Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI Ajeng Satiti
[email protected]
Nur Fadjrih Asyik Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT Intellectual capital (IC) is a concept in assessing financial performance which is quite developing in recent years lately. IC consists of three components i.e. Human Capital Efficiency coefficient (HCE), Structural Capital Efficiency coefficient (SCE), Capital Employed Efficiency coefficient (CEE). In general, IC describes the optimum use of company resources component which consist of human resources, structural capital resources, and capital resources. This research is meant to find out the efficiency influence of additional value from IC resources. The research samples consist of 11 insurance companies which are listed in the Indonesia Stock Exchange and they have been selected by using the purposive sampling method. The statistics method which is applied in order to determine the influence of IC to the financial performance is the multiple linear regressions analysis. The result of this research indicates the simultaneous influence efficiency of additional value from IC resources to the financial performance which is measured by using Return on Asset (ROA). Partially, only the Structural Capital Efficiency coefficient (SCE) has significant influence to the Return on Asset (ROA). Unlike the SCE, the Human Capital Efficiency coefficient (HCE) and Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) has no influence to the financial performance. Keywords: intellectual capital (IC), return on asset (ROA), insurance company. ABSTRAK Intellectual capital (IC) merupakan konsep dalam menilai kinerja keuangan yang cukup berkembang dalam beberapa tahun belakangan ini. IC terdiri atas tiga komponen yaitu Human Capital Efficiency coefficient (HCE), Structural Capital Efficiency coefficient (SCE), Capital Employed Efficiency coefficient (CEE). Secara umum, IC menggambarkan tentang optimalisasi penggunaan komponen sumber daya perusahaan yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya structural, dan sumber daya modal untuk menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efisiensi nilai tambah dari sumber daya IC. Sampel penelitian ini terdiri atas 11 perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan dipilih secara purposive sampling. Metode statistik yang digunakan untuk menentukan pengaruh IC terhadap kinerja keuangan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh secara simultan efisiensi nilai tambah dari sumber daya IC terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan Return On Asset (ROA). Secara parsial, hanya Structural Capital Efficiency coefficient (SCE) yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap Return On Asset (ROA). Sedangkan Human Capital Efficiency coefficient (HCE) dan Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Kata kunci: intellectual capital (IC), return on asset(ROA), perusahaan asuransi.
PENDAHULUAN Menurut Hidayat (dalam Santosa dan Setiawan, 2004), kekayaan yang dimiliki oleh suatu Negara, secara konseptual, dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu kekayaan berwujud atau bersifat fisik (seperti uang, emas dan logam mulia, lahan dan hutan, sumber daya alam tanah dan tambang, sumber daya manusia, sumber daya laut, infrastruktur fisik, properti, pabrik) dan kekayaan tak berwujud atau bersifat non-fisik (seperti ideologi,
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
2
konstitusi, kebudayaan, nasionalisme, etos kerja, pendidikan, ketrampilan, kesehatan, kompetensi, mutu sumber daya manusia, daya saing, disiplin, budaya produktif, kepatuhan terhadap hukum, metode manajemen, kreativitas, dan inovasi). Bagi perusahaan, kekayaan merupakan salah satu indikator keberhasilan. Pada era pra industri dan industri, kekayaan pada kelompok pertama yaitu yang bersifat fisik memegang peranan penting bagi perusahaan. Namun seiring dengan perubahan jaman menjadi semakin dinamis, sumber daya fisik tidak lagi memegang peranan penting dibanding sumber daya non-fisik atau aset tak berwujud. Sejak tahun 1990-an perhatian praktek pengelolaan aset tak berwujud (intangible asset) telah meningkat secara dramatis (Harrison dan Sullivan, 2000). Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran intangible asset tersebut adalah intellectual capital (IC) yang telah menjadi fokus perhatian dalam berbagai bidang baik manajemen, teknologi informasi, sosiologi, maupun akuntansi (Petty dan Guthrie, 2000). Salah satu area yang menarik perhatian baik akademisi maupun praktisi adalah yang terkait dengan kegunaan IC sebagai salah satu instrument untuk menentukan nilai perusahaan (Edvinsonn dan Malone, 1997; Sveiby, 2001). Konsep IC merupakan hal yang cukup baru di dunia akuntansi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga lingkungan bisnis secara global. Untuk penerapannya hanya ada beberapa negara yang mulai menerapkan konsep ini misalnya Australia, Amerika, dan negara-negara Skandinavia. Pada umumnya nilai lebih suatu perusahaan belum terdeteksi secara maksimal, bahkan ada perusahaan yang masih belum menemukan nilai lebih sebenarnya yang dimiliki (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). IC merupakan pengetahuan dan wawasan tentang kolektivitas sosial seperti organisasi, komunitas intelektual serta praktik-praktik professional. IC mewakili sumber daya yang bernilai dan kemampuan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan. Organisasi yang tidak memperhatikan kekayaan intelektual yang dimiliki, akan menjadi organisasi yang tidak berkembang. Organisasi pembelajaran senantiasa mengembangkan kemampuan intelektual, termasuk intelektual individu yang selanjutnya akan memperkaya modal intelektual organisasi yang akan berpengaruh pada kinerja organisasi. Secara umum, diasumsikan bahwa peningkatan dan digunakannya pengetahuan dengan lebih baik akan menyebabkan pengaruh yang bermanfaat bagi kinerja perusahaan (Ulum, 2009). Komponen IC terdiri atas human capital (HC), structural capital (SC), dan customer capital (CC). HC merepresentasi individual knowledge stock suatu organisasi yang direpresentasikan oleh karyawannya. HC merupakan kombinasi dari genetic inheritance yang meliputi pendidikan, pengalaman, dan perilaku tentang kehidupan dan bisnis. SC meliputi non-human storehouses of knowledge dalam organisasi, yaitu database, strategies, organizational charts, process manuals, routines, dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar daripada materinya. Sedangkan CC adalah pengetahuan yang melekat dalam marketing channels dan customer relationship dimana suatu organisasi mengembangkannya melalui jalannya bisnis (Bontis et al., 2000). Di Indonesia, penelitian tentang IC diantaranya telah dilakukan oleh Ulum (2008) melakukan penelitian yang menggunakan instrumen VAICTM untuk melihat pengaruh IC terhadap kinerja perusahaan perbankan (ROA, ATO, dan growth in revenue). Hasil penelitiannya adalah tidak semua komponen VAICTM memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Selain itu tidak semua ukuran kinerja keuangan berkorelasi dengan komponen VAICTM. Hanya koefisien HC yang signifikan menjelaskan konstruk VAICTM dan ROA yang signifikan untuk menjelaskan variabel kinerja keuangan perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
3
Dalam penelitian ini, perusahaan asuransi dipilih sebagai obyek penelitian didasarkan pada suatu alasan bahwa perusahaan tersebut memiliki karakteristik dari organisasi berbasis pengetahuan. Berdasarkan pada pengelompokan Global Industry Clasification Standard dalam Woodcook dan Whiting (dalam Pramelasari, 2010), yang membagi perusahaan menjadi dua kelompok yaitu perusahaan yang padat IC (high ICintensive industries) dan perusahaan yang tidak padat IC (low-IC intensive industries), perusahaan asuransi merupakan salah satu perusahaan yang masuk dalam kelompok perusahan padat IC. Asni (2007) dalam penelitiannya menguji pengaruh IC terhadap nilai pasar pada empat industri jasa keuangan (bank, sekuritas, pembiayaan, dan asuransi). Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa kinerja IC hanya mempengaruhi nilai pasar perusahaan asuransi saja. Sehingga dalam penelitian ini difokuskan pada perusahaan asuransi dengan tujuan menggali pengaruh IC terhadap kinerja keuangan perusahaan asuransi. Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat pengaruh IC yang diukur dengan VAICTM terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan Return on Assets (ROA) secara simultan pada perusahaan asuransi yang terdapat di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah terdapat pengaruh IC yang diukur dengan VAICTM terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan Return on Assets (ROA) secara parsial pada perusahaan asuransi yang terdapat di Bursa Efek Indonesia? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengkaji pengaruh Intellectual Capital (IC) yang terdiri atas: human capital efficiency (HCE), structural capital efficiency (SCE), dan capital employed efficiency (CEE) yang diukur dengan metode VAICTM (Value Added Intellectual Coefficient) terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan Retun On Assets (ROA) pada perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. TINJAUAN TEORETIS Teori Stakeholder (Stakeholder theory) Teori ini merupakan teori yang menjadi dasar utama dari penelitian di bidang IC. Guthrie et al. (dalam Ulum, 2009) menyatakan bahwa teori ini digunakan sebagai dasar utama untuk menjelaskan hubungan IC dengan kinerja perusahaan. Teori tersebut menjelaskan alasan pengungkapan suatu informasi oleh perusahaan dalam laporan keuangan. Stakeholder theory menyatakan bahwa organisasi akan memilih secara sukarela mengungkap informasi tentang kinerja lingkungan, sosial, dan intelektual mereka melebihi dan di atas permintaan wajibnya untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder. Sehingga memiliki kekuatan stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi. Hal tersebut merupakan fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber daya yang dibutuhkan organisasi. Ketika para stakeholder berupaya untuk mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut diwujudkan dengan semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi. Dalam konteks ini, para stakeholder berkepentingan untuk mempengaruhi manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh potensi yang dimiliki oleh organisasi. Karena hanya dengan pengelolaan yang baik dan maksimal atas seluruh potensi inilah organisasi akan dapat menciptakan value added untuk kemudian mendorong kinerja keuangan perusahaan yang merupakan orientasi para stakeholder dalam mengintervensi manajemen.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
4
Intellectual Capital Penelitian tentang IC diawali oleh Tom Stewart, Juni 1991, menulis sebuah artikel Brain Power – How Intellectual Capital Is Becoming America’s Most Valuable Asset, yang kemudian mengantar IC kepada agenda manajemen (Ulum, 2009). Dalam artikel tersebut, Stewart mendefinisikan IC sebagai the sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material – knowledge, information, intellectual property, experience – that can be put to use to create wealth. Edvinsson dan Malone (1997) mengidentifikasikan IC sebagai nilai yang tersembunyi (hidden value) dari bisnis. Terminologi “tersembunyi” disini digunakan untuk dua hal yang berhubungan. Pertama, IC khususnya aset intelektual atau aset pengetahuan, adalah tidak terlihat secara umum seperti layaknya aset tradisional. Dan kedua, aset semacam itu biasanya tidak terlihat pada laporan keuangan. Komponen Intellectual Capital Dari beberapa peneliti yang mendefinisikan IC, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat komponen spesifik dari IC. International Federation of Accountants atau IFAC (1998) mengklasifikasi intellectual capital dalam tiga kategori yaitu: human capital, relational capital, dan organizational capital. Human capital (HC) merupakan komponen terpenting dalam suatu perusahaan. HC menjadi lifeblood dalam intellectual capital yang didalamnya terdapat sumber innovation dan improvement. Karena didalamnya terdapat pengetahuan, ketrampilan, dan kompentensi yang dimiliki oleh karyawan perusahaan. HC dapat meningkat jika perusahaan dapat memanfaatkan dan mengembangkan pengetahuan, kompentensi, dan ketrampilan karyawannya secara efisien. Oleh karena itu, human capital merupakan sumber daya kunci yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga perusahaan mampu bersaing dan bertahan di lingkungan bisnis yang dinamis. Dengan memiliki karyawan yang berkeahlian dan berketerampilan, maka dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan menjamin keberlangsungan perusahaan tersebut. Meningkatnya kinerja perusahaan juga akan meningkatkan persepsi pasar, meski hal tersebut merupakan komponen yang sulit diukur (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Structural capital (SC) merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan. Misalnya sistem operasional perusahaan, proses manufakturing, budaya organisasi, dan filosofi manajemen (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Seorang individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memiliki sistem dan prosedur yang buruk maka IC tidak dapat mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Relational capital (RC) atau customer capital (CC) merupakan hubungan yang harmonis association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok, pelanggan, dan juga pemerintah serta masyarakat. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian di luar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) Metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) dikembangkan oleh Ante Pulic pada tahun 1998 yang didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud dan aset tidak berwujud yang dimiliki perusahaan. VAICTM merupakan instrumen untuk mengukur kinerja IC perusahaan. Keunggulan metode ini adalah relatif mudah dan sangat mungkin untuk dilakukan karena data yang dibutuhkan mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data yang dibutuhkan untuk
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
5
menghitung berbagai rasio tersebut adalah angka-angka keuangan yang standar yang umumnya tersedia di laporan keuangan perusahaan. Model VAICTM dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA) yang dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output (OUT) merupakan pendapatan dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar sedangkan input (IN) merupakan beban yang digunakan dalam memperoleh pendapatan. Asumsi utama dari VAICTM yaitu beban tenaga kerja dianggap sebagai aset dan bukan sebagai biaya sehingga disebut dengan human capital. Beban karyawan tidak termasuk dalam input. Hal ini disebabkan intellectual potential (yang direpresentasikan dengan beban karyawan) berperan aktif dalam proses penciptaan VA sehingga tidak dihitung sebagai biaya. Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity) (Tan et al., 2007). VAICTM merupakan penjumlahan dari tiga indikator yang terdiri atas Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency (SCE) dan Capital Employed Efficiency (CEE). 1. Human Capital Efficiency (HCE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal manusia. HCE merupakan rasio dari Value Added (VA) terhadap Human Capital (HC). Hubungan ini mengindikasikan kemampuan modal manusia membuat nilai pada sebuah perusahaan. HCE dapat diartikan juga sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan nilai tambah setiap rupiah yang dikeluarkan pada modal manusia. HCE menunjukkan berapa banyak Value Added (VA) dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja (Ulum, 2008). 2. Structural Capital Efficiency (SCE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal struktural. SCE merupakan rasio dari SC terhadap VA. Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai (Tan et al., 2007). 3. Capital Employed Efficiency (CEE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal yang digunakan. CEE merupakan rasio dari VA terhadap CE. CEE menggambarkan berapa banyak nilai tambah perusahaan yang dihasilkan dari modal yang digunakan. CEE yaitu kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan (Imaningati, 2007). Pulic (1998) menyatakan bahwa semakin tinggi koefisien VAICTM maka semakin baik pula efisiensi nilai tambah dari total sumber daya perusahaan yang bersangkutan. Nilai tambah merupakan indikator tujuan secara keseluruhan dari keberhasilan bisnis yang tercermin pada kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai yang diperlukan dalam investasi pada sumber daya termasuk gaji, bunga untuk aset keuangan, dividen untuk investor, pajak untuk pemerintah, dan investasi untuk pengembangan selanjutnya. Kinerja Perusahaan Kinerja merupakan kemampuan organisasi untuk meraih tujuan-tujuannya melalui pemakaian sumberdaya secara efektif dan efisien. Efektivitas berarti seberapa jauh organisasi meraih sasaran yang ditetapkan, sedangkan efisiensi merupakan pemakaian sumberdaya seminimal mungkin untuk meraih output dalam jumlah tertentu (Daft, 2002). Kinerja suatu perusahaan dapat diukur melalui penilaian kinerja keuangan. Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Kinerja keuangan dapat dinilai dari laporan keuangan perusahaan yang menggambarkan kondisi perusahaan di suatu periode tertentu. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, yaitu merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
6
posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Dengan melihat laporan keuangan suatu perusahaan akan tergambar di dalamnya aktivitas perusahaan tersebut. Oleh karena itu, laporan keuangan perusahaan merupakan hasil dari suatu proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk komunikasi dan juga digunakan sebagai alat pengukur kinerja perusahaan. Dalam menilai kinerja keuangan perusahaan, dapat digunakan suatu ukuran atau tolak ukur tertentu. Biasanya ukuran yang digunakan adalah rasio atau indeks yang menghubungkan dua data keuangan. Adapun jenis perbandingan dalam analisis rasio keuangan meliputi dua bentuk yaitu membandingkan rasio masa lalu, saat ini ataupun masa yang akan datang untuk perusahaan yang sama. Dan bentuk yang lain yaitu dengan perbandingan rasio antara satu perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis Return on Assets (ROA) adalah rasio profitabilitas kunci yang mengukur jumlah profit yang diperoleh tiap rupiah aset yang dimiliki perusahaan. ROA memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam melakukan efisiensi penggunaan total aset untuk operasional perusahaan. ROA memberi gambaran kepada investor tentang bagaimana perusahaan mengkonversikan uang yang telah diinvestasikan dalam laba bersih. Jadi, ROA adalah indikator dari profitabilitas perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan laba bersih. ROA dihitung dengan membagi laba bersih (net income) dengan rata-rata total aset perusahaan. Semakin tinggi nilai ROA, maka perusahaan tersebut semakin efisien dalam menggunakan asetnya. Hal ini berarti bahwa perusahaan tersebut dapat menghasilkan uang (earnings) yang lebih banyak dengan investasi yang sedikit. Pengembangan Hipotesis H1 : Intellectual capital (IC) yang terdiri atas Human Capital Efficiency coefficient (HCE), Structural Capital Efficiency coefficient (SCE), Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan Return on Assets (ROA). H2a : Human Capital Efficiency coefficient (HCE) berpengaruh terhadap kinerja keuangan Return on Assets (ROA). H2b : Structural Capital Efficiency coefficient (SCE) berpengaruh terhadap kinerja keuangan Return on Assets (ROA). H2c : Capital Employed Efficiency coefficient (CCE) berpengaruh terhadap kinerja keuangan Return on Assets (ROA). METODE PENELITIAN Gambaran dari Populasi (Objek) Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu jenis penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan korelasional antara dua variabel yang bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi antar variabel tersebut. Variabel yang akan diteliti korelasinya dalam penelitian ini adalah pengaruh IC (VAICTM) terhadap kinerja keuangan (ROA). Populasi (objek) penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di di Bursa Efek Indonesia. Teknik Pengambilan Sampel Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi keseluruhan perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang memenuhi kriteria di atas. Jumlah elemen dalam sampel pada penelitian ini diambil secara purposive sampling, yaitu pemilihan sampel yang didasarkan atas kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagia berikut:
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
7
1. 2.
Perusahaan asuransi yang telah go public dan terdaftar di BEI sejak sebelum tahun 2008 dan masih tercatat sebagai emiten hingga tahun 2011. Perusahaan asuransi yang menjadi sampel adalah perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan per 31 Desember. Tabel 1 Sampel Penelitian No Nama Perusahaan 1 Asuransi Bina Dana Arta Tbk 2 Asuransi Harta Aman Pratama Tbk 3 Asuransi Multi Artha Guna Tbk 4 Asuransi Bintang Tbk 5 Asuransi Dayin Mitra Tbk 6 Asuransi Jasa Tania Tbk 7 Asuransi Ramayana Tbk 8 Lippo General Insurance Tbk 9 Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk 10 Panin Insurance Tbk 11 Panin Financial Tbk Sumber: BEI
Kode ABDA AHAP AMAG ASBI ASDM ASJT ASRM LPGI MREI PNIN PNLF
Teknik Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik dokumentasi, yaitu mengumpulkan data sekunder. Data yang dikumpulkan meliputi laporan keuangan tahunan perusahaan sektor asuransi yang menjadi sampel penelitian. Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Independen Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) VAICTM adalah metode yang dikembangkan oleh Ante Pulic yang digunakan untuk mengukur keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai. Hasil perhitungan dengan menggunakan VAICTM kemudian disebut BPI (Business Performance Indicator). Metode ini dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: VAICTM = ICE + CEE = HCE + SCE + CEE Keterangan: VAICTM = Value Added Intellectual Coefficient ICE = Intellectual Capital Efficiency coefficient (HCE + SCE) CEE = Capital Employed Efficiency coefficient Koefisien VAICTM menunjukkan bahwa efisiensi nilai tambah yang dari nilai total sumber daya perusahaan. Makin tinggi nilai koefisiennya, maka makin baik pula efisiensi nilai tambah perusahaan tersebut. Untuk mendapatkan nilai CEE, HCE, dan SCE, tahap pertama yang harus dilakukan adalah menghitung VA (value added). VA perusahaan selama periode tertentu dapat dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic, 1998). VA = OUT – IN Keterangan: OUT = output, merupakan total pendapatan IN = input, merupakan beban usaha kecuali gaji dan tunjangan karyawan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
8
Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai HCE, SCE dan CEE. a. HCE adalah rasio antara VA dibagi dengan total biaya upah dan gaji yang digunakan perusahaan untuk karyawannya. HCE dihitung sebagai berikut: HCE = VA HC Keterangan: HCE = Human Capital Efficiency coefficient perusahaan VA = value added perusahaan HC = total salary and wages costs, merupakan biaya gaji dan tunjangan karyawan b. SCE adalah merupakan pengurangan dari VA dengan HC. Rumus perhitungan SCE adalah: SCE = SC VA Keterangan: SCE = Structural Capital Efficiency coefficient perusahaan SC = Structural Capital perusahaan (VA – HC) VA = value added perusahaan c. CEE adalah rasio VA dibagi dengan total dari capital employed (CE), yang biasa didefinisikan sebagai nilai buku dari aset bersih perusahaan. CEE dihitung sebagai berikut: CEE = VA CE Keterangan: CEE = Capital Employed Efficiency coefficient perusahaan VA = value added perusahaan CE = book value of the net asset perusahaan 2. Variabel Dependen Kinerja Keuangan Kinerja keuangan diartikan sebagai penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Dalam penelitian ini ukuran yang digunakan adalah rasio profitabilitas yang diwakili oleh ROA. ROA digunakan untuk mengukur seberapa baik kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya dan mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba secara keseluruhan. ROA = Net Income X 100% Total Assets Keterangan: ROA = Return on Assets, merupakan rasio profitabilitas Net Income = laba bersih yang diperoleh setelah bunga dan pajak Total Assets = total aktiva yang dilaporkan pada laporan tahunan pada tahun bersangkutan. Teknik Analisis Data Beberapa langkah-langkah untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah menghitung variabel bebas dan variabel terikat, menganalisis persamaan regresi linier berganda, menguji asumsi klasik regresi, serta menguji hipotesis.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
9
1. Perhitungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat Langkah-langkah dalam menghitung variabel bebas dan variabel terikat adalah sebagai berikut: a. Menghitung CEE, HCE, dan SCE setiap perusahaan sampel. b. Menghitung ROA setiap perusahaan sampel. 2. Uji Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatau data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), minimum (min), maksimum dan standart deviasi (Ghozali, 2006). Gambaran data tersebut menghasilkan informasi yang jelas sehingga data tersebut mudah dipahami. Dalam penelitian ini, dengan melihat gambaran dari data-data yang ada, maka diperoleh informasi yang jelas mengenai pengaruh IC terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan ROA. 3. Pengujian Asumsi Klasik Regresi Uji ini dilakukan agar persamaan regresi yang dihasilkan tidak bias dan mempunyai sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah nilai residual memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menguji normalitas data dalam penelitian ini. Ketentuan pengujian yaitu jika nilai signifikansi dari nilai hitung KolmogorovSmirnov berada di bawah nilai kriteria signifikansi yaitu 0,05 (5%) maka H0 tidak berhasil ditolak dan H1 ditolak. Sebaliknya, jika nilai signifikansi dari nilai hitung KolmogorovSmirnov di atas nilai nilai kriteria signifikansi yaitu 0,05 (5%) maka H1 diterima dan H0 berhasil ditolak. Normalitas juga dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data atau titik yang ada pada sumbu diagonal dari grafik normal plot. Apabila data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Sebaliknya, apabila data menyebarkan jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Cara pengujian untuk mengetahui ada atau tidak adanya multikolinearitas adalah menggunakan Variance Inflation Factor (VIF). Dengan dasar pengambilan keputusan yaitu jika nilai VIF ≥ 10, maka terdapat korelasi yang terlalu besar di antara salah satu variabel bebas dengan variabel bebas yang lain (terjadi multikolinearitas). Dan jika nilai VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas. Multikolinearitas juga dapat dilihat dari nilai Tolerance yaitu < 0,10 menunjukkan bahwa terjadi multikolinearitas dalam model regresi. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel bebasnya. Model regresi yang baik harusnya homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas) yang berarti bahwa variabel terikat benar-benar hanya dijelaskan oleh variabel bebasnya. Mendeteksi gejala heteroskedastisitas dengan menggunakan scatter analysis yaitu dengan melihat plot grafik yang dihasilkan program SPSS. Dengan dasar pengambilan keputusan yaitu jika plot grafik membentuk suatu pola yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka terjadi heteroskedastisitas. Dan jika tidak ada pola yang jelas (plot grafik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y), maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
10
d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terdapat hubungan antar kesalahan pengamatan atau error residual. Autokorelasi dideteksi dengan menggunakan program SPSS yaitu dengan pengujian Durbin-Watson. Sebagai pedoman umum, apabila nilai uji statistik dari nilai Durbin-Watson (DW) bernilai lebih kecil dari 1 atau lebih besar dari 4, maka terjadi autokorelasi yang berarti error residual dalam model regresinya tidak bersifat independen. 4. Analisis Persamaan Regresi Linier Berganda Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda yang berguna untuk menganalisis permasalahan secara simultan yang berkenaan dengan ketergantungan antara satu variabel terikat terhadap beberapa variabel bebas. Formula analisis regresi linier berganda adalah: ROA = a+b1.HCE+b2.SCE+b3.CEE+e Keterangan: ROA = return on assets HCE = human capital efficiency coefficient SCE = structural capital coefficiency coefficient CEE = capital employed efficiency coefficient a = konstanta b1-3 = koefisien regresi e = standard error 5. Menghitung Koefisien Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (R) Koefisien korelasi adalah hasil perhitungan akar pangkat dari R2. Koefisien ini digunakan untuk mengukur keeratan suatu hubungan antar variabel. Dan koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur sebetapa jauh kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu (0≤ R2 ≥ 1). Jika R2 semakin mendekati 1 maka semakin baik variabel bebas dalam menjelaskan perubahan variabel terikat. 6. Pengujian Hipotesis a. Pengujian Koefisien Regresi Simultan (Uji F) Pengujian ini untuk mengetahui apakah variabel independen secara serentak berpengaruh terhadap variabel dependen. Apabila tingkat probabilitasnya lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat (Ghozali, 2006). Kriteria pengambilan keputusan terhadap hasil uji F adalah : 1) Apabila F hitung memiliki tingkat signifikansi < 0,05 maka H0 berhasil ditolak, artinya semua variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, secara simultan semua variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, 2) Apabila F hitung memiliki tingkat signifikansi > 0,05 maka H0 tidak berhasil ditolak, yang berarti secara simultan semua variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. b. Pengujian Koefisien Regresi Parsial (Uji t) Uji t adalah pengujian secara statistik untuk mengetahui apakah variabel independen secara individual mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Jika tingkat probabilitasnya lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Kriteria pengambilan keputusan terhadap hasil uji t adalah sebagai berikut : 1) Apabila t hitung memiliki tingkat signifikansi < 0,05, maka Ho berhasil ditolak, artinya terdapat pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Dengan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
11
kata lain, secara parsial variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, 2) Apabila t hitung memiliki tingkat signifikansi > 0,05 maka Ho tidak berhasil ditolak, yang berarti secara parsial variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Sebelum melakukan pengujian regresi dan hipotesis, terlebih dahulu diuraikan gambaran sebaran nilai dari masing-masing variabel. Selanjutnya deskripsi dari masingmasing variabel dijelaskan berikut ini. Tabel 2 Hasil Uji Statistik Deskriptif HCE
N 44
Minimum 1.66
Maximum 68.88
Mean 13.0674
Std. Deviation 15.33066
SCE
44
.40
.99
.8228
.14188
CEE
44
.23
2.51
.9725
.63958
ROA
44
1.10
10.96
6.0971
2.63851
Valid N (listwise)
44
Sumber: diolah penulis.
Tabel 2 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian. Salah satu ukuran IC adalah HCE. Berdasarkan tabel 2 di atas, nilai rata-rata HCE dari perusahaan sampel selama tahun 2008 hingga 2011 diperoleh sebesar 13,067. Hal tersebut menunjukkan selisih total pendapatan (OUT) dan beban usaha kecuali gaji dan tunjangan karyawan (IN) terhadap gaji dan tunjangan (HC) yang cukup besar yaitu mencapai 13,067 kali. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan memiliki nilai tambah (value added) yang cukup besar dibandikang Human Capital (HC) nya. Nilai terkecil adalah sebesar 1,66 dan nilai tertingginya 68,88. Ukuran IC lainnya adalah SCE. Nilai rata-rata SCE dari perusahaan sampel selama tahun 2008 hingga 2011 diperoleh sebesar 0,822. Hal ini berarti bahwa nilai tambah (value added) yang dihasilkan dari modal struktural relatif kecil. Perusahaan asuransi belum mampu mengoptimalkan modal strukturalnya untuk memfasilitasi usaha karyawan dalam menciptakan nilai tambah. Nilai terkecil adalah sebesar 0,4 dan nilai tertingginya 0,99. Ukuran IC lainnya yaitu CEE. Nilai rata-rata CEE dari perusahaan sampel selama tahun 2008 hingga 2011 diperoleh sebesar 0,415. Hal ini berarti bahwa nilai tambah perusahaan yang dihasilkan dengan modal yang digunakan oleh perusahaan mampu mencapai 0,415 kali. Nilai terkecil adalah sebesar 0,11 dan nilai tertingginya 0,92. Perbandingan HCE, SCE, dan CEE mencerminkan bahwa selama tahun 2008-2011 dari sampel perusahaan asuransi pada umumnya lebih efektif dalam menghasilkan nilai perusahaan dari modal manusia bukan dari modal struktural dan modal yang digunakan. Sedangkan kinerja keuangan perusahaan diukur dengan ROA. Hasil penelitian dari sampel selama tahun 2008-2011 nilai rata-rata ROA sebesar 6,097. Nilai terkecil 1,10 dan nilai tertinggi 10.96. 2. Pengujian Asumsi Klasik Regresi a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah yang
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
12
memiliki distribusi normal. Dari hasil SPSS untuk pengujian uji ini dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Unstandardized Residual 44
N Mean
Normal Parameters(a,b)
.0000000
Std. Deviation Most Extreme Differences
1.98459872
Absolute
.076
Positive
.060
Negative
-.076
Kolmogorov-Smirnov Z
.507
Asymp. Sig. (2-tailed)
.959
Sumber: diolah penulis.
Dari tabel 3 diketahui bahwa nilai signifikansi dari nilai hitung Kolmogorov-Smirnov adalah 0,959 sehingga lebih besar dari 0,05 artinya berada di atas nilai signifikansi. Maka H1 diterima dan H0 berhasil ditolak, nilai residualnya berdistribusi normal. Hasil grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti garis sehingga dapat dikatakan bahwa persyaratan normalitas terpenuhi. Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: ROA 1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Sumber: SPSS.
Gambar 1 Hasil Uji Normalitas
b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi pada penelitian ini ditemukan adanya korelasi di antara variabel bebasnya. Dasar pengambilan keputusan yaitu jika nilai VIF ≥ 10, maka terdapat korelasi yang terlalu besar di antara salah satu variabel bebas dengan variabel bebas yang lain (terjadi multikolinearitas). Jika nilai VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas. Dan nilai Tolerance < 0,10 menunjukkan bahwa terjadi multikolinearitas dalam model regresi.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
13
Tabel 4 Hasil Uji Multikolinearitas Variabel HCE SCE CEE Sumber: diolah penulis.
VIF
Tolerance
Keterangan
2,002 1,916 1,261
0,500 0,522 0,793
Bebas Multikolinearitas Bebas Multikolinearitas Bebas Multikolinearitas
c.
Uji Heteroskedastisitas Bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Dari hasil SPSS untuk pengujian uji ini dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Sumber: diolah penulis. Gambar 2 Hasil Uji Heteroskedatisitas
Dari gambar di atas dapat diperoleh simpulan bahwa dari grafik scatterplots terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu y. d. Uji Autokorelasi Tabel 5 Hasil Uji Durbin Watson Model 1
R R Square .659(a) .434 Sumber: diolah penulis.
Adjusted R Square .392
Std. Error of the Estimate 2.05768
DurbinWatson 1.243
Pengujian autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar kesalahan pengamatan atau error residual yang dilakukan dengan uji Durbin Watson. Nilai DW menyatakan bebas autokorelasi karena 1,243 tidak lebih kecil dari 1 atau lebih besar dari 4.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
14
3. Analisis Model Regresi Linier Berganda Hasil perhitungan SPSS akan regresi linier berganda, dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 6 Koefisien Regresi Linier Berganda Variabel Konstanta HCE SCE CEE Sumber: diolah penulis.
Koefisien Regresi -3,365 0,014 10,249 0,876
Dari tabel dapat dituliskan persamaan regresi linier bergandanya adalah: ROA = -3,365 + 0,014HCE + 10,249SCE + 0,87CEE Berikut ini adalah analisis terhadap koefisien regresi: α = Konstanta α = -3,365 artinya nilai Return on Assets (ROA) akan bernilai -3,365 apabila Human Capital Efficiency coefficient (HCE), Structural Capital Efficiency coefficient (SCE), dan Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) bernilai nol atau konstan. = koefisien regresi Human Capital Efficiency coefficient (HCE) 1 = 0.014 artinya apabila nilai Human Capital Efficiency coefficient (HCE) 1 naik satu satuan maka nilai Return on Assets (ROA) akan naik sebesar 0.014 dengan asumsi Structural Capital Efficiency coefficient (SCE) dan Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) bernilai konstan. = koefisien regresi Structural Capital Efficiency coefficient (SCE) 2 = 10,249 artinya apabila nilai Structural Capital Efficiency coefficient (SCE) naik satu 2 satuan maka nilai Return on Assets (ROA) akan naik sebesar 10,249 dengan asumsi Human Capital Efficiency coefficient (HCE) dan Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) konstan. = koefisien regresi Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) 3 3 = 0,87 artinya apabila nilai Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) naik satu satuan maka nilai Return on Assets (ROA) akan naik sebesar 0,87 dengan asumsi Human Capital Efficiency coefficient (HCE) dan Structural Capital Efficiency coefficient (SCE) konstan. 4. Analisis Koefisien Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (R) Analisis Koefisien Determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas yang terdiri atas Human Capital Efficiency coefficient (HCE), Structural Capital Efficiency coefficient (SCE), Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) terhadap variabel terikat yaitu Return on Assets (ROA). Sedangkan analisis koefisien korelasi digunakan untuk mengukur keeratan suatu hubungan antar variabel. Adapun hasil SPSS untuk perhitungan koefisien determinasi berganda (R2) dan koefisien korelasi (R) dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 7 Hasil Pengujian Koefisien Determinasi Berganda (R2) dan Koefisien Korelasi (R)
Model 1
R R Square .659(a) .434 Sumber: diolah penulis.
Adjusted R Square .392
Std. Error of the Estimate 2.05768
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
15
Dari tabel di atas nilai R2 sebesar 0,483 artinya kontribusi variabel bebas yang terdiri atas Human Capital Efficiency coefficient (HCE), Structural Capital Efficiency coefficient (SCE), Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) terhadap variabel terikat yaitu Return on Assets (ROA) sebesar 0,483 (48,3 %) dan sisanya 51,7% dipengaruhi oleh variabel lain. Sedangkan nilai R (koefisien korelasi) sebesar 0,695 (69,5%), Menurut Sugiono (1998) korelasi dikatakan sedang apabila bernilai antara 0,4 – 0, 599. Apabila bernilai antara 0,6 – 0,799 maka korelasi dikatakan kuat. Sehingga simpulan dari nilai R adalah hubungan antara variabel bebas yang terdiri atas Human Capital Efficiency coefficient (HCE), Structural Capital Efficiency coefficient (SCE), Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) terhadap variabel terikat yaitu Return on Assets (ROA) adalah kuat. 5. Uji Hipotesis a.
Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F) Tabel 8 Hasil Uji F
Model 1
Regression
Sum of Squares 129.992
3
Mean Square 43.331 4.234
Df
Residual
169.361
40
Total
299.353
43
F 10.234
Sig. .000(a)
Sumber: diolah penulis.
Simpulan dari hasil uji F, nilai signifikansi sebesar 0,000 < dari 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga secara simultan variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Hal ini mencerminkan bahwa Human Capital Efficiency coefficient (HCE), Structural Capital Efficiency coefficient (SCE), Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) berpengaruh signifikan terhadap Return on Assets. b. Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t) Simpulan hasil SPSS untuk uji hipotesis secara parsial (uji t) adalah: 1) Nilai signifikansi untuk Human Capital Efficiency coefficient (HCE) sebesar 0,641 > 0,05 artinya HCE tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Return on Assets (ROA). Variabel bebas HCE SCE CEE Sumber: diolah penulis.
t hitung 0,470 3,348 1,589
Tabel 9 Hasil Uji t Sig 0,641 0,002 0,120
Keterangan Tidak signifikan Signifikan Tidak signifikan
2) Nilai signifikansi untuk Structural Capital Efficiency coefficient (SCE) sebesar 0,002 < 0,05 artinya SCE mempunyai pengaruh signifikan terhadap Return on Assets (ROA). 3) Nilai signifikansi untuk Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) sebesar 0,120 > 0,05 artinya CEE tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Return on Assets (ROA). 6. Pembahasan a. Pengaruh Intellectual Capital (IC) terhadap Return on Asset (ROA) Berdasarkan hasil uji F pada tabel 15, Intellectual capital (IC) yang terdiri atas Human Capital Efficiency coefficient (HCE), Structural Capital Efficiency coefficient (SCE), Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan Return on Assets (ROA). Dan besarnya signifikansi pengaruh IC terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan ROA adalah 48,3% merupakan kontribusi atau sumbangan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
16
dari variabel-variabel bebas tersebut secara simultan dan sisanya 51,7% dipengaruhi oleh faktor lain diluar ketiga variabel bebas yang digunakan. Hasil ini mendukung penelitian Chen et al. (2005) yang menunjukkan bahwa apabila penggunaan dan pemanfaatan intellectual capital semakin baik, maka profitabilitas perusahaan akan semakin meningkat, sehingga kinerja akan semakin baik. Oleh karena itu, kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan total aset yang dimiliki akan semakin meningkat apabila perusahaan dapat memaksimalkan kinerja intellectual capital. Munculnya “new economy”, yang secara prinsip didorong oleh perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan memicu tumbuhnya ketertarikan pada IC (Petty dan Guthrie, 2000). IC telah memainkan peran yang semakin penting di dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan bagi perusahaan (Edvinsson dan Malone, 1997). Proses globalisasi serta kemajuan ilmu pengetahuan teknologi yang sedang berlangsung di Indonesia membuat beberapa perusahaan mulai mengubah strategi bisnis yang dijalankan dari strategi labor-based business menjadi strategi knowledge-based business agar perusahaan tetap going concern. Geus (dalam Sangkala, 2006) menyatakan pada tahun 1978 didapatkan bahwa 80% nilai perusahaan terkait dengan tangible asset dan sisanya adalah intangible asset. Namun keadaan tersebut berbalik, pada tahun 1998 hanya 30% dari nilai perusahaan yang bersumber dari tangible asset dan 70% bersumber dari intangible asset. b. Pengaruh Human Capital Efficiency coefficient (HCE) terhadap Return on Asset (ROA) Pada penelitian ini HCE tidak mendukung bagi peningkatan kinerja perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Inonesia (BEI). Nilai HCE diperoleh dari hasil bagi nilai tambah (value added) dengan biaya gaji dan tunjangan atau Human Capital (HC). Hal ini menunjukkan gaji dan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan asuransi kepada karyawannya belum mampu untuk memotivasi karyawan dalam meningkatkan pendapatan dan profit perusahaan. Dengan dasar komparasi perusahaan dalam satu sektor yang sama (sektor lembaga keuangan) yaitu dengan perusahaan perbankan. Gaji dan tunjangan perusahaan asuransi jauh lebih rendah dibanding perusahan perbankan (Budi, 2011). Pembayaran gaji tergantung pada kemampuan perusahaan. Sedangkan dalam membayar bonus kepada karyawan ditentukan oleh tingkat laba yang diperoleh atau tingkat kekayaan asetnya. Bonus di perusahaan perbankan tentu lebih tinggi karena perusahaan keuangan tersebut selalu mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat. Sedangkan perbandingan asetnya, sebuah bank terbesar di Indonesia memiliki aset sebesar Rp 495,05 Triliun, sedangkan perusahaan asuransi terbesar di Indonesia hanya memiliki aset tidak lebih dari 38,7 Triliun. Hal ini menjelaskan hasil penelitian Goh (2005) yang menunjukkan hampir seluruh bank memiliki HCE yang lebih tinggi daripada SCE dan CEE. Gaji dan tunjangan serta bonus pada perusahaan perbankan yang cukup tinggi mampu memotivasi karyawan untuk menghasilkan kinerja yang baik. Sebaliknya dalam penelitian ini HCE pada perusahaan asuransi tidak memiliki pengaruh dalam kontribusi peningkatan kinerja. Selain itu, gaji di perusahaan asuransi memiliki range yang tinggi antara gaji terendah dan tertinggi, sehingga menyebabkan kesenjangan antar karyawan. Karyawan di bagian staff seperti agen, customer service mendapatkan gaji yang rendah. Dan pada beberapa perusahaan asuransi, gaji untuk level direksi bahkan lebih tinggi dari pegawai bank. Sangat ironis karena peran agen atau customer service bagi perusahaan asuransi sangat krusial. Mereka adalah garda depan perusahaan karena lebih banyak melakukan komunikasi dengan nasabah asuransi. Mereka membangun image dan citra perusahaan kepada nasabah, memperkenalkan perusahaan melalui produk yang ditawarkan dan pelayanan baik kepada nasabah.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
17
Selain itu harus diiringi dengan Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik dalam perusahaan dapat meningkatkan produktivitas karyawan yang nantinya juga akan meningkatkan pendapatan dan profit perusahaan (Imaningati, 2007) Ahli teori modal manusia beranggapan bahwa peningkatan di dalam keterampilan, pengetahuan dan kemampuan karyawan dapat berperan untuk memperbaiki kinerja perusahaan. c. Pengaruh Structural Capital Efficiency coefficient (SCE) terhadap Return on Asset (ROA) Dari hasil uji t menunjukkan tingkat signifikan SCE sebesar 0,002 yang lebih kecil dari tingkat signifikan 0,05 sehingga dapat membuktikan bahwa SCE berpengaruh signifikan terhadap ROA. Structural Capital atau modal struktural merupakan nilai-nilai dari infrastruktur organisasi dan jenis pengetahuan yang tersimpan dalam bentuk manualmanual, pedoman, konsep produk, Standart Operational Procedure (SOP), maupun sistem informasi yang ada di dalam perusahaan. Structural Capital mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan, karena merupakan faktor kunci yang dapat mengoptimalkan kinerja karyawan. Structural Capital berkaitan erat dengan Human Capital. Jika suatu perusahaan yang memiliki Human Capital yang berintelektual tinggi, namum memiliki infrastruktur yang buruk maka akan menghambat intelektualitas karyawan dalam menciptakan nilai tambah bagi kinerja perusahaan. Idealnya, modal struktural yang baik adalah keadaan dimana infrastruktur perusahaan mampu memfasilitasi pelaksanaan kegiatan perusahaan, sehingga kualitas intelektual karyawan yang telah ada ditunjang penuh oleh infrastruktur sehingga tercipta efektifitas dalam perusahaan. Organisasi yang memiliki struktur yang kuat akan memiliki budaya yang mendukung yang memungkinkan karyawan mereka untuk mencoba hal-hal baru, untuk belajar dan praktek mereka (Bontis et al., 2000). Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Firrer dan Williams (2003) menggunakan VAICTM untuk melihat hubungan IC dengan kinerja keuangan (ROA, ATO, IMB) pada 75 perusahaan publik dari empat jenis industri di Afrika Selatan. Secara umum hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak semua komponen IC yang diukur dengan VAICTM memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan. SCE memiliki hubungan yang paling signifikan dibanding dua komponen IC lainya seperti HCE dan CEE. d. Pengaruh Capital Employed Efficiency (CEE) terhadap Return on Asset (ROA) Dari hasil uji t menunjukkan bahwa tingkat signifikansi CEE sebesar 0,120 yang berarti lebih besar dari kriteria tingkat signifikansi 0,05 sehingga dapat membuktikan bahwa CEE tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Hal ini menunjukkan bahwa modal atau Capital Employed (CE) perusahaan asuransi tidak memberikan kontribusi dalam peningkatan kinerja keuangan. Modal yang digunakan perusahaan merupakan nilai aset yang berkontribusi pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan. Maka dengan modal yang besar biasanya akan meningkatkan pula pendapatan perusahaan. Sehingga apabila modal yang digunakan suatu perusahaan dalam jumlah yang relatif besar maka mengakibatkan total aset perusahaan tersebut juga relatif besar. Sehingga pendapatan perusahaan pun akan meningkat pula. Hal ini dapat meningkatkan laba atas sejumlah aset yang dimiliki perusahaan yang diukur dengan Return on Asset (ROA). Ini berarti perusahaan tersebut mempunyai kinerja keuangan yang lebih baik (Murdyanto, 2008). Pemerintah telah menetapkan modal minimum asuransi melalui Peraturan Pemerintah no 81 tahun 2008. Pada akhir 2010, perusahaan asuransi jiwa dan umum harus memiliki modal paling sedikit Rp 40 miliar dengan tambahan ekuitas Rp 25 miliar jika memiliki unit syariah. Modal perusahaan reasuransi minimal Rp 100 miliar dengan tambahan Rp 50 miliar untuk unit syariah. Aturan ini berlanjut pada 2012. Kali ini perusahaan asuransi umum dan asuransi jiwa harus memiliki modal minimal Rp 70 miliar
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
18
dengan tambahan Rp 25 miliar untuk unit syariahnya. Perusahaan reasuransi mesti punya modal minimal Rp 120 miliar (Syavira, 2011). Sesuai dengan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) yang mencatat sampai akhir 2010 lalu, masih ada delapan perusahaan yang belum meningkatkan permodalan sampai batas minimum sebesar Rp 40 miliar (Yoga, 2011). Ditinjau dari lampiran perhitungan CEE, dua perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tidak memenuhi modal minimum asuransi. Perusahaan tersebut ialah AHAP yang bergerak di bidang asuransi kerugian dan reasuransi kerugian yang memiliki modal seesar Rp 58,528,356,666 kurang dari Rp 100,000,000,000 (ketentuan modal minimum untuk bidang reasuransi. Dan ASBI, modal yang dimiliki hanya Rp 91,611,058,000 sedangkan ketentuan minimum untuk bidang usaha ASBI yang bergerak di asuransi kerugian dan reasuransi konvensional dan prinsip syariah adalah Rp 150,000,000,000. Dan sembilan perusahaan lainnya memiliki jumlah modal yang memenuhi ketentuan tersebut. Namun rata-rata masih relatif kecil dibandingkan perusahaan asuransi lainnya yang ada di Indonesia. Perusahaan asuransi terbaik Indonesia tahun 2011 Versi Investor.co.id (Oktaviana, 2011) adalah PT.Prudential Life Assurance, perusahaan tersebut memilki modal yang besar dan merupakan Top Ten perusahaan asuransi dalam jumlah modalnya. Industri asuransi sebagai penanggung risiko, selayaknya tidak menjadi industri kelas UKM yang bermodal kecil. Meskipun telah ada paksaan menaikkan modal sendiri, namun pertumbuhan modal sendiri relatif tidak signifikan dibandingkan dengan parameter keuangan lainnya. Dengan modal besar, kemampuan membayar klaim meningkat. Juga agar selalu memenuhi persyaratan risk based capital minimum 120% dan mempermudah melakukan ekspansi bisnis. Manfaat lain modal besar adalah memenuhi persyaratan tertanggung (nasabah), memperbesar retensi sendiri, dan menaikkan retensi asuransi nasional. Dalam banyak hal, nasabah melihat kemampuan modal perusahan asuransi sebelum memilih. Bahkan untuk asuransi dengan nilai pertanggungan dan premi yang sangat besar, dalam persyaratan tender, terkadang nasabah mematok modal minimum. Modal kecil akan membatasi perusahaan asuransi di dalam menahan risiko berkategori bagus. Sehingga akan lebih banyak mereasuransikan (mengasuransikan kembali ke perusahaan reasuransi). Dalam penelitian ini, modal tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Pada laporan keuangan, modal perusahaan asuransi rata-rata diperoleh dari setoran pemilik dan penjualan saham kepada masyarakat umum. Belum ada perusahaan asuransi yang menerapkan Employee Stock Ownership Program (ESOP). ESOP dapat mendorong karyawan untuk bekerja lebih giat karena karyawan merasa bahwa perusahaan adalah miliknya, sehingga perusahaan memperoleh peningkatan keuntungan atau peningkatan kinerja. Keuntungan lain bagi perusahaan dengan menerapkan ESOP adalah perusahaan dapat mengefisiensikan arus kas keluar. Dengan kata lain, terjadi recycle terhadap kas yang dikeluarkan perusahaan. Sebagai contoh ketika sebuah perusahaan memerlukan tambahan modal dan mempraktekkan opsi saham terhadap karyawan, maka dana dari karyawan akan kembali masuk kedalam perusahaan. Dana dari karyawan pada dasarnya juga berasal dari perusahaan yang biasanya berupa gaji, tunjangan ataupun bonus. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : (1) Intellectual Capital (HCE, SCE, dan CEE) secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA); (2) Human Capital Efficiency coefficient (HCE) tidak berpengaruh terhadap ROA; (3) Structural
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
19
Capital Efficiency coefficient (SCE) berpengaruh terhadap ROA; (4) Capital Employed Efficiency coefficient (CEE) tidak berpengaruh terhadap ROA. Saran 1. Agar kinerja keuangan semakin meningkat, hendaknya perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia terus meningkatkan Human Capital Efficiency coefficient (HCE). Dengan meningkatkan pengeluaran perusahan yang dialokasikan dalam membentuk skill atau kemampuan karyawannya seperti pelatihan baik on the job training maupun off the job training sebaiknya terus dilakukan secara terus menerus. 2. Hendaknya perusahaan meningkatkan Capital Employed Efficiency coefficient (CCE) untuk proses penciptaan nilai tambah bagi perusahaan. Perusahaan dapat melakukan ESOP (Employee Stock Ownership Plan), menjadikan karyawan sebagai shareholder di perusahaannya sehingga meningkatkan kesadaran karyawan untuk memberikan kinerja yang baik. Karyawan akan lebih termotivasi karena mempunyai kepentingan dan rasa memiliki dalam perusahaan sehingga hal ini akan meningkatkankan kinerja. 3. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk menggunakan ukuran kinerja keuangan lainnya atau objek penelitian selain perusahaan asuransi. 4. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangan variabel-variabel selain Intellectual Capital sebagai variabel yang mempengaruhi kinerja keuangan pada perusahaan. 5. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah sampel perusahaan yang akan dijadikan sampel penelitian. 6. Periode waktu penelitian dalam penelitian selanjutnya dapat diperpanjang misalnya untuk periode lima atau enam tahun, sehingga dapat dilakukan analisis yang lebih objektif. DAFTAR PUSTAKA Asni, N. 2007. Pengaruh Kinerja Intellectual Capital terhadap Nilai Pasar pada Perusahaan Jasa Keuangan di Bursa Efek Jakarta. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Pascasarjana Universitas Airlangga. Bontis, N., W.C.C. Keow, and S. Richardson. 2000. Intellectual Capital and Business Performance in Malaysian Industries. Journal of Intellectual Capital Vol. 1 No. 1: 85-100. Budi,
A. 2011. Berapa Sih Gaji Pegawai Asuransi? (Online), (http://www.akademiasuransi.org/2012/12/berapa-gaji-pegawai-asuransi.html, diakses 3 Mei 2013). Chen, M.C., S. Cheng, and Y. Hwang. 2005. An Empirical Investigation of The Relationship Between Intellectual Capital and Firm’s Market Value and Financial Performance. Journal of Intellectual Capital Vol. 6 No. 2: 159-176. Daft, R. 2002. Manajemen. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Edvinsson, L and M. Malone. 1997. Intellectual Capital: Realizing Your Company’s True Value by Finding Its Hidden Brainpower (Online), (http://www.sumaries.com, diakses 24 Oktober 2012). Firer, S and S. M. Williams. 2003. Intellectual Capital and Traditional Measures of Corporate Performance. Journal of Intellectual Capital Vol. 4 No. 3: 348-360. Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Cetakan IV. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Goh, P. C. 2005. Intellectual Capital Performance of Commercial Bank in Malaysia. Journal of Intellectual Capital Vol. 6 No. 3: 385-396.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
20
Harrison, S and P. H. Sulivan. 2000. Profiting from Intellectual Capital: Learning from Leading Companies. Journal of Intellectual Capital Vol. 1 No. 1: 33-46. Imaningati. 2007. Pengaruh Intellectual Capital pada Nilai Pasar Perusahaan dan Kinerja Perusahaan. Tesis tidak diterbitkan. Program Studi Magister Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. International Federation of Accountants (IFAC). 1998. The Measurement and Management of Intellectual Capital (Online), (http://www.ifac.org, diakses 30 September 2012). Murdyanto. 2008. Pengaruh Efisiensi Operasi, Risiko Kredit, Resiko Pasar dan Modal Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang. Oktaviana, T. 2011. Prudential Life dan Asuransi Jaya Proteksi Raih Star Award (Online), (http://www.investor.co.id/home/prudential-life-dan-asuransi-jaya-proteksi-raihstar-award/15412, diakses 3 Mei 2013). Petty, R and J. Guthrie. 2000. Intellectual Capital Literature Review: Measurement, Reporting, and Management. Journal of Intellectual Capital Vol 1 No. 2/3: 155-176. Pramelasari, Y. M. 2010. Pengaruh Intellectual Capital terhadap nilai pasar dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Pulic, A. 1998. Measuring The Performance of Intellectual Potential in Knowledge Economy (Online), (http://www.measuring-ip.at/Papers/Pulic/Vaictxt/vaictxt.html, diakses 30 September 2012). Sangkala. 2006. Knowledge Management. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Santosa, T. E. C dan R. Setiawan. 2004. Modal Intelektual sebagai Strategi Organisasi dalam Memenangkan Keunggulan Bersaing di Era Informasi. Jurnal Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha Bandung Vol 4 No.1. Sawarjuwono, T. dan A.P. Kadir. 2003. Intellectual capital: Perlakuan, pengukuran, dan pelaporan (sebuah library research). Jurnal Akuntansidan Keuangan.Vol. 5 No. 1 : 35-57. Sugiono. 1998. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Ketiga. Bandung: CV Alfabeta. Sveiby, K.E. 2001. Method for Measuring Intangible Assets (Online), (http://www.sveiby.com/articles/intangibleMethods.htm, diakses 30 September 2012). Syavira, F. 2011. Delapan Perusahaan Asuransi Terancam Ditutup (Online), (http://www.tempo.co/read/news/2011/01/07/088304589/Delapan-PerusahaanAsuransi-Terancam-Ditutup, diakses 3 Mei 2013). Tan, H.P., D. Plowman, and P. Hancock. 2007. Intellectual Capital and Financial Return of Companies. Journal of Intellectual Capital Vol. 8 No. 1: 76-95. Ulum, I. 2008. Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di Indonesia. Jurnal Akuntansi Keuangan Februari 2009 Fakultas Ekonomi Universitas Petra Surabaya. ____________. 2009. Intellectual Capital Konsep dan Kajian empiris. Yogyakarta: Graha Ilmu. Yoga, P. 2011. Modal 4 Asuransi Umum Masih di Bawah Rp70 Miliar (Online), (http://www.infobanknews.com/2013/05/modal-4-asuransi-umum-masih-dibawah-rp70-miliar, diakses 3 Mei 2013). ●●●