COMPULSIVE BUYING : TINJAUAN PEMASAR DAN PSIKOLOG Oleh : Titin Ekowati
Abstract The study of consumer behavior that related with individual charachteristic is compulsive buying. Individual who doing it called compulsive buyer. The condition have related to marketing and psichologycal science. Based on marketer compulsive buying is favorable condition and profitable to the company. But based on psycholog the fenomena is not favorable. Because it create stress condition, depression and financial distress for individual. Key word : Compulsive buying, marketer, psicholog
PENDAHULUAN Munculnya
pusat-pusat
Wujud berhasilnya pembangunan perbelanjaan ekonomi
di
Indonesia
menunjukkan
semakin
adalah ketatnya persaingan di bidang ritel.
peningkatan
pendapatan
perkapita. Menurut Sekertaris Dewan Pengurus
Dampak dari naiknya pendapatan adalah Daerah
Asosiasi
Pengusaha
Ritel
perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia (Aprindo), bisnis ritel akan yang terlihat dari perkembangan pusatmenjadi semakin padat, sehingga kuenya pusat
perbelanjaan.
Konsumsi
atau juga akan terbagi-bagi. Dalam kondisi
belanja bukan lagi dianggap sebagai ini akan terjadi perang harga antar ritel. tindakan dengan mengeluarkan sejumlah Hal
ini
justru
menguntungkan
uang untuk mendapatkan barang tetapi masyarakat selaku konsumen. Adanya juga melibatkan unsur rekreasi sebagai liberalisasi di sektor perdagangan yang pemenuhan
kebutuhan ditandai dengan masuknya hypermarket
psikologis(Nafisah, 2001).. seperti Giant, Makro, dan Carefour
membuat
bisnis
ritel
lokal
harus
(compulsive buyer), ketidakmampuan
mempersiapkan diri kalau tidak mau
mengendalikan hasrat untuk membeli
tersisih. Karena mereka mempunyai
sesuatu
keunggulan di bidang teknologi, sistem
tersebut untuk melakukan apa saja
dan sumber daya manusia (Pikiran
asalkan hasrat yang ada dapat terpenuhi.
Rakyat, 2 Agustus 2005).
Sehingga
Saat ini berbelanja sudah menjadi
akan
mendorong
dapat
kecenderungan
individu
dikatakan
seseorang
untuk
gaya hidup masyarakat modern. Hal ini
melakukan pembelian berulang sebagai
dibuktikan dengan besarnya waktu dan
akibat dari adanya peristiwa yang tidak
tenaga yang dicurahkan konsumen untuk
menyenangkan ataupun perasaan negatif
melakukan aktivitas ini. Berbelanja kini
disebut
bukan hanya sekedar untuk mendapatkan
(Faber dan O’Guinn, 1989).
sebagai
compulsive
buying
produk yang diinginkan saja, tetapi juga menjadi suatu aktivitas yang dilakukan
COMPULSIVE BUYING DARI SISI PEMASAR
untuk memuaskan motif-motif sosial dan personal (Bloch et al.1994 ; Guiry et al.,2006). Bagi membeli
(compulsive buying) dari sisi pemasar telah menjadi fenomena yang makin
sebagian sesuatu
besar atau
orang,
berbelanja
merupakan kegiatan yang normal dan rutin dilakukan sehari-hari. Namun bagi individu yang memiliki kecenderungan sebagai
Perilaku pembelian yang kompulsif
pembeli
yang
kompulsif
meluas
dan
terus
berkembang.
Compulsive buying menjadi masalah yang penting dalam pemasaran dan perilaku konsumen, karena perilaku ini dapat
memberikan
pengaruh
yang
negatif pada individu dan masyarakat
(Gwin et al. 2005). Dampak yang
mereka untuk melakukan apa saja
kemungkinan besar dapat terjadi dari
asalkan hasrat tersebut dapat terpenuhi.
perilaku
pembelian
kompulsif
Dampak positif dari compulsive
meliputi berbagai aspek, misalnya dari
buying dalam jangka pendek adalah
sisi finansial adalah tingginya hutang
kepuasan dan kesenangan yang langsung
kartu kredit dan rendahnya dana yang
dapat dirasakan dari aktivitas pembelian
bisa ditabung (Roberts, 1998).
tersebut.
Faber
dan
yang
Perlu
diperhatikan
bahwa
O’Guinn
(1989)
compulsive buyers tidak
compulsive
buying
pembelian semata-mata hanya untuk
sebagai suatu kondisi kronis, dimana
mendapatkan suatu produk tertentu,
seorang individu melakukan aktivitas
tetapi lebih dititikberatkan pada hasrat
pembelian berulang sebagai akibat dari
untuk
adanya
tidak
kesenangan melalui proses pembelian
menyenangkan maupun perasaan yang
yang dilakukan oleh individu. Dalam
negatif. Bagi sebagian besar orang,
jangka panjang, compulsive buying dapat
membeli
berbelanja
menimbulkan dampak yang negatif,
merupakan kegiatan yang normal dan
yaitu : kebangkrutan, hutang yang
dilakukan sehari –hari. Namun bagi
menumpuk, keretakan rumah tangga dan
individu-individu
sebagainya (Gwin et al. 2005).
mendefinisikan
peristiwa
sesuatu
yang
atau
yang
memiliki
kecenderungan sebagai pembeli yang kompulsif
(compulsive
buyer),
mencapai
melakukan
kepuasan
Dittmar mengkonseptualisasikan
dan
(2005) compulsive
ketidakmampuan mengendalikan hasrat
buying sebagai suatu manifestasi ekstrim
untuk membeli sesuatu akan mendorong
dari individu-individu yang mencari
perbaikan suasana hati dan peningkatan
compulsive buying sangat minim terjadi
rasa percaya diri dengan
membeli
untuk produk-produk keperluan sehari-
dapat
hari. Oleh karena itu, compulsive buying
produk-produk
yang
meningkatkan identitas diri individu
cenderung
tersebut. Dengan kata lain, hasrat untuk
perempuan (Ditmar, 2005).
melakukan pembelian pada pembeli
terjadi
pada
konsumen
Penemuan yang paling konsisten
yang kompulsif lebih disebabkan oleh
tentang compulsive buying
dorongan psikologis dari dalam diri
bahwa
mereka.
bentuk
pengaruhnya bagi konsumen perempuan.
finansial bukan menjadi masalah bagi
Seperti dikutip oleh Dittmar (2005)
para
terdapat
Hambatan
compulsive
dalam
buyer,
mengingat
kondisi
rata-rata
ini
adalah
sangat
90%
besar
konsumen
dorongan untuk membeli suatu produk
perempuan memiliki perilaku pembelian
tertentu sangat kuat, sehingga mereka
yang kompulsif (Hanley & Wilhelm,
tidak
tidak
1992 ; Black et al. 1998 ; Scherhorn et
tersedianya dana yang cukup untuk
al. 1990). Namun perbedaan gender
menutupi kebiasaan berbelanja para
dalam
compulsive buyer.
kompulsif tidak dijelaskan secara lebih
peduli
lagi
dengan
Satu hal yang menarik adalah bahwa
perilaku
compulsive
perilaku
pembelian
yang
mendalam, hanya ditemukan bukti yang
buying
menyatakan bahwa dimensi berbelanja
biasanya terjadi pada produk-produk
yang terkait dengan masalah emosional
yang bersifat consumers goods, seperti
dan identitas lebih didominasi oleh
pakaian dan produk lainnya yang dapat
konsumen
menunjang penampilan seseorang. Kasus
konsumen pria (Dittmar, 2005).
perempuan
daripada
Hal lain yang menarik perhatian
kecenderungan yang terjadi pada mereka
adalah temuan dari penelitian terdahulu
yang berusia diantara 30-31 tahun, dan
yang menyatakan bahwa perbedaan usia
berstatus lajang. Pada usia tersebut
ikut memberikan pengaruh pada perilaku
individu
pembelian kompulsif.
kekhawatiran
Tetapi secara
cenderung
merasakan
terhadap
mereka,
menyatakan bahwa orang yang berada
sehingga compulsive buying dianggap
pada usia tertentu akan cenderung
sebagai pelarian untuk mengurangi rasa
memiliki perilaku compulsive buying
stress.
lainnya
(Dittmar,
2005).
Penelitian
para
depan
sistematis tidak ada penelitian yang
lebih kuat dibanding tingkatan usia
khususnya
masa
Penelitian-penelitian juga
menemukan
wanita,
terdahulu
bahwa
perilaku
Garces Prieto (2002), seperti dikutip
compulsive buying merupakan kondisi
oleh Dittmar, menemukan bahwa 46%
yang dialami oleh individu dengan
dari penduduk Skotlandia yang berusia
hasrat yang besar untuk mendapatkan
16-18 tahun memiliki kecenderungan
sesuatu dan tidak memiliki kemampuan
perilaku pembelian yang tidak terkendali
untuk menahannya. Kondisi ini biasanya
(uncontrolled buying), karena mereka
juga dialami oleh individu dengan
ternyata tidak mampu untuk menolak
tingkat pendapatan yang tidak terlalu
stimuli yang disampaikan dari iklan, dan
tinggi.
memiliki kendali yang sangat rendah
tersebut
terhadap kebiasaan berbelanja mereka.
permasalahan
Tetapi Black et al. (1998) menemukan
pendapatan mereka tidak dapat menutup
bahwa compulsive buying merupakan
besarnya
Sehingga,
individu-individu
diperkirakan hutang,
pengeluaran
mengalami mengingat
yang
harus
dibayar. Tetapi, berdasarkan penelitian
menjelaskan
yang dilakukan oleh Faber dan O’Guinn
umum. Dari sisi psikologis perilaku
(1989)
pembelian
diketahui
bahwa
compulsive
predisposision
yang
secara
kompulsif
dapat
buying dapat terjadi pada siapa saja
menimbulkan perasaan gelisah, depresi,
dengan
frustasi,
tingkat
beragam.
pendapatan
Individu
dengan
yang tingkat
pendapatan yang tinggi juga tidak lepas dari
kemungkinan
untuk
memiliki
perilaku pembelian yang kompulsif.
dan
bahkan
konflik
interpersonal (Roberts, 1998). Compulsive
buying,
oleh
para
peneliti terdahulu tidak didefinisikan secara
tetap,
sehingga
Faber
dan
O’Guinn (1989) menyatakan bahwa COMPULSIVE BUYING DARI SISI PSIKOLOG
pengertian compulsive buying
terdiri
dari dua kriteria yaitu : 1) Perilaku Compulsive
buying
merupakan compulsive
karakteristik
perilaku
yang
buying
berulang-ulang, individu
dan
bersifat
biasanya
terjadi
dimiliki dan
2)
Perilaku
permanen, compulsive
buying
biasanya
dapat
sehingga bersifat disposisional karena menimbulkan masalah bagi individu merupakan
karakteristik
kepribadian yang mengalaminya.
yang melekat dalam diri individu. Engel Dittmar (2005) menyatakan bahwa et
al.
(1994)
mengatakan
bahwa terdapat tiga fitur inti dari perilaku
kepribadian
merupakan
karakteristik compulsive
buying,
yaitu
:
1)
psikologis di dalam diri individu yang Compulsive buyer memiliki hasrat yang bersifat permanen. Assael (2001) juga tidak dapat ditahan (irresistable) untuk mengatakan
bahwa
kepribadian membeli atau mendapatkan sesuatu, 2)
terbentuk dari rangkaian sifat yang
Compulsive
buyer
kemampuan
tidak
untuk
memiliki
mengendalikan
compulsive responden
buying
dari
meningkat
beberapa
ketika
para
perilaku pembeliannya, 3) Compulsive
anggota keluarga melakukan dysfunction
buyer akan terus melakukan kebiasaan
behavior (mabuk, gelisah, dan depresi).
untuk
secara
Faktor yang lain adalah psychological
berlebihan, yang kadang-kadang tidak
penghargaan diri, status sosial yang
dibutuhkan, dan hal ini dilakukan tanpa
dipersepsikan, dan fantasi). Roberts
mengindahkan dampak yang mungkin
(1998)
timbul dalam kehidupan pribadi, sosial,
hubungan
pekerjaan
penghargaan diri yang rendah, status
membeli
sesuatu
ataupun
kesulitan
dalam
masalah finansial. Penelitian
menyatakan yang
bahwa
terdapat
positif
antara
sosial yang dipersepsikan dan fantasi Roberts
(1998)
dengan
pembelian
yang
kompulsif.
menjelaskan bahwa dalam kondisi yang
Kemudian faktor sociological seperti
buruk
tayangan
individu
dapat
melakukan
televisi,
teman
sebaya,
aktivitas pembelian untuk mencapai
frekuensi berbelanja, dan kemudahan
kepuasan
Kondisi
dalam mengakses ataupun menggunakan
buruk ini dapat terjadi karena faktor
kartu kredit juga dapat berpengaruh pada
keluarga, psikologi dan sosial. Beberapa
perilaku
penelitian
(Roberts, 1998).
yang
diinginkan.
menjelaskan
bahwa
compulsive behaviors dipengaruhi oleh
pembelian
Gwin
et
al.
yang
kompulsif
(2004)
juga
perilaku anggota keluarga yang lain.
mengatakan bahwa compulsive buying
Valence et al. (1998) dalam Roberts
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
(1998)
baik pengaruh dari dalam diri individu
menemukan
bahwa
skor
itu sendiri (psikologis), sociological,
Lebih lanjut Gwin et al. (2004)
maupun dari keluarga. Sehingga dapat
mengatakan bahwa keluarga atau orang
dikatakan bahwa perilaku compulsive
tua memegang peranan penting terhadap
buying bukan merupakan kondisi yang
pembentukan
muncul begitu saja, tetapi perilaku ini
beberapa faktor kunci pengaruh keluarga
sudah berakar mulai dari seseorang
pada pembentukan perilaku compulsive
hidup. Pengaruh psikologis dapat berupa
buying yaitu : perubahan dalam struktur
rasa percaya diri yang rendah akan
keluarga (disebabkan oleh perceraian,
membuat para compulsive buyer untuk
perpisahan, dan kematian), sumber daya
membeli barang yang tidak diperlukan
keluarga (family resources), penyebab
dan hanya bertujuan untuk mendapatkan
stress dalam keluarga (family stressor),
kepuasan dari proses pembelian tersebut,
status socio-economic, status konsumsi,
mendapatkan status sosial yang lebih
dan
baik dengan membeli produk-produk
memenuhi permintaan anak (parental
yang dapat meningkatkan identitasnya,
yielding to a child request). Adanya
dan
ketidakpastian
dapat
berfantasi
dengan
karakter
kesediaan
anak.
orang
dan
tua
dalam
masalah
dapat
Ada
dalam
membayangkan bahwa dengan membeli
keluarga
suatu produk akan membawa kepuasan
perkembangan
pada diri mereka. Sementara itu dari sisi
dapat membuat anak memiliki sifat-sifat
sosiologikal, dapat muncul dari televisi,
yang
ajakan teman, frekuensi berbelanja, dan
tempat
kemudahan penggunaan kartu kredit.
mengarah pada perilaku compulsive
negatif.
mempengaruhi
anak,
yang
Lingkungan
seseorang
nantinya
keluarga
dibesarkan
dapat
buying sebagai salah satu cara untuk
dimotivasi dari stimuli yang berasal dari
mendapatkan kepuasan dan kesenangan.
dalam diri seseorang seperti kegelisahan,
Gwin
et
al.
(2004)
juga
dan
berbelanja
atau
menghambur-
memasukkan faktor parental buying
hamburkan uang merupakan pelarian
behavior,
yang
yakni perilaku
berbelanja
dianggap
seseorang
perilaku
anak-anaknya.
Karena faktor yang signifikan adalah
Dalam hal ini, anak mencoba meniru
pengaruh yang timbul dari dalam diri
perilaku pembelian yang biasa dilakukan
individu,
oleh
dapat
memegang peranan yang sangat penting
dikatakan bahwa faktor kondisi keluarga
(Roberts etal.2003). Sejumlah penelitian
seperti
keluarga,
yang dilakukan di Amerika Serikat
parental yielding dan parental buying
dengan berdasarkan pada asumsi bahwa
behavior
mempengaruhi
metode atau pendekatan orang tua dalam
kompulsif
membesarkan anak dapat membentuk
keluarganya.
pola
Sehingga
komunikasi
dapat
terbentuknya
perilaku
pembelian anak. Dengan permasalahan
masalahnya.
faktor
keluarga
sikap dan perilaku yang kompulsif kata
lain
munculnya
akar perilaku
pembelian kompulsif dapat disebabkan oleh
maka
dari
membuat
orang tua yang dapat mempengaruhi pembelian
keluar
mampu
faktor-faktor
yang
(Rindfleisch et al.1997 ; Roberts et al.2003). Akhirnya dapat dijelasan bahwa
merupakan
compulsive buying merupakan salah satu
kombinasi dari sisi psikologis dan socio-
bentuk pembelian yang menyimpang.
psikologikal (Faber dan O’Guinn,1992).
Individu
Compulsive
addictive cenderung mempunyai rasa
buying
cenderung
yang
memiliki
perilaku
percaya diri yang rendah sebagai anak-
menghambur-hamburkan
anak maupun remaja (Faber, 1992). Rasa
dimiliki sehingga memperoleh perasaan
percaya diri yang rendah ini sering
nyaman. Dari sisi pemasar compulsive
dijumpai pada individu yang memiliki
buying merupakan hal yang sangat
perilaku compulsive buying (Scherhorn,
menguntungkan
1990), dan mereka akan merasa lebih
mendongkrak
nyaman dengan membeli sesuatu yang
Tetapi dari sisi psikolog compulsive
dapat
buying merupakan perilaku pembelian
meningkatkan
identitas
diri
mereka.
uang
karena penjualan
yang
dapat perusahaan.
yang menympang yang dalam jangka panjang dapat merugikan individu yang bersangkutan
PENUTUP Perilaku pembelian yang kompulsif merupakan suatu kondisi kronis, dimana seseorang
melakukan
aktivitas
pembelian berulang sebagai akibat dari adanya
peristiwa
yang
tidak
menyenangkan ataupun perasaan yang
DAFTAR PUSTAKA
negatif. Kondisi yang dimaksud adalah
Bloch. P.H.;Ridgway, N.M.,Dawson,S.A.(1994),”The Shopping Mall as Consumer Habitat,”Journal of Retailing,70:23-42.
hal-hal
seperti
stress,
kegelisahan,
konflik, rendahnya rasa percaya diri yang
dialami
mendorong
oleh
individu
yang
individu
itu
untuk
melakukan aktivitas pembelian ataupun
Dittmar, Helga (2005),”Compulsive Buying – A Growing Concern? An Examination of Gender, Age, and Endorseement of Materialistic Values As Predictors,”British Journal of Psychology, 96, 467-491.
Faber, Ronald J ; and Thomas C O’Guinn (1989),”Compulsive Buying : A Phenomenological Exploration,” Journal of Consumer Research, 16 (September), 147-157. Faber, Ronald J ; and Thomas O’Guinn (1992), “A Clinical Screener for Compulsive Buying,” Journal of Consumer Research, December, 459469. Guiry, Michael.Magy; Anne W. and Lutz, Richard J.(2006),”Defining and Measuring Recreational Shopper Identity,”Journal of the Academy of Marketing Science, 34:1,74-83. Gwin, Carol F. ; James A Roberts ; and Carlos R. Martinez (2004),”Does Family Matter? Family Influence on Compulsive Buying in Mexico,”Marketing Management Journal, Spring,45-62. Gwin, Carol F.; James A. Roberts ; Carlos R. Martinez (2005),’’Nature Vs Nurture : The Role of Family in
Compulsive Buying,” Marketing Management Journal, Spring, 95-107. Nafisah, U. (200),”Hubungan Antara Orientasi Keagamaan dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja,”Skripsi (Tidak diterbitkan), Surakarta : Fakultas Psikologi UMS. Rindfleich, Aric ; James E. Burroughs ; and Frank Denton (1997), “Family Structure, Materialism, and Compulsive Consumption,” Journal of Consumer Research, 23 (March), 312-325. Roberts, James A. (1998),”Compulsive Buying Among College Students : An Investigation of Its Antesedents, Consequences, and Implications for Public Policy,”The Journal of Consumer Affairs,32:2, 295-319. Roberts, James A.(2003),”An Exploratory Investigation of the Antecedents and Incidence of Compulsive Buying in the Baby Bust Generation,”Working Paper. Harian Pikiran Rakyat, 2 Agustus 2005