -.027 -.008 .055 .029 .804 .714 .755 .573 .076 .251 .542 .222 .142 .018 .045 .048 -.190 .140
.819 .744 .828 .237 -.100 .086 .090 .058 .135 -.008 .116 .010 .040 -.006 .063 -.055 -.067 -.144 -.015 .099 -.046 -.166 -.135 -.030 -.114 -.031 .229
.015 .057 .124 .790 .788 .798 .054 .037 .063 .244 .008 .017 -.042 .004 .124 .219 -.221 -.072 -.076 -.041 -.138 .048 -.160 -.055 .043 -.143 .008
-.147 .003 .013 .036 -.122 -.060 .092 .042 -.095 .054 -.030 -.061 .080 .079 .213 .246 -.306 .783 .752 .534 -.201 -.110 .070 .086 .147 .186 -.115
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Tabel 4 Model Summary Model
R
R Square
1
.423(a)
.179
a
1
0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Uji Regresi Linier Berganda
Tabel 2 Hasil Analisis Faktor Component
0,759 0,750 0,895 0,885 0,725 0,683 0,818
Adjusted Std. Error of R.Square the Estimate .128
.57767
Predictors : (Constant), CFCmean, AFImean, SACmean, SAImean, AFCmean, CFImean
Tabel 5 ANOVA(b) Model
Sum of Squares
DF
1Regression Residual Total
7.069 32.369 39.438
6 97 103
a
Mean Square 1.178 .334
F
Sig.
3.531 .003(a)
Predictors: (Constant), CFCmean, AFImean, SACmean, SAImean, AFCmean, CFImean Dependent Variable: CBmean
b
Tabel 6 Hasil Uji Regresi Berganda Model 1(Constant) SAImean SACmean AFImean AFCmean CFImean CFCmean
Hasil Uji Reliabilitas Rules of Thumb yang dipakai adalah Cronbach's Alpha harus lebih besar dari 0,60 (Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2006). Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa semua variabel telah memenuhi uji reliabilitas di mana α > 0,60 sebagaimana terlihat pada Tabel 3.
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B
Std.Error
2.490 -.150 -.333 .070 .329 .349 -.177
1.065 .095 .165 .106 .134 .149 .143
t
Sig.
Beta
B
Std.Error
-.151 -.191 .067 .248 .238 -.124
2.338 -1.585 -2.017 .659 2.457 2.348 -1.235
.021 .116 .046 .511 .016 .021 .220
a Dependent Variable: CBmean
Persamaan Regresinya sebagai berikut: Y = -1,585X1 - 2,017X2 + 0,659X3 + 2,457X4 + 2,348X5 – 1,235X6
- 177 -
Tahun XXII, No. 2 Agustus 2012
Majalah Ekonomi
Dari hasil regresi menunjukkan bahwa: Self-acceptance importance (X1) berpengaruh negatif pada compulsive buying Self-acceptance chance (X2) berpengaruh negatif pada compulsive buying Affiliation importance (X3) berpengaruh positif pada compulsive buying Affiliation chance (X4) berpengaruh positif pada compulsive buying Community feeling importance (X5) berpengaruh positif pada compulsive buying Community feeling chance (X6) berpengaruh negatif pada compulsive buying. Pengujian Hipotesis Dari hasil uji hipotesis terlihat bahwa: Pengujian hipotesis 1 H 1a: Self-acceptance importanc e berpengaruh negatif pada compulsive buying H 1b: Self-acceptance chance berpengaruh negatif pada compulsive buying Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, tingkat signifikansi terhadap SAI sebesar 0,116 > 0,05 berarti hipotesis tidak didukung. Sedangkan tingkat signifikansi SAC sebesar 0,046 < 0,05 berarti hipotesis didukung. Self-Acceptance Importance (SAI) merupakan pandangan mengenai penting atau tidaknya penerimaan diri yang mengarah pada keinginan untuk mengembangkan kejiwaan, penghargaan diri, dan otonomi ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap compulsive buying. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya compulsive buying dimana seseorang melakukan aktivitas pembelian berulang sebagai akibat dari adanya peristiwa yang tidak menyenangkan ataupun perasaan negatif ini tidak dipengaruhi oleh pandangan mengenai penting tidaknya penerimaan diri. Self-Acceptance Importance ini yang mengarah pada keinginan untuk mengembangkan kejiwaan, penghargaan diri, dan otonomi ini merupakan proses kesadaran dalam diri seorang manusia. Self-Acceptance Chance (SAC) merupakan kesempatan untuk mencapai penerimaan diri yang mengarah pada keinginan untuk mengembangkan kejiwaan, penghargaan diri, dan otonomi ternyata berpengaruh negatif signifikan terhadap compulsive buying. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya Self-Acceptance Chance akan menyebabkan penurunan pada compulsive buying. Adanya Self-Acceptance Chance ini menyebabkan seseorang mempunyai kesempatan untuk mencapai penerimaan diri yang mengarah pada keinginan
untuk mengembangkan kejiwaan, penghargaan diri, dan otonomi sehingga seseorang akan dapat mengendalikan adanya peristiwa yang tidak menyenangkan ataupun adanya perasaan negatif. Pengujian hipotesis 2 H 2a: Affiliation importance berpengaruh negatif pada compulsive buying H 2b: Affiliation chance berpengaruh negatif pada compulsive buying Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, tingkat signifikansi terhadap AFI sebesar 0,511 > 0,05 berarti hipotesis tidak didukung. Sedangkan tingkat signifikansi AFC sebesar 0,016 < 0,05 berarti hipotesis didukung. Affiliation Importance (AFI) merupakan pandangan mengenai penting atau tidaknya affiliasi dengan keluarga dan teman ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap compulsive buying. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya compulsive buying dimana seseorang melakukan aktivitas pembelian berulang sebagai akibat dari adanya peristiwa yang tidak menyenangkan ataupun perasaan negatif ini tidak dipengaruhi oleh pandangan mengenai penting tidaknya afiliasi dengan keluarga dan teman. Affiliation Chance (AFC) merupakan kesempatan untuk beraffiliasi dengan keluarga dan teman ternyata berpengaruh positif signifikan terhadap compulsive buying. Semakin besar kesempatan untuk berafiliasi dengan keluarga dan teman akan berpengaruh terhadap terjadinya compulsive buying. Seseorang yang berafiliasi dengan keluarga dan teman akan menerima banyak informasi dari keluarga dan teman sehingga akan mempengaruhi terjadinya compulsive buying. Pengujian hipotesis 3 H 3a: Community feeling importance berpe-ngaruh negatif pada compulsive buying H 3b: Community feeling chance berpengaruh negatif pada compulsive buying Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, tingkat signifikansi terhadap CFI sebesar 0,021 < 0,05 berarti hipotesis didukung. Sedangkan tingkat signifikansi CFC sebesar 0,220 > 0,05 berarti hipotesis tidak didukung. Community Feeling Importance (CFI) merupakan pandangan mengenai penting atau tidaknya sense of community ternyata berpengaruh positif signifikan terhadap compulsive buying. Adanya peningkatan pada Community Feeling Importance akan meningkatkan terjadinya compulsive buying. Adanya Community Feeling Importance ini menyebabkan orang merasa penting terhadap sense of
- 178 -
Tahun XXII, No. 2 Agustus 2012
Majalah Ekonomi
community/kesadaran untuk berkomunitas yang akan mempengaruhi terjadinya compulsive buying. Community Feeling Chance (CFC) merupakan kesempatan untuk merasakan sense of community
5.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh intrinsic goals pada compulsive buying ini terjadi pada Self-Acceptance Chance (SAC), Affiliation Chance (AFC), dan Community Feeling Importance (CFI). Atau dapat dikatakan bahwa Self-Acceptance Chance berpengaruh negatif secara signifikan pada compulsive buying. Affiliation Chance (AFC) berpengaruh positif secara signifikan pada compulsive buying. Sedangkan Community Feeling Importance (CFI) berpengaruh positif secara signifikan pada compulsive buying. Jadi compulsive buying akan meningkat dipengaruhi oleh peningkatan Affiliation Chance dan Community Feeling Importance. Sedangkan adanya peningkatan Self Acceptance Chance akan mempengaruhi penurunan pada compulsive buying. Intrinsic goals yang lain seperti Self-Acceptance Importance (SAI), Affiliation Importance (AFI), dan Community Feeling Chance (CFC) ternyata tidak berpengaruh secara signifikan pada compulsive buying. Implikasi Penelitian Bagi pemasar compulsive buying ini merupakan hal yang menguntungkan karena terjadi aktivitas pembelian berulang. Berdasarkan penelitian ini ternyata peningkatan compulsive buying ini dipengaruhi oleh peningkatan Affiliation Chance dan Community Feeling Importance. Affiliation Chance merupakan kesempatan untuk berafiliasi dengan keluarga dan teman. Pemasar dalam hal ini bisa meningkatkan pemasarannya dengan meningkatkan
ternyata tidak berperngaruh secara signifikan terhadap compulsive buying. Adanya Community Feeling Chance tidak mempe-ngaruhi terjadinya compulsive buying.
proses komunikasi yang bisa berupa periklanan. Periklanan akan menyebarluaskan informasi mengenai produk atau jasa yang ditawarkan. Pemasar hendaknya meningkatkan service/ pelayanan kepada konsumennya karena hal ini akan mempengaruhi adanya word of mouth atau informasi dari mulut ke mulut. Adanya afiliasi ini akan mempengaruhi terjadinya word of mouth. Jika perusahaan memberikan pelayanan yang tidak memuaskan maka dengan adanya word of mouth ini akan cepat tersebar luas. Community Feeling Importance merupakan pandangan mengenai penting atau tidaknya sense of community . Pemasar dalam hal ini bisa mempengaruhi konsumen dengan adanya reference group dalam periklanannya. Adanya reference group ini dapat mempengaruhi konsumen dalam sumber rujukan terjadinya proses pengambilan keputusan pembelian. 3.
Keterbatasan dan Saran Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan. Pertama, dalam penelitian ini peneliti hanya melihat faktor intrinsic goals saja yang mempengaruhi compulsive buying. Untuk penelitian mendatang hendaknya melihat juga faktor extrinsic goals. Kedua, populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi. Mahasiswi ini pada umumnya belum mempunyai penghasilan sendiri sehingga daya belinya dibatasi oleh uang sakunya. Untuk penelitian mendatang hendaknya bisa dijadikan sebagai populasi adalah para wanita pekerja. Wanita pekerja ini tentu saja sudah mempunyai penghasilan sendiri sehingga mempunyai daya beli yang tinggi.
- 179 -
Tahun XXII, No. 2 Agustus 2012
Majalah Ekonomi
DAFTAR KEPUSTAKAAN Assael, H, 2001. Consumer Behavior and Marketing Action, 6th Ed. Singapore, Thomson Learning. Cooper, D.R, and Schindler, P.S. 2006. Business Research Methods, 9th Ed. New York, McGraw-Hill. Crask, M, Fox, R.J., and Stout, R.G. 1995. Marketing Research: Principles and Applications, Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. D'Astous, A., Maltais, J., and Roberge, C. 1990. “Compulsive Buying Tendencies of Adolescent Consumers,” Advances in Consumer Research, Vol. 17, pp. 306-313. Dittmar, H, 2005. “Compulsive Buying-A Growing Concern? An Examination of Gender, Age, and Endorsement of Materialistic Values As Predictors,” British Journal of Psychology, Vol.96, pp. 467-491. Faber, R.J. and O'Guinn, T.C, 1989. “Compulsive Buying: A Phenomenological Exploration,” Journal of Consumer Research, Vol. 16, pp. 147-157. Ghozali, Imam, 2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gwin, C.F., James, A.R.; and Carlos, R.M, 2005. “Nature Vs Nurture: The Role of Family in Compulsive Buying,” Marketing Management Journal, Vol. 15, pp. 95-107. Hair, Jr, Joseph, F., William, C.B, Babin, B.J., Anderson, R.E., and Tatham, R.L.. 2006. Data Analysis th Multivariate, 6 Ed. Upper Saddle River, NJ: Pearson Education, Inc. Kwak, H.;Zinkhan, G.M.; and Crask, M.R, 2003. “Diagnostic Screener for Compulsive Buying: Applications to the USA and South Korea,” The Journal of Consumer Affairs, Vol. 37, No. 1, pp. 161-169. Riyanto LS dan Bambang, 2006. Hand Out Kuliah Praktikum Analisis Statistika, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada. Roberts, J.A, 1998. “Compulsive Buying Among College Students: An Investigation of its Antecedents, Consequences, and Implications for Public Policy,” The Journal of Consumer Affairs, Vol. 32, No.2, pp. 295-319. Roberts, J.A, 2000. “Consuming In A Consumer Culture: College Students, Materialism, Status Consumption, and Compulsive Buying,” The Marketing Management Journal, Vol.10, Issue 2, pp. 76-91. Roberts, J.A. and Pirog, S.F, 2004. “ Personal Goals and Their Role in Consumer Behavior: The Case of Compulsive Buying,” Journal of Marketing Theory & Practice, Summer, pp. 61-73.
- 180 -